Tutorial 2 Kelompok 1 Dsp 8-Persiapan Prabedah

download Tutorial 2 Kelompok 1 Dsp 8-Persiapan Prabedah

If you can't read please download the document

Transcript of Tutorial 2 Kelompok 1 Dsp 8-Persiapan Prabedah

DSP 8 Clinical Surgery Of Hard And Soft Tissue PERSIAPAN PRABEDAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah DSP 8

Kelompok Tutorial 2 Fitria Novianty 160110100011 Ika Nuriani Intan Melani Theodora Adhisty Sharina Yuanisa Regina Faranitha 160110100017 160110100018 160110100019 160110100020 160110100021

Ghaisani Alifah D 160110100012 Ratri Reswitadewi 160110100013 Ririn Ariyanti Rina Mariana P 160110100015 160110100016

Disusun oleh kelompok 1 Ghaisani Alifah D Ririn Ariyanti Rina Mariana P Intan Melani Regina Faranitha 160110100012 160110100015 160110100016 160110100018 160110100021

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN 1 APRIL 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi mata kuliah Dental Science Programe 8 ( Clinical Surgery Of Hard And Soft Tissue) mengenai PERSIAPAN PRABEDAH. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen pembimbing mata kuliah DSP 8 yang telah membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini. Seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tidak retak, yang berarti tidak ada sesuatu yang sempurna. Maka, kami mengucapkan mohon maaf atas kesalahan-kesalahan yang ada pada makalah ini. Sekian kata pengantar dari kami, dengan tangan terbuka kami sangat menerima saran dan kritik dari pembaca. Terima kasih.

Jatinangor, 1 April 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... DAFTAR ISI.......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN...................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 2.1 Persiapan Pasien....................................................................... 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6 2.1.7 2.1.8 2.2 Persiapan Mental.......................................................... Persiapan Fisik.............................................................. Riwayat Penyakit.......................................................... Pemeriksaan Penunjang dan Skrining........................ Konsultasi Medis........................................................... Informed Consent......................................................... Antibiotik Profilaksis................................................... Premedikasi...................................................................

i ii 1 2 2 2 4 6 7 8 9 10 12 13 14

Persiapan Operator dan Staf................................................... 2.2.1 Dressing Operator dan Asisten....................................

2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.3

Persiapan Tangan dan Lengan.................................... Triad Barrier................................................................. Imunisasi........................................................................

15 18 19 20 20 25 28 iv

Persiapan Alat dan Ruangan................................................... 2.3.1 2.3.2 Persiapan Alat............................................................... Persiapan Ruangan.......................................................

BAB III KESIMPULAN....................................................................... DAFTAR PUSTAKA............................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Kesadaran pasien dan para profesional kesehatan tentang adanya bahaya potensial yang berkaitan dengan kontaminasi makin meningkat karena adanya publikasi dan usaha pendidikan mengenai AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Bukti-bukti menunjukkan bahwa tingkat resiko bagi dokter gigi dan stafnya berkaitan langsung dengan kontaknya terhadap darah. Oleh karena itu, bedah mulut atau prosedur yang lain yang mengakibatkan keluarnya darah menempatkan dokter gigi dan stafnya pada resiko tinggi, tidak hanya terhadap AIDS tetapi juga kondisi-kondisi lain yang disebabkan virus dalam darah misalnya hepatitis B. Infeksi bisa meyebar melalui kontak langsung dengan darah, saliva, tetesan-tetesan, aerosol, dan instrumen yang terkontaminasi. Karena semua pasien yang terinfeksi tidak bisa dengan mudah diidentifikasi, baik secara historik, pemeriksaaan fisik, maupun laboratorium, maka persiapan prabedah secara rutin harus digunakan pada semua pasien. Persiapan prabedah yang meliputi persiapan pasien, operator, alat-alat dan ruangan penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada keadaan penderita dan persiapan prabedah. Persiapan prabedah itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan tindakan asepsis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persiapan Pasien

Secara umum persiapan pasien sebelum pembedahan dapat dilakukan pada ruang perawatan dan ruang operasi. Selain itu sebelum memasuki ruang operasi pasien berada diruangan khusus untuk pemeriksaan ulang dan dimanfaatkan untuk pemeriksaan akhir sebelum masuk ke meja operasi, seperti pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan evaluasi dari dokter anestesi. Persiapan pasien ini terdiri dari berbagai macam untuk mendapatkan proses dan hasil pembedahan yang baik serta mengurangi resiko terjadinya komplikasi. Persiapan prabedah pada pasien tersebut antara lain:

2.1.1

Persiapan Mental

Persiapan mental merupakan hal yang penting dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Kecemasan merupakan reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan

penerangan yang cukup. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).

Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan atau ketakutan antara lain: sulit tidur dan tekanan darah meningkat (pada pasien hipertensi) dan menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda (pada wanita).

Berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain: takut nyeri setelah pembedahan (body image), takut keganasan, takut cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain, takut ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, dan takut operasi gagal.

Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga orang terdekat pasien. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga dapat mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan dengan kata-kata yang menenangkan hati dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.

Peranan dokter dan dibantu perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan membantu pasien mengetahui tentang tindakantindakan yang dijalani sebelum operasi, memberikan informasi tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami selama proses operasi, dan menunjukkan tempat kamar operasi. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas, misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan pasien akan dapat diturunkan.

Untuk menimbulkan kenyamanan lagi, dokter memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dokter juga dapat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

2.1.2

Persiapan Fisik

Selain mempersiapkan mental, waktu dan biaya, pembedahan berencana juga mewajibkan pasien untuk menyiapkan kondisi fisik demi lancarnya operasi yang akan berlangsung. Persiapan fisik ini berhubungan dengan kelainan atau penyakit yang akan dibedah tersebut, dan juga persiapan fisik berkenaan dengan pembiusan, agar obat-obat bius yang nantinya

diberikan tidak menimbulkan efek negatif akibat kemampuan respon tubuh yang tidak normal lagi.

Persiapan

fisik

ini

berkenaan

dengan

pemeriksaan tanda-tanda vital pasien: denyut nadi, tekanan darah, respirasi, dan suhu tubuh pasien. Dipastikan semua tanda-tanda vital pasien dalam batasan normal. Pemeriksaan fisik lengkap antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Tinggi dan berat badan pasien diperiksa untuk memperkirakan dosis obat, terapi, cairan yang diperlukan, serta jumlah urine selama dan sesudah pembedahan. Jantung, paru-paru, abdomen, ekstremitas, punggung, neurologis, dan saluran nafas juga merupakan pemeriksaan fisik yang diperlukan.

Untuk jangka pendek, setidaknya 8 jam sebelum masuk ke dalam kamar operasi, fisik penderita diharapkan sudah fit, tidak sedang pilek, batuk atau yang lainnya, dalam keadaan bersih hingga ke cuci rambut dan siap menanggalkan asesoris seperti perhiasan, gigi palsu, tidak bergincu dan cat kuku mesti dihapus. Ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi operasi dan menunjang sterilitas proses operasi. Selain itu pasien juga harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil.

2.1.3

Riwayat Penyakit

Jawaban pasien mengenai penyakit-penyakit sistemik yang kita ajukan tidaklah menjamin bahwa pasien mengatakan yang sebenarnya. Ia mungkin tidak meyadari bahwa keadaan itu terjadi. Setidaknya kita harus mengetahui riwayat kesehatan pasien yang meliputi kesehatan umum, rasa sakit yang ada, obat-obatan dan pengobatan, alergi, dan tekanan darah. Pertanyaan yang berkenaan dengan perawatan terakhir dan dokter yang merawat merupakan informasi tambahan yang bermanfaat.

Jika ahli laboratorium menemukan sejarah dan pemeriksaan fisik dalam keadaan abnormal, maka operasi harus dibatalkan dan hanya dilakukan medical treatment saja hingga kondisi fisik pasien memungkinkan untuk dilakukan operasi dengan resiko yang seminimal mungkin. Jika seluruh hasil pemeriksaannya ditemukan dalam keadaan normal, segera lakukan tindakan operasi.

