Tugas Ujian Dr. Ae

111
BAB II MARASMUS KWASHIORKOR 2.1 DEFINISI Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema. 1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai "ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus." Malnutrisi protein-energi (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan yang berhubungan seperti marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani “marasmos”, yang berarti layu atau kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan asupan yang tidak memadai protein dan kalori dan ditandai oleh kekurusan. Istilah kwashiorkor ini diambil dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti "penyakit dari penyapihan." Williams pertama kali menggunakan istilah pada tahun 1933, dan mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan kalori dan energi yang wajar. Edema adalah 1

description

medis

Transcript of Tugas Ujian Dr. Ae

Page 1: Tugas Ujian Dr. Ae

BAB II

MARASMUS KWASHIORKOR

2.1 DEFINISI

Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang

gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan

oleh kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh

kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.1

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai

"ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh

untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus." Malnutrisi

protein-energi (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan yang berhubungan seperti

marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Istilah marasmus berasal dari

kata Yunani “marasmos”, yang berarti layu atau kurang tenaga. Marasmus

berhubungan dengan asupan yang tidak memadai protein dan kalori dan ditandai oleh

kekurusan. Istilah kwashiorkor ini diambil dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti

"penyakit dari penyapihan." Williams pertama kali menggunakan istilah pada tahun

1933, dan mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan kalori

dan energi yang wajar. Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada

dalam marasmus.3

Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/penyesuaian

terhadap kelaparan, sedangkan kwashiorkor merupakan respon maladaptive terhadap

kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan gambaran beragam antara marasmus

dan kwashiorkor, dan anak-anak dapat datang dengan bentuk yang lebih ringan dari

malnutrisi. Untuk alasan ini, Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori

(energi) untuk menyatukan istilah dari keduanya.3

1

Page 2: Tugas Ujian Dr. Ae

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.

Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami

gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk

sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di

beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara

Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi

Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT

sebagai KLB, dan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan edaran tanggal 27 Mei

tahun 2005, Nomor 820/Menkes/V/2005 tentang penanganan KLB gizi buruk di

propinsi NTB.4

2.3 ETIOLOGI

Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa

faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain

faktor diet, faktor social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain.2

A. Peranan diet

Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang

protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan

diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan

menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang

dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang

kurang-lebih sama, pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwashiorkor,

sedangkan pada beberapa anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus.

Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan merupakan faktor yang

penting, tetapi ada faktor lain yang masih harus dicari untuk dapat

menjelaskan timbulknya gejala tersebut.2

B. Peranan faktor sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-

temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya

2

Page 3: Tugas Ujian Dr. Ae

pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang

merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu didasarkan pada

keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika pantangan tersebut

berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan

dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat diatasi. Faktor-faktor sosial

lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah2 :

a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai

banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah

tunggal;

b) Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak,

sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat member cukup

makan pada anggota keluarganya yang besar itu;

c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,

misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para

pemilik sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu

tersebut. Anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh

sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan

semestinya;

d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga

harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian,

bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI

maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

C. Peranan kepadatan penduduk

Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa

meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan

bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan

sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan

akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi

baik di samping kuantitasnya. 2

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah

yang banyak jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan

3

Page 4: Tugas Ujian Dr. Ae

hygiene yang buruk, misalnya, di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan

penduduk yang sangat cepat; sedangkan kwashiorkor akan terdapat dalam

jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai

kebiasaan untuk member makanan tambahan berupa tepung, terutama pada

anak-anak yang tidak atau tidak cukup mendapat ASI. 2

D. Peranan infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi antara malnutrisi dan infeksi. Indeksi

derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih

ringan, mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya

mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri. 2

E. Peranan kemiskinan

Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama

merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara

tersebut. Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory

Committee on Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan

merupakan dasar penyakit KEP. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin

harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari,

lalu ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya, atau ia

meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan penghasilan

yang tetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan sendiri,

ditambah pula dengan timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan

tempat tinggal seperti telah diutarakan tadi, timbulnya gejala KEP lebih

dipercepat.2

2.4. PATOFISIOLOGI

Banyak manifestasi dari KEP merupakan respon penyesuaian pada

kurangnya asupan energi dan protein. Untuk menghadapi asupan yang kurang,

maka dilakukannya pengurangan energi dan aktifitas. Namun, meskipun ini

respon penyesuaian, deposit lemak dimoilisasi untuk memenuhi kebutuhan

4

Page 5: Tugas Ujian Dr. Ae

energi yang sedang berlangsung meskipun rendah. Setelah deposit lemk habis,

katabolisme protein harus menyediakan substrat yang berkelanjutan untuk

menjaga metabolisme basal.

Alasan mengapa ada anak yang menderita edema dan ada yang tidak

mengalami edema pada KEP masih belum diketahui. Meskipun tidak ada

faktor spesifik yang ditemukan, beberapa kemungkinan dapat dipikirkan.

Salah satu pemikiran adalah variabilitas antara bayi yang satu dengan yang

lainnya dalam kebutuhan nutrisi dan komposisi cairan tubuh saat kekurangan

asupan terjadi. Hal ini juga telah dipertimbangkan bahwa pemberian

karbohidrat berlebih pada anak-anak dengan non-edematous KEP

membalikkan respon penyesuaian untuk asupan protein rendah, sehingga

deposit protein tubuh dimobilisasikan. Akhirnya, sintesis albumin menurun,

sehingga terjadi hipoalbuminemia dengan edema. Fatty liver juga berkembang

secara sekunder, mungkin, untuk lipogenesis dari asupan karbohidrat berlebih

dan mengurangi sintesis apoliprotein. Penyebab lain KEP edematous adalah

keracunan aflatoksin serta diare, gangguan fungsi ginjal dan penurunan

aktivitas NA K ATPase. Akhirnya, kerusakan radikal bebas telah diusulkan

sebagai faktor penting dalam munculnya KEP edematous. Kejadian ini

didukung dengan konsentrasi plasma yang rendah akan metionin, suatu

precrusor dari sistein, yang diperlukan untuk sintesis dari faktor antioksidan

major, glutathione. Kemungkinan ini juga didukung oleh tingkat yang lebih

rendah dari sintesis glutathione pada anak-anak dengan pembengkakan

dibandingkan dengan non-edematous KEP. 1

2.5 KLASIFIKASI

1. Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP

Jika tujuannya untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, maka yang

diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP, hingga dapat ditentukan

persentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut. Dengan demikian

pemerintah dapat menentukan prioritas tindakan yang harus diambilnya untuk

menurunkan insidensi KEP. Klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah

sebagai berikut :2

5

Page 6: Tugas Ujian Dr. Ae

A. Klasifikasi menurut Gomez (1956)

Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu dibandingkan

dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai

baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan

Stevenson,1954). Gomez mengelompokkan KEP dalam KEP-ringan,

sedang, dan berat. Tabel di bawah memperlihatkan cara yang dilakukan

oleh Gomez.2

Klasifikasi KEP menurut Gomez

Derajat KEP Berat badan % dari baku*

0 (normal) ≥90%

1 (ringan) 89-75%

2 (sedang) 74-60%

3 (berat) <60%

*Baku = persentil 50 Harvard

B. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.

Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi

program-program pangan dan gizi serta kesehatan di Indonesia, maka

Lokakarya Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I. yang diadakan

pada tahun 1975 membuat keputusan yang merupakan modifikasi

klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan oleh

Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi

baik, gizi kurang, dan gizi buruk. Tabel di bawah memperlihatkan batas-

batasnya :2

Klasifikasi KEP menurut Dep.kes. (1975)

Derajat KEP Berat badan % dari baku*

0 = normal

1 = gizi kurang

2 = gizi buruk

= / > 80 %

60 – 79 %

< 60 %

*Sebagai baku patokan dipakai persentik 50 Harvard

2. Klasifikasi menurut tipe (klasifikasi kualitatif)

6

Page 7: Tugas Ujian Dr. Ae

Klasifikasi ini menggolongkan KEP dalam kelompok menurut tipenya : gizi –

kurang, marasmus, kwashiorkor, dan kwashiorkor marasmik.

A. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust (FAO/WHO

Exp.Comm.,1971)

Cara Wellcome Trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak diperlukan

penentuan gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat dilakukan oleh

tenaga para medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk survei lapangan

guna menentukan prevalensi tipe-tipe KEP banyak gunanya. Akan tetapi

jika cara Wellcome Trust diterapkan pada penderita yang sudah beberapa

hari dirawat dan dapat pengobatan diet, maka adakalanya dapat dibuat

diagnosa yang salah. Seorang penderita dengan edema, kelainan kulit,

kelainan rambut, dan perubahan-perubahan lain yang khas bagi

kwashiorkor dengan berat badan lebih dari 60%, jika dirawat selama 1

minggu akan kehilangan edemanya dan beratnya dapat menurun dibawah

60% walaupun gejala klinisnya masih ada. Dengan berat dibawah 60% dan

tidak terdapatnya edema, penderita tersebut dengan klasifikasi Wellcome

Trust didiagnosia sebagai penderita marasmus. Tabel di bawah

menunjukkan klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust :2

Klasifikasi kualitatif KEP menurut Wellcome Trust

Berat badan % dari

baku*

Edema

Tidak ada Ada

> 60 % Gizi kurang Kwashiorkor

< 60 % Marasmus Kwashiorkor marasmic

* Baku = persentil 50 Harvard

B. Klasifikasi kualitatif menurut McLaren,dkk (1967)

McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut

tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis,

perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi nilai bersama-sama

dengan menurunnya kadar albumin atau total protein serum. Cara demikian

7

Page 8: Tugas Ujian Dr. Ae

dikenal dengan scoring system McLaren dan tabel di bawah memperlihatkan

cara pemberian angka

Cara pemberian angka menurut McLaren

Gejala klinis/laboratoris Angka

Edema

Dermatosis

Edema disertai dermatosis

Perubahan pada rambut

Hepatomegali

3

2

6

1

1

7

6

5

4

3

2

1

0

Albumin seru atau protein total serum/g%

< 1.00 < 3.25

1.00 – 1.49 3.25 – 3.99

1.50 – 1.99 4.00 – 4.74

2.00 – 2.49 4.75 – 5.49

2.50 – 2.99 5.50 – 6.24

3.00 – 3.49 6.25 – 6.99

3.50 – 3.99 7.00 – 7.74

> 4.00 > 7.75

Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap

penderita:

0-3 angka = marasmus

4-8 angka = marasmic-kwashiorkor

9-15 angka = kwashiorkor

Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan

cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan

bantuan laboratorium.2

C. Klasifikasi KEP Menurut Waterlow (1973)

Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun.

Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap tinggi mencerminkan

gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering).

8

Page 9: Tugas Ujian Dr. Ae

Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi

yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan akan

terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting) untuk seusianya.2

Klasifikasi KEP menurut Waterlow

Derajat gangguan Stunting

(tinggi menurut umur)

Wasting

(berat terhadap tinggi)

0

1

2

3

> 95%

95 – 90 %

89 – 85 %

< 85 %

> 90 %

90 – 80 %

80 – 70 %

< 70 %

Lokakarya Antropometri Dep.Kes.R.I pada tahun 1975 memutuskan untuk

mengambil baku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan

menggolongkannya sebagai berikut :

Bagi tinggi menurut umur

Tinggi normal : diatas 85 % Harvard persentil 50

Tinggi kurang : 70 – 84 % Harvard persentil 50

Tinggi sangat kurang : dibawah 0 % Harvard persentil 50

Bagi berat terhadap tinggi

Gizi baik : 90 % atau lebih dari Harvard persentil 50

Gizi kurang dan buruk : di bawah 90 % Harvard persentil 50

Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, hingga hanya

memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan untuk menkalkulir

hasilnya, tidak perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, hingga dapat

dilakukan oleh tenaga paramedik atau sukarelawan setelah mendapat petunjuk

seperlunya.2

2.6. MANIFESTASI KLINIS

GEJALA KLINIS KEP

9

Page 10: Tugas Ujian Dr. Ae

Gejala klinis KEP berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi

protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh adanya

kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP ringan yang

ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang

dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan KEP yang berat memberi gejala

yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim,

keadaan sanitasi, kepadatan penduduk, dan sebagainya.2

A. Gejala klinis Kwashiorkor

10

Page 11: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 1. Manifestasi klinis anak dengan kwashiorkor

Penampilan

11

Page 12: Tugas Ujian Dr. Ae

Penampilannya seperti anak yang gemuk (suger baby) bilamana dietnya

mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun di

bagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya atrofi.2

Gangguan Pertumbuhan

Pertumbuhan terganggu, berat badan di bawah 80% dari baku Harvard

persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya

terutama jika KEP sudah berlangsung lama. 2

Perubahan Mental

Perubahan mental sangat mencolok. Pada umummnya mereka banyak

menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan

kelainan mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan. 2

Edema

Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar

penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema. 2

12

Page 13: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 2. Edema dan kelainan kulit pada kwashiorkor

Atrofi otot

Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring

terus-menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah

dapat berjalan. 2

Sistem gastro-intestinum

Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia

yang berat penderita menolak segala macam makanan, hingga

adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung.

Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan

mengandung banyak asam laktak karena mengurangnya produksi lactase

dan enzim disakaridase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula

oleh cacing dan parasit lain. 2

Perubahan rambut

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture)

maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut

yang mudah dicabut. Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat

terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah

warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat, kelabu,

maupun putih. Rambut alispun menunjukkan perubahan demikian, akan

tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang. 2

Perubahan kulit

Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang

melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy pavement

dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit

kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah

13

Page 14: Tugas Ujian Dr. Ae

menyerupai ptechiae, berpadu menjadi bercak yang lambat-laun

menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-

bagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yag masih hitam. Bagian

tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan

yang terus-menerus mendapat tekanan merupakan predileksi crazy

pavement dermatosis,seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan

sebagainya. Perubahan kulit lainnya seperti kulit kering dengan garis

kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi.

Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petechiae tanpa

trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita. 2

Pembesaran hati

Termasuk gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang batas hati

terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba

dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaan yang lici dan pinggir

yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop

menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada

kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat terutama di

segi taga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hati yang

terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakan

terdapat pada hamper semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya

fibrosis dan nekrosis hati. 2

Anemia

Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bilamana

kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka

dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada kwashiorkor

bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik hipokrom,

makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada

kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang

mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12,

vitamin C, tembaga, insufisiensi hormone, dan sebagainya. Macam

anemia yang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada

14

Page 15: Tugas Ujian Dr. Ae

pemeriksaan sumsum tulang sering ditemukan mengurannya sel system

eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan

terutama oleh kekurangan protein dan infeksi menahun. 2

Kelainan biokimiawi darah

Ada hipotesis mengatakan bahwa pada penyakit kwashiorkor tubuh tidak

dapat beradaptasi terhadap keadaan baru yang disebabkan oleh

kekurangan protein maupun energi. Oleh sebab itu banyak perubahan

biokimiawi dapat ditemukan pada penderita kwashiorkor, misalnya:

o Albumin serum

Albumin serum yang merendah merupakan kelainan yang sering

dianggap spesifik dan sudah ditemukan pada tingkat dini, maka

McLarena member angka (skor) untuk membedakan kwashiorkor

dan marasmus. Lebih rendah kadar albumin serum, lebih tinggi

pemberian angkanya. 2

o Globulin serum

Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi

tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada

kwashiorkor terdapat rasio albumin/globulin yang biasanya 2

menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor yang berat

ditemukan rasio yang terbalik. 2

o Kadar kolesterol serum

Pada penderita kwashiorkor, terutama yang berat, kadar kolesterol

darahnya rendah. Mungkin saja rendahnya kolesterol darah

disebabkan oleh makanan sehari-harinya yang terdiri dari sayuran

hingga tidak mengandung kolesterol, atau adanya gangguan dalam

pembentukan kolesterol dalam tubuh. 2

o Tes thymol turbidity(derajat kekeruhan)

15

Page 16: Tugas Ujian Dr. Ae

Merupakan tes fungsi hati. Penentuan terhadap 109 penderita

kwashiorkor member hasil sebagai berikut : pada 73 penderita

meninggi, sedangkan pada selebihnya tidak. Tidak ditemukan

korelasi antara tingginya kekeruhan dan beratnya perlemakan hati

maupun tingginya angka kematian, maka tes tersebut tidak

mempunyai nilai diagnosis maupun prognosis. 2

B. Gejala klinis Marasmus

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai

pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan

penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat

berbagai penyakit lain, seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan

atau jantung, malabsorbsi, gangguan metabolic, penyakit ginjal menahun,

dan juga pada gangguan saraf pusar. Perhaian ibu dan pengasuh yang

berlebihan sehingga anak dipaksa menghabiskan makanan yang disediakan,

walaupun jumlahnya jauh melampaui kebutuhannya, dapat menyebabkan

anak kehilangan nafsu makannya, atau muntah begitu melihat makanan atau

formula yang akan diberikannya. Adakalanya anak demikian menolak

segala macam makanan hingga pertumbuhannya terganggu. 2

16

Page 17: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 3. Manifestasi klinis marasmus

Penampilan

Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua.

Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian

besar lemak dan otot-ototnya. 2

Perubahan mental

Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa

lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita

marasmus yang berat. 2

Kelainan pada kulit tubuh

Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan

banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya. 2

Kelainan pada rambut kepala

Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya

tampak rambut kering, tipis dan mudah rontok. 2

Lemak dibawah kulit

Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. 2

Otot-otot

Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. 2

Saluran pencernaan

Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi. 2

Jantung

17

Page 18: Tugas Ujian Dr. Ae

Tidak jarang terdapat bradikardi. 2

Tekanan darah

Pada umummnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan

dengan anak sehat seumur. 2

Saluran nafas

Terdapat pula frekuensi pernafasan mengurang. 2

Sistem darah

Pada umummnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah. 2

C. Gejala klinis Marasmus-Kwashiorkor

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara

penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup

mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada

penderita demikian, disamping menurunnya berat badan di bawah 60% dari

normal memperlihatkan gejala-gejala kwashiorkor, seperti edema, kelainan

rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. 2

18

Page 19: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 4. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor

2.7. DIAGNOSIS

Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada

kedua kaki atau adanya severe wasing (BB/TB < 70 % atau < -3SD), atau ada

gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor).

Walaupun kondisi klinis pada kwashiorkor, marasmus, dan marasmus

kwashiorkor berbeda tetapi tatalaksananya sama.5,6

A. Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran

antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :

BB/TB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus)

Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor :

BB/TB > -3 SD atau marasmus-kwashiorkor: BB/TB < -3SD)

19

Page 20: Tugas Ujian Dr. Ae

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa

anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak

mempunyai jaringan lemak di bawah kulit terutama pada kedua bahu,

lengan, pantan dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa

adanya edema. 5,6

Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin

anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu

tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, keciali jika ditemukan

penyakit lain yang berat. 5,6

B. Penilaian awal anak gizi buruk

Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan. 5,6

Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah

dan diare (encer/darah/lendir)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami

dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera. 5,6

Anamnesis lanjutan

Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,

dilakukan setelah kedaruratna ditangani:

Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

20

Page 21: Tugas Ujian Dr. Ae

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru

Pernah sakit camapat dalam 3 bulang terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

Diketahi atau tersangka infeksi HIV

Pemeriksaan fisik

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung

kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.

Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati

menentukan status dehidrasi pada gizi buruk)

Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang melambat,

nadi lemah dan cepat) kesadaran menurun.

Demam (suku aksilar ≥ 37,50C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35,50C)

Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung

21

Page 22: Tugas Ujian Dr. Ae

Sangat pucat

Pembesaran hati dan ikterus

Adakah perut kembung, bising usu melemah/meninggi, tanda asites,

atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal

splash)

Tanda defisiensi vitamin A pada mata :

Gambar 5. Bercak Bitot pada mata

o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot

o Ulkus kornea

o Keratomalasia

Ulkus pada mulut

Fokus infeksi : telinga, tenggorokan, paru, kulit

Lesi kulit pada kwashiorkor :

o Hipo- atau hiper- pigmentasi

o Deskuamasi

o Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)

22

Page 23: Tugas Ujian Dr. Ae

o Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seingkali dengan

infkesi sekunder (termasuk jamur)

Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir)

Tanda dan gejala HIV

Catatan :

Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk

memeriksa mata dengan hati-hati untuk menghindari robeknya kornea.

