Makalah Case 2 Dsp 6

156
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK Tutorial 7 1. Siola Mayshitta 160110130101 2. Hilma Khoerunnisaa’ 160110130102 3. Janet Angelica Djaja 160110130103 4. Pino Admy Pratama 160110130104 5. Jessica Anastasia 160110130105 6. Azlina Nuur Sanjaya 160110130106 7. Wafa Sahilah 160110130107 8. Brigita Nadia 160110130108 9. Wiana Ariztriani 160110130109 10. Bunga Hasna Adilah 160110130110 11. Magdalena Napitupulu 160110130111 12. Yosia Christi Vesara M 160110130112 13. Edwin Christian 160110130113 14. Nurayni Tri Hapsari 160110130114 15. Nadya Runi Rahima 160110130115 16. Mulia Ayu Hanifa 160110130116 1

description

naans

Transcript of Makalah Case 2 Dsp 6

Page 1: Makalah Case 2 Dsp 6

DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

Tutorial 7

1. Siola Mayshitta 160110130101

2. Hilma Khoerunnisaa’ 160110130102

3. Janet Angelica Djaja 160110130103

4. Pino Admy Pratama 160110130104

5. Jessica Anastasia 160110130105

6. Azlina Nuur Sanjaya 160110130106

7. Wafa Sahilah 160110130107

8. Brigita Nadia 160110130108

9. Wiana Ariztriani 160110130109

10. Bunga Hasna Adilah 160110130110

11. Magdalena Napitupulu 160110130111

12. Yosia Christi Vesara M 160110130112

13. Edwin Christian 160110130113

14. Nurayni Tri Hapsari 160110130114

15. Nadya Runi Rahima 160110130115

16. Mulia Ayu Hanifa 160110130116

1

Page 2: Makalah Case 2 Dsp 6

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................5

1.3 Tujuan...............................................................................................................5

BAB II OVERVIEW KASUS.........................................................................................6

BAB III...........................................................................................................................12

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................12

3.1 Rekam Medis Prostodonsia...........................................................................12

3.2 Interpretasi Radiografi..................................................................................27

2.4 Kondisi Setelah Mouth Preparationh...........................................................65

3.4 Klasifikasi GTSL............................................................................................66

3.5 Rencana Perawatan Prostodonsia.................................................................73

3.7 Rencana Perawatan Kasus dengan Alternatif..............................................92

3.8 Pengaruh Penyakit Terhadap Perawatan Prostodonsia..............................96

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................101

4.1 Diagnosis dan Diagnosis Banding................................................................101

4.2 Rencana Perawatan......................................................................................101

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................107

2

Page 3: Makalah Case 2 Dsp 6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul “Kasus II: Prostodonsia” tepat pada waktunya.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas blok DSP 6.

Penulis berharap kelak makalah ini dapat berguna bagi kita semua, terutama untuk

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,

diantaranya adalah para dosen mata kuliah DSP 6, terutama dosen pembimbing

pada kasus 2, R Alma F A, drg., Sp.KG, dan teman-teman sekalian.

Diharapkan makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan pembaca

mengenai pemeriksaan dan perawatan pasien pada bidang Prostodonsia. Penulis

sudah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun jika

terdapat kesalahan penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun.

Bandung, 25 Oktober 2015

Penulis

3

Page 4: Makalah Case 2 Dsp 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protesa merupakan suatu penggantian buatan atau tiruan yang

dibuat utuk menggantikan bagian tubuh yang hilang. Prostodonsia adalah

seni dan ilmu yang mempelajari tentang pembuatan, pemasangan, dan

perawatan suatu gigi tiruan untuk mengembalikan fungsi normal mulut.

Prostodonsia secara garis besar dibagi ke dalam tiga cabang ilmu, yaitu

Prostodonsia Lepasan (Removable Prosthodontics), Prostodonsia Cekat

(Fixed Prosthodontics), dan Prostetik Maxillofasial (Maxillofacial

Prosthetics).

Prostodonsia Lepasan kemudian dikelompokkan lagi menjadi dua,

yaitu sebagian (GTSL) dan seluruh gigi (GTL). Pada makalah ini, bahasan

yang akan difokuskan adalah mengenai gigi tiruan sebagian lepasan

(GTSL).

Kegagalan suatu GTSL dapat dianggap sebagai kesalahan

perawatan yang dilakukan tanpa dukungan data dan petunjuk yang

diperoleh dari prosedur pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan diagnostik

mulut yang sebagian giginya sudah hilang bertujuan untuk mendapatkan

diagnosis sehingga rencana perawatan dapat dilakukan dengan tepat.

4

Page 5: Makalah Case 2 Dsp 6

1.2 Rumusan Masalah

1 Bagaimana pemeriksaan pada pasien prostodonsia?

2 Apa saja tujuan dari penulisan rekam medik atau catatan prostodontik dan

bagaimana hubungannya dengan rencana perawatan?

3 Bagaimana interpretasi radiologi pada foto radiografis kasus?

4 Apa saja tahapan mouth preparation dan bagaimana kondisi setelahnya?

5 Bagaimana klasifikasi kehilangan gigi sebagian?

6 Bagaimana rencana perawatan pada bidang prostodonsia?

7 Bagaimana hubungan perawatan prostodonsia dengan penyakit sistemik?

8 Bagaimana rencana perawatan kasus dengan berbagai alternatif?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang

pemeriksaan dan penuisan rekam medis khususnya pada bidang prostodonsia

serta mengetahui diagnosis dan rencana perawatan untuk kasus kehilangan

gigi sebagian.

5

Page 6: Makalah Case 2 Dsp 6

BAB II

OVERVIEW KASUS

2.1 Identitas Pasien

Pasien berumur 57 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan seorang

pensiunan.

2.2 Keluhan Utama

Pasien mengeluh gigi depan ats lepas dan patah karena kecelakaan setahun

yang lalu, sehingga menganggu pengunyahan, pernah sakit berdenyut dan

bengkak, sekarang tidak lagi. Gigi belakang banyak yang berlubang dan ada yang

goyang. Ingin diperbaiki dan dibuatkan gigi tiruan.

2.3 Hasil Anamnesis

Status keadaan umum pasien normal. Pasien memiliki riwayat penyakit

sistemik yaitu diabetes, tetapi terkontrol.

2.4 Pemeriksaan Klinis

2.4.1 Pemeriksaan Ekstra Oral

Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Terdapat jaringan

parut di bibir atas. TMJ pasien kliking kiri, dan gerakan rahang saat

membuka mulut deviasi ke kiri.

2.4.2. Pemeriksaan Intra Oral

6

Page 7: Makalah Case 2 Dsp 6

Gigi 11 dan 35 edentulous; gigi 21 patah tinggal sisa akar yang

hampir tertutup gusi; gigi 17, 12, 22, 37, dan 48 karies profunda; gigi 46

fraktur dan pasca perawatan saluran akar, tambalannya sudah lepas,

mobility grade 1; gigi 27 dan 45 sisa akar; dan gigi 34 distoversi dan gigi

36 mesioversi, antara gigi 33 dan 34 diastema. Kalkulus supragingiva

menyeluruh, OH buruk. Diastema di anterior rahang bawah.

2.5 Pemeriksaan Radiografis

Gambar Radiografi Panoramik Kasus

Pada gambaran radiografi panoramik yang didapatkan dari pasien,

didapatkan gambaran radiolusen pada bagian mahkota dari beberapa gigi yang

pada pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya karies profunda. Karies profunda

terdapat pada gigi 17, 12, 22, 37, dan 48.

7

Page 8: Makalah Case 2 Dsp 6

Adanya ruang pada region satu dan tiga dari gambaran radiografi

panoramic kasus ini menunjukkan adanya keadaan edentulous/missing teeth yang

terlihat pada gigi 11 dan 35. Sisa akar (radiks) pada kasus ini ditunjukkan dengan

tidak terlihatnya bagian mahkota pada gigi 22 dan 45. Sedangkan, keadaan normal

terlihat pada bagian puncak alveolar, periapikal, dan bentuk serta posisi kondilus.

Gigi 37 :

a. Mahkota : bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke pulpa

b. Akar : dua, dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

h. Suspek : karies profunda

Gigi 36 :

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : dua, adanya elongasi ke arah distal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

8

Page 9: Makalah Case 2 Dsp 6

h. Suspek : mesioversi gigi

Gigi 35 : edentolus

Gigi 34

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : satu, adanya elongasi ke arah mesial

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

h. Suspek : distoversi gigi 34

Gigi 33,32,31,41,42,43,44 :

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : satu, adanya elongasi ke arah distal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

h. Suspek : -

Gigi 45 :

9

Page 10: Makalah Case 2 Dsp 6

a. Mahkota : tidak terlihat

b. Akar : satu, dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : tidak ada

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

h. Suspek : ganggren radiks

Gigi 46

a. Mahkota : hanya tersisa satu per tiga koronal saja

b. Akar : dua, terdapat bayangan radioopak dari perawatan saluran akar

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

h. Suspek : fraktur mahkota

Gigi 47 :

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : dua, dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

10

Page 11: Makalah Case 2 Dsp 6

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar 3 mm

pada bagian distal

g. Periapikal : dalam batas normal

h. Suspek : -

Gigi 48 :

a. Mahkota : terdapat bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke

pulpa

b. Akar : dua, adanya elongasi ke arah mesial

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : adanya penurunan sebesar 3mm di bagian mesial

g. Periapikal : dalam batas normal

Suspek : karies profunda

11

Page 12: Makalah Case 2 Dsp 6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Rekam Medis Prostodonsia

3.1.1 Diagnosis

Dalam bidang prostodontik, yang dimaksud dengan diagnosis adalah proses

yang dilakukan untuk mengenali terdapatnya keadaan tidak wajara atau alamiah,

meneliti adanya abnormalitas, serta menetapkan penyebabnya. Suatu evaluasi

dapat dibuat dari data diagnostic yang diperoleh melalui Anamnesis pada saat

pemeriksaan mulut pasien.

3.1.2 Anamnesis

Anamnesis adalah riwayat yang lalu dari suatu penyakit atau kelainan,

berdasarkan ingatan penderita pada waktu dilakukan wawancara dan pemeriksaan

medic atau dental.

Ditinjau dari cara penyampaian cerita, dikenal dua macam Anamnesis. Pada

autoanamnesis, cerita mengenai keadaan penyakit disampaikan sendiri oleh

pasien, disamping itu terdapat keadaan dimana cerita mengenai penyakit ini tidak

disampaikan oleh pasien yang bersangkutan, melainkan melalui bantuan orang

lain, keadaan seperti ini dijumpai umpamanya pada pasien bisu, ada kesulitan

bahasa, penderita yang mengalami kecelakaan atau pada anak-anak kecil. Cara ini

disebut dengan Alloanamnesis.

Dari segi inisiatif penyampaian cerita, dikenal pula dikenal pula anamnesis pasif

yang mana pasien sendirilah yang menceritakan keadaan kepada si pemeriksa.

12

Page 13: Makalah Case 2 Dsp 6

Sebaliknya pada anamnesis aktif, penderita perlu dibantu dengan pertanyaan-

pertanyaan dalam menyampaikan ceritanya.

Pada saat anamnesis, biasanya ditanyakan hal-hal berikut:

1. Nama Penderita

Hal ini perlu diketahui untuk membedakan seorang penderita dari yang

lainnya, disamping mengetahui asal suku atau rasnya. Hal terakhir ini penting,

karena ras antara lain berhubungan dengan susunan gigi depan. Contohnya orang

eropa mempunyai profil yang lurus, sedangkan orang Asia (ras Mongoloid)

cembung.

2. Alamat

Dengan mengetahui alamatnya, penderita dapat dihubungi segera bila terjadi

sesuatu yang tidak diharapkan, umpamanya kekeliruan pemberian obat.

Pemanggilan kembali penderita juga dapat dengan mudah dilakukan. Alamat juga

dapat membantu kita mengetahui latar belakang lingkungan hidup seorang pasien,

sehingga dapat pula diketahui status sosialnya.

3. Pekerjaan

Modifikasi jenis perawatan mungkin perlu dilakukan karena faktor jenis

pekerjaan, seperti seorang pembuat roti atau kue, yang secara rutin selalu

mencicipi makanan yang sudah terbakar, padahal insidensi kariesnya tinggi. Pada

kenyataannya, gula pada kue tadi akan diuraikan menjadi asam dalam pengaruh

enzim yang terdapat dalam saliva. Di lain pihak, seorang atlet mungkin perlu alat

pelindung bagi geligi tiruannya. Restorasi yang dibuat untuk seorang atlet

nasional yang terkenal mungkin perlu pertimbangan khusus dalam segi estetiknya.

13

Page 14: Makalah Case 2 Dsp 6

Begitupula pada orang yang dalam pelaksanaan tugasnya sering berhubungan

dengan public, seperti guru, pegawai kantor, artis, politikus, dan lain-lain

membutuhkan pemenuhan faktor estetik yang baik. Sebagai tambahan, faktor

estetik dan fonetik dengan sendirinya amat penting dan dituntut bagi seorang

penyanyi.

Dengan memahami pekerjaan pasien keadaan social ekonominya juga dapat

diketahui. Pada umumnya lebih tinggi kedudukan seseorang lebih tinggi

kebutuhan terhadap faktor estetik.

4. Jenis Kelamin

Secara jelas sebetulnya tidak terdapat karakteristik konkret yang berlaku untuk

pria dan wanita. Namun demikian, hal-hal berikut ini sebaiknya diperhatikan.

Wanita umumnya cenderungnya lebih mementingkan faktor estetik daripada pria,

sebaliknya pria memerlukan protesa yang lebih kuat, sebab mereka menunjukkan

kekuatan mastikasi yang lebih besar. Pria juga lebih mementingkan rasa enak atau

nyaman, disamping faktor fungsional geligi tiruan yang dipakainya.

Selanjutnya, bentuk gigi wanita relative lebih banyak lengkungan atau bulatan

dibanding gigi pria yang memberi kesan lebih kasar dan persegi. Pengelolaan

perawatan penderita wanita dalam masa menopause, membutuhkan pertimbangan

lebih teliti. Pada periode ini, mulut terasa lebih kering dan ada rasa seperti

terbakar.

5. Usia

Pengaruh lanjutnya usia pada perawatan prostodontik harus selalu menjadi

bahan pertimbangan. Proses menua memengaruhi toleransi jaringan, kesehatan

14

Page 15: Makalah Case 2 Dsp 6

mulut, koordinasi otot, mengalirnya saliva, ukuran pulpa gigi serta panjangnya

mahkota klinis. Usia juga menentuka bentuk, warna, serta ukuran gigi seseorang.

Pada orang lanjut usia, lebih sering pula dijumpai berbagai penyakit seperti

hipertensi, jantung dan diabêtes mellitus. Bila pada orang usi muda, lebih sering

dijumpai karies dentis, maka pada kelompok usia lanjut penyakit periodontal lah

yang lebih sering dijumpai.

