Tumor Hipofaring

download Tumor Hipofaring

of 14

description

Referat

Transcript of Tumor Hipofaring

TUMOR HIPOFARING

I.

PENDAHULUAN Tumor ialah penyakit yang berbentuk benjolan atau pembengkakan yang abnormal

dalam tubuh. Tumor itu adalah istilah umum untuk suatu benjolan yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit seperti neoplasma, infeksi, kelainan bawaan,dan lain sebagainya. Tetapi dalam arti khusus tumor ialah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma.1 Pendekatan anatomi dan fisiologi pada tumor hipofaring menjadi sangat penting dan memerlukan pendekatan multidisiplin yang menggabungkan perawatan ahli bedah kepala dan leher, ahli onkologi medis, onkologi radiasi, dan patologi anatomi.2 Adanya penemuan terbaru dalam bedah rekonstruksi yang disertai meningkatnya hasil pengobatan melalui kemoterapi dan radioterapi, telah menghasilkan terapi paliatif yang lebih baik. Kemajuan dalam rekonstruksi mikrovaskuler telah memperluas peran reseksi bedah kuratif. Kemajuan ini pun disertai dengan pengembangan protokol pemeliharaan organ yang menggunakan kemoterapi dan radioterapi. Dihadapkan dengan evolusi teknik perawatan pasien dengan kanker hipofaring, maka dokter harus terbiasa dengan berbagai kondisi patologi anatomis dan manifestasi klinis dari kanker hipofaring saat memutuskan untuk menggunakan perawatan yang paling tepat.2 Gambaran patologis dari kanker hipofaring sering kali tidak menguntungkan, ditandai dengan gambaran multisentris, penyebaran ke submukosa, dan adanya metastasis ke kelenjar getah bening baik unilateral ataupun bilateral. Lebih lanjut, pasien dengan kanker hipofaring sering kali disertai dengan penyakit kronik dan gizi buruk yang menyulitkan perawatan mereka. Untuk alasan ini, prognosis keseluruhan penderita kanker hipofaring kurang baik.2

1

II.

EPIDEMIOLOGI Di Belanda tiap tahun terdapat sekitar 100 kasus baru karsinoma hipofaring. Dan

75% kasus terjadi di sinus piriformis dan terutama pada laki-laki diatas 60 tahun. Di Swedia dan Inggris lebih menonjol karsinoma postericoidal dan terutama pada wanita usia pertengahan.2

III. FAKTOR RESIKO Tumor Hipofaring seringkali ditemukan bersamaan dengan tumor lainnya pada mulut dan tenggorokan dan biasa dikenal dengan kanker kepala dan leher. Tumortumor tersebut memiliki beberapa faktor resiko yang sama, yang diantaranya adalah sebagai berikut : a. Tembakau and alkohol Merokok adalah faktor resiko terpenting untuk kanker kepala dan leher (termasuk kanker pada hipofaring). Penggunaan produk berbahan dasar tembakau akan membuat perubahan pada sel yang terpapar.3 Resiko meningkat pada area dimana terdapat lebih banyak perokok daripada non perokoknya. Kanker tersebut jarang ditemukan pada orang yang tidak pernah merokok.4 Konsumsi alkohol juga meningkatkan resiko terkena kanker. Peminum berat memiliki resiko yang lebih tinggi beberapa kali daripada yang bukan peminum. Orang yang mengkonsumsi keduanya, tembakau dan alkohol memiliki resiko yang paling tinggi. Mengkombinasikan kedua kebiasaan tersebut bukan menambah resiko, tetapi malah melipat gandakannya.4 b. Nutrisi Nutrisi yang kurang dapat meningkatkan resiko untuk mengalami kanker kepala dan leher. Tidak mengkonsumsi cukup makanan yang mengandung vitamin B dan vitamin A retinoids mengambil peranan dalam perkembangan tumor. 4 c. Lemahnya sistem imun Tumor hipofaring kebanyakan ditemukan pada orang-orang yang memiliki sistem imun yang lemah. Sistem imun yang lemah dapat disebabkan oleh beberapa penyakit yang muncul setelah kelahiran, seperti acquired immunodeficiency

