TUGAS KEPEMIMPINAN
-
Upload
furi-ayu-fazrilla-siris -
Category
Documents
-
view
24 -
download
3
description
Transcript of TUGAS KEPEMIMPINAN
KEPEMIMPINAN
A. KASUS
Orde Baru di Bawah Kekuasaan Presiden Soeharto
Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo,
Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, pada 8 Juni 1921. Soeharto lahir dari hasil
pernikahan Sukira dan Kertoredjo. Akan tetapi, tidak lama setelah Soeharto lahir, kedua
orang tuanya berpisah dan Soeharto dirawat oleh kakeknya yang seorang petani. Soeharto
sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di
Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes (Yogyakarta)
lantaran ibu dan ayah tirinya, Pramono pindah rumah ke Kemusuk Kidul. Kertosudiro
kemudian memindahkan Soeharto ke Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Soeharto
dititipkan di rumah bibinya yang menikah dengan seorang mantri tani bernama
Prawirowihardjo. Kegemaran bertani tumbuh selama Soeharto menetap di Wuryantoro. Di
bawah bimbingan pamannya yang mantri tani, Soeharto menjadi paham dan menekuni
pertanian. Soeharto kembali ke kampung asalnya, Kemusuk untuk melanjutkan sekolah di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta. Setamat SMP, Soeharto
sebenarnya ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Apa daya, ayah dan keluarganya
yang lain tidak mampu membiayai karena kondisi ekonomi. Soeharto pun berusaha mencari
pekerjaan ke sana ke mari, namun gagal.
Pada 1 Juni 1940, ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah.
Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sebagai lulusan terbaik dan menerima
pangkat kopral. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong serta resmi
menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Dia bergabung dengan pasukan kolonial
Belanda, KNIL. Saat Perang Dunia II berkecamuk pada 1942 dan mengambil bagian dalam
kemiliteran yang disponsori Jepang yang dikenal sebagai tentara PETA
Memulai karier militernya dari bawah tidak lantas menjadikan Soeharto sulit mencapai
puncak. Karier militer Soeharto terus menanjak. Pada usia 38 tahun, ia mengikuti kursus C
SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di Bandung dan pangkatnya dinaikkan menjadi
brigadir jenderal pada 1 Januari 1960. Kemudian, dia diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf
Angkatan Darat di usia 39 tahun.
Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan
Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan
barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD). Pada tahun 1961 tersebut,
ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd, Paris
(Perancis), dan Bonn (Jerman). Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor
jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Setelah diangkat
sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1 Mei 1963, ia
membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk
mengimbangi G-30-S yang berkecamuk pada 1 Oktober 1965. Dua hari kemudian, tepatnya 3
Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini
memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang
dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.
Melalui peristiwa G-30-S/PKI inilah Soeharto naik menjadi penguasa Indonesia. Karena
situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS pada
Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS No
XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967. Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil
Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968. Selain
sebagai presiden, ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan. Pada 1
Juni 1968 Lama. Mulai saat ini dikenal istilah Orde Baru.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai
pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi
yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis.
Pada masanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara
donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan IGGI yang diseponsori oleh pemerintah
Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia karena
dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya dalam kasus Timor
Timur pasca Insiden Dili. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor CGI yang
disponsori Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional
lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO dan WHO. Namun
sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem trickle down effect
(menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada
segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan
(EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional
terutama paska Krisis 1997. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami
swasembada beras pada tahun 1984. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan
pada tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap
sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang mendekati
negara-negara Industri Baru bersama dengan Malaysia, Filipina dan Thailand, selain
Singapura, Republik Tiongkok, dan Korea Selatan.
Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga
pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya
menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa
presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh
bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian
dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik
saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana
muncullah istilah "mayoritas tunggal" di mana GOLKAR dijadikan partai utama dan
mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan PEMILU. Berbagai
ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku
Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan
menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Pada 1970
Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah
komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan
kemudian menutup komisi tersebut. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi
mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Korupsi
kemudian menjadi sebuah endemik di jajaran pemerintah. Endemik korupsi ini menjadi
beban berat hingga tahun 1980-an.
Selain itu, di masa kekuasaannya, Soeharto membatasi kebebasan pers ataupun masyarakat
untuk beraspirasi. Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Pada 20
Januari 1978, Presiden Soeharto melarang terbit tujuh surat kabar, yaitu Kompas, Sinar
Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore.
Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993
Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam
terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur.
Dalam sejarah kepemimpinannya juga tercatat bahwa pada 1996 Soeharto berusaha
menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki
markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah
di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai
"Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).
Ketika Indonesia mengalami inflasi pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai 30% dari
dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Setelah
beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada
pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998
untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan
dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. Dalam pemerintahannya
yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan
termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya
era Soeharto.
