Tugas Parasitologi (Ayu Rindwitia H2A010008)

download Tugas Parasitologi (Ayu Rindwitia H2A010008)

of 35

Transcript of Tugas Parasitologi (Ayu Rindwitia H2A010008)

PARASITOLOGI CACING TAMBANG (NECATOR AMERICANUS)Disusun untuk memenuhi tugas pembekalan parasitologi yang diampu oleh Didik Sumanto, SKM Semester II Blok 6 Tahun Ajaran 2010/2011

Disusun oleh : Ayu Rindwitia Indah Peanasari NIM : H2A010008

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN AJARAN 2010-2011

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan apa yang kami harapkan. Makalah Parasitologi mengenai helmintologi (berupa cacing) yang dispesifikasikan pada cacing tambang Necator americanus. merupakan bahasan yang akan kami uraikan selanjutnya. Kegiatan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah parasitologi, yang menjadi pembelajaran bagi kami agar bertambahnya wawasan kami mengenai kesehatan, terutama pada kesehatan manusia. Semoga apa yang kami persembahkan dapat menjadi motivasi dalam meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Kami mohon maaf bila ada kesalahan, olah karena itu saran yang baik sangat kami harapkan bagi para mahasiswa guna meningkatkan kualitas makalah selanjutnya.

Semarang. 3 Juli 2011

ttd ( Penulis )

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................................2 Daftar isi.......3 BAB I. Kasus 1.1 Latar belakang.......................................................................................................4 1.2 Kasus.....................................................................................................................5 1.3 Rumusan masalah..................................................................................................6 1.4 Ruang lingkup permasalahan.................................................................................6 1.5 Tujuan Penulisan....................................................................................................6 1.6 Manfaat Penulisan..................................................................................................6 BAB II. Pembahasan 2.1 Pengertian cacing tambang (Necator americanus)................5 2.2 Morfologi cacing tambang (Necator americanI)..........8 2.3 Epidemiologi cacing tambang (Necator americanus) .........12 2.4 Siklus hidup cacing tambang (Necator americanus)............14 2.5 Cara penularan cacing tambang (Necator americanus)............15 2.6 Patofisiologi cacing tambang (Necator americanus) ...........16 2.7 Gejala cacing tambang (Necator americanus)..............23 2.8 Diagnosa cacing tambang (Necator americanus).....24 2.9 Komplikasi cacing tambang (Necator americanus).24 2.10 Prognosis cacing tambang (Necator americanus)...........24 2.11Pengobatan cacing tambang (Necator americanus).............................................25 2.12Cara pencegahan dan pemberantasan cacing tambang (Necator americanus)....26 2.13 Faktor resiko cacing tambang (Necator americanus).........................................27 BAB III . Penutup A. Simpulan..........................................................................................................32 B. Saran.................................................................................................................32 Daftar Pustaka..................33

3

BAB I KASUS

1.1 Latar Belakang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar antara 30 50% di berbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%). Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat dengan meningkatnya umur. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok karyawan atau penduduk. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut : kelompok karyawan wanita maupun pria yang menolah tanah di perkebunan teh atau karet, akan terus menerus terpapar terhadap kontaminasi. Beberapa spesies cacing tambang yang penting, diantaranya : 1. Necator americanus 2. Ancylostoma duodenale 3. Ancylostoma braziliense 4. Ancylostoma ceylanicum 5. Ancylostoma caninum Cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindung dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi larva rabditiform dalam waktu 24-36 jam untuk kemudian pada hari ke 5 8 menjadi bentuk filariform yang infektif. Suhu optimum bagi N.americanus adalah 28C 32 C dan untuk A.duodenale adalah sedikit lebih rendah 23C 25 C. Ini salah satu sebab mengapa N.americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada A.duodenale.

4

Seekor cacing dapat menghisap darah, karbohidrat dan protein dari tubuh manusia, dan cacing tambang Setiap ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia. Bayangkan apabila terdapat 1000 cacing, maka setiap hari penderita akan kehilangan darah sebanyak 30 ml perhari. Maka dari itu, gejala utama dari penyakit ini adalah anemia. Bahkan pernah ditemukan seorang penderita dengan kadar haemoglobin 1,2 gram % karena disebabkan oleh cacing ini. Disamping itu, penderita akan mengeluhkan lemah, lesu, pusing, serta nafsu makan berkurang . Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk memberi sedikit ilmu agar dapat diterapkan pembaca di kehidupan sehari-hari maupun bermasyarakat. Dengan tujuan, penerapan tersebut dapat meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. 1.2 Kasus Seorang anak perempuan 9 tahun datang bersama ibunya ke dokter. Di dapatkan dari pemeriksaan fisik gatal di antara jari kaki, konjungtiva berwarna pucat, lemah dan lesu. Kurang nafsu mkan, mual dan 2 hari terakhir mengalami diare. Dari anamnesis ia tinggal di perkampungan kumuh padat penduduk di pertambangan bijih timah.

