Uji Interpolasi dan Ecm
-
Upload
indra-suhendra -
Category
Documents
-
view
430 -
download
8
description
Transcript of Uji Interpolasi dan Ecm
UJI INTERPOLASI
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data runtun waktu (time series) bulanan
yang diperoleh dari beberapa sumber publikasi. Data yang diperlukan berupa : (1) Nilai tukar
rupiah terhadap dollar, (2) Perbedaan tingkat bunga kedua negara (r – r*), (3) Tingkat harga
relatif kedua negara (P/P*), (4) GDP riil, (5) Penawaran uang, (6) Cadangan devisa, (7) Investasi
asing langsung, (8) Investasi asing tidak langsung, (9) Pertumbuhan utang luar negeri, (10)
Pembayaran utang swasta, (11) Total nilai ekspor, (12) Total nilai impor, (13) Indeks resiko
negara, dan (14) Nilai tukar rupiah terhadap dollar dimasa yang akan datang.
Seluruh data yang digunakan adalah data bulanan. Sedangkan untuk memenuhi
konsistensi data yang digunakan, maka apabila ada variabel di dalam model yang datanya tidak
tersedia dalam bentuk bulanan, seperti data GDP Riil, investasi asing langsung, dan investasi
asing tidak langsung, maka data yang akan diambil untuk variabel tersebut adalah data tahunan,
yang selanjutnya dirubah kedalam bentuk bulanan. Sebagaimana dikemukakan oleh Insukindro,
(1990 : 348) :
“Salah satu prasyarat utama dapat atau tidaknya dilakukan pengujian terhadap suatu model ekonometri adalah tersedianya data yang dikehendaki oleh si pembuat model. Dalam kenyataannya sering dijumpai bahwa data yang diinginkan tidak tersedia, tidak lengkap, atau tersedia dalam bentuk lain dan variasi waktu yang berbeda (misal, data yang dikehendaki bulanan atau kuartalan, sedangkan data yang tersedia dalam bentuk data tahunan atau semesteran). Terkait dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan data seperti yang diharapkan oleh pembuat model ekonomi, dikembangkan suatu pendekatan untuk menurunkan data bulanan dari tahunan, atau data kuartalan dari data tahunan dengan menggunakan metode interpolasi data”.
Oleh karena itu, karena dalam model penelitian yang penulis ajukan terdapat tiga variabel
yang datanya tidak tersedia dalam bentuk bulanan (seperti : GDP Riil, investasi asing langsung,
dan investasi asing tidak langsung), maka penulis akan menggunakan data tahunan untuk
variabel tersebut, kemudian untuk selanjutnya dirubah menjadi data bulanan, sebagaimana
rujukan rumus dari Insukindro (1990 : 349), sebagai berikut :
Q1t =
112 (Y t−
5,5 (Y t−Y t−1)12 )
Q2t =
112 (Y t−
4,5(Y t−Y t−1 )12 )
Q3t =
112 (Y t−
3,5 (Y t−Y t−1)12 )
Q4t =
112 (Y t−
2,5 (Y t−Y t−1)12 )
Q5t =
112 (Y t−
1,5 (Y t−Y t−1)12 )
Q6t =
112 (Y t−
0,5 (Y t−Y t−1 )12 )
Q7t =
112 (Y t+
0,5(Y t−Y t−1 )12 )
Q8t =
112 (Y t+
1,5(Y t−Y t−1 )12 )
Q9t =
112 (Y t+
2,5(Y t−Y t−1 )12 )
Q10t =
112 (Y t+
3,5(Y t−Y t−1 )12 )
Q11t =
112 (Y t+
4,5 (Y t−Y t−1 )12 )
Q12t =
112 (Y t+
5,5(Y t−Y t−1 )12 )
.................................................... (3.3.1.)
Dimana Qit menunjukkan data bulanan, Yt adalah data tahunan yang berlaku dan Yt-1 adalah data tahun sebelumnya. Metode ini cocok untuk data yang bersifat aliran (flow).