Kemampuan adaptasi penderita usia muda terhadap gigi tiruan biasanya lebih

tinggi dibanding penderita usia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, adaptasi

biasanya mulai berkurang dan akan menjadi sukar setelah usia enampuluhan.

6. Pencabutan terakhir gigi

Waktu dan gigi di bagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui. Apakah

gigi tersebut semuanya dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri, mungkin

masih ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu antara pencabutan

terakhir dengan saat dimulainya pembuatan gigi tiruan akan mempengaruhi hasil

perawatan.

7. Pengalaman memakai geligi tiruan

Seorang penderita yang pernah memakai gigi tiruan sudah mempunyai

pengalaman, sehingga adaptasinya terhadap geligi tiruan baru akan lebih mudah

dan scepat. Ia juga sudah memahami prosedur pembatannya. Sebaliknya,

penderita semacam ini juga sering membanding-bandingkan protesa barunya

dengan yang pernah dipakai sebelumnya.

Mereka yang belum pernah memakai geligi tiruan, biasanya membutuhkan

masa adaptasi lebih panjang karena kesulitannya menyesuaikan diri. Kelompok

15

Page 16: Makalah Case 2 Dsp 6

ini belum pberpengalaman dalam prosedur pembuatan protesa; seperti pada waktu

pencetakan, penentuan gigitan, maupun pada saat awal pemakaian, yang sering

kali menimbulkan rasa sakit. Itulah sebabnya penerangan yang diberikan kepada

penderita sebelum pembuatan geligi tiruan dilaksanakan menjadi penting sekali.

8. Tujuan pembuatan Gigi Tiruan

Penderita perlu ditanyai mengenai tujuan pembuatan geligi tiruannya, apakah

ia lebih mementingkan faktor estetik atau fungsional. Biasanya konstruksi

disesuaikan dengan kebutuhan penderita.

9. Keterangan lain

Penderita ditanya apakah ia mempunyai kebiasaan buruk dan sebaginya.

Kadang-kadang kebiasaan tersebut sulit ditemukan tanpa suatu pengamatan yang

intensif. Sebagai contoh, penderita bruksisme berat dimana geliginya sudah

lemahg dianjurkan memakan geligi tiruannya pada malam hari juga, supaya

ketegangan (strain) yang diterima oleh gigi yang masih ada dapat dikurangi.

Dalam hal ini, penderita dinasihatkan untuk mengeluarkan protesa dari mulutnya

selama delapan jam, justru pada saat ia tidak tidur.

Pada penderita yang mempunyai kebiasaan menggigit pipa, pemberian

tamvahabn retensi pada sisi lawan rahang dimana pipa tersebut digigit perlu

dipertimbangkan.

3.1.3 Pemeriksaan status umum

Riwayat penyakit umum yang pernah diderita sebaiknya ditanyakan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih. Penderira sebaiknya ditanya apakah

ia sedang berada dalam perawatan seorang dokrer umum atau lain dan bila

16

Page 17: Makalah Case 2 Dsp 6

demikian obat-obat apa saha yangsedang diminum. Hal ini perlu diketahui, karena

penyakit dan pengobatan tertentu dapat mempengaruhi jaringan yang terlibat

dalam perwatan dental, umpamanya diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular,

tuberculosis, lue, anemia, depresi mental, kecanduan alcohol dan sebagainya.

Pada penderita diabetes, suatu kombinasi infeksi dan penyakit pembuluh

darah menyebabkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di dalam mulut,

seperti jaringan mukosa yang meradang, cepat berkembangnya penyakit

periodonral yang sudah ada dengan hilangnya tulang alveolar secara menyolok

dan mudah terjadinya abses periapikal. Infeksi monilial, berkurangnya saliva,

bertambagnya pembentukan kalkulus merupakan hal yang khas dari penyakit

diabetes tak terkontrol. Manidekstasi klinis ini terjadi besama-sama dengan

gejala-gejala yang biasa ditemukan seperti poliuria, haus, mengeringnya kulit,

gatal-gatal, cepat lapar, cepat lelah serta berkurangnya berat badan. Hal pertama

yang harus dilaukan adalah mengontrol diabetesna dan menyehatkan kembali

jaringan mulut.

Dalam lingkungan mulut yang sudah sehat kembali, pembuatan pritesa

dapat dilakuakn dengan saran-saran tambahan sebagai berikut: pertama, hindari

tindakan pembedahan yang besar selama hal itu mungkin dilakukan. Gunakan

bahan cetak yang bisa mengalirbebas dan buat desaun rangka geligi tiruan yang

terbuka dan mudah dibersihkan, serta distribusikan beban fungsional pada semua

bagian yang dapat memberikan dukungan. Lalu, susunlah oklusi yang harmonis.

Bila dibutuhkan, rangsanglah pengaliran air liur dengan obat hisap yang bebas

karbohidrat. Tekankan kepada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan

17

Page 18: Makalah Case 2 Dsp 6

kesehatan mulut. Akhirnya, tentukan kunjungan ulang penderita setiap enam

bulan sekali untuk mempertahankan kesehatan mulut.

3.1.4 Pemeriksaan status lokal

1. Luar Mulut (Extra Oral)

a) Sendi rahang :

Kanan dan kiri: bunyi/tidak; sejak....

Buka mulut : ada deviasi ke kanan atau kek kiri /tidak ada

deviasi

Trismus : ada trismus (tuliskan mm nya)/tidak

Cara pemeriksaan dengan meletakkan jari pada eye-ear-line (garis

yang ditarik dari tragus ke sudut mata), kira-kira 11-12 mm dari

tragus. Kemudian pasien diminta untuk membuka dan menutup

mulutnya berkali-kali secara perlahan dan dengarkan apakah ada

bunyi ’klik’ pada waktu membuka dan menutup mulut.

Perhatikan juga apakah ada penyimpangan gerak (deviasi), dan

apakah pasien mengalami kesulitan pada waktu membuka

mulutnya (trismus).

b) Bibir atas dan bibir bawah : hipotonus/normal/hipertonus;

tebal/tipis; simetris /asimetris

Tonus dan tebal tipisnya bibir berhubungan dengan inklinasi labio-

lingual gigi anterior. Sedangkan panjang pendeknya bibir

menetukan letak bidang insisial dan garis tertawa.

2. Dalam Mulut (Intra Oral)

18

Page 19: Makalah Case 2 Dsp 6

a) Bentuk lengkung rahang

Meliputi bentuk rahang atas dan rahang bawah. Bentuk-bentuk

rahang antara lain:

a. Persegi

b. Oval

c. Segitiga

Bentuk rahang segitiga adalah yang paling menyulitkan terutama

saat penyusunan elemen GTP yang tidak mengganggu artikulasi dan

stabilisasi.

b) Ukuran lengkung rahang

c) Bentuk linggir

Secara umum kondisi fisiologis pasien lanjut usia akan ditemui

kemunduran pertumbuhan tulang dan tulang rahang. Resorbsi terjadi

merata pada rahang atas dan rahang bawah. Kemampuan menjaga

kebersihan rongga mulut juga menurun dan terjadi osteoporosis.

Adapun bentuk-bentuk dari linggir adalah:

1. Persegi; apabila puncak linggir sejajar bidang horizontal

2. Lonjong; apabila puncak linggir membulat, bentuk “U” bila

permukaan labial/ bukal sejajar permukaan lingual/palatal. Bentuk

ini paling menguntungkan dibandingkan dengan bentuk lainnya

makin lebar puncak linggir makin dapat menahan daya kunyah.

3. Lancip; apabila puncak linggir sempit/tajam, Bentuk “V”

berpuncak sempit, kadang-kadang tajam seper pisau. Bentuk ini

19

Page 20: Makalah Case 2 Dsp 6

kurang menguntungkan dibandingkan bentu “U” karena tajam

seperti pisau. Geligi tiruan yang dipasang akan menimbulkan rasa

sakit karena mukoperiosteum sekitar linggir akan terasa terjepit.

Untuk mengatasinya dapat kita lakukan peredaan pada bagian

anatomi landasan di daerah sekitar sendi.

4. Bulbous; bila puncak linggir melebar dengan leher menyempit

berbentuk seperti jamur. Bentuk jamur berleher dan menimbulkan

gerong. Bentu ini mempunyai keuntungan yang sama seperti

bentuk “U” tetapi adanya gerong akan menyulitkan dan

menimbulkan rasa sakit pada saat geligi tiruan dipakai atau dilepas

d) Ukuran linggir

Ukuran linggir bervariasi mulai dari tinggi, sedang, sampai

rendah. Semakin tinggi linggir, maka semakin kokoh dan mantap gigi

tiruan. Akan tetapi, ketinggian linggir akan memengaruhi besar ruang

antara maksila.

e) Hubungan antar rahang

1. Normal apabila puncak linggir rahang atas berada tepat di atas

rahang bawah.

2. Retrognatik apabila puncak linggir rahang atas berada di depan

rahang bawah.

3. Prognatik apabila puncak linggir rahang atas berada di belakang

rahang bawah.

20

Page 21: Makalah Case 2 Dsp 6

Hubungan ini akan memberikan pedoman pada penyusunan gigi

dengan tidak mengganggu estetik dan fungsinya.

f) Kesejajaran linggir rahang atas dan rahang bawah

1. Sejajar apabila lingir rahang bawah dan rahang atas mempunyai

jarak di anterior dan di posterior sama.

2. Konvergen apabila lingir rahang bawah dan rahang atas mempunyai

jarak di anterior lebih besar daripada di posterior.

3. Divergen apabila lingir rahang bawah dan rahang atas mempunyai

jarak di anterior lebih kecil di posterior.

g) Ruang antarmaksila

Jarak dari permukaan oklusal gigi asli salah satu rahang

terhadap lingir pada rahang lawannya. Jarak ini menentukan panjang

gigi buatan dan pemilihan jenis gigi buatan. Jarak yang pendek tidak

memungkinkan untuk memilih gigi porselen.

h) Ruang antaralveolar

Ruang antar alveolar adalah jarak antara lingir rahang atas dan

lingir rahang bawah. Jarak normal antara 10-15 mm. Semakin dekat

permukaan lingir ke bidang oklusal gigi tiruan makin kokoh gigi tiruan.

Kalau jarak ini terlalu besar mudah terjadi ungkitan terutama pada

rahang bawah.

i) Tuberositas

Tuberositas maksilaris yang besar dan sampai menyentuh

linggir rahang bawah akan menyulitkan penyusunan gigi buatan,

21

Page 22: Makalah Case 2 Dsp 6

Bentuk yang besar dapat membantu menambah retensi. Namun apabila

terdapat di kedua sisi akan menyebabkan kesulitan dalam memasang

dan melepaskan gigi tiruan.

j) Exostosis

Merupakan tonjolan tulang yang dapat berbentuk membulat atau

tajam. Yang membulat biasanya terdapat di palatum atau di lingual

rahang bawah. Sedangkan yang tajam biasanya merupakan sisa

pencabutan gigi, sehingga harus dihaluskan sebelum pembuatan gigi

tiruan karena akan menyebabkan rasa sakit. Tonjolan tulang membulat

bisa berupa torus palatinus maupun tonus mandibularis.

k) Torus Palatinus & Mandibularis

Torus palatinus biasanya terdapat di tengah palatum, bila terlalu

besar akan mengganggu pembuatan landasan gigi tiruan terutama yang

melewati garis getar. Juga akan menghilangkan retensi atmosferik di

bagian postdam.

Torus mandibularis terdapat di rahang bawah. Pada penderita

bruxism, torus mandibularis dapat menyebar di daerah lingual dan

bukal. Adanya torus tersebut dapat mengganggu pembuatan gigi tiruan.

l) Palatum lunak dan gerakannya

Kelas I yaitu sudut yang dibentuk oleh palatum lunak dan

palatum keras pada saat mengatakan huruf A, besarnya 0-15 derajat;

kelas II, 15-45 derajat; dan kelas III, lebih dari 45 derajat.

22

Page 23: Makalah Case 2 Dsp 6

Getaran waktu bergerak dikategorikan aktif, pasif atau sedang.

Untuk menentukan batas posterior gigi tiruan, bila terlalu panjang akan

mudah lepas, bila terlalu pendek akan terjadi kebocoran.

m) Perlekatan otot

Merupakan batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak

yang akan membatasi gigi tiruan. Apabila gigi tiruan terlalu panjang, maka

akan mudah lepas, namun apabila terlalu pendek, maka akan mengurangi

stabilitas gigi tiruan.

Perlekatan yang terlalu dangkal dapat dilakukan pendalaman

dengan cara bedah/vestibulektomi.

n) Frenulum

Frenulum menentukan panjang perluasan landasan. Landasan yang

menutupi frenulum akan mengakibatkan gigi tiruan tidak retentif dan tidak

stabil, tetapi bila menutupinya tidak terlalu banyak gigi tiruan akan retentif

tapi lama kelamaan akan terjadi luka pada frenulum. Peninggian frenulum

dilakukan dengan frenektomi.

Frenulum dalam rongga mulut :

1 Labialis superior 

2 Labialis inferior

3 Bukalis rahang atas kanan

4 Bukalis rahang atas kiri

5 Bukalis rahang bawah kanan

23

Page 24: Makalah Case 2 Dsp 6

6 Bukalis rahang bawah kiri

7 Lingualis

o) Tahanan jaringan linggir

Ketebalan jaringan mukosa yang akan dijadikan landasan gigi

tiruan. Normal tahanan jaringan linggir adalah 2 mm, diperiksa

dengan alat tumpul seperti burnisher. Perbedaan tahanan jaringan akan

menyebabkan ketidakstabilan gigi tiruan

p) Palatum

Bentuk palatum keras dibagai menjadi bentuk Quadratic, Ovoid

dan Tapering. Bentuk lengkung palatum sperti huruf U atau kuadratik

adalah yang paling menguntungkan. Bentuk ini memberikan stabilitas

dalam jurusan vertikal maupun horizontal, sebaliknya dari bentuk palatum

seperti huruf V atau tapering yang retensinya paling buruk.

q) Retromylohyoid

Daerah ini penting untuk retensi geligi tiruan. Pemeriksaannya

dilakukan pada daerah lingual di belakang gigi-gigi molat 2 dan 3 rahang

bawah dengan kaca mulut nomor 3.

Kaca mulut yang terbenam lebih dari setengahnya menunjukkan

daerah retro yang dalam, sebaliknya pada retro yang dangkal, dimana kaca

mulut terbenam kurang dari setengahnya. Bila kaca terbenam kira-kira

setengahnya, maka retronya sedang. Makin tinggi daerah retromilohyoid,

makinretentif gigi tiruan.

