UJIAN GLAUKOMA + PSEUDOFAKIA

55
UJIAN KASUS GLAUKOMA + PSEUDOFAKIA Oleh : Agnes Triana Basja 01.207.5438 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 1

description

UJIAN GLAUKOMA + PSEUDOFAKIA

Transcript of UJIAN GLAUKOMA + PSEUDOFAKIA

UJIAN KASUS

GLAUKOMA + PSEUDOFAKIA

Oleh :

Agnes Triana Basja

01.207.5438

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2011

1

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Agnes Triana Basja

NIM : 01.207.5438

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Penyakit Mata

Judul Laporan Kasus : Glaukoma + Pseudofaki

Pembimbing : dr. Rosalia Septiana W., Sp.M.

Kudus, September 2011

Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD KUDUS

dr. Rosalia Septiana W., Sp.M.

2

GLAUKOMA

A. DEFINISI

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh

pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya

disertai peningkatan tekanan intraokular (Vaughan, 2009). Glaukoma berasal dari kata

yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut

pada pupil penderita glaukoma (Ilyas, 2009).

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi:

a. Glaukoma primer

i. Glaukoma sudut terbuka

1. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka

kronik, glaukoma simpleks kronik)

2. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)

ii. Glaukoma sudut tertutup

1. Akut

2. Subakut

3. Kronik

4. Iris plateau

b. Glaukoma kongenital

i. Glaukoma kongenital primer

ii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain

1. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan

2. Aniridia

iii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular

c. Glaukoma sekunder

i. Glaukoma pigmentasi

ii. Sindrom eksfoliasi

iii. Akibat kelainan lensa (fakogenik)

iv. Akibat kelainan traktus uvea

v. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)

3

vi. Trauma

vii. Pascaoperasi

viii. Glaukoma neovaskular

ix. Peningkatan tekanan vena episklera

x. Akibat steroid

d. Glaukoma absolut

Hasil akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang

keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.

Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular

a. Glaukoma sudut terbuka

Membran pratrabekular

Kelainan trabekular

Kelainan pascatrabekular

b. Glaukoma sudut tertutup

Sumbatan pupil (iris bombe)

Pergeseran lensa ke anterior

Pendesakan sudut

Sinekia anterior perifer

(Vaughan, 2009)

C. PATOFISIOLOGI

Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada

keadaan fisiologis pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata.

Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm,sclera

spur, garis Schwalbe dan jonjot iris. Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan

di bilik posterior oleh badan siliar, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior

kemudian keluar dari bola mata melalui trabekula meshwork ke canalis schlemm.

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan

aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior

(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase

(glaukoma sudut tertutup).

4

Pada glaukoma sudut terbuka kelainan terjadi pada jaringan trabekular,

sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intra okuler meningkat karena

adanya hambatan outflow humor akuos akibat kelainan pada jaringan trabekular.

Pada glaukoma sudut tertutup, jaringan trabekular normal sedangkan tekanan

intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,

sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular.

Keadaan seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yan sempit (tertutup).

(Wijana, 1993)

D. GEJALA DAN TANDA

Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena berkembang tanpa

ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma

tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya diketahui disaat

penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.

Pada fase lanjut glaukoma, gejala-gejala berikut mungkin timbul:

- Hilangnya lapang pandang perifer

- Sakit kepala

- Penglihatan kabur

- Melihat pelangi bila melihat sumber cahaya.

Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan

penurunan persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang yang

5

progresif. Yang pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada akhirnya

hanya akan menyisakan penglihatan yang seperti terowongan (tunnel vision).

Penderita biasanya tidak memperhatikan kehilangan lapang pandang perifer ini karena

lapang pandang sentralnya masih utuh.

Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala, nausea,

mata merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan (Ilyas, 2009).

Pembagian glaukoma sudut tertutup :

a. Stadium prodromal/subakut :

Gejala : sakit kepala sebelah pada mata yang sakit ( timbul pada waktu

sore hari/ ditempat gelap), penglihatan sedikit menurun, melihat hallo

disekitar lampu, mata merah

Tanda : injeksi silier ringan, edema kornea ringan, TIO meningkat

b. Stadium akut/ inflamasi

Gejala : sakit kepala hebat sebelah pada mata yang sakit, kadang

disertai mual muntah, mata merah, penglihatan kabur, melihat hallo

Tanda : injeksi silier, edema kornea, COA dangkal, Tyndall effect (+),

pupil melebar/lonjong, reflek pupil (-), TIO sangat tinggi

c. Stadium kronis

Gejala : sakit kepala hebat sebelah pada mata yang sakit, kadang

disertai mual muntah, mata merah, penglihatan kabur, melihat hallo

Tanda : terdapat sinekia closure persisten, injeksi silier, edema kornea,

COA dangkal, Tyndall effect (+), pupil melebar/lonjong, reflek pupil

(-), TIO sangat tinggi

d. Absolut

Gejala dan tanda : penglihatan buta (visus = 0), sakit kepala, mata

merah, TIO sangat tinggi, kesakitan

e. Degenerative

Gejala dan tanda : visus = 0, degenerasi kornea ( bullae,vesikel), mata

perih sekali, TIO tinggi tanpa rasa sakit.

6

E. DIAGNOSIS

1. Funduskopi.

Untuk melihat gambaran dan menilai keadaan bagian dalam bola mata terutama

saraf optik.

2. Tonometri.

Pemeriksaan untuk mengukur tekanan bola mata, baik dengan alat kontak

menyentuh bola mata ) maupun non kontak.

3. Gonioskopi.

Adalah pemeriksaan untuk menilai keadaan sudut bilik mata, adakah hambatan

pengaliran humor aquos.

