Tugas Manajemen Mutu Terpadu (Juran)
-
Upload
jean-ayuningthias -
Category
Documents
-
view
219 -
download
13
description
Transcript of Tugas Manajemen Mutu Terpadu (Juran)
Tugas Manajemen Mutu Terpadu
Konsep Total Quality Management
Menurut Joseph J. Juran
Disusun Oleh:
Tri Ardi Kurniawan (130403095)
Jean Ayuningthias (130403098)
M. Imam Ramzani (130403113)
Wilmar Anjuari (130403118)
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2015
1. Pendahuluan
Pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersa-
sama dengan masyarakat dalam rangka upaya pengejawantahan salah satu cita-
cita yang sangat mulia dan luhur, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana termaktup dalam UUD 45.
Dalam upaya tersebut, masyarakat juga pemerintah bahu-membahu dalam
upaya mencerdaskan seluruh komponen bangsa dengan pendidikan baik formal
maupun non formal, baik melalui sekolah maupun luar sekolah, sehingga
diharapkan seluruh komponen bangsa bisa mengenyam dan menikmati pendidikan
sebagai kebutuhan primer masyarakat.
Disaat yang besamaan nampaknya sangat urgen dalam upaya adanya
peningkatan kualitas pendidikan untuk memberikan peningkatan mutu secara
signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia. Hal ini berlaku bagi
orang-orang yang terlibat dalam dunia pendidikan, sehingga kualitas benar-benar
menjadi tujuan yang mendasar.
Dengan demikian, lembaga pendidikan harus diusahakan berupa langkah-
langkah adanya inovasi-inovasi pendidikan secara profesional dengan manajemen
yang handal, sehingga lembaga pendidikan tersebut bisa mencetak kader-kader
yang ready for yours di tengah-tengah masyarakat, baik siap dalam intelektualnya,
keterampilannya, maupun spiritualnya.
Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir
smua sistem kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini .
Lembaga pendidikan sebagai organisasi merupakan salah satu sistem juga
tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian maka di
setiap lembaga pendidikan dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai
perubahan-perubahan tersebut.
Keberadaan TQM yang digunakan dalam penerapan di dunia bisnis menuai
hasil yang sangat signifikan, sehingga TQM memiliki daya tarik tersendiri, untuk
bisa diaplikasikan pada objek-objek kelembagaan atau organisasi yang lain, baik
dalam bidang politik, sosial, termasuk dalam dunia pendidikan. Hal ini dalam
rangka efektivitas dan hasil yang baik sebagai target yang diidam-idamkan.
Begitu banyak tokoh-tokoh yang membuat formulasi TQM guna
meningkatkan kualitas dalam berbagai bidang termasuk di dalamnya pendidikan.
Salah satu tokoh TQM yang akan penulis bahas adalah Josep M. Juran. Dia adalah
salah tokoh yang mempelopori TQM yang berasal dari Amerika Serikat. Untuk
lebih jelasnya mengenai pemikiran dia dalam TQM akan dibahas lebih lanjut pada
bahasan berikutnya.
2. Biografi Singkat Joseph M. Juran
Nama Joseph M. Juran layak disejajarkan dengan nama-nama tokoh
manajemen kualitas dunia lainnya seperti W. Edward Deming yang terkenal
dengan Deming’s 14 point, Philip B Crosby dengan Quality is free-nya, A.V.
Feigenbaum yang mencetuskan konsep Three steps to quality¸ Walter A Shewart,
Kaoru Ishikawa dan Genichi Taguchi, serta sederet nama populer dan para tokoh
pionir manajemen kualitas yang dikenal dunia.
Joseph lahir pada 24 Desember tahun 1904 di Braila-Moldova, Dr. Joseph M.
Juran mengemukakan kerisauannya akan perkembangan manajemen kualitas
dunia saat itu dengan pernyataannya bahwa “telah terjadi krisis kualitas”. Anak
dari Jakob (seorang pembuat sepatu desa ini), mempunyai pemahaman bahwa cara
tradisional tidak akan mampu lagi menghadapi krisis kualitas yang terjadi.
Pendapat ini tentu bisa diterima mengingat pada saat itu dunia industri masih
banyak yang memakai sistem manajemen kualitas konvensional dan kondisi ini
sangat mengusik pengalaman industri dan intelektualitas seorang Dr. Joseph M.
Juran.