Pemeriksaan laboratorium terhadap HB dan atau Ht, jika didapatkan

anak sangat pucat5,6.

2.8. DIAGNOSIS BANDING

KEP berat/Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe yaitu

kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor sehingga perlu

dibedakan dari masing-masing gejala yang telah dijelaskan sebelumnya di

atas.

2.9. PENATALAKSANAAN

23

Page 24: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 6. Alur pemeriksaan anak gizi buruk

Pada saat masuk rumah sakit

Anak dipisahkan dari pasien infeksi

Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-30oC, bebas dari angin)

Dipantau secara rutin

Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera

keringkan.

Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan:

Fasilitas dan staf yang professional (Tim Asuhan Gizi)

Timbangan badan yang akurat

Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar

24

Page 25: Tugas Ujian Dr. Ae

Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan

selama perawatan dapat dievaluasi

Keterlibatan orang tua

Gambar 7. Alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas

perawatan

Tatalaksana umum

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dilakukan dengan tatalaksana syok

pada anak dengan gizi buruk :

25

Page 26: Tugas Ujian Dr. Ae

Lakukan penanganan ini hanya jika ada tanda syok dan anak letargis

atau idak sadar.

Pastikan anak menderita gizi buruk dan benar-benar menunjukkan tanda

syok.

Timbang anak untuk menghitung volume cairan yang harus diberikan

Pasang infus (dan ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium gawat

darurat)

Masukkan larutan Ringer Laktat dengan dekstrose5% (RLD5%) atau

Ringer Laktat atau Garam Normal – pastikan aliran infus berjalan

lancer. Bila gula darah tinggi maka berikan Ringer Laktat (tanpa

dekstrose) atau Garam Normal.

Alirkan cairan infus 10ml/kgBB selama 30 menit

Hitung denyut nadi dan frekuensi napas anak mulai dari pertama kali

pemberian cairan dan setiap 5-10menit

Jika ada perbaikan tapi belum adekuat (denyut nadi melambat,

frekuensi napas anak melambat, dan capillary refill >3 detik):

o Berikan lagi cairan di atas 10 ml/kbBB selama 30 menit

o Nilai kembali setelah volume cairan infus yang sesuai telah diberikan

Jika ada perbaikan dan sudah adekuat (denyut nadi melambat,

frekuensi napas anak melambat, dan capillary refill < 2 detik):

o Alihkan ke terapi oral atau menggunakan NGT dengan ReSoMal

10ml/kgBB/jam hingga 10 jam

o Mulai berikan anak makanan dengan F-75 (resep formula

modifikasi)

26

Page 27: Tugas Ujian Dr. Ae

Jika tidak ada perbaikan, lanjutkan dengan pemberian cairan rumatan

4ml/kgBB/jam dan pertimbangkan penyebab lain selain hipovolemik

o Transfusi darah 10ml/kgBB selama 1 jam (bila ada perdarahan nyata

yang signifikan dan darah tersedia)

o Bila kondisi stabil rujuk ke rumah sakit dengan kemampuan lebih

tinggi.

Jika kondisi anak menurun selama diberikan cairan infus (napas anak

meningkat 5 kali/menit atau denyut nadi 15 kali/menit), hentikan infus

karena cairan infus dapar memperburuk kondisi anak. Alihkan ke terapi

oral atau menggunakan pipa nasogastrik dengan ReSoMal, 10

ml/kgBB/jam hingga 10 jam.6

Catatan pada saat memberikan penanganan gawat-darurat pada

anak dengan gizi buruk6

Selama proses triase, semua anak dengan gizi buruk akan diidentifikasi

sebagai anak dengan tanda prioritas, artinya mereka memerlukan

pemeriksaan dan penanganan segera.

Pada saat penilaian triase, akan ditemukan sebagian kecil anak gizi

buruk dengan tanda kegawatdaruratan.

27

Page 28: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 8. Klasifikasi tanda bahaya atau tanda kegawatdaruratan

Hal – hal penting yang harus diperhatikan :7

1. Jangan berikan Fe sebelum minggu ke-2 (Fe diberikan pada fase

stabilisasi)

2. Jangan berikan cairan intravena kecuali syok atau dehidrasi berat.

3. Jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi.

4. Jangan berikan diuretic pada penderita kwashiorkor.

Anak dengan tanda dehidrasi berat tapi tidak mengalami syok tidak

boleh dilakukan rehidrasi dengan infus. Hal ini karena diagnosis

dehidrasi berat pada anak dengan gizi buruk sulit dilakukan dan

sering terjadi salah diagnosis. Bila diinfus berarti menempatkan anak

ini dalam resiko over-hidrasi dan kematian karena gagal jantung.

Dengan demikian, anak ini harus diberi perawatan rehidrasi secara

oral (melalui mulut) dengan larutan rehidrasi khusus untuk gizi buruk

(ReSoMal). 6

28

Page 29: Tugas Ujian Dr. Ae

Anak dengan tanda syok dinilai untuk tanda lainnya (letargis atau

tidak sadar). Pada gizi buruk, tanda gawat darurat umum yang biasa

terjadi pada anak syok mungkin timbul walaupun anak tidak

mengalami syok.

o Jika anak letargis atau tidak sadar, jaga agar tetap hangat dan

berikan cairan infus dan glukosa 10% 5ml/kgBB iv.

o Jika anak sadar (tidak syok) jaga agar tetap hangat dan

berikan glukosa 10% 10ml/kgBB lewat mulut atau pipa

nasogastrik dan lakukan segera penilaian menyeluruh dan

pengobatan lebih lanjut. 6

Catatan : ketika memberikan cairan infus untuk anak syok,

pemberian cairan infus tersebut berbeda dengan anak yang dalam

kondisi gizi baik. Syok yang terjadi karena dehidrasi dan sepsis

mungkin dapat terjadi secara bersamaan dan hal ini sulit untuk

dibedakan dengan tampilan klinis semata. Anak dengan dehidrasi

memberikan reaksi yang baik pada pemberian cairan infus (napas

dan denyut nadi lebih lambat, capillary refill lebih cepat). Anak yang

mengalami syok sepsis dan tidak dehidrasi, tidak akan memberikan

reaksi. Jumlah cairan yang diberikan harus melihat reaksi anak.

Hindari terjadi over-hidrasi. Pantau denyut nadi dan pernapasan pada

saat infus dimulai dari tiap 5-10 menit untuk melihat kondisi anak

mengalami perbaikan atau tidak. Ingat bahwa jumlah dan kecepatan

aliran cairan infus berbeda pada gizi buruk. 6

Semua anak dengan gizi buruk membutuhkan penilaian dan

pengobatan segera untuk mengatasi masalah serius seperti

hipoglikemi, hipotermi, infeksi berat, anemia berat dan kemungkinan

besar kebutaan pada mata. Penting juga melakukan pencegahan

timbulnya maslah tersebut bila belum terjadi pada saat anak dibawa

ke rumah sakit. 6

29

Page 30: Tugas Ujian Dr. Ae

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat

berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang

dilakukan berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting,

yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu:7

Kondisi I

Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau

dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:7

1. Pasang O2 1-2L/menit

2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan

perbandingan 1:1 (RLG 5%)

3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan

dengan

4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

Kondisi II

Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan

Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:7

1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB

2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

3. 2 jam pertama

berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :

5ml/kgBB setiap pemberian

catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi III

Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana III,

dengan tindakan segera, yaitu:7

1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

2. 2 Jam pertama

berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis

5ml/kgBB setiap pemberian

30

Page 31: Tugas Ujian Dr. Ae

catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV

Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera,

yaitu:7

1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB

2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

3. 2 jam pertama

berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai

dengan berat badan (NGT)

catat nadi, frekuensi nafas

Kondisi V

Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau

dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:7

1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral

2. Catat nadi, frekuensi nafas

Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:7

31

Page 32: Tugas Ujian Dr. Ae

Gambar 9. Bagan Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk7

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang

harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14),

32

Page 33: Tugas Ujian Dr. Ae

faserehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26).

Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:7

Gambar 10. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk7

A. Prinsip Dasar Pengobatan Gizi Buruk (10 Langkah utama)

Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia

Tanda-tanda hipoglikemi8 :

1. Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah yang

sangat rendah.

2. Anak gizi buruk, dianggap hipoglikemia bila kadar glukosa darah < 3

mmol/liter atau <54 mg/dl.

3. Hipoglikemia biasanya juga terjadi bersamaan dengan hipotermia.

33

Page 34: Tugas Ujian Dr. Ae

4. Tanda lain hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan

kesadaran.

5. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat dan pucat, sangat jarang

dijumpai pada anak gizi buruk.

6. Kematian karena hipoglikemia pada anak gizi buruk, kadang-kadang

hanya didahului dengan tanda seperti mengantuk saja.

7. Di unit pelayanan kesehatan yang belum mampu memeriksa kadar

glukosa darah, setiap anak gizi buruk yang dating harus dianggap

mengalami hipoglikemia. Oleh jarena itu harus segera mendapatkan

perawatan dan penanganan sebagai penderita hipoglikemia.

Cara mengatasi hipoglikemia:8

1. Sadar (tidak letargis)

Berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10%* secara

oral atau NGT (bolus) sebanyak 50ml

2. Tidak sadar (letargis)

Berikan larutan Glukosa 10% secara intravena(iv) (bolus) sebanyak 5

ml/kgBB

Selanjutnya berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10%

secara oral atau NGT (bolus) sebanyak 50 ml.

3. Renjatan(syok)

Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer Laktat dan

Dextrose/Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1 (=RLG 5%)

sebanyak 15ml/kgBB selama 1 jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB

Selanjutnya berika larutan Glukosa 10% secara intravena (iv) (bolus)

sebanyak 5ml/kgBB

*5 gram gula pasir (=1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50ml

Pemantauan6 :

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah

setelah 30 menit.