4. Perimetri.

Pemeriksaan lapang pandangan dengan komputer, untuk mendeteksi atau menilai

hilangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf penglihatan. Pemeriksaan

lengkap ini hanya dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita glaukoma

saja.

5. Tes provokasi

a. Untuk glaukoma sudut terbuka

i. Tes minum air

Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.

Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan

intraokuler diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8

mmHg atau lebih dianggap mengidap glaukoma.

7

ii. Pressure congestion test

Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit.

Kemudian ukur tensi intraokulernya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih

mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.

iii. Kombinasi test minum dengan pressure congestion test

Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestion test.

Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg

atau lebih pasti patologis.

iv. Tes steroid

Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gt 1 selama 2 minggu.

Kenaikan tensi intraokuler 8 mmHg menunjukkan glaukoma.

b. Untuk glaukoma sudut tertutup

i. Tes kamar gelap

Orang sakit duduk di tempat gelap selama 1 jam, tak boleh tertidur. Di

tempat gelap ini terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik

mata ke trabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari 10 mmHg pasti

patologis, sedang kenaikan 8 mmHg mencurigakan.

ii. Tes membaca

Penderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45

menit. Kenaikan tensi 10-15 mmHg patologis.

iii. Tes midriasis

Dengan meneteskan midriatika seperti kokain 2%, homatropin 1% atau

neosynephrine 10%. Tensi diukur setiap ¼ jam selama 1 jam.

Kenaikan 5 mmHg mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih pasti

patologis. Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya glaukoma

akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan.

iv. Tes bersujud (prone position test)

Penderita disuruh bersujud selama 1 jam. Kenaikan tensi 8-10 mmHg

menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu disusun

dengan gonioskopi. Dengan bersujud, lensa letaknya lebih ke depan

mendorong iris ke depan, menyebabkan sudut bilik depan menjadi

sempit

(Wijana, 1993)

8

F. DIAGNOSA BANDING

Glaukoma primer sudut terbuka:

Glaukoma sudut tertutup kronik

Glaukoma sekunder dengan sudut terbuka

Glaukoma primer sudut tertutup:

Stadium SubAkut

Stadium Akut

Stadium Kronis

Stadium Absolut

Stadium degeneratif

G. PENATALAKSANAAN

1. Terapi medikamentosa

Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut. Obat-obatan yang

kerap digunakan adalah:

a. Obat kolinergik (Parasimpatomimetik) kerja-langsung

Pilocarpine Hydrochloride & Nitrate

Sediaan: Larutan, 0,25%, 0,5-6%, 8%, dan 10%, gel 4%. Juga

ada dalam bentuk lepas berkala (Ocusert)

Dosis: 1 tetes sampai 6 kali sehari; kira-kira sepanjang ½ inci

gel dimasukkan dalam cul-de-sac konjungtiva inferior sebelum

tidur.

Carbachol, Topikal

Sediaan: Larutan, 0,75%, 1,5%, 2,25%, dan 3%

Dosis: 1 tetes pada setiap mata, tiga atau empat kali sehari.

Carbachol kurang diabsorpsi melalui kornea dan umumnya

dipakai jika pilocarpine tidak efektif. Lama kerjanya 4-6 jam.

Jika benzalkonium chloride digunakan sebagai vehiculum, daya

serap carbachol sangat meningkat. Farmakodinamik carbachol

juga meliputi kerja tak langsung.

b. Obat Antikolinesterase Kerja-Tak Langsung

9

Physostigmine Salicylate & Sulfate (Eserine)

Sediaan: Larutan, 0,25%, dan salep 0,25%

Dosis: 1 tetes tiga atau empat kali sehari atau salep sepanjang ¼

inci satu atau dua kali sehari.

Obat-obat parasimpatomimetik berikut ini poten dan bekerja

lama, serta digunakan bila obat-obat antiglaukoma lain tidak

dapat mengendalikan tekanan intra okuler. Saat ini mereka

kurang dipakai dibanding dulu. Miosis yang dihasilkan sangat

kuat; spasme siliaris dan miopia sering terjadi. Iritasi lokal

sering ditemukan dan phospholine iodide diduga bersifat

kataraktogenik pada beberapa pasien. Dapat terjadi blokade

pupil. Dengan semakin berkembangnya obat antiglaukoma

modern, obat-obat ini semakin jarang dipakai dibandingkan

dulu.

Echothiophate Iodine (Phospholine Iodide)

Sediaan: Larutan 0,03%, 0,06%, 0,125%, dan 0,25%.

Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari atau lebih jarang lagi,

tergantung responnya.

Echothiophate iodide adalah obat yang bekerja lama serupa

dengan isoflurophate, yang mempunyai keuntungan karena

larut-air dan kurang menimbulkan iritasi lokal. Toksisitas

sistemik dapat timbul dalam bentuk stimulasi kolinergik, antara

lain banyak liur, mual, muntah, dan diare. Efek samping pada

mata adalah pembentukan katarak, spasme akomodasi, dan

pembentukan kista iris.

Demecarium Bromide (Humorsol)

Sediaan: Larutan, 0,125% dan 0,25%

Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari

Mungkin terjadi toksisitas sistemik yang serupa dengan

echothiophate iodide.

c. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Nonspesifik

Epinefrin 0,5-2%, 2 dd 1 tetes sehari.

10

Pada pengobatan glaukoma, epinephrine mempunyai

keuntungan berupa durasi kerja yang lama (12-72 jam) dan

tidak menimbulkan miosis. Ini terutama penting bagi pasien

dengan katarak insipiens (efek pada penglihatan tidak

menonjol). Sedikitnya 25% pasien menunjukkan alergi lokal;

yang lain mengeluh sakit kepala dan palpitasi jantung.

Epinephrine menimbulkan efek pada tempat-tempat yang

memiliki reseptor alfa maupun beta.