24

Page 25: Makalah Case 2 Dsp 6

r) Ludah

Konsistensi dan volume ludah pentinguntuk menentukan retensi

gigi tiruan.Ludah yang encer dan dalam jumlah yangcukup akan

mempertinggi tegangan permukaan yang akan memperbesarretensi gigi

tiruan

s) Reflex muntah

Refleks muntah pasien mempengaruhi proses pencetakan. Bila

reflexmuntah tinggi, perlu diupayakan dengan misalnya

penyemprotananestetikum ke bagian palatum pasien. Cara lain adalah

denganmengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain, mengajak

pasienmengobrol, dst

t) Lidah 

Pemeriksaan lidah meliputi ukuran dan aktivitasnya. Ukuran lidah

bisa normal, mikro atau makroglossia. Ada lidah yang pasif, ada pula yang

luar biasa aktifnya,

1. Lidah normal.

Cukup bedarnya tetapi tidak berlebihan mengisi dasar mulut,

dengan ujungnya berada sedikit dibawah tepi incisal gigi-gigi anterior

bawah. Tepi lateral lidah normal biasanya berkontak dengan

permukaan gigi-gigi belakang. Besar dan posisi lidah seperti ini paling

menguntungkan untuk penutupan tepi protesa.

25

Page 26: Makalah Case 2 Dsp 6

2. Makroglossia.

Menutupi dasar mulut dan juga prosessus alveolar yang telah

ditingggalkan geligi. Pada rahang bawah yangmasih bergigi,

makroglossia mudah dikenal karena adanya indentasi gigi pada lateral

lidah. Pencetakan sukar dilakukan pada penderita dengan tipe lidah

seperti ini. Stabilitas protesa sulit pula dicapai, karena lidah yangbesar

akan cenderung menggerakkan geligi tiruan pada setiap geraknya.

3. Mikroglossia.

Lidah yang kecil juga tidak memberikan penutupan tepi yang

memadai untuk protesa rahang bawah.

Aktivitas lidah diperiksa dengan cara menyentuhkan sebuah

alat ke salah satu bagiannya. Pada lidah yang aktif, sentuhan ringan

saja sudah akan menyebabkan gerakan yang aktif. Aktivitas lidah

biasanya mempengaruhi retensi geligi tiruan.

u) Status Gigi Geligi

Tujuan umum pemeriksaan status gigi geligi adalah untuk

mengetahui keadaan gigi geligi seseorang. Sedangkan tujuan khususnya

antara lain :

1. Memberikan gambaran umum keadaan gigi dan mulut pasien.

2. Merupakan dokumen legal yang dapat melindungi dokter gigi maupun

pasien.

26

Page 27: Makalah Case 2 Dsp 6

3. Sebagai resume keadaan gigi dan mulut pasien baik untuk kepenƟ

ngan pasien maupun rujukan.

4. Sebagai dasar perencanaan perawatan/kebutuhan alat/ bahan

kedokteran gigi melalui perhitungan DMF/T

5. Sebagai bahan penelitian.

6. Sebagai sarana identifikasi

3.2 Interpretasi Radiografi

Gambar Radiografi Panoramik Kasus

Pada gambaran radiografi panoramik yang didapatkan dari pasien,

didapatkan gambaran radiolusen pada bagian mahkota dari beberapa gigi yang

pada pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya karies profunda. Karies profunda

terdapat pada gigi 17, 12, 22, 37, dan 48.

Adanya ruang pada regio satu dan tiga dari gambaran radiografi

panoramik kasus ini menunjukkan adanya keadaan edentulous/missing teeth yang

27

Page 28: Makalah Case 2 Dsp 6

terlihat pada gigi 11 dan 35. Sisa akar (radiks) pada kasus ini ditunjukkan dengan

tidak terlihatnya bagian mahkota pada gigi 22 dan 45. Sedangkan, keadaan normal

terlihat pada bagian puncak alveolar, periapikal, dan bentuk serta posisi kondilus.

Gigi 17

i. Mahkota : terlihat gambaran radiolusen pada dentin mendekati pulpa di

oklusal sampai ke distal

j. Akar : terlihat gambaran radioopak sepanjang saluran akar

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

m. Furkasi : dalam batas normal

n. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar

kurang lebih 3 mm pada bagian mesial

o. Periapikal : tidak terlihat

Gigi 16

a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal pada

mahkota

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar

kurang lebih 3 mm pada bagian distal

28

Page 29: Makalah Case 2 Dsp 6

g. Periapikal : tidak terlihat

Gigi 15

a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal di mesial

b. Akar : satu, dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : tidak terlihat

Gigi 14

a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal di mesial

b. Akar : satu, dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : tidak terlihat

Gigi 13

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : satu, dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

29

Page 30: Makalah Case 2 Dsp 6

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

Gigi 12

a. Mahkota : hanya terlihat setengah bagian distal

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : tidak terlihat

Gigi 21

a. Mahkota : tidak terlihat

b. Akar : terlihat sisa akar

c. Membran Periodontal : -

d. Lamina dura : -

e. Furkasi : -

f. Puncak tulang alveolar : -

g. Periapikal : -

Gigi 22

30

Page 31: Makalah Case 2 Dsp 6

a. Mahkota : terlihat gambaran radiolusen pada dentin di distal

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

Gigi 23

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

Gigi 24

a. Mahkota : terlihat gambaran radioopak menyerupai bahan tambal di

oklusal sampai ke mesial

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

31

Page 32: Makalah Case 2 Dsp 6

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

Gigi 25

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

Gigi 26

a. Mahkota : dalam batas normal

b. Akar : dalam batas normal

c. Membran Periodontal : dalam batas normal

d. Lamina dura : dalam batas normal

e. Furkasi : dalam batas normal

f. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

g. Periapikal : dalam batas normal

Gigi 27

a. Mahkota : tidak terlihat

b. Akar : sisa akar

32

Page 33: Makalah Case 2 Dsp 6

c. Membran Periodontal : -

d. Lamina dura : -

e. Furkasi : -

f. Puncak tulang alveolar : -

g. Periapikal : -

Gigi 37

p. Mahkota : bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke pulpa

q. Akar : dua, dalam batas normal

r. Membran Periodontal : dalam batas normal

s. Lamina dura : dalam batas normal

t. Furkasi : dalam batas normal

u. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

v. Periapikal : dalam batas normal

w. Suspek : karies profunda

Gigi 36

i. Mahkota : dalam batas normal

j. Akar : dua, adanya elongasi ke arah distal

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

m. Furkasi : dalam batas normal

n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

o. Periapikal : dalam batas normal

33

Page 34: Makalah Case 2 Dsp 6

p. Suspek : mesioversi gigi

Gigi 35 : edentolus

Gigi 34

i. Mahkota : dalam batas normal

j. Akar : satu, adanya elongasi ke arah mesial

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

m. Furkasi : dalam batas normal

n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

o. Periapikal : dalam batas normal

p. Suspek : distoversi gigi 34

Gigi 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44 :

i. Mahkota : dalam batas normal

j. Akar : satu, adanya elongasi ke arah distal

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

m. Furkasi : dalam batas normal

n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

o. Periapikal : dalam batas normal

p. Suspek :

Gigi 45

34

Page 35: Makalah Case 2 Dsp 6

i. Mahkota : tidak terlihat

j. Akar : satu, dalam batas normal

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

m. Furkasi : tidak ada

n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

o. Periapikal : dalam batas normal

p. Suspek : ganggren radiks

Gigi 46

i. Mahkota : hanya tersisa satu per tiga koronal saja

j. Akar : dua, terdapat bayangan radioopak dari perawatan saluran akar

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

m. Furkasi : dalam batas normal

n. Puncak tulang alveolar : dalam batas normal

o. Periapikal : dalam batas normal

p. Suspek : fraktur mahkota

Gigi 47 :

i. Mahkota : dalam batas normal

j. Akar : dua, dalam batas normal

k. Membran Periodontal : dalam batas normal

l. Lamina dura : dalam batas normal

35

Page 36: Makalah Case 2 Dsp 6

m. Furkasi : dalam batas normal

n. Puncak tulang alveolar : terjadi penurunan secara horizontal sebesar 3mm

pada bagian distal

o. Periapikal : dalam batas normal

p. Suspek :

Gigi 48

h. Mahkota : terdapat bayangan radiolusen pada oklusal mahkota sampai ke

pulpa

i. Akar : dua, adanya elongasi ke arah mesial

j. Membran Periodontal : dalam batas normal

k. Lamina dura : dalam batas normal

l. Furkasi : dalam batas normal

m. Puncak tulang alveolar : adanya penurunan sebesar 3mm di bagian mesial

n. Periapikal : dalam batas normal

o. Suspek : karies profunda

3.3 Mouth Preparation

3.3.1 Tindakan konservasi

Sebelum merencanakan gigi tiruan harus diketahui perbaikan yang

akurat terhadap gigi-gigi yang ada. Antara lain penambalan, pembuatan inlay,

kedudukan rest.

36

Page 37: Makalah Case 2 Dsp 6

Perawatan endodontik adalah suatu usaha menyelamatkan gigi

terhadap tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam socket. Karena

itu sebaiknya seorang klinisi (Dokter Gigi, red) harus mengetahui prinsip-

prinsip ilmu endodontik secara benar yaitu pengetahuan mendiagnosis, cara

merestorasi jaringan gigi yang hilang dan mempertahankan sisa jaringan,

sehingga gigi tersebut dapat bertahan selama mungkin di dalam mulut dan

menghindari tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam soketnya

sehingga dapat memperlambat resorbsi tulang alveolar gigi terkait.

Keuntungan secara psikologis yang diperoleh adalah gigi dapa tbertahan

secara alamiah. Pasien tetap memiliki gigi asli dalam kedaan sehat, karena gigi

dapat berfungsi seperti semula, dan gigi dapat dipakai sebagai tumpuan gigi

tiruan lepasan.

Dalam setiap melakukan perawatan endodontik, prinsip prinsip

perawatan endodontik harus selalu diperhatikan, yaitu teknik asepsis, akses

langsung saluran akar, pembersihan dan pembentukan saluran akar, pengisian

saluran akar, dan pembuatan restorasi (penambalan, pembuatan onlay atau

mahkota) yang benar, sehingga didapatkan jaringan periodondal yang sehat.

Umumnya kualitas restorasi sangat bergantung pada tiga faktor, yaitu

klinisi/Dokter Gigi, bahan restorasi,Laboratorium Gigi, dan pasien. Tetapi dari

keempat faktor penyebab kegagalan tersebut, yang sangat memegang peranan

adalah faktor klinisi/Dokter Gigi tersebut. Sedang bahan restorasi adalah

factor terakhir kegagalan restorasi (penambalan, pembuatan onlay atau

mahkota).Tujuan prosudur restorasi adalah membentuk gigi seperti semula

37

Page 38: Makalah Case 2 Dsp 6

sehingga dapat berfungsi kembali, memberi kekuatan untuk menahan daya

kunyah atau daya lain seperti trauma,clenching, atau bruxism. Selain itu juga

perlindungan terhadap proses karies, sedapat mungkin menampilkan restorasi

estetis, dan mempersiapkan penjangkaran gigi tiruan lepasan atau cekat.

Seiring dengan makin maju dan berkembangnya pengetahuan tentang

bahan-bahan dantehnologi kedokteran gigi, wawasan perawatan endodontik

semakin terbuka luas. Telah tersedia bermacam macam alternatif bahan dan

cara mempertahankan dan merestorasi gigi sebagai sumbangsih profesi

kedoteran gigi dalam meningkatkan kwalitas hidup masyarakat.Dalam bidang

ini , kiranya dokter gigi tidak perlu terpaku pada pembuatan inlay nya saja

untuk memperbaiki gigi pendukung yang sudah karies. Tumpatan amalgam

pun dapat diterima,sepanjang tumpatan ini dipersiapkan sesuai prinsip

prinsipd dasar yang berlaku.

Perawatan konservatif tidak terbatas hanya pada perawatan karies saja,

tetapi juga harus :

1. Memberikan kekuatan yang cukup serta cukup tebal untuk preparasi

sandaran oklusal.

2. Tmengurangi ruang interproksimal yang berlebihan

3. memberikan ruang oklusal yang cukup luas

4. membentuk daerah gerong untuk retensi, bila daerah ini memang tidak

ada

38

Page 39: Makalah Case 2 Dsp 6

5. mendukung terpenuhinya factor estetik

6. memberikan kontur gigi yang sesuai.

Perawatan endodontik pada kasus terkait :

1. Root Canal Treatment (Perawatan SaluranAkar)

Perawatan saluran akar dibutuhkan untuk 2 alasan utama, yaitu infeksi,

atau lesi ireversibel pada pulpa. Kavitas yang tidak terawat adalah penyebab

umum infeksi pulpa. Lesimengikis jaringan enamel dan dentin sampai pada

akhirnya terbuka ke saluran akar, yangmenyebabkan bakteri dapat

menginfeksi pulpa. Infeksi yang terjadi di dalam gigi tidak responsive

terhadap pemberian antibiotic.

Peradangan disebabkan oleh infeksi yang terdapat diluar aliran darah gigi,

sehingga antibioti dalam pembuluh darah tidak dapat mencapai sumber infeksi

dengan baik. Pengurangan aliran darah juga mengurangi kemampuan pulpa

untuk menyembuhkan dirinya sendiri.Pulpa juga bisa terkena luka akibat

trauma, fraktura atau pekerjaan restorasi yangekstensif seperti beberapa filling

yang dipakai lebih dari periode yang ditentukan. Kadang-kadang, prosedur

umum dental dapat menyebabkan pulpa meradang. Sebagai contoh, persiapan

sebuah gigi untuk pembuatan crown kadang-kadang dapat berujung dengan

perawatan saluran akar.

Dalam beberapa kasus, ketika pulpa meradang, tapi tidak terinfeksi, pulpa

dapat sembuhdengan sendirinya dan kembali normal. Dokter gigi akan

39

Page 40: Makalah Case 2 Dsp 6

memonitor gigi tersebut sebelum melakukan saluran perawatan akar. Namun,

ada saatnya pulpa tetap meradang, yang dapat menyebabkan sakit dan infeksi.

Ketika pulpa mengalami infeksi, infeksi tersebut dapat mengenai tulang

sekitar gigi dan membentuk abses. Tujuan dari perawatan saluran akar ini

adalah untuk menyelamatkan gigi dengan membuang pulpa yang terinfeksi,

merawat infeksi yang ada, serta mengisi saluran akar yang kosong. Jika

perawatan saluran akar tidak berhasil, maka gigi kemungkinan akan

diekstraksi. Alasan dilakukannya perawatan saluran akar biasanya karena

adanya lubang pada kavitas yang terlalu besar. Gigi biasanya akan menjadi

rapuh, namun dapat diatasi dengan pembuatan crown setelah dilakukannya

perawtan saluran akar, atau dalam beberapa kasus direstorasi dengan

composite filling material yang warnanya mirip dengan warna gigi.