34

Page 35: Tugas Ujian Dr. Ae

Jika kadar gula darah < 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian

larutan glukosa atau gula 10%.

Jika suhu rectal <35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin

hipoglikemia disebabkan oleh hiponatremia, ulangi pengukuran kadar

gula darah dan tangani sesuai keadaan (hiponatremia dan hipoglikemia).

Pencegahan6 :

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika

perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-

3 jam siang malam.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia

Hipotermia8 :

1. Adalah suatu keadaan tubuh dimana suhu aksiler <360C

2. Hipetermia biasanya terjadi bersama-sama dengan kejadian

hipoglikemia.

3. Hipoglikemia daan hipotermia pada anak gizi buruk biasanya merupakan

tanda dari adanya infeksi sistemik yang serius.

4. Semua anak gizi buruk dengan hiponatremia harus mendapat pengobatan

untuk mengatasi hipoglikemia dan infeksi.

5. Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak mampu

memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh.

6. Setiap anak gizi buruk harus dipertahankan suhu tubuhnya dengan

menutup tubuhnya dengan penutup yang memadai.

7. Tindakan menghangatkan tubuh, adalah usaha untuk menghemat

penggunaan cadangan energi pada anak tersebut.

Suhu tubuh 36-370C 8

Keadaan ini pada anak gizi buruk dapat dengan mudah jatuh pada

hiponatremia, cara untuk mempertahankan (pencegahan) agar tidak

hipotermia adalah :

1. Tutuplah tubuh anak termasuk kepalanya

35

Page 36: Tugas Ujian Dr. Ae

2. Hindari adanya hembusan angin dalam ruang perawatan

3. Petahankan suhu ruangan sekitar 25-300C.

4. Jangan membiarkan anak tanpa baju terlalu lama pada saat tindakan

pemeriksaan dan penimbangan.

5. Usahakan tangan dari pemberi perawatan pada saat menangani anak

gizi buruk dalam keadaan hangat.

6. Segeralah ganti baju atau peralatan tidur yang basah oleh karena air

kencing atau keringat atau sebab-sebab yang lain.

7. Bila anak baru saja dibersihkan tubuhnya dengan air, segera keringkan

dengan sebaik-baiknya.

8. Jangan menghangati anak dengan air panas dalam botol, hal ini untuk

menghindari ibu anak/pengasuh lupa membungkus botol dengan kain

akan menyebabkan kulit anak terbakar.

Suhu tubuh <360C (hipotermia)8

Cara untuk memulihkan penderita gizi buruk yang mengalami hipotermia

adalah:

1. Bila suhu <360C harus dilakukan tindakan menghangati untuk

mengembalikan kembali suhu tubuh anak.

2. Pemanasan suhu tubuh anak yang hipotermia adalah dengan cara

“kanguru”, yaitu dengan mengadakan kontak langsung kulit ibu dan

kulit anak untuk memindahkan panas tubuh ibu kepada tubuh anak dan

anak digendong serta diselimuti seluruh tubuhnya.

3. Pemanasan tubuh anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan

lampu. Lampu harus diletakkan 50cm dari tubuh anak.

4. Suhu tubuh harus dimonitor setiap 30 menit untuk memastikan bahwa

suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi akibat pemanasan.

5. Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 370C.

Pemantauan6 :

1. Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi

36,50C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah

jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36,50C.

2. Patikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada

malam hari.

36

Page 37: Tugas Ujian Dr. Ae

3. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hiponatremi.

Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi

Diagnosis6

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang

berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal

ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada

anak dengan gizi buruk hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak

gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap

dehidrasi ringan.

Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.

Tatalaksana6

1. Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, keciali pada kasus dehidrasi berat

dengan/tanpa syok.

2. Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat

dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

Beri 5ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.

Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml.kgBB/jam berselang-

seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama setiap jam selama 10

jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume

tinja yang keluar, dan apakah anak muntah.

Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan

mempunyai kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan

yang lebih tepat adalah ReSoMal.

Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.

Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1th:

50-100ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 thL 100-200ml setiap

buang air besar.

Resep ReSoMal

ReSoMal mengandung 37,5 mmol Na, 40 mmol K, 3 mmol Mg per liter

37

Page 38: Tugas Ujian Dr. Ae

Bahan Jumlah

Oralit WHO*

Gula pasir

Larutan mineral-mix**

Ditambah air sampai menjadi

1 sachet (200ml)

10 gr

8 ml

400

*2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dehydrate, 1.5 g KCl, 13.5 g glukosa

dalam 1L

**Lihat resep larutan mineral mix

Bila larutan mineral mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat

dibuat larutan sebagai berikut:

Bahan Jumlah

Oralit

Gula pasir

Bubuk Kcl

Ditambah air sampai menjadi

1 sachet (200ml)

10 g

0,8 g

400 ml

Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka

dapat diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat

pula diberikan MgSO4 40% IM 1x/hari dengan dosis 0,3 ml.kgBB,

maksimum 2 ml/hari.

Larutan Mineral-mix

Larutan ini digunakan pada pembuatan F-75, F-100 dan ReSoMal.

Jika tidak tersedia larutan mineral-mix siap pakai, buatlah larutan dengan

menggunakan bahan berikut ini :

Bahan Jumlah (g)

Kalium klorida (KCL)

Tripotassium citrate

Magnesium klorida (MgCl2, 6H2O)

Seng asetat (Zn asetat, 2H2O)

Tembaga sulfat (CuSO4, 5H2O)

Air tambahkan menjadi

89,5

32,4

30,5

3,3

0,56

1000 ml

38

Page 39: Tugas Ujian Dr. Ae

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap

setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam

berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat

berbahaya dan bias mengakibatkan gagal jantung dan kematian.6

Periksalah

Frekuensi napas

Frekuensi nadi

Frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

Frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan

mulai ada dieresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan

fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda

membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak

memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi,

sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.6

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat

5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian

cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.6

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan

pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai

pengganti larutan oralit standar.

Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

Pemberian F-75 sesegera mungkin

Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun

kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering

terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.9

39

Page 40: Tugas Ujian Dr. Ae

Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema

(jangan obati edema dengan pemberian diuretikum)9

Berikan :

- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg

KCl/kgBB/hari)

- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2

/kgBB/hari)

- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)

- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang

ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut

pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran

6 untuk cara pembuatan larutan).9

Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi

Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya

infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.9

Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :

- Antibiotik spektrum luas

- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah

diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan

gizi anak menjadi baik.9

Catatan:

Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7

hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat

perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan

infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.9

40

Page 41: Tugas Ujian Dr. Ae

Pilihan antibiotik spektrum luas:

Bila tanpa komplikasi:

Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari

(2,5 ml bila berat badan < 4 Kg)

Atau Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:

hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :

o Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari,

dilanjutkan dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8

jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50

mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.

Dan

Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.

Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan

kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.

Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik

yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk

malaria positif.9

Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi

pemberian hingga 10 hari.

Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk

lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah

vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.9

Langkah Ke-6: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien

Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun

anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe),

tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik

(biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat

memperburuk keadaan infeksinya.9

Berikan setiap hari:

41

Page 42: Tugas Ujian Dr. Ae

- Suplementasi multivitamin

- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari

- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari

- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10

mg/kgBB/hari

- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :

100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah

mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala

defisiensi vit.A, berikan vitamin dosis terapi. 9

Langkah Ke-7: Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar

tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan ≥ 50

g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,

biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan

untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang

dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara

mendadak.9

Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari

formula khusus awal ke formula khusus lanjutan9 :

- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per

100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9

gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan

keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein

yang sama.

- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit

formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200

ml/kgBB/hari).

Pemantauan pada masa transisi:

• frekwensi nafas

• frekwensi denyut nadi

42

Page 43: Tugas Ujian Dr. Ae

Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit

dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian

formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.9

Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:

- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari

- Protein 4-6 gram/kgBB/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula,

karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.9

Pemantauan setelah periode transisi:

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu

Bila kenaikan BB:

- kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh :

cek apakah asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat

diatasi.

- Baik (≥ 50 g/minggu), lanjutkan pemberian makanan

Resep formula WHO F-75 dan F-1006

Bahan makanan Per 1000 ml F-75F-75

(=sereal)F-100

Susu krim bubuk

Gula pasir

Tepung beras/maizena

Minyak sayur

Larutan elektrolit

Tambahan air s/d

gram

gram

gram

gram

ml

ml

25

100

-

27

20

1000

25

70

35

27

20

1000

85

50

-

60

20

1000

Nilai gizi/1000ml

Energi Kkal 750 750 1000

43

Page 44: Tugas Ujian Dr. Ae

Protein

Laktosa

Kalium

Natrium

Magnesium

Seng

Tembaga

% energi protein

% energi lemak

Osmolaritas

gram

gram

mmol

mmol

mmol

mg

mg

-

-

mOsm/l

9

13

40

6

4.3

20

2.5

5

32

413

11

13

42

6

4.6

20

2.5

6

32

334

29

42

63

19

7.3

23

2.5

12

53

419

Langkah Ke-8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena

keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.9

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan

dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk

memenuhi metabolisme basal.9

Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :

Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.

Berikan secara oral/nasogastrik

Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari

Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari

Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)

Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.

Formula khusus seperti F-75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian

makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip

44

Page 45: Tugas Ujian Dr. Ae

tersebut di atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan

cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.9

Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian

makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1

hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80

Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri

makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.9

Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya

- Muntah

- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja

- BB (harian)

Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,

tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan

dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.9

Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

karenanya berikan:9

Kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

Aktifitas fisik segera setelah sembuh

Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,

dapat dikatakan anak sembuh.

Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan

dirumah setelah penderita dipulangkan.9

45

Page 46: Tugas Ujian Dr. Ae

Peragakan kepada orangtua :

- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien

yang padat

- terapi bermain terstruktur.