Epinephrine terutama bekerja dengan meningkatkan

pengeluaran humor akuous. Namun obat ini juga mampu

mengurangi produksi humor akuous pada pemakaian yang

lama.

Dosis semuanya sama, yakni 1 tetes dua kali sehari. Dipivefrin,

bentuk epinephrine yang teresterifikasi, cepat dihidrolisis

menjadi epinephrine. Farmakodinamiknya sama dengan

farmakodinamik epinephrine.

Epinephrine borate (Eppy/N) 0,5%, 1%, dan 2%

Epinephrine hydrochloride (Epifrin, Glaucon) 0,25%, 0,5%,

1% dan 2%.

Dipivefrin hydrochloride (Propine) 0,1%.

d. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Relatif Spesifik-Alfa 2

Apraclonidine Hydrochloride (Iopidine)

Sediaan: Larutan, 0,5% dan 1%

Dosis: 1 tetes larutan 1% sebelum terapi laser segmen anterior

dan tetesan kedua setelah tindakan hampir selesai. Satu tetes

larutan 0,5% dua atau tiga kali sehari sebagai pengobatan

tambahan jangka-pendek pada pasien glaukoma yang

menggunakan obat-obat lain.

Apraclonidine hydrochloride adalah agonis adrenergik alfa-2

yang relatif selektif; dipakai secara topikal untuk mencegah dan

mengendalikan tekanan intraokular agar tidak naik setelah

prosedur laser pada segmen anterior. Obat ini juga dipakai

sebagai terapi tambahan jangka-pendek pada pasien dengan

terapi medis maksimal yang masih ditoleransi yang masih

11

memerlukan penurunan tekanan intraokular. Apraclonidine

menurunkan tekanan intraokular dengan menekan

pembentukan humor akuous, yang mekanisme sebenarnya

belum jelas diketahui. Berbeda dengan clonidine, apraclonidine

ternyata tidak mudah melalui sawar jaringan darah dan

menimbulkan sedikit efek samping. Efek samping sistemik

yang jarang dilaporkan adalah turunnya tekanan diastolik

(jarang), bradikardia, dan gejala-gejala sistem saraf pusat

seperti insomnia, irritabilitas, dan penurunan libido. Efek

samping pada mata adalah memucatnya konjungtiva, elevasi

palpebra superior, midriasis, dan rasa terbakar.

Brimonidine Tartrate (Alphagan-P)

Brimonidine adalah agonis adrenergik alfa-2 yang relatif

spesifik, yang menurunkan tekanan intraokular dengan

menekan produksi humor akuous dan mungkin juga dengan

meningkatkan pengaliran keluar humor akuous melalui jalur

uveosklera. Obat ini mempunyai efek minimum pada frekuensi

janrung dan tekanan darah.

Sediaan: Larutan, 0,15%

Dosis: 1 tetes dua atau tiga kali sehari. Mungkin digunakan

sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan obat

glaukoma lain. Sering kali digunakan sebagai obat pengganti

pada pasien yang tidak tahan obat penyekat beta.

Toksisitas: mulut kering, rasa menyengat, dan kemerahan

merupakan efek samping yang paling sering ditemukan.

e. Obat Penyekat Adrenergik-Beta (Simpatolitik)

Timolol Maleate (Timoptic; Timoptic XE, Betimol)

Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%; gel, 0,25% dan 0,5%

Dosis: 1 tetes larutan 0,25% atau 0,5% di setiap mata, satu atau

dua kali sehari bila perlu. Satu tetes gel sekali sehari.

Timolol maleate adalah obat penyekat adrenergik-beta non

selektif yang diberikan secara topikal untuk pengobatan

glaukoma sudut terbuka, glaukoma afakik, dan beberapa jenis

glaukoma sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan

12

intraokular selama 12-24 jam. Timolol ternyata efektif pada

beberapa pasien glaukoma berat yang tidak dapat terkontrol

dengan obat-obat antiglaukoma lain yang telah ditoleransi

maksimal. Obat ini tidak memperngaruhi ukuran pupil atau

ketajaman penglihatan. Meskipun timolol biasanya ditoleransi

baik, pemberiannya harus hati-hati pada pasien-pasien yang

diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat

penyekat adrenergik-beta (misalnya asma, gagal jantung)

Betaxolol Hydrochloride (Betoptic; Betoptic S)

Sediaan: :Larutan, 0,25% (Betoptic S) dan 0,5%.

Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari

Betaxolol mempunyai efikasi sebanding dengan timolol dalam

pengobatan glaukoma. Selektivitas relatif terhadap reseptor-β1

mengurangi risiko efek samping pulmoner, khususnya pada

pasien dengan penyakit jalan nafas reaktif.

Levobunolol Hydrochloride (Betagan)

Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%.

Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.

Levobunolol adalah penyekat β1 dan β2 non-selektif. Obat ini

mempunyai efek yang sebanding dengan timolol dalam

pengobatan glaukoma.

Metipranolol Hydrochloride (OptiPranolol)

Sediaan: Larutan, 0,3%

Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari

Metipranolol adalah penyekat β1 dan β2 non-selektif dengan

efek pada mata yang serupa dengan timolol.

Carteolol Hydrochloride (Ocupress)

Sediaan: Larutan, 1%

Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.

Carteolol adalah penyekat-beta nonselektif dengan efek

farmakologik serupa dengan penyekat-beta topikal lain yang

dipakai pada pengobatan glaukoma.

f. Penghambat Anhidrase Karbonat; diberikan per oral

13

Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliare mengurangi

sekresi humor akuous. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per

oral terutama berguna dalam menurunkan tekanan intraokular pada

kasus glaukoma sudut terbuka tertentu dan dapat dipakai pada

glaukoma sudut tertutup dengan sedikit efek.