Perawatan saluran akar dapat selesai dilakukan dalam satu atau beberapa

kali kunjungan, tergantung pada keadaan gigi. Gigi yang terinfeksi akan

memerlukan beberapa kali kunjungan untuk memastikan infeksi tersebut

hilang. Beberapa gigi mungkin saja susah untuk dirawat dikarenakan posisi

gigi, atau karena gigi tersebut memiliki saluran akar yang susah

untuk dipastikan lokasinya. Ketika perawatan saluran akar sudah selesai,

dokter gigi akan menyarankan pasien melakukan restorasi crown atau filling.

2. Indirect Pulp Capping

a. Indikasi dan Kontraindikasi Indirect Pulp Capping

Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen

muda yang kariesnya telah luas dan sangat dekat dengan pulpa. Tujuannya

40

Page 41: Makalah Case 2 Dsp 6

adalah untuk membuang lesi dan melindungi pulpanya sehingga jaringan

pulpa dapat melaksanakan perbaikannya sendiri dengan membuat dentin

sekunder. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindarkan.

Indikasi

• Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke

pulpa tetapi tidak mengenai pulpa.

• Pulpa masih vital.

• Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda.

Kontra Indikasi

• Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.

• Pembengkakan.

• Fistula.

• Peka terhadap perkusi.

• Gigi goyang secara patologik.

• Resorpsi akar eksterna.

• Resorpsi akar interna.

• Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.

• Kalsifikasi jaringan pulpa.

b. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Indirect Pulp Capping

Alat :

• Bur bulat

Fungsinya :

a) Untuk membur email

41

Page 42: Makalah Case 2 Dsp 6

b) Untuk menyingkirkan karies di dentin

c) Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum

• Ekscavator

Fungsinya :

a) Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris

b) Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies

• Hachet email atau pahat

• Pinset berkerat

Fungsinya :

a) Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas

• Plastis filling instrument

Fungsinya :

a) Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan

plastis

b) Aplikasi semen

c) Untuk mengurangi kelebihan bahan

• Alat pengaduk semen

Fungsinya :

a) Untuk memanipulasi bahan tumpatan

• Stopper cement

Fungsinya :

a) Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen

c. Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Indirect Pulp Capping

42

Page 43: Makalah Case 2 Dsp 6

Faktor keberhasilan

Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan

hilangnya rasa sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau

dingin yang dilakukan pada pemeriksaan subjektif setelah perawatan.

Kemudian pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa yang tinggal

akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari

gambaran radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan

apikal.

Sebagian besar peneliti memakai criteria jembatan dentin sebagai

indicator keberhasilan perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai

suatu barrier untuk melindungi jaringan pulpa dari bakteri sehingga pulpa

tidak mengalami inflamasi, tetap vital, membantu kelanjutan pertumbuhan

akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum

sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas

pada daerah pulpa yang terbuka.

Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada

hari pertama hingga minggu kesembilan, sehingga pasien dapat diminta

datang 2 bulan setelah perawatan untuk melakukan control. Kemudian

secara periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2 sampai 4 tahun

untuk menilai vitalitas pulpa.

Faktor kegagalan

43

Page 44: Makalah Case 2 Dsp 6

Pada saat pengeburan, ada kemungkinan mata bur membuat

perforasi atap pulpa. Hal ini perawatan pulp capping indirect berganti

menjadi pulp capping direct.

d. Prognosis

Pulp capping indirect lebih dari dua kunjungan, lebih disukai oleh

banyak klinisi, pulp capping dirasa lebih konservatif dan lebih memberi

hasil yang diharapkan dari metode direct. Pendukung-pendukung teori ini

lebih suka untuk tidak menimbulkan trauma pada gigi dengan melakukan

prosedur eksploratori guna menentukan apakah mereka menghadapi pulpa

yang terbuka atau hanya lesi karies yang dalam. Tindakan ini memberi

keuntungan dari gigi yaitu ditinggalkannya dentin karies yang meragukan

diatas daerah pulpa dan menutupinya. Kadang-kadang, setelah beberapa

waktu kemudian, sesudah mineralisasi ulang terjadi lesi dibuka ulang

kembali, setelah itu semua semen dan dentin karies disingkirkan lalu

kavitas dirawat dengan prosedur sama seperti lesi karies yang dalam.

Prognosis baik juga tergantung pada kekooperatifan pasien dalan

perawatan.

e. Prosedur Perawatan Pulp Capping

Pengambilan karies, jaringan karies diambil secara bertahap supaya

tidak perforasi dan dimaksudkan untuk terbentuknya dentin sekunder

1. Perawatan langsung sama dengan perawatan dentin keras.

2. Perawatan bertahap

Kunjungan I

44

Page 45: Makalah Case 2 Dsp 6

1. Asepsis

2. Pembersihan jaringan karies

3. Membersihkan permukaan preparasi

4. Menempatkan Subbase dengan bahan dan prosedur sama

dengan diatas

5. Melapisi subbase dengan base

6. Penumpatan sementara

7. Melakukan control seminggu kemudian

Kunjungan II:

1. Melakukan Tes vitalitas, tes perkusi dan tes tekan setelah membuka

tumpatan sementara

2. Menanyakan Keluhan penderita

Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu

tanyakan keluhan penderita, apabila tidak ada keluhan maka subbase dan

base dibuang dan diganti yang baru setelah itu baru dilakukan penumpatan

tetap.

Tumpatan tetap dengan menggunakan resin komposit

Resin komposit

Resin komposit adalah bahan tambal sewarna gigi, dengan bahan

dasar polimer dan ditambahkan dengan partikel anorganiksebagai penguat.

Bahan tambal ini umumnya mengalami reaksi pengerasan dengan bantuan

sinar (sinar UV, atau bisa juga dengan visible light)

Kelebihan

45

Page 46: Makalah Case 2 Dsp 6

1. Secara estetik sangat memuaskan, terutama resin komposit dengan

formulasi terkini di mana hasil akhirnya sangat menyerupai gigi asli.

Namun tentu membutuhkan keterampilan dan keahlian dari dokter

gigi. Karena kelebihannya ini, resin komposit adalah bahan tambal

yang paling sering digunakan dalam “cosmetic dentistry”.

2. Aplikasinya cukup luas. Meski dulu ada keraguan bahwa bahan tambal

resin komposit tidak cukup kuat untuk digunakan pada gigi geraham di

mana tekanan kunyah di daerah tersebut paling besar, namun bahan

tambal ini terus menerus mengalami perkembangan sehingga kini

cukup dapat diandalkan untuk menambal gigi geraham meskipun

kekuatannya masih tetap di bawah amalgam.

3. Warna bahan tambal dapat disesuaikan dengan keadaan gigi pasien,

karena resin komposit memiliki pilihan shade/warna.

Kekurangan

1. Material ini membutuhkan tahapan-tahapan yang membutuhkan

pengetahuan dan keterampilan yang cukup mendalam dari dokter gigi

untuk mendapatkan hasil yang benar-benar memuaskan dan tahan

lama. Jika tidak, tambalan dapat mudah lepas/patah, berubah warna,

atau terlihat batas antara tepi tambalan dengan gigi sehingga

mengurangi estetika.

2. Pada saat penambalan diperlukan suasana mulut yang cukup kering

karena kontaminasi saliva dapat mempengaruhi sifat-sifat jangka

panjang dari resin komposit, seperti kekuatan dan daya tahannya. Oleh

46

Page 47: Makalah Case 2 Dsp 6

sebab itu gigi yang akan ditambal resin komposit idealnya harus benar-

benar diisolasi, dan hal ini cukup sulit dilakukan terutama pada gigi

belakang dan mungkin menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.

3. Dapat terjadi karies sekunder di bawah tambalan yang mungkin

disebabkan karena kebocoran tambalan sehingga bakteri dapat

berpenetrasi ke jaringan gigi dan kembali menyebabkan karies

4. Resin komposit dapat menyerap warna dari zat pewarna dari makanan

atau minuman sehingga dalam jangku waktu lama dapat berubah

warna.

3.3.2 Tindakan Bedah: Ekstraksi

Gigi yang akan dicabut harus ditentukan dengan teliti. Setiap gigi

diperiksa apakah cukup penting dan masih dapat dipertahankan untuk

keberhasilan gigi tiruan yang akan dijadikan sandaran dapat dipertahankan

sebaliknya gigi yang dapat menimbulkan kesulitan dalam pembuatan gigi tiruan

sebaiknya dicabut.

1. Indikasi

Tujuan dokter gigi adalah menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat

berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi. Walaupun demikian,

ekstraksi gigi penting dilakukan dengan berbagai alasan

(1) Karies Besar 

Gigi yang mahkotanya sudah sangat rusak dan tidak dapat direstorasi lagi.

(2) Nekrosis Pulpa

47

Page 48: Makalah Case 2 Dsp 6

Gigi dengan pulpitis irreversible yang perawatan endodonti tidak dapat

dilakukan lagi atau merupakan kegagalan setelah dilakukan perawatan

endodonti.

(3) Penyakit Periodontal

Periodontitis dewasa yang berat dan luas akan menyebabkan kehilangan

tulang berlebihan dan mobiliti gigi yang menetap.

(4) Gigi Retak

Gigi yang retak atau mengalami fraktur akar yang biasanya menyebabkan

nyeri hebat dan tidak dapat dikendalikan dengan perawatan endodonti.

(5) Gigi Malposisi

Gigi yang dapat menyebabkan trauma jaringan lunak dan posisinya tidak

dapat diperbaiki dengan perawatan orthodonti.

(6) Gigi Terpendam

Apabila gigi terpendam menimbulkan masalah dan menyebabkan

gangguan fungsi normal dari pertumbuhan gigi, maka gigi terpendam ini

diekstraksi.

(7) Gigi Berlebih

Dapat mengganggu pertumbuhan gigi geligi normal atau menyebabkan

gigi berjejal berat danestetis yang kurang pada gigi anterior.

(8) Gigi yang berkaitan dengan lesi patologis

Ekstraksi gigi dengan lesi patologis harus dilakukan bersamaan dengan

pembuangan lesinya. 

(9) Gigi Persistensi

48

Page 49: Makalah Case 2 Dsp 6

Gigi desidui yang sudah waktunya tanggal tetapi masih kuat dan gigi

penggantinya sudah erupsi. Biasanya gigi desidui mengalami resorbsi

sehingga akan goyah, tetapi pada gigi desidui yang gangren tidak mungkin

terjadi resorbsi atau karena kondisi kesehatan dari pasien maka gigi

desidui itu masih tetap tertanam dalam tulang alveolar. 

(10) Keperluan Orthodonti

Ekstraksi gigi premolar dilakukan untuk perawatan orthodonti dengan

pertumbuhan gigi yang berjejal.

(11) Ekstraksi Preprostetis

Untuk keperluan pembuatan protesa dilakukan ekstraksi gigi.

(12) Preradioterapi

Pasien yang akan mendapatkan perawatan radioterapi pada rongga

mulutnya harus dilakukan ekstraksi gigi terlebih dahulu pada gigi-gigi

yang merupakan indikasi pada daerah yang akan diradioterapi.

2. Kontraindikasi 

Walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk dilakukan ekstraksi, pada

beberapa keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi karena beberapa faktor atau

merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi. Pada keadaan lain, kontraindikasi

ekstraksi gigi sangat berperan penting untuk tidak dilakukan ekstraksi gigi sampai

masalahnya dapat diatasi.

(1) Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes

mellitus kontraindikasi pada pemberian adrenalin.

49

Page 50: Makalah Case 2 Dsp 6

Adrenalin pada ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada penderita

penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes melitus.

(2) Penderita Trombositopenia

Penderita trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari

normal sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui

bahwa trombosit penting artinyadalam pembekuan darah.

(3) Penderita Leukemia

Penderita leukemia memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari

normal dalam darahsehingga mudah mengalami perdarahan.

(4) Kaheksi

Penderita memiliki keadan umum yang sangat buruk karena malnutrisi

atau sesudah menderita penyakit yang lama dan berat. Akibatnya

semua keadaan menjadi jelek,perdarahan banyak, penyembuhan luka

lambat dan dengan suntikan atau sedikit trauma iadapat kolaps.

Ekstraksi gigi ditunda sampai keadaan umum penderita lebih baik.

(5) Penderita Hemofilia

Merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang bersifat

herediter dan hanya terdapat pada laki-laki. Apabila penderita

mendapatkan luka, maka darahnya tidak dapat membeku. Hal ini

disebabkan oleh trombosit tidak dapat pecah kalau berhubungan

dengan udara karena kekurangan zat antihemofilia dalam serum,

sehingga darah akan terus mengalir.

(6) Kehamilan

50

Page 51: Makalah Case 2 Dsp 6

Ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada trimester pertama,

karena keadaan umumibu hamil pada trimester pertama sering sangat

lemah dan dalam masa pembentukan janin. 

(7) Peradangan di sekitar Gigi

Apabila terdapat peradangan di sekitar gigi, maka ekstraksi gigi adalah

kontraindikasi. Ekstraksi gigi dapat dilakukan jika inflamasinya sudah

sembuh.

Dalam kasus ini untuk gigi yang akan diektraksi adalah gigi 21 27 45 dan 46. Dengan

pertimbangan untuk gigi 21 yaitu fraktur hingga sisa akar yang hampir tertutup gusi, sesuai dengan

indikasi “Gigi Retak” dan “Gigi Terpendam”. Kemudian gigi 27 dan 45 juga sisa akar dan

memiliki indikasi “Gigi Terpendam”. Kemudian untuk gigi 46 terkena fraktur dan tambalannya

lepas, memiliki indikasi “Gigi Retak”

3. Prinsip Ekstraksi Gigi

Dalam prakteknya, ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip yang

akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya

komplikasi ekstraksi gigi.

(1) Asepsis

Untuk menghindarkan atau memperkecil bahaya inflamasi, seharusnya

bekerja secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan dengan menjauhkan

segala kemungkinan kontaminasi dari kuman atau menghindari organisme

patogen. Asepsis secara praktis merupakan suatu teknik yang digunakan

untuk memberantas semua jenis organisme.Tindakan sterilisasi dilakukan

51

Page 52: Makalah Case 2 Dsp 6

pada tim operator, alat-alat yang dipergunakan, kamar operasi, pasien

terutama pada daerah pembedahan.

(2) Pembedahan atraumatik

Pada saat ekstraksi gigi harus diperhatikan untuk bekerja secara hati-hati,

tidak kasar,tidak ceroboh, dengan gerakan pasti, sehingga membuat trauma

sekecil mungkin.

Tindakan yang kasar menyebabkan trauma jaringan lunak, memudahkan

terjadinya inflamasi dan memperlambat penyembuhan. Peralatan yang

digunakan haruslah tajamkarena dengan peralatan yang tumpul akan

memperbesar terjadinya trauma.