Sarankan:

- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:

Þ bulan I : 1x/minggu

Þ bulan II : 1x/2 minggu

Þ bulan III : 1x/bulan

- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)

- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

B. Pengobatan Penyakit Penyerta

1. Masalah pada mata

Jika anak mempunyai gejala defisiensi vitamin A, lakukan hal

seperti di bawah ini6 :

Gejala Tindakan

Hanya bercak

Bitot saja (tidak

ada gejala mata

yang lain)

Tidak memerlukan obat tetes mata

Nanah atau

peradangan

Beri tetes mata kloramfenikol atau tetrasiklin

(1%)

Kekeruhan pada

kornea

Ulkus pada

kornea

Tetes mata kloramfenikol 0,25%-1% atau

tetes tetrasiklin (1%); 1 tetes, 4x sehari,

selama 7-10 hari

Tetes mata atropine (1%); 1 tetes, 3x sehari,

46

Page 47: Tugas Ujian Dr. Ae

selama 3-5 hari.

Jika perlu, kedua jenis obat tetes mata tersebut

dapat diberikan secara bersamaan

Jangan menggunakan sediaan yang berbentuk salep.

Gunakan kasa penutup mata yang dibasahi larutan garam

normal.

Gantilah kasa setiap hari.

Beri vitamin A

Umur Dosis

< 6 bulan

6 – 12 bulan

1-5 tahun

50.000 (1/2 kapsul biru)

100.000 ( 1 kapsul biru)

200.000 (1 kapsul merah)

Bila ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit

campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis

sesuai umur pada hari ke 1,2, dan 15.6

Catatan :

Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia sehingga

selalu menutup matanya. Penting untuk memeriksa mata dengan

hati-hati untuk menghindari rupture kornea.6

2. Anemia berat

Transfusi darah diperlukan jika:

Hb < 4 g/dl

Hb 4-6 g/dl dan anak mengalami gangguan pernapasan atau tanda

gagal jantung.

Pada anak gizi burukm transfuse harus diberikan secara lebih

lambat dan dalam volume lebih kecil dibanding anak sehat. Beri :

Darah utuk (whole blood), 10 ml/kgBB secara lambat selama

3 jam,

Furosemid, 1 mg/kg IV pada saat transfuse dimulai.

Bila terdapat gejala gagal jantung, berikan komponen sel darah

merah (packed red cells) 10 ml/kgBB. Anak dengan kwashiorkor

47

Page 48: Tugas Ujian Dr. Ae

mengalami redistribusi cairan sehingga terjadi penurunan Hb yang

nyata dan tidak membutuhkan transfuse. Hentikan semua

pemberian cairan lewat oral/NGT selama anak ditransfusi.5,6

Monitor frekuensi nadi dan pernapasan setiap 15 menit selama

transfuse. Jika terjadi peningkatan (frekuensi napas meningkat

5x/menit atau nadi 25x/menit), perlambat transfuse.5,6

Catatan: Jika Hb tetap rendah setelah transfuse, jangan ulangi

transfuse dalam 4 hari. 5,6

3. Lesi kulit pada kwashiorkor

Defisiensi seng (Zn); sering terjadi pada anak dengan kwashiorkor

dan kulitnya akan membaik secara cepat dengan pemberian

suplementasi seng. 5,6

Sebagai tambahan:

Kompres daerah luka dengan larutan Kalium permanganate

PK; KMnO4) 0,01% selama 10menit/hari.

Bubuhi salep/krim (seng dengan minyak kastor, tulle gras) pada

daerah yang kasar, dan bubuhi gentian violet (atau jika tersedia,

salep nistatin) pada lesi kulit yang pecah-pecah.

Hindari penggunaan popok-sekali-pakai agar daerah perineum

tetap kering. 5,6

4. Diare persisten

Tatalaksana

Giardiasis dan kerusakan mukosa usus

Jika mungkin, lakukan pemeriksaan mikroskopis atas specimen

feses.

Jika ditemukan kista atau trofozoit dari Giardia lamblia, beri

Metronidazol 7,5 mg/kg setiap 8 jam selama 7 hari).

Intoleransi laktosa

Diare jarang disebabkan oleh intoleransi laktosa saja. Tatalaksana

intoleransi laktosa hanya diberikan jika diare terus menerus ini

menghambat perbaikan secara umum. Perlu diingat bahwa F-75

sudah merupakan formula rendah laktosa. 5,6

48

Page 49: Tugas Ujian Dr. Ae

Pada kasus tertentu :

Ganti formula dengan yoghurt atau susu formula bebas laktosa.

Pada fase rehabilitasi, formula yang mengandung susu

diberikan kembali secara bertahap.

Diare osmotic

Diare osmotic perlu diduga jika diare makin memburuk pada

pemberian F-75 yang hiperosmolar dan akan berhenti jika

kandungan gula dan osmolaritasnya dikurangi. 5,6

Pada kasus seperti ini gunakan F-75 berbahan dasar serealia

dengan osmolaritas yang lebih rendah.

Berikan F-100 untuk tumbuh kejar secara bertahap.

5. Tuberkulosis

Jika anak diduga kuat menderita tuberkulosis,lakukan: 5,6

Tes Mantoux (walaupun seingkali negative palsu)

Foto thoraks, bila mungkin

Untuk diagnosis dan tatalaksana sesuai dosis pengobatan TB

pada anak

C. Pemulangan dan tindak lanjut

Bila telah tercapai BB/TB > -2SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak

telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak

berperwakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus

tetap dilanjutkan di rumah.5,6

Berikan contoh kepada orang tua: 5,6

Menu dan cara membuat makanan kaya energia dan padat dizi serta

frekuensi pemberian makan yang sering.

Sarankan:

Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

Mengikuti program pemberian vitamin A

Pemulangan sebelum sembuh total

49

Page 50: Tugas Ujian Dr. Ae

Anak-anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh.

Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko.

Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan

lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk

mencegah kekambuhan. 5,6

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil :

Anak seharusnya : 5,6

Telah menyelesaikan pengobatan antibiotic

Mempunyai nafsu makan yang baik

Menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

Edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang

Ibu atau pengasuh seharusnya : 5,6

Mempunyai waktu untuk mengasuh anak

Memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,

jumlah dan frekuensi)

Mempunyai sumber daya untuk member makan anak. Jika tidak mungkin,

nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah. Hal

ini mencakup: 5,6

Pemberian makanan seimbang dengan bahan local yang terjangkau.

Pemberian maknan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan

(snacks) tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu,pisang,roti,

biscuit).

Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya.

Beri anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat

dicek.

Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit.

ASI diteruskan sebagai tambahan.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebeblum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai

anak sembuh:

Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local

untuk melakukan supervise dan pendampingan.

50

Page 51: Tugas Ujian Dr. Ae

Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan

kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi

penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit. 5,6

2.9. KOMPLIKASI

Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki

komplikasi-komplikasi yaitu :

Perkembangan mental

Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa

dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan

akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya

otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan

sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal

namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi

(1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita KEP bahwa terdapat

deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut meningkat pada

penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang

abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu

meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.2

Noma

Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut

yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu,

biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan

lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang

menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul

umumnya pada tipe kwashiorkor. 2

Xeroftalmia

Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat

defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat

juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita

KEP berat karena ditakutkan akan mengalami kebutaan.2

51

Page 52: Tugas Ujian Dr. Ae

Kematian

Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya

penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa

paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula

ditemukan tanda-tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti

mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada

penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi,

sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.2

2.10. PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi

KEP dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan

yang lebih luas dalam pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik

dan perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan

manusia Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang

cukup. Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk

mengatasi satu atau lebih dari satu faktor dasar penyebab KEP (Austin, 1981),

yaitu :2

Meningkatkan hasil produksi pertanian, agar persediaan bahan makanan

menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan

rakyat.

Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi

energi untuk anak-anak yang disapih.

Memperbaiki infrastruktur pemasarna.

Subsidi harga bahan makanan.

Pemberian makanan suplementer.

Pendidikan gizi yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat untuk mengubah

kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara

menghidangkan makanan agar menghasilkan makanan yang bermutu.

Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:

52

Page 53: Tugas Ujian Dr. Ae

o Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya ke

Pusksesmas, Posyandu.

o Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang

memiliki prevalensi yang tinggi.

o Memperbaikin higienitas lingkungan.

o Mendidik rakyat untuk mengunjungi Puskesmas secepatnya jika

kesehatan terganggu.

o Menganjurkan keluarga berencana.

2.11. PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari

penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi

prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi ditangani secara tepat

dan cepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit

infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan

terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan

malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan

psikomotor anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut

umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya

akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna

dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan

penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak

yang pernah mengalami kondisi marasmus in cenderung lebih lambat,

terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan

pertambahanan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi

anak berada dalam batas yang normal.

53

Page 54: Tugas Ujian Dr. Ae

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengobatan TB

Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah

antibiotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium.Aktifitas

obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas

sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid,

Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut

sebagai obat primer. Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal

membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin.Rifampisin dan

pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. 2

Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino

Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin.

Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan Kanamisin

umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif, dan dipakai jika obat

primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan Rifabutin digunakan sebagai

alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan kombinasi anti TB. 2

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan,

maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :

Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk

mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan

dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly ObservedTreatment)

oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

54

Page 55: Tugas Ujian Dr. Ae

1. Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan

obat. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persister (dormant)sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan

Regimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap

dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan kombinasi

OAT dengan dosis tetap. Contoh : 2HRZE/4H3R3 atau2HRZES/5HRE. Kode huruf

tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni : 2

H = Isoniazid

R = Rifampisin

Z = Pirazinamid

E = Etambutol

S = Streptomisin

55

Page 56: Tugas Ujian Dr. Ae

Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwensi.Angka 2

didepan seperti pada “2HRZE”, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi

tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada “4H3R3” artinya dipakai 3 kali

seminggu ( selama 4 bulan).

Kemasan obat dalam bentuk :

Obat tunggal,

Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol.

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Tabel 1. Panduan OAT dalam Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia

Kategori 1 • 2HRZE/4H3R3

Kategori 2 • 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

OAT sisipan • HRZE

Kategori anak • 2HRZ/4HR

1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)1

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu

selama 4 bulan. Lama pengobatan seluruhnya 6 bulan

Obat ini diberikan untuk:

• Penderita baru TB Paru BTA Positif.