Juran mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu
pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor
produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu
dan alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang
menjadi dasar bagi suatu “management process” yang terpadu
3. Total Quality Manajement menurut Joseph M. Juran
3.1. Karakteristik TQM
Adapun karakteristik Total Quality Manajement (TQM) menurut Joseph
M. Juran adalah meliputi;
1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda managemen
2. Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis.
3. Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking: fokus adalah pada
pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi, di sana adalah sasaran untuk
peningkatan kualitas tahunan.
4. Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan.
5. Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat.
6. Pengukuran ditetapkan seluruhnya.
7. Manajer teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran.
8. Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik.
9. Sistem imbalan (reward system) diperbaiki
Saran Juran untuk perencanaan mutu adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi pelanggan dan persyaratannya, baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal
2. Menerjemahkan persyaratan pelanggan kedalam bahasa perusahaan
3. Menetapkan sasaran mutu berdasarkan persyaratan tersebut
4. Mengembangkan dan mengoptimalkan produk dan jasa untuk memenuhi
persyaratan tersebut
5. Mengembangkan dan mengoptimalkan proses yang menghasilkan produk dan
jasa tersebut.
3.2. Elemen Pendukung dalam TQM
Elemen pendukung dalam TQM yaitu:
1. Kepemimpinan. Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan
dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif,
menggunakan data dan menggali siapa-siapa yang berhasil menerapkan
konsep manajemen mutu terpadu. Pimpinan Senior suatu organisasi harus
sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi
internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling
hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang
ketat. Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang
terdiri dari tiga prinsip dan elemen-elemen pendukung yang harus mereka
kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci
keunggulan bersaing.
2. Pendidikan dan Pelatihan. Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan
yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini
mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik
informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan
memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan
suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan.
3. Struktur Pendukung. Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk
melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian
mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan,
akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu
staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk
mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan
manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai
narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim
manajer senior.
4. Komunikasi. Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu
ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada
seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk
melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer
harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi,
memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.
5. Ganjaran dan Pengakuan. Tim individu yang berhasil menerapkan proses
mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya
sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal
mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses
menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah
menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses
individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil
mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi
panutan/contoh bagi karyawan lainnya.
6. Pengukuran. Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di
dalam menetapkan proses manajemen mutu. Pengumpulan data pelanggan
memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat
berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui
persoalan yang sebenarnya.
Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau
dipenuhi syarat-syarat berikut :
1. Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan
perbaikan mutu produk dan pelayanan, sehingga dapat memuaskan para
pelanggan.
2. Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para
pemegang saham.
3. Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan
kepuasan.
4. Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
5. Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam
menciptakan keunggulan mutu.
3.3. Trilogi Kualitas (The Quality Trilogy)
Konsep Trilogi Kualitas pertama kali dikembangkan oleh Dr. Joseph M.
Juran seorang ilmuwan yang banyak mengabdikan dedikasinya pada bidang
manajemen kualitas dan mempunyai kontribusi penting dalam perkembangan dan
kemajuan quality managementkhususnya di bidang industri manufaktur.
Gambar 1. Skema Trilogi Kualitas Menurut Juran
Pada tahun 1986, sarjana bidang electrical engineering yang mengawali
karirnya di perusahaan Western Electric ini mempublikasikan Trilogi Kualitas
(The Quality Trilogy), dengan mengidentifikasi aspek ketiga dalam manajemen
kualitas yakni perencanaan kualitas (quality planning).
Dunia akan senantiasa mengenang dan menerapkan konsep Trilogi
Kualitas (The Quality Trilogy) khususnya di industri manufaktur. Dengan adanya
perencanaan kualitas yang baik akan sangat bermanfaat bagi dunia industri dalam
menetapkan serta membuat langkah strategis agar para konsumen terpuaskan
melalui ketersediaan dan pemakaian produk yang berkualitas. Dunia pun pantas
berterima kasih kepada salah seorang tokoh manajemen kualitas, Dr. Joseph M.
Juran.
