case 3 dsp 9

39
BAB 1 PENDAHULUAN Kasus dalam tutorial DSP-9 pada pertemuan kedua ini adalah orthodonsia dan prostodonsia. Orthodonsi adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek dan perawatan maloklusi yang mana berupa ketidakteraturan gigi geligi, ketidaksesuaian hubungan rahang maupun keduanya. Sedangkan prostodonsia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana mengembalikan kesehatan gigi dan mempertahankannya, mengembalikan kepercayaan diri penderita dan kesehatannya dengan cara mengganti gigiyang hilang dan jaringan lainnya dengan material buatan. Dalam pertemuan ini dibahas kasus tentang seorang perempuan bernama Dewina yang berumur 24 tahun. Pasien mengeluh . Pasien juga mengatakan bahwa Pada makalah ini akan dibahas mengenai keluhan utama pasien, pemeriksaan ekstra oral dan intraoral, analisis kasus pasien tersebut, dan diagnosa beserta diagnosa bandingnya. Dan pada akhir makalah ini akan dibahas juga mengenai rencana perawatan yang akan dilakukan serta prognosisnya. 1.1. Tinjauan Kasus dan Ananmesis Dari kasus tersebut diberikan pemeriksaan tambahan setelah anamnesis untuk memperkuat diagnosa yang akan kita berikan dan memberikan rencana perawatan yang tepat agar fungsi dan estetik gigi pasien dapat kembali dengan baik. 1) Riwayat keluhan

Transcript of case 3 dsp 9

Page 1: case 3 dsp 9

BAB 1

PENDAHULUAN

Kasus dalam tutorial DSP-9 pada pertemuan kedua ini adalah orthodonsia dan

prostodonsia. Orthodonsi adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek dan perawatan

maloklusi yang mana berupa ketidakteraturan gigi geligi, ketidaksesuaian hubungan rahang

maupun keduanya. Sedangkan prostodonsia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana

mengembalikan kesehatan gigi dan mempertahankannya, mengembalikan kepercayaan diri

penderita dan kesehatannya dengan cara mengganti gigiyang hilang dan jaringan lainnya

dengan material buatan.

Dalam pertemuan ini dibahas kasus tentang seorang perempuan bernama Dewina

yang berumur 24 tahun. Pasien mengeluh . Pasien juga mengatakan bahwa

Pada makalah ini akan dibahas mengenai keluhan utama pasien, pemeriksaan ekstra

oral dan intraoral, analisis kasus pasien tersebut, dan diagnosa beserta diagnosa bandingnya.

Dan pada akhir makalah ini akan dibahas juga mengenai rencana perawatan yang akan

dilakukan serta prognosisnya.

1.1. Tinjauan Kasus dan Ananmesis

Dari kasus tersebut diberikan pemeriksaan tambahan setelah anamnesis untuk

memperkuat diagnosa yang akan kita berikan dan memberikan rencana perawatan

yang tepat agar fungsi dan estetik gigi pasien dapat kembali dengan baik.

1) Riwayat keluhan

Page 2: case 3 dsp 9

Beberapa bulan yang lalu, pasien mengalami kecelaakaan sepeda

motor. Gigi seri pertama kanan sampai gigi seri kedua kiri tanggal. Telah

dibuatkan gigi tiruan sementara. Sekarang gigi tiruannya sudah longgar dan

tidak nyaman dipakai.

2) Riwayat Medis

Pasien dalam kondisi kesehatan yang baik.

3) Pemeriksaan Ekstra Oral

Pasien terlihat sehat tidak tampak kelainan pada wajahnya. Sendi

temporomandibular dan pergerakan mandibular terlihat normal.

4) Pemeriksaan Intra Oral

Oral hygiene sedang. Terlihat gigi 11, 21, 22 dan 36, 35, 45, 46 hilang.

5) Oklusi

Karena gigi 36, 35, 45, 46 telah hilang, sehingga klasifikasi gigi

posterior sulit ditentukan. Berdasarkan relasi gigi anterior rahang atas dan

rahang bawah dan hasil analisis Sephalometri menunjukkan bahwa relasi

rahang tersebut merupakan kelas 1

6) Analisis Kasus (Radiologi)

Berdasarkan pada kasus gigi 11, 21,22 dan 36, 35,45,46 telah hilang

terlihat juga pada gambaran sinar X seperti dibawah ini:

Page 3: case 3 dsp 9

BAB 2

PEMERIKSAAN

2.1. Pemeriksaan Klinis

2.1.1. Pemeriksaan Ekstra Oral

Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk melihat kelainan diluar

rongga mulut. Pada pemeriksaan ekstra oral, yang perlu diperhatikan adalah

bentuk wajah, bibir, sendi TMJ, Postur tubuh, mata, ekspresi, dan kelenjar

limfe.

Pemeriksaan bentuk wajah terdiri atas 3 pemeriksaan, yaitu tipe wajah,

kesimetrisan wajah, dan profil wajah. Tipe wajah ada 3, yaitu sempit, normal,

dan lebar. Kesimetrisan wajah ada 2, yaitu simetris bilateral dan asimetris.

Dikatakan simetris bilateral apabila wajah terbagi 2 sama lebar dan

anatomisnya sama jika ditarik garis median dari garis rambut ke titik glabela,

subnasion, dan menton. Profil wajah terbagi menjadi wajah datar, cembung,

Page 4: case 3 dsp 9

dan cekung. Untuk menentukan profil wajah, tarik garis dari titik glabela,

subnasion, dan pogonion dan dilihat dari arah sagital.

Pemeriksaan bibir bertujuan untuk melihat tonus bibir dan katup bibir.

Tonus bibir atau kekuatan otot bibir terbagi atas 3, yaitu normal, hipotonus,

dan hipertonus. Katup bibir untuk melihat apakah bibir dapat terkatup

(competent/positive) atau tidak dapat terkatup (incompetent/negative). Cara

pemeriksaannya adalah dengan mempalpasi otot bibir pada keadaan otot

orbicularis oris dalam keadaan relaksasi.

Pemeriksaan TMJ dilakukan untuk melihat apakah pasien memiliki

masalah pada sendi rahang. Masalah yang umum terjadi adalah adanya

clicking dan rasa sakit/nyeri pada sendi rahang. Selain itu juga, masalah lain

adalah adanya krepitasi dan ankilosis.

Postur tubuh terbagi menjadi 4, yaitu tegak, kifosis, skoliosis, dan

lordosis. Kifosis merupakan pembengkokan keluar dari tulang belakang

nagian thorax (thoracic spine) sehingga pasien tampak bungkuk. Lordosis

merupakan pembengkokan tulang belakang region lumbar dan cervical ke

dalam secara berlebih. Skoliosis adalah pembengkokan tulang belakang ke

lateral menjauhi garis median ke kanan maupun kiri

Page 5: case 3 dsp 9

Mata diperiksa untuk melihat pupil apakah sama besar (isokor) atau

tidak sama besar (anisokor), melihat sclera apakah ikterik atau tidak ikterik,

dan melihat konjungtiva apakah pucat (anemis) atau tidak.

Gambar 2.4. Gambar sclera ikterik (kiri) dan gambar konjungtiva anemis (kanan).

Saat pasien datang berobat, kita sebagai dokter gigi harus dapat melihat

ekspresi pasien apakah pasien tersebut tenang, tampak sakit sedang, atau

tampak sakit berat. Ekspresi pasien dapat membantu kita menilai kondisi

psikologis pasien dan dapat membantu kita berkomunikasi efektif dengan

pasien serta memilih perawatan yang sesuai sehingga dapat meringankan rasa

sakit pasien.

Pemeriksaan kelenjar limfe pada pasien dilakukan pada kelenjar limfe

submandibula kanan dan kiri. Caranya adalah pasien duduk di kursi dental

dengan kepala menempel di kursi yang posisinya agak merebah. Dokter

berada di belakang pasien. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah

kedua tangan, tekan lembut menyusuri belakang telinga ke submandibula

sampai arah dagu.

Page 6: case 3 dsp 9

Dari hasil pemeriksaan EO pasien terlihat sehat dan tidak tampak

adanya kelainan pada wajahnya . Pergerakan TMJ dan mandibular terlihat

normal.

2.1.2. Pemeriksaan Intra Oral

Pemeriksaan intra oral dilakukan untuk melihat kelainan di dalam

rongga mulut. Dari hasil pemeriksaan intraoral terdapat hasil :

o Oral Hygiene Sedang

o Terlihat kehilangan pada gigi 1.1, 2.1, 2.2, 3.6, 3.5, 4.5, 4.6

o Karena gigi 3.6, 3.5, 4.5, 4.6 sehingga klasifikasi gigi posterior sulit ditetukan

o Berdasarkan relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah serta hasil analisis

sefalometri menunjukkan oklusi kelas 1

Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap gigi, gusi,

lidah, palatum, dasar mulut, uvula, tonsil, dan jaringan di dalam mulut lainnya,

Pemeriksaan dalam mulut dilakukan dengan bantuan alat dasar seperti sonde, kaca mulut,

pinset, ekskavator, dan probe; untuk memperjelas pandangan dapat digunakan kamera

intra oral yang dihubungkan oleh monitor.

Page 7: case 3 dsp 9

Pemeriksaan intra oral yang akan dibahas pada makalah ini yaitu pemeriksaan gigi

yang meliputi pemeriksaan jaringan pulpa, jaringan periradikular dan periodontal.

Tes Pulpa

Tes pulpa ini dilakukan untuk mengetahui apakan pulpa pasien masih dalam

keadaan vital atau non vital, sehingga tes ini juga biasa disebut tes vitalitas.

Untuk mengetes vitalitas pulpa ini dapat digunakan empat cara, yaitu tes dingin,

tes panas, Electric Pulp Test (EPT), dan tes lainnya seperti tes kavitas dan tes

anestesi.

a. Tes dingin

Bahan-bahan yang dapat digunakan yaitu batangan es, carbon dioxide, chlor

ethyl.

Terdapat dua macam cara:

Pada gigi tanpa karies: bersihkan dan keringkan terlebih dahulu bagian

servikal pada gigi, kemudian tempelkan cotton pellet yang telah disemprot

chlor ethyl pada bagian serviks tersebut. Apabila pasien masih merasakan

rangsangan, maka pulpanya masih vital.

Pada gigi yang berkaries: bersihkan dan keringkan terlebih dahulu gigi

yang mengalami sakit, kemudian tempelkan cotton pellet yang telah

disemprot chlor ethyl pada bagian serviks atau pada daerah berlubang di

gigi tersebut. Apabila pasien masih merasakan rangsangan, maka pulpanya

masih vital.

Interpretasi tes dingin:

• respon hebat & lama pulpitis irreversible

• tak ada respon nekrosis pulpa

Page 8: case 3 dsp 9

a. Tes panas

Bahan-bahan yang dapat digunakan yaitu air panas, gutaperca

panas, karet poles dan alat lain. Tes panas ini cukup jarang digunakan,

namun dapat berguna bila keluhan sulit dilokalisir giginya.

Apabila respon hebat & menetap pulpitis irreversible.

b. EPT

Merupakan suatu alat untuk menguji apakah pulpa memberi

respons atau tidak.

c. Tes Periradikular

Tes periradikular dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a) Tes perkusi

Dilakukan untuk memberikan petunjuk adanya inflamasi

ligamen periodontal.

Tes ini dilakukan dengan cara mengetukkan ujung kaca mulut

pada gigi yang sakit, untuk mengkonfirmasi adanya inflamasi maka

Page 9: case 3 dsp 9

dapat dilakukan dengan cara menekankan ujung jari pada gigi yang

sakit.

Intensitas respon:

hebat +++

sedang ++

ringan +

negatif (-)

b) Tes palpasi

Tes ini dilakukan untuk menunjukkan tingkat keparahan inflamasi dengan

menggunakan ujung jari pada daerah apex.

Pemeriksaan periodontal

Pemeriksaan periodontal dilakukan dengan dua cara:

a. Probing

Merupakan suatu metode untuk mengukur kedalaman poket periodontal. Alat

yang digunakan berupa probe, dengan cara dimasukkan ke dalam attached

Page 10: case 3 dsp 9

gingiva, kemudian diukur kedalam poket periodontal dari gigi pasien yang

sakit.

b) Mobilitas

Kelainan endodontik yang luas dapat menyebabkan mobilitas

yang nyata. Mobitity yang berasal dari periodontal biasanya memiliki

prognosis yang buruk.

2.2. Analisis Kasus

2.2.1. Analisis Radiologis

Untuk analisis radiologi digunakan foto panoramik, agar dapat melihat

semua aspek-aspek dan kelainan pada gigi dan jaringan periodontal disekitar

rahang. Pada radiografi panoramik, terlihat jelas bahwa pasien mengalami

kehilangan gigi 1.1, 2.1, 2.2, 3.6, 3.5, 4.5, dan 4.6. Terdapat gambaran

radiopak dari email sampai ruang pulpa pada gigi 3.7 dan 4.7. Akar, lamina

dura, membran periodontal dalam batas normal.

Page 11: case 3 dsp 9

2.2.2. Analisis fotografi

Pasien terlihat memiliki tipe wajah normal namun asimetris. Tipe

wajah asimetris semakin nyata terlihat pada saat pasien membuka mulut

(tersenyum).

Berdasarkan relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah serta hasil

analisis sefalometri menunjukkan kelas I Angle. Berdasarkan pemeriksaan intaoral,

didapatkan malposisi gigi-geligi sebagai berikut.

Page 12: case 3 dsp 9

- Gigi 1.3 labioversi.

- Gigi 3.1 dan 3.2 rotasi.

- Gigi 3.3 rotasi.

- Gigi 4.3 labioversi.

a. Analisis Cephalometri

Berdasarkan radiograf sefalometri, Terlihat profil wajah sedikit

cembung, tidak ada kelainan skeletal. Tidak terdapat pula fraktur rahang

Page 13: case 3 dsp 9

.

Page 14: case 3 dsp 9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Klasifikasi Maloklusi

3.1.1. Kelas I Angle (Neutroklusi)

Patokan :

1. Hubungan gigi molar pertama rahang atas dan molar pertama rahang bawah,

dimana puncak bonjol mesiobukal molar pertama rahang atas berada pada

bukal groove molar pertama rahang bawah.

2. Hubungan gigi caninus rahang atas dan caninus rahang bawah, dimana gigi

caninus rahang atas menutupi atau terletak diantara caninus dan premolar

pertama rahang bawah.

Menurut Dewey kelas ini dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:

Tipe 1 : Gigi anterior dalam keadaan berjejal (crowding) dan caninus terletak

lebih ke labial (ektopik).

Tipe 2 : Gigi anterior protrusif (Labioversi).

Tipe 3: Terjadi gigitan bersilang anterior.

Tipe 4 : Terjadi gigitan bersilang posterior.

Page 15: case 3 dsp 9

Tipe 5 : Terjadi migrasi ke mesial pada gigi posterior (Mesial Drifting).

3.1.2. Kelas II Angle (Distoklusi)

Puncak Bonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak lebih ke

anterior dari bukal groove molar pertama rahang bawah.

3.1.3. Kelas III Angle (Mesioklusi)

1. Puncak bonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak lebih distal

dari bukal groove molar pertama rahang bawah.

2. Hubungan caninus biasanya terletak antara premolar pertama dan premolar

kedua rahang bawah.

Menurut Dewey, kelas ini dibagi dalam 3 tipe :

Tipe 1 : Hubungan molar pertama rahang atas dan bawah mesioklusi

sedangkan hubugan anterior edge to edge.

Tipe 2 : Hubungan molar pertama rahang atas dan bawah mesioklusi

sedangkan hubungan gigi anterior normal sampai berjejal (anterior rahang

bawah linguo versi).

Tipe 3 : Hubungan molar pertama rahang atas dan bawah mesioklusi

sedangkan hubungan gigi anterior adalah cross bite sehingga dagu penderita

menonjol ke depan.

3.2. Malposisi Gigi

3.2.1. Individual Teeth

Page 16: case 3 dsp 9

Nomenklatur yang dikemukakan oleh Lischer, banyak digunakan untuk

menggambarkan suatu keadaan malposisi gigi. Penamaan ini dianggap lebih mudah,

karena hanya dengan menambahkan akhiran versi pada kata yang mengindikasikan

arah dari posisi normal

Berikut merupakan klasifikasi dari Lischer :

a) Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal

b) Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal

c) Lingouversi : Lebih ke lingual dari posisi normal

d) Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal

e) Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi

f) Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi

g) Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped

h) Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang

i) Transversi : Perubahan pada urutan posisi

Istilah tersebut dapat digabungkan ketika gigi mengasumsikan malposisi yang

melibatkan lebih dari satu arah dari normal. Jadi, misalnya, dikatakan bahwa keadaan

gigi adalah di mesiolabioversi

3.3. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Sebelum kita melakukan pembuatan gigi tiruan, harus dibuat pola perencanaan

gigi tiruan agar didapat gigi tiruan yang baik dan maksimal. Pembuatan desain ini

merupakan tahap penting dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

sebuah gigi tiruan. Desain tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Retensi

Page 17: case 3 dsp 9

Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan agar bertahan terhadap

gaya pelepasan dari arah vertikal. Ada beberapa macam retensi, yaitu:

a) Adhesi

Adhesi merupakan daya tarik menarik antara dua molekul yang

berbeda. Adhesi terjadi antara saliva dan landasan, saliva dan mukosa.

b) Kohesi

Kohesi merupakan daya tarik menarik antara dua molekul yang sejenis.

Kohesi terjadi antara saliva dengan saliva.

c) Undercut

Retensi yang didapat dari daerah gerong yang ada di gigi dan jaringan

pendukung.

d) Friksi

Retensi yang didapat dari gaya gesek antara dua permukaan. Pada gigi tiruan

sebagian lepasan terjadi antara landasan dengan mukosa.

e) Tegangan permukaan

Gaya yang bekerja pada permukaan zat cair. Adanya cairan saliva diantara

landasan dan mukosan secara menyeluruh memberikan gaya ketika gigi tiruan

berusaha dilepaskan dan landasan di tepi permukaan gigi akan terjadi tegangan

permukaan.

f) Atmosferik

Page 18: case 3 dsp 9

Retensi ini akan bekerja apabila tekanan udara dibawah landasan nol.

g) Muskular

Retensi otot dihasilkan apabila pencetakan dilakukan sesuai batas-batas

tarikan otot bibir, pipi, dan lidah dan daerah peripheral border seal.

h) Gravitasi

Adanya daya tarik menarik bumi menyebabkan gaya tarik menarik terhadap

gigi tiruan rahang bawah yan akan menguntungkan karena akan menambah

retensi.

i) Gaya kunyah ke apical

Adanya gaya kunyah ke apical menahan gigi tiruan lepas dari mukosa

dibawahnya.

2. Stabilisasi

Stabilisasi merupakan kemampuan gigi tiruan bertahan terhadap

perpindahan tempat dari arah horizontal. Pada gigi tiruan sebagian lepasan,

stabilitas ditentukan oleh :

a) Dimensi vertikal dan relasi sentrik

b) Menetukan garis median

c) Menempatkan indirect retainer tegak lurus terhadap garis fulcrum

d) Menentukan garis fulcrum

e) Menyusun artificial di puncak linggir

Page 19: case 3 dsp 9

f) Mengurangi jumlah gigi pengganti

g) Menyusun dengan prinsip oklusi berimbang berdasarkan kurva Spee

h) Adapatasi landasan

i) Mengunyah dua sisi

j) Bracing

3. Estetika

Membuat gigi tiruan yang sesuai dan harmonis dengan kepribadian

pasien sehingga tampak alami dan natural.

4. Support

Support merupakan kemampuan gigi tiruan bertahan terhadap gaya ke

apical. Support didapat dari tahap pencetakan yang baik. Untuk gigi tiruan

sebagian lepasan, support dapat berupa gigi, mukosa dan kombinasi.

5. Arah Pemasangan

Arah pemasangan didapat dari surveying. Surveying dapat menentukan

sebagai berikut :

a) kesejajaran

b) kedalaman gerong

c) garis survey

Page 20: case 3 dsp 9

d) tilting

e) tripoding

f) guiding plane

g) block out

3.4. Klasifikasi Gigi Tiruan Sebagian

Gigi tiruan sebagian (GTS) menurut Osborne (1959) merupakan gigi tiruan

yang menganti gigi asli yang hilang sebagian dapat dilepas oleh pasien.Menurut Mc.

Craken (1973), GTS adalah suatu restorasi prostetik yang menggantigigi asli yang

hilang dan bagian lain rahang yang tidak bergigi sebagian, mendapatdukungan

terutama dari jaringan dibawahnya dan sebagian dari gigi asli yang masihtinggal akan

menjadi gigi pegangan.

Klasifikasi gigi tiruan telah banyak digunakan yakni (1) untuk membedakan

kasus, (2) untuk memudahkan membuat disain gigi tiruan, dan (3) untuk memudahkan

dalam pembicaraan ilmiah Gigi tiruan sebagian lepasan dapat dibagi menjadi

beberapa kelompok berdasarkan kriteria tertentu seperti berdasarkan waktu

pemasangan, jaringan pendukung, bahan yang dipakai, keberadaan sayap bukal.dan

letak daerah yang tak bergigi.

1. Gigi tiruan menurut saat pemasangannya

a. Immediet protesa

Page 21: case 3 dsp 9

Immediate denture merupakan protesa gigi lepasan yang dibuat

sebelum gigi diekstraksi untuk secepatnya menggantikan satu atau

beberapa gigi yang akan diekstraksi. Secara umum, immediate denture

diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu

1) Conventional immediate Denture

Merupakan Immediate Denture yang dimaksudkan untuk

dijadikan sebagai protesa jangka panjang mengikuti waktu proses

penyembuhan yang biasanya dilakukan setelah ekstraksi total.

Immediate denture jenis ini biasanya akan direline untuk

mempertahankan adaptasi basal nya terhadap struktur pendukung.

2) Interim Immediate Denture

Merupakan immediate denture yang dijadikan sebagai protesa

dalam jangka waktu pendek sepanjang proses penyembuhan yang

nantinya akan digantikan dengan protesa yang lebih tetap.

b. konvensional protesa

Gigi tiruan konvensional adalah suatu geligi tiruan yang dibuat

setelah semua gigi yang berindikasi pencabutan, selesai dicabut,

sebelum geligi tiruan tadi dibuat.

2. Gigi tiruan sebagian lepasan berdasarkan penyangga menurut MC.Cracken

a. The all-tooth supported denture – removable bridge

Seluruhnya tooth supported beban yang diterima diteruskan oleh occlusal rest

pada gigi penyangga di kedua sisi.

Page 22: case 3 dsp 9

Sadel pada kedua sisi dibatasi gigi penyangga, sehingga tidak terjadi gerakan

rotasi(ungkitan) Disain gigi tiruan dapat unilateral atau bilateral

b. The tooth tissue supported denture

Sebagian ridge atau tissue supported dan sebagian tooth supported.

Gigi penyangga hanya pada stu sisi sadel, sehingga memungkinkan gerakan rotasi

atau ungkitan pada waktu gigi tiruan berfungsi, diperlukan indirect retainer.

3. Gigi tiruan berdasarkan distribusi beban menurut Osborne J dan Lammie GA

a. tooth supported

dukungannya berupa gigi asli

b. mucosa supported

dukungannya berupa mukosa ujung bebas

c. mucosa and tooth supported

dukungannya berupa mukosa ujung bebas dan gigi asli

4. Gigi tiruan menurut bahan dipakai :

a. Frame atau metal protesa

b. Akrilik protesa

c. Vulcanite Protesa

5. Gigi tiruan menurut ada / tidaknya sayap bagian bukal :

Page 23: case 3 dsp 9

a. Open face

dibuat tanpa gusi tiruan di bagian labial

b. Close face

dibuat dengan gusi tiruan di bagian labial

3.5. Klasifikasi Kennedy dan Klasifikasi Soelarko

Klasifikasi gigi tiruan sebagian berdasarkan letak dari daerah yang

tidak bergigi

Syarat klasifikasi ini adalah untuk:

a. Dapat segera memberikan gambaran tipe daerah tak bergigi

b. Dapat segera membedakan daerah yg mendpt.dukungan gigi & yg tdk

c. Bersifat universal

d. Dapat diterima umum

3.5.1. Klasifikasi Kennedy menurut dr. Edward Kennedy (1925)

1.) Klas I

Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari

gigiyang tertinggal pada kedua belah sisi (bilateral Free end).

2.) Klas II

Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari

gigiyang tertinggal tetapi hanya pada satu sisi saja (unilateral free end).

Page 24: case 3 dsp 9

3.) Klas III

Daerah yang tidak bergigi terletak di antara gigi yang masih ada di

bagian posterior

4.) Klas IV

Daerah yang tidak bergigi terletak di bagian anterior dan melewati

garismedian.

Aplegate menambahkan 8 aturan untuk klasifikasi Kennedy

1.) Kelas ditentukan setelah pencabutan gigi.

2.) Jika M3 hilang, dan tidak diganti maka tidak diperhitungkan dalam kelas

3.) Jika M3 ada dan sebagai gigi sandaran maka diperhitungkan dalam klasifikasi

4.) Jika M2 hilang dan tidak diganti maka tidak diperhitungkan dalam klasifikasi

5.) Daerah tak bergigi paling posterior yang menentukan kelas

6.) Daerah tak bergigi lainnya selain yang menentukan kelas merupakan modifikasi

7.) Jumlah modifikasi tidak dihitung berdasar jumlah gigi yang hilang namun

berdasar jumlah daerah tak bergigi

8.) Kelas IV tdk memiliki modifikasi

Page 25: case 3 dsp 9

Gambar . Klasifikasi Kennedy

3.5.2. Klasifikasi Soelarko

Selain klasifikasi Kennedy, ada klasifikasi lain yang cukup ideal digunakan,yaitu

klasifikasi soelarko. Soelarko adalah seorang dokter gigi lulusan FKG Unpad.

1.) Kelas I : daerah tak bergigi, berujung bebas

2.) Kelas II : daerah tak bergigi, bersandar ganda

3.) Kelas III : kombinasi Kelas I dan Kelas II

Pada klasifikasi soelarko ini, masing-masing kelas dibagi menjadi 3 divisi di mana

ketigadivisi tersebut adalah :

1.) Divisi I : daerah tak bergigi di satu sisi

2.) Divisi II : daerah tak bergigi di satu sisi

3.) Divisi III: daerah tak bergigi di anterior, melewati garis median.

3.6. Reparasi Gigi Tiruan

Page 26: case 3 dsp 9

Pencekatan kembali (refitting)suatu proses sebagian lepasan adalah suatu cara

untuk memperbaiki geligi tiruan yang sudah tidak pas lagi, sehingga kembali menjadi

pas pada tempatnya, begitu pula hubungan oklusi maupun artikulasi gigi geliginya.

Dalam hal ini terdapat tiga cara yang dikenal, yaitu

1. Pelapisan Kembali (relining)

2. Penggantian Basis (rebaising)

3. Rekonstruksi (reconstruction)

Pencekatan kembali (refiting) pd GT RA, dg cara

1. Relining : prosedur yang digunakan utk melapisi sisi jar. GT dengan basis yang

baru, sehingga menghsailkan adaptasi yang akurat pada sadel.

Indikasi :

a. tinggi gigitan terlalu rendah, sehingga harus dtinggikan dg

dimensi vertical yang sebenarnya.

b. Kondisi basis masih baik, elemen gigi masih baik.

2. Rebasing : mengganti landasan gigi tiruan secara menyeluruh, tidak dapat

dilakukan diklinik.

Indikasi :

a. Mengganti landasan gigi tiruan yang terlah mengalami kerusakan karena

sudah teralu lama tetapi masih memenuhi persyaratan GT lainya (desain

kerangka protesa masih baik, elemen gigi tidak aus atau patah)

b. Utk memperbaiki tinggi gigitan yg terlalu tinggi, bisa dilakukan dg rebasing

sepihak itu GT yg RB saja.

Page 27: case 3 dsp 9

c. Pd landasan gigi tiruan yang mengalami porus yang banyak, perubahan warna

dan bau.

d. reconstruction : suatu prosedur pembuangan resin dan gigi geligi dari

kerangka protesa dan mengganti basisnya dengan bahan baru dengan elemen

tiruan baru yang disusun diatasnya.

3.7. Komponen aktif alat ortodonti lepasan

Kerja alat ortodonti lepasan tergantung pada kerja komponen ortodonti yang

digunakan. Terdapat beberapa komponen aktif, yaitu pegas (springs), labial bow, dan

sekrup ekspansi.

1. Pegas (spring)

Komponen aktif berupa pegas ini dibuat dari bahan kawat yang tahan karat.

Diameter kawat bermacam-macam, mulai 0.5 mm sampai dengan 0.8 mm disesuaikan

dengan gigi yang membutuhkan tekanan (pressure). Pegas memiliki berbagai macam

jenis, seperti:

1) Cantilever spring

Cantilever spring mempunyai berbagai nama lain, yaitu proksimal

spring, interdental spring, palatal finger spring. Fungsi dari cantilevered spring

adalah untuk menarik gigi baik ke arah mesial maupun distal. Komponen aktif

ini dibuat oleh kawat berdiameter 0.5 – 0.6 mm. Biasanya ditambahkan coil

untuk memperpanjang kawat.

Page 28: case 3 dsp 9

2) Z spring

Nama lain z spring adalah double cantilever spring, protrusion spring,

simple spring. Fungsi z spring adalah menggerakkan gigi ke arah labial dan

juga bisa untuk gigi yang rotasi. Diameter kawat yang biasanya dipakai untuk

membuat z spring ini adalah 0.5 – 0.6 mm untuk gigi anterior dan 0.7 mm

untuk gigi posterior.

3) Pegas T (T spring)

Pegas dibuat berbentuk huruf T. Lengan retentive diletakkan di

dalam plat landasan.

Fungsi pegas T adalah menggerakkan gigi molar, premolar, dan

caninus ke arah bukal. Kawat berdiameter 0.5 mm digunakan untuk

pegas T.

Page 29: case 3 dsp 9

T spring

4) Bukal loop spring

Komponen ini berfungsi dalam mendorong caninus ke arah

lingual dengan cara mendorong dari arah bukal. Kawat yang dibutuhkan

adalah kawat 0.7 mm.

Bukal loop spring

5) Bumpher spring

Bumpher spring berfungsi untuk menggerakkan gigi posterior ke

arah bukal. Diameter kawat yang digunakan adalah 0.6 mm

6) C retraktor

C retraktor adalah komponen aktif yang berbentuk U loop,

namun juga bisa berbentuk V loop. Fungsi dari bukal retractor ini

adalah menarik kaninus ke arah distal. Kawat berdiameter 0.7 mm

dibutuhkan untuk membentuk komponen ini.

Page 30: case 3 dsp 9

7) Lingual spring

Lingual spring berfungsi mendorong gigi molar ke arah bukal

dengan kawat berdiameter 0.8 mm.

8) Self supporting spring

Fungsi self supporting spring adalah menggerakkan gigi ke arah

palatal dengan kawat berdiameter 0.7 mm.

9) Paddle spring

Paddle spring bisa digunakan baik pada gigi anterior maupun

posterior untuk pergerakan kea rah labial.

Paddle spring

2. Labial Bow

Labial bow ini sebenarnya dapat menjadi komponen aktif atau komponen

pasif. Sebagai komponen aktif, labial bow menarik gigi anterior ke palatal, untuk

fungsi ini dibutuhkan kawat berdiameter 0.7 mm. Sedangkan, sebagai komponen

pasif, fungsinya ialah mempertahankan lengkung gigi dan sebagai retensi dan

dibutuhkan kawat berdiameter 0.8 mm. Secara mekanis, bow lebih kompleks daripada

pegas.

Page 31: case 3 dsp 9

Labial bow

Ada beberapa tipe labial bow:

1. Labial bow dengan U-loop

1.1. Labial bow pendek

Kawat yang digunakan adalah yang berdiameter 0.7 mm. Indikasi

pemakaian labial bow pendek adalah penutupan jarak di daerah mesial

caninus, reduksi minor overjet, sebagai komponen retensi. Kekurangan dari

labial bow pendek ini adalah range of action yang minimal, bagian aktif yang

sangat kaku. Labial bow memberikan tekanan yang kuat dalam jarak yang

kecil, adanya kemungkinan caninus mengalami bukal drift.

Short Labial bow

1.2. Labial bow panjang

Kawat 0.7 mm digunakan untuk labial bow panjang. Indikasi

pemakaiannya adalah untuk menghilangkan jarak pada distal caninus,

Page 32: case 3 dsp 9

memandu caninus ke posisi yang tepat, sebagai komponen retensi, dan reduksi

minor overjet.

Long labial bow

1.3. Split labial bow

Kawat yang digunakan berdiameter 0.7 mm. Terdapat dua tipe split

labial bow, yaitu yang digunakan untuk retraksi incisivus dan yang digunakan

untuk menghilangkan median diastema.

Split labial bow: A. retraksi incisivus B. untuk menghilangkan median

diastema

1.4. Reverse labial bow

Labial bow tipe ini diindikasikan untuk retraksi minor overjet, koreksi

minor crowding, dan sebagai retensi. Kekurangannya adalah labial bow ini

sangat kaku dan stabilitasnya kurang baik.

Page 33: case 3 dsp 9

Reverse labial bow

1.5. Fitted labial bow

Diameter kawat yang digunakan yaitu 0.7 mm. Diindikasikan sebagai

retensi setelah perawatan ortodonti aktif.

Fitted labial bow

2. Labial bow tanpa U-loop

2.1. Roberts retractor

Roberts retractor dibuat dengan kawat berdiameter 0.5 mm.

Indikasinya adalah meretraksi empat incisivus. Labial bow ini sangat baik

sebagai alat retraksi dan sangat fleksibel sehingga digunakan pada kasus

Page 34: case 3 dsp 9

dimana terdapat overjet sebesar lebih dari 4 mm. Kekuranga dari Roberts

retractor adalah seringnya terjadi kerusakan dan sulit untuk diperbaiki.

2.2. Mills retractor

Labial bow ini disebut juga extended labial bow. Kawat yang

digunakan adalah 0.7 mm. Mills retractor sangat fleksibel sehingga digunakan

untuk mereduksi overjet yang besar. Ketidaksejajaran incisivus juga termasuk

indikasi pemakaian labial bow tipe ini. Kekurangannya adalah rasa kurang

nyaman pada pasien dan sulit untuk dibuat.

2.3. High labial bow with apron spring

Labial bow ini memiliki 2 komponen, yaitu heavy base arch wire dan

apron spring. Untuk heavy base arch, kawat yang dipakai adalah kawat

berdiameter 0.9 mm. Labial bow ini digunakan untuk memperbaiki lengkung

gigi namun dengan menggerakkan ke arah lingual.

3. Sekrup ekspansi

Page 35: case 3 dsp 9

Sekrup ini mampu memperbesar lengkung rahang agar mendapatkan space

yang cukup sehingga dapat mengatasi gigi yang berjejal. Adapun cara aktivasi sekrup

ekspansi ini adalah:

1. Menggerakkan alat pemutar skrup ekspansi searah dengan anak panah.

2. Satu kali menggerakkan alat pemutar maka skrup akan berputar sebanyak ¼

putaran. Aktivasi dilakukan setiap minggu sebanyak ¼ putaran. Sekrup

dapat bekerja secara langsung pada gigi atau via baseplate.

Page 36: case 3 dsp 9

BAB IV

PEMBAHASAN

Untuk kasus ini, kami menyimpulkan diagnosis, yaitu :

1. Missing teeth pada gigi 11, 21, 22 e.c trauma

2. Missing teeth pada gigi 36, 35, 45, 46

2. Labioversi pada 13

Dalam pembahasan kasus ini,kami membagi untuk merencanakan perawatan

beradasarkan rahang, yaitu rahang atas dan rahang bawah.

4.1 Rahang Atas

Pada kasus 3 ini, rahang atas mengalami kehilangan gigi bagian anterior dan

keluhan lain yaitu adanya labioversi pada gigi caninus. Sehingga analisis kasusnya

adalah sebagai berikut :

1) Kasus Prostodonsia: kehilangan gigi 11, 21,22 dan 36, 35,45,46

Kasus ini termasuk klasifikasi Kennedy kelas IV dan Klasifikasi Soelarko

kelas II divisi III.

Rencana perawatan : dengan menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan

dengan desain sebagai berikut :

Page 37: case 3 dsp 9

cengkeram/cangkolan pada gigi 1.4 1.6 dan 2.6 serta cingulum rest pada gigi 2.3

Desaign GTSL Rahang Atas yang dimodifikasi dengan penambahan labial spring.

Desaign GTSL Rahang Atas yang dimodifikasi dengan penambahan coil spring.

Page 38: case 3 dsp 9

4.2 Rahang Bawah

Pada kasus kehilangan gigi rahang bawah pada pasien tersebut, rencana perawatan yang

baik adalah gigi tiruan sebagian lepasan. Perawatan ini dipilih karena memerhatikan keadaan

pasien dimana OH pasien yang sedang. Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki keuntungan

mudah dibersihkan. Selain itu gigi tiruan sebagian lepasan juga bersifat ekonomis.

Sebelum proses pembuatannya, dokter gigi harus menganalisa terlebih dahulu desain gigi

tiruan yang akan digunakan oleh pasien. Proses pembuatan desain ini merupakan suatu

prinsip yang umum dan penting, dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau

kegagalan sebuah geligi tiruan. Dalam pembuatan desain terdapat beberapa tahap yang harus

ditempuh, yaitu :

1. Tahap I : Menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi

Pada kasus tersebut maka dapat ditentukan klasifikasi sebagai berikut

Menurut Soelarko: kelas II divisi 2 Soelarko

Menurut Kennedy: kelas III modifikasi 1 Kennedy Perawatan

2. Tahap II : Menentukan macam-macam dukungan dari setiap daerah tak bergigi

Page 39: case 3 dsp 9

RB : dukungan gigi

3. Tahap III : Menentukan penahan

RB : cengkeram/cangkolan pada gigi 3.4 3.7 dan 4.4 4.7

4. Tahap IV : Menentukan macam konektor

RB : Basis akrilik lingual

Desaign GTSL Rahang Bawah.

Pada kasus ini dapat pula digunakan perawatan lain selain GTSL, yaitu implant.

Namun, perawatan implant tidak ekonomis dan kurang sesuai dengan status pasien yang baru

lulus dan mencari pekerjaan.