(3) Akses dan lapangan pandang baik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang

yang baik selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi

kursi, posisi kepala pasien,posisi operator, pencahayaan, retraksi dan

penyedotan darah atau saliva. Posisi kursi harus diatur untuk mendapatkan

akses terbaik dan kenyamanan bagi operator dan pasien. Pada ekstraksi

gigi maksila, posisi pasien lebih tinggi dari dataran siku operator

denganposisi sandaran kursi lebih rendah sehingga pasien duduk lebih

menyandar dan lengkungmaksila tegak lurus dengan lantai.

Sedangkan ekstraksi gigi pada mandibula, posisi pasien lebih rendah dari

dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi tegak dandataran

oklusal terendah sejajar dengan lantai. Pencahayaan harus diatur

sedemikian rupaagar daerah operasi dapat terlihat dengan jelas tanpa

52

Page 53: Makalah Case 2 Dsp 6

bayangan hitam yang membuatgelap daerah operasi. Retraksi jaringan juga

dibutuhkan untuk mendapatkan lapanganpandang yang jelas. Daerah

operasi harus bersih dari saliva dan darah yang dapatmengganggu

penglihatan ke daerah tersebut sehingga dibutuhkan penyedotan

padarongga mulut.

(4) Tata Kerja Teratur

Bekerja sistematis agar dapat mencapai hasil semaksimal mungkin dengan

mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Penting untuk mengetahui cara

kerja yang berbeda untuk setiappembedahan, sehingga dapat

menggunakan tekanan terkontrol sesuai dengan urutan tindakan.

Penyingkiran sisa akar yang tinggal dan gigi impaksi

Pengambilan sisa akar yang terpenting dapat dilakukan dari permukaan

labial/bukal, atau palatal tanpa mengurangi tinggi alveolar ridge.

Pengambilan gigi yang impaksi dilakukan sedini mungkin agar dapat

mencegah infeksi akut dan kronis.

3.3.3 Jaringan Periodontal

Gigi tiruan dapat berfingsi baik bila jaringan periodontal memiliki

kesehatan yang optimal. Kontak jaringan periodontal yang baik dan basis gigi

tiruan akan mendukung gigi tiruan supaya retentive dan tahan dari kekuatan yang

bekerja padanya.

53

Page 54: Makalah Case 2 Dsp 6

Kondisi jaringan periodontal ideal untuk ggi tiruan:

1. Adanya ketebalan dan keratinisasi mukosa yang sehat.

2. Tidak ada tonjolan tulang, ceruk, dan puncak alveolar yang tajam.

3. Bentuk prosesus alveolar yang baik

4. Tidak ada jaringan hiperplastik di atas tulang alveolar yang telah

mengalami resorbsi.

5. Tidak ada perlekatan otot atau frenulum pada daerah puncak lingir.

6. Tidak ada jaringan parut atau hipertropi pada mukosa.

7. Terdapat lingir alveolus yang cukup prominen dan puncaknya membulat

serta sisi labial, bukal, dan lingual yang runcing.

Bentuk lingir alveolar yang ideal adalah bentuk U dengan puncak yang

membulat,serta memiliki sisi-sisi yang sejajar dan lebar. Ketika lingir alveolar

bertambah sempit, maka akan bertambah tajam sehingga akan sulit menahan

tekanan pengunyahan dibandingkan dengan lingir alveolar yang lebar.

Secara morfologi perubahan dapat terjadi pada jaringan periodontal setelah gigi

hilang khususnya tulang alveolar akan diresorbsi. Tulang alveolar berubah bentuk

secara nyata saat gigi hilang, baik dalam bidang horizontal maupun vertikal.

Setelah terjadi resorbsi secara fisiologis, struktur tulang rahang yang tinggal

disebut dengan istilah residual ridge. Tulang yang ada setelah tulang alveolar

mengalami resorbsi disebut dengan tulang basal. Pada pasien yang kehilangan

gigi perlu dipertimbangkan kebutuhkan perawatan atau tindakan yang sesuai,

54

Page 55: Makalah Case 2 Dsp 6

sebelum pembuatan gigi tiruan untuk menciptakan keadaan anatomis yang lebih

baik. Perbaikan kondisi jaringan periodontal tersebut diharapkan dapat

memperbaiki retensi,stabilitas dan kenyamanan gigi tiruan tersebut.

1. Scaling

Sebelum dilakukan scaling, biasanya akan dilakukan pemeriksaan gigi

secara menyeluruh. Dokter gigi memeriksa keadaan pasien ekstra dan intra-oral.

Secara ekstra-oralakan dilihat apakah ada pembengkakan kelenjar limfe di kepala

dan leher sebagai tanda adanya penyebaran infeksi dan anamnesis. Kemudian

pemeriksaan intra-oral untuk melihat keadaan dalam mulut pasien. Selain melihat

keadaan giginya, dilihat juga keadaan jaringan lunak lainnya,seperti gingival,

palatum dan lidah, karena beberapa penyakit sistemik memberikan gambaranyang

khas dalam mulut, contohnya diabetes, herpes, dan leukemia .Setelah semua

pemeriksaan dilakukan, pasien baru akan dilakukan scaling.

Biasanya prosedur scaling, mengkombinasikan antara manual dan

ultrasonic scaler, dan diawali dengan ultrasonic scaler untuk membuang kalkulus

yang keras dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus yang berada di dalam

subgingiva juga dapat dibersihkan dengan menggunakan tip yangkecil dan tipis

agar bisa masuk kedalam poket dan sulcus gingival. Manual scaler dipakai

untuk membuang sisa-sisa karang gigi pada permukaan gigi yang lebih sensitif

dan tidak bisa menggunakan ultrasonic scaler.Pada pasien dengan kalkulus yang

dalam dan gingivitis, kontak minimal dengan gusi akan menimbulkan pendarahan

55

Page 56: Makalah Case 2 Dsp 6

dan menimbulkan rasa sakit, biasanya akan dilakukan anestesi lokal oleh dokter

gigi.

Setelah  scaling, dilakukan root planning dengan pemolesan atau

polishing. Prosedurnya sederhana, gigi akan diolesi dengan pumice, yang

berbentuk pasta tapi kasar seperti berpasir.Kemudian gigi akan di sikat dengan bur

brush pada permukaan yang di-scaling untuk membuangsisa karang gigi,

menghaluskan permukaan gigi dan menimbulkan sensasi segar dalam

mulutpasien, sehingga mulut terasa bersih dan segar. Diharapkan dengan

permukaan gigi yang halus,mempersulit terakumulasinya kembali plak dan

bakteri, terbentuk perlekatan gingival baru yanglebih baik dan berkurangnya

kedalaman poket gingival yang menjadi media bakteri.

Hal ini berguna untuk mendapatkan jaringan yang sehat pada gigi yang

ada sehingga dapat memberikan dukungan dan fungsi yang baik untuk gigi tiruan.

Adapan tindakan tersebut antara lain :

a. Menghilangkan kalkulus

56

Page 57: Makalah Case 2 Dsp 6

b. Menghilangkan pocket periodontal

c. Melakukan splinting terhadap gigi yang mobility

d. Memperbaiki tambalan yang tidak baik, seperti tambalan

menggantung.

e. Menghilangkan gangguan oklusal

2. Alveoplasti

Tindakan pembuangan sebagian maupun seluruh prosesus alveolaris.

Alveoplasti merupakan prosedur yang biasanya dilakukan untuk mempersiapkan

linggir, berkisar mulai satu gigi atau seluruh gigi dalam rahang, dilakukan segera

setelah pencabutan atau sekunder, dan tersendiri sebagai prosedur korektif yang

dilakukan kemudian.

Alveoplasti dilakukan untuk pasir yang telah kehilangan gigi atau pasca

ekstraks. Setelah ekstraksi gusi dan tulang mungkin mengalami penonjolan atau

penurunan tulang sehingga dapat menyebabkan nyeri pada pemakaian gigi tiruan.

Pasien yang telah kehilangan gigi untuk periode waktu yang lama juga dapat

dilakukan alveoplasti. Mereka akan cenderung kehilangan tulang pada rahang

sehingga akan menjadi sangat pendek. Pada kasus ini gigi tiruan tidak dapat

dipasangkan, sehingga alveoplasti diindikasikanBeberapa prosedur yang

dilakukan antara lain setelah pemeriksaan klinis dan radiologi pada gigi yang akan

dicabut, dilakukan anastesi local dan semua gigi dikeluarkan secara bersamaan

dengan hati-hati sehingga dinding alveolar tetap utuh. Insisi dibuat di atas alveolar

ridge dengan memotong papilla interdental dan gingiva dibuka dari prosesus

57

Page 58: Makalah Case 2 Dsp 6

alveolaris. Kemudian tepi tulang yang tajam dibuang dengan menggunakan

rongeur dan kemudian tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file, hingga

permukaan tulang teraba halus. Batas-batas flap juga dipotong dengan gunting

jaringan lunak agar terbentuk lebih baik setelah tulang dibuang. Kemudian

berikan irigasi larutan saline pada luka dan jahit dengan menggunakan continuos

suture.

Apabila terdapat tulang tidak rata muncul sepanjang seluruh alveolar

ridge, maka teknik pembedahannya meliputi insisi yang luas sepanjang alveolar

ridge, menarik mukoperiosteum, penghalusan tulang, pembersihan luka dan

penjahitan. Prosedur ini meliputi daerah yang luas, namun operator harus

mengetahui pembuluh pembuluh dan cabang nervus pada daerah tersebut agar

dapat mencegah terjadinya trauma atau luka.

3. Alveolar Augmentasi

Terapi prostodontik akan mencegah resorpsi lingir alveolus yang lebih

lanjut. Resorpsi lingir alveolus yang cukup terkontrol akan meningkatkan

keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan. Resorpsi yang terjadi pada sisi labial

dan lingual linger alveolus mandibula di bagian anterior membuat bentuk puncak

lingir alveolus menjadi tajam seperti pisau. Gingiva yang menutupi lingir menjadi

tergulung sehingga akan sering menimbulkan rasa sakit dan ketidak nyamanan

pada pemakaian gigi tiruan. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan tindakan

bedah dengan tujuan menambah besar dan lebar tulang rahang, menambah

58

Page 59: Makalah Case 2 Dsp 6

kekuatan rahang, memperbaiki jaringan pendukung gigi tiruan serta membentuk

kembali lingir alveolus.

Cara menambah ketinggian linggir alveolar:

a. Cangkok tulang autogenous

b. Penambahan denga hidroksiapatit

4. Frenektomi

Tindakan bedah untuk merubah ikatan frenulum baik frenulum labialis

atau frenulum lingualis. Frenulum merupakan lipatan mukosa yang terletak pada

vestibulum mukosa bibir, pipi dan lidah. Keadaan ini paling sering terjadi pada

garis tengah, mengenai papilla diantara gigi-gigi insisvus sentral.

a. Frenektomi labial

pengeluaran perlekatan jaringan dari bagian tengah bibir atas.

Perlekatan frenulum terlalu jauh kebawah dari gusi dapat

menyebabkan resesi gingiva dan celah diantara gigi depan. Pasien

yang akan menngunakan gigi tiruan biasanya melakukan perawatan

frenektomi labial untuk mencapai kedudukan gigi tiruan yang stabil.

Dilakukan dengan eksisi dua hemostat.

59

Page 60: Makalah Case 2 Dsp 6

b.Frenulim lingual

Frenektomi lingual adalah pemindahan atau pengeluaran dari frenulum

lingualis atau jaringan dibawah lidah. Secara umum, apabila jaringan

berlekatan terlalu dekat dengan ujung lidah, maka dapat mengganggu

fungsi bicara dan fungsi gigi yang sebenarnya. Frenektomi lingual

merupakan prosedur umum untuk pasien yang frenulumnya pendek

dan terkadang berhubungan dengan lidah terjepit. Prosedur frenektomi

lingual dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan hemostat.

Setelah selesai dilakukan, maka lidah akan terbiasa bergerak secara

bebas

60

Page 61: Makalah Case 2 Dsp 6

5. Vestibuloplasti

Vestibuloplasti adalah suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk

meninggikan sulkus vestibular yang melekat dengan cara melakukan reposisi

mukosa, ikatan otot dan otot yang melekat pada tulang yang dapat dilakukan baik

pada maksila maupun pada mandibula dan akan menghasilkan sulkus vestibular

yang dalam untuk menambah stabilisasi dan retensi gigi tiruan. Vestibulum

dangkal dapat disebabkan resorbsi tulang alveolar, perlekatan otot terlalu tinggi,

adanya infeksi atau trauma. Pada umumnya, vestibuloplasti digunakan pada tuang

alveolar yang masih adekuat tetapi jaringan lunak disekitarnya menghalangi

pemasangan konstruksi gigi tiruan. Tujuan lain dari vestibuloplasti adalah

memindahkan otot yang tidak diinginkan ke dalam tulang alveolar.

61

Page 62: Makalah Case 2 Dsp 6

6. Gingivektomi

Gingivektomi adalah suatu tindakan penghilangan dinding gingiva poket

periodontal, sehingga gingivektomi berguna untuk mengeliminasi poket. Pada

pasien yang akan menggunakan gigi tiruan dengan gingiva yang berlebih

diindikasikan untuk gingivektomi agar menghasilkan estetik yang baik.

7. Eksostosis

Eksostosis merupakan penonjolan tulang yang dapat terjadi pada rahang

baik pada mandibula maupun mada maksila. Eksostosis bukan merupakan tumor

tapi lesi dysplastic exophytic. Etiologi belum diketahui dengan pasti tetapi

beberapa ahli menduga terjadi karena adanya proses inflamasi pada tulang.

Pembedahan diindikasikan pada eksostosis baik yang terjadi karena pertumbuhan

yang berlebihan ataupun yang terjadi karena hasil resorbsi lingir yang

menimbulkan gangguan pembuatan gigi tiruan. Eksostosis terdapat dua macam

yaitu torus palatina dan torus mandibular.

8. Torus Palatina

62

Page 63: Makalah Case 2 Dsp 6

Torus palatina terdapat di daerah tengah pada palatum durum sepanjang

sutura palatinus media dan dapat meluas ke lateral kiri atau kanan. Terdiri dari

berbagai jenis ukuran dan bentuk yang bervariasi, multiloculated, basselated,

bentuk yang irregular. Pada torus palatina yang berukuran besar dapat

mengganggu fungsi bicara dan pengunyahan. Torus palatina biasanya tidak

membutuhkan terapi khusus, kecuali pada pasien edentulous yang akan memakai

gigi tiruan dan pada pasien yang merasa terganggu fungsi bicara dan

pengunyahan.

63

Page 64: Makalah Case 2 Dsp 6

9. Torus Mandibula

Torus mandibula merupakan eksostosis yang biasanya terdapat pada

lingual rahang bawah, pada salah satu sisi atau biasanya terjadi pada kedua sisi

regio kaninus atau premolar, ataupun regio premolar dan molar. Torus mandibula

tidak berbahaya dan tidak memerlukan terapi khusus, kecuali jika pasien ingin

memasang gigi tiruan penuh. Hal ini dikarenakan torus mandibula dapat

mempersulit upaya memperoleh gigi tiruan yang nyaman, sebab tepi-tepi gigi

tiruan secara langsung menekan mukosa yang menutupi tonjolan tersebut.