Penghambat karbonat anhidrase yang digunakan adalah derivat-derivat

sulfonamide. Pemberian per oral menimbulkan efek maksimum kira-

kira setelah 2 jam; pemberian intravena, setelah 20 menit. Lama efek

maksimal adalah 4-6 jam setelah pemberian per oral.

Penghambat anhidrase karbonat pada pasien dengan tekanan

intraokular yang tidak dapat dikendalikan dengan tetes mata. Untuk itu

obat-obat ini berguna, tetapi punya banyak efek samping yang tidak

diinginkan, seperti deplesi kalium, gangguan lambung, diare,

dermatitis eksfoliatif, pembentukkan batu ginjal, nafas pendek, fatigue,

asidosis, dan kesemutan pada ekstremitas. Penghambat anhidrase

karbonat sistemik jadi lebih jarang dipakai sejak ada timolol,

penghambat anhidrase karbonat topikal dan terapi laser.

Acetazolamide (Diamox)

Sediaan dan dosis:

Oral: Tablet, 125 mg dan 250 mg; berikan 125-250 mg, dua

sampai empat kali sehari (jangan melebihi 1 g dalam 24 jam).

Kapsul lepas-berkala, 500 mg; berikan 1 kapsul, satu atau dua

kali sehari.

Parenteral: Dapat diberikan ampul 500 mg intramuskular atau

intravena untuk waktu singkat bila pasien tidak bisa menerima

per oral.

Methazolamide

Sediaan: Tablet, 25 mg dan 50 mg.

Dosis: 50-100 mg, dua atau tiga kali sehari (total tidak melebihi

600 mg/hari)

Dichlorphenamide (Daranide)

Sediaan: Tablet, 50 mg.

Dosis: Dosis awal 100-200 mg, diikuti 100 mg setiap 12 jam

sampai tercapai respon yang diinginkan. Dosis pemeliharaan

14

(maintenance) yang umum untuk glaukoma adalah 25-50 mg

tiga atau empat kali sehari. Dosis harian total jangan melebihi

300 mg.

g. Penghambat Anhidrase Karbonat; Diberikan Topikal

Dorzolamide dan brinzolamide adalah obat-obat penghambat anhidrase

karbonat topikal. Keduanya merupakan produk sulfonamide dengan

penetrasi kornea yang cukup untuk mencapai epitel sekretorik corpus

ciliare dan dapat menurunkan tekanan intraokular dengan menekan

sekresi humor akuous.

Dorzolamide Hydrochloride (Trusopt)

Sediaan: Larutan 2%

Dosis: 1 tetes dua sampia empat kali sehari. Dapat dipakai

preparat yang mana pun (dorzolamide atau brinzolamide). Oabt

ini bisa digunakan sebagai monoterapi, tetapi lebih sering

dikombinasikan dengan obat-obat glaukoma lain.

Toksisitas: reaksi-reaksi lokal, seperti rasa terbakar dan

tersengat, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi pada

konjungtiva. Rasa pahit pasca-penetesan sering didapat. Efek

samping sistemik, seperti yang ditemukan pada pemberian oral,

jarang ditemukan.

Brinzolamide Opthalmide Suspension (Azopt)

Sediaan: Suspensi 1%

Dosis: 1 tetes dua sampai empat kali sehari

h. Analog Prostaglandin

Obat-obat ini tampaknya menurunkan tekanan intraokular dengan cara

meningkatkan aliran keluar humor akuous, terutama melalui jalur

uveosklera. Dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat-

obat glaukoma lain.

Latanoprost (Xalatan)

Sediaan: Larutan, 0,005%

Dosis: 1 tetes sehari.

Travoprost (Travatan)

Sediaan: Larutan, 0,004%

Dosis: 1 tetes sehari

15

Bimatoprost (Lumigan)

Sediaan: Larutan, 0,03%

Dosis: 1 tetes sehari

Unoprostone Isopropyl (Rescula)

Sediaan: Larutan, 0,15%

Dosis: 2 tetes sehari

Toksisitas: Keempat sediaan menyebabkan peningkatan

pigmentasi coklat pada iris, konjungtiva hiperemis, keratopati

epitelial pungtata, dan sensasi benda asing. Sebagai tambahan,

obat-obat ini bisa memperburuk peradangan mata dan telah

dihubungkan dengan berkembangnya edema makula kistoid.

i. Preparat Topikal Kombinasi

Saat ini makin dikembangkan sediaan obat yang menggabungkan

berbagai senyawa dengan farmakologi yang berbeda, yang terutama

ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien meskipun besar efek

penurunan tekanan intaokular yang didapat tidak sebesar jumlah efek

yang diperoleh pada penggunaan senyawa-senyawa tersebut secara

terpisah. Contoh sediaan obat tersebut:

Xalacom (Latanoprost 0,005% dan timolol 0,5%) sekali sehari

di waktu pagi

Cosopt (dorzolamide 2% dan timolol 0,5%) dua kali sehari.

Combigan (Brimonidine 0,2% dan timolol 0,5%) dua kali

sehari

Duotrav (Travoprost 0,004% dan timolol 0,5%) sekali sehari

Ganfort (Bimatoprost 0,03% dan timolol 0,5%) sekali sehari

j. Obat Osmotik

Obat-obat hiperosmotik dipakai untuk mengurangi tekanan intraokular

dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap humor akuous. Obat-

obat ini pada umumnya dipakai dalam penanganan glaukoma akut

(sudut tertutup) dan kadang-kadang pra-atau pasca bedah bila

diindikasikan penurunan tekanan intraokular. Dosis semua obat rata-

rata 1,5 g/kg.