56

Page 57: Tugas Ujian Dr. Ae

• Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif

• Penderita TB Ekstra Paru, kasus baru

2. Kategori -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) 1

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap

hari.Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap

lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Lama

pengobatan 8 bulan.

Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati,

yaitu:

• Penderita kambuh (relaps)

• Penderita gagal (failure)

• Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

3. OAT Sisipan (HRZE)1

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1

atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak

masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Paduan OAT Sisipan untuk penderita dengan berat badan antara 33 – 50 kg: 1 tablet

Isoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet Pirazinamid 500mg, 3 tablet

Etambutol 250 mg Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1

dos kecil.

Tabel 2. Jenis dan dosis OAT1

Obat Dosis (mg/Kg

Dosis yg dianjurkan DosisMaks

Dosis mg/KgBB

Harian Intermitte <40 40-60 >60

57

Page 58: Tugas Ujian Dr. Ae

BB/hr)

(mg/KgBB/hr)

n (mg/KgBB/kali) (mg)

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 35 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000Sesuai

BB750 1000

Saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose Combination (FDC). Obat ini pada

dasarnya adalah regimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi

2,3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-

FDC karena beberapa keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk

kombipak apalagi dalam bentuk lepas.

Keuntungan penggunaan OAT FDC:

a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi tetap

dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderita.

b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya dan

meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita.

c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak bisa

memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.

d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannyadan lebih

murah pembiayaannya.3

Tabel 3. Jenis OAT FDC2

Fase Intensif Fase Intensif

2 bulan 4 bulanBB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu

RHZE150/75/400/275

RHZ150/75/400

RHZ150/150/500

RH150/75

RH150/150

30-37 2 2 2 2 258

Page 59: Tugas Ujian Dr. Ae

38-5455-70>71

345

345

345

345

345

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah

ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis

terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila

mengalami efek samping serius harus dirujuk kerumah sakit / dokter spesialis paru / fasilitas

yang mampu menanganinya.2

4. Kategori Anak

Diagnosis TB anak ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat dan teliti (termasuk

riwayat kontak dengan pasien TB dewasa), pemeriksaan fisis termasuk analisis terhadap kurva

pertumbuhan serta hasil pemeriksaan penunjang uji tuberkulin, radiologi, serta pemeriksaan

sputum BTA bila memungkinkan.)

Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama TB. Pada anak sangat sulit sekali

mengambil sampel dahak, maka diagnosis TB anak dapat menggunakan criteria lain yaiotu

denganb menggunakan system pembobotan (scoring system). Apabila diagnosis hanya

ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan foto toraks atau laboratorium saja, sering terjadi

misdiagnosis, underdiagnosis atau overdiagnosis.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah membuat program Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak (PNTA) yaitu pembobotan (scoring system) yaitu pembobotan terhadap

gejala atau tanda klinis yang dijumpai.

Tabel 4. Sistem pembobotan (scoring system) untuk diagnosis TB pada anak

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas Laporan

keluarga, BTA

BTA (+)

59

Page 60: Tugas Ujian Dr. Ae

tidak jelas

Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10

mm, atau ≥ 5

mm pada

keadaan

imunosupresi)

Berat badan

/keadaan gizi

Bawah garis

merah (KMS)

atau BB/U <

80%

Klinis gizi

buruk (BB/U <

60%)

Demam tanpa

sebab jelas

> 2 minggu

(jelas)

Batuk* > 3 minggu

Pembesaran

kelenjar limfe

coli, aksila,

inginal,

> 1cm, jumlah

> 1, tidak nyeri

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut

Ada

pembengkakan

Foto toraks Normal / tidak

jelas

Kesan TB

Catatan:

Diagnosis dengan system scoring ditegakkan oleh dokter

Gejala batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya

seperti : asma, sinusitis dan lain-lain

Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung

didiagnosis tuberkulosis

Berat badan dinilai saat pasien datang

Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

60

Page 61: Tugas Ujian Dr. Ae

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul < 7 hari setelah penyuntikan)

harus dievaluasi dengan system scoring TB anak.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (≥6) didiagnosis sebagai TB

anak dan ditatalaksana dengan OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6

tetapi secara klinis kecurigaan kea rah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan

diagnosis lainnya sesuai indikasi, seperti :

Pemeriksaan mikrobiologi spesimen bilasan lambung, cairan pleura, cairan

serebrospinal, cairan ascites atau spesimen lain.

Pemeriksaan patologi anatomi dengan spesimen hasil operasi dan atau biopsy.

Pemeriksaan pencitraan di luar paru sesuai indikasi jika perlu menggunakan CT-

Scan.

Pemeriksaan lain seperti funduskopi.

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu

minimal 6 bulan. Terapi TB anak dibagi menjadi 2 tahap, intensif dan lanjutan. Pada tahap

intensif selama 2 bulan awal, mulai bulan ketiga dan selanjutnya merupakan tahap lanjutan. Pada

tahap intensif diberikan paduan >3 OAT. Sedangkan pada tahap lanjutan diberikan paduan 2 obat

H dan R. Pemberian OAT pada anak dilakukan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun

tahap lanjutan, Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel 5. Dosis Obat Anti-Tuberkulosis pada anak

Obat Dosis Harian

(mg/KgBB/hari)

Dosis maksimal

(mg per hari)

Isoniazid (H) 5-15* 300

Rifampisisn ** (R) 10-20 600

61

Page 62: Tugas Ujian Dr. Ae

Pyrazinamide (z) 15-40 2000

Streptomisin (S) 15-40 1000

Catatan:

* Bila Isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10

mg/Kg?BB/hari

** Rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena

bioavailabilitas rifampisin dapat terganggu. Rifampisisn dapat diabsorbsi dengan baik

melaui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam

setelah makan).

Obat Kombinasi Dosis tetap (KDT)

Obat KDT untuk anak terdiri dari KDT tahap intensif dan KDT tahap lanjutan. Satu

tablet KDT tahap intensif berisi isoniazid 50 mg, rifampisisn 75 mg, dan pirazinamid 150 mg.

Sedangkan satu tablet KDT berisi isoniazid 50 mg dan rifampisin 75 mg.

Tabel 6. Dosis OAT anak dalam bentuk KDT

Berat Badan (kg) KDT Tahap intensif H50,

R75, Z150 2 bulan, tiap

hari

KDT tahap lanjutan H50,

R75 4 bulan, Tiap Hari

05-09 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Catatan:

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 Kg dirujuk ke RS

Anak dengan BB > 33 Kg, diberikan obat lepas dengan dosis sesuai tabel 5

Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

Obat KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh, dikunyah (chewable), atau

dilarutkan dalam air (dispersable).

62

Page 63: Tugas Ujian Dr. Ae

2.2 Efek Samping OAT : 5

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek

samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat

dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)4,5

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,

rasa terbakar di kaki dannyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin

dengan dosis terendah 10 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan

tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin

(syndrom pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul

pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT

dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

Insidens dan derajat keparahan reaksi isoniazid yang merugikan berkaitan dengan dosis

dan lama pemberiannya

A. Reaksi Imunologis

Demam dan ruam pada kulit sesekali dijumpai. Telah dilaporkan terjadi lupus

ertitematosus sistemis yang dipicu oleh obat

B. Toksisitas langsung

Hepatitis yang terinduksi isoniazid merupakan efek toksik utama yang paling

sering terjadi. Hal ini berbeda dengan sedikit peningkatan pada aminotransferasi hati

(hingga tiga atau empat kali nilai normal), yang tidak membutuhkan penghentian obat

dan dijumpai pada 10-20% pasien, yang biasanya asimtomatik. Hepatitis klinis yang

disertai hilangnya nafsu makan, mual, muntah, ikterus dan nyeri kuadran kanan atas 63

Page 64: Tugas Ujian Dr. Ae

terjadi pada 1% resipien isoniazid dan dapat mematikan, terutama jika obat tidak segera

dihentikan. Terdapat bukti, histologis terjadinya kerusakan dan nekrosis hepatoselular.

Risiko hepatitis bergantung pada usia, dan jarang terjadi pada usia di bawah 20 tahun,

sebesar 0,3% pada pasien berusia 21-35 tahun, 1,2% pada pasien berusia 36-50 tahun,

dan 2,3% pada pasien berusia 50 tahun atau lebih. Risiko hepatitis lebih besar pada

pecandu alcohol dan kemungkinan selama kehamilan serta pada masa pascapersalinan.

Timbulnya hepatitis akibat isoniazid menjadi kontraindikasi bagi pelanjutan pemberian

obat tersebut.

Neuropati perifer diamati pada 10-20% pasien yang mendapat dosis lebih besar

dari 5 mg/kg/hari tetapi jarang dijumpai pada pemberian dosis dewasa standar sebesar

300 mg. Keadaaan ini lebih sering dijumpai pada asetilator lambat dan pasien dengan

keadaan kondisi presdiposisi, seperti malnutrisi, alkoholisme, diabetes, AIDS dan uremia.

Neuropati terjadi akibat defisiensi relatif piridoksin. Isoniazid meningkatkan ekskresi

piridoksin, dan toksisitas ini cepat dipulihkan melalui pemberian piridoksin dengan dosis

serendah 10 mg/hari. Toksisitas sistem saraf pusat, yang lebih jarang ditemui, meliputi

hilangnya daya ingat, psikosis dan kejang. Kesemuanya ini juga berespons terhadap

piridoksin.

Berbagai rekasi lain meliputi kelainan hematologis, tercetusnya anemia defisiensi

piridoksin, tinitus dan keluhan saluran cerna. Isoniazid dapat menurunkan metabolisme

fenitoin sehingga meningkatkan toksisitasnya dalam darah.

2. Rifampisin1, 3, 6

Rifampin memunculkan warna jingga yang tidak berbahaya pada urin, keringat, air mata

dan lensa kontak (lensa yang lunak dapat terwarnai secara permanen).

A. Reaksi Imunologis

Efek samping meliputi ruam dan demam.