3.5. Pengujian Validitas Asumsi OLS (Asumsi Klasik)
Pada pengujian validasi asumsi-asumsi klasik yang dimiliki OLS. Ada 3 (tiga) asumsi
klasik yang harus diuji berkaitan dengan proses estimasi metode kuadrat terkecil (Ordinary Least
Square), untuk mengetahui apakah hasil estimasi merupakan estimasi yang bersifat tidak bias
linear terbaik (Best Linear Unbiased Estimation, BLUE) atau tidak. Ketiga asumsi klasik tersebut
berkaitan dengan ada-tidaknya multikolinieritas, ada-tidaknya heteroskedastisitas, dan ada-
tidaknya otokorelasi. Penjelasan lebih rincinya, sebagai berikut :
3.5.1. Uji Multikolinieritas
Istilah Multikolinieritas pertama kali dikemukakan oleh Ragnaar Frisch (1934) yang
mengartikan sebagai adanya hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua
variabel bebas dalam suatu model OLS. Dewasa ini penerapan pengertian multikolinieritas sudah
meluas (Gujarati, 1999 : 157).
Cara mendeteksi adanya gejala multikolinieritas dalam model penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Mendeteksi t-hitung dan F-hitung. Jika R2 tinggi (diatas 0,7) dan F-hitung tinggi, sedangkan
sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (nilai t-hitung sangat
rendah) sebagaimana dikemukakan oleh Ananta, (1987 : 91).
2. Melakukan korelasi antar variabel independen, jika memiliki koefisien korelasi yang tinggi
(0,8), maka dalam model terdapat gejala multikolinieritas (Gujarati, 1995 : 335).
3. Membuat persamaan regresi antar variabel independen, jika koefisien regresinya signifikan,
maka dalam model terdapat multikolinieritas (Gujarati, 1999 : 167).
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan uji item yang kedua sebagaimana
ketentuan tersebut diatas. Hal ini dilakukan untuk menguji ada-tidaknya gejala multikolinieritas
didalam spesifikasi model penelitian yang akan penulis ajukan, hasilnya ditampilkan dalam
matrik korelasi antar variabel bebas.
Berdasarkan pendeteksian tersebut, apabila terdapat gejala multikolinieritas didalam
model penelitian yang diajukan, maka cara menghilangkan multikolinieritas dalam model
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang mempunyai korelasi tinggi dari model
regresi.
2. Dengan cara menambah data.
3. Dengan mentransformasikan variabel. Nilai variabel yang digunakan mundur satu tahun.
3.5.2. Uji Heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang diamati
tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya (Hanke & Reitsch,
1998 : 259). Artinya, setiap observasi mempunyai reliabilitas yang berbeda akibat perubahan
kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum dalam spesifikasi model.
Untuk menguji ada-tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat digunakan Park Test,
dengan bentuk fungsi sebagai berikut :
σ i2=σ2 X i
β evi...................................................................................... (3.5.1)
ln e i2=ln σ2+β ln X i+v i ..................................................................... (3.5.2)
Dimana vi adalah unsur gangguan yang stokastik. Karena 2 biasanya tidak diketahui,
maka digunakan ei2 sebagai pendekatan dan melakukan regresi berikut (Gujarati, 1999 : 186) :
ln e i2=ln σ2+β ln X i+v i ............................................................... (3.5.3)
=α+β ln X i+ei ...................................................................... (3.5.4)
Jika ternyata signifikan secara statistik, ini akan menyarankan bahwa dalam data
terdapat heteroskedastisitas. Apabila ternyata tidak signifikan, kita dapat menerima asumsi
homokedastisitas.