Bagi penderita yang memiliki penyakit lain selain kasus bedah akan menjadi perhatian khusus bagi tim bedah sebelum menjalankan tindakan operasinya. Gangguan atau penyakit lain, akan berpengaruh terhadap kelangsungan proses operasi. Penyakit seperti gangguan jantung, penderita diabetes, gangguan fungsi ginjal, fungsi pembekuan darah dan lainnya jika tidak harus menjalani operasi emergensi, sedapat mungkin dipastikan dulu bahwa penyakitnya tersebut dalam keadaan stabil. Keadaaan inilah yang mengakibatkan seorang penderita butuh waktu relatif lama dalam masa

preoperatifnya dan juga dapat menyebabkan timbulnya resiko komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan.

2.1.4

Pemeriksaan Penunjang dan Skrining

Diagnosa penyakit diharapkan sejelas mungkin sebelum pembedahan dijalankan, sehingga diperlukan pemeriksaan tambahan di luar pemeriksaan fisik untuk menuju kepastian itu. Mungkin akan diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium saja atau dibutuhkan lagi pemeriksaan penunjang yang masih taraf sederhana sampai yang sudah canggih.

Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien, sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita. Untuk itu dokter memerlukan berbagai macam pemerikasaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang biasa digunakan adalah pemeriksaan rutin, yang terdiri dari pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, jenis leukosit, golongan darah, perdarahan, bledding time, clotting time, trombosit, LED), pemeriksaan urine (protein, reduksi dan sedimen), pemeriksaan radiologi dan diagnostik berupa foto fraktur, abdomen, dan thoraks (untuk bedah mayor) USG, EKG, CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnetic Resonance Imagine) dan bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.

2.1.5

Konsultasi Medis

Konsultasi medis merupakan suatu permintaan formal terhadap masukan dari dokter lain. Hal ini dapat memberikan masukan atau partisipasi aktif dari berbagai sumber terhadap berbagai aspek dari evaluasi pasien dan penanganannya. Tujuannya adalah untuk mengurangi resiko dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan pembedahan. Selain ahli anestesi, konsultasi medis juga sering dilakukan dengan dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis anak. Konsultasi dilakukan untuk mendapat dan memberi informasi tambahan, konsultasi untuk dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan pasien, dan konsultasi untuk mempertimbangkan apakah pasien perlu melakukan pemeriksaan tambahan. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anestesi berperan untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Hal ini diperlukan konsultasi antara dokter bedah dan dokter anestesi. Selain itu, dokter bedah juga harus dapat berkonsultasi masalah kesehatan dan kondisi pasien terhadap dokter bedah lain yang terkait dalam pelaksanaan pembedahan. Konsultasi yang saling berkaitan ini bertujuan untuk

mempersiapkan pasien untuk tindakan pembedahan agar tidak menimbulkan komplikasi atau kecelakaan saat pembedahan, dan dapat membantu untuk mempermudah dalam pengelolaan pasca operasinya. 2.1.6 Informed Consent

Informed consent atau persetujuan atas dasar informasi selalu diperlukan untuk setiap tindakan medis baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis dan resiko yang dapat ditimbulkan. Semua pertanyaan yang mungklin diajukan oleh pasien harus dapat dijawab dengan tepat dan rasional. Dokumentasi tertulis informed consent harus terdapat pada kartu pasien dan telah ditandatangani oleh pasien atau keluarganya dan dokter (Donoff,1997;Peterson,1998). Informed consent merupakan komunikasi yang efektif bagi dokter yang harus menyediakan informasi yang cukup bagi pasien untuk membuat keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan. Informasi ini dapat berupa : 1. Keadaan umum pasien 2. Terapi yang akan dilakukan dan kemungkinan alternatif (termasuk yang tidak dapat dilakukan terapi) 3. Keuntungan dari terapi yang akan dilakukan dan alternatifnya 4. Seluruh resiko dari terapi yang akan dilakukan dan alternatifnya 5. Ketidak mampuan dokter dalam memprediksi hasil dari terapi dan prosedur yang irreversibel Informasi harus disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan pasien, pengalaman, usia dan faktor-faktor lain (Donoff,1997). Pendekatan untuk mendapatkan informed consent adalah jika dokter yang akan mengusulkan atau melakukan prosedur memberi penjelasan secara detail disamping meminta pasien membaca formulir tersebut. Pasien serta keluarganya sebaiknya diajak