Gliserin (Osmoglyn)

16

Sediaan dan dosis: Gliserin umumnya diberikan per oral dalam

larutan 50% dengan air, jus jeruk, atau larutan garam beraroma

dengan es (1 ml Gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1-1,5 g/kg.

Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum dicapai

dalam 1 jam dan bertahan 4-5 jam.

Toksisitas: Mual, muntah, dan sakit kepala kadang-kadang

terjadi.

Pemberian per oral dan tiadanya efek diuretik adalah

keuntungan gliserin dibanding obat-obat hiperosmotik lain.

Isosorbide (Ismotic)

Sediaan: Larutan 45%

Dosis: 1,5 g/kg per oral

Mulai dan jam kerja: seperti gliserin

Berbeda dengan gliserin, isosorbide tidak menghasilkan kalori

atau menaikkan kadar gula darah. Reaksi samping lainnya

serupa dengan reaksi gliserin. Setiap 220 ml isosorbide

mengandung 4,6 meq natrium.

Mannitol (Osmitrol)

Sediaan: Larutan 5-25% untuk suntikan.

Dosis: 1,5-2 g/kg intravena, biasanya dengan kadar 20%.

Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum terjadi dalam

1 jam dan bertahan 5-6 jam.

Masalah “overload” kardiovaskular dan edema paru lebih

sering pada obat ini karena besarnya volume cairan yang

dibutuhkan.

Urea (Ureaphil)

Sediaan: Larutan 30% lyophilized urea dalam gula invert.

Dosis: 1-1,5 g/kg per intravena

Mulai dan lama kerja: Efek hipotensi maksimum terjadi dalam

1 jam dan bertahan 5-6 jam.

Toksisitas: Ekstravasasi aksidental pada tempat suntikan dapat

menimbulkan reaksi lokal, yang berkisar dari iritasi ringan

sampai nekrosis jaringan.

17

2. Terapi bedah

Trabekuloplasti jika TIO tetap tidak bisa terkontrol dengan pengobatan

medikamentosa yang maksimal.

Iridectomy ataupun Trabekulotomi (bedah drainase) jika trabekuloplasti gagal,

atau kontraindikasi dengan trabekuloplasti atau diperlukan TIO yang lebih

rendah lagi. Dapat juga dilakukan cryotherapi (altrnatif terakhir) pada mata

yang prognosanya sudah sangat jelek.

18

H. PROGNOSIS

Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan

kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata,

tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat

mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi

glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata

(Ilyas, 2009).

19

KATARAK

DEFINISI

Lensa adalah suatu struktur transparan (jernih). Kejernihannya dapat terganggu

oleh karena proses degenerasi yang menyebabkan kekeruhan serabut lensa.

Terjadinya kekeruhan pada lensa disebut dengan katarak (Hutasoit, 2009).

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir

transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang iris

lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris. Di

anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus.

Kapsul lensa adalah membran yang semipermeabel(sedikit lebih permiabel

dari pada kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Didepan lensa

terdapat selapis tipis epitel supkapsuler. Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya.

Semakin bertambahnya usia laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga

lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas (Khalilullah, 2010).

Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di

dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus

sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga

20

membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling

dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa

dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini

terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks

yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,

sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi

lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul

lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya

pada badan siliar (Ilyas, 2004).

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi

untuk menjadi cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous

body dan berada di sumbu mata (Ilyas, 2004).

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi, menegangkan

serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran

terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya

akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris

berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis

menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis

antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada

retina dikenal dengan trias akomodasi (Konvergensi, konstriksi pupil,

pencembungan lensa). Kemampuan akomodasi ini dipengaruhi oleh umur, pada

umur 40 tahun ke atas dimana biasanya terjadi rabun dekat dimana akomodasi

lensa sudah tidak fleksibel lagi atau lensa sudah mengalami pengerasan

(Khalilullah, 2010).

Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomaly

geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai

nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan

ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui sliplamp, oftalmoskop,

21

senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi (Khalilullah,

2010).

KLASIFIKASI

Berdasarkan waktu perkembangannya katarak diklasifikasikan menjadi

katarak kongenital, katarak juvenil dan katarak senilis.

1. Katarak kongenital dapat berkembang dari genetik, trauma atau infeksi prenatal

dimana kelainan utama terjadi di nukleus lensa. Kekeruhan sebagian pada lensa

yang sudah didapatkan pada waktu lahir dan umumnya tidak meluas dan jarang

sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa

2. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah

lahir.Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat

lensa.Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai

soft cataract. Katarak juvenil biasanya merupakan bagian dari satu sediaan

penyakit keturunan lain.

3. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Telah diketahui

bahwa katarak senilis berhubungan dengan bertambahnya usia dan berkaitan

dengan proses penuaan lensa.

Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur,

stadium matur dan stadium hipermatur.

insipien imatur matur hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah (air

masuk)

Normal Berkurang

(air+masa lensa

keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata

depan

Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka

22

mata

Shadow test Normal Positif Normal Pseudopos

Penyulit Negatif Glaukma Negatif Uveitis+glaukoma

1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju

korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Pada katarak insipien, kekeruhan

lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.

Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan

daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi.

Ciri2 :

i. Visus masih cukup baik

ii. Bertambah kabur bila bertambah usia

iii. Fundus reflek masih positif

iv. Kekeruhan ditepi lensa.

2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh. Merupakan katarak yang belum mengenai

seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan

osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat

menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Ciri2 :

• Visus bertambah kabur terutama sore menjelang malam

• Kekeruhan belum merata, bisa dinukleus atau di kapsul posterior

• Fundus reflek mulai suram

23

• Bisa terjadi komplikasi glaucoma

3. Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi

akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan,

maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan

terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi

lensa. Pada katarak matur ini, bilik mata depan kedalaman normal kembali, tidak

terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif.

