Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

69
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu: 1. Marginal periodontitis 2. Apikal periodontitis Periodontitis marginal berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal. Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan pada pulpa. Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan 1

description

he

Transcript of Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Page 1: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti

gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu:

1. Marginal periodontitis

2. Apikal periodontitis

Periodontitis marginal berkembang dari gingivitis (peradangan atau

infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke

arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada

jaringan periodontal.

Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi

pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari

infeksi atau peradangan pada pulpa.

Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan

tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan.

Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih

kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah

plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat

menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah

periodontitis.

Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan

alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan) dapat

mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara

menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya.

1

Page 2: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi periodontitis?

b. Bagaimana klasifikasi periodontitis menurut AAP 1999?

c. Apa etiologidari periodontitis?

d. Apa saja faktor yang memengaruhi periodontitis?

e. Bagaimana gambaran klinis penyakit periodontitis?

f. Bagaimana histopatologis dari periodontitis?

g. Apa saja diagnosis banding dari penyakit periodontitis?

h. Bagaimana pengobatan dan pemeliharaan dari periodontitis ini?

i. Apa itu pocket periodontal?

j. Apa itu resorpsi tulang alveolar?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental

Science Program 4.

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menggunakan metode

literatur dan studi pustaka. Metode ini dilakukan dengan cara mencari

materi ataupun artikel yang menunjang, baik melalui internet maupun

buku-buku yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

2

Page 3: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

BAB II

KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Martin

Usia : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

2.2 Identifikasi Masalah

1. Adanya gigi goyang, bau mulut dan perdarahan gusi

2. Pocket >4 mm

3. Ada perdarahan, kehilangan perlekatan (attachment loss), kehilangan

tulang (alveolar bone loss), halitosis

4. Gusi mengalami resesi

HT: tidak merokok dan pernah menderita gingivitis

2.3 Hipotesis

Periodontitis

2.4 Mekanisme

Gingivitis

Pemeliharaan oral hygiene buruk

Akumulasi plak bertambah + halitosis + perdarahan

3

Page 4: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Attachment loss

Pocket bertambah dalam (>4 mm) + resesi gusi

Destruksi tulang alveolar

Gigi goyang

Periodontitis

4

Page 5: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Periodontitis

Periodontitis berasal dari tiga kata yaitu peri yang berarti sekitar

atau sekeliling, odont yang berarti gigi, dan itis yang berarti peradangan

atau inflamasi. Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Periodontitis

berarti peradangan pada jaringan periodontium.

Jadi dapat disimpulkan bahwa periodontitis berarti peradangan atau

inflamasi di sekitar atau sekeliling gigi (jaringan periodonsium).

3.2 Klasifikasi Periodontitis Menurut AAP 1999

1. Periodontitis kronis

Terjadi pada orang dewasa, namun dapat juga terjadi pada

anak-anak

Jumlah kerusakan tulang sebanding dengan factor local

Berhubungan dengan beberapa pola mikroba

Biasanya ditemukan kalkulus subgingiva

Proses perkembangan penyakit yang lambat-sedang dengan

kemungkinan adanya masa periode cepat

Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan:

Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan HIV

Factor local yang mempengaruhi terjadinya periodontitis

Factor lingkungan seperti merokok dan stress emosional

Dapat disubklasifikasikan menjadi:

Lokalisata: melibatkan <30% gigi yang terlibat

Generalisata: melibatkan >30% gigi yang terlibat

Ringan: 1-2 mm clinical attachment loss

Sedang: 3-4 mm clinical attachment loss

5

Page 6: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Berat: ≥5 mm clinical attachment loss

2. Periodontitis Agresif

Periodontitis agresif adalah suatu penyakit periodontal yang

terjadi pada anak-anak, khususnya pada masa remaja (pubertas)

yang ditandai dengan hilangnya perlekatan dan tulang alveolar

yang cepat, pada satu atau lebih gigi permanen yang terlibat.

Patogenesis periodontitis agresif pada dasarnya sama

dengan penyakit periodontitis lainnya. Penyebabnya bersifat

heterogen dan merupakan interaksi berbagai faktor, baik bakteri,

imunologis maupun genetik. Akan tetapi, Actinobacillus

actinomycetem comitans mempunyai sifat khusus dalam

meningkatan kerusakan pada periodontitis agresif, yaitu dengan

memproduksi faktor virulensi dan memiliki kemampuan dalam

merusak jaringan penghubung.

Periodontitis agresif merupakan penyakit yang sangat sulit

untuk diatasi, dikarenakan penyakit ini dapat mengakibatkan

perusakan jaringan lunak dan tulang yang dapat menyebabkan

peningkatan mobiliti gigi dan kehilangan gigi.

Klasifikasi periodontitis agresif ada 2, yaitu:

1. Localized aggresive periodontitis

Definisi: merupakan penyakit destruktif pada kavitas oral yang

biasa terjadi pada gigi Molar pertama dan gigi Incisivus pada

anak-anak dan dewasa muda, yang menyebabkan kerusakan

tulang dalam jangka waktu yang sangat cepat dan

menyebabkan kehilangan gigi geligi.

6

Page 7: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Karakteristik klinik :

a. Penyakit dijumpai pada gigi Molar pertama dan Incisivus

dengan hilangnya perlekatan pada daerah interproksimal paling

sedikit 2 gigi.

b. Berkurangnya inflamasi secara klinis disamping ditemukan

poket periodontal yang dalam.

c. Pada kebanyakan kasus jumlah plak yang mempengaruhi

gigi minimal, sehingga cenderung tidak konsisten dengan

jumlah kerusakan periodontal yang ditemukan.

d. Penyakit Localized Aggresive Periodontitis berkembang

dengan cepat.

e. Migrasi disto labial gigi Incisivus maksilaris.

f. Pembentukan diastem secara berkala.

g. Peningkatan mobilitas gigi Molar pertama.

h. Sensitif dari permukaan akar yang terbuka terhadap suhu

dan stimulasi taktil.

i. Rasa sakit tajam dan rasa sakit yang menyebar sewaktu

mastikasi.

j. Dapat terbentuk abses periodontal pada tahap ini dan terjadi

pembesaran pada kelenjar limfe.

Gambaran radiologi :

a. Kehilangan tulang alveolar disekitar Molar pertama dan

Incisivus pada usia pubertas

b. Suatu bentuk kerusakan tulang alveolar yang meluas dari

permukaan distal gigi P2 hingga permukaan mesial dari gigi

M2

c. Kerusakan tulang dalam arah vertikal lebih sering dijumpai

pada daerah gigi Molar sebab tulang interdental di daerah ini

lebih luas dibanding di daerah Incisivus

7

Page 8: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

2. Generalized Aggresive Periodontitis

Definisi : merupakan suatu penyakit yang umumnya terjadi

pada orang dewasa pada usia dibawah 30 thn / lebih. Penyakit

ini ditandai dengan hilangnya attachment interproksimal secara

keseluruhan yang mempengaruhi 3 gigi permanen lainnya

selain Molar pertama dan Incivus.

Karakteristik klinik :

a. Umumnya memiliki jumlah plak bakterial yang lebih sedikit

yang berhubungan dengan gigi yang terlibat. Secara

kuantitatif, jumlah plak cenderung tidak seimbang dengan

kerusakan periodontal yang terjadi secara kualitatif. A.

Actinomycetem comitans dan Bacteroides tonsythus ditemukan

pada plak gigi penderita.

b. Pada kasus Generalized Aggresive Periodontitis dijumpai 2

bentuk respon jaringan gingival:

* Pada jaringan inflamasi akut:

Terjadi proliferasi, ulser & berwarna merah terang

Perdarahan dapat terjadi secara spontan/melalui stimulasi

ringan

* Pada kasus lainnya :

Jaringan gingiva cenderung berwarna merah muda

Bebas inflamasi

Terkadang terjadi stipling walaupun akhirnya tidak ditemukan

8

Page 9: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

lagi

Poket yang dalam dapat ditemukan melalui probing

c. Beberapa pasien Generalized Aggresive Periodontitis

mengalami kondisi sistemik seperti pada kekurangan berat

badan, depresi mental dan malaise

GambaranRadiologis :

a. Terdapat bentuk kerusakan tulang yang parah dengan jumlah

plak gigi yang minimal.

b. Terlihat kehilangan tulang alveolar yang mendukung lebih

dari tiga gigi kecuali molar pertama dan incisivus.

Terapi / penanganan agresif periodontitis:

1. Instruksioral hygiene

2. Evaluasi kontrolplak

3. Skeling supra gingival dan sub gingival kalkulus

4. Root planing

5. Kuretase

6. Bedah periodontal jika dibutuhkan dan seharusnya diberikan

juga prophylactic antibiotik selama pembedahan periodontal

dan pasien dianjurkan memakai chlorhexidine sebagai

antiseptiknya.

7. pemeliharaan periodontal

3. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik

a. Gangguan hematologic

9

Page 10: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

1) Acquired neutropenia

2) Leukemias

3) Lainnya

b. Gangguan genetic

1) Familial and cyclic neutropenia

2) Down syndrome

3) Leukocyte adhesion deficiency syndromes

4) Papilla-Levefre syndrome

5) Chediak-Higashi syndrome

6) Histiocytosis syndrome

7) Glycogen storage disease

8) Lainnya

c. Yang tidak termasuk dalam spesifikasi

3.3 Etiologi Periodontitis

Penyebab atau etiologi periodontitis dapat dipengaruhi beberapa

faktor, yaitu faktor local dan faktor sistemik. Periodontitis sering terjadi

akibat perluasan infeksi dari karies yang tidak dirawat sampai akhirnya

menjadi gangrene. Periodontitis dapat pula muncul akibat gingivitis kronis

yang tidak dirawat yang kemudian berdampak pada kesehatan jaringan

periodontium.

Faktor lokal :

Beberapa faktor local yang dapat menyebabkan Periodontitis, yaitu :

a. Dental plak

Plak adalah lapisan tipis pada permukaan gigi yang berisi bakteri beserta

produknya. Berperan penting pada terjadinya karies. Masa plak ini terdiri

dari kumpulan debris yang merupakan koloni campuran bakteri, saliva,

sisa makanan, epitel dan leukosit.

b. Kalkulus

10

Page 11: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Kalkulus adalah suatu masa yang terdeposit pada permukaan gigi,

biasanya pada sela-sela gigi. Kalkulus tidak bias lepas dengan sikat gigi

dan harus dengan alat khusus. Pada kalkulus biasanya melekat bakteri plak

yang menghasilkan produknya

Letak kalkulus

- Supra Gingiva : karang gigi yang berada diatas ginggiva

- Sub Ginggiva : karang gigi yang terdapat di bawah ginggiva

c. Food imfaction

Food imfaction adalah terdesaknya makanan/sisa makanan dalam jaringan

peridontum terutama ginggivaoleh karena tekanan pengunyahan sering

terjadi pada bagian interproximal. Merupakan tempat yang baik bagi

pertumbuhan bakteri dan produknya dapat mengiritasi ginggiva.

Akibat dari Food imfaction :

- Timbul rasa gatal

- Ingin mengorek makanan dari ginggiva

- Sakit menjalar ke rahang

- Pendarahan ke ginggiva

- Bau busuk

- Resesi ginggiva

- Karies pada akar gigi

- Terbentuknya pocket gigi

d. Trauma gigi

Trauma gigi diakibatkan karena adanya tekanan oklusal pada

pengunyahan, jaringan periodontum menerima daya tekan yang besar.

Lama kelamaanjaringan periodontum mengalami pelebaran, sehingga

daerah tersebut mudah menjadi focus infeksi, atau bias juga karena daya

tekan yang besar yang diteruskan sampai ke akar gigi dan jaringan

periodontum sekitar, sehingga mudah terjadi inflamasi atau peradangan

pada daerah tersebut.

11

Page 12: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

e. Karies gigi

Karies yang terus menerus meluas sampai profunda, sehingga akhirnya

menyebabkan periodontitis

f. Gigi gangrene

Perluasan infeksi daerah gangrene gigi ke jaringan yang paling dekat yaitu

jaringan periodontium sehingga menyebabkan periodontitis

g. Endodontic-periodontal

Kerusakan atau sakit saluran akar yang menjalar ke jaringan periodontium.

Dapat juga dengan kondisi sebaliknya yaitu kerusakan atau sakit

periodontium yang menjalar dan menyebabkan kerusakan di saluran akar.

Faktor sistemik :

Dengan adanya penyakit sistemik tertentu merupakan salah satu

predisposisi terjadinya penyakit gigi dan dapat memperberat penyakit gigi

yang sudah ada. Misalnya pada penyakit diabetes mellitus, gangguan

metabolisme karbohidrat memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi

infeksi sehingga aktivitas vitamin C dalam tubuh menurun dan mudah

terjadi kerusakan jaringan periodontal.

3.4 Faktor yang Memengaruhi Periodontitis

3.4.1 Modifying Factors

Modifying factor adalah factor factor yang mendukung terjadinya

periodontitis serta memberikan perubahan jaringan pada bagian yang

diserang (gingiva).

1. Hormone

Hormone estrogen dan progesterone dapat memperburuk respon gingiva

terhadap bakteri plak. Adanya interaksi hormone dengan plak dapat

12

Page 13: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

mengubah komposisi plak sehingga terjadi peradangan dan perdarahan

pada gingiva.

Perdarahan dan pembengkakan terjadi karena perningkatan hormone dapat

meningkatkan aliran darah menuju gusi dan lebih reaktif terhadap plak,

sehingga kapiler membesar dan terdesak oleh cairan sel radang ke arah

permukaan.

Contoh hal-halnya terkait hormone yang mempengaruhi periodontitis

adalah pubertas, kehamilan, siklus mentruasi, dan mengkonsumsi pil

kontrasepsi.

2. Mengkonsumsi obat-obatan

Phenytoin : phenytoin merupakan obatan ticovulsan untuk anti kejang

yang biasa dikonsumsi oleh penderita epilepsy. Jika pasien yang

mengkonsumsi obat ini memiliki akumulasi plak yang tinggi dan oral

hygiene yang buruk pada mulutnya dapat memperparah periodontitis.

Karena obat ini menstimulasi produksi kolagen yang berlebih sehingga

membuat jaringan gingiva bengkaknya bertambah parah

Cyclosporine :obat ini biasanya dikonsumsi oleh pasien yang menerima

transplantasi organ, agar tubuh tidak menolak organ yang baru

ditransplantasikan. Obat ini juga dapat menstimulasi poliferasi fibroblast

dan produksi kolagen yang memperparah periodontitis.

3. Leukemia

Sel-sel leukemia dapat menginfiltrasi gingival dan menyebabkan

pembesaran gingival ( leukemic gingival enlargement)

3.4.2 Contributing Factors

Contributing factor merupakan factor yang dapat memperparah

keadaan periodontitis, tetapi tidak sampai merubah keadaan jaringan yang

terkena.

1. Merokok

13

Page 14: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Kebiasaan merokok menyebabkan penumpukan stain sehingga

permukaan gigi lebih kasar dan plak lebih mudah menempel.

2. HIV / AIDS

Penurunan system imunitas pada penderita HIV dapat menyebabkan

periodontitis bertambah parah.

3. Diabetes militus

Pada penderita diabetes (yang memiliki akumulasi plak yang tinggi)

kandungan glukosa pada cairan gingiva lebih tinggi dari orang normal.

Dan hal ini dapat meningkatkan jumlah bakteri dalam rongga mulut

sehingga memperparah periodontal

4. Pernafasan mulut

Pada orang yang memiliki kebiasaan bernafas lewat mulut pasti

memiliki rongga mulut yang kering dan aliran saliva yang kurang.

Padahal saliva berfungsi untuk lubrikasi mulut dan mencegah bakteri

menumpuk. Sehingga jika aliran saliva berkurang bakteri dalam mulut

akan bertambah dan memperburuk periodontitis.

3.4.3 Predisposing Factors

Faktor Predisposisi

Kalkulus

Kalkulus terdiri mineralized bacterial plaque yang membentuk

permukaan pada gigi dan dental prostesis. Kalkulus diklasifikasikan

menjadi supragingival atau subgingival berdasarkan hubungan dengan

margin gingiva

Supragingival calculus terdapat pada bagian koronal gingival

margin dan terlihat pada kavitas oral. Biasanya berwarna putih atau putih

14

Page 15: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

kekuningan, keras dengan konsistensi seperti tanah liat, dan mudah

terlepas dari permukaan gigi. Setelah dilepaskan, kalkulus dengan cepat

terbentuk kembali, khususnya pada bagian lingual incisiv mandibula.

Warna dipengaruhi oleh kontak dengan zat seperti tembakau dan pigmen

makanan. Kalkulus dapat terlokalisasi pada satu gigi atau beberapa gigi,

atau dapat pula tergeneralisasi pada seluruh gigi.

Dua tempat yang utama supragingival kalkulus adalah permukaan

buccal molar rahang atas dan permukaan lingual gigi anterior rahang

bawah. Saliva dari kelenjar parotif mengalir melewati permukaan facial

molar rahang atas via Stenson’s duct, dimana orifices dari Wharton’s duct

dan Bartholin’s duct bermuara di permukaan lingual incisiv rahang bawah

dari kelenjar submaksila dan sublingual. Pada kasus yang parah, kalkulus

dapat membentuk struktur seperti jembatan pada interdental papilla pada

gigi yang berdekatan atau menutupi permukaan oklusal gigi geligi tanpa

fungsional antagonis.

Subgingival kalkulus terletak dibawah krista marginal dan tidak

terlihat pada pemeriksaan klinis rutin. Lokasi subgingival kalkulus dapat

dilihat dengan persepsi taktil dengan dental instrument seperti explorer.

Subgingiva kalkulus memiliki ciri keras dan padat, serta berwarna cokelat

tua atau hitam kehijauan, melekat pada permukaan gigi. Supragingival dan

subgingival kalkulus biasanya muncul bersamaan, tetapi kadang dapat

muncul salah satu saja.

15

Page 16: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Faktor Iatrogenik

Defisiensi kualitas restorasi atau prostesis mempengaruhi inflamasi

gingiva dan destruksi periodontal. Prosedur dental yang inadekuat

memiliki kontribusi terhadap kemunduran jaringan periodontal diartikan

sebagai faktor iatrogenik. Karakteristik dental restorations dan removable

partial dentures yang penting untuk menjaga kesehatan periodontal

diantaranya: lokasi margin gingiva untuk restorasi, ruang diantara margin

restorasi dan unprepared tooth, kontur restorasi, oklusi, material yang

digunakan dalam restorasi, prosedur restoratif dan design removable

partial denture.

Maloklusi

Irregular alignment pada gigi geligi menyebabkan kontrol terhadap

plak semakin sulit. Bad oral habit berkontribusi dalam faktor predisposisi

periodontitis diantaramya, tongue thrusting dan mouth-breathing.

16

Page 17: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Komplikasi Periodontal Berkaitan dengan Terapi Orthodontik

17

Page 18: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Terapi orthodontik dapat memengaruhi periodontium dengan

memudahkan terjadinya retensi plak, dengan injury secara langsung

terhadap gingiva akibat overextended bands, dan dengan menghasilkan

gaya yang berlebihan, gaya yang tidak diinginkan, atau keduanya pada gigi

dan struktur pendukung.

Ekstraksi Molar Ketiga yang Impaksi

Berbagai uji klinis melaporkan bahwa ekstraksi gigi molar ketiga

yang impaksi dapat menghasilkan defek vertikal , distal terhadap molar

kedua. Faktor lain yang berperan dalam perkembangan lesi pada

permukaan distal molar kedua, meliputi plak yang terlihat, bleeding on

probing, resorpsi akar pada area kontak antara molar kedua dan ketiga, ada

pelebaran follikel secara patologis, inklinasi molar ketiga, dan prosimitas

molar ketifa terhadap molar kedua.

18

Page 19: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Habits dan Self-Inflicted Injury

Pasien mungkin tidak menyadari bahwa self-inflicted injurious

habits yang penting bagi inisiasi dan progresi penyakit periodontal.

Trauma dapat dihasilkan dari penyikatan gigi, kebiasaan menekan gingiva

dengan kuku jari, panas makanan, penggunaan tusuk gigi, dan lain-lain.

Iritasi kimia meliputi penggunaan obat-obatan topical seperti, aspirin atau

kokain, reaksi alergi pada pasta gigi dan permen karet, penggunaan

chewing tobacco dan concertrated mouthrinses, dan lain-lain.

19

Page 20: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Konsumsi Tembakau

Penelitian menunjukkan bahwa perokok memiliki pocket yang

lebih dalam dan attachment loss dan bone loss yang lebih besar, dan

formasi kalkulus yang lebih banyak dibandingkan yang bukan perokok.

Nikotin mengakibatkan aliran darah ke gingiva menurun.

Penyembuhan luka periodontal dipengaruhi oleh paparan tembakau atau

nikoton, yang dapat mengganggu proses revaskularisasi jaringan lunak dan

jaringan keras.

20

Page 21: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Terapi dengan Radiasi

Terapi dengan radiasi memiliki efek sitotoksis pada sel normal dan

malignan. Dosis radiasi untuk tumor kepala dan leher adalah 5000-8000

centiGrays (cGy = 1 rad). Dosis total radiasi secara umum diberikan dalam

dosis partial incremental, dikenal sebagai fractionation. Fractionation

membantu meminimalisasi efek samping radiasi dengan memaksimalisasi

tingkat kemarian sel tumor. Dosis fraksionasi dibatasi 100-1000 cGys per

minggu.

Treatment radiasi menginduksi obliteratif endarteritis yang

mengakibatkan iskemia jaringan lunak dan fibrosis sementara tulang yang

terirradiasi menjadi hipovaskular dan hipoxic. Efek samping terapi dengan

radiasi terhadap kepala dan leher meliputi fibrosis otot dan trismus, yang

dapat menyebabkan gangguan pada kavitas oral. Periodontal attachment

loss dna tooth loss lebih sering terjadi pada pasien kanker yang di-

treatment dengan dosis tinggi radiasi unilateral dibandingkan dengan

pasien nonradiasi.

3.5 Gambaran Klinis Periodontitis

Advanced lesion merupakan transisi dari gingivitis menjadi

periodontitis. Transisi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Pada saat ini

faktor tersebut masih belum diketahui, tetapi diduga salah satunya adalah

21

Page 22: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

bakteri (bergantung kepada komposisi dan kuantitas dari biofilm), respon

inflammasi host, faktor lingkungan, dan faktor genetik.

Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya penghancuran

kolagen secara kontinu yang meluas ke daerah ligamen periodontal dan

tulang alveolar. Kelanjutan dari penghancuran kolagen ini menyebabkan

resorpsi tulang alveolar dan junctional epithelium bermigrasi ke arah

apikal untuk mempertahankan pertahanan yang utuh, yang kemudian

menyebabkan poket semakin dalam secara perlahan-lahan. Hal ini

menyulitkan pembersihan bakteri dan menghancurkan biofilm dengan

teknik-teknik pemeliharaan oral hygiene biasa, oleh karena itu siklus ini

terus menerus berlanjut.

3.6 Histopatogenesis Periodontitis

Proses terjadinya periodontitis sebagai kelanjutan dari gingivitis dimulai

sejak stage 4 : the advanced lesion.

The Advanced Lesion

22

Page 23: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Pada tahap ini, inflamasi terus berlanjut.

Inflamasi Berlanjut Hingga Jaringan Ikat (Lamina Propia)

Sehingga bagian apikal epitelial junction mengalami degenerasi ke

jaringan ikat di bawahnya membentuk retepegs, bersamaan dengan itu

bagian korona epitelial junction mengalami degenerasi dan sebagian ada

yang mengelupas.

epitel yang terkelupas

23

Page 24: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Keadaan itu mengurangi fungsi epitel sebagai protektor jaringan di

bawahnya sementara pada kondisi ini bakteri (plak) berada di jaringan

gigi, maka sel-sel PMN bermigrasi ke korona epitelial junction. Ketika

kadar PMN sudah mencapai 60% atau lebih, daya kohesif antara epitelial

junction dan gigi mengalami kemunduran hingga akhirnya lepas yang

disebut attachment loss, keadaan ini lah yang dinamakan poket

periodontal.

Poket Periodontal

Akumulasi plak yang terus ada akan merangsang proses inflamasi

merusak serat-serat transeptal, walaupun serat-serat transeptal ini akan

dapat bereformasi sehingga umumnya gambaran histologis tidak selalu

menunjukkan kerusakan serat-serat transeptal.

24

Page 25: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Reformasi Serat-Serat Transeptal

Inflamasi akan berdistribusi ke tulang alveolar. Pada daerah

interproksimal, distribusinya melalui 3 jalan, berawal ari gingiva menuju

tulang alveolar, dari gingiva menuju tulang alveolar lalu ke membran

periodontal, dan dari gingiva langsung menuju membran periodontal.

Sementara distribusi inflamasi pada daerah lingual atau facial, dengan

jalan berawal dari gingiva menuju periosteum, dari gingiva ke periosteum

lalu ke tulang alveolar dan dari gingiva langsung ke membran periodontal.

Distribusi Inflamasi. A. Daerah Interproksimal. B. Daerah Lingual

Apapun distribusi infalamasinya, respon yang terjadi tetap sama,

yaitu sel-sel tulang terisi oleh leukosit, fibroblast, cairan eksudat dan

peningkatan osteoklas. Jumlah osteoklas yang ada tidak sebanding dengan

jumlah leukosit, nilainya sebanding dengan seberapa lama proses inflamasi

terus berlangsung. Peningkatan jumlah osteoklas akan menimbulkan

25

Page 26: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

proses resorbsi tulang alveolar dan terjadilah destruksi tulang alveolar

(bone loss), inilah yang dinamakan periodontitis.

Resorbsi Tulang Alveolar

3.7 Diagnosis Banding

1. Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan bentuk paling umum pada kasus

periodontitis. Prevalensinya lebih banyak terjadi pada orang dewasa

dibandingkan dengan anak-anak. Ciri khas dari perodontitis ini adalah

gejalanya tidak terdapat rasa sakit dan progress penyakit ini terjadi sangat

lambat dan pada waktu yang sangat lama.

Tanda dan gejala klinis dari periodontitis antara lain adalah:

a. Terdapat akumulasi plak subgingival dan supragingival yang

menumpuk serta berkalsifikasi membentuk kalkulus.

b. Terjadi inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan perdarahan,

pembengkakan, dan perubahan struktur gingival.

c. Terdapat poket periodontal.

d. Terjadi attachment loss.

e. Destruksi tulang alveolar.

f. Gejala tidak terasa sakit dan terdapat rasa “itchiness”, yaitu rasa

gatal dan sedikit terbakar.

Penyakit periodontal kronis sering dimodifikasi atau dikaitkan dengan

penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus dan infeksi HIV, dan juga

dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal, seperti jumlah kalkulus, dan

faktor environmental, seperti kebiasaan merokok.

Periodontitis kronis dikarakterisasi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Slight atau ringan, yaitu jika attachment loss sedalam 1-2 mm.

26

Page 27: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

b. Moderate atau sedang, yaitu jika attachment loss sedalam 3-4 mm.

c. Severe atau berat, yaitu jika attachment loss dalamnya ≥5 mm.

Periodontitis kronis juga disubklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. Localized form, yaitu jika daerah jaringan periodontal yang terkena

<30%.

b. Generalized form, yaitu jika daerah jaringan periodontal yang terkena

>30%.

2. Periodontitis Agresif

Sebelum adanya klasifikasi periodontitis menurut American Academy

of Periodontology (AAP) tahun 1999, periodontitis agresif dulu

diklasifikasikan sebagai early-onset periodontitis.

Beberapa ciri khas yang membedakan periodontitis agresif dengan

periodontitis lain:

a. Terjadi pada pasien yang sehat secara klinis.

b. Attachment loss dan destruksi tulang terjadi sanat cepat.

c. Adanya akumulasi plak dan kalkulus yang besar.

d. Selalu dikaitkan dengan riwayat periodontitis agresif pada orang tua

atau keluarga pasien (faktor genetis).

Periodontitis agresif disubklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. Localized Aggressive Periodontitis

Sebelum klasifikasi AAP tahun 1999, Localized Aggressive

Periodontitis diklasifikasikan sebagai Localized Juvenile Periodontitis

(LPJ). Periodontitis agresif bentuk ini biasanya menyerang usia

pubertas atau remaja muda. Karakteristiknya yaitu “localized first

molar/incisor presentation with interproximal attachment loss on at

least two permanent teeth, one of which is a first molar, and involving

no more than two teeth other than first molars dan incisors.”

27

Page 28: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

b. Generalized Aggressive Periodontitis

Sebelum klasifikasi AAP tahun 1999, Generalized Aggressive

Periodontitis diklasifikasikan sebagai Generalized Juvenile

Periodontitis (GPJ) dan Rapidly Progressive Periodontitis (RPP).

Periodontitis agresif bentuk ini biasanya menyerang usia di bawah 30

tahun, namun tidak menutup kemungkinan juga untuk menyerang usia

lebih tua di atas 30 tahun. Pasien dengan periodontitis ini memiliki

respon buruk terhadap pathogen yang muncul. Destruksi tulang yang

ada terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama (bulanan atau

tahunan). Karakteristiknya adalah “generalized interproximal

attachment loss affecting at least three permanent teeth other than first

molars and incisors.”

3. Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik

Periodontitis dapat disebabkan karena manifestasi penyakit sistemik

berikut:

a. Kelainan Hematologi

Neutropenia

Leukemia

Dan lain-lain

b. Kelainan Genetik

Neutropenia menurun

Down Syndrome

Leukocyte adhesion deficiency syndrome

Papillon- Lefevre syndrome

Chediak-Higashi syndrome

Histiocytosis syndromes

Glycogen storage disease

Infantile genetic agranulocytosis

Cohen syndrome

Hypophosphatasia

28

Page 29: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Dan sebagainya

c. Not otherwise specified

Dispekulasikan dari berbagai kasus dan penelitian bahwa,

mayoritas kelainan diatas ini berefek dari perubahan yang berasal dari

mekanisme host defense seperti pada neutropenia dan leukocyte

adhesion deficiency, tetapi masih kurang dimengerti untuk sindrome

dengan bermacam-macam penyebab.

Diagnosis periodontitis akibat kelainan sistemik dipakai bila

faktor pedisposisi yang paling kentara adalah kelainan sistemik.

Faktor lokal seperti tingginya kadar plak dan kalkulus tidak terlihat.

4. Necrotizing Periodontal Disease

Terdiri dari dua bentuk, necrotizing ulcerative gingivitis dan

necrotizing ulcerative periodontitis. Tanda klinis necrotizing

periodontal disease ini tidak terbatas pada adanya ulserasi dan

29

Page 30: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

nekrosis pada papilla dan marginal gingiva yang terlapis dengan

pseudomembrane putih kekuningan, penumpulan papilla, pendarahan

dengan mudah, rasa nyeri dan halitosis, tapi pada penyakit ini juga

terdapat gejala demam, malaise dan pembengkakan kelenjar getah

bening (lympadenopathy).

Necrotizing Ulcerative Periodontitis

Sama seperti NUG, kasus dari NUP memiliki ciri-ciri adanya

nekrosis dan ulserasi dari bagian koronal papila interdental dan

marginal gingiva dengan perubahan warna gingiva menjadi merah

terang dan gingiva mudah berdarah. Fitur yang menonjolkan perbdaan

NUPdari NUG adalah adanya destruksi progresif yang melibatkan

kehilangan perlekatan dan tulang alveolar. Kawah tulang interdental

yang dalam melambangkan lesi periodontal pada NUP.

Namun, adanya poket periodontal dengan probing yang dalam

tidak ditemukan karena ulser dan nekrosis pada gusi menghancurkan

epitel marginal dan jaringan ikat sehingga menyebabkan resesi gusi.

Poket periodontal terbentuk karena sel epitelial junction tetap sehat

dan dengan begitu dapat bermigrasi kearah apikal untuk menutup area

dimana jaringan ikatnya hilang. Pada NUG dan NUP, terjadi nekrosis

dari epitelial junction ini sehingga menghasilkan ulser yang mencegah

migrasi epitel dan maka daari itu poket tidak dapat terbentuk. Lesi

parah dari NUP mengarah ke kehilangan tulang yang parah, mobilitas

gigi dan kehilangan gigi. Pada pasien yang mengidap NUP dapat

dijumpai adanya bau mulut, demam, malaise dan lympadenopathy.

NUG dan NUP banyak dijumpai pada penderita HIV-AIDS

karena gangguan sistem kekebalan imunnya. NUP pada pasien HIV

positif lebih cepat bekembang dibanding pasien dengan HIV negatif.

30

Page 31: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Etiologi dari NUP belum sepenuhnya diketahui, adanya bakteri

fusiform-spirochete memegang kunci utama. Karena bakteri patogen

tidak sepenuhnya bertanggungjawab atas penyakit ini, beberapa faktor

predisposisi seperti oral hygiene yang buruk, penyakit periodontal

yang sudah ada, merokok, infeksi virus, sistem kekebalan tubuh yang

rendah, stress psikologis dan malnutrisi dapat menjadi penyebab

terbentuknya

NUP.

5. Periodontitis Associated

with Endodontic Lesions

Pada

lesi

endodontik-

periodontal, nekrosis pulpa mendahului perubahan periodontal. Lesi

periapikal yang berasal dari infeksi dan nekrosis pulpa dapat

menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar.

Ditandai dengan probing yang dalam. Infeksi pulpa dapat mengenai

area furkasi dan dapat menyebabkan ikut serta furkasi dalam

kehilangan perlekatan dan tulang alveolar.

Bakteri yang berasal dari poket periodontal yang berhubungan

dengan kehilangan perlekatan dan akar yang terekspos dapat berakibat

pada nekrosis pulpa. Infeksi mencapai pulpa melalui foramen apikal.

Pada kasus periodontitis dengan lesi endodontik, infeksi endodontik

harus terlebih dahulu ditangani sebelum memberi terapi pada lesi

periodontal.

3.8 Pengobatan dan Pemeliharaan Periodontititis

31

Page 32: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan

beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan

bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik.

Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :

1.Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.

2.Scaling dan root planing

3.Perawatan karies dan lesi endodontik

4.Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging

5.Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)

6.Splinting temporer pada gigi yang goyah

7.Perawatan ortodontik

8.Analisis diet dan evaluasinya

9.Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas

anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni

oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan

menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.

Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:

1.Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:

kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,

rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal

(bone and tissue graft)

32

Page 33: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

2.Penyesuaian oklusi

3.Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang

hilang

Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya

kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa

prosedur yang dilakukan pada fase ini:

1.Riwayat medis dan riwayat gigi pasien

2.Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor

plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi

3.Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan

tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali

4.Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas

kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus

5.Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

3.9 Pocket Periodontal

Pocket periodontal yaitu proses bertambah dalamnya sulkus

gingiva, merupakan salah satu gambaran klinis penyakit periodontal

(repository.unhas.ac..id). Sedangkan sulkus sendiri yaitu kantung yang

normal yang dibatasi oleh sementum dan margin gingiva yang

kedalamannya sekitar 1-2mm. Pocket periodontal ini jarang terjadi pada

orang yang berusia dibawah 18 tahun dan prevalensinya paling tinggi

pada orang yang berumur diatas 65 tahun.

Pocket dapat diklasifikasikan menjadi pocket gingiva dan

periodontal. Pocket gingiva terjadi karena pembesaran gingiva tanpa

disertai destruksi jaringan periodontal sekitar. Sulkus mengalami

pendalaman akibat peningkatan pembesaran gingiva. Sedangkan pocket

33

Page 34: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

periodontal terbentuk sebagai akibat proses penyakit atau degenerasi yang

menyebabkan junctional epithelium bermigrasi ke apikal sepanjang

sementum. Struktur pocket periodontal bartambah dalam (tingkat

perlekatan) terlibat berupa sementum, ligamen periodontal, dan tulang

alveolar. Pocket periodontal dibagi berdasarkan posisi poket terhadap

tulang alveolar dengan dasar poket suprabony atau infrabony.

1. Pocket suprabony

bagian dasar poket ini berada di koronal pada tulang alveolar. Gambaran

klinis dari pocket ini :

- Dasar poket berada di koronal pada tulang alveolar

- Pola destruksi tulang pendukung pada arah horizontal

- Secara interproksimal, fiber trans-septal yang direstorasi selama

penyakit periodontal progresif tersusun secara horizontal pada ruang

antara dasar poket dan tulang alveolar

- Pada permukaan fasial dan lingual, fiber ligamen periodontal di bawah

poket mengikuti jalus horizontal-oblik normal antara gigi dan tulang

2. Pocket infrabony (intrabony, subkrestal, intraalveolar)

bagian dasar poket berada di apikal dari tinggi tulang alveolar sekitar. Tipe

pocket ini sering terjadi pada daerah furkasi. Gambaran poket periodontal

intrabony :

- Dasar poket berada di bawah atau apikal dari crest tulang alveolar.

Intra berarti terletak di dalam tulang.

- Pola destruksi tulang pendukung pada arah vertikal (angular).

- Secara interproksimal, fiber trans-septal tersusun pada arah oblik dari

pada horizontal. Fiber tersebut meluas dari sementum di bawah dasar

poket sepanjang tulang alveolar dan di atas crest alveolar terhadap

sementum gigi sekitar.

- Pada permukaan fasial dan lingual, fiber ligamen periodontal

mengikuti pola angular tulang sekitar. Ligamen periodontal meluas

dari sementum di bawah dasar poket sepanjang tulang alveolar, dan di

atas crest alveolar dan menyatu dengan periosteum terluar.

34

Page 35: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Klasifikasi pocket juga ada yang berdasarkan bagian yang mengelilingi

gigi yang dibagi menjadi tiga :

1. Simple pocket : hanya melibatkan satu permukaan gigi

2. Compound pocket : melibatkan dua atau lebih permukaan

dengan dasar poket berhubungan langsung dengan margn gingiva

3. Complex pocket : pocket tipe spiral yang melibatkan dua atau lebih

permukaan tetapi sebagian berhubungan dengan margin gingiva

Etiologi dari pocket periodontal dapat disebabkan oleh akumulasi

plak yang terdapat pada gigi, merokok, gangguan sistemik, kehamilan, dan

lain-lain. Patogenesis dari

3.10 Resorpsi Tulang Alveolar

Penyakit periodontal disebabkan oleh akumulasi bakteri yang

menempel pada pemukaan gigi terutama pada daerah dibawah gusi.

Bakteri subgingival berkoloni membentuk poket periodontal dan

menyebabkan inflamasi lanjut pada jaringan gingiva, serta pada penyakit

periodontal lanjut akan terjadi kehilangan tulang alveolar yang progresif

dan apabila tidak dilakukan perawatan akan mengakibatkan kehilangan

gigi (John T. Lohr, 2002).

Derajat kehilangan tulang tergantung dari perubahan jaringan lunak

pada dindintg poket yang menggambarkan keadaan inflamasi yang terjadi.

Oleh karena itu, derajat kehilangan tulang tidak selalu berhubungan

dengan kedalaman poket periodontal, keparahan ulserasi pada dinding

poket, dan ada atau tidak adanya pus (Carranza, 2002).

Proses Resorpsi Tulang Alveolar Pada Penyakit Periodontal

Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks yang

berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa

35

Page 36: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic

dan terbentuk dari penyatuan sel mononuclear (Carranza, 2002).

Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak dari enzim

hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah border. Enzim ini merusak

bagian organik tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat

dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan

calcitonin yang mempunyai reseptor pada membran osteoklas (Carranza,

2002).

Kerusakan periodontal terjadi secara episodik dan intermitten

selama periode tidak aktif. Periode kerusakan menghasilkan kehilangan

kolagen dan tulang alveolar dengan pendalaman poket periodontal. Onset

destruksi tidak semuanya dapat dijelaskan walaupun telah dikemukakan

beberapa teori sebagai berikut :

1. Aktivitas destruksi berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan

reaksi inflamasi akut yang menghasilkan kehilangan tulang alveolar

yang cepat.

2. Aktivitas destruksi mirip dengan konversi lesi predominan limfosit T

yang mengalami infiltrasi ke dalam sel plasma predominan limfosit B.

3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram (-)

anaerob yang terdapat di dalam poket, dan periode remisi sama

dengan pembentukan flora gram (+) dengan kecenderungan

mengalami mineralisasi.

4. Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti dengan

pertahanan lokal dari host (Carranza, 2002).

Menurut Garant dan Cho (1979), faktor lokal yang rnenyebabkan

resorpsi tulang terdapat pada bagian proksimal permukaan tulang. Menurut

Page dan Schroeder (1982), bakteri plak dapat menyebabkan kehilangan

tulang sekitar 1,5 - 2,5 mm, dan apabila diatas 2,5 mm tidak memberikan

efek. Defek Angular interproksimal dapat timbul hanya pada ruangan yang

lebarnya lebih dari 2,5 mm karena ruangan yang sempit akan rusak total.

36

Page 37: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Defek besar yang jauh melebihi 2,5 mm dari permukaan gigi (pada tipe

periodontitis agresif) dapa.t disebabk:an oleh adanya bakteri di dalam

jaringan (Carranza, 2002).

Gbr 3. Perbedaan antara gingiva sehat, gingivitis dan periodontitis. Gingiva yang

sehat akan mendukung gigi. Apabila terjadi gingivitis dan tidak dirawat, maka

gingiva menjadi lemah dan terbentuk poket di sekeliling gigi. Terdapat banyak plak

dan kalkulus di dalam poket, gingiva mengalami resesi, dan terjadi periodontitis (AHealthyMe.comn)

Mekanisme Kerusakan Tulang

Faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit

periodontal adalah bakteri dan host. Produk bakteri plak menyebabkan

differensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan menstimulasi sel

gingiva untuk mengeluarkan mediator yang mempunyai efek yang sama.

Pada penyakit dengan perkembangan yang cepat seperti localized juvenile

periodontitis, terdapat mikrokoloni bakteri atau satu sel bakteri yang

berada diantara serat kolagen dan diatas permukaan tulang yang dapat

memberikan efek langsung (Carranza,2002).

Beberapa faktor host yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat

menyebabkan resorpsi tulang secara in vitro dan berperan dalam penyakit

periodontal, termasuk prostaglandin dan prekursornya, interleukin 1- dan

37

Page 38: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

-β, dan Tumor Necrosis Factor (TNF)- yang dihasilkan oleh host

(Carranza, 2002)

Ketika diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E2

menyebabkan perubahan vaskular yang terlihat pada inflamasi, apabila

diinjeksikan diatas permukaan tulang akan menyebabkan resorpsi tulang

tanpa adanya sel inflamasi dan dengan sedikit multinucleated osteoklas.

Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) seperti flurbiprofen atau ibuprofen

dapat menghambat produksi prostaglandin E2, memperlambat kehilangan

tulang pada penyakit periodontal. Efek ini terjadi tanpa

perubahan pada inflamasi gingiva dan kambuh kembali 6 bulan setelah

penghntian obat (Carranza, 2002).

Resorpsi tulang alveolar dapat menyebabkan lcehilangan

perlekatan periodontal, walaupun mekanisme biologis yang menyebabkan

kerusakan tulang alveolar masih belum diketahui secara pasti (Klaus dlck,

1989). Ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa prostaglandin EZ

dihasilkan oleh sel host yang bereaksi terhadap bakteri dan produknya

yang menyebabkan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.

Dilaporkan bahwa 10 sampai 15 kali lipat peningkatan prostaglandin E2

pada biopsi gingiva dari kasus periodontitis dibandingkan dengan pasien

yang sehat. Pemberian obat anti-inflamasi non steroid juga efektif dalam

mengontrol perkembangan penyakit periodontal (Varma & Nayak, 2002).

Produk plak dan mediator iflamasi juga dapat bertindak secara langsung

pada osteoblas atau progenitornya yang dapat menghambat aksi dan

menurunkan jumlahnya (Carranza, 2002). Lipopolisakarida dan toksin

bakteri lainnya berperan pada sel imun dan osteoblas yang terdapat di

dalam jaringan gingiva yang akan mengeluarkan II-1, IL-1β, IL-6,

prostaglandin E2 dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-. Faktor-faktor ini

mengatur pembentukan dan aktivitas osteoklas (Varma & Nayak, 2002).

Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk menghasilkan

prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Cytokinin dihasilkan oleh sel

38

Page 39: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan dalam sel

mesenkim dan mengeluarkan prostaglandin E2 (Varma & Nayak, 2002).

Limfosit dan makrofag pada periodontitis dapat mengeluarkan IL-1

dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan makrofag juga mengeluarkan

sebagian besar IL-6. IL-1β menyebabkan produksi IL-6 dari fibroblas

gingiva (Varma & Nayak, 2002).

Tumor Necrosis Factor (TNF)- dihasilkan dari polimorfonuklear

(PMN) leukosit, limfosit, dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan

inflamasi (Varma & Nayak, 2002). IL,-6 bersama-sama dengan IL-3

secara sinergis menstimulasi pembentukan sel progenitor osteoklas.

Prekursor osteoklas berasal dari koloni yang membentuk rangkaian unit

granulosit-makrofag. IL-6 membantu maturasi sel menjadi osteoklas

(Varma & Nayak, 2002).

Osteoklas menunjukkan ruffled border yang khas dan dibatasi oleh

zona clear. Zona clear terdiri dari membran ventral osteoklas yang disebut

podosomes. Podosomes melekat pada matriks yang termineralisasi dan

larut di dalamnya melalui pompa proton, sehingga tulang alveolar menjadi

teresorpsi (Varma & Nayak, 2002.).

Resorpsi tulang alveolar juga dapat dimulai melalui aktivasi sistem

complement. Mediator inflamasi menstimulasi pembentukan osteoklas

baru dari prekursor sel, atau meningkatkan kemampuan resorpsi sel.

Beberapa mediator juga dapat menghambat atau sebaliknya mengatur

regenerasi tulang (Klaus dkk. 1989).

Mekanisme lain dari resorpsi tulang terdiri dari kumpulan

lingkungan yang bersifat asam pada permukaan tulang yang akan

mengakibatkan hilangnya komponen mineral tulang. Hal ini dapat

ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda diantaranya terdapat proton yang

mengalir melalui membran sel osteoklas, tumor tulang, atau tekanan lokal

keluar melalui aktivitas sekretori dari osteoklas (Carranza, 2002).

39

Page 40: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Gbr 4. Gambaran skematik resorpsi tulang alveolar. Panah double dari MØ

menunjukkan pemecahan matriks organik tulang secara enzimatik.

MØ = makrofag, T = limfosit T, "C" = sistem complement aktif, LPS =

lipopolisakarida dari dinding sel bakteri gram (-), PEP-GLY = peptidoglikan dari

dinding sel bakteri, IL-1 = interleukin-1, TNF = tumor necrosis factor, PG-E2 =

prostaglandin E2, OAF = osteoklas activating factor (cytokinin, contohnya : IL-1β),

γ-IFN = γ -interferon (Klaus dkk, 1989).

Ten Cate (1994) menggambarkan urutan terjadinya proses resorpsi

sebagai berikut :

1. Perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang termineralisasi.

2. Pembentukan penutup lingkungan asam melalui aksi pompa proton,

dimana tulang terdemineralisasi dan terbukanya matriks organik.

3. Degradasi rnatriks organik yang telah terbuka dengan unsur pokok asam

amino aleh aksi enzim yang dikeluarkan, seperti asam fosfat dan

cathepsine.

40

Page 41: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

4. Penghancuran ion mineral dan asam amino di dalam osteoklas (Carranza,

2002).

Pola Kerusakan Tulang Pada Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal dapat marubah gambaran morfologi tulang

alveolar sehingga terjadi enurunan ketinggian tulang. Patogenesis

perubahan ini penting untuk penegakan diagnosa dan perawatan.

A. Resorpsi Tulang Horizontal

Resorpsi tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang

paling sering ditemukan pada penyakit periodontal. Puncak tulang alveolar

mengalami penurunan, tetapi margin tulang yang tersisa tegak lurus

terhadap permukaan gigi. Septum interdental serta bagian facial dan

lingual juga mengalami kerusakan, tetapi derajat kerusakan disekeliling

gigi berbeda-beda (Carranza, 2002).

Gbr 6. Garnbaran radiografis kehilangan tulang horizontal pada bagian proksimal

gigi. Kehilangan tulang dianggap horizontal apabila sisa puncak tulang alveolar

bagian proksimal sejajar terhadap garis khayal yang terdapat. diantara cementoenam

junction yang berdekatan dengan gigi (Klaus dkk, 1989).

41

Page 42: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

B. Defek Vertikal atau Angular

Defek vertikal atau angular terjadi dalam arah oblique, membuat

lubang yang menembus ke dalam tulang di sepanjang akar; dasar defek

terletak ke arah apikal di sekitar tulang. Defek angular disertai poket

infrabony yang mendasari defek angular (Carranza, 2002).

Defek angular diklasifikasikan berdasarkan jumlah dinding osseus.

Defek angular dapat memiliki satu, dua, atau tiga dinding. Jumlah dinding

pada bagian apikal defek lebih besar daripada bagian oklusal yang disebut

dengan combined osseus defect (Carranza, 2002).

Defek vertikal terjadi pada interdental yang dapat terlihat secara

jelas pada gambaran radiografis, walaupun kadang tertutup oleh kepingan

tulang yang tebal. Defek angular juga terdapat pada permukaan facial dan

lingual atau palatal, tetapi defek ini tidak terlihat pada gambaran

radiografis. Pembedahan merupakan cara yang pasti untuk rnengetahui

adanya bentuk defek tulang vertikal (Carranza, 2002).

Defek tulang diklasifikasikan menjadi :

a. Defek tulang 3 dinding yang dibatasi oleh 1 permukaan gigi dan 3

permukaan tulang.

b. Defek tulang 2 dinding (crater interdental) yang dibatasi oleh 2

permukaan gigi dan 2 permukaan tulang.

c. Defek tulang 1 dinding dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 1

permukaan tulang serta jaringan lunak.

d. Defek tulang kombinasi (Cup-shaped defect) dibatasi oleh

beberapa permukaan gigi dan beberapa permukaan tulang (Klaus

dkk, 1989).

42

Page 43: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Gbr 7. Gambaran skematik morfologi defek tulang. A. Defek tulang 3 dinding, B.

Defek tulang 2 dinding, C. Defek tulang 1 dinding, D. Cup-shaped defect (Klaus

dkk, 1989).

Defek vertikal meningkat sesuai dengan usia. Hampir 60% orang

dengan defek angular interdental hanya mempunyai satu defek. Defek

vertikal dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografi yang telah

dilaporkan bahwa banyak terlihat pada permukaan distal dan mesial, akan

tetapi defak dengan tiga dinding lebih sering diternukan pada permukaan

mesial molar atas dan bawah (Carranza, 2002).

Defek vertikal dengan tiga dinding biasa disebut dengan defek

intrabony. Defek ini paling sering terdapat pada bagian rnesial dari molar

kedua dan ketiga rahang atas dan bawah. Defek vertikal dengan satu

dinding disebut juga henniseptum (Carranza, 2002).

43

Page 44: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Gbr 8. Gambaran radiografi kehilangan tulang vertikal (angular) yang disertai

dengan keterlibatan furkasi. Kehilangan tulang dianggap vertikal apabila puncak

tulang alveolar pada bagian proksimal tulang tidak sejajar dengan garis khayal yang

terdapat diantara cement-enamel junction yang berbatasan dengan gigi (Klaus dkk:,

1989).

Keterlibatan Furkasi

Istilah keterlibatan furkasi menunjukkan adanya invasi

penyakit periodontal ke daerah bifurkasi dan trifurkasi pada gigi

dengan akar banyak. Prevalensi keterlibatan furkasi pada gigi rnolar

masih belum jelas, tetapi terdapat beberapa laporan yang

mengindikasikan bahwa molar pertama rahang bawah paling sering

terkena dan premolar rahang atas yang paling jarang, sedangkan yang

lainnya telah ditemukan prevalensi yang lebih tinggi pada molar

rahang at as. Jumlah keterlibatan furkasi meningkat sesuai dengan usia

(Carranza, 2002)

Keterlibatan furkasi dapat terlihat secara klinis atau tertutup

oleh dinding poket. Perluasan keterlibatan dapat diketahui dengan cara

mengeksplorasi menggunakan probe yang tumpul disertai semprotan

udara hangat untuk mempermudah visualisasi (Carranza, 2002).

44

Page 45: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Gbr 9. Gambaran skematik : (A) Pembesaran gingiva, (B) Gingiva sehat, (C)

Pembentukan poket pada periodontitis, (D) Resesi gingiva, (E) Keterlibatan furkasi

pada penyakit periodontal lanjut pada gigi molar bawah yang memperlihatkan

adanya kehilangan tulang alveolar pada daerah bifurkasi (lookjordiagnosis.com).

Keterlibatan furkasi diklasifikasikan menjadi grade I, II, III dan IV

berdasarkan jumlah kerusakan jaringan

Grade I kehilangan tulang insipien

Grade II kehilangan tulang sebagian (cul-de-sac)

Grade III kehilangan tulang total dengan terbukanya furkasi

throught and through

Grade IV sama dengan grade III tetapi disertai dengan resesi

gingiva sehingga furkasi terlihat secara klinis (Carranza,2002).

45

Page 46: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Gbr 10. Gambaran skematik klasifikasi keterlibatan furkasi. (Kiri) kehilangan tulang

minimal, (tengah) lesi cul-de-sac, (kanan) lesi through and through (Klaus dkk, 1989).

Secara mikroskopis, keterlibatan furkasi tidak memperlihatkan

gambaran patologis yang khas, tetapi hanya merupakan fase yang simpel

dalam perluasan poket periodontal ke daerah akar. Pada tahap dini, terjadi

pelebaran membran periodontal dengan seluler dan cairan eksudat

inflamasi, diikuti dengan proliferasi epitel ke dalam daerah furkasi dari

bagian tengah poket periodontal. Perluasan inflamasi ke dalam tulang

menyebabkan resorpsi dan penurunan ketinggian tulang. Pola destruksi

tulang dapat berbentuk kehilangan tulang horizontal, atau defek angular

yang berhubungan dengan poket infrabony. Plak, kallkulus, dan debris

bakteri mengisi ruangan pada daerah yang mengalami keterlibatan furkasi,

(Carranza, 2002).

Pola destruksi dan derajat keterlibatan furkasi bervariasi pada

masing- masing kasus. Kehilangan tulang pada setiap akar gigi dapat

berbentuk horizontal atau angular, clan sering membentuk cra ter pada

daerah interradikular. Probing untuk mengetuhui adanya pola destruksi

46

Page 47: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

horizontal atau vertikal di sekeliling akar yang terlibat dan pada daerah

crater untuk menentukan kedalaman vertikal (Caranza, 2002).

Keterlibatan furkasi adalah tahap penyakit periodontal yang

progresif dan mempunyai etiologi yang sama. Kesulitan. dalam

mengontrol plak pada daerah furkasi berperan terhadap perluasan lesi di

daerah ini (Carranza, 2002).

Peran trauma oklusi sebagai etoilogi keterlibatan furkasi masih

kontroversial. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa furkasi

merupakan daerah yang paling sunsitif terhadap injuri dari perluasan daya

oklusal, sedangkan pendapat lain mungangap bahwa inflamasi dan oedem

disebabkan oleh plak pada daerah furkasi (Carranza, 2002).

Trauma oklusi dianggap sebagai faktor etiologi yang memperberat

kasus keterlibatan furkasi dengan kelainan tulang berbentuk angular atau

Seperti karakter dan kerusakan tulang terlokalisir pada satu akar

(Carranza, 2002).

[)iagnosa keterlibatan furkasi ditegakkan dengan pemeriksaan

klinis dan melakukan probing dengan probe khusus. Pemeriksaan

radiografi pada daerah ini sangat membantu, tetapi lesi di daerah tersebut

sering tidak jelas karena lebar sudut dan radiopak struktur disekitarnya.

Efek dari perubahan sudut horizontal pada rontgen foto dapat

menyebabkan gambaran overlap sehingga menjadi tidak jelas (Carranza.,

2002).

47

Page 48: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

Gbr 11. Gambaran foto panoramik pada gigi regio kiri bawah menunjukkan

kehilangan tulang berat generalisata sekitar 30-80% yang disebabkarn karena

penyakit periodontal. Garis merah menunjukkan penurunan tulang alveolar,

sedangkan garis kuning rnenunjukkan tempat dimana seharusnya tulang alveolar

berada. Panah pink pada sisi kanan menunjukkan adanya keterlibatan furkasi yang

menyebabkan akar menjadi terbuka yang merupakan tanda penyakit periodontal

lanjut. Panah biru pada bagian tengah menunjukkan 80% kehilangan tulang pada

gigi 21, dan secara klinis gigi menujukkan kegoyangan Garis orange yang

berbentuk oval pada sisi kiri menunjukkan penyakit periodontal agresif yang

mempengaruhi semua gigi insisif rahang bawah. Garis merah yang terpisah

menunjukan variasi kepadatan tulang yang rnenyebabkan batas ketinggian tulang

menjadi tidak jelas

48

Page 49: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil diskusi dan pembahasan kasus ini, dapat disimpulkan

bahwa pasien bernama Martin mengelami periodontitis yang ditandai

dengan adanya gigi yang goyang, bau mulut, dan perdarahan pada gusi,

kedalaman poket >4 mm, ada perdarahan, kehilangan perlekatan

(attachment loss), kehilangan tulang (alveolar bone loss), halitosis, dan

gusi mengalami resesi, ditambah dengan riwayat pasien yang tidak pernah

merokok dan pernah menderita gingivitis sebelumnya. Hal ini disebabkan

karena pasien tidak menjaga oral hygienenya sehingga akumulasi plak

bertambah dan menyebabkan tanda dan gejala seperti yang telah

disebutkan.

Pasien harus diberikan pengobatan dengan diberikan pendidikan

pada pasien tentang kontrol plak, bisa pula dilakukan bedah periodontal

untuk mengeliminasi poket. Lalu dilakukan pula pemeliharaan berupa

reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak,

ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi,

melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan

tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali, scalling dan polishing tiap 6

bulan sekali.

49

Page 50: Isi Makalah Periodontitis Dsp 4

DAFTAR PUSTAKA

Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. 2002. Clinical Periodontology 9th ed.

W. B. Saunders Co, Philadelphia.

John Coventry, Gareth G, Crispian S, Maurizio T. 2000. ABC of Oral Health

Periodontal Disease. British Medical Jurnal.com.

Klaus H, dkk. 1989. Color Atlas of Dental Medicine 1 : Periodontolagy 2nd ed.

Theme Medical Publisher Inc, New York.

Muller D, 1980. The Scoring of The Defects of The Alveolar Process In Human.

Crania. Journal of Human Evolution. Academic Press Inc, London.

Schwairtz M, Lamster I. B., Fine J. B. 1995. Clinical Guide To Periodontics. W.

B. Saunders Co, Philadelphia.

Varma B. R. R., Nayak R. P. 2002. Current Concepts In Periodontics lst ed. Arya

Publishing House, New Delhi.

Yuval Zubery, dkk. 1998. Bone Resorption Caused By Three Periodontal

Pathogens In Vivo In Mice Is Mediated In Part By Prostaglandin.

American Society for Microbiology, USA.

Zainal A. Y., Salmah K. 1992. Periodontologi. Universiti Malaya, Kuala Lumpur.

50