B. Toksisitas Langsung

64

Page 65: Tugas Ujian Dr. Ae

Efek samping yang sesekali mucul meliputi trombositopenia dan nefritis. Rifampin dapat

menimbulkan ikterus kolestatik dan sesekali hepatitis. Rifampin sering menyebabkan

proteinuria rantai-ringan. Jika diberikan kurang dari dua kali seminggu, rifampin

menyebabkan sindrom seperti flu yang ditandai dengan demam, mengigil, mialgia, anemia

dan trombositopenia, dan terkadang terkait dengan nekrosis tubular akut. Rifampin sanagt

menginduksi kebanyakan isoform sitokrom P450 ( CYP 1A2, 2C9, 2C19, 2D6, dan 3A4)

yang meningkatkan eliminasi berbagai obat lain seperti metadon, antikoagulan, siklosporin,

beberapa antikonvulsan, penghambat protease, beberapa penghambat reverse transciptase

nonnukleosida, kontrasepsi, dan obat lain. Pemberian rifampin menurunkan kadar semua

obat tersebut dalam serum. Efek lain seperti timbul sindrom seperti flu yang ditandai dengan

demam, mengigil, mialgia, anemia dan trombositopenia, dan terkadang terkait dengan

nekrosis tubular akut.

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatik

ialah :

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan

penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini

terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya

telah menghilang

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

3. Pirazinamid 4,5

Efek samping utama pirazinamid meliputi hepatotoksisitas (pada 1-5% penderita),

General

65

Page 66: Tugas Ujian Dr. Ae

Demam, porphyry, dysuria jarang dilaporkan. Hiperurisemia dialami oleh semua

penggunanya dan tidak menjadi alasan penghentian terapi. Hiperurisemia dapat

mencetuskan artritis pirai akut.

Gastrointestinal

Efek samping utama adalah reaksi hati. Hepatotoksisitas tampaknya berhubungan dengan

dosis, dan dapat muncul kapan saja selama terapi. Gangguan GI termasuk mual, muntah

dan anoreksia juga telah dilaporkan.

Hematologi dan limfatik

Trombositopenia dan anemia sideroblastik dengan erythroid hiperplasia, vakuolasi dari

eritrosit dan konsentrasi besi serum meningkat j arang terjadi pada penggunaan obat ini.

Efek samping pada mekanisme pembekuan darah juga jarang dilaporkan.

Efek lainnya

Arthralgia dan milagia ringan dilaporkan sering terjadi. Reaksi hipersensitivitas termasuk

ruam, urtikaria, pruritus juga telah dilaporkan. Demam, timbulnya jerawat,

fotosensitifitas, porfiria, disuria dan nefritis interstisial telah dilaporkan jarang terjadi.

4. Etambutol 4,5,6

Hipersensitivitas terhadap etambutol jarang terjadi. Efek samping yang paling sering

terjadi adalah neuritis retrobulbar, yang menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan dan

buta warna merah-hijau. Efek samping yang terkait dosis ini lebih sering terjadi pada dosis

25 mg/kg/hari yang diberikan selama beberapa bulan. Pada dosis 15mg/kg/hari atau kurang,

gangguan penglihatan sangat jarang terjadi. Pemeriksaan ketajaman visual secara teratur

sebaiknya dilakukan jika dosis sebesar 25 mg/kg/hari digunakan. Etambutol relatif

dikontraindikasikan pada anak yang terlalu muda untuk dapat diperiksa ketajaman

penglihatan dan diskriminasi warna merah-hijaunya. Gangguan penglihatan akan kembali

normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.

Ocular

66

Page 67: Tugas Ujian Dr. Ae

Efek samping pada bagian penglihatan termasuk penurunan ketajaman penglihatan

(termasuk irreversible blindness), Optic neuropathy (termasuk neuritis optic atau

retrobulbar neuritis), scotoma, dan buta warna.

Karakteristik toksisitas penglihatan pada pemberian ethambutol6

Secara klasik, toksistas berhubungan dengan dosis dan lama pemberian, dan bersifat

reversibel ketika obat dihentikan.

o Dose-related

Insidens retrobulbar neuritis akibat ethambutol dilaporkan bervariasi antara 18%

pasien yang menerima lebih dari 35 mg/kg per hari, 5-6% dengan 25mg/kg per

hari dan kurang dari 1% dengan 15 mg/kg per hari dari ethambuthol HCL dengan

pemberian lebih dari 2 bulan. Belum ada dosis aman yang dilaporkan, dengan

toksisitas dilaporkan pada dosis yang lebih rendah dari 12,3 mg/kg per hari.

o Duration-related

Manifestasi dari gangguan penglihatan biasanya terlambat dan umumnya tidak

berkembang sampai setidaknya 1,5 bulan setelah pengobatan. Mean Interval

antara onset terapi dengan efek samping dilaporkan pada 3 sampai 5 bulan.

Manifestasi gangguan setelah 12 bulan pemberian obat juga dilaporkan terjadi.

Perlu diperhatikan bahwa laporan ini menunjukkan sebagian kecil dari pasien

yang diterapi dengan eksternal validitas yang tidak diketahui.

Retrobulbar neuritis menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan dan

penurunan penglihatan warna merah dan hijau biasa terjadi pada terapi dengan

ethambutol dam memerlukan monitoring secara berkala terhadap ketajaman penglihatan

dan perbedaan warna. Optic neuritis sering terjadi pada pemberian dosis lebih dari 15

mg/kg/hari. Pemberian terapi sebaiknya dihentikan, ketika didapatkan tanda gangguan

pada penglihatan. Kerusakan dapat mengenai pada saraf perifer maupun sentral dari

nervus optikus. Scotoma juga sering terjadi. Kerusakan biasanya terjadi setelah 2 bulan

pemberian terapi bahkan dapat lebih cepat terjadi. Faktor predisposisi termasuk

67

Page 68: Tugas Ujian Dr. Ae

penurunan fungsi renal, diabetes, dan kejadian optic neuritis sebelumnya akibat

penggunaan alkohol atau tembakau. Walaupun gangguan penglihatan tersebut bersifat

reversibel setelah beberapa bulan penghentian ethambutol, kasus kebutaan yang

irreversibel dan kerusakan penglihatan juga telah ada dilaporkan.

Toksisitas terhadap penglihatan dapat lebih parah pada pasien dengan kerusakan

renal, yang dicurigai akibat adanya penumpukan obat di dalam tubuh.

Metabolik

Efek samping pada metabolik meliputi hiperurisemia dan faktor presipitasi dari terjadinya

gout. Hiperurisemia telah dilaporkan pada lebih dari 66% pasien yang menerima terapi

dan tidak tergantung pada dosis. Biasanya, lebih menuju kepada arthralgia sendi dan gout

arthritis setelah 1 sampai 2 bulan terapi. Gejala biasanya menghilang setelah 15 hari sejak

obat dihentikan.

Hepatic

Efek samping termasuk toksisitas liver. Peningkatan sementara dan asimptomatik dari

LFT terjadi pada 10% pasien. Jaundice jarang dilaporkan terjadi. Peningkatan LFT,

biasanya tanpa perubahan dari bilirubin, terjadi pada 10% pasien yang diterapi dengan

ethambutol. Peningkatan ini menghilang secara spontan ketika pemberian obat

dihentikan. Jaundice asimptomatik juga jarang terjadi pada pemberian terapi ethambutol

Hipersensitivitas

Efek samping hipersensitivitas termasuk reaksi anafilaktik/anafilaktoid. Reaksi

hipersensitifitas termasuk demam, dan reaksi pada kulit (rash, dermatitis exfoliatif),

lichen-planus reaction, dan toxic epidermal necrolysis. Reaksi hipersensitifitas

ditunjukkan dengan demam (spiking fever), rash, mual, hipotensi, dan eosinofilia.

Lichen-planus-like reactions termasuk hiperpigmentasi dan desquamasi jarang dilaporkan

terjadi, sama seperti toxic epidermal necrolysis.

Hematology

Efek samping pada hematologis termasuk trombositopenia, leucopenia dan neutropenia.

Respiratory

Efek samping pada saluran pernafasan termasuk pulmonary infiltrates dengan atau tanpa

eosinofilia

68

Page 69: Tugas Ujian Dr. Ae

Gastrointestinal

Keluhan pada gastrointestinal jarang pada pemberian terapi ethambutol dan biasa

berhubungan dengan reaksi hipersensitifitas. Pseudomembranous colitis dilaporkan

terjadi ketika ethambutol diberikan bersamaan dengan rifampin dan isoniazid. Efek

samping yang lain termasuk mual, muntah, nyeri abdomen, anorexia.

Nervous system

Efek samping termasuk sakit kepala, pusing berputar, dan rasa tebal serta kesemutan pada

ekstremitas akibat peripheral neuritis.

Psychiatric

EFek samping termasuk gangguan menta, disorientasi dan halusinasi.

Dermatologic

Efek samping meliputi dermatitis, erythema multiforme, dan pruritus.

Musculoskeletal

Efek samping termasuk gangguan sendi

Renal

Efek samping pada renal jarang terjadi seperti reversible renal insufficiency. Terjadi

gangguan pada renal meliputi peningkatan kreatinin serum dan idiosyncratic interstitial

nephritis.

5. Streptomisin4,5

Reaksi Simpang Aminoglikosida secara umum

Semua aminoglikosida bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas

lebih mungkin dijumpai bila terapi dilanjutkan selama lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih

tinggi, pada lansia, dan pada keadaan insufisiensi ginjal. Penggunaan aminoglikosida secara

bersamaan dengan diuretik kuat (misalnya furosemid, asam etakrinat) atau antimikroba

laninnya yang bersifat nefrotoksik (misalnya, vankomisin atau amfoterisin) dapat

memperparah nefrotoksisitas dan harus dihindari bila memungkinkan. Ototoksisitas dapat

bermanifestasi sendiri baik berupa kehilnagan pendengaran, yang awalnya menimbulkan

tinnitus, atau berupa kerusakan vestibular yang ditandai adanya vertigo, ataksia, dan

hilangnya keseimbangan. Nefrotoksisitas menyebabkan peningkatan kadar kreatinin dalam

69

Page 70: Tugas Ujian Dr. Ae

serum atau penurunan clearance kreatinin meskipun indikasi paling awal terjadinya toksistas

seringkali berupa peningkatan kadar terendah (trough) aminoglikosida serum. Neomisin,

kanamisin dan amikasin adalah obat-obat yang paling bersifat ototoksik. Streptomisin dan

gentamisin paling bersifat vestibulotoksik. Neomisin, tobramisin, dan gentamisin paling

bersifat nefrotoksik.