64

Page 65: Makalah Case 2 Dsp 6

3.3.4 Perawatan Orthodonti

Gigi yang sudah lama dicabut biasanya meninggalkan ruang

kosong yang semakin lama akan sempit karena terjadinya migrasi gigi

tetangga. Hal seperti ini menyebabkan gigi menjadi malposisi, sehinnga

kurang baik bila akan dipakai sebagai dukungan gigi tiruan. Memaksakan

gigi miring menahan beban akan menyebabkan kerusakan pada jaringan

periodontal. Pada kasus seperti ini diindikasikan melakukan sedikit

pergeseran gigi, sehingga gigi akan kembali ke posisi yang baik.

Parawatan ortodontik akan menunjang keberhasilan perawatan

prostodontik, di samping meningkatkan kesehatan jaringan periodontal

gigi geligi di sekitar gigi tiruan.

Pada kasus terdapat diastema sentralis gigi bawah, sebaiknya

dilakukan perawatan ortodonti terlebih dahulu sebelum pembuatan gigi

tiruan. Aspek yang lebih siginifikan dari perawatan desain gigi tiruan

sebagian lepasan adalah rencana perawatan yang tepat dan persiapan mulut

dan keakuratan hasil melalui proses pembuatan. Perlu diperhatikan desain

gigi tiruan tidak akan berhasil tanpa penyelesaian yang sangat teliti dan

prosedur klinis serta prosedur laboratorium.

Gigi yang goyang perlu mendapat perhatian sebelum pemakaian

gigi tiruan karena dapat menimbulkan masalah. Disharmoni oklusal,

peradangan jaringan periodontal atau kombinasi keduanya merupakan

penyebab. Pada kasus gigi goyang, splinting dapat dipertimbangkan

65

Page 66: Makalah Case 2 Dsp 6

2.4 Kondisi Setelah Mouth Preparationh

Pada kasus ini dilakukan tindakan mouth preparation sebagai berikut:

1. Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan pada gigi:

- 21 karena patah dan tinggal sisa akar akibat terjatuh

- 27 dan 45 karena tinggal sisa akar

- 46 dapat dilakukan ekstraksi bila fraktur besar, perlu pemeriksaan

klinis lebih lanjut dan radiologi untuk penunjang

2. Konservasi

Konservasi gigi dilakukan pada:

- 12, 17, 22, 37, dan 48 dilakukan perawatan saluran akar dan

penambalan karena karies profunda

- 46 dapat dilakukan konservasi bila memungkinkan, perlu pemeriksaan

klinis lebih lanjut dan radiologi untuk penunjang

3. Jaringan Periodontal

Mouth preparation jaringan periodontal yang dilakukan:

- Scaling dilakukan karena terdapat kalkulus supragingiva

- Alveoplasti pada jaringan pascaekstraksi dan pada bagian yang

membutuhkan alveoplasti

4. Orthodontic

Perawatan orthodontic yang dilakukan:

- Perawatan orthodontic pada diastema gigi 33 dan 34

66

Page 67: Makalah Case 2 Dsp 6

- Perawatan orthodontic pada gigi 34 yang distoversi dan gigi 36 yang

mesioversi

- Splinting pada gigi 46 dapat dilakukan karena terdapat mobilitas. Hal

ini dilakukan bila gigi masih bisa dipertahankan.

3.4 Klasifikasi GTSL

Klasifikasi Kennedy

Klasifikasi ini dibuat oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925,

klasifikasi ini dibuat untuk membantu pembuatan gigi geligi tiruan lepasan.

Klasifikasi ini membagi semua keadaan tidak bergigi menjadi empat keadaan ;

1. Kelas I : Daerah tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih

ada dan berada pada kedua sisi rahang (Bilateral Free End).

2. Kelas II : Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang

masih ada tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral free end).

3. Kelas III : Daerah yang tidak bergigi terletak diantara gigi yang masih

ada dibagian posterior maupun anteriornya dan unilateral.

4. Kelas IV : Daerah tidak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang

masih ada dan melewati garis tengah rahang.

67

Page 68: Makalah Case 2 Dsp 6

Untuk mempermudah aplikasi atau penerapannya. Applegate membuat

delapan ketentuan berikut ini.

1. Klasifikasi hendaknya dibuat setelah pencabutan selesai dilakukan

2. Bila gigi molar 3 hilang dan tidak akan diganti, maka gigi ini tidak

dimasukkan dalam klasifikasi

3. Bila gigi molar 3 masih ada dan akan digunakan sebagai gigi penahan

maka gigi ini dimasukkan dalam klasifikasi

4. Bila gigi molar 2 sudah hilang dan tidak akan diganti, maka gigi ini tidak

dimasukkan ke dalam klasifikasi

5. Bagian tak bergigi paling posterior selalu menentukan kelas utama dalam

klasifikasi

68

Page 69: Makalah Case 2 Dsp 6

6. Daerah tak bergigi lain dari pada yang sudah ditetapkan pada klasifikasi,

masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah daerah atau

ruangannya

7. Luasnya modifikasi atau jumlah gigi yang hilang tidak dipersoalkan, yang

dipersoalkan adalah jumlah tambahan daerah tak bergigi

8. Tidak ada modifikasi bagi lengkung rahang kelas IV.

Klasifikasi Applegate Kennedy

1. Kelas I : daerah tak bergigi berupa sadel berujung bebas (free end) pada

kedua sisi. Keadaan ini sering dijumpai pada rahang bawah dan biasanya

telah beberapa tahun kehilangan gigi.

Secara klinis, dijumpai keadaan sebagai berikut:

1. derajat resorpsi residual ridge bervariasi

2. tengang waktu pasien tak bergigi akan mempengaruhi stabilitas geligi

tiruan yang akan dipasang

3. jarak antar lengkung rahang bagian posterior sudah biasanya sudah

mengecil

69

Page 70: Makalah Case 2 Dsp 6

4. gigi asli yang masih tinggal sudah migrasi ke dalam berbagai posisi.

5. gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.

6. jumlah gigi yang masih tertinggal bagian anterior umumnya sekitar 6 10

gigi

7. ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula.

Indikasi protesa : protesa lepasan, dengan desain bilateral dan perluasan ke

distal

2. Kelas II: Daerah tak bergigi sama seperti Kelas II Kennedy. Kelas ini

sering tidak diperhatikan pasien.

Secara klinis dijumpai keadaan :

1. Resorbsi tulang alveolar terlibat lebih banyak.

2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.

3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi

antagonis.

4. Pada kasus ekstrim karena tertundanya pembuatan gigi tiruan untuk

jangka waktu tertntu karena perlu pencabutan satu atau lebih gigi

antagonis.

70

Page 71: Makalah Case 2 Dsp 6

5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi

temporomandibula.

Indikasi protesa: protesa dengan desain bilateral dan perluasan basis distal.

3. Kelas III: keadaan tak bergigi paradental dengan dua gigi tetangganya

tidak lagi mamapu memberikan dukungan pada protesa secara

keseluruhan.

Secara klinis, dijumpai keadaan

1. Daerah tidak bergigi sudah panjang

2. Bentuk dan panjang akar gigi kurang memadai.

3. Tulang pendukung mengalami resorbsi servikal dan atau disertai

goyangnya gigi secara berlebihan.

4. Beban oklusal berlebihan.

Indikasi protesa: protesa sebagian lepasan dukungan gigi dengan

desain bilateral.

4. Kelas IV: daerah tak bergigi sama dengan Kelas IV Kennedy.

71

Page 72: Makalah Case 2 Dsp 6

Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:

1. Tulang alveolar sudah banyak hilang, seperti pada kasus akibat trauma.

2. Gigi harus disusun dengan “overjet” besar, sehingga dibutuhkan

banyak gigi pendukung.

3. Dibutuhkan distribusi merata melalui lebih banyak gigi penahan, pada

pasien dengan daya kunyah besar.

4. Diperlukan dukungan danretensi tambahan dari gigi penahan.

5. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk

memenuhi faktor estetik

Indikasi protesa:

(a) Geligi tiruan cekat, bila gigi gigi tetangga masih kuat.

(b) Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan dukungan

gigi atau jaringan atau kombinasi.

(c) Pada kasus meragukan sebaiknya dibuat protesa sebagian lepasan.

5. Kelas V: daerah dengan sadel tertutup dan gigi tetangga bagian depan

tidak kuat menerima dukungan. Indikasi protesanya berupa protesa

lepasan dua sisi.

72

Page 73: Makalah Case 2 Dsp 6

Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:

1 Daerah tak bergigi sangat panjang.

2 Daya kunyah pasien berlebihan.

3 Bentuk atau panjang akar gigi penahan kurang memadai.

4 Tulang pendukung lemah.

5 Penguatan dengan splin tidak diharapkan, dan sekalipun dilakukan tetap

tidak memberikan dukungan yang  memadai, tetapi tetap dirasakan

perlunya mempertahankan geligi yang masih tinggal ini.

Indikasi Protesa : Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan

prinsip basis berujung bebas tetapi di bagian anterior.

6. Kelas VI: daerah dengan sadel tertutup dan kedua gigi tetangganya kuat.

Indikasi protesanya berupa protesa cekat atau lepasan, satu sisi dan

dukungan dari gigi.

Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:

73

Page 74: Makalah Case 2 Dsp 6

1. Daerah tak bergigi yang pendek.

2. Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memadai sebagai pendukung penuh.

3. Sisa prosesus alveolaris memadai.

4. Daya kunyah pasien tidak besar.

Indikasi Protesa :

(a.) Geligi tiruan cekat

(b) Geligi tiruan sebagian lepasan dukungan gigi dan desain unilateral (protesa

sadel)

Klasifikasi Soelarko

1. Kelas I : Gigi tiruan berujung bebas (free end).

2. Kelas II : Gigi tiruan bersandaran ganda (All tooth)

3. Kelas III : Gigi tiruan kombinasi kelas I dan kelas II

Disamping kelas-kelas juga punya divisi :

1. Divisi 1 : Bila daerah tidak bergigi pada satu sisi

2. Divisi 2 : Bila daerah tidak bergigi pada dua sisi

3. Divisi 3 : Bila daerah tidak bergigi diantara garis media

3.5 Rencana Perawatan Prostodonsia

Perawatan prostodontik secara umum diklasifikasian seperti ini

1. Removable

2. Fixed

74

Page 75: Makalah Case 2 Dsp 6

3. Maxillofacial prosthesis

4. Dental implant

5. Overdenture

6. Precission attachment

Komptensi untuk dokter gigi umum adalah removable dan fixed, sementara

sisanya menjadi kompetensi spesialis.

1. Removable

Merupakan gigi tiruan yang mengganti satu atau lebih gigi dan struktur

pendukungnya yang dapat dilepas dan dipasang kembali oleh pasien. Dibagi

menjadi dua, removable partial denture dan full denture.

1) Removable Partial Denture/Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)

Merupakan gigi tiruan lepasan yang menggantikan satu atau lebih gigi,

tapi tidak seluruh gigi, yang dapat dilepas dari mulut dan diasangkan kembali oleh

pasien

Pertimbangan dalam pembuatan GTSL terdiri dari dasar pemilihan, akibat,

fungsi, dampak dan faktor.

1. Dasar Pemilihan

– Usia pasien masih muda , usia yang tua cukup menyulitkan karena

butuh ketelatenan perawatan GTSL

75

Page 76: Makalah Case 2 Dsp 6

– Mencegah ekstrusi gigi antagonis , ruang akibat gigi yang tanggal

bila dibiarkan dapat mengakibatkan ekstrusi gigi antagonis dan

drifting gigi tetangga

– Kesehatan pasien tidak memungkinkan dilakukan preparasi segera,

bila tidak memungkinkan dilakukan preparasi segera untuk fixed

prosthodontic

– Pasien menolak membuat gigi tiruan cekat

– Keadaan sosek tidak menunjang , pembuatan GTSL relatif murah

dibandingkan perawatan prothodontic lainnya

2. Akibat Kehilangan Gigi Bila Tak Digantikan

– Migrasi dan rotasi gigi,

Hilangnya keseimbangan lengkung gigi, menyebabkan pergeseran,

miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati

posisi yang yang normal untuk menerima bahan yang terjadi pada

saat pengunyahan, maka akan menyebabkan kerusakan struktur

periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga

aktivitas karies dapat meningkat.

– Ekstrusi

Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi

erupsi berlebih (overeruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa

atau dengan pertumbuhan tulang alveolar. Bila tanpa pertumbuhan

76

Page 77: Makalah Case 2 Dsp 6

tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami

kemunduran sehingga gigi mulai ekstrusi. Bila terjadinya hal ini

disertai pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan

menimbulkan kesulitan jika pada suatu hari pasien perlu dibuatkan

gigi tiruan lengkap.

– Penurunan efisiensi kunyah

Jika sudah kehilangan gigi cuku banyak, apalagi gigi posterior,

akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun.

– Gangguan TMJ

Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over

closure), hubungan rahang yang ekseentrik akibat kehilangan gigi,

dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang.

– Beban berlebih pada jaringan pendukung

Gigi yang tersisa akan menerima tekanan mastikasi lebih besar

sehingga terjadi pembebanan berlebih (over loading). Hal ini akan

mengakibatkan kerusakanmembran periodontal dan lama kelamaan

gigi menjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

– Gangguan fonetik

Gigi termasuk organ fonetik pasif, makan kehilangan gigi akan

mengganggu fungsi bicara.

77

Page 78: Makalah Case 2 Dsp 6

– Estetik

Khususnya pada kehilangan gigi anterior akan mengurangi daya

tarik wajah seseorang.

– Kebersihan mulut terganggu

Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan kehilangan kontak

tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya.

Adanya ruang interproksimal yang tidak normal mengakibatkan

celah antar gigi mudah disisipi sisa makanan. Oleh karena itu,

kebersihan mulut terganggu dan mudah timbul plak.

– Atrisi

Toleransi beban jika tidak mengenai pada membran periodontal

dapat berdampak pada trisi gigi, sehingga pada waktu lama akan

mengurangi dimensi vertikal wajah pada saat gigi dalam kondisi

oklusi sentrik.

– Kesukaran adaptasi terhadap GTSL jika berlangung lama

– Ruang yang ditinggalkan gigi akan ditempati jaringan lunak, jika

berlangsung lama akan menyebabkan kesukaran adpatasi terhadap

gigi tiruan yang kemudian dibuat, karena terdesaknya kembali

jaringan lunak tadi yang ditempati prostesis. Gigi geligi tiruan akan

dianggap sebagai suatu benda asing yang cukup mengganggu.