Hal ini tergolong terobosan baru saat itu, dimana manajemen kualitas pada
dunia industri masih hanya mengenal dua aspek kualitas yang dikenal;
pengendalian kualitas (quality control) dan perbaikan kualitas (quality
improvement). Penerapan konsep Trilogi Kualitas menjadikan cakupan
manajemen kualitas menjadi lebih luas dan kompleks. Membutuhkan keahlian dan
dukungan sumber daya dalam pelaksanaannya. Adapun rincian trilogy itu sebagai
berikut :
1. Perencanaan Kualitas (quality planning)
Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses
yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan
kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna
memuaskan pelanggan.
a. memenuhi kebutuhan pelanggan/konsumen
b. tentukan market segment (segmen pasar) produk
c. mengembangkan karakteristik produk sesuai dengan Permintaan konsumen
d. mengembangkan proses yang mendukung tercapainya karakteristik produk
2. Pengendalian Kualitas (quality control)
Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan
dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para
pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya
mesin-mesin rusak segera diperbaiki.
a. mengevaluasi performa produk
b. membandingkan antara performa aktual dan target
c. melakukan tindakan jika terdapat perbedaan/penyimpangan
3. Perbaikanan Kualitas (quality improvement)
Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan
dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi
alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek
mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada
umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan
mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.
a. mengidentifikasi proyek perbaikan (improvement)
b. membangun infrastruktur yang memadai
c. membentuk tim
d. melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan
e. diagnosa sebab-akibat (bisa memakai diagram Fishbone-Ishikawa)
f. cara penanggulangan masalah
g. cara mencapai target sasaran
Gambar 2. Diagram Trilogi Juran
3.4. The Pareto Principle
Juran menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam
manajemen. Prinsip ini kadang kala disebut pula kaidah 80/20 yang bunyinya
“80% of the trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini,
oraganisasi harus memusatkan energinya pada penyishan sumber masalah yang
sedikit tetapi vital yang menyebabkan sebagian besar masalah terjadi.
3.5. Juran’s Ten Steps to Quality Improvement
Juran percaya bahwa kualitas tergantung pada kepuasan dan ketidakpuasan
pelanggan pada sebuah produk, dan mengembangkan perbaikan kualitas melalui
projek perbaikan kecil-kecilan. 10 langkah yang digunakannya adalah:
1. Build awareness of the need and opportunity for improvement. Pastikan semua
pegawai menyadari persyaratan dan perbaikan mutu. Ini menuntut
kepemimpinan manajemen
2. Set goals for improvement.Tetapkan sasaran khusus untuk perbaikan mutu
berkelanjutan terhadap semua kegiatan
3. Organize to reach the goals. Bentuklah organisasi untuk menjamin bahwa
sasaran tersebut telah disusun
4. Provide training. Pastikan semua pegawai diberi pelatihan untuk memahami
peran mereka dalam perbaikan mutu
5. Carry out projects to solve problems. Pastikan bahwa masalah yang
merintangi perbaikan mutu dihilangkan dengan pembentukan tim proyek
pemecahan masalah.
6. Report progress. Pastikan semua kemajuan perbaikan mutu dapat
dimonitoring.
7. Give recognition. Pastikan semua kontribusi luar biasa bagi perbaikan mutu
teridentifikasi dan diakui
8. Communicate results Pastikan kemajuan dan kontribusi luar biasa
dipublikasikan
9. Keep score of improvements achieved. Ukur semua proses dan tingkat
perbaikan mutu
10. Maintain momentum by making annual improvement part of the regular
systems and processes of the company. Pastikan perbaikan mutu berkelanjutan
dan penetapan sasaran diintergrasikan kedalam sistem manajemen perusahaan.
4. Perbedaan Pendapat Deming, Juran dan Crosby
Tiga penulis Mutu yaitu W. Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip B.
Crosby menulis tentang Mutu dalam Industri Produk, meskipun ide-ide mereka
dapat diterapkan pada Industri Jasa.
Tidak satupun diantara mereka membahas tentang Mutu Pendidikan, namun
masukan mereka tentang Mutu sangat besar pengaruhnya terhadap Manajemen
Mutu lainnya.
Berikut ini pandangan-pandangan mereka tentang Mutu yang berkaitan erat
dengan Manajemen Mutu Terpadu/Total Quality Management.
a. Deming
W. Edwards Deming mengemukakan tentang Mutu bersifat Filsafat. Dalam
bukunya yang berjudul Out of the Crisis, beliau menggabungkan konsep
Mutu mulai dari wawasan Psikologis sampai dengan Kultur Mutu (Quality
Culture).
Deming menyatakan, ada empat belas poin manajemen mutu yaitu terdiri
dari:
1. Ciptakan sebuah usaha peningkatan produksi dan jasa.
2. Adopsi falsafah baru.
3. Hindari ketergantungan pada inspeksi massa untuk mencapai mutu.
4. Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga.
5. Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan jasa.
6. Lembagakan pelatihan kerja.
7. Lembagakan kepemimpinan.
8. Hilangkan rasa takut.
9. Uraikan kendala-kendala antar departemen.
10. Hapuskan slogan, desakan, dan target, serta tingkatkan produktifitas
tanpa menambah beban kerja.
11. Hapuskan standar kerja yang menggunakan quota numerik.
12. Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas
keahliannya.
13. Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat
dan peningkatan kualitas kerja.
14. Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan
transformasi.
Menurut Deming, terdapat lima penyakit yang signifikan dalam konteks
pendidikan, yaitu :
1. Kurang konstannya tujuan.
2. Pola pikir jangka pendek.
3. Evaluasi prestasi individu.
4. Rotasi kerja yang tinggi.
5. Manajemen yang menggunakan angka yang tampak.
Kegagalan mutu terbagi dalam dua bagian, yaitu :
1. Umum terdiri dari : desain kurikulum yang lemah, bangunan yang tidak
memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur yang
tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumberdaya yang kurang,
dan pengembangan staf yang tidak memadai.
2. Khusus yaitu : kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, atau masalah yang berkaitan
dengan perlengkapan-perlengkapan.
b. Juran
Buku karangan Joseph Juran adalah Juran’s Quality Control Handbook,
Juran on Planning for quality, dan Juran on Laedership for Quality.
Juran termasyur dengan keberhasilannya menciptakan Kesesuaian dengan
tujuan dan manfaat. Juran mengemukakan tentang mutu yang terkenal
dengan istilah Aturan 85/15. Juran menyatakan bahwa 85% masalah-
masalah mutu dalam sebuah organisasi adalah hasil dari desain proses
yang kurang baik.
Menurut Juran Manajemen Mutu Strategis (Strategic Quality
Management) adalah sebuah proses tiga bagian yang didasarkan pada staf
pada tingkat berbeda yang memberi kontribusi unik terhadap peningkatan
mutu. Manajer senior memiliki pandangan strategis tentang Organisasi.
Manajer menengah memiliki pandangan operasional tentang Mutu dan
para karyawan memiliki tanggungjawab terhadap Kontrol Mutu.
c. Crosby
Philip Crosby mengemukakan ide dalam mutu yang terbagi menjadi 2
bagian yaitu :
1. Ide bahwa mutu itu Gratis
2. Ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu, bisa
dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu.
Dalam Quality Is Free, Crosby mengemukakan bahwa sebuah langkah
sistematis untuk mewujudkan mutu akan menghasilkan mutu yang baik.
Teori Zero Defects (Tanpa Cacat) yang dikemukakan Philip Crosby adalah
ide yang melibatkan penempatan sistem pada sebuah wilayah yang memastikan
bahwa segala sesuatunya selalu dikerjakan dengan metode yang tepat sejak
pertama kali dan selamanya.
Program mutu yang dikemukakan Crosby terdiri dari 14 langkah yaitu :
1. Komitmen Manajemen (Management Commitment)
2. Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team)
3. Pengukuran Mutu (Quality Measurement)
4. Mengukur Biaya Mutu (The Cost of Quality)
5. Membangun Kesadaran Mutu (Quality Awareness)
6. Kegiatan Perbaikan (Corrective Actions)
7. Perencanaan Tanpa Cacat (Zero Defect Planning)
8. Pelatihan Pengawas (Supervisor Training)
9. Hari Tanpa Cacat (Zero Defect Day)
10. Penyusunan Tujuan (Goal Setting)
11. Penghapusan Sebab Kesalahan (Error-Cause Removal)
12. Pengakuan (Recognition)
13. Dewan-Dewan Mutu (Quality Councils)
14. Lakukan Lagi (Do It Over Again)
Ketiga penulis di atas memiliki ide-ide tentang bagaimana mutu harus diukur
dan dikelola, jelas bahwa Deming, Juran dan Crosby semuanya memiliki tujuan
yang sama. Penegasan Deming bahwa Pelanggan menjadi orang yang bisa
menentukan apakah mutu ada di sebuah Produk atau Layanan, Juran
mendefinisikan tentang mutu, dan Crosby mendefinisikan manajemen mutu
ditentukan oleh nasabah sebagai penentu terakhir dari kualitas suatu produk atau
jasa tertentu. Ketiga penulis tersebut menghasilkan perbedaan yang nyata dari
definisi mutu, meskipun dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Dan
juga ketiganya melihat pentingnya umpan balik dalam setiap mekanisme yang
dirancang untuk mengukur dan mengelola kualitas : Teori Deming adalah
Continuous Improvement Helix, sedangkan Juran terkenal dengan Triloginya, dan
Crosby mengemukakan tentang Harga Non-Conformance.