2

syndrome (AIDS), dan beberapa pengobatan (seperti pengobatan yang diberikan setelah transplantasi sumsum tulang dan transplantasi organ).4 d. Paparan di tempat kerja Paparan yang lama dan sering terhadap debu kayu, uap cat, dan beberapa bahan kimia yang digunakan pada pembuatan logam, minyak tanah, plastik, dan industri tekstil juga dapat meningkatkan resiko terkena tumor hipofaring.4 e. Jenis kelamin Tumor pada hipofaring empat kali lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Hal ini karena dua faktor resiko utama, alkohol dan merokok, lebih sering dilakukan oleh pria. Dalam beberapa tahun terakhir, kebiasaan tersebut juga menjadi biasa dikalangan wanita, sehingga resikonya pun menjadi meningkat.4 f. Usia Tumor pada hipofaring biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk berkembang, sehingga sangat jarang ditemukan pada orang muda. Lebih dari setengah pasien dengan kanker tersebut, usianya lebih dari 65 tahun ketika tumor tersebut pertama kali ditemukan.4 g. Ras Tumor pada hipofaring lebih sering ditemukan diantara ras Afro-Amerika dan kulit putih daripada Asia dan latin.4

IV. ANATOMI

Gambar 1. Kompartemen pada Tenggorokan (Dikutip dari kepustakaan 6)3

Faring merupakan saluran panjang otot polos yang tidak sempurna, dengan orifisium depan kavum nasi, mulut, dan laring, sehingga terdapat nasofaring, orofaring, dan hipofaring. Lapisan ototnya terdiri atas: M. konstriktor faringeus superior : keluar dari ligamentum

pterigomandibulare(yang terbentang antara hamulus pterigoideus dan mandibula tepat dibelakang gigi molar ketiga) M. konstriktor faringeus media : keluar dari ligamentum stilohiodeum serta kornu minus dan majus os hyoid. M. konstriktor faringeus inferior : keluar dari kartilagi tiroid dan krikoid.5

Faring secara umum adalah area yang biasa kita sebut dengan tenggorokan, dan hipofaring adalah tenggorokan bagian bawah tepat dibelakang plica vocalis, dan diatas esophagus. Jaringan hipofaring mengkoordinasikan pergerakan makanan untuk turun ke tenggorokan bagian bawah, dan bersama-sama dengan laring membuat jalur lurus menuju esophagus sehingga makanan dapat bergerak menuju lambung, dan menghindarkan dari terjadinya kesalahan masuknya makanan ke trakea dan paruparu.6 Hipofaring meliputi traktus digestivus yang terletak antara plica

pharingoepiglottica di kranial dan bagian bawah krikoid caudal. Di bagi dalam tiga daerah yakni sinus piriformis, dinding belakang dan esopha postericoidea.5

Gambar 2. Laring-hipofaring pada laringoskopi tidak langsung (Dikutip dari kepustakaan 1)4

Hipofaring memanjang mulai dari tulang hyoid sampai batas bawahnya yaitu kartilago krikoid. Saluran berbentuk corong dan berhubungan dengan orofaring di superior dan esofagus servikalis di inferior . Hipofaring ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu sinus pyriformis lateral, dinding posterior faring, dan daerah postcricoid anterior.5 Epiglotis bertindak sebagai pembagi antara orofaring dan hipofaring. Hipofaring, yang mana termasuk sinus pisiformis, dinding faring posterior, dan kartilago postkrikoid, berbentuk corong. Makanan dan cairan langsung turun ke esophagus. Waktu lidah mendorong makanan ke hipofaring, otot krikofaringeal berelaksasi sehingga bolus makanan dapat lewat.7 Hipofaring dipersarafi oleh pleksus faringeus dari N IX dan X, dan oleh n. laringeus rekurens. Paralisis n.vagus mengurangi motilitas esophagus sehingga mukus dan ludah mengumpul dalam sinus pisiformis pada sisi yang lumpuh. Pengumpulan ludah ini merupakan tanda penting paralisis motorik vagus. Bila terjadi juga hipoestesi, penderita mudah tersedak dengan komplikasi aspirasi. Diagnosis banding adalah karsinoma esophagus yang dapat juga menyebabkan penumpukan ludah karena obstruksi lumen esophagus.8

V.