B. TEORI KEPEMIMPINAN
I. DEFINISI1. Kepemimpinan adalah suatu proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang
berhubungan dengan tugas (Stoner)2. Seorang yang mempunyai kecakapan pribadi deengan atau tanpa pengangkatan resmi,
dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpin untuk mengarahkan upaya bersama dalam pencapaian tujuan (Winardi)
3. Kepemimpinan merupakan suatu proses interaksi antara seorang pemimpin dengan sekelompok orang yang menyebabkan seseorang atau kelompok berbuat yang sesuai dengan kehendak pemimpin (Nawawi)
4. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannabaum, Weschler and Nassarik,1961,24)
5. Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957,7)
6. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984,46)
7. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau teknik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti atau menaati segala keinginannya
8. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990,281)
Banyak defenisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempanguruhi dan mendapatkan pengikut.
Beberapa ahli berpendapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya:
1. Menurut Drs. H. Melayu S.P Hasibuan, pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
2. Menurut Robert Tanembaum, pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewnang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol paea bawahannya yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasikan demi mencapai tujuan perusahaan.
3. Menurut Prof. Maccoby, pemimpin pertama-tama harus seseorang yang mampu menumbuhkan dan megembangkan segala yang terbaik dalam diri bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religious, dalam artian menerima
kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan
4. Menurut Lao Tzu, pemimpin yag baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpin itu.
5. Menurut Davis and Filley, pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin
6. Menurut Pancasila, pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain beberapa asas utama dari Pancasila adalah:
Ing Ngarsa Sung Tuladha: Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatnya menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan bagi orang-orang yang dipimpinnya
Ing Madya Mangun Karsa: Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya
Turi Wuri Handayani: Pemimpin harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab.
Konsep tentang kepemimpinan tampaknya lebih pada konsep pengalaman dan konsep kepemimpinan dapat digolongkan antara lain:
1. Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompokKeunggulan seseorang atau beberapa individu dalam mengontrol proses dari gejala-gejala social. Melihat kepemimpinan sebagai sentralisasi usaha dalam diri seseorang sebagai cerminan kekuasaan dari keseluruhan.
2. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnyaPemimpin adalah seorang individu yang memiliki sifat dan karakter yang diinginkan oleh rakyatnya. Teori kepribadian cenderung memandang kepemimpinan sebagai akibat pengaruh satu arah. Mengingat bahwa pimpinan mungkin memiliki kualitas-kualitas tertetu yang membedakan dirinya dengan para pengikutnya.
3. Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah lakuTingkah laku kepemimpinan sebagai tingkah laku yang menghasilkan tindakan orang lain searah dengan keinginannya dan tingkah laku seorang individu dapat mengarahkan aktivitas kelompok.
4. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasiKepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan inspirasi dari pada melalui pemaksaan langsung.
5. Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuanProses menciptakan situasi sehingga para anggota kelompok, termasuk pemimpin dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil maksimal dalam waktu dan kerja yang singkat.
II. Teori Kepemimpinan Fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi, tidak dapat dibantah merupakan suatu fungsi
yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam organisasi telah dapat dilakukan secara efektif serta menunjang kepada produktivitas organisasi secara keseluruhan.
1. Teori Sifat
Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani kuno dan zaman Roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori “the great man” menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Teori “great man” barangkali dapat memberikan arti lebih realitik terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.
Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpina organisasi, ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manager yang menolak. Mereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manager tersebut dikatakan sebagai manager yang berhasil. Padahal keberhasilan manager tidak tidak selalu ditentukan oleh sifat-sifat tersebut. Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak ada kolerasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manager. Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi:
1) Kecerdasan artinya pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya.
2) Kedewasaan dan kekuasaan hubungan sosial, artinya seorang pemimpin harus memliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain.
3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya
4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalam arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya.
2. Teori Kelompok Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-
keinginan mengembangkan peranan. Penelitian psikologi social dapat dipergunakan untuk mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan dalam kepemimpinan.
Suatu contoh penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaanb secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi jika bawahan dapat melaksanakn pekerjaan dengan baik, maka pemimpin menaikan penekannanya pada pemberian perhatian (perilaku tata hubungan). Barrow dalam studi laboratoriumnya menemukan bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktivitas.
3. Teori situasional dan model kontijensi Pada tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektivitas kepemimpinan. Konsep model ini dituangkan dalam bukunya A Theory Of Leadership Effectiveness. Fiedle mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yng dapat menunjukan Dugaan Kesamaan Diantara Keberlawanan (Assumed Similarity Between Opposites, ASO) dan Teman Kerja Yang Paling Sedikit Disukai (Least Prefferred Coworker –LPC). ASO memperhitungkan derajat kesamaan diantara persepsi-persepsi pemimpin menegnai kesenangan yang paling banyak dan paling sedikit tentang kawan-kawan kerjanya.
Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:
a) Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disukai (ASO) atau memberika suatu gambaran yang relative menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
b) Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).