Pada dosis yang sangat tinggi, aminoglikosida dapat menimbulkan efek yang mirip

kurare dengan blokade neuromuskular yang menimbulkan paralisis pernafasan. Paralisis

tersebut biasanya bersifat reversibel dengan pemberian kalsium glukonat (diberikan segera)

atau neostigmin. Hipersensitivitas tidak sering terjadi.

Reaksi Simpang Streptomisin5

Demam, ruam, kulit, dan manifestasi alergi lainnya dapat terjadi akibat hipersensitivitas

terhadap streptomisin. Hal ini paling sering terjadi akibat paparan yang lama dengan obat ini,

baik pada pasien yang menjalani pengobatan dalam jangka panjang (misalnya tuberkulosis)

maupun pada petugas media yang bertugas menangani obat ini. Desensitisasi kadang-kadang

berhasil.

Rasa nyeri di tempat suntikan biasa terjadi tetapi tidak hebat. Efek toksik yang paling

serius pada penggunaan streptomisin adalah gangguan vestibular, berupa vertigo dan

hilangnya keseimbangan. Frekuensi dan keparahan gangguan ini berhubungan langsung

dengan umur, pasien, kadar obat dalam darah, dan lama pemberian. Disfungsi vestibular

dapat terjadi setelah beberapa minggu dengan kadar obat yang relatif rendah dalam darah.

Toksisitas vestibular cenderung bersifat ireversibel. Streptomisin yang bdiberikan selama

kehamilan dapat menyebabkan ketulian pada neonates sehingga penggunaannya pada kasus

ini relatif dikontraindikasikan.

Tabel 7. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya 2

Efek Samping Kemungkinan Penyebab

Tatalaksana

Minor OAT TeruskanTidak nafsu makan, mual,

sakit perutRifampisin Obat diminum malam

sebelum tidurNyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

70

Page 71: Tugas Ujian Dr. Ae

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mgperhari

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Mayor Hentikan ObatGatal dan kemerahan

pada kulitSemua jenis OAT Beri antihistamin &

dievaluasi ketatTuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik / Hepatitis ImbasObat (penyebab lain

disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OATSampai ikterik menghilang

dan boleh diberikanhepatoprotektor

Muntah dan confusion(suspected drug-induced

pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT &lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutolKelainan sistemik,termasuk syok dan

purpura

Rifampisin Hentikan Rifampisin

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu

kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan

pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien menghilang, namun pada sebagian

pasien malah menjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT.

Tunggu sampai kemerahan tersebut menghilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat,

pasien perlu dirujuk.

Pada unit pelayanan kesehatan rujukan (UPK Rujukan) penanganan kasus-kasus efek samping

obat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

71

Page 72: Tugas Ujian Dr. Ae

Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali

OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas. Hal ini

dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping

tersebut.

Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena

kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian diberi

kembali sesuai prinsip dechallenge-rechallenge. Bila dalam proses rechallenge yang

dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reaksi

hipersensitivitas.

Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya

pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan lagi

tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain. Lamanya

pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya

kambuh.

Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap

Isoniasid (INH) atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling

ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka

pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid (INH) dan atau

Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan

lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar

terjadi keracunan yang berat.

Dari semua lini pertama pengobatan TB, isoniazid , pyrazinamide dan rifampisin dapat

mengakibatkan kerusakan pada hati. (drug induced-hepatitis), sebagai tambahan rifampisin dapat

mengakibatkan jaundice yang asimptomatik tanpa ada buktinya nyata telah terjadinya hepatitis.

Sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan lain dari penyebab hepatitis selain dari akibat

regimen pengobatan TB.

Manajemen hepatitis akibat pengobatan TB tergantung dari :

Fase pengobatan; pasien dalam pengobatan fase intensif atau fase lanjutan.

Keparahan dari penyakit hati

72

Page 73: Tugas Ujian Dr. Ae

Keparahan dari TB

Kemampuan dari unit kesehatan untuk menangani efek samping dari OAT.

Bila diperkirakan penyebab dari gangguan hati adalah disebabkan karena obat anti-TB,

semua obat TB tersebut harus dihentikan pemberiannya. Jika penyakit TB sangat berat dan

diperkirakan tidak aman untuk menghentikan pengobatan TB, regimen nonhepatotoksik yang

terdiri dari streptomycin, ethambutol, dan fluoroquinolone dapat mulai diberikan.

Bila pengobatan TB telah dihentikan. Perlu untuk menunggu fungsi hati kembali normal dan

gejala klinis (seperti mual, nyeri abdomen) menghilang sebelum memberikan kembalin obat anti-

TB. Jika tidak memungkinkan melakukan tes fungsi hati, dianjurkan untuk menunggu setidaknya

2 minggu setelah menghilangnya jaundice dan tenderness pada abdomen bagian atas sebelum

memulai pengobatan TB. Jika gejala dan tanda tidak menghilang dan penyakit hati bertambah

parah, pemberian regimen nonhepatotoksik yang terdiri dari streptomycin, ethambutol, dan

fluoroquinolone dapat mulai diberikan (atau dilanjutkan) selama total 18-24 bulan.

Ketika drug-induced hepatitis menghilang, obat dapat diberikan kembali satu persatu.

Jika gejala muncul kembali atau LFT menjadi abnormal setelah obat diberikan. Obat terakhir

yang ditambahkan harus dihentikan. Beberapa ahli menganjurkan untuk memulai dengan

rifampisin karena hampir sedikit samadengan isoniazid atau pyrazinamid dalam menyebabkan

hepatotoksik dan merupakan agen yang paling efektif. Setelah 3-7 hari, isoniazid dapat mulai

diberikan. Pada pasien yang pernah mengalami jaundice dan tahan terhadap pemberian kembali

dari rifampisin dan isoniazid, dianjurkan untuk menghindari pyrazinamide

Regimen alternative tergantung dari obat mana yang berimplikasi menyebabkan hepatitis.

Jika rifampisin berimplikasi, regimen yang dianjurkan adalah tanpa rifampisin dengan 2

bulan isoniazid, ethambutol dan streptomycin diikuti dengan 10 bulan isoniazid dan

ethambutol

Jika isoniazid tidak dapat digunakan, 6-9 bulan dari rifampisin, pyrazinamide dan

ethambutol dapat dipertimbangkan.

73

Page 74: Tugas Ujian Dr. Ae

Jika pyrazinamide dihentikan sebelum pasien menyelesaikan fase intensif, total terapi

dari isoniazid dan rifampisin dapat diperpanjang hingga 9 bulan.

Bila isoniazid maupun rifampisin tidak dapat digunakan, regimen nonhepatotoksik yang

terdiri dari streptomycin, ethambutol, dan fluoroquinolone dapat dilanjutkan selama total

18-24 bulan.

Pemberian kembali obat secara satu persatu merupakan pendekatan yang optimal, terutama

jika hepatitis pasien sudah berat. Program nasional kontrol TB menggunakan tablet FDC yang

terbatas untuk setiap unit obat TB terpisah yang digunakan untuk pengobatan dengan pendekatan

diatas. Bagaimanapun, jika, suatu unit kesehatan di suatu daerah tidak memiliki anti TB secara

terpisah, (single anti TB-drugs) pengalaman klinis pada daerah dengan sumber daya terbatas

telah menunjukkan kesuksesan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut, baik

tergantung hepatitis dengan jaundice yang terjadi pada fase intensif atau lanjutan.

Bila hepatitis dengan jaundice terjadi pada fase intensif dari pengobatan TB dengan

isoniazid, rifampisin, pyrazinamid, dan ethambuthol; ketika hepatitis menghilang, ulangi

kembali semua obat kecuali ganti pyrazinamid dengan streptomycin untuk menyelesaikan

2 bulan dari permulaan terapi, diikuti rifampisin dan isoniazid selama 6 bulan pada fase

lanjutan.

Bila hepatitis dengan jaundice terjadi pada fase lanjutan, ketika hepatitis menghilang,

ulangi kembali isoniazid dan rifampisin untuk menyelesaikan 4 bulan dari terapi lanjutan.

74

Page 75: Tugas Ujian Dr. Ae

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th

Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.2007. Hal : 229-232.

2. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak.

Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137.

3. Emedicine. Protein Energy Malnutrition. Diunduh pada tanggal 25 November 2012 dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview#a0101

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk.

Departemen Kesehatan RI, 2008.

5. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Management of the Child

with Serious Infection or Severe Malnutrition : Guidelines for Care at the First-Refferal

Level in Developing Countries.United States of America : World Health Organization. 2000.

Hal : 80-91.

6. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku : Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman

Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : Departemen Kesehatan dan

WHO. 2009. Hal : 193-221.

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen

Kesehatan RI, 2011.

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk.

Departemen Kesehatan RI, 2011.

9. Indonesian Nutrition Network. Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak di Rumah Sakit

Kabupaten/Kota. Diunduh tanggal 30 November 2012 dari :

http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml

10. DEPKES RI, 2010, Panduan Tatalaksana Tuberkulosis.Jakarta

11. WHO,2010,Guidelines for the treatment of Tuberculosis Fourth edition.Geneva

75

Page 76: Tugas Ujian Dr. Ae

12. Dahlan, Z. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis.Tinjauan Kepustakaan. Cermin

Dunia Kedokteran No.115.1997;8-12

13. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Direktorat Bina

Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal.

14. Katzung, 2004. Farmakologi Klinik Edisi 4. EGC. Jakarta.

15. RYC Chan, et al, 2006. Ocular toxicity of ethambutol: review article. Hong Kong Med J Vol

12 No 1 February 2006.

16. DEPKES RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi.

76