glaukoma fakolitik
-
Upload
febry-luthunanana -
Category
Documents
-
view
237 -
download
6
description
Transcript of glaukoma fakolitik
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan
bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun
2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa
glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak.
Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih
besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut
Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di
Indonesia sebesar 4,6 ‰. Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6‰.2
Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.3,4
Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama,
ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.
Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan
menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer tidak terkait
dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan meningkatnya
resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma primer biasanya
mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait dengan gangguan
mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran aqueous. Penyakit
yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris atau unilateral.3
Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik,
yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3 Glaukoma fakolitik merupakan
glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul
katarak matur atau hipermatur.3,5,6 Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular
yang normal.4 Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa
menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya
tinggi.3 Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi
kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput.7 Protein ini
1
dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein
ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa,
menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma
sekunder.3,6,7,8
Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat
penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan
penglihatan yang semakin memburuk. Pemeriksaan menunjukkan adanya tekanan
intraokular yang meningkat secara nyata, edema kornea mikrosistik, sel menonjol dan
reaksi flare tanpa adanya presipitat keratik dan sudut ruang anterior terbuka.
Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari
glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan
pseudohipopion mungkin terjadi. Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat
dilihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering
dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan
pelepasan bahan lensa.3
Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan
intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan
sistemik. Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan
mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai
operasi katarak dapat dijadwalkan.9 Meskipun obat untuk mengontrol tekanan
intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.3,9
Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implant lensa
intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai
prosedur pilihan.9 Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai glaukoma
fakolitik
2
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah glaukoma fakolitik ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata di RSU Pirngadi Medan
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan
pembaca, terutama mengenai glaukoma fakolitik.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sekresi aqueous
2.1.1. Anatomi
Mata adalah organ yang terdiri dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan
fibrosa terluar membentuk kornea dan sklera; lapisan vaskular medial (uvea); dan
lapisan neural terdalam yaitu retina.10 Uvea terbagi atas 3 bagian yaitu iris, badan
siliari, dan koroid (mulai dari depan hingga belakang).11 Badan siliari memanjang dari
akar iris ke ora serata. Badan siliari terbagi atas dua bagian yaitu anterior pars plikata
dan posterior pars plana.10,12 Pars plikata memiliki 70 prosesus siliari berorientasi radial
yang berproyeksi ke dalam ruang posterior. Setiap prosesus siliari dilapisi oleh lapisan
epitel yang berpigmen bersambung dengan epitel pigmen retina dan lapisan epitel tidak
berpigmen bersambung dengan neuroretina. Setiap prosesus memiliki arteriol sentral
yang berakhir dalam jaringan kapiler yang kaya. Kapiler dari stroma dan prosesus
siliari berlubang, sehingga memungkinkan mudahnya aliran cairan dan makromolekul.
Tight junction antara sel epitel tidak berpigmen merupakan blood aqueous barrier.12
2.1.2. Fisiologi
Aqueous humor merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior
(0,25ml) dan kamera okuli posterior (0,06ml) bola mata. Fungsi aqueous humor adalah
untuk mempertahankan tekanan intraokular yang memadai, peran metabolik penting
(menyediakan substrat dan memindahkan metabolit dari kornea avaskular dan lensa),
mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan limfe yang tidak ditemukan
dalam bola mata.10,13
Komposisi aqueous humor normal sebagai berikut꞉
Air 99,9% dan solid 0,1%, yang termasuk꞉
o Protein (kandungan koloid). Karena blood aqueous barrier, kandungan
protein dalam aqueous humor (5-16mg%) lebih sedikit dibandingkan
di plasma (6-7 gm%). Namun, pada inflamasi uvea (iridosiklitis),
4
blood aqueous barrier rusak dan kandungan protein aqueous
meningkat (plasmoid aqueous)
o Asam amino ditemukan sebanyak 5mg/kg air
o Non-koloid yaitu glukosa (6 milimol/kg air), urea (7 milimol/kg air),
askorbat (0,9 milimol/kg air), asam laktat (7,4 milimol/kg air), inositol
(0,1 milimol/kg air), Na+ (144 milimol/kg air), K+ (4,5 milimol/kg air),
Cl- (10 milimol/kg air) dan HCO3- (34 milimol/kg air)
o Oksigen ditemukan dalam aqueous pada kondisi dissolved.