2. Fungsi Geligi Tiruan

78

Page 79: Makalah Case 2 Dsp 6

– Fungsi Estetik

Pasien yang kehilangan gigi anterior biasanya memperlihatkan

wajah dengan bibir masuk ke dalam, sehingga wajah menjadi

depresi pada dasar hidung dan dagu menjadi tampak lebih ke

depan. Selain itu, timbul garis yang berjalan dari lateral sudut bibir

dan lipatan-lipatana yang tidak sesuai dengan usia penderita.

Akibatnya, sulcus labio-nasalis menjadi lebih dalam.

– Fungsi Fonetik

Alat bicara terdiri dari alat statis (pasif) dan dinamis (aktif), gigi

merupakan alat bicara statis. Alat bicara yang tidak lengkap dan

kurang sempurna dapat mempengaruhi suara penderita. Di lain

pihak, penggunaan geligi tiruan dapat mengakibatkan kelainan

bicara, bila pembuatannya kurang sempurna atau karena pemakai

belum terbiasa dengan keadaan baru ini.

– Fungsi Mastikasi

Pola kunyah penderita yang sudah kehilangan sebagian gigi

biasanya mengalami perrubahan. Jika kehilangan gigi terjadi pada

kedua rahang, tetapi pada sisi yang sama, maka pengunyahan akan

dilakukan semaksimal mungkin oleh geligi asli pada sisi lainnya.

Dalam hal ini, tekanan kunyah akan dipikul satu sisi atau sebagian

saja. Setelah pasien memakai prostesa, akan merasakan perbaikan

karena tekanan kunyah disalurkan secara lebih merata ke seluruh

bagian jaringan pendukung.

79

Page 80: Makalah Case 2 Dsp 6

3. Dampak Pemakaian GTSL

– Peningkatan Akumulasi Plak

Dapat terjaid pada ruang sekitar gigi prostesa ddengan gigi asli.

– Trauma Langsung

Bar lingual yang ditempatkan terlalu dekat tepi gingiva, cengkram

kontinu yang kurang mendapat dukungan gigi, terbenanya prostesa

pada gusi dapat menyebabkan trauma langsung pada mukosa

mulut.

– Penyaluran Gaya Kunyah

Bila komponen GTSL tidak menghasikan keseimbangan untuk

distribusi beban kunyah.

– Permukaan Oklusal

Bila pada pembuatannya tidak sesuai dengan oklusi dan relasi

sentrik pasien, sehingga menyebabkan kontak prematur.

4. Faktor Yang Berperan

– Psikologis

– Kesehatan

– Jenis Kelamin

Umumnya wanita lebih cenderung memperhatikan faktor estetik.

– Sosial ekonomi

– Waktu

Disesuaikan dengan profesi pasien.

– Sikap

80

Page 81: Makalah Case 2 Dsp 6

5. Tahap

– Sudah dilakukan mouth preparation

– Penentuan Kelas GTSL

– Pencetakan rahang

– Pembuatan model rahang

– Survei model, untuk menentukan arah pemasangan

– Desain

– Pemasangan artikulator

– Tanggul gigitan, disesuaikan dengan oklusi sentrik

– Pembuatan cengkram

– Pemendaman akrilik

– Pemolesan

6. Syarat

– Retensi

Kemampuan gigi geligi tiruan melawan gaya pemindah yang

memindahkan protesa kee arah oklusal. Gaya yang termasuk

adalah, aktivitas otot saat bicara, mastikasi, tertawa, menelan,

batuk, bersin, makanan lengket atau gravitasi untuk gig tiruan

rahang atas. Biasanya retensi die=buat dengan penempatan ujung

lengan di daerah gerong.

– Stabilisasi

Merupakan gaya untuk melawan pergerakan gigi tiruan dalam arah

horizontal.

81

Page 82: Makalah Case 2 Dsp 6

– Estetika

Pemilihan gigi disesaikan ukuran dan warnanya. Cengkram tidak

ditempatkan di anterior.

– Support

Dukungan diperoleh dari dukungan gigi dan jaringan mulut.

– Arah pemasangan

Untuk mendapatkan desain yang baik, perlu dilakukan:

– Penentuan gigi sandaran (vital, jar.perio, posisi, jarak,anatomi

ideal)

– Buat garis survey

– Tentukan arah pemasangan

– Perluasan landasan

8. Komponen

– Retainer

bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang berfungsi memberi

retensi, untuk menahan protesa tetap pada tempatnya.

1. Penahan Langsung (direct retainer)

berkontak langsung dengan permukaan gigi penyangga berupa

cengkeram atau kaitan presisi

2. Penahan Tak Langsung (indirect retainer)

Memberikan retensi untuk melawan gaya yang cenderung melepas

protesa ke arah oklusal dan bekerja pada basis.

– Sandaran (rest)

82

Page 83: Makalah Case 2 Dsp 6

Membantu penyaluran beban kunya, terdiri dari incsal rest dan

occlusal rest.

– Konektor

Terdiri dari

Konektor Major

Menghubungkan bagian protesa yang bersebrangan.

Konektor Minor

Menghubungkan konektor utama dengan bagian lain.

– Elemen

Gigi geligi pengganti

– Basis

Landasan, biasaya terbuat dari akrilik atau logam.

2) Full Denture/ Gigi Tiruan lengkap (GTL)

Merupakan gigi tiruan lepasang yang menggatikan seluruh gigi asli

dan struktur pendukungnya yang bisa dipasang dan dilepas oleh pasien

Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap

 (1) adanya kehilangan seluruh gigi karena dicabut atau tanggal, atau

masih mempunyai beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi

yang tidak mungkin diperbaiki, 

(2) keadaan  processus alveolaris masih baik,

(3) kondisi mulut pasien baik,

(4) keadaan umum pasien baik, dan 

83

Page 84: Makalah Case 2 Dsp 6

(5) pasien bersedia dibuatkan gigi tiruan lengkap.

2. Fixed Prosthodontic

Fixed prosthodontic adalah cabang prosthodontics yang mengganti

dan/atau merestorasi gigi dengan menggunakan alat pengganti buatan yang

tidak bisa dilepas dari mulut. Indikasi untuk penggunaan satu atau dua gigi

yang hilang, terdapat gigi penyangga yang mendukung, jaringan pendukung

masih sehat, pasien dalam keadaan sehat dan ingin dipasangkan protesa,

pasien memiliki kebiasaan merawat kesehata rongga mulutnya dengan teratur.

Sedangkan untuk kontraindikasi pemakaian fixed prosthodontic adalah pasien

yang tidak kooperatif, kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang, kelainan

jaringan periodonsium, prognosis yang jelek dari gigi penyangga, diastema

yang panjang, kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama,

resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

Fixed prosthodontic atau gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa

komponen, yaitu pontik (gigi buatan pabrik yang menjadi pengganti, dapat

dibuat dari porselen, akrilik, atau logam), retainer (restorasi tempat pontik

dicekatkan. Retainer dapat dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal), konektor

(bagian yang mencekatkan pontik ke retainer), abutment (gigi penyangga),

dan sadel (daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah tulang

alveolar yang ditutupi olehjaringanlunak)

84

Page 85: Makalah Case 2 Dsp 6

Bagian-Bagian dari Gigi Tiruan Cekat

Terdapat 5 macam desain dari gigi tiruan cekat yang perbedaannya

terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik yaitu

a) Fixed-fixed bridge

Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua

sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Indikasi dari perawatan

dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang

dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung

fungsional dari gigi yang hilang.

Gambar Fixed Bridge

85

Page 86: Makalah Case 2 Dsp 6

b) Semi fixed bridge

Suatu gigi tiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya

pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga

c) Cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau

lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat

mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.

Gambar Cantilever Bridge

d) Spring cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke

gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai

penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi

dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang

hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk

memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada

pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau

terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.

86

Page 87: Makalah Case 2 Dsp 6

Gambar Spring cantilever bridge

4. Perawatan Maxillofacial

Cabang Prostodonsia yang menangani restorasi dan

atau penggantian dari stomatognatik dan struktur

kraniofasial dengan prosthesis yang bisa dilepas atau

mungkin yang tidak dapat dilepas. Perawatan ini biasanya

di kerjakan bersama dengan Spesialis Bedah Mulut. Pasien

dengan perawatan ini memiliki kelainan di area

maxillofacial dengan berbagai macam penyebab.

5. Implan Gigi

Implan gigi merupakan menanam material (logam

titanium) ke dalam tulang rahang yang bertujuan untuk

menggantikan akar gigi yang hilang, lalu menunggu sampai

terjadinya proses penyatuan material tersebut dengan

tulang rahang (osteointegrasi) kemudian di atasnya di

buatkan sambungan (abutment) untuk memegang mahkota

87

Page 88: Makalah Case 2 Dsp 6

tiruan. Implant gigi mempunyai manfaat fungsional dan

juga estetika, di manafungsi pengunyahan pasien dapat di

sempurnakan dan juga mengembalikan senyum pasien

menjadi lebih menawan dengan susunan gigi yang mirip

dengan gigi aslinya. Implant gigi juga lebih rigid dan stabil

sehingga nampak lebih natural dan mempunyai kekuatan

gigitan yang lebih baik. Namun, proses pemasangannya

membutuhkan beberapa kali kunjungan seperti telah di

jelaskan di atas dan juga di butuhkan biaya yang cukup

besar. Meski relatif aman, pasien harus memenuhi

persyaratan yang ditetapkan, di antaranya tulang gigi

pasien harus sehat dan cukup tebal, karena pasien yang

sudah kehilangan gigi lama maka tulangnya menciut dan

menipis. Bagi pasien yang seperti ini, maka harus di

lakukan penambahan tulang sebelumnya melalui metoda

grafting. Khusus untuk gigi atas kadang-kadang jarak tulang

dan sinus maksilaris sangat tipis sehingga di perlukan suatu

operasi pengangkatan sinus agar implant gigi tidak

menembus dan merusak mukosa sinus maksilaris. Bahan

implant gigi terbuat dari titanium, atau logam yang bersifat

biocompatible yang artinya saat bahan ini di masukkan ke

dalam tulang, maka tubuh kita tidak memberikan reaksi

penolakan. Angka kesuksesan pemasangan implant gigi

88

Page 89: Makalah Case 2 Dsp 6

rata-rata 90-95%, Kegagalan dalam pemasangan implant

gigi biasanya berhubungan dengan proses penyatuan

bahan implant gigi dengan tulang rahang yang tidak

sempurna, yang antara lain di sebabkan oleh adanya proses

infeksi, karena pasien tidak menjaga kesehatan mulutnya

dengan baik.

Pasien yang telah melakukan pemasangan implant

gigi harus selalu menjaga kebersihan mulutnya dan

melalukan kontrol periodik setiap 6 bulan sekali. Bila pasien

selalu memperhatikan kesehatan mulutnya maka implant

gigi dapat bertahan seumur hidup dan mahkota tiruan di

atas implant bisa bertahan hingga 10-25 tahun.

6. Overdnture

Overdenture adalah perawatan dari gigi tiruan

lengkap yang sebagian daya kunyahnya didukung oleh

satu atau beberapa akar gigi yang sengaja dipertahankan.

Keuntungan dari overdenture:

Fungsi stabilitas yang lebih besar untuk menjaga bentuk

linggir tersisa yang dekat dengan gigi sandaran (dengan

atau tidak menggunakan kaitan)

Retensi yang lebih baik, khususnya bila kaitan

digunakan pada protesa di rahang bawah.

89

Page 90: Makalah Case 2 Dsp 6

Peningkatan efisiensi pengunyahan karena stabilitas

dan retensi yang lebih baik dan tekanan pada mukosa

berkurang.

Pengurangan perluasan landasan gigi tiruan di rahang

atas. Pada palatum hanya perlu ditutup sebagian bila

elemen retentif digunakan. Hal ini sering memberikan

efek psikologis yang sangat penting bagi pasien.

Mudah beradaptasi.

Merupakan latihan bagi penggunaan gigi tiruan lengkap

di kemudian hari dengan menyiapkan lintasan pola

refleks yang tepat.

Selain keuntungan, perawatan ini juga memiliki

kekurangannya, yaitu biaya yang mahal dan juga

perawatan ini harus dilakukan dengan usaha yang cukup

besar antara pasien dan dokternya.

7. Perawatan TMJ

Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan

gangguan sendi temporomandibula, antara lain terapi

Fase I dan fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik,

teramsuk perawatan yang reversible seperti perawatan

dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan perawatan dengan

splin. Fase II yaitu perawatan irreversible, termasuk

90

Page 91: Makalah Case 2 Dsp 6

perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat,

penyesuaian oklusal, dan pembedahan.

Banyak tindakan yang dikemukakan dalam

literatur, yang pada garis besarnya dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1) Perawatan fase I terdiri dari:

a. Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien

bahwa gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan

struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang

reversible yang mungkin berhubungan dengan pola hidup

pasien, sehingga pasien lebih percaya diri dan timbul

kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien.

Setelah mendapat informasi dari dokter yang

merawatnya diharapkan pasien dapat menghilangkan

kebiasaan-kebiasaan seperti clenching atau parafungsi.

b. Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat

melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya:

di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi

10-15 menit dilakukan terus. menerus sekurang-

kurangnya 3 minggu. Pemijatan sekitar sendi,

sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat.

Latihan membuka-menutup mulut secara perlahan tanpa

terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya:

91

Page 92: Makalah Case 2 Dsp 6

garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh

membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi

penyimpangan garis median. Fisioterapi dengan

alat.

c. Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen,

Ibuprofen. Anti inflamasi: NSAID (Non SteroidAntiInflamasi

Drugs), yaitu Naproxen dan Ibuprofen. Antianxiety:

Diazepam. Muscle Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril).

Lokal Anastetik: Lidokain dan Mapivakain.

d. Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau

Michigan splin. Splin ini terpasang dengan cekat pada

seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau

rahang bawah. Permukaan yang berkontak dengan gigi

lawan datar dan halus. Permukaan oklusal splin sesuai

dengan gigi lawan, dengan maksud untuk

menghindari hipermobilitas rahang bawah. Fungsi splin

oklusal adalah menghilangkan gangguan oklusi,

menstabilkan hubungan gigi dan sendi, merelaksasi

otot, menghilangkan kebiasaan parafungsi; melindungi

abrasi terhadap gigi, mengurangi beban sendi

temporomandibula, menghilangkan rasa nyeri akibat

disfungsi sendi temporomandibula berikut otot-ototnya,

sebagai alat diagnostik untuk memastikan bahwa oklusi

92

Page 93: Makalah Case 2 Dsp 6

lah yang menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang

sulit diketahui sumbernya.

Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu:

1. Splin Stabilisasi. Pembuatan splin dengan hubungan

rahang atas dan rahang bawah pada posisi sentrik.

Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila

masalahnya murni dari otot tapi sendi dalam

keadaan normal, maka dibuat splin ini, juga pada

keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment

position pada kasus internal derangement

menyebabkan nyeri, adanya degeneratif sendi,

keadaan nyeri sendi dan otot tanpa dapat didiagnosa

dengan tepat. Splin inidipakai 4-6 bulan dipakai setiap

waktu kecuali makan.