Perbedaannya, seperti yang dinyatakan sebelumnya, terletak dalam perspektif
masing-masing. Perspektif Deming menyatakan bahwa pelanggan sebagai
Penentu Kebijakan dan sangat bergantung pada pasar dimana pelanggan akan
mendefinisikan mutu suatu produk atau jasa. Sementara Juran mengemukakan
bahwa mutu tidak terlepas dari pasar, dimana faktor penentu dirancang untuk
menerjemahkan visi mutu untuk menghasilkan suatu produk. Perspektif Crosby
menyatakan bahwa pandangan manajemen ditentukan oleh mutu seseorang baik
atau tidaknya tujuan mutu terpenuhi, serta biaya yang harus dikelurkan.
Sebagai kesimpulannya, bahwa Deming, Juran, dan Crosby memiliki
pendekatan yang berbeda tentang manajemen mutu, tetapi pada akhirnya
ketiganya menekankan pada prinsip-prinsip dasar yang sama.
5. Metode TQM menurut Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok atau sesuai untuk digunakan
(fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus
dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Kontribusi Juran
yang paling terkenal adalah Juran’s Basic Steps to Progress, diantaranya:
1. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar berkesinambungan yang
dikombinasikan dengan de dikasi dan keadaan yang mendesak
2. Mengadakan program pelatihan secara luas
3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang
lebih tinggi.
Dr. Joseph M Juran memberikan definisi tentang manajemen kualitas
sebagai suatu kumpulan aktivitas yang berkaitan dengan kualitas tertentu yang
memiliki karakteristik:
1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas
2. Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana kualitas
3. Jangkauan sasaran diturunkan dari bencmarking:fokus adalah pelanggan dan
pada kesesuaian kompetisi; disana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas
tahunan
4. Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan
5. Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat
6. Pengukuran ditingkatkan seluruhnya
7. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan
sasaran
8. Penghargaan diberikan untuk perfomance terbaik
9. Sistem imbalan diperbaiki
Joseph M. Juran, Guru Mutu yang kedua setelah Deming, menerjemahkan
teori pengendalian mutunya menjadi 3 fungsi manajemen, yang dikenal sebagai
TRILOGI JURAN. Ketiga fungsi manajemen yang dimaksud adalah Quality
Planning, Quality Control, dan Quality Improvement.
1. Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses
yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat
dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan
guna memuaskan pelanggan. Ini dilakukan untuk mempertahankan keloyalan
pelanggan dengan cara menyediakan semua kebutuhan mereka,
mengembangkan produk atau jasa sesuai dengan keinginan pelanggan, serta
mengembangkan proses produksi barang dan jasa agar lebih efisien.
2. Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan
dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para
pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya
mesin-mesin rusak segera diperbaiki.
3. Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan
dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi
alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan
proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan
pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu
dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.
Sejalan dengan ketiga fungsi manajemen tersebut, Juran juga membedakan
2 jenis mutu, yaitu
1. Mutu Strategis, yaitu mutu produk di tingkat manajerial ( yang bersifat
strategis). Contohnya kebijakan atau system yang berlaku.
2. Mutu Teknis, yaitu mutu produk di tingkat operasional yang bersifat teknis
seperti ukuran/bentuk suatu barang atau desain jasa yang diberikan terhadap
konsumen.
Hal inilah yang membuat tingkatan manajemen menurut Juran terbagi dua,
yaitu Manajemen Strategis dan Manajemen Teknis.
6. Aplikasi Juran Trilogi
6.1. Realita pendidikan di indonesia
Pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun bagi anak
Indonesia, kemudian diteruskan menjadi 12 tahun, dan mereka berpikir kembali
bahwa pendidikan selama 16 tahun hingga perguruan tinggi akan jauh lebih baik
bagi perkembangan bangsa. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka dianggap
dapat bekerja atau dikatakan terjun langsung ke dalam dunia masyarakat yang
sebenarnya.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah betul pelajaran yang didapat di
sekolah dapat memadai untuk menghadapi penghidupan di dunia kerja yang keras
dengan segala macam perubahan yang terjadi secara cepat dan terus menerus ?