Catatan꞉ Kandungan aqueous serupa dengan plasma kecuali di aqueous
terdapat konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang tinggi,
sedangkan protein, urea, dan glukosa yang rendah.13
Komposisi aqueous humor di kamera okuli anterior berbeda dengan di posterior
karena adanya pertukaran metabolik. Perbedaan utama adalah HCO3 (kadar di kamera
okuli posterior lebih tinggi), Cl- (di posterior lebih rendah), Askorbat (di posterior
sedikit lebih tinggi).13
Aqueous humor berasal dari plasma dalam jaringan kapiler prosesus siliari.
Kecepatan produksi normal adalah 2,3 μl/menit.13 Aqueous humor diproduksi melalui
dua tahap, yaitu꞉11,12
Pembentukan filtrat plasma dalam stroma badan siliar.
Pembentukan aqueous dari filtrat ini melewati blood-aqueous barrier.
Menurut ada tiga mekanisme, yaitu ultrafiltrasi, difusi, dan sekresi berperan
dalam produksi aqueous humor pada tingkat yang berbeda. Ultrafiltrasi yaitu proses
dimana kebanyakan substansi plasma keluar dari epitel pigmen prosesus siliari. Filtrat
plasma berakumulasi di epitel prosesus siliari.13
Ada dua mekanisme terlibat, sebagai berikut꞉12
1. Sekresi aktif kebanyakan oleh epitel siliar yang tidak berpigmen. Ini
adalah hasil proses metabolik yang bergantung pada beberapa sistem
enzim, terutama pompa Na+/K+/ATPase yang menyekresi ion Na+ ke
dalam ruang posterior. Ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik
di sel epitel siliar sehingga air dapat lewat secara pasif mengikuti gradien
osmotik. Sekresi Cl- pada permukaan sel tidak berpigmen mungkin
5
merupakan faktor yang menghammbat. Karbonik anhidrase juga
memainkan peran, tetapi mekanisme pastinya tidak jelas. Sekresi aqueous
berkurang akibat faktor yang menghambat metabolisme aktif seperti
hipoksia dan hipotermia tetapi tidak bergantung pada kadar tekanan
intraokular.12
2. Sekresi pasif oleh ultrafiltrasi dan difusi (yang tergantung pada tingkat
tekanan hidrostatik kapiler. Tekanan onkotik dan tekanan intraokular
diperkirakan memainkan peranan kecil dalam kondisi normal.12
2.2. Aliran Aqueous
2.2.1. Anatomi
1. Anyaman trabekular merupakan saringan seperti struktur di sudut kamera
okuli anterior dimana sekitar 90% aqueous humor melalui anyaman ini untuk
meninggalkan mata. Ini terbagi atas tiga yaitu꞉
a. Anyaman uveal merupakan bagian terdalam yang terdiri dari anyaman
seperti kabel yang membentang dari akar iris ke garis Schwalbe. Rongga
intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap
aliran aqueous.12
b. Anyaman korneosklera membentuk bagian medial yang memanjang dari taji
sklera ke garis Schwalbe. Anyamannya seperti lembaran dan rongga
intertrabekular lebih kecil dibanding pada anyaman uvea.12
c. Anyaman endotel (jukstakanalikular) merupakan bagian terluar trabekulum
yang menghubungkan anyaman korneosklera dengan endotel dinding dalam
kanal Schlemm. Jaringan jukstakanalikula memberikan kontribusi besar
resistensi terhadap aliran aqueous.12
6
Gambar 2.1. Iris dan Lensa.14
2. Kanal Schlemm merupakan saluran melingkar di sklera perilimbus yang
dijembatani oleh septa.12 Kanal ini terletak di luar anyaman trabekula dan anterior
taji sklera.15 Dinding dalam kanal dilapisi oleh sel endotel berbentuk gelendong tidak
beraturan yang mengandung vakuola besar.12 Lubang-lubang dan vesikel pinositik di
membran sel dapat menjadi jalan dari aliran aqueous humor. Area yang memisahkan
lapisan sel endotel kanal dari anyaman trabekula disebut lapisan kribriform atau
jaringan jukstakanalikular.15 Dinding luar kanal dilapisi oleh sel datar licin dan
mengandung bukaan saluran kolektor yang terhubung secara langsung atau tidak
langsung dengan vena episklera.12