Disamping menggunakan uji Park, pengujian heteroskedastisitas juga dapat dilakukan
dengan menggunakan uji White. Langkah-langkah yang dianjurkan untuk pengujian White-test
oleh Halbert White (dalam Kuncoro, 2001 : 112), sebagai berikut :
1. Menghitung nilai residual (et) dengan menggunakan model persamaan :
Y = 0 + 1 X1 + 2 X2 + ut ............................................................... (3.5.5)
2. Hitung kuadrat residual (et2) dari (et) yang diperoleh dari perhitungan diatas.
3. Hitung regresi untuk mencari nilai R2 berdasarkan persamaan :
et2 = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X1
2 + 2 X22 + n X1X2........................ (3.5.6)
4. Cari nilai 2 hitung (n x R2) dan nilai 2 tabel (berdasarkan degree of freedom yang sama dengan
variabel).
5. Bandingkan nilai 2 hitung dan 2 tabel dengan kriteria :
Jika 2 hitung lebih besar dari 2 tabel (2hit > 2 tabel), maka terdapat gejala heteroskedastis.
Jika 2 hitung lebih kecil dari 2 tabel (2hit < 2 tabel), maka tidak terdapat gejala
heteroskedastis.
3.5.3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu (time series) atau dalam data cross-section. (Gujarati, 1999 : 201).
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu saling berkaitan satu
sama lain (Henke & Reitsch, 1998 : 360). Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari
satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini disebabkan karena “gangguan” pada seorang
individu atau kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang
sama pada periode berikutnya.
Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mengkaji Otokorelasi adalah uji d
Durbin-Watson, dengan rumus (Gujarati, 1999 : 215) :
d=∑ (e t−e t−1 )
2
∑ e t2
……………………………………………. (3.5.7)
Dimana :
d < dL : berarti terdapat serial korelasi positif
dL < d < dU dan 4-dU < d < 4-dL : berarti tidak ada kesimpulan
dU < d 4-dU : berarti tidak terdapat serial korelasi
d > 4-dL : berarti terdapat serial korelasi negatif
Jika ternyata uji DW ada diantara dL dan dU atau diantara 4-dU dan 4-dL, maka untuk
mengetahui ada tidaknya otokorelasi akan diuji dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier
(LM) yaitu statistik Breusch-Godfrey (Kuncoro, 2001 : 106), dalam bentuk :
e t=β0+β1 X 1+β2 X2+ β3 et−1+β4 e t−2 ......................................... (3.5.8)
Untuk mencari nilai 2 hitung (n x R2) dan nilai 2 tabel (berdasarkan degree of freedom yang sama
dengan variabel). Setelah itu langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai 2 hitung (n x R2)
Terdapat serial korelasi positif Terdapat serial korelasi negatifTidak terdapat serial korelasi
dL dU 4–dU 4–dL
dan nilai 2 tabel, dengan kriteria sebagai berikut :
Jika 2 hitung lebih besar dari 2 tabel (2hit > 2 tabel), maka terdapat gejala serial korelasi.
Jika 2 hitung lebih kecil dari 2 tabel (2hit < 2 tabel), maka tidak terdapat gejala serial
korelasi.
3.6. Pengujian Stasioner Data Runtut Waktu (Uji Akar Unit dan Kointegrasi)
Sampai saat ini kegiatan penelitian hanya berusaha mengetengahkan cara untuk
menghindari kemungkinan adanya regresi lancung tanpa memperhatikan kepada perilaku data
yang dipakai dalam analisis itu. Pengujian terhadap perilaku data runtun waktu (time series) atau
integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi suatu regresi linier karena suatu model
yang berbasis pada data runtun waktu perlu untuk mengamati perilaku datanya agar dasar
stasioneritas dapat dipenuhi atau dengan kata lain selalu mengasumsikan adanya sifat
stasioneritas (stationary), dimana perilaku data yang stasioner memiliki varians yang tidak
terlalu besar dan mempunyai kecendrungan untuk mendekatin nilai rata-ratanya, artinya data
tersebut stabil atau mencapai keseimbangan dalam jangka panjang.