Ciri2 :

• Kekeruhan lensa merata

• Visus 1/300 – 1/∞

• Fundus reflek (-)

24

4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi

lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi

keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan

kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul

lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn

menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul,

maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan

memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang

terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan

katarak morgagni (Khalilullah, 2010).

25

PATOFISIOLOGI

Aging proses

Katarak terkait disebabkan oleh usia paling sering ditemukan pada kelainan mata

yang menyebabkan gangguan pandangan. Pathogenesis dari katarak terkait usia

multifactor dan belum sepenuhnya dimengerti. Berdasarkan usia lensa, terjadi

peningkatan berat dan ketebalan serta menurunnya kemampuan akomodasi.

Sebagai lapisan baru serat kortical berbentuk konsentris, akibatnya nucleus dari

lensa mengalami penekanan dan pergeseran (nucleus sclerosis). Cristalisasi

(protein lensa) adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi

protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara

tiba tiba mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa, cahaya yang menyebar,

penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nucleus lensa juga

menghasilkan progressive pigmentasi.perubaha lain pada katarak terkait usia pada

lensa termasuk menggambarkan konsentrasi glutatin dan potassium dan

meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium (Khalilullah, 2010).

Penyebab pada katarak senilis belum diketahui pasti, namun diduga terjadi karena:

a. Proses pada nukleus

Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke

arah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat

(nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan sklerosis. Pada

nukleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa

menjadi lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya

berwarna putih menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian

26

menjadi kehitam-hitaman. Karena itulah dinamakan katarak brunesen atau

katarak nigra.

b. Proses pada korteks

Timbulnya celah-celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan

penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan

membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi ke

arah miopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan

kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah (Wijana, 1983).

GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda umum katarak dapat digambarkan sebagai berikut :

i. Tajam penglihatan berkurang

ii. Penglihatan berkabut, berasap

iii. Menyebabkan rasa silau

iv. Dapat mengubah kelainan refraksi

v. Penglihatan ganda

vi. Halo (warna disekitar sumber sinar)

Pada beberapa penderita tajam penglihatan yang diukur di ruangan gelap mungkin

tampak memuaskan, sementara bila tes tersebut dilakukan dalam keadaan terang

maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau (Zubaidah,

2008).

DIAGNOSIS

ANAMNESIS :

Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap (gejala utama katarak)

Mata tidak merasa sakit, gatal , atau merah

Gambaran umum gejala katarak yang lain seperti :

1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film

2. Perubahan daya lihat warna

3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat

menyilaukan mata

4. Lampu dan matahari sangat mengganggu

5. Sering meminta resep ganti kacamata

6. Penglihatan ganda (diplopia)

27

PEMERIKSAAN FISIK MATA

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan

2. Melihat lensa dengan penlight dan loop

Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai

kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh

(iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,

sedangkan bayangan dekat dan kecil dengan pupil terjadi katarak matur.

3. Slit lamp

4. Pemeriksaan opthalmoskop (sebaiknya pupil dilatasi)

(Wijana, 1983)

DIAGNOSIS BANDING

Leukokoria

Oklusi pupil

Ablasi retina

Retinoblastoma

(Wijana, 1983)

PENATALAKSANAAN

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu :

- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat

dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.

Pada tindakan ini tidak akan terjadi katarak sekunder

- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi

lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa

lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini

dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,

bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan

dilakukan bedah gloukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps

badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid

makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat

28

melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang

dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi katarak sekunder (Ilyas,

2009).

ECCE terdiri dari :

a. ECCE konvensional,

b. SICS (Small Incision Cataract Surgery),

c. fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification),

Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana

menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material

nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm (Faradilla, 2009).

Sebelum operasi harus dilakukan beberapa pemeriksaan:

1. Fungsi retina harus baik, yang diperiksa dengan tes proyeksi sinar, dimana retina

disinari dari semua arah, dan arahnya itu harus dapat ditentukan oleh penderita

dengan baik. Kalau semua arah dapat ditentukan dengan baik, berarti fungsi

retina masih baik, operasi dapat dilakukan. Bila tidak, operasi tidak dijalankan,

karena tak ada gunanya.

2. Tidak boleh ada infeksi pada mata atau jaringan sekitarnya.

Jangan lupa melakukan tes Anel. Bila tes Anel (-), tak boleh dilakukan operasi

dan merupakan kontraindikasi mutlah untuk tindakan operasi intraokular, karena

kuman dapat masuk ke dalam mata.

3. Tidak boleh ada glaukoma.

Pada keadaan glaukoma, pembuluh darah retina, telah menyesuaikan diri dengan

tensi intraokular yang tinggi. Bila kemudian dilakukan operasi, pada waktu

kornea dipotong, sekonyong-konyong tensi intraokular menurun, pembuluh darah

pecah dan timbul perdarahan yang hebat. Juga dapat menyebabkan prolaps dari

isi bulbus okuli, seperti iris, badan kaca dan lensa.

4. Visus

Setelah dikoreksi batasnya pada orang buta huruf 5/50 sedangkan pada yang

terpelajar 5/20.

5. Keadaan umum harus baik.

Tidak boleh ada hipertensi, diabetes melitus, batuk menahun, sakit jantung,

seperti decompensatio cordis. Bila penderita menderita diabetes melitus, dengan

kadar gula darah lebih dari 150 mg%, dioperasi, dapat terjadi luka sukar sembuh,

29

mudah terkena infeksi, perdarahan pasca hifema yang sulit hilang. Kadar gula

harus kurang dari 150mg%, baru dapat dioperasi.

PSEUDOFAKIA

Adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi

katarak.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain :

- Ruptur kapsul posterior

- Glaukoma

- Uveitis

- Endoftalmitis

- Perdarahan suprakoroidal

- Prolap iris

(Faradilla, 2009).