Apakah ribuan rumus dan teori yang dipelajari di sekolah cukup untuk membekali
mereka menjadi orang yang sukses ? Jika pengalaman yang didapat dari sekolah
ternyata tidak dapat banyak berguna bagi kehidupannya, lalu apa yang seharusnya
dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan pemerintah di Indonesia ?
Rendahnya daya saing SDM Indonesia di pasar global membuat sebuah
pertanyaan tentang apa yang harus dibenahi dengan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang bermutu dilihat dari sekolah yang bermutu, karena sekolah yang
bermutu bisa menghasilkan SDM bermutu yang bisa hebat di dunia kerja mereka.
Menurut Juran, masalah mutu terletak pada pengelolaannya. Oleh karena itu
lembaga pendidikan perlu berbenah kembali dalam mengelola sistem
pendidikannya jika tidak ingin terimbas oleh munculnya lembaga-lembaga
pendidikan baru yang dikelola oleh pihak swasta. Biasanya, lembaga pendidikan
yang baru memiliki motto ‘berwawasan masa depan’ sehingga memiliki nilai jual
dan biaya pendidikan yang tinggi.
Sementara itu, para orangtua sekarang menganggap bahwa mutu
pendidikan yang bagus adalah sekolah-sekolah yang berharga mahal. Semakin
mahal sebuah sekolah, semakin tinggi prestise sekolah tersebut dan itu yang
menyebabkan anggapan bahwa sekolah swasta berbiaya mahal memiliki mutu
yang baik. Sebenarnya pernyataan itu ada benarnya, namun yang menjadi masalah
adalah jika skeolah-sekolah negeri yang dikelola oleh pemerintah tak kunjung
memperbaiki mutu pendidikannya, maka lambat laun sekolah negeri menjadi
tidak ada artinya. Hanya orang-orang tak mampu yang sekolah di sekolah negeri.
Tentu ini menjadi momok yang tak menyenangkan bagi pemerintah yang terkesal
gagal dalam mengelola sebuah institusi pendidikan. Saat ini lahan pendidikan
sudah dilirik oleh pengusaha-pengusaha bermodal besar untuk melebarkan sayap
bisnisnya. Pendidikan yang mereka kelola secara professional dan berdasarkan
manajemen bisnis yang baik membuat bisnis pendidikan mereka maju pesat dan
menghasilkan profit yang tinggi. Sementara lembaga pendidikan pemerintah
masih menerapkan manajemen tradisional yang tetap diminati karena biaya yang
relatif murah. Kondisi ini menuntut pemerintah mereformasi sistem pembelajaran
di sekolah dengan melihat apa yang tengah berkembang saat ini dan memprediksi
apa yang dibutuhkan generasi muda agar siap menghadapi masa depan yang terus
berubah.
6.2. Penerapan trilogi juran dalam pendidikan di Indonesia
6.2.1. Determined our customer
Dalam dunia pendidikan, konsumen lembaga pendidikan pemerintah
sebenarnya memiliki rentang yang sangat luas jika saja semua segmen dapat
dikelola dengan baik. Dari sisi internal, konsumen pendidikan terdiri dari
guru/dosen, staf tata usaha, kepala sekolah/dekan/rektor, penjaga sekolah,
pegawai Departemen Pendidikan, dan seluruh karyawan yang bekerja di lembaga
pendidikan. Sementara dari sisi eksternal, seorang balita berusia 2 tahun untuk
bisnis playgroup, hingga usia produktif akhir sekitar 50 tahun untuk jenjang
Doktor dapat dijadikan konsumen eksternal yang potensial. Hal ini dikarenakan
pendidikan yang bersifat universal dan dibutuhkan oleh setiap orang di dunia
sehingga konsumen lembaga pendidikan sangatlah banyak. Namun tentu
manajemen pendidikan bagi tingkat sekolah dasar berbeda dengan tingkat
perguruan tinggi.
6.2.2. Discovered Their Needs
Pemerintah harus jeli akan kebutuhan konsumen. Selama ini lembaga
pendidikan masih dianggap sebagai lembaga sosial sehingga cenderung
menyediakan jasa mereka seadanya karena sifat sosialnya tersebut. Selama
konsumen mendapatkan pendidikan, pemerintah menganggap hal itu sudah cukup.
