Makalah Case 3

61
BAB I PEMBUKAAN Naskah Kasus Penyakit Autoimun Halaman 1 An. A, laki-laki berusia 6 tahun 4 bulan datang diantar ibunya ke Poliklinik Anak dengan keluhan urin berwarna seperti cucian daging sejak 2 hari yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang Menurut ibu pasien, urin anaknya berwarna seperti cucian daging sejak 2 hari yang lalu. Urin tampak berwarna merah kecoklatan seperti coca-cola. Pasien jarang BAK dan saat BAK jumlahnya sedikit. Keluhan tidak disertai dengan nyeri saat BAK, dan tidak ada nyeri pinggang. Selain keluhan tersebut, kelopak mata tampak bengkak terutama saat bangun tidur dipagi hari dan berangsur-angsur menghilang pada siang harinya. Bengkak dikedua kelopak mata tidak disertai keluhan mata berair, silau dan nyeri. Selain mata, pada kedua tungkai tampak bengkak. Pasien terlihat pucat, lemah dan nafsu makan berkurang. Keluhan tidak disertai demam. Riwayat penyakit dahulu 1

description

makalah

Transcript of Makalah Case 3

Page 1: Makalah Case 3

BAB I

PEMBUKAAN

Naskah Kasus Penyakit Autoimun

Halaman 1

An. A, laki-laki berusia 6 tahun 4 bulan datang diantar ibunya ke Poliklinik Anak dengan

keluhan urin berwarna seperti cucian daging sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Menurut ibu pasien, urin anaknya berwarna seperti cucian daging sejak 2 hari yang lalu. Urin

tampak berwarna merah kecoklatan seperti coca-cola. Pasien jarang BAK dan saat BAK

jumlahnya sedikit. Keluhan tidak disertai dengan nyeri saat BAK, dan tidak ada nyeri pinggang.

Selain keluhan tersebut, kelopak mata tampak bengkak terutama saat bangun tidur dipagi hari

dan berangsur-angsur menghilang pada siang harinya. Bengkak dikedua kelopak mata tidak

disertai keluhan mata berair, silau dan nyeri. Selain mata, pada kedua tungkai tampak bengkak.

Pasien terlihat pucat, lemah dan nafsu makan berkurang. Keluhan tidak disertai demam.

Riwayat penyakit dahulu

Dua minggu yang lalu pasien mengalami demam dan sakit tenggorokkan. Pasien berobat ke

Puskesmas dan diberi obat penurun panas serta antibiotika yang diminum selama 3 hari. Tidak

pernah mengalami riwayat bengkak sebelumnya, sakit kulit/koreng tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa

1

Page 2: Makalah Case 3

Halaman 2

Pemeriksaan fisik :

Kesadaran : kompos mentis

Keadaan umum: tampak sakit sedang

BB : 25 kg TB : 113cm (P25 kurva NCHS)

Tanda Vital : Laju napas : 20x/ menit,Tekanan darah: 130/90mmHg, Nadi : 90x/menit,

Suhu: 37°C.

Mata : tampak edema dikedua mata dekstra dan sinistra, konjungtiva tidak pucat, sclera

tidak ikterik

Mulut : Tidak didapatkan ulkus, mukosa lembab.

Thoraks : - Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar murmur dan

gallop.

- Paru : Suara napas vesikuler, ronkhi basah halus dan wheezing (-).

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+), hepar dan lien tidak teraba, ginjal kanan dan kiri

tidak teraba, shifting dullness tidak ada, nyeri ketok kostovertebral tidak ada.

Ekstermitas : Akral hangat, CRT < 2s, edema (+).

Pemeriksaan Penunjang

- Hb : 10.2 g/dL (N= 10.5-14g/dL)

- Hematokrit : 35% (N= 33-42%)

- Leukosit : 7000/mm3 (N=6000-15000/ mm3 )

- Trombosit : 300.000 mm3 (N=150.000-450.00/ mm3)

- Ureum : 40mg/dL (N=20-40mg/dL)

- Kreatinin : 2.8 mg/dL (N=0.3-0.7mg/dL)

- ASTO : 400 IU/mL (N=<200 IU/mL)

- C3 : 40mg/dL (N=55-120mg/dL)

2

Page 3: Makalah Case 3

Urin rutin

- Warna merah coklat

- Berat jenis 1020

- Protein +2

- Glukosa negative

- Sedimen : eritrosit penuh, 10-15/lpb, ditemukan silinder eritrosit, bakteri negative,

leukosit esterase negative, nitrit negative.

3

Page 4: Makalah Case 3

BAB II

PEMBAHASANFILTRASI GLOMERULUS

Fungsi Ginjal

1. Mempertahankan keseimbangan air

2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh melalui regulasi keseimbangan air

3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES

4. Mempertahankan volume plasma yang tepat

5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh

6. Mengeluarkan bnyak senyawa asing

7. Menghasilkan eritropoietin

8. Menghasilkan renin

9. Mengubah vit. D menjadi bentuk aktif

3 Proses dasar di Ginjal

1. Filtrasi Glomerulus

2. Reabsorbsi Tubulus

3. Sekresi Tubulus

4

Page 5: Makalah Case 3

• 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring

• 125 ml filtrasi glomerulus terbentuk tiap menit

• 180 liter setiap haril

• Volume rata2 plasma orang dewasa 2,75

• Ginjal menyaring keseluruhan volume plasma 65x/hari

Zat yang difiltrasi harus melalui 3 lapisan membran glomerulus:

1. Dinding/lumen kapiler glomerulus

2. Membran basal

3. Lapisan dalam kapsul bowman

5

Page 6: Makalah Case 3

Membran Glomerulus

Fungsi: sebagai saringan molekular halus yang menahan sel darah dan protein plasma tetapi

membolehan H₂O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil untuk lewat