Gambar 2.2 Anatomi aliran aqueous. (a) anyaman uveal; (b) anyaman korneosklera; (c) garis Schwalbe; (d) kanal Schlemm; (e) saluran penghubung; (f) otot longitudinal badan siliar; (g) taji
sklera.12
7
2.2.2. Fisiologi
Aqueous mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke dalam kamera
okuli anterior. Terdapat dua jalur utama untuk keluar dari mata, yaitu꞉12
1. Sekitar 90% aliran aqueous melalui jalur trabekula (konvensional). Aliran
aqueous melalui trabekulum ke dalam kanal Schlemm dan kemudian dialiri oleh
pembuluh darah vena episklera. Ini adalah jalur yang sensitif terhadap tekanan
sehingga dengan peningkatan tekanan kepala akan meningkatkan aliran.12
2. Jalur uveosklera (tidak konvensional) berperan untuk 10% aliran aqueous.
Aqueous melewati tubuh siliari ke ruang suprakoroidal dan didrainase oleh sirkulasi
vena dalam badan siliar, koroid dan sklera. Cairan ini bergerak ke dalam rongga
suprakoroidalis dan diserap ke dalam vena siliari anterior dan vena vorteks. Sisa
aqueous bergerak ke lubang anyaman korneosklera yang lebih sempit dan melalui
jaringan jukstakanalikular dan lapisan endotel ke kanal Schlemm. Dalam bagian
histologis, banyak sel-sel endotel yang melapisi dinding dalam kanal ditemukan
mengandung vakuola besar.15 Aliran uveosklera berkurang dengan pemberian miotik
dan ditingkatkan dengan atropine, simpatomimetik dan prostaglandin. Sebagian
aqueous juga mengalir melalui iris.12
Gambar 2.3.Jalur aliran aqueous. (a)trabekula; (b) uveosklera; (c)iris.12
8
Gambar 2.4. Sistem aliran aqueous.13
Gambar 2.5. Bagan aliran aqueous humor.13
2.3. Glaukoma
2.3.1. Definisi
Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.
Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama,
ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.
Tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular adalah sebagai berikut꞉3
9
Tingkat produksi aqueous humor oleh resistensi badan siliar terhadap
aliran aqueous di trabecular meshwork – Schlemm’s canal system
Lokasi resistensi tertentu umumnya diduga berada di juxtacanalicular
meshwork
Kadar tekanan vena episklera
Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau
tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer
tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan
meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma
primer biasanya mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait
dengan gangguan mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran
aqueous. Penyakit yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris
atau unilateral.3
Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik,
yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3 Glaukoma fakolitik merupakan
glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul
katarak matur atau hipermatur.3,5,6
2.3.2. Epidemiologi
Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan
bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun
2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa
glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak.
Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih
besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut
Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di
Indonesia sebesar 4,6 ‰. Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6‰.2
Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang tua. Pasien termuda yang
pernah dilaporkan berusia 35 tahun. Glaukoma ini juga tidak didapati adanya
predileksi seksual.9
2.3.3. Etiologi
10
Etiologi glaukoma fakolitik adalah9
Katarak matur (terjadi kekeruhan secara keseluruhan)
Katarak hipermatur (korteks mencair dan nukleus mengambang secara
bebas)
Katarak imatur yang mencair secara fokal (jarang terjadi)
Lens katarak yang dislokasi dalam vitreus.