Padahal jika kita perhatikan bagaimana pihak swasta mengelola bisnis pendidikan
mereka, ada banyak hal baik yang bisa pemerintah adopsi. Dalam sebuah bisnis,
konsumen adalah investasi jangka panjang. Kehilangan satu orang konsumen saja
karena mereka kecewa kualitas produk/jasa yang ditawarkan, maka kita akan
kehilangan 10 orang konsumen potensial. Hal ini disebabkan konsumen tersebut
membagikan kekecewaan mereka kepada teman-teman terdekatnya. Hal inilah
yang sangat dijaga oleh pihak swasta. Demi memuaskan konsumen, mereka
berani menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan belajar agar merasa
nyaman ketika menuntut ilmu di tempat mereka. Pihak swasta cukup jeli
memperhatikan apa yang dibutuhkan konsumen dalam bidang pendidikan dan
berhasil menyediakan kebutuhan mereka yang berorientasi pada masa depan.
Misalnya saja, sekolah dan perguruan tinggi swasta memperkerjakan tenaga
pengajar ahli yang berkualitas dan membuat teknik belajar yang tidak konservatif.
Hal ini membuat siswa/mahasiswa mendapatkan pengalaman lain selain rumus
atau teori semata, seperti praktek lapangan yang lebih nyata atau cara mengajar
guru/dosen yang menyenangkan dan inspiratif. Lalu mereka juga memfasilitasi
konsumen dengan buku-buku yang kompeten dan teknologi pembelajaran lain
seperti multimedia dan internet. Fasilitas kursi dan meja yang layak pakai juga
harus diperhatikan dengan baik. Kebutuhan-kebutuhan mendasar dalam proses
pengajaran ini sangat mereka perhatikan sehingga konsumen merasa puas dan
nyaman menuntut ilmu disana meski harus mengeluarkan biaya yang mahal.
Sementara pemerintah, karena masih menganggap sebagai lembaga sosial,
lembaga pendidikan masih bersifat konservatif. Pendidikan bukanlah bisnis,
sehingga kepuasan konsumen kurang terperhatikan. Konsumen tidak bisa
menuntut banyak, apalagi dengan biaya yang murah kadang pemerintah beralasan
kekurangan dana untuk memfasilitasi mereka media-media pembelajaran yang
berkualitas. Tanpa pamerintah sadari, pola pembelajaran yang konservatif akan
membentuk pola pikir yang sederhana pula dan kurang berkreatifitas ketika
mereka berada di dunia kerja nanti. Keadaan ini berdampak pada jangka panjang,
dimana lulusan lembaga pemerintahan semakin tergeser oleh lulusan swasta yang
memang berkualitas ( tidak semua lembaga negeri buruk dan sebaliknya, tidak
juga semua lembaga swasta baik ), masyarakat dapat melihat sendiri jika mereka
memiliki uang lebih, akan lebih baik jika anak-anak mereka disekolahkan di
sekolah swasta yang memang sudah berkualitas dan menjanjikan sesuatu yang
lebih daripada sekolah negeri.
6.2.3. Develop Products/Service to Respond the Needs
Bidang pendidikan sebenarnya menawarkan jasa kepada konsumennya.
Jasa bersifat sulit terukur kualitasnya, namun bisa dirasakan. Karena itu jasa lebih
bersifat fleksibel dalam memuaskan keinginan konsumennya. Setiap konsumen
membutuhkan ilmu pendidikan, namun ada banyak keinginan lain yang ingin
mereka dapatkan ketika mereka bersekolah. Karena itu, lembaga pendidikan harus
terus berupaya mengembangkan jasa mereka demi memenuhi keinginan
konsumen.
Misalnya saja, jam belajar yang padat sering membuat mereka merasa
lapar. Jika tempat jajanan/kantin mereka kotor atau tidak enak makanannya, tentu
itu cukup membuat mereka tidak nyaman. Karena itu, seperti Universitas Kristen
Maranatha yang memiliki kantin kampus terbesar se-Asia Tenggara, menyediakan
makanan yang sehat dan lezat bagi para mahasiswanya. Hal ini membuat
mahasiswa nyaman dan menjadi nilai tambah tersendiri di mata konsumen. Tanpa
disadari juga, bahwa kantin tersebut adalah salah satu bisnis makanan juga yang
dikelola oleh pihak universitas untuk menambah pemasukan kampus.
Juga seperti menyediakan tempat beribadah yang layak, toilet yang terjaga
kebersihannya, AC di setiap ruangan dan lapangan olahraga yang luas semakin
membuat nilai tambah tersendiri bagi lembaga pendidikan tersebut.