Apabila data yang dipergunakan tidak stasioner (misalkan karena memiliki akar unit
satu), maka prosedur pengujian hipotesis menurut uji distribusi standar (t, F, chi-square, dan
sejenisnya) akan menjadi kurang valid dan hasil regresinya pun mengandung konsistensi super
(super consistency). Pada gilirannya, peramalan (forecasting) yang didasarkan pada hasil regresi
demikian juga tidak sahih. Untuk menghindari hal ini, data runtut waktu yang diamati terlebih
dahulu perlu diuji kestasionerannya sebelum diaplikasikan ke dalam penaksiran untuk
menghindari munculnya regresi lancung (spurious regression).
3.6.1. Uji Akar-akar Unit
Uji Akar Unit merupakan salah satu konsep yang akhir-akhir ini makin populer dipakai
untuk menguji kestasioneran data runtut waktu adalah uji akar unit (unit root test). Apabila
sebuah data runtut waktu bersifat tidak stasioner (nonstationary time series), akan memberikan
hasil regresi yang lancung (spurious). Semakin panjang periode regresi, penyimpangan yang
terjadi semakin besar dan menjadikan model semakin tidak tepat. Dengan kata lain, data tersebut
tengah menghadapi persoalan akar unit (unit root problem).
Untuk mengatasi permasalahan ini digunakan uji yang dikembangkan oleh Dickey dan
Fuller, dengan menggunakan metode Dickey Fuller (DF) dan Augmented Dickey Fuller Test
(ADF) (dalam Ender, 1995 : 211-265 ; Maddalla, 1992 : 525-600, dan Gujarati, 1995 : 709-
789), dengan rumus sebagai berikut :
Data Level :
ΔY t=δY t−1+ut : Tanpa Intersep
ΔY t=β1+δY t−1+ut : Intersep
ΔY t=β1+β2 T+δY t−1+ut : Intersep + trend
Data Difference : data yang diregres sudah di-difference
ΔD t=δD t−1+ut : Tanpa Intersep
ΔD t=β1+δD t−1+ut : Intersep
ΔD t=β1+β2T+δD t−1+ut : Intersep + trend
Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Menguji masing-masing variabel dengan ADF test diatas. Apabila hitung, yaitu
perbandingan tabel (McKinnon) dan hitung, dimana = (/se). Bila hitung > tabel,
maka dikatakan stasioner (menolak hipotesis bahwa = 0).
2. Bila variabel tersebut ternyata tidak stasioner maka data di – difference dan diperhitungkan
kembali dengan ADF test.
3. Dalam menghitung ADF test untuk setiap variabel diatas, digunakan perangkat komputer
dengan program Eviews 3.0.
3.6.2. Uji Kointegrasi
Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa bahwa
variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau
tidak (Insukindro, 1993 : 132 dan Insukindro, 1994 : 151). Jika dua variabel atau lebih
mempunyai derajat integrasi yang berbeda, misalnya X = I (1) dan Y = I(2), maka kedua variabel
tersebut tidak dapat berkointegrasi. Pengujian kointegrasi bertujuan untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang antar variabel yang
diamati, sebagaimana yang diharapkan dalam teori ekonomi
Untuk menguji hipotesis nol tidak adanya kointegrasi digunakan uji DF (Dickey Fuller)
dan uji ADF (Augmented Dickey Fuller). Untuk menghitungnya ditaksir dengan regresi
kointegrasi dengan metode Engle-Granger (1999 : 374), sebagai berikut :
1. Setiap variabel yang akan diuji harus stasioner pada order yang sama.
2. Hitung hubungan keseimbangan jangka panjang dengan metode kuadrat terkecil dengan
rumus :
Y t=β0+β1 X+e t ………………………………………………….(3.6.1)
e t=Y t−β0−β1 X ………………………………………………….(3.6.2)
Untuk memperoleh nilai residualnya (et).