Sifat:

Permeabel terhadap air dan kristaloid bermolekul kecil

Tidak permeabel terhadap molekul besar dan protein plasma

Semua protein bermuatan (-) dan bermolekul besar tidak dpt lewat

Molekul sangat kecil bermuatan (-) tetap mudah melewati membran filtrasi

6

Page 7: Makalah Case 3

Proses Filtrasi

Untuk mendorong cairan dari kapiler ke kapsula bowman, diperlukan gaya (tekanan filtrasi/ TF =

Starling forces) yang ditentukan oleh:

1. Tekanan darah kapiler glomerulus → tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di

dalam kapiler glomerulus (±55mmHg)

2. Tekanan osmotik koloid plasma → ditimbulkan oleh distribusi tidak seimbang protein-

protein plasma di kedua sisi membran glomerulus karena tidak dapat di filtrasi

(±30mmHg)

3. Tekanan hidrostatik kapsul bowman → ditimbulkan oleh cairan dibagian awal tubulus

(±15mmHg)

7

Page 8: Makalah Case 3

GFR

• LFG: Kf X tekanan filtrasi netto

• Kf → koefisien filtrasi (kolektif sifat2 membran glomerolus)

Control Of GFR

Terdapat 2 mekanisme yang kontrol yang mengatur GFR/ LFG, keduanya diarahkan untuk

menyesuaikan aliran darah glomerolus dengan mengatur jari-jari dan resistensi arteriol aferen.

Kedua mekanisme tersebut adalah:

1. Otoregulasi → untuk mencegah perubahan spontan LFG

2. Kontrol simpatis ekstrinsik → untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri

Control Of GFR (1)

8

Page 9: Makalah Case 3

Karena tekanan darah arteri adalah gaya utama yang mendorong darah masuk ke dalam

glomerolus maka tekanan darah kapiler glomerolus dan LFG/GFR akan meningkat berbanding

lurus jika tekanan arteri meningkat bila faktor lain tidak berubah

Control Of GFR (1)

Jika LFG meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri maka tekanan filtrasi netto dan LFG

dapat dikurangi ke normal oleh konstriksi arteriol aferen, yang menurunkan aliran darah ke

dalam glomerolus. Penyesuaian lokal ini menurunkan tekanan darah glomerolus dan LFG ke

normal (VASOKONTRISI ARTERIOL ME↓ LFG)

Control Of GFR (1)

Jika LFG turun akibat penurunan tekanan arteri maka tekanan glomerolus dapat ditingkatkan ke

normal oleh vasodilatasi arteriol aferen, yang memungkinkan lebih banyak darah masuk

meskipun tekanan pendorong berkurang (VASODILATASI ARTERIOL ME↑ LFG)

9

Page 10: Makalah Case 3

10

Page 11: Makalah Case 3

GLOMERULONEFRITIS ACUTE

Definisi

Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut, dimana pada

kasusu seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi

ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap

akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.

Etiologi

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe

12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus

dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya

glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta

hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten

selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat

nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim,

keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut

setelah infeksi kuman streptococcus.

Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut

yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.

Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A

disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus

terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien

(95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang

memburuk dengan cepat.

Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta

hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan

dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit

ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.

11

Page 12: Makalah Case 3

Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti

keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid

dan lupus eritematosus.

.       Klasifikasi

A. Congenital (herediter)

1.      Sindrom Alport

Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang

seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom

alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua

pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan

hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita

sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria

mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran

nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak

terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.

2.      Sindrom Nefrotik Kongenital

Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif,

sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa

bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering

dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik

(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan

sindrom nefrotik jenis lainnya.

B. Glomerulonefritis Primer

1.      Glomerulonefritis membranoproliferasif

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak

spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%

pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan

gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%

menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai

12

Page 13: Makalah Case 3

riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira

glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

2.      Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan

dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan

lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan

insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian

berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang

dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan

sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria

terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

3.      Nefropati IgA (penyakit berger)

Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik,

hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan

gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan

terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria

makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi

misalnya olahraga dan imunisasi.

C. Glomerulonefritis sekunder

Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca

streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A

yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis

pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab

mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

Manifestasi Klinis

1.    Hematuria

2.    Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh

3.    Oliguria

4.    Tanda-tanda payah jantung

13

Page 14: Makalah Case 3

5.    Hypertensi

6.    Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi

tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus

mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah

dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-

kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya

edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi berhubungan

dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,

zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan

aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema

pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR

biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,

natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan

aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema pada

wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh

ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus,

apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan

garam.

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian

pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,

maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila

keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali

pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain

yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan

diare tidak jarang menyertai penderita GNA.

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya

sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme

masih belum diketahui dengna jelas. 

14

Page 15: Makalah Case 3

Pemeriksaan Penunjang

1.    Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan

eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder

lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus

2.    Pemeriksaan darah :

-          kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.

-          jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.

-          analisa gas darah ; adanya asidosis.

-          Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.

-          kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya anemia

3.    Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya streptokokus

4.    Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase \

5.    Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun

6.    Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru  atau payah jantung

7.    ECG : adanya gambaran gangguan jantung

Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita,

Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak adanya proteinuria

masif dengan gejala sindroma nefrotik. pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi

C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.

Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus

dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan

dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal

kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada

glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung

lebih lama.

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan

kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap

antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain

antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup

bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.