Sementara di lembaga pendidikan pemerintah, mereka cenderung kurang inisiatif
dalam mengembangkan inovasi-inovasi baru yang mendukung kenyamanan
belajar para siswa dan mahasiswa sehingga ada baiknya pemerintah mencontoh
apa yang telah dilakukan oleh bisnis pendidikan swasta itu.
6.2.4. Develop Processes Able to Produce the Product/Service
Jasa pendidikan pun tak akan pernah terlepas dari bagaimana proses
sebuah paket pelayanan dalam memberikan ilmu pengetahuan yang membuat
siswa/mahasiswa merasa puas. Pemerintah harus menyadari bahwa ini bukan saja
menjadi tanggung jawab tenaga pengajar. Dalam hal ini guru atau dosen yang
berhadapan langsung kepada siswa/mahasiswa dalam memberikan pengetahuan.
Sebuah proses dapat dijalankan dari awal sampai akhir dengan melibatkan banyak
pihak. Ketika mahasiswa baru masuk, maka orang-orang kepegawaian tata usaha
sibuk memasukkan data mereka ke dalam sistem kampus sehingga mahasiswa
baru dapat menerima pelajaran di ruang kelas dan mata kuliah yang terencana
dengan baik. Bayangkan jika nama seorang mahasiswa tidak terdaftar dalam mata
kuliah yang seharusnya ia ambil hanya karena kesalahan bagian administrasi,
tentu dosen pun tidak dapat memberikan pelayanan jasanya kepada mahasiswa
tersebut.
Sehingga ketika sebuah organisasi ingin mengembangkan kualitas produk
atau jasa mereka untuk memenuhi kepuasan konsumen, hal yang harus mereka
perhatikan bukan hanya mengembangkan produk/jasa apa yang harus diproduksi,
tetapi juga bagaimana proses produksi itu dijalankan agar dapat menghasilkan
produk/jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen.
7. Penutup
Manajemen merupakan keniscayaan bagi kehidupan umat manusia.
Sebenarnya tanpa disengaja manusia talah melaksanakan manajemen baik secara
personal maupun secara kolektif (kelompok), baik secara disengaja maupun tidak
disengaja. Namun efektivitas manajemen akan tercapai bila mengetahui ilmu
manajemen dan bisa biaplikasikan dalam keseharian.
Walaupun lembaga pendidikan telah melaksanakan manajemen dari sejak
keberadaannya, namun lembaga pendidikan perlu meningkatkan inovasi-inovasi
manajemen dalam upaya semakin meningkatkan kualitasnya. Diilhami
keberhasilan konsep-konsep TQM yang dilahirkan untuk peningkatan mutu
produksi di pabrik, nampaknya lembaga pendidikan sangat perlu untuk
menerapkan konsep TQM dalam dunia pendidikan.
Apabila dunia industri meningkatkan mutu produknya berupa benda mati,
lain halnya dengan lembaga pendidikan, dimana yang diproduksi berupa benda
hidup (bergerak), sehingga nampaknya sangat urgen bila konsep TQM yang
diaplikasikan kepada lembaga pendidikan untuk di kembangkan kembali, karena
bagaimanapun produk pabrik yang pasif tidak sepenuhnya bisa disinkronisasi
dengan produk pendidikan yang aktif.
Disamping itu barometer terhadap kepuasan pelanggan dalam dunia
pendidikan masih menimbulkan penilaian yang agak abstrak, hampir sama juga
dengan kurang jelasnya pengukuran kualitas output yang dihasilkan oleh lembaga.
Masyarakat pedalaman akan merasa puas terhadap prosesi kegiatan belajar
mengajar, bahkan terhadap output dari lembaga tersebut karena hanya anaknya
bisa sekolah, dana yang relatif murah, dan karena anaknya bisa baca dan menulis.
Lain lagi dengan di perkotaan, tentunya akan lain lagi kepuasan pelanggan
terhadap pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran-ukuran tersebut sangat
kondisional dan tidak ada ukuran yang relatif sama dengan ukuran kualitas barang
yang tidak bergerak.
Namun bagaimanapun konsep-konsep TQM saat ini masih sangat relevan
untuk peningkatan kualitas lembaga pendidikan, walaupun kita masih perlu
melengkapi konsep tersebut dari segala kekurangan-kekurangannya.