2.3.4. Pafisiologi
Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa menjadi
berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya tinggi.3
Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi kebocoran
sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput.7 Protein ini dilepaskan
melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein ini memicu
reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa, menyumbat
trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma sekunder.3,6,7,8
2.3.5. Diagnosis
Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular yang normal.4 Gambaran
klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat penglihatan buruk yang
memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan penglihatan yang semakin
memburuk.3,16 Pemeriksaan slit lamp menunjukkan adanya edema kornea mikrosistik,
kamera okuli anterior mengandung flare hebat tanpa adanya presipitat keratik, sel
besar (makrofag), agregat material putih, dan partikel yang warna warni. Partikel-
partikel ini mewakili adanya kalsium oksalat dan kristal kolesterol yang bebas dari
lensa bersifat katarak yang mengalami degenerasi.9 Dari tonometri didapati adanya
tekanan intraokular yang meningkat secara nyata.3,9,16 Selain itu, juga didapati adanya
sel aqueous yang lebih besar dibandingkan limfosit yang tampak di uveitis. Sel-sel ini
diperkirakan merupakan makrofag yang membengkak dengan material lentikular
eosinofilik dimana mereka telah ditelan.3,16,17 Diagnosis dapat ditegakkan dengan
parasentesis cairan kamera okuli anterior dan pemeriksaan material untuk makrofag
dengan material lensa.17
11
Gambar 2.6. Glaukoma fakolitik. A. menunjukkan adanya katarak Morgagni. B. Makrofag yang mengandung material lensa tampak di sudut kamera okuli anterior dan anyaman trabekula.17
Pada pemeriksaan gonioskopi didapati sudut terbuka.3,16 Kurangnya presipitat
keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma fakoantigenik.
Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan pseudohipopion mungkin
terjadi.3 Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat dilihat di ruang anterior.3,16
Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering dengan kerutan dari kapsul
lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan pelepasan bahan lensa.3
Gambar 2.7. Glaukoma fakolitik. Manifestasi klinis berupa hyperemia konjungtiva, edema kornea mikrositik, katarak matur, dan reaksi ruang anterior yang menonjol, seperti yang
ditunjukkan dalam gambar. Perhatikan protein lensa berkumpul di endothelium dan berlapis di sudut, membentuk pseudohipopion.2
12
Gambar 2.8. Karakteristik katarak hipermatur dengan kerutan kapsul lensa anterior, yang terjadi akibat hilangnya volume korteks. Sinekia posterior ekstensif terjadi, membuktikan
adanya inflamasi sebelumnya.2
Gambar 2.9 Hipopion dalam glaukoma fakolitik.18
2.3.6. Diferensial Diagnosis
Glaukoma fakolitik tidak memiliki presipitat keratik, yang tidak serupa dengan
glaukoma uveitis (seperti yang terlihat di glaukoma fakoanafilaktik).3,9 Pada glaukoma
fakolitik juga didapati adanya bercak berwarna putih di kapsul anterior lensa. Ini juga
membedakannya dengan glaukoma yang diinduksi lensa lainnya (seperti lens particle
glaucoma, glaukoma fakoanafilaktik), dimana kapsul lensanya intak.9
2.3.7. Penatalaksanaan
Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan
intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan
sistemik.9,19 Selain itu terapi juga diperlukan untuk meredakan reaksi inflamasi akut.19
Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan
mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai
operasi katarak dapat dijadwalkan. Beberapa penggunaan beta bloker topikal, alfa-
adrenergik 2 topikal, karbonik anhidrase inhibitor topikal, dan kortikosteroid topikal
13
harus dimulai bila sudah terdapat gejala klinis. Tekanan intraokular harus diukur ulang
30 menit sampai 1 jam. Jika tekanan intraokular sangat tinggi atau tidak respon
terhadap obat topikal awal, karbonik anhidrase inhibitor sistemik dan agen osmotik
juga harus diberikan. Prostaglandin analog mungkin tidak terlalu berguna untuk
pengobatan glaukoma fakolitik karena onset kerjanya lambat dan risiko eksaserbasi