4. Model kepemimpinan kontijensi dari FiedlerModel ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam hubungan dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini:
a) Hubungan pemimpin anggota. Hal ini merupakan variable yang paling penting di dalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut
b) Derajat dari struktur tugas. c) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal
Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi diatas mempunyai derajat yang tinggi, dengan kata lain, situasi akan menyenangkan jika :
Pemimpin diterima oleh para pengikutnya Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin.
Jikalau yang timbul sebaliknya, maka menurut Fiedler akan tercipta suatu situasi yang tidak menyenangkan bagi pemimpin. Fiedler benar-benar yakin bahwa kombinasi anatar situasi yang menyenangkan dengan gaya kepemimpinan akan menentukan efektifitas kerja.
5. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)
Usaha pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dan kawan-kawannya di Institut Penelitian Sosial Universitas Michigan. Dalam pengembangannya yang modern Martin Evans dan Robert House secara terpisah telah menulis karangan dengan bentuk yang sama. Secara pokok teori path-goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.
Apapun teori path-goal versi house, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:
a) Kepemimpinan directif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari Lippit dan White. Bawahan tahu senyatanya apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang diberikan khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan
b) Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership). Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahan.
c) Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.
d) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk partisipassi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
Menurut teori path-goal ini macam-macam gaya kepemimpinan tersebut dapat dapat terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang berbeda.
Untuk situasi pertama path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber
yang segera bisa memberikan kepuasan atau atau sebagai instrument bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Adapun faktor situasional kedua, path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahannya jika,:
a) Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahannya sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan dan penghargaanyang diperlukan untuk mengefektifitaskan pelaksanaan kerja.
6. Pendekatan “Sosial Learning” Dalam Kepemimpinan
Penekanan pendekatan social learning ini dan yang dapat memberikannya dari pendekatan-pendekatan lainnya, ialah terletak pada peranan perilaku kepemimpinan , kelangsungan, dan interaksi timbale balik diantara semua variable-variabel yang ada. Aplikasi dari kepemimpinan ini secara lebih spesifik ialah bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi, dan bersama-sama dengan pimpinan memusatkan pada perilakunya sendiri dan perilaku lainnya, beserta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan kognisi-kognisi yang memperantarakan. Contoh pendekatan ini secara terperinci sebagai berikut:
1) Pemimpin menjadi lebih mengetahui dengan variable-variabel mikro dan makro yang mengendalikan perilakunya.
2) Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku bawahan.
3) Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi.
Dengan pendekatan social learning ini antara pemimpin dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara yang timbul.
Teori Lahirnya Seorang Pemimpin
Untuk menghasilkan kepemimpinan yang demokratis dimulai dari proses pemilihannya yang harus demokratis pula dimana seluruh warga masyarakat berpartisipasi didalamnya. Maka muncullah teori-teori kepemimpinan :
Teori Genetis
Seorang pemimpin yang memiliki bakat kepemimpinan sejak lahir sehingga dia memang telah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin.
Teori Sosial
Seorang yang dapat menjadi pemimpin bila kepadanya diberikan pengalaman dan pendidikan yang memadai.
Teori Ekologis
Seorang yang bisa menjadi pemimpin baik dia telah memiliki bakat kepemimpinan sejak lahir kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman tentang kepemimpinan.
Menurut Tannebaum dan Warren H. Schmidt, teori kepemimpinan adalah Mereka menggambarkan gaya kepemimpinan kontinum dengan dua titik ekstrim yaitu fokus pada atasan dan bawahan.
Tipe-Tipe Kepemimpinan
1. AutokratikMenganggap bahwa organisasi adalah miliknya. Pemimpin membuat keputusan sendiri.
Maka cenderung lebih memperhatikan penyelesaikan tugas dari pada memperhatikan karyawan. Kepemimpinan autokratik cenderung menimbulkan permusuhan dan sifat agresif atau sama sekali dan menghilangkan inisiatif
Seorang pemimpin yang otokratis memiliki ciri-ciri: Menganggap organisasi sebagai milik pribadi Mengidentifikasi tujuan pribadi dengan tujuan organisasi Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata Tidak mau menerima kritik saran dan pendapat Dalam tindakan sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur
pemaksaan.
2. DemokratisTipe kepemimpinan ini paling tepat dianut oleh bentuk organisasi modern. Pemimpin
melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan keputusan. Mereka berorientasi pada bawahan dan menitik beratkan pada hubungan antar manusia dan kerja kelompok. Kepemimpinan demokratis menimbulkan peningkatan produktifitas dan kepuasan kerja
Selalu berusaha menyelaraskan kepentingan organisasi dari pada tujuan pribadi Senang menerima saran, pendapat, bahkan kritik dari bawahannya Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari dirinya sendri Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang pemimpin
3. Laissez Faire
Pemimpin memberi kebebasan dan segala serba boleh dan pantang memberikan bimbingan kepada staf. Pemimpin tersebut membantu keterbatasan kepada setiap orang dan menginginkan orang merasa senang. Pemimpin Laissez Faire mengakibatkan produktifitas rendah