MANIFESTASI KLINIS Nyeri di tenggorok waktu menelan yang menyebar ke telinga homolateral,

kenaikan produksi lender di tenggorok dan suara serak. Metastasis homogen kadangkadang terjadi tetapi jarang dapat ditunjukkan pada pemeriksaan pertama. Penderita ini biasanya berada dalam keadaan umum buruk, akibat intake makanan yang kurang.2 Gejala yang umum yang diperlihatkan untuk pasien kanker hipofaring adalah odinophagia, disfagia, dan otalgia. Disfagia pada pasien ini biasanya progresif dan kesulitan menelan cairan yang padat menunjukkan suatu lesi yang lebih lanjut. Pasien juga mengeluhkan harus berulang kali membersihkan tenggorokan atau sensasi seperti ada benda bulat yang menghalangi. Otalgia persisten unilateral yang pada pemeriksaan otoskopi normal dilanjutkan dengan pemeriksaan endoskopik dari hipofaring tersebut. Dyspnea dan suara serak, ditemukan pada stadium akhir dari penyakit, mungkin disebabkan oleh invasi laring langsung atau keterlibatan yang berulang dari saraf laring tersebut.25

Untuk karsinoma hipofaring paling sering ditemukan di sinus pisiformis. Tumor yang terletak dibelakang krikoid sering mengitari lumen sehingga menimbulkan keluhan disfagia. Pada umumnya tanda utama berupa trias yang terdiri atas nyeri, disfagia, dan penurunan berat badan. Nyeri dapat ditemukan pada lokalisasi tumornya atau sebagai nyeri alih, yakni otalgia ipsilateral. Tumor lanjut menyusup ke laring dan dapat menimbulkan kelumpuhan pita suara yang mengakibatkan suara parau.8 Detil riwayat penyakit, ditinjau dari sistem yang menyeluruh, dan peninjauan kembali dari riwayat merokok dan minum sangat penting dalam memutuskan rencana perawatan yang tepat. Banyak pasien dengan kanker hipofaring akan memiliki komorbiditas paru atau jantung, yang dapat mempengaruhi terapi mereka. Kekurangan gizi yang signifikan juga dapat terjadi karena diet yang tidak memadai atau konsumsi alkohol yang berlebihan.2 Sebelum melakukan pemeriksaan kepala dan leher dengan rinci, banyak informasi dapat diperoleh dari menilai status umum pasien. Adanya suara serak, dispnea ringan, atau adanya tanda dari stridor laring memberikan informasi mengenai keadaan jalan napas. Status gizi yang buruk dapat dilihat dari pakaian longgar, kulit pucat, kehilangan turgor, dan kondisi umum pada kulit dan kuku.2 Pemeriksaan kepala dan leher yang menyeluruh wajib bagi semua pasien. Pemeriksaan rongga mulut meliputi evaluasi gigi, karena banyak pasien membutuhkan perawatan gigi definitif sebelum terapi radiasi. Rongga mulut juga harus diperiksa misalkan adanya leukoplakia atau lesi primer. Evaluasi laring dan hipofaring dan kemudian dapat dilakukan dengan pemeriksaan cermin tidak langsung(indirect mirror examination). Sinus pyriform atas, flip aryepiglottic, dan arytenoids dapat dilihat juga. Puncak sinus pyriform, mungkin tertutup oleh sekresi. Adanya edema dan eritema pada struktur ini menunjukkan keterlibatan tumor.2

VI. DIAGNOSIS Jika telah ditemukan gejala dan tanda yang mengarahkan diagnose ke tumor hipofaring, maka untuk menegakkan diagnosis perlu untuk melengkapi beberapa pemeriksaan berikut :

6

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap Langkah pertama yang paling penting adalah mengumpulkan semua informasi yang lengkap seperti keluhan, faktor resiko, riwayat keluarga, dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.4 Pemeriksaan fisik bertujuan untuk menemukan tanda yang membuktikan adanya kanker dan penyakit penyerta lainnya. Selain itu juga dapat menentukan apakah sudah terjadi penyebaran atau metastase melalui pemeriksaan kelenjar limfe pada leher.4

Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah tidak begitu membantu untuk mendiagnosa tumor hipofaring. Namun hal ini berguna untuk menilai fungsi hati dan ginjal, selain itu juga dapat menilai kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.4

Pemeriksaan leher dan kepala Siapapun yang dicurigai memiliki tumor hipofaring, maka perlu untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada area kepala dan leher. Dalam hal ini, untuk memeriksa laring dan hipofaring diperlukan cermin laring atau fiber-optik laryngoscope.4

Gambar 3. Tumor hipofaring Dikutip dari kepustakaan 9

7

Gambar 4. Tumor Hipofaring yang disertai obstruksi jalan nafas Dikutip dari kepustakaan 3

Pasien dengan tumor hipofaring memiliki resiko tinggi untuk memiliki tumor lain di region kepala dan leher, sehingga nasofaring, mulut, lidah dan leher harus diperhatikan secara seksama untuk menemukan adanya bukti tumor.4 Panendoscopy Panendoskopi esophagoscopy, adalah and prosedur yang mengkombinasikan bersamaan. laryngoscopy, ini

bronchoscopy

secara

Pemeriksaan

memungkinkan dokter untuk memeriksa keseluruhan area yang meliputi laring dan hipofaring, termasuk esophagus dan trakea. Prosedur ini biasanya dilakukan di ruang operasi dengan pasien dalam kondisi anastesi umum.4 Jika tumor yang ditemukan cukup besar atau tampak seperti menyebar, maka perlu untuk melihat kedalam esophagus dan trakea penitng untuk menentukan ukuran tumornya dan seberapa jauh penyebarannya ke daerah sekitar. Dapat pula dilakukan pengambilan sebagian jaringan tumor (biopsy) untuk pemeriksaan histopatologis.4 Pemeriksaan Radiologis Ketika tumor terdeteksi melaui pemeriksaan, maka pemeriksaan radiologis sangat berguna untuk menentukan ada tidaknya penyebaran tumor.

8

o Computed tomography scan (CT-Scan) Tes ini dapat membantu untuk menetukan ukuran tumor, apakah tumor tumbuh kedalam jaringan terdekat, dan apakah tumor tersebut telah menyebar ke kelenjar limfe di leher.4 o Magnetic resonance imaging Magnetic resonance imaging (MRI) scans berbeda dengan X-ray, dimana MRI menggunakan gelombang radio dan medan magnet yang kuat. Energi dari gelombang radio diserap dan kemudian dilepaskan berdasarkan pola tertentu berdasarkan jaringan dan penyakit tertentu. Komputer kemudian

menerjemahkan pola tersebut menjadi gambar bagian tubuh yang sangat detail. Tidak seperti CT-Scan yang hanya mampu melakukan potongan cross-sectional, MRI mampu memproduksi potongan yang parallel dengan panjang tubuh.4 MRI sering kali digunakan untuk memeriksa daerah leher. MRI sangat membantu untuk menghasilkan gambar otak dan spinal cord dengan jelas. MRI kadang lebih membantu ketimbang Ct-scan.4

Gambar 4. Tumor Hipofaring tampak pada T1-weighted MRI Dikutip dari kepustakaan 9 o Barium swallow Adalah rangkaian pemeriksaan x-ray yang diambil ketika pasien meneguk cairan berisi kontras. Barium dapat terlihat pada x-ray sebagai sesuatu yang9

lemapisi tenggorokan. Hal ini berguna untuk melihat penampilan tenggorokan ketika menelan sesuatu. Hal itu juga dapat menunjukkan bagaimana penampakan hipofaring dan serta fungsinya dalam proses menelan.4 o Positron emission tomography Tes ini berguna untuk melihat kelompok sel tumor yang masih kecil. Juga dapat membantu menentukan apakah tumor tersebut benign atau malignant. Seringkali digunakan untuk melihat apakah sudah ada penyebaran ke kelenjar limfe atau kejaringan lainnya.4