inflamasi intraokular.9
Beta bloker menurunkan produksi aqueous humor oleh epitel iliari, sehingga
menurunkan tekanan intraokular. Beta bloker ini menurunkan pembentukan aqueous
sebesar 24-48%. Selain itu, juga dapat menurunkan kardiak output, frekuensi jantug
dan tekanan darah, menghambat reseptor beta adrenergik di bronkus dan bronkiolus,
dan memiliki sedikit atau tidak ada efek pada ukuran pupil dan akomodasi.20
Contohnya timolol maleat 0,25-0,5%, levobunolol (beta bloker nonselektif), karteolol
(nonselektif), dan betaxolol (selekif reseptor beta-1 adrenergik).9,20
Agen alfa2 adrenergik yang merupakan inhibitor poten produksi aqueous
dengan menurunkan sebesar 35-40%. Selain itu, juga dapat meningkatkan aliran
uveosklera.20 Contohnya brimonide tartrat 0,2% dan apraklonidin.9,20
Karbonik anhidrase merupakan sulfonamide nonbakteriostatik yang
menghambat enzim karbonik anhidrase (seperti dorzolamid, brinzolamid topikal,
metazolamid sistemik, dan asetazolamid). Kerjanya adalah dengan menurunkan
kecepatan produksi aqueous humor. Dorzolamide 2% diberikan secara topikal. Inhibisi
karbonik anhidrase di prosesus siliari menurunkan sekresi aqueous humor,
kemungkinan dengan menurunkan pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi
transpor sodium dan cairan. Asetazolamid digunakan untuk pengobatan tambahan
glaukoma. Obat ini dapat menurunkan produksi aqueous humor sebesar 20-40% tanva
adanya perubahan signifikan pada fasilitas aliran. Efek maksimal tampak 2-4 jam
setelah administrasi oral dan 10-15 menit setelah administrasi intravena.9,20
Meskipun obat untuk mengontrol tekanan intraokular harus segera digunakan,
terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.3,9,18 Ekstraksi katarak ekstrakapsular
(misalnya fakoemulsifikasi) dengan implan lensa intraokular telah banyak digantikan
oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai prosedur pilihan.9
14
2.3.8. Komplikasi
Pasien dapat kehilangan penglihatannya bila tidak diobati dan/ atau terjadi
edema kornea yang persisten. Komplikasi operasi, seperti perdarahan suprakoroid,
ruptur kapsular dengan hilangnya material lensa ke dalam segmen posterior, luka di
kornea, dan terjadi prolapsus vitreus.9
2.3.9. Prognosis
Prognosisnya baik pada kebanyakan pasien yang mengalami perbaikan
penglihatan setelah dilakukan ekstraksi katarak. Namun, pengobatan yang terlambat
dapat menyebabkan prognosis yang buruk. Pasien dengan glaukoma fakolitik memiliki
prognosis buruk dibandingkan pasien dengan glaukoma fakomorfik.9
BAB 3
KESIMPULAN
15
Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.
Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama,
ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.
Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan
menjadi primer dan sekunder.
Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik,
yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa. Glaukoma fakolitik merupakan
glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul
katarak matur atau hipermatur. Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular
yang normal. Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa
menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya
tinggi. Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi
kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput. Protein ini
dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein
ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa,
menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma
sekunder.
Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat
penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan
penglihatan yang semakin memburuk. Pemeriksaan menunjukkan adanya tekanan
intraokular yang meningkat secara nyata, edema kornea mikrosistik, sel menonjol dan
reaksi flare tanpa adanya presipitat keratik dan sudut ruang anterior terbuka.
Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari
glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan
pseudohipopion mungkin terjadi. Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat
dilihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering
dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan
pelepasan bahan lensa.
Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan
intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan
16
sistemik. Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan
mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai
operasi katarak dapat dijadwalkan. Meskipun obat untuk mengontrol tekanan
intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.
Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implant lensa
intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai
prosedur pilihan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kingman, S. 2004. Glaucoma is Second Leading Cause of Blindness
Globally. Bulletin of the World Health Organization 82(11)꞉ 811-90.
17
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional 2007 Riset Kesehatan Dasar
2007. Depkes RI. pXIV-V; 117-8.
3. American Academy of Opthalmology. 2012. Basic and Clinical Science
Course Section 10 Glaucoma. p3-5,108-9.
4. Eva, P.R., Whitcher, J.P. 2007. Chapter 11 Glaucoma. In꞉ Vaughn &
Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. Mc Graw Hill- Lange.
5. Forster, D.J. 2009. Part 7 Uveitis and Other Intraocular Inflammations
Section 7 Traumatic Uveitis 7.18 Phacogenic Uveitis. In꞉ Yanoff, M.,
Duker, J.S. Opthalmology 3rd Edition. China꞉ Mosby Elsevier. p857.
6. Wagner, P. Lang, G.K. 2000. Chapter 10 Glaucoma. In: Lang,G.K.
Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p271
7. Lang, G.K. 2000. Chapter 7 Lens. In: Lang,G.K. Opthalmology A Short
Textbook. New York: Thieme. p165-8,79.
8. Howes, F.W. Part 5 The Lens 5.4. Indications for Lens Surgery/
Indications for Application of Different Lens Surgery Techniques. In꞉
Yanoff, M., Duker, J.S. Opthalmology 3rd Edition. China꞉ Mosby Elsevier.
p424-5.
9. Yi, K. 2011. Phacolytic Glaucoma. Available from꞉
http://emedicine.medscape.com/article/1204814-overview#showall.
[Accessed 4th November 2012].
10. Remington, A. 2005. Chapter 1 Visual System. In: Clinical Anatomy of
the Visual System. USA: Elsevier Inc p1.
11. Remington, A. 2005. Chapter 3 Uvea. In: Clinical Anatomy of the Visual
System. USA: Elsevier Inc p34-49.
12. Kanski, J.J. 2007. Chapter 13 Glaucoma. In꞉ Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach 6th Edition. Philadelphia꞉ Butterworth Heinemann
Elsevier. P372-4.
13. Khurana, A.K. 2003. Chapter 9 Glaucoma. In ꞉ Comprehensive
Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi꞉ New Age International (P)
Ltd. p206-8.
18
14. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 1 Anatomy.
In꞉ Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork꞉ Thieme. p7.
15. Remington, A. 2005. Chapter 6 Aqueous and Vitreus Chambers. In:
Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p103-9.
16. Papaconstantinou, D. et al. 2009. Lens-induced Glaucoma in the Elderly.
Clinical Interventions in Aging 4꞉ 331-6.
17. Rao, N.A., See, R.F. 2006. Chapter 41 Lens-Induced Uveitis and Related
Intraocular Inflammations. In꞉ Duane’s Ophthalmology on CD-ROM.
Lippincott Williams & Wilkins. Available from꞉
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v4/v4c041.
html#phacot. [Accessed 8th November 2012].
18. Gressel, M.G. 2006. Chapter 54A Lens-Related Glaucomas. In꞉ Duane’s
Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott Williams & Wilkins. Available
from꞉ http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3
/v3c054a.html. [Accessed 8th November 2012].
19. Anonimous. 2004. Phacolytic Glaucoma. In꞉ Handbook on Ocular Disease
Management. Available from꞉ http://cms.revoptom.com/handbook
/March_2004/sec4_2.htm. [Accessed 8th November 2012].
20. Graham, R.H. 2012. Phacoanaphylaxis. Available from ꞉
http://emedicine .medscape.com/article/1211403-overview#showall.
[Accessed 8th November 2012].
19