untuk mengajukan pertanyaan menurut kehendaknya yang berhubungan dengan penyakit maupun tindakan yang akan dilakukan oleh dokter, dan dokter harus menjawab secara jujur dan jelas maksud dari persetujuan lisan ini adalah untuk menjamin bahwa pasien menandatangani formulir itu benar-benar telah mendapat informasi yang cukup lengkap dan bersedia menerima apabila terjadi dampak yang tidak diinginkan dari tindakan dokter (Chung,1990;

Longnecker,1992). 2.1.7 Antibiotik Profilaksis Yang dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang diberikan pada pasien yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI).

Beberapa prinsip pemberian antibiotik profilaksis adalah :

1. Profilaksis diberikan pada prosedur bedah yang memiliki resiko tinggi terkontaminasi oleh bakteri yang dapat meningkatkan infeksi pasca bedah 2. Organisme penyebab infeksi harus diketahui atau dapat diduga sebelumnya 3. Antibiotik harus aktif terhadap bakteri penyebab infeksi dan sedapat mungkin menghindari spektrum luas. Antibiotik spektrum luas generasi terbaru sebaiknya dicadangkan untuk infeksi yang resisten

4. Antibiotik harus berada didalam jaringan dalam konsentrasi yang efektif pada saat insisi dilakukan atau saat terjadi kontaminasi. Kegagalan pemberian profilaksis sering disebabkan pemberian antibiotik yang terlambat atau terlalu dini 5. Aktifitas antibiotik profilaksis yang terpilih harus efektif mencakup sebagian besar patogen yang sering mengkontaminasi luka insisi atau daerah pembedahan 6. Profilaksis umumnya diberikan pada waktu sebelum pembedahan, biasanya 30 menit sebelum insisi dilakukan atau pada saat induksi anestesi 7. Antibiotik profilaksis diberikan dalam dosis tunggal dapat menimbulkan konsentrasi yang efektif dalam jaringan sebelum terjadi kontaminasi bakteri intra bedah 8. Pada tindakan bedah kurang dari 3 jam, cukup diberikan dosis tunggal. Tindakan yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang cepat dan atau pemberian cairan juga membutuhkan tambahan dosis profilaksis 9. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian antibiotik profilaksis harus lebih besar dari pada resikonya, misalnya antibiotik harus aman dan tidak menyebabkan timbulnya resistensi bakteri 2.1.8 Premedikasi

Sebelum operasi dilakukan, pasien akan diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk istirahat

yang cukup. Obat-obatan premedikasi diberikan dalam periode 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan premedikasi adalah :

1. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan 2. Menimbulkan ketenangan 3. Memberikan analgesia 4. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas 5. Memperkuat efek hipnotik obat-obatan anestesi umum 6. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah 7. Menyebabkan amnesia 8. Mengurangi volume dan meningkatkan pH lambung 9. Mengurangi kemungkinan refleks vagal Beberapa obat-obatan yang biasa digunakan dalam premedikasi seperti dari golongan benzodiazepine (diazepam, lorazepam), buthirofenon

(haloperidol, droperidol), analgesik opioid, fenotizin, dan antikolinergik (atropine, hioscin, glikopironion) (Aitkenhead,1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan obat dan dosis adalah : 1. Umur 2. Berat 3. Status kesehatan 4. Kondisi mental 5. Tindakan anestesi dan pembedahan 6. Obat-obat terapi yang akan digunakan Dalam kasus pembedahan apabila selama praevaluasi pasien dianggap tidak layak untuk melakukan operasi bedah, maka operasi harus ditunda sampai waktu kedepan ketika pasien dinilai layak untuk menjalani operasi bedah tersebut,

kecuali pada kasus pembedahan yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, demi kelancaran kinerja operasi bedah maka persiapan pasien secara menyeluruh sebelum operasi bedah harus benar-benar dilaksanakan dengan baik.