VII. KLASIFIKASI TUMOR Klasifikasi ini didasarkan atas pembagian yang disebutkan dalam tiga lokalisasi (sinus piriformis, daerah post krikoid, dan dinding belakang). Klasifikasi TNM 1992 dari UICC adalah : 1,2,11,12 Tis T1 : Tumor in situ : tumor terbatas pada salah satu bagian dari hipofaring dan ukurannya kurang dari 2 cm pada sisi terbesarnya T2 : tumor menginvasi lebih dari satu bagian dari satu bagian dari hipofaring atau menginvasi daerah yang berdekatan dengannya, atau berukuran 2 - 4 cm, tanpa terfiksir pada hemilaring. T3 T4a : ukuran tumor melebihi 4 cm, dengan atau tanpa fiksasi dari hemilaring : tumor menginvasi salah satu dari : kartilago tiroid atau krikoid, tulang hyoid, kelenjar tiroid, esophagus, kompartement pusat jaringan lunak. T4b : tumor menginvasi fasia prevertebral, pembungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur mediastinum. N0 N1 N2a N2b N2c N3 Mx : tidak ada kelenjar yang mencurigakan yang palpable : satu metastasis ipsilateral < 3 cm : satu metastasis ipsilateral > 3 cm dan < 6 cm : metastasis ipsilateral multiple < 6 cm : metas2tasis bilateral atau kontralateral < 6 cm : Metastasis > 6 cm : metastasis jauh belum dapatg ditentukan10

M0 M1

: tidak ada metastasis jauh : ada metastasis jauh

Staging Tumor Hipofaring11 Stage 0 Stage I Stage II Stage III Tis T1 T2 T1, T2 T3 Stage IV A T1, T2, T3 T4a Stage IV B T4b Semua T Stage IV C Semua T N0 N0 N0 N1 N0,N1 N2 N0, N1, N2 Semua N N3 Semua N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

Penemuan kanker hipofaring berdasarkan lokasi : 2 Lokasi Sinus pysiformis Dinding posterior faring Area post krikoid NO 63 30 4 I 11 5 II 10 15 III 24 8 3 IV 18 2 1

VIII. PENGOBATAN Sejak tahun 1980 terapi tumor ganas orofaring dan hipofaring telah berkembang dengan baik. Selain terapi penyinaran juga sudah dimulai terapi bedah dan jika diperlukan dilakukan tindakan rekontruksi.10 Pengobatan pasien dengan kanker hipofaring sangat kompleks dan memerlukan pertimbangan beberapa faktor. Beberapa faktor, termasuk sejauh mana penyakit primer dan status kelenjar getah bening leher serta status generalis pasien, pemeriksaan paru, dan komorbiditas, harus dipertimbangkan. Pengobatan untuk stadium awal (T1 dan T2) dari semua subsites dari hipofaring, terapi radiasi definitif11

adalah pilihan pengobatan yang utama. Operasi laring juga dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mempunyai indikasi untuk dilakukan operasi . Reseksi tumor yang adekuat, bagaimanapun, tidak boleh terganggu oleh prosedur yang mencoba untuk mempertahankan laring. Untuk kanker hipofaring stadium lanjut (T3 dan T4), reseksi pembedahan diikuti dengan terapi radiasi pascaoperasi tetap menjadi pilihan terapi standar. 2 Terapi bedah dilakukan terhadap tumor-tumor pada semua stadium yang belum mempunyai metastasis ke leher atau metastasis jauh. Pada tumor yang telah memberikan metastasis ke leher, sebelum tindakan operasi tumor primer dilakukan tindakan diseksi leher radikal dan dilanjutkan dengan penyinaran. Untuk tumor yang sudah bermetastasis jauh hanya diberikan terapi sitostatika.10

Tumor T1 T2 T3

N0 M0 Operasi + sinar Operasi + sinar Operasi + sinar (+sitostatika)

N+ M0 RND+operasi+sinar(+sitostatika) RND+operasi+sinar(+sitostatika) RND+operasi+sinar(+sitostatika)

N+ M+ Sinar+sitostatika Sinar+sitostatika Sinar+sitostatika

T4

Operasi + sinar (+rekonstruksi)