15

Page 16: Makalah Case 3

Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan

faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya

serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,

lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada

hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus

biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga

sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.kompleks imun

bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu

dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu

untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir

menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya

penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus

yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,

sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman

penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis

seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini

sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg

BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan

eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah

garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian

16

Page 17: Makalah Case 3

cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal

jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus

dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk

menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala

serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07

mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya

reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat

parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan

usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat

dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat

dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

.    Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum

kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan

spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung

dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,

17

Page 18: Makalah Case 3

melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas

dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang

menurun.

18

Page 19: Makalah Case 3

GLOMERULONEFRITIS KRONIK The National Kidney Foundation (NKF) defines CKD on the basis of either of the following:

• Evidence of kidney damage based on abnormal urinalysis results (eg, proteinuria or hematuria) or structural abnormalities observed on ultrasound images

• A GFR of less than 60 mL/min for 3 or more months

Classification

• Stage 1 – This stage is characterized by kidney damage with a normal GFR (≥ 90 mL/min); the action plan consists of diagnosis and treatment, treatment of comorbid conditions, slowing of the progressing of kidney disease, and reduction of cardiovascular disease risks

• Stage 2 – This stage is characterized by kidney damage with a mild decrease in the GFR (60-90 mL/min); the action plan is estimation of the progression of kidney disease

• Stage 3 – This stage is characterized by a moderately decreased GFR (to 30-59 mL/min); the action plan consists of evaluation and treatment of complications

• Stage 4 – This stage is characterized by a severe decrease in the GFR (to 15-29 mL/min); the action plan is preparation for renal replacement therapy

• Stage 5 – This stage is characterized by kidney failure; the action plan is kidney replacement if the patient is uremic

Etiologi

19

Page 20: Makalah Case 3

Manifestasi Klinis

The following symptoms suggest uremia:

• Weakness and fatigue

• Loss of energy, appetite, and weight

• Pruritus

• Early morning nausea and vomiting

• Change in taste sensation

• Reversal in sleep pattern (ie, sleepiness in daytime and wakefulness at night)

• Peripheral neuropathy

• Seizures

• Tremors

Physical Examination

• Uremia-specific physical findings include the following:

• Hypertension

• Jugular venous distention (if severe volume overload is present)

• Pulmonary rales (if pulmonary edema is present)

• Pericardial friction rub in pericarditis

• Tenderness in the epigastric region or blood in the stool (possible indicators of uremic gastritis or enteropathy)

• Decreased sensation and asterixis (indicators of advanced uremia)

Pemeriksaan Lab

• Urinalisis

– Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin

– Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)

20

Page 21: Makalah Case 3

– Berat jenis: kurang dari 1,010 àmenunjukkn kerusakan ginjal berat

– Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg àmenunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1

– Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus , terdapat SDM dan fragmen

– Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L à karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium

• Darah

– Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl

– BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir

– SDM: menurun à defisiensi eritropoitin

– GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2

– Protein (albumin) : menurun

– Natrium serum : hiponatremia

– Kalium: hiperkalemia

– Magnesium: meningkat

– Kalsium : menurun

Penatalaksanaan

• Blood pressure management

The target blood pressure for patients with proteinuria in excess of 1 g/day is less than 125/75 mm Hg; for patients with proteinuria of less than 1 g/day, the target pressure is less than 130/80 mm Hg.

- ACE-inhibitors

- ARB

• Fibrosis inhibition

pirfenidone, an inhibitor of transforming growth factor beta and hence of collagen synthesis, has emerged as the best candidate.

21

Page 22: Makalah Case 3

• Roles of Antioxidants

Bardoxolone, an oleanolic acid derivative, blocks Keap and has been postulated as a potential mechanism to retard progression of CKD

• Role of sodium bicarbonate

• Role of direct renin inhibitors

Preliminary studies using aliskiren, a direct renin inhibitor, show reductions in proteinuria over 6 months, but larger studies did not show benefit

• Management of other problems

Renal osteodystrophy can be managed early by replacing vitamin D and by administering phosphate binders. Seek and treat nonuremic causes of anemia, such as iron deficiency, before instituting therapy with erythropoietin.

Treat hyperlipidemia (if present) to reduce overall cardiovascular comorbidity, even though evidence for lipid lowering in renal protection is lacking.

22

Page 23: Makalah Case 3

SINDROM NEFROTIK

Definisi

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang

ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24jam/1.73 m3 disertai hipoalbuminemia, edema

anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. [1,2,3]

Epidemiologi

Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%)

dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih

banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),

umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-

3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. Sindrom nefrotik

sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus. [3]

Etiologi

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat

infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin,

dan akibat penyakit sistemik seperti berikut:

A. glomerulonefritis (GN) primer:

- GN lesi minimal (GNLM)

- Glomerulosklerosis fokal (GSF)

- GN membranosa (GNMN)

- GN membranoproliferatif (GNMP)

- GN proliferatif lain

B. GN sekunder akibat:

23

Page 24: Makalah Case 3

i. infeksi: - HIV, hepatitis virus B dan C

- sifilis, malaria, skistosoma

- tbc, lepra

ii. keganasan: - adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgki, mieloma

multiple, dan karsinoma ginjal

iii. penyakit jaringan penghubung: - SLE, artritis reumatoid

iv. efek obat dan toksin: obat NSAID, preparat emas, penisilinamin, probenesid, captopril

v. lain-lain: diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsi, sengatan lebah

GN primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering. Dalam kelompok

GN primer, GN lesi minimal (GNLM), Glomerulosklerosis fokal (GSF), GN membranosa

(GNMN), GN membranoproliperatif (GNMP) merupakan kelainan histopatologik yang sering

ditemukan.

Penyebab sekunder akibat infeksi yang paling sering ditemukan misalnya pada GN pasca

infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat mislnya obat NSAID atau preperat

emas, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada SLE dan diabetes melitus.

Perbedaan Sindrom Nefrotik dan Nefritik

24

Page 25: Makalah Case 3

Klasifikasi

Sindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 3 kelompok:

I. Sindrom Nefrotik Bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya

adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua

pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa

neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam

bulan-bulan pertama kehidupannya.

II. Sindrom Nefrotik Sekunder disebabkan oleh:

Malaria kuartana atau parasit lain.

Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombosis vena renalis.

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,

racun oak, air raksa.

25

Page 26: Makalah Case 3

Amiloidosis, penyakit anemia sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif

hipokomplementemik.

III. Sindrom Nefrotik Idiopatik, dibagi kedalam 4 golongan, yaitu :

a. Kelainan minimal

Glomerolus tampak normal (mikroskop biasa) atau tampak foot processus sel epitel

berpadu (mikroskop elektron)

Dengan imonufluoresensi tidak ada IgG atau imunoglobulin beta-IC pada dinding

kapiler glomerolus

Lebih banyak terdapat pada anak

Prognosis baik

b. Nefropati membranosa

Glomerolus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel

Prognosis kurang baik

c. Glomerulonefritis proliferatif

Eksudatif difus

Terdapat prolifarasi sel mesangial dan infiltrasi polimorfonukleus.

Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.

Penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)

Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

Dengan bulan sabit (crescent)

Prolifersi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral.

Glomelurosklerosis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis

de mesengium. Titer imunoglobulin beta-IC atau beta-IA rendah.

d. Glomelurosklerosis Fokal Segmental

Sklerosis glomelorus dan atrofi tubulus

Prognosis buruk

26

Page 27: Makalah Case 3

Pembagian Patologi Anatomi

a) Kelainan minimal

o Merupakan bentuk utama dari glomerulonefritis dimana mekanisme patogenetik imun tampak

tidak ikut berperan (tidak ada bukti patogenesis kompleks imun atau anti-MBG).

o Glomerolus tampak foot processus sel terpadu, maka disebut juga nefrosis lipid atau penyakit

podosit.

o Kelainan yang relatif jinak adalah penyebab sindrom nefrotik yang paling sering pada anak-

anak usia 1-5 tahun.

o Glomeruli tampak normal atau hampir normal pada mikroskop cahaya, sedangkan dengan

mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit; hanya bentuk glomerolunefritis mayor

yang tidak memperlihatkan imunopatologi.

b). Nefropati membranosa (glom e r u l o nefritis membranosa)

o Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara morfologi khas oleh

kelainan berbatas jelas pada MBG.

o Jarang ditemukan pada anak-anak.

o Mengenai beberapa lobus glomerolus, sedangkan yang lain masih normal.

o Perubahan histologik terutama adalah penebalan membrana basalis yang dapat terlihat baik

dengan mikroskop cahaya maupun elektron.

c). Glomerulosklerosis fokal segmental

o Lesi ini punya insidens hematuria yang lebih tinggi dan hipertensi, proteinuria nonselektif dan

responnya terhadap kortikosteroid buruk.

o Penyakit ini mula-mula hanya mengenai beberapa glomeruli (istilah fokal) dan pada

permulaan hanya glomeroli jukstameduler. Jika penyakit ini berlanjut maka semua bagian

terkena.

o Secara histologik ditandai sklerosis dan hialinisasi beberapa anyaman didalam satu

glomerolus, menyisihkan bagian-bagian lain. Jadi keterlibatannya baik fokal dan segmental.

27

Page 28: Makalah Case 3

o Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.

d). Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)

o Ditandai dengan penebalan membran basalis dan proliferasi seluler (hiperselularitas), serta

infiltrasi sel PMN.

o Dengan mikroskop cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan

suatu penambahan matriks mesangial.

o Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi

membrana basalis (”jejak-trem” atau kontur lengkap)

o Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan

pada sindrom nefrotik.

o Ada MPGN tipe I dan tipe II.

e). Glomerulonefritis proliferatif fokal

o Proliferatif glomeruler dan atau kerusakan yang terbatas pada segmen glomerulus individual

(segmental) dan mengenai hanya beberapa glomerulus (fokal).

o Lebih sering ada dengan sindrom nefritik.

Patofisiologi

28

Page 29: Makalah Case 3

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,

namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat

menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel

kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan

albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.

Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat

rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan

konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.

Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang

intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau

volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi

natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan

tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran

plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya

mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas sistem

renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti diuretik hormon)

dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan

kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan

bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.

Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut.

Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan

penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang

disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme

intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal

primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema

terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini

dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron

rendah sebagai akibat hipervolemia.

29

Page 30: Makalah Case 3

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan

mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu

berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan

suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai perangsang lipase.

Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian

infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua

kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar

kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama

pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL ( very

low density lipoprotein).

Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid

dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan

peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan

konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya

aktivitas enzim LPL ( lipoprotein lipase ) diduga merupakan penyebab berkurangnya

katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik

plasma atau viskositas yang menurun. Sedangkan kadar HDL turun diduga akibat berkurangnya

aktivitas enzim LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase ) yang berfungsi sebagai katalisasi

pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati

untuk katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang

terjadi pada SN.

Gejala Klinis

Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital,

dan oliguria. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi edema anasarka. Keluhan

jarang selain malaise ringan dan nyeri perut.Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin

mengakibatkan malnutrisi berat. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan

30

Page 31: Makalah Case 3

prolaps ani. Bila edema berat dapat timbul dispnoe akibat efusi pleura. Hepatomegali dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat.

Kelainan Urin dan Darah Pada Pasien Sindrom Nefrotik

Status klinis Sindrom Nefrotik disebabkan oleh injuri glomerulus ditandai dengan

peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan

kehilangan protein urinaria yang massif proteinuria masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam atau ≥

3,5 g/hari), hipoproteinuria, hipoalbuminemia (kurang dari 3,5 g/dl), hiperlipidemia, dan tanpa

ataupun disertai edema dan hiperkolesterolemia. Biasanya sedimen urin normal namun bila

didapati hematuria mikroskopik (>20eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (misal :

sklerosis glomerulus fokal).

Gambaran laboratorium

Darah : - Hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl)

- Kolesterol meningkat (>200 mg% , TG > 300mg%)

- Kalsium menurun

- Ureum Normal

- Hb menurun, LED meningkat

Urin : - Volumenya : normal sampai kurang

- Berat jenis : normal sampai meningkat

- Proteinuria masif (>29gr / 24 jam)

- Glikosuria akibat disfungsi tubulus proksimal

- Sedimen : silinder hialin, silinder berbutir, silinder lemak,

oval fat bodies, leukosit normal sampai meningkat.

P emeriksaan urin yang didapatkan.

31

Page 32: Makalah Case 3

Penilaian berdasarkan tingkat kekeruhan urin (tes asam sulfosalisilat atau tes asam acetat)

didapatkan hasil kekeruhan urin mencapai +4 yang berarti: urin sangat keruh dan kekeruhan

berkeping-keping besar atau bergumpal-gumpal atau memadat (> 0,5%).

Penetapan jumlah protein dengan cara Esbach (modifikasi Tsuchiya) didapatkan hasil

proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari.

Proteinuria berat, ekskresi lebih dari 3,5 gram/l/24jam.

Pemeriksaan jumlah urin didapatkan produksi urin berkurang, hal ini berlangsung selama

edema masih ada.

Berat jenis urin meningkat.

Sedimen urin dapat normal atau berupa torak hialin,granula, lipoid

ditemukan oval fat bodies merupakan patognomonik sindrom nefrotik (dengan pewarnaan

Sudan III).

Terdapat leukosit

Pemeriksaan darah yang didapatkan

Hipoalbuminemia sehingga ditemukan perbandingan albumin-globulin terbalik.

Hiperkolesterolemia

Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik Secara Suportif, Diitetik dan Medikamentosa Suportif:

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan

pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati

komplikasi. Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol

edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid,

metalazon dan atau asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan

mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0.8-1.0 g/kg

BB/hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim konversi angiotensin

(angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II

receptor antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek

aditif dalam menurunkan proteinuria.

32

Page 33: Makalah Case 3

Risiko tromboemboli pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian

antikoagulan jangka panjang masih kontroversial tetapi pada satu studi terbukti memberikan

keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan risiko penyakit

kardiovaskular, tetapi bukti klinik dalam populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol

keadaan ini. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin

dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliseride dan meningkatkan kolesterol HDL.

Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)

Restriksi protein dengan diet protein 0,8 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam

urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 g/kgBB

ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam.

Pembatasan garam atau asupan natrium sampai 1 – 2 gram/hari. Menggunakan garam

secukupnya dalam makanan dan menghidari makanan yang diasinkan.

Diet rendah kolestrol < 600 mg/hari

Pembatasan asupan cairan terutama pada penderita rawat inap ± 900 sampai 1200 ml/ hari

Medikamentosa:

Pemberian albumin i.v. secara bertahap yang disesuaikan dengan kondisi pasien hingga kadar

albumin darah normal kembali dan edema berkurang seiring meningkatnya kembali tekanan

osmotik plasma.

Diuretik: diberikan pada pasien yang tidak ada perbaikan edema pada pembatasan garam,

sebaiknya diberikan tiazid dengan dikombinasi obat penahan kalsium seperti spirinolakton,

atau triamteren tapi jika tidak ada respon dapat diberikan: furosemid, asam etakrin, atau

butematid. Selama pengobatan pasien harus dipantau untuk deteksi kemungkinan komplikasi

seperti hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravaskuler berat. Perlu

diperhatikan bahwa pemberian diuretikum harus memperhatikan kadar albumin dalam darah,

apabila kadar albumin kurang dari 2 gram/l darah, maka penggunaan diuretikum tidak

dianjurkan karena dapat menyebabkan syok hipovolemik. Volume dan warna urin serta

muntahan bila ada harus dipantau secara berkala.

33

Page 34: Makalah Case 3

Pemberian ACE-inhibitors misalnya enalpril, captopril atau lisinopril untuk menurunkan

pembuangan protein dalam air kemih dan menurunkan konsentrasi lemak dalam darah. Tetapi

pada penderita yang memiliki kelainan fungsi ginjal yang ringan sampai berat, obat tersebut

dapat meningkatkan kadar kalium darah sehingga tidak dianjurkan bagi penderita dengan

gangguan fungsi ginjal.

Kortikosteroid: prednison 1 - 1.5 mg/kg/hari po 6 - 8 minggu pada dewasa. Pada pasien yang

tidak respon dengan prednisone, mengalami relap dan pasien yang ketergantungan dengan

kortikosteroid, remisi dapat diperpanjang dengan pemberian cyclophosphamide 2 - 3

mg/kg/hari selama 8-12 minggu atau chlorambucil 0.15 mg/kg/hari 8 minggu. Obat-obat

tersebut harus diperhatikan selama pemberian karena dapat menekan hormon gonadal

(terutama pada remaja prepubertas), dapat terjadi sistitis hemorrhagik dan menekan produksi

sel sumsum tulang.

Suatu uji klinik melibatkan 73 pasien dengan minimal change nephritic syndrome secara acak

mendapatkan cyclophosphamide 2 mg/kg/hari selama 8 atau 12 minggu masing masing dalam

kombinasi dengan prednisone. Tidak ada perbedaan antara dua kelompok dalam usia, onset

neprosis, rasio jenis kelamin, lamanya neprosis atau jumlah pasien yang relap pada saat

masuk penelitian. Diperoleh hasil angka bebas dari relap selama 5 tahun pada pasien yang

mendapat terapi selama 8 minggu adalah 25 % serupa dengan yang mendapat terapi 12

minggu 24 %. Dari uji klinik tersebut dapat disimpulkan cyclophosphamide tidak perlu

digunakan lebih lama dari 8 minggu dengan dosis 2 mg/kg/hari pada anak anak dalam

kombinasi dengan steroid pada minimal change nephotic syndrome.

Komplikasi Sindrom Nefrotik

1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan hemostasis pada

sindrom nefrotik:

Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:

a) Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti AT III,

protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.

34

Page 35: Makalah Case 3

b) Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,

meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya

fibrinolisis.

Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan

oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya

mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

2. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus, bronkopneumonia,

TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit

ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan

organisme apabila kelainan kulit dibiakan.

3. Gangguan tubulus renalis

Gangguan klirens air bebas pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan kurangnya

reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa

henle tebal.

Gangguan pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah

pemberian beban asam.

4. Gagal ginjal akut.

Terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi karena edema

interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan

penurunan LFG.

5. Anemia

Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi Fe yang tipikal, namun resisten terhadap

pengobatan preparat Fe.Hal ini disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang

menurun akibat proteinuria.

6. Peritonitis

Adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk perkembangan kuman-

kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi streptokokus pneumonia, E.coli.

7. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral

35

Page 36: Makalah Case 3

Karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG)

dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya

berkaitan dengan beratnya proteinuria.

Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat menurunkan

kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap. Disamping itu pasien

sering mengalami hipokalsiuria, yang kembali menjadi normal dengan membaiknya

proteinuria. Absorbsi kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses

lebih besar daripada pemasukan.

Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria, dan menurunnya absorpsi kalsium dalam

GIT menunjukan kemungkinan adanya kelainan metabolisme vitamin D namun penyakit

tulang yang nyata pada penderita SN jarang ditemukan.

Prognosis Sindrom Nefrotik

Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat

mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun

proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap

kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat

infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.

Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan

kortikosteroid.

K e lainan minimal (minimal lesion):

Prognosis lebih baik daripada golongan lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan orang dewasa,

bahkan bagi mereka yang tergantung steroid.

Nefropati membranosa (glomrolunefritis membranosa)

Prognosis kurang baik 95% pasien mengalami azotemia dan meninggal akibat uremia dalam

waktu 10-20 tahun.

Glomerulosklerosis fokal segmental

36

Page 37: Makalah Case 3

Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.

Prognosis buruk

Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)

Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan pada

sindrom nefrotik.

NEKROSIS TUBULAR AKUT

Definisi

Nekrosis Tubulus Akut secara definisi hampir sama dengan istilah Gagal Ginjal Akut, tapiNTA mengacu pada

temuan histologik yaitu dua sebab utama gagal ginjal intrinsik akut adalahischemia ginjal (hipoperfusi ginjal) yang

berkepanjangan karena keadaan-keadaan prarenal dancedera nefrotoksik.

(Davidson, 1984)

 

Etiologi

Penyebab utama Necrosis Tubular Akut yaitu:

1. Iskemia ginjal (hipoperfusi ginjal yang berkepanjangan karena keadaan-keadaan prarenal)

2. Cedera nefrotoksik (terdapat material-material yang beracun pada ginjal)

 Berdasarkan etiologinya, ATN dapat dibedakan atas :

a) Tipe iskemik, yang merupakan kelanjutan GGA prarenal.

b) Tipe nefrotoksik yang terjadi karena bahan nefotoksik seperti : merkuri, karbontetraklorid, neomisin,

kanamisin, gentamisin dan lain-lain.

c) Tipe kombinasi antara tipe-tipe iskemik dan nefrotoksik seperti yang terjadi akibat :mioglobinaria,

hemolisis intravascular, malaria, sepsis dan lain sebagainya.

Cedera iskemik diduga merupakan penyebab yang paling sering dari gagal ginjal akutintrinsik. ATN terjadi akibat

ischemi ginjal dalam waktu lama (ATN ischemia) maupun terpajan akibatnefrotoksin (ATN

nefrotoksik).penyebab nefrotoksik pada ATN mencakup nefrotoksik oksigen(missal, CCI4, merkuri, siklosporin,

bahan kontras). Dan endogen (misalnya, hemoglobin, mioglobin,asam urat, protein bencejones). Selain itu

37

Page 38: Makalah Case 3

penyebab lain dari hipoperfusi ginjal, mekanismepatogenik penyebab ATN adalah vasokonstriksi intrarenal

khususnya arteriol aferen, kebocorancairan tubular melewati dasar membrane, obstruksi tubulus oleh silinder dan

umpan baliktubuloglomerular.

Cedera tubulus nefrotoksik dapat terjadi secara sengaja atau tidak sengaja dengantermakannya merkuri biklorida,

etilen glikol (antibeku), atau karbon tetraklorida. Inhalasi dari gaskarbon tetraklorida (CCI4) yang biasa terdapat

dalam cairan penghilang noda atau cairanpembersih, dan terminumnya etil alcohol (CH3CH2OH) khususnya

berbahaya karena reaksi kimiaantara dua senyawa ini membentuk racun nefrotoksik yang kuat. Keadaan yang

dijelaskan diatas(minum alcohol sewaktu pesta dan menghilangkan noda pakaian dengan cairan penghilang

noda)dapat mengakibatkan gagal ginjal akut secara tidak terduga pada beberapa orang. Dengan alasanyang sama,

orang-orang yang mempunyai hobi menggunakan pelarut dan perekat organik harusbekerja pada ruangan dengan

ventilasi yang baik dan menjauhkan diri dari alkohol pada saat yangsama.

 

Sejumlah obat-obatan bersifat nefrotoksik, beberapa dapat mengakibatkan nefritisinterstisial, sedangkan yang lain

bersifat nefrotoksik langsung. Beberapa obat-obatan yang bisamenyebabkan nefrotoksik ATN antara lain :

Aminoglycosides (antibiotik antibakteri seperti streptomycin dan gentamicin)

Amphotericin B (antibiotik yang digunakan untuk mengobati meningitis dan infeksi

systemfungal)

Dye yang merupakan bahan untuk radiografik (x-ray)

Radioisotopik (x-ray)

 

D. Patofisiologi

Dari ketiga etiologi diatas akan mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, kenaikan sekresi ADH

dan aldosteron serta kenaikan reabsorbsi natrium ditubuli proksimal. Mekanisme

adaptasi inibertujuan untuk mempertahankan volume intravascular dengan mencegah kehilangan natrium

danair dalam urine.Istilah nekrosis tubular akut (NTA) biasanya digunakan baik untuk lesi nefrotoksik

maupuniskemik pada ginjal, sekalipun tidak mencerminkan sifat serta beratnya perubahan pada tubulus.Dua jenis

lesi histologik yang sering ditemukan pada NTA adalah :

(1) Nekrosis epiteltubulus sedangkan membran basalis tetap utuh, biasanya akibat menelan bahan kimia

nefrotoksik.

(2) Nekrosis epitel tubulus dan membrane basalis yang sering menyertai iskemia ginjal.

38

Page 39: Makalah Case 3

 

Umpan balik tubuloglomerular adalah proses yang menyebabkan perubahan aliranglomerular pada ATN :

Reabsorbsi natrium klorida (NaCl) Yang tidak adekuat dalam tubulus proksimal yangrusak,

menyebabkan peningkatan NaCl ke tubulus distal.

Peningkatan NaCl dalam tubulus ginjal dirasakan oleh macula densa

Sebaliknya, macula densa menyebabkan konstriksi arteriol aferen yang nantinya akan berpengaruh pada

perfusi glomerulus.

Derajat kerusakan tubulus pada NTA akibat nefrotoksin sangat bervariasi dan prognosis berbedasesuai dengan

perbedaan kerusakan tersebut. Epitel tubulus proksimal dapat saja mengalaminekrosis, tetapi dapat sembuh

sempurna dalam 3-4 minggu.

Lesi jenis ini sering ditimbulkan oleh merkuri biklorida atau karbon tetraklorida. Prognosisbiasanya baik apabila

ditangani secara konservatif atau dengan dialysis suportif. Sebaliknya, racun-racun lain seperti glikol dapat

menimbulkan gagal ginjal ireversibel, disertai infark seluruh nefronyang disebut sebagainekrosis korteks akut.

Kerusakan tubulus akibat iskemia ginjal juga sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada luas danlamanya waktu

pengurangan aliran darah ginjal dan iskemia. Kerusakan dapat berupa destruksiberbecak atau luas pada epitel

tubulus dan membran basalis, atau nekrosis korteks.

Perjalanan klinis terjadinya ATN dicirikan dengan tiga tahap :

1. Stadim oliguria

Fase ini umumnya berlangsung pada 7 sampai 21 hari biasanya kurang dari 4minggu, kemungkinan

akan terjadi nekrosis kortikal akut.Biasanya timbul dalam waktu 24 jam sampai 48 jam sesudah trauma,

meskipungejala sudah biasa timbul sampai beberapa hari sesudah kontak dengan bahan

kimianefrotoksik. Oliguria biasanya disertai azotemia. Oliguria Karena serangan akut gagal ginjalkronik

biasanya jelas diketahui dari riwayat penyakit. Riwayat oliguria yang lama, hipertensi,penyakit sistemik

dari lupus eritematosus sistematik atau diabetes mellitus, ginjal mengisut,dan tanda-tanda penyakit ginjal

yang lama seperti osteodisropi ginjal.

2. Stadium poliuria

Pada fase ini terjadi diuresis. Dimana volume urine lebih dari 1liter / 24 jam kadang-kadang sampai 4-5

liter / 24 jam. Poliuria terjadi karena efek diuretic ureum. Disampingadanya gangguan faal tubuli dalam

39

Page 40: Makalah Case 3

mereabsorsi garam dan air. Pada fase ini akan banyak kehilangan cairan dan elektrolit sehingga

diperhatikan kemungkinan terjadinya dehidrasiserta gangguan keseimbangan elektrolit.

3. Stadium Penyembuhan

Penyembuhan secara sempurna faal ginjalnya akan berlangsung sampai 6-12bulan. Faal ginjal yang

paling akhir menjadi normal faal konsentrasi. Stadium penyembuhan ATN yang telah menjadi

GGA berlangsung sampai satu tahun.dan selama masa itu anemiadan kemampuan

pemekatan ginjal semakin membaik.

Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yangsangat menurunkan

suplai darah keginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampaimenyebabkan penurunan yang serius terhadap

pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-selepitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlangsung,

kerusakan atau penghancuran sel-selepitel dapat terjadi. Kelainan ini mengikuti beberapa kondisi klinis, seperti

trauma, terbakar, daninfeksi yang penderitanya mengalami syok. Ginjal menjadi bengkak dan pucat.

 

Menunjukkan adanya cedera pada seluruh panjang tubulus sel menjadi gepeng disertai vakuolasi.sel radang

berkelompok padat pada vas rekta sebagai respon terhadap adanya selnefrotik. Jika hal ini terjadi maka sel-

sel tubulus “hancur terlepas”dan menempel pada banyak

nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urine dari nefron yang tersumbat. Nefron yang terpengaruh sering

gagal mengeksresi urine bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal,selama tubulus masih baik.

Penyebab tersering dari kerusakan epitel tubulus akibat iskemia adalahpenyebab prerenal dari gagal ginjal akut

yang berhubungan dengan syok sirkulasi. Ada banyaksekali racun obat ginjal yang dapat merusak epitel tubulus

dan menyebabkan GGA. Beberapa diantaranya adalah;

a. Logam besi (timah, mercuri, arsenic, kromium, dan uranium)

b. Polari duonic (karbon tetraklorida, kloroform)

c. Glikogen dan glikol, propilen glikol, dieksan, dan dietilen glikon)

d. Bahan obat (antibiotik sulfonamide, polimiksin, obat anti inflamasi non steroid : diuretic,mercurial,

anestetik-metoksifluran)

e. Medium kontras iddinated radiografik

f. Fenol

g. Pertisida

h.  Parakuat

40

Page 41: Makalah Case 3

Manifestasi Klinis

Tanda-tanda ATN :

o Perubahan warna pada urin

o Kadar sodium dalam urin meningkat

o Sekresi sodium sedikit dan urea relative tinggi

o Urine specific gravity, dan osmolaritas urin menunjukkan dilute urin

o BUN dan serum kreatin meningkat

Gejala-gejala yang ditimbulkan ATN antara lain :

a. Penurunan pengeluaran urin atau tidak sama sekali

b. Pembengkakan ginjal secara menyeluruh, akibat retensi cairan

c. Mual dan muntah

d. Terjadinya penurunan kesadaran

e. Keadaan klinis yang memiliki resiko tinggi berkembang arteri ischemi adalah bedah mayor,luka bakar

parah, perdarahan, serta penyebab hipertensi berat dan syok.

Pemeriksaan Diagnostik

Azotemia diluar prarenal dan pascarenal, intrarenal penyakit ginjal tubulointerstinal, vascular,dan

glomerolus). diagnostik ATN ditegakkan berdasarkan penyakit biasanya segera dilakukanpemeriksaan.

Diantaranya :

i. Kadar ureum

ii. Kreatinin serum

iii. Biopsy ginjal (biasanya menunjukkan NTA tapi jarang digunakan)

iv. Urinalisis dan mikrosopik

Sel-sel tubular menunjukkan adanya nekrosis tubular akut.Proteinuri dapat juga menunjukkan nefritis

interstitial akut, nekrosis tubular, penyakitvascular.

v. Osmolaritas Urine

Osmolaritas urine lebih dari 500 mOsm/kg jika sebabnya adalah prerenal dan 300 mOsm/kgatau kurang

jika sebabnya renal.

vi. Elektrolit urinary

Dapat memberikan indikasi aktivitas tubulus renal

vii. Pemeriksaan darah

41

Page 42: Makalah Case 3

o Darah lengkap dan darah tepi dapat menunjukkan gambaran anemia hemolitik atautrombositopeni.

o Ureum darah , elektrolit, dan kreatinin

o Tes fungsi hati: abnormal pada sindrom hepatorenal

o Serum amylase

o Kultur darah

o Imonologi : tes autoantibody untuk SLE termasuk antinuclear antibody dan antineutrophil.

viii. Renal ultrasound :

Penatalaksanaan

Setelah terjadi ATN, maka pertimbangan primer dalam penanganan adalahmempertahankan keseimbangan

cairan dan elektrolit. Penggunaan hemodialisis dini untukmencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit perlu

diperhatikan dengan cermat, tidak sajaselama stadium oliguria, tetapi juga selama stadium dieresis, dimana

mungkin akan terjadikekurangan natrium dan kalium yang berat.

Komplikasi tersering pada gagal ginjal yang mengakibatkan kematian adalah infeksi. Infeksiikut berperan sebagai

penyebab kematian pada sekitar 70% pasien dan merupakan penyebabprimer pada sekitar 30% pasien. Seorang

penderita uremia tidak saja mudah terserang infeksi,tetapi bila terjadi infeksi maka akan sulit diatasi. Infeksi yang

sudah ada mungkin tidak diketahuikarena tidak adanya gejala-gejala demam yang biasanya menyertai infeksi,

oleh sebab ituhipotermia sering terjadi pada gagal ginjal. Setelah infeksi diketahui, maka harus segera

diobatidengan antibiotik yang tidak nefrotoksik.

42

Page 43: Makalah Case 3

BAB III

PENUTUPKesimpulan

System perkemihan merupakan jaringan organ yang sangat penting karena system tersebut mengatur banyak

fungsi tubuh . apabila terdapat suatu masalah diantara bagian organ dijaringan tersebut, maka fungsi system ini

akan mengganggu organ lainnya.

43

Page 44: Makalah Case 3

DAFTAR PUSTAKA1) Medscape

2) Ipd

3) Dasar-dasar Urologi

4) Scrib.com

5) Fisiologi Sherwood

6) Fisiologi Guyton

7) Nelson

44