2.2 Persiapan Operator dan Staf

Penentu keberhasilan rencana pengontrolan infeksi di bedah mulut ialah tindakan control infeksi yang rutin yang dibuat untuk membatasi atau kontaminasi silang ialah cerminan langsung dari sikap dokter gigi. Dokter bedah dental harus menyiapkan dirinya untuk prosedur pembedahan ruang operasi sama dengan cara dokter bedah umum menyiapkan dirinya untuk bekerja. Walaupun tidak mungkin untuk mensterilkan rongga mulut, ritual teknik sterilisasi sangat penting dalam meminimalisir kemungkinan masuknya organisme pathogen ke dalam luka bedah. Selain itu, keistimewaannya adalah untuk membantu menyediakan kenyamanan dan perlindungan pada dokter bedah mulut. Persiapan prabedah untuk operator dan staf adalah sebagai berikut : 2.2.1 Dressing Operator dan Asisten Operator dan masing-masing asistennya, memakai pakaian katun bersih yang terdiri dari celana panjang dan baju. Pakaian katun tidak menghasilkan percikan elektrik statis yang dapat berkembang ketika pakaian nylon atau wol dikenakan. Percikan elektrik statis dapat menyebabkan ledakan tragis pada ruang operasi. Clean scrub suit, juga mengeliminasi baju penuh debu dari

ruang operasi, menyediakan kenyamanan untuk operator, dan melindungi pakaian dokter dari kerusakan. Dipilih yang lengannya tidak melebihi siku, sehingga memungkinkan tangan dicuci hingga ke siku. Apabila pembedahan yang dilakukan kemungkinan menyebabkan darah atau saliva mengotori pakaian, maka dapat digunakan baju dengan lengan panjang, baik yang dapat digunakan ulang, atau lebih baik lagi bila digunakan yang disposable. Apabila dipakai baju yang digunkan ulang, maka sesudah dipakai harus dicuci dengan air panas dan detergen. Pakaian klinik harus diganti setiap hari apabila tercemar oleh darah. Selanjutnya operator mengenakan sepasang sepatu atau boots konduktif disposable. Saat ini peralatan Rumah Sakit yang baik memiliki lantai ruang operasi konduktif khusus untuk mencegah ledakan atau letupan dan seluruh personnel harus menggunakan sol sepatu konduktif atau boots konduktif khusus yang menutupi seluruh sepatu jalanan. Hal ini mencegah elektrik statis dari akumulasi pada operator, yang dapat menghasilkan percikan ketika dokter mendekati lingkungan grounded. 2.2.2 Persiapan Tangan dan Lengan Pencucian tangan yaitu menggosok, mengawali teknik asepsis atau sterilisasi, digunakan pada bedah mulut. Pemakaian sabun anti kuman harus sesuai dengan rekomendasi pabriknya. Biasanya diperlukan paling tidak penggosokan 5-6 menit menggunakan sikat disposable/yang sudah di autoklaf, baik yang sederhana atau yang berisi sabun. Untuk prosedur non bedah, sabun biasa sudah dianggap layak oleh CDC (Centre for Disease Control).

Alternative lain ialah mencuci tangan dengan sabun antikuman (chlorhexidine gluconat 4%) selama satu menit.

Berikut ini merupakan urutan yang dilakukan dalam mempersiapkan tangan dan lengan: 1. Persiapan Menempatkan topi untuk rambut seluruhnya, dan menempatkan masker untuk menutupi hidung dan mulut. Gulung lengan sampai diatas siku. Lepaskan seluruh perhiasan dan jam tangan. Kuku harus pendek dan halus. 2. Prosedur