5

1.3 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian cacing tambang (Necator americanus)? 2. Bagaimana morfologi cacing tambang (Necator americanI)? 3. Bagaimana epidemiologi cacing tambang (Necator americanus) ? 4. Bagaimana siklus hidup cacing tambang (Necator americanus? 5. Bagaimana cara penularan cacing tambang (Necator americanus)? 6. Bagaimana patofisiologi penularan cacing tambang (Necator americanus)? 7. Apa gejala cacing tambang (Necator americanus)? 8. Bagaimana mendiagnosa cacing tambang (Necator americanus)? 9. Apa komplikasi cacing tambang (Necator americanus)? 10. Prognosis cacing tambang (Necator americanus)? 11. Pengobatan apa cacing tambang (Necator americanus)? 12. Bagaimana cara pencegahan dan pemberantasan cacing tambang (Necator americanus)? 13. Faktor resiko apa akibat cacing tambang (Necator americanus)?

1.4 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup masalah yang akan diulas meliputi hal-hal yang menjadi permasalahan di atas.

1.5 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ni adalah untuk memenuhi tugas Pratikum parasitologi Fakultas kedokteran Unimus 2010 semester II.

1.6 Manfaat Penulisan Secara umum manfaat dari makalah ini adalah: 1. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca maupun penulis 2. Memajukan perkembangan IPTEKES 3. Mendorong timbulnya upaya perbaikan gizi bagi masyarakat khususnya warga Indonesia

6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum Kelas Ordo Genus : : : : Nematoda Secernentea Strongiloidae Ancylostomatidae Necator/Ancylostoma N. americanus

Famili : Spesies :

Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar tubuh manusia, yang kemudian masuk kembali ke tubuh korban menembus kulit telapak kaki yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah yang

7

akhirnya tiba di paru paru lalu dibatukan dan ditelan kembali. Gejala meliputi reaksi alergi lokal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen. Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform.

(Gambar : Necator americanus)

Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan

8

Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. Necator americanus ditemukan di daerah tropis Afrika, Asia dan Amerika (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:10).

Gambar : Daur Hidup Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) (Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:12).

9

Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar tubuh manusia, yang akan masuk kembali ke tubuh korban melalui telapak kaki yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan-jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah yang akhirnya tiba di paruparu lalu dibatukkan dan ditelan kembali. Gejala meliputi reaksi alergi lokal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu 16 optimum 320C - 380C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.

2.2 Morfologi Necator americanus

a. Ciri Morfologi : 1. Telur - Ukuran : 60x40 mikron -Bentuk lonjong, kedua ujungnya membulat -Kulit telur satu lapis -Isi telur antara 4-8 sel, kadang berisi embrio

10

-Telur kadang menetas ditanah keluar menjadi larva rabditiform kemudian berkembang menjadi larfa filariform

2. Necator Americanus Jantan Dewasa - Bentuk slindris berbentuk S - Lengkung kepala berlawanan dengan lengkung badan dan ekor - Panjang 5-9 mm - Ujung ekor melebar disebut bursa kopulatrik tampak tumpul, digunakan untuk proses kopulasi - Rusuk dorsal celah dalam, ujung tiap cabang bercelah 2, speculum ujungnya tidak menyatu membentuk kait

11

3. Necator americanus Betina Dewasa - Bentuk slindris berbentuk S - Lengkung kepala berlawanan dengan lengkung badan dan ekor - Panjang 9-11 mm - Ujung ekor meruncing, mukron tidak ada 4. Kepala Necator americanus Dewasa - Mulut dilengapi dengan alat lempeng pemotong untuk melekatkan diri pada mukosa usus -Terdapat sepasang bendakitin menggantikan gigi, dari lateral tampak sepasang

Gambar : Kepala Necator americanus

12

5. Larva Rhabditiform - Esofagus dengan rongga mulut mulut besar/lebar - Promordium genital kecil - Menetas dari telur pada waktu 24-48 jam - Keadaan obtimum dengan kelembapan tinggi, teduh, panas, lebih dari 25c tanah lepas berpasir - Aktif makan bahan organik - Mengalami pergantian kulit 2x pada hari ketiga dan kelima

13

6. Larva filariform - Esofagus memanjang sampai panjang tubuh dan menonjol - Bersarung, ujung runcing - Tombak esophagus tidak menonjol, sering tertutup pada ujung anterior,sarung bergaris nyata pada ujung posterior. - Tidak makan, bergerak aktif merupakan bentuk infektif parsit

2.3 Epidemiologi

Kejadian penyakit (Incidens) ini di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Srisasi Gandahusada, 2000:15). Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu 16 optimum 32oC-38oC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.

14

Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar antara 30 50% di berbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%). Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat dengan meningkatnya umur. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok karyawan atau penduduk. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut : kelompok karyawan wanita maupun pria yang menolah tanah di perkebunan teh atau karet, akan terus menerus terpapar terhadap kontaminasi.