2. Splin Reposisi (Repositioning splint atau

MORA: Mandibular Orthopaedic Repositioning

Appliance}. Bila gejala yang diderita pasien

diantaranya ada deviasi (rahang yang

menyimpang), adanya kliking sendi yang

diindikasikan adanya inkoordinasi diskus-kondilus

(interkoral derangement) maka diperlukan splin reposisi

dengan maksud mereposisi rahang bawah ke posisi

normal dan mengembalikan keseimbangan tonus otot-

93

Page 94: Makalah Case 2 Dsp 6

otot pengunyahan, juga menghilangkan kliking.

Hubungan antara diskus, kondilus, dan fossa

glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan

mengembalikan kondilus ke posisi 4/7 dapat

mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan

dan gejala disfungsi sendi temporomandibula, dan

dibuat pada rahang bawah. Splin reposisi bertujuan

untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus

dengan reduksi kliking resiprokal, kliking waktu

membuka mulut terjadi saat gerak translasi

kondilus dimulai, dan kliking waktu menutup mulut

terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin

dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal

ketebalannya tidak boleh melewati Freeway Space.

Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula

sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah

stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan

sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah stabil,

postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan

perawatan fase kedua, yaitu perawatan ortodontik,

pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi

tiruanlepasan (overlap, penyesuaian oklusal,

94

Page 95: Makalah Case 2 Dsp 6

pencabutan, dan bedah tergantung dari kebutuhan

pasien.

3.7 Rencana Perawatan Kasus dengan Alternatif

A. Rahang Atas

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam

Kemungkinan 1:

1. Kondisi Gigi:

- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27

- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26

2. Klasifikasi:

- Kennedy: Kelas I Modifikasi I

- Soelarko: Kelas III Divisi III

3. Desain:

- Gigi sandaran: 16, 13, 23, 26

95

Page 96: Makalah Case 2 Dsp 6

- Cangkolan: 16, 26

- Rest: 13, 23

Kemungkinan 2:

1. Kondisi Gigi:

- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27

- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26

2. Klasifikasi (gigi 17 dan 27 tidak digantikan):

- Kennedy: Kelas IV

- Soelarko: Kelas II Divisi III

3. Desain:

- Gigi sandaran: 16, 12, 22, 26

- Cangkolan: 16, 26

- Rest: 12, 22

Gigi Tiruan Cekat akrilik, porselen, porselen fused to metal, dowel

dengan logam

Implant pada gigi 17, 11, 21, 27

96

Page 97: Makalah Case 2 Dsp 6

B. Rahang Bawah

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam

Kemungkinan 1:

1. Kondisi Gigi:

- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48

- Gigi yang tersisa: 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47

2. Klasifikasi (gigi 48 tidak digantikan):

- Kennedy: Kelas I Modifikasi II

- Soelarko: Kelas III Divisi II

3. Desain:

- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47

- Cangkolan: 36, 47

- Rest: 32, 43

97

Page 98: Makalah Case 2 Dsp 6

Kemungkinan 2:

1. Kondisi Gigi (gigi 37 dan 48 tidak digantikan):

- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48

- Gigi yang tersisa: 37, 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47, 48

2. Klasifikasi:

- Kennedy: Kelas III Modifikasi I

- Soelarko: Kelas II Divisi II

3. Desain:

- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47

- Cangkolan: 36, 47

- Rest: 32, 43

Gigi Tiruan Cekat jembatan akrilik/logam porselen

Implant pada gigi 37, 35, 45, 46

98

Page 99: Makalah Case 2 Dsp 6

Alternatif perawatan lain:

Jika pasien meminta pencabutan semua gigi, bisa dibuatkan Gigi Tiruan

Lengkap, namun kita perlu memberikan penjelasan kepada pasien karena masih

banyak gigi yang bisa dipertahankan sehingga tidak perlu pembuatan Gigi Tiruan

Lengkap

3.8 Pengaruh Penyakit Terhadap Perawatan Prostodonsia

1. Diabetes Mellitus

Pada penderita diabetes, suatu kombinasi infeksi dan penyakit pembuluh

darah menyebabkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di dalam mulut,

seperti jaringan mukosa yang meradang, cepat berkembangnya penyakit

periodontal yang sudah ada dengan hilangnya tulang alveolar secara menyolok

dan mudah terjadinya abses periapikal. Infeksi monilial, berkurangnya saliva,

bertambahnya pembentukan kalkulus, merupakan hal yang khas dari penyakit

diabetes yang tidak terkontrol. Manifestasi klinis ini terjadi bersama-sama dengan

gejala-gejala yang sering ditemukan seperti poliuria, haus, mengeringnya kulit,

gatal-gatal, cepat lapar, cepat lelah, serta berkurangnya berat badan. Hal pertama

yang harus dilakukan adalah mengontrol diabetesnya dan menyehatkan kembali

jaringan mulut. Dalam lingkungan mulut yang sudah sehat kembali, pembuatan

protesa dapat dilakukan dengan saran-saran tambahan sebagai berikut. Pertama,

hindari tindakan pembedahan yang besar selama hal itu mungkin dilakukan.

Gunakan bahan cetak yang bisa mengalir bebas dan buat desain rangka geligi

tiruan yang terbuka dan mudah dibersihkan, serta distribusikan beban fungsional

99

Page 100: Makalah Case 2 Dsp 6

pada semua bagian yang dapat memberikan dukungan. Lalu, susunlah oklusi yang

harmonis. Bila dibutuhkan, rangsanglah pengaliran air liur dengan obat hisap yang

bebas karbohidrat. Tekankan kepada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan

kesehatan mulut. Akhirnya, tentukan kunjungan ulang penderita setiap enam

bulan sekali (bahkan kalau perlu lebih sering dari itu) untuk mempertahankan

kesehatan mulut (Gunadi, dkk., 1991 : 110).

Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:

–         mulut kering, sering haus

–         lidah merah dan terasa nyeri

–         bau nafas seperti bau ketonz

–         gigi geligi goyang atau lepas

–         luka sulit sembuh

–         resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.

Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit

dalam. Pada saat melakukan perawatan, beberapa hal  yang harus dihindari :

–         hindari trauma

–         desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak

kuat.

100

Page 101: Makalah Case 2 Dsp 6

2.Penyakit Kardiovaskular

Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pencabutan gigi. Hindari pemakaian

anastetikum yang mengandung vasokonstriktor seperti adrenalin; oleh karena

bahan ini dapat mempengaruhi tekanan darah (Gunadi, dkk., 1991 : 110).

2. Tuberkulosis dan Lues

Terjadinya gangguan metabolism pada penderita Tuberkulosis dan Lues,

menyebabkan resorpsi berlebihan pada tulang alveolar.

Dalam merawat penderita-penderita ini, perlindungan terhadap dokter gigi serta

penderita lain merupakan pertimbangan yang sangat penting; umpamanya jangan

memasukkan jari telanjang ke dalam mulut seorang penderita Lues. Lakukan

pemeriksaan dengan menggunakan Longue Blader; sedangkan penggunaan sarung

tangan karet sangat dianjurkan. Cucilah tangan dengan sabun dan air panas, segera

sesudah kita merawat penderita tersebut. Dalam hal ini, menyikat tidak dianjurkan

karena dapat menimbulkan abrasi kecil. Sebagai tambahan, baik sekali untuk

mencuci wajah secara hati-hati, karena mungkin saja setetes darah/ saliva

memercik mengenai muka atau sepotong kecil kalkulus terpental mengnai wajah

dapat menyebabkan erosi kulit sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.

Penderita Lues aktif dan tidak dirawat sebaiknya hanya menerima perawatan

darurat saja, sedangkan semua pekerjaan lainnya harus ditunda sampai

penyakitnya sembuh (Gunadi, dkk., 1991 : 110-111).

3. Anemia

101

Page 102: Makalah Case 2 Dsp 6

Penderita anemia biasanya menunjukkan resorpsi tulang alveolar yang

cepat. Untuk kasus ini sebaiknya gunakanlah elemen gigi tiruan yang tidak ada

tonjol (cusp) (Gunadi, dkk., 1991 : 111).

4. Depresi Mental

Penderita depresi mental biasanya diberi pengobatan dengan obat yang

mempunyai efek samping mengeringnya mukosa mulut. Hal ini akan

mengakibatkan berkurangnya retensi geligi tiruan. Maka perawatan dalam bidang

prostodontik sebaiknya ditunda dahulu sampai perawatan terhadap depresi

mentalnya dapat diatasi.

Seorang penderita yang frustasi biasanya menempatkan faktor estetik tidak

secara realistic. Ia mungkin datang dengan sebuah foto yang dibuat pada waktu ia

masih muda/ remaja serta mengharapkan penampilan yang sesuai dengan foto tadi

diterapkan pada protesa yang akan dibuat (Gunadi, dkk., 1991 : 111).

5. Alkoholisme

Sebagai pemakai geligi tiruan sebagian lepasan, pecandu alcohol biasanya

mengecewakan. Tanda-tanda penderita semacam ini antara lain napasnya berbau

alcohol, tremor, mata dan kulit pada bagian tengah wajah memerah, gugup, dan

kurus.

Dalam upaya menutupi rasa rendah dirinya, penderita alkoholik menuntut

pemenuhan faktor estetik yang tinggi untuk protesa yang akan dibuat. Keyakinan

dirinya serta kerja sama dengan penderita ini dapat dikembangkan, bila hal tadi

102

Page 103: Makalah Case 2 Dsp 6

dapat kita penuhi. Sebaliknya, bila hal ini gagal, bisa membawa akibat yang

buruk.

Perawatan gigi untuk penderita alkoholik pada umumnya dihindari sampai

kebutuhan ini sudah begitu mendesak, supaya pembuatan protesa dapat berhasil

untuk jangka waktu cukup panjang. Di samping semua problem di atas, seorang

penderita alkoholik cenderung mengalami kecelakaan. Patah atau hilangnya geligi

tiruan karena jatuh atau kecelakaan kendaraan adalah suatu hal yang biasa terjadi

(Gunadi, dkk., 1991 : 111-112).

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis dan Diagnosis Banding

4.1.1. Gigi 21 gangren radix

4.1.2. Gigi 17 pulpitis irreversible

4.1.3. Gigi 12 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)

4.1.4. Gigi 22 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)

4.1.5. Gigi 27 gangren radix

4.1.6. Gigi 37 pulpitis irreversible (DD/ periodontitis kronis)

4.1.7. Gigi 36 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)

4.1.8. Gigi anterior rahang bawah diastema

4.1.9. Gigi 45 gangren radix

103

Page 104: Makalah Case 2 Dsp 6

4.1.10. Gigi 46 pulpitis irreversible (DD/ pulpitis reversible)

4.1.11. Gigi 38 periodontitis

4.1.12. TMJ internal derangement kiri

4.2 Rencana Perawatan

4.2.1. Prosedur Mouth Preparation

Prosedur untuk kasus ini adalah pencabutan gigi 17, 21, 27, 37, 45,

46, dan 48. Selain itu juga dilakukan perawatan saluran akar gigi 12 dan

22, serta scalling dan root planning.

4.2.2. Desain Gigi Tiruan

4.2.2.1. Rahang Atas

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam

Kemungkinan 1:

4. Kondisi Gigi:

- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27

- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26

5. Klasifikasi:

- Kennedy: Kelas I Modifikasi I

- Soelarko: Kelas III Divisi III

6. Desain:

104

Page 105: Makalah Case 2 Dsp 6

- Gigi sandaran: 16, 13, 23, 26

- Cangkolan: 16, 26

- Rest: 13, 23

Kemungkinan 2:

4. Kondisi Gigi:

- Gigi yang edentolous: 17, 11, 21, 27

- Gigi yang tersisa: 16, 15, 14, 13, 12, 22, 23, 24, 25, 26

5. Klasifikasi (gigi 17 dan 27 tidak digantikan):

- Kennedy: Kelas IV

- Soelarko: Kelas II Divisi III

6. Desain:

105

Page 106: Makalah Case 2 Dsp 6

- Gigi sandaran: 16, 12, 22, 26

- Cangkolan: 16, 26

- Rest: 12, 22

Gigi Tiruan Cekat akrilik, porselen, porselen fused to metal, dowel

dengan logam

Implant pada gigi 17, 11, 21, 27

4.2.2.2. Rahang Bawah

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan akrilik/kerangka logam

Kemungkinan 1:

4. Kondisi Gigi:

- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48

- Gigi yang tersisa: 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47

5. Klasifikasi (gigi 48 tidak digantikan):

- Kennedy: Kelas I Modifikasi II

- Soelarko: Kelas III Divisi II

106

Page 107: Makalah Case 2 Dsp 6

6. Desain:

- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47

- Cangkolan: 36, 47

- Rest: 32, 43

Kemungkinan 2:

4. Kondisi Gigi (gigi 37 dan 48 tidak digantikan):

- Gigi yang edentolous: 37, 35, 45, 46, 48

- Gigi yang tersisa: 37, 36, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 47, 48

5. Klasifikasi:

- Kennedy: Kelas III Modifikasi I

- Soelarko: Kelas II Divisi II

6. Desain:

107

Page 108: Makalah Case 2 Dsp 6

- Gigi sandaran: 36, 32, 43, 47

- Cangkolan: 36, 47

- Rest: 32, 43

Gigi Tiruan Cekat jembatan akrilik/logam porselen

Implant pada gigi 37, 35, 45, 46

4.2.2.3. Alternatif perawatan lain

Jika pasien meminta pencabutan semua gigi, bisa dibuatkan Gigi Tiruan

Lengkap, namun kita perlu memberikan penjelasan kepada pasien karena masih

banyak gigi yang bisa dipertahankan sehingga tidak perlu pembuatan Gigi Tiruan

Lengkap.

108

Page 109: Makalah Case 2 Dsp 6

DAFTAR PUSTAKA

1. Carr AB, McGivney GP. McCracken’s Removable Padtial Prostodontics.

12th Ed. St. Louis : Elsevier Mosby. 2005.

2. Departemen Prosthodonsia. Panduan Pengisian Rekam Medik

Prosthodonsia. Jakarta : FKG UI. 2012.

3. Gunadi H, Margo A, Burhan L. Buku ajar ilmu geligi tiruan sebagian

lepasan. Jilid 1. Jakarta: Hipokrates, 1991

109

Page 110: Makalah Case 2 Dsp 6

4. Rosensthil SF, Land MF, Fujimoto I. Contemporary fixed prosthodontics. 3 rd

ed. St. Louis: Mosby; 2001.. Hal 2-24; 25-58; 59-82

5. Zarb GA, Bolender CL. Prosthodontic treatment for edentulous patients:

Complete dentures and implant supported prothesis. 12th ed. India: Elsevier-

Mosby. 2004. Hal 85, 100-121

110