Alirkan air dari westafel sampai suhu yang diinginkan. Cuci tangan dan lengan bawah dengan seksama, dan bersihkan kuku jari dengan orangewood stik. Sikat sekarang disuplai dalam container steril atau kemasan steril individu dilengkapi dengan konsentrat germicidal dan mengandung pembersih kuku plastic. Dimulai dengan menyikat telapak tangan, menggunakan parallel strokes. Sikat telapak dalam tiga bagian: dari kelingking ke ibu jari sikat seluruh empat permukaan tiap jari, kemudian balik tangan dan sikat buku-buku jari, kemudian sikat lengan dan siku, yakinkan untuk menggosok ruang interdigital secara seksama ketika menggosok punggung masing-masing jari sampai pergelangan tangan. Setelah menggosok satu tangan dan lengan, lakukan prosedur yang sama untuk tangan yang lain. Pembilasan tangan dan lengan, secara seksama menguras mereka dari ujung jari sampai siku. Bilas sikat. Matikan air sengan dikat dan singkirkan sikat. Berjalanlah keruang operasi, angkat tangan ke atas, dan perawat akan menyediakan hamduk kering. 3. Jubah (pakaian) dan sarung tangan Tangan dan lengan dikeringkan dengan handuk bersih dan tiap anggota dari tim bedah memakai jubah steril. Tangan diberikan bedak steril oleh suster sebelum menggunakan sarung tangan steril. Teknik aseptic yang sempurna mengharuskan sarung tangan dipasang tanpa menyentuh permukaan luar dengan tangan. Dari poin ini operator dan semua personel

steril

harus

peduli

bahwa

lingkungan

dibawah

bidang

operasi

dipertimbangkan kontaminasinya dan tidak boleh disentuh.

2.2.3

Triad Barrier Untuk membatasi kontaminasi silang pada dokter gigi, staf dan

pasiennya, maka digunakan triad barrier yaitu masker, sarung tangan dan kaca mata pelindung.

Sarung tangan uji disposable yang non steril bisa digunakan untuk kebanyakan prosedur bedah mulut. Apabila sterilitas sangat diperlukan, misalnya pemasangan implant, atau bahan aloplastik untuk menambah linggir (ridge), dapat digunakan sarung tangan steril. Kekurangan sarung tangan uji ialah bahwa hanya mempunyai satu ukuran saja atau berukuran S, M, L yang membatasi akurasi pemakaian dengan tepat. Juga agak sedikit tebal dibandingkan sarung tangan bedah, sehingga mengurangi sensasi taktil pada tangan. Meski demikian, keuntungan utamanya ialah harganya yang murah. Masker dapat dengan mudah dibeli di took. Masker dengan tali lebih mudah digunakan untuk jangka panjang dari pada yang menggunakan elastic. Keuntungan masker elastic ialah dapat dilepas dengan cepat dan mudah bila ingin dibuka sewaktu-waktu. Seperti halnya sarung tangan, masker harus diganti setiap kali ganti pasien. Kacamata pelindung yang terbuat dari palstik dan ringan melengkapi triad barier tersebut. Perlindunga mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol, dan debris sangat diperlukan untuk operator maupun asistennya. 2.2.4 Imunisasi Perlindungan yang paling mudah digunakan dan yang paling jarang digunakan sebagai sumber perlindungan untuk dokter gigi dan staf adalah imunisasi, misalnya Heptavax-B untuk perlindungan terhadap hepatitis B.

2.3 Persiapan Alat dan Ruangan

2.3.1

Persiapan Alat

Langkah persiapan alat adalah sebagai berikut:

1. Menghilangkan debris

Diperlukan ruangan atau tempat terpisah untuk mempersiapkan peralatan. Bak yang dibuka untuk menyikat alat biasanya dianggap sudah terkontaminasi dan tidak boleh digunakan untuk mencuci tangan. Apabila bak cuci tangan yang terpisah tidak ada, maka bak tersebut harus diguyur dan didekontaminasi dahulu dengan menggunakan desinfektan yang terdapat dalam EPA. Orang yang menyikat peralatan harus memakai sarung tangan yang tebal. Semua saliva, darah, atau sisa jaringan dibersihkan sebelum dilakukan sterilisasi dan desinfeksi. Dianjurkan memakai pembersih ultrasonic.

2. Pengemasan peralatan

Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang bisa dipakai ulang, atau menggunakan bungkus sekali pakai ialah dengan dua lapis. Semua peralatan yang berengsel harus dalam keadaan terbuka. Pengemasan ini dilengkapi dengan pita indikator yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya bisa menunjukkan bahwa bungkusan tersebut sudah diautoklaf. Sebaiknya alat dibungkus dalam plastik jernih yang diklip, diplester, atau direkat dengan pita indicator. Tanggal dilakukannya autoklaf dicatat pada bagian luar setiap bungkusan. Peralatan yang dibungkus hanya

satu lapis harus diautoklaf lagi dalam 30 hari, sedangkan yang dibungkus rangkap dua dapat bertahan sampai enam bulan.