Beberapa spesies cacing tambang yang penting, diantaranya : 6. Necator americanus 7. Ancylostoma duodenale 8. Ancylostoma braziliense 9. Ancylostoma ceylanicum 10. Ancylostoma caninum Cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindung dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi larva rabditiform dalam waktu 24-36 jam untuk kemudian pada hari ke 5 8 menjadi bentuk filariform yang infektif. Suhu optimum bagi N.americanus adalah 28C 32 C dan untuk A.duodenale adalah sedikit lebih rendah 23C 25 C. Ini salah satu sebab mengapa N.americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada A.duodenale. Larva filariform cacing tambang dapat bertahan 7 8 minggu di tanah dan harus masuk menembus kulit manusia untuk meneruskan lingakaran hidupnya. Larva cacing tambang ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh karena itu olahan tanah dalam bentuk apapun di lahan pertanian dan perkebunan akan menguntungkan pertumbuhan larva.

15

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : 1. Iklim tropis 2. Kesadaran akan kebersihan yang masih rendah 3. Sanitasi yang buruk, kondisi sosial ekonomi yang rendah 4. Kepadatan penduduk.

2.4 Siklus Hidup Cacing tambang Necator americanus banyak ditemukan di Amerika,SubSahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and Indonesia,Ankylostoma duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab,dgn tingkat kebersihan yg buruk.

Cacing tambang paling sering disebabkan oleh dan Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Setelah 1-1,5 hari dalam tanah, larva tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam

16

waktu 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan bertahan hidup hingga 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, cacing ikut ke aliran darah, jantung dan lalu paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu trachea dan laring. Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang ditinggalkan mengalami perdarahan lokal. Jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada: 1. jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri 2. species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5x lebih banyak darah 3. lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antaza lain umur, wormload, lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. 2.5 Cara penularan Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing yang terdapat di tanah yangmenembus kulit (biasanya diantara jari-jari kaki), cacing ini akan berpindah ke paru kemudian ke tenggorokan dan akan tertelan masuk saluran cerna.

17

2.6 Patofisiologi Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi di karenakan cacing-cacing tersebut menggunakan alat pemotong untuk menempelkan mereka pada mucosa dan submucosa intestinal/usus dan mengerutkan esophagi otot mereka untuk menciptakan tekanan negative, yang menghisap potongan jaringan kedalam kapsul buccal mereka (Gambar 3). Kapiler dan arteriol pecah bukan hanya secara mekanis tetapi juga secara kimiawi, melalui aksi dari enzim hidrolitis. Untuk memastikan aliran darah, cacing tambang dewasa mengeluarkan agen/unsure anticlotting. (Salah

satunya, sebuah faktor VIIa/faktor inhibitor jaringan, yang sedang dikembangkan sebagai sebuah unsure terapetis untuk memblokir

coagulopathy dari infeksi fulminant dikarenakan virus Ebola.) Cacing tambang mencerna sebagian dari darah extravasasi. Beberapa sel darah merah mengalami lisis, sehingga melepaskan hemoglobin, yang dicerna oleh sebuah kaskade hemoglobinases yang menandai usus parasit.

Gambar. Patogenesis dan Sequelae Klinis dari Penyakit Cacing Tambang

18

.

Panel A memperlihatkan sebuah pemindai mikrograf electron Necator americanus. Capsul buccal ditandai dengan memotong plat yang

memungkinkan parasit dewasa untuk memakan mucosa intestinal, submucosa dan darah. Tiap cacing tambang panjangnya berkisar dari 5 sampai 13 mm dan menyebabkan kehilangan darah 0,3 ml per hari. (Foto oleh David Scharf; dicetak ulang dari Despommier et al. dengan izin dari penerbit.) Panel B memperlihatkan seekor cacing tambang dewasa memakan mucosa intestinal dan submucosa (hematoxylin dan Eosin). (Foto courtesy Dr. Bernard Zook, Departemen Patologi, George Washington University Medical Center.) (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:11).

19

Seekor cacing dapat menghisap darah, karbohidrat dan protein dari tubuh manusia, dan cacing tambang Setiap ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia. Bayangkan apabila terdapat 1000 cacing, maka setiap hari penderita akan kehilangan darah sebanyak 30 ml perhari. Maka dari itu, gejala utama dari penyakit ini adalah anemia. Bahkan pernah ditemukan seorang penderita dengan kadar haemoglobin 1,2 gram % karena disebabkan oleh cacing ini. Disamping itu, penderita akan mengeluhkan lemah, lesu, pusing, serta nafsu makan berkurang . Anemia karena kekurangan zat besi terjadi dan hypoalbuminemia berkembang ketika kehilangan darah melebihi asupan dan cadangan zat besi host dan protein. Bergantung pada status zat besi host, beban cacing tambang (yakni, intensitas infeksi, atau jumlah cacing per orang) dari 40 sampai 160 cacing diasosiasikan dengan tingkat hemoglobin di bawah 11g per desiliter. Namun, studi lain telah memperlihakan bahwa anemia bisa terjadi dengan beban cacing tambang yang lebih ringan. Karena infeksi oleh A.duodenale menyebabkan kehilangan darah yang lebih hebat dibandingkan terinfeksi oleh N. americanus, tingkatan anemia karena kekurangan zat besi yang disebabkan oleh cacing tambang bergantung pada spesies. Contohnya, di Zanzibar, di antara anak-anak yang terinfeksi hanya dengan cacing tambang N. americanus, prevalensi hypoferritinemia (tingkat ferritin,