PROGNOSIS

Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan

tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis, karena adanya ambliopia dan

kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina. Prognosis untuk perbaikan

ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital

unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang

proresif lambat.

Prognosis penglihatan pasien dikatakan baik apabila:

Fungsi media refrakta baik

Dilakukan dengan melihat kejernihan serta keadaan media refrakta mulai

dari kornea, iris, pupil dan lensa melalui lampu sentolop maupun slit lamp.

Fungsi makula atau retina baik

Dilakukan dengan pemeriksaan retpersepsi warna, dengan cara

menyorotkan cahaya merah dan hijau di depan mata yang kemudian

dengan sentolop cahaya diarahkan ke mata.

Fungsi N. Opticus (N.II) baik

30

Fungsi serebral baik

STATUS PASIEN

31

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ibu Kusnah

Umur : 55 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Petani

Alamat : Mbulung Kulon, KUDUS

Tanggal Pemeriksaan : 6 Oktober 2011

II. ANAMNESIS

Anamnesis secara : Auto anamnesis pada tanggal 6 Oktober 2011

Keluhan Utama :

Pandangan terasa gelap pada mata kanan sudah sejak 5 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh pandangannya terasa gelap pada kedua mata sejak + 5 bulan yang

lalu. Pasien menceritakan, pada mulanya pandangannya kabur terlebih dahulu disertai

kemeng-kemeng, ngganjel dan nrocos dirasakan sejak +1 tahun yang lalu yang sangat

mengganggu aktivitas, diperiksakan ke dokter umum lalu diberikan obat tetes dan pil,

keluhan agak berkurang, karena keluhan tidak menghilang kemudian pasien

memeriksakan ke dokter mata kemudian dilakukan operasi di RSUD KUDUS, setelah

operasi mata kiri bisa melihat tetapi sekarang (+ 5 bulan yang lalu ) pandangannya

malah menjadi gelap pada mata kanan yang terjadi secara tiba-tiba.

Sedangkan mata kiri setelah di operasi, sekarang masih bisa melihat dan tidak ada

keluhan apapun. Pasien mengatakan tidak ada riwayat kemasukan debu atau benda

asing ke dalam mata atau riwayat trauma pada mata yang sakit. Pasien mengaku rutin

kontrol ke dokter mata dan mendapatkan obat tetes mata dengan tutup warna hijau,

dan obat minum berwarna merah, putih dan biru yang diminum 2 kali sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu:

32

Pasien mengatakan bahwa pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya.

- Riwayat Hipertensi (-)

- Riwayat diabetes melitus tidak pernah diperiksa

- Riwayat menggunakan kaca mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keadaan serupa.

Riwayat so s ial ekonomi :

Pasien adalah seorang buruh petani. Berobat menggunakan Jamkesmas. Kesan ekonomi

kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. VITAL SIGN

Tensi (T) : 120/80 mmHg

Nadi (N) : 80 kali/ menit

Suhu (T) : 360 C

Respiration Rate (RR) : 20 x / menit

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : Cukup

B. STATUS OFTALMOLOGI

Gambar:

OD OS

Keterangan:

1. Pupil mid-dilatasi Ø 5 mm

33

123

2. Bekas Jahitan

3. Injeksi Konjungtiva

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

1/ ∞

LP jelek

Visus 5/60

Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoresi

Gerak bola mata normal,

enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)

Bulbus okuli

Gerak bola mata normal,

enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)

Edema (-), hiperemis(-),

nyeri tekan (-),

blefarospasme (-),

lagoftalmus (-),

ektropion (-),

entropion (-)

Palpebra

Edema (-), hiperemis(-),

nyeri tekan (-),

blefarospasme (-),

lagoftalmus (-)

ektropion (-),

entropion (-)

Edema (-),

injeksi konjungtiva (+),

injeksi siliar (-),

infiltrat (-),

hiperemis (-)

Konjungtiva

Edema (-),

injeksi konjungtiva (-),

injeksi siliar (-),

infiltrat (-),

hiperemis (-), konjungtiva

bleb (+)

Putih Sklera Putih

Bulat, edema (+)

keratik presipitat (-),

infiltrat (-), sikatriks (-)

Kornea

Bulat, edema (-),

keratik presipitat (-),

infiltrat (-), sikatriks (-)

Jernih, dangkal,

hipopion (-),

hifema (-),

Camera Oculi Anterior

(COA)

Jernih, dangkal,

hipopion (-),

hifema (-),

Kripta(+), warna coklat,(-),

edema(-), synekia (-)Iris

Kripta(+), warna coklat,(-),

edema(-), synekia (-)

bulat, mid-dilatasi Ø 5 mm,

letak sentral,

Pupil bulat, diameter ± 3 mm, letak

sentral,

34

refleks pupil langsung (-),

refleks pupil tak langsung (-)

refleks pupil langsung (+),

refleks pupil tak langsung (+)

Jernih, IOL di tempat,

terlihat pantulan dari

cahaya seperti kaca

Lensa

Keruh tidak merata

Jernih Vitreus Sulit dinilai

Atrofi papil (+), CDR 0,9

Ekskavasio glaukomatosa

(+), ablatio (-), eksudat (-)

Retina Sulit dinilai

(-) Persepsi Warna (+)

Jelek Light Projection (+)

(+); cemerlang Fundus Refleks (+); suram

Tonometri digital meningkat

: N +2

TIO Tonometri digit : N

Epifora (-), lakrimasi (-) Sistem Lakrimasi Epifora (-), lakrimasi (-)

(-) Shadow Test (-)

Tidak bisa diperiksa, karena

visus sudah 1/ ∞

Lapang Pandang

(Metode Konfrontasi)