RND+operasi+sinar(+rekontruksi) Sinar+sitostatika

IX. PROGNOSIS Sebagai kelompok, tingkat kelangsungan hidup keseluruhan penderita kanker hipofaring berkisar dari 35% menjadi 40% Kraus dkk. secara retrospektif ditinjau 132 pasien yang menjalani operasi dan terapi pasca operasi untuk kanker hipofaring dan dilaporkan kelangsungan hidup secara keseluruhan dan bebas penyakit 5 tahun 30% dan 41%, masing-masing. Kim dkk. menemukan suatu perbandingan dari 5 tahun kelangsungan hidup penyakit dan bebas dari penyakit tersebut sebanyak 46,8% dan 47,4% masing-masing, dalam tinjauan retrospektif mereka dari 73 pasien dengan kanker hipofaring. Adanya metastasis kelenjar getah bening regional, bagaimanapun,12

akan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap angka-angka ini. Kraus et al. melaporkan bahwa kelangsungan hidup pasien selama 5 tahun adalah 54% pada pasien dengan N1 N0 atau penyakit, tetapi menurun menjadi 20% pada pasien dengan penyakit N2 atau N3.2

X.

KOMPLIKASI Secara umum, komplikasi yang terkait dengan operasi besar di bagian lain dari

kanker kepala dan leher juga berlaku untuk pasca operasi laryngopharyngectomy. Kebanyakan komplikasi awal reseksi tumor hipofaring adalah hasil dari kebocoran di lokasi penutupan faring. Status gizi preoperatif pasien, riwayat terapi radiasi sebelumnya, serta jenis pilihan rekonstruksi semua dapat mempengaruhi

perkembangan fistula faring. Faktor lain seperti penutupan yang ketat yang disebabkan oleh mukosa yang tersedia tidak memadai atau adanya tumor di margin reseksi juga akan mengarah pada pengembangan fistula faring. Infeksi, perdarahan, serta tidak terhentinya luka kulit juga umum pada pasien ini berisiko tinggi.2 Obstruksi airway biasanya menjadi perhatian di awal periode pasca operasi pasien yang trakeostomi. Perawatan yang baik dan suction yang rajin di tabung trakeostomi dapat mencegah masalah ini. Komplikasi berikutnya yang dapat terjadi setelah operasi kanker hipofaring adalah aspirasi, yang jika parah, dapat menyebabkan pneumonia. Rehabilitasi menelan di bawah pengawasan fisioterapi adalah wajib bagi pasien. Kesulitan menelan juga dapat disebabkan dari stenosis setelah rekonstruksi circumferential dan mungkin memerlukan pelebaran ulang pada saat rawat jalan.2

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Gede s. Onkologi klinik. Surabaya : Airlangga University. 2000 2. Baylei. Hipopharigeal cancer : Head and Neck Surgery. London : Singular Thomson Learning. 2006 3. Oral cancer. [internet] 2010 cited 2011 june 13]. Available from :

http://www.tobaccofacts.info/oral_cancer.htm 4. Laryngeal and hipofaring cancer. [Internet]. 2010 [cited 2011 june 13]. Available from : http://www.cancer.orgacsgroupsciddocuments/003108-pdf.html 5. Faiz O. At a glance anatomi . Jakarta : Balai penerbit erlangga. 2002 6. Hypopharynx. [internet]. 2006 July 31 [cited 2011 june 13]. Available from : http://www.advancedonc.com/hypopharnyx.htm 7. Adams G.L, Boies L.R, Higler P.A. BOIES:Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:EGC. 1997. 8. Sjamsuhidajat R., Jong W.M,. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2005 9. Kimura et all. Basaloid Squamous Carcinoma of the Hypopharynx. Arch Pathol Lab Med, 2005 April. Vol 129 : e94-3 10. Soepardi EA, dkk. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 11. Wiley. TNM Classification of Malignant Tumours. Sixth Edition. New York : A John Wiley & Sons. 2002 12. Rosen ST. Head and Neck Cancer. New York : Kluwer Academic Publisher. 2004

14