3. Peralatan siap pakai/disposable

Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis alat-alat siap pakai. Yang paling penting ialah jarum suntik yang digunakan untuk anestesi local atau bahan yang lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya jangan dilakukan dengan tangan. Apabila tidak ada alternatif lain untuk memasang selubung jarum, maka bisa digunakan hemostat/needle holder.

Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk siap pakai. Ini ialah yang disebut armed suture yaitu jarum yang disatukan dengan benang jahitnya. Bilah skapel dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Sarung tangan steril baik yang panjang maupun yang pendek menjamin adanya asepsis dan dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa pada waktu pemakaian tidak terkontaminasi. Sebagian besar agen hemostatik, bahan pengganti tulang aloplastik, dan material untuk implan tidak membutuhkan sterilisasi lagi.

Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam bungkusan steril yang terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan pelindung plastic digunakan apabila diperkirakan akan terjadi kontaminasi oleh darah atau

saliva. Sebagian peralatan dibungkus dengan system peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga memungkinkan orang yang tidak menggunakan sarung tangan membuka dan menyerahkan isinya kepada orang lain yang sudah memakai sarung tangan atau menaruh isinya di atas tempat yang steril. Apabila bungkusnya sobek, peralatan tersebut sebaiknya jangan digunakan. Meskipun bisa diautoklaf, tidak ada peralatan disposable yang boleh digunakan ulang.

4. Meja tempat instrumen steril

a. Meja instrumen diatur oleh scrub nurse. b. Terdiri dari alat-alat yang steril dan semua instrumen yang dapat digunakan dalam bedah mulut. c. Meja ini tidak boleh sampai terkontaminasi selama operasi sedang berjalan. d. Meja instrumen sebaiknya di tutupi oleh kain steril. e. Peralatan yang dibutuhkan di transfer ke rak mayo dengan penjepit instrumen yang steril.

Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alatalat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya, yaitu:

1. Alat-alat kritis

Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya. Alat-alat kritis ialah

alat yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit/mukosa, karena semua ini mudah terserang infeksi. Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan. Termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik, scalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi (misalnya implan, bahan aloplastik dan bahan hemostatik). Apabila memungkinkan sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf.

Kelayakan

tingkat

sterilitas

bisa

diuji

seminggu

sekali

dengan

menggunakan peralatan tes spora. Kontrol berikutnya untuk membuktikan bahwa autoklaf sudah dilakukan ialah menggunakan indikator yang peka terhadap panas/uap yang ditempelkan di luar pembungkus alat. Apabila penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency (EPA), waktu pemaparan tergantung pada instruksi pabrik. Diikuti dengan pembasuhan menggunakan air steril. Cara lain untuk mensterilkan ialah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10 menit.

2. Alat-alat semi kritis

Peralatan semikritis ialah alat-alat yang bisa bersentuhan tapi sebenarnya tidak dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Meskipun terkontaminasi oleh saliva dan darah, alat tersebut biasanya tidak membawa kontaminan ke daerah steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan alat lain yang

digunakan untuk pemeriksaan dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece digunakan untuk bedah mulut idealnya bisa diautoklaf. Jika harus menggunakan handpiece yang lain, maka setiap selesai pemakaian sebaiknya dilakukan pengurasan air pendingin 20-30 menit, kemudian disikat di dalam air dan kotorannya dihilangkan dengan sabun. Kemudian dengan hati-hati dilap dengan bahan pengisap yang mengandung bahan antikuman yang terdaftar di EPA sebagai desinfektan rumah sakit dan mycobactericidal.

3. Alat-alat non kritis

Yaitu peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membrane mukosa. Meliputi countertops, pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol kotak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi dengan darah, saliva atau kedua-duanya, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan antikuman yang cocok, misal 5000 ppm (pengenceran larutan pemutih 1:10, clorox) atau 500 ppm (pengenceran 1:100 sodium hipoklorit). Harus hati-hati karena sodium hipoklorit korosif terhadap logam.