Normal

IV. RESUME

Subjektif:

- Pasien mengeluh pandangannya terasa gelap pada kedua mata sejak + 5 bulan

yang lalu

- Pada mulanya pandangannya kabur terlebih dahulu disertai kemeng-kemeng,

ngganjel dan nrocos dirasakan sejak +1 tahun yang lalu yang sangat

mengganggu aktivitas,

- diperiksakan ke dokter umum lalu diberikan obat tetes dan pil, keluhan agak

berkurang, karena keluhan tidak menghilang kemudian pasien memeriksakan

ke dokter mata kemudian dilakukan operasi di RSUD KUDUS,

- setelah operasi mata kiri bisa melihat tetapi sekarang (+ 5 bulan yang lalu )

pandangannya malah menjadi gelap pada mata kanan yang terjadi secara tiba-

tiba.

35

- Sedangkan mata kiri setelah di operasi, sekarang masih bisa melihat dan tidak

ada keluhan apapun.

- Pasien mengatakan tidak ada riwayat kemasukan debu atau benda asing ke

dalam mata atau riwayat trauma pada mata yang sakit.

- Pasien mengaku rutin kontrol ke dokter mata dan mendapatkan obat tetes mata

dengan tutup warna hijau, dan obat minum berwarna merah, putih dan biru

yang diminum 2 kali sehari.

Objektif:

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

1/∞ Visus 5/60

Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoresi

Injeksi Konjungtiva (+)

Konjungtiva

Injeksi siliar (-)

Injeksi Konjungtiva (-)

Konjungtiva bleb (+)

Edema (+) Kornea Edema (-)

Jernih, dangkal, Camera Oculi Anterior

(COA)

Jernih, dangkal,

bulat, mid-dilatasi Ø 5 mm,

letak sentral,

refleks pupil langsung (-),

refleks pupil tak langsung (-)

Pupil

bulat, diameter ± 3 mm, letak

sentral,

refleks pupil langsung (+),

refleks pupil tak langsung (+)

Jernih, IOL di tempat,

terlihat pantulan dari

cahaya seperti kaca

Lensa

Keruh tidak merata

Jernih Vitreus Sulit dinilai

Atrofi papil (+), CDR 0,9

Ekskavasio glaukomatosa

(+), ablatio (-), eksudat (-)

Retina Sulit dinilai

(-) Persepsi Warna (+)

Jelek Light Projection (+)

(+); cemerlang Fundus Refleks (+); suram

Tonometri digital meningkat TIO Tonometri digital : N

36

: N+2

Lakrimasi (-) Sistem Lakrimasi Lakrimasi (-)

(-) Shadow Test (-)

Tidak bisa diperiksa, karena

visus sudah 1/∞

Lapang Pandang

(Metode Konfrontasi)

Normal

V. DIAGNOSA BANDING

1. OD Glaukoma Primer sudut tertutup stadium absolut + Post EKEK dengan IOL

2. OS Glaukoma primer sudut tertutup dengan Katarak Senillis Immatur

VI. DIAGNOSA KERJA

1. OD Glaukoma Primer sudut tertutup stadium absolut + Post EKEK dengan IOL

Dasar diagnosis:

Gejala Subjektif:

o Penglihatan mata kanan terasa gelap sejak 1 tahun yang lalu

Tanda Objektif:

o VOD: 1/∞

o TIO OD tinggi

o Lensa pseudofakia

o COA (Camera Oculi Anterior) OD dangkal

o Pupil OD mid-dilatasi dengan diameter 5 mm.

o Refleks pupil langsung dan tak langsung pada mata kanan negatif.

o Atrofi papil, CDR 0,9, dan ekskavasio glaukomatosa pada mata kanan.

OS Glaukoma primer sudut tertutup dengan Katarak Senillis Immatur

Dasar diagnosis:

Gejala Subjektif:

o Penglihatan mata kanan terasa gelap sejak 1 tahun yang lalu

Tanda Objektif:

o Lensa Keruh tidak merata

o VOS : 5/60

o TIO OS N Glaukoma yang terkontrol

37

VII. TERAPI

Medikamentosa :

Timolol 2 dd gtt II OD / 2 dd gtt I OS

Darsol 4 dd gtt I OD

Operatif :

OD Enukleasi Bulbi

OS Perifer Iridektomi

VIII. PROGNOSIS

OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)

Quo Ad Visam : Ad malam Dubia ad bonam

Quo Ad Sanam : Dubia ad malam Dubia ad bonam

Quo Ad Kosmetikam : Dubia Ad malam Dubia ad bonam

Quo Ad Vitam : Dubia Ad bonam Dubia Ad bonam

IX. USUL DAN SARAN

Usul :

- Dilakukan pemeriksaan dengan OCT papil N.II (Optical Coherence

Tomography) untuk melihat keadaan dari papil N.II dan Humpes pada mata

kiri

- Pengawasan dan evaluasi TIO dengan tonometri secara rutin dan berulang

pada kedua mata.

Saran:

- Gunakan tetes mata secara teratur.

- Konsumsi obat secara teratur.

- Kontrol pasca operasi EKEK dilakukan 1 minggu setelah operasi, 1 bulan

setelah operasi, 2 bulan setelah operasi, maupun jika terdapat keluhan maupun

masalah-masalah lain sebelum jadwal kontrol yang telah ditentukan.

- Lindungi mata dari debu ataupun benda asing pasca operasi untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder.

- Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

38

Ilyas, H.S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta

Ilyas, H.S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Sagung seto. Jakarta

PERDAMI, 2009, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, Sagung Seto: Jakarta.

Vaughan, D.G., 2009, Oftalmologi Umum, Widya Medika: Jakarta

Wijana, N., 1983, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta

39