1. Lakukan estimasi persamaan et dengan metode kuadrat terkecil untuk mendapatkan nilai DF
dan ADF, sebagai berikut :
Δet=δet−1 …………………………………………....(3.6.3)
Δet=φet−1+∑ wi Δet−1 …………………………………………....(3.6.4)
Nilai DF hitung diperoleh dari persamaan (3.6.3) dan nilai ADF hitung diperoleh
daripersamaan (3.6.4). Jika nilai DF hitung maupun nilai ADF hitung lebih besar dibandingkan
dengan nilai DF dan ADF tabel, berarti residual persamaan kointegrasi adalah stasioner pada
derajat nol. Artinya, variabel-variabel yang sedang diamati mempunyai hubungan jangka
panjang sebagaimana diinginkan oleh teori ekonomi yang mendasari hubungan antar variabel
ekonomi tersebut.
Langkah terakhir pada pengujian ini, adalah dengan membuat persamaan kointegrasinya,
yang nantinya akan memperlihatkan pengaruh jangka panjang dari variabel independen terhadap
variabel dependen. Untuk membuat persamaan ini digunakan uji kointegrasi Johansen’s,
(Johansen’s Cointegration test) yang diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan
perangkat komperer program eviews 3.0. Persamaan yang diambil adalah persamaan yang telah
dinormalisasikan.
Selanjutnya, untuk menjawab apakah hubungan jangka panjang antara variabel tersebut
juga berlaku untuk jangka pendek. Untuk mengetahui persoalan itu, digunakan pengujian error
correction model (ECM).
3.7. Pengujian Error Correction Model (ECM)
Apabila lolos dari uji kointegrasi maka akan diuji kestabilannya dengan menggunakan
salah satu model linear dinamis (MLD) atau dynamic linear model (DLM) untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya perubahan struktur, sebab hubungan keseimbangan jangka panjang
antara variabel bebas dan variabel terikat yang diperoleh dari hasil uji kointegrasi mungkin
tidak akan berlaku setiap saat (periode). Karenanya, residual pada kedua persamaan tersebut
harus diperlakukan sebagai suatu kesalahan pengganggu (equilibrium error) dalam jangka
panjang atau error correction term (ECT). Dewasa ini MLD makin sering digunakan dalam
penelitian empiris disebabkan model ini mampu menerangkan teori ekonomi yang bersifat statis
menjadi dinamis dengan memperhitungkan unsur waktu.
Salah satu pendekatan MLD yang berkaitan dengan perilaku data runtut waktu adalah
mekanisme koreksi kesalahan pengganggu (error correction mechanism) atau sering disebut
pula model koreksi kesalahan pengganggu (error correction model : ECM) yang dikembangkan
oleh Engle dan Granger (1987). ECM ini berkaitan erat dengan uji kointegrasi. Hubungan
diantara keduannya dapat dijelaskan melalui teorema respresentasi Granger (granger
representation theorem). Teori ini menyatakan, jika dua atau lebih variabel yang diamati
membentuk himpunan yang berkointegrasi, maka model dinamis yang valid digunakan adalah
ECM. Sebaliknya, kalau model ECM bersifat valid, maka otomatis variabel-variabel yang
diamati akan berkointegrasi.
Secara singkat, persamaan Error Correction Model persamaannya, sebagai berikut :
DiERt = m0 + m1 Di PTBt + m2 Di THRt + m3 Di RGDPt + m4 Di MSt + m5 Di NFAt + m6 Di
IALt + m7 Di IATLt + m8 Di PULNt + m9 Di PUSt + m10 Di Xt + m11 Di Mt + m12 Di
CRIt + m13 Di ERft + m14 ECT1 + Et .................................. (3.6.5)
Dimana :
ECT1 = B PTBt + B THRt + B RGDPt + B MSt + B NFAt + B IALt + B IATLt + B PULNt
+ B PUSt + B Xt + B Mt + B CRIt + B ERft – B ERt
ECT1 adalah nilai residual dari masing-masing persamaan yang mempunyai kelambatan
waktu satu periode sebelumnya (i = 1,2)
B = operasi kelambatan waktu ke belakang (backward lag operasion)
Et = error term seperti yang biasa terdapat dalam suatu persamaan struktural
Dalam persamaan (3.6.5) diatas, Di ERt menangani gangguan jangka pendek pada
variabel-variabel bebas (mi), sementara ECT1 menangani penyesuaian kearah keseimbangan
jangka panjang. Jika m14 signifikan secara statistik dan hal ini berarti menolak hipotesis nol
mengenai tidak adanya pengaruh ECT terhadap keseimbangan jangka panjang yang disebabkan
proporsi ketidakseimbangan pada ERt dalam satu periode dikoreksi pada periode berikutnya,
sehingga terhindar dari spurious regression.
3.8. Pengujian Signifikasi Parameter Secara Individu dan Serentak.
Setelah proses estimasi terhadap parameter regresi dilakukan, maka langkah selanjutnya
melakukan uji signifikasi parameter untuk mengetahui apakah secara individu variabel tersebut
secara statistik berpengaruh signifikan baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka
pendek.
Terhadap hasil estimasi juga dilakukan pengujian pengaruh variabel bebas secara
serentak baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek, untuk mengetahui apakah
secara bersama-sama variabel-variabel independen tersebut secara statistik berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
3.9. Pengujian Hipotesis.
Seluruh estimasi ditaksir dengan menggunakan metode OLS :
1. Pada uji stasioneritas data, pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan antara
nilai ADF (Augmented Dickey-Fuller) hitung dengan nilai ADF tabel. Jika pada tingkat
kepercayaan tertentu nilai hitung DF dan ADF lebih besar dari nilai tabel DF dan ADF, maka
tolak Ho terima Ha. Hipotesis yang diajukan presisi ini adalah :
Ho = = 0 (terdapat unit roots, variabel didalam model tidak stasioner)
Ha = 0 (tidak terdapat unit roots, variabel didalam model stasioner)
2. Pada pengujian kointegrasi, pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai DF
dan ADF hitung dan DF dan ADF tabel. Bila pada tingkat kepercayaan tertentu nilai DF–
hitung, dan ADF–hitung lebih besar dari nilai DF dan ADF–tabel, maka hipotesis H0 ditolak
dan menerima hipotesis Ha, dengan hipotesis: .
Ho = = 0 (variabel didalam model tidak terintegrasi)
Ha = 0 (variabel didalam model terintegrasi)
3. Pengujian hipotesis pada ECM dilakukan dengan membandingkan nilai t–hitung masing-
masing koefisien variabel dengan nilai t–tabel masing-masing variabel. Jika pada tingkat
kepercayaan tertentu nilai t–hitung pada koefisien ECM lebih besar dari nilai t–tabel maka
hipotesis nol ditolak dan menerima hipotesis alternatif. Bentuk hipotesisnya adalah :
Ho : Variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
Ha : Variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat
4. Pada pengujian hipotesis signifikasi parameter secara individu dan serentak, dilakukan untuk
mengetahui signifikan tidaknya variabel independen terhadap variabel dependen baik secara
individu naupun secara serentak. Pengujiannya sebagai berikut :
Pengujian Individu :
H0 ; i = 0 ; artinya variabel bebas ke-i yang dihipotesiskan tidak berpengaruh
secara individu terhadap variabel tidak bebasnya.
Ha ; i 0 ; artinya variabel bebas ke-i yang dihipotesiskan berpengaruh secara
individu terhadap variabel tidak bebasnya.
Pengujian serentak :
H0 ; 1 = 2 = 3 = 4 = … = k = 0 artinya semua variabel bebas yang dihipotesiskan
secara serentak tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.
Ha ; paling sedikit ada i 0 artinya semua variabel bebas yang dihipotesiskan secara
serentak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.