2.3.2

Persiapan Ruangan

1. Dekontaminasi Kebersihan saja tidaklah cukup untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang. Dekontaminasi permukaan-permukaan yang tersentuh sekresi mulut pasien, instrumen atau tangan operator biasanya bisa diatasi

dengan

bahan

kimia

antikuman.

Semua

permukaan

kerja

yang

terkontaminasi, pertama-tama dilap dengan handuk pengisap untuk menghilangkan bahan-bahan organik kemudian didesinfeksi dengan larutan pemutih (clorox diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100 tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan setiap hari. Pemutih adalah salah satu bahan anti-kuman yang murah dan efektif, namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif terhadap logam khususnya alumunium. 2. Pelindung permukaan Kertas dengan lapisan kedap air, alumunium foil atau plastik yang jernih bisa dipergunakan sebagai penutup permukaan yang mudah tcrkontiminasi dengan darah atau saliva, yang sulit didesinfeksi secara efektif misalnya pegangan lampu dan kepala unit sinar-X. Penutup ini dibuka oleh personel yang menggunakan sarung tangan pada akhir suatu tindakan pembedahan, kemudian diganti dengan yang bersih (sesudah melepas sarung tangan atau mengganti sarung tangan). Selama prosedur pembedahan, permukaan yang tidak terlindung misalnya pengontrol kursi atau lampu operasi bisa diatur atau digunakan tanpa menimbulkan kontaminasi dengan menggunakan sponge bedah 4x4 dan tangan yang memakai sarung tangan sebagai barier tambahan. Idealnya pengontrolan dengan tangan sebaiknya dihindarkan atau di-kurangi. Tempat kumur, dispenser untuk sabun dan pengontrol kursi sebaiknya menggunakan peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki. 3. Peralatan yang tajam

Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah mulut dan sering terkontaminasi darah dan saliva misalnya, jarum suntik, jarum jahit, Man (blade) skapel, elevator periosteal, dan elevator akar, dianggap berpotensi untuk menginfeksi dan harus ditangani dengan can khusus untuk mencegah luka yang tidak sengaja. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua peralatan disposibel ditempatkan di dalam wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan tempat pengguna-annya. Jarum yang kotor jangan dibengkokkan, dipatahkan/ditutup, atau dengan kata lain jangan dipegang dengan tangan. Untuk pengulangan suntikan anestesi lokal, sebaiknya jarum ditempatkan terbuka di atas tempat yang steril ketimbang harus melepas tutup jarum sekali lagi. Kunci keberhasilan penanganan alatalat tajam yang terkontaminasi adalah mengurangi frekuensi pemakaiannya sehingga menurunkan kesempatan terjadinya tusukan atau goresan yang tidak disengaja. Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum dibuang. Pada kasus perawatan pasien yang menular, peralatan disposibel dibungkus rangkap dua sesegera mungkin sesudah digunakan.

Gambar Syringe (http://www.proroid.com)

BAB III KESIMPULAN

Persiapan prabedah yang meliputi persiapan pasien, operator, alat-alat dan ruangan penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada keadaan penderita dan persiapan prabedah.

Untuk itu diperlukan persiapan pasien yang meliputi persiapan mental, persiapan fisik, riwayat penyakit, pemeriksaan penunjang dan skrining, konsultasi medis, informed consent, antibiotik profilaksis, dan terakhir premedikasi. Persiapan operator untuk membatasi atau mengurangi kontaminasi silang adalah cerminan langsung dari sikap dokter gigi. Persiapan alat dan ruangan untuk mengurangi kemungkinan tumbuhnya kuman.

DAFTAR PUSTAKA

Bridges, Glenys. 2006. Dental Reception and Practice Management. Oxford: Blackwell Munksgaard. Fragiskos, D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Berlin: Springer. Moore, U.J. 2001. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. London: Blackwell Science. Pederson, Gordon W. 1996. Buku ajar praktis BEDAH MULUT. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.

Kasim, Alwin dan Lucky Riawan. 2007. Bedah Dentoalveolar. Bandung. (http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/10/pustaka_unpad_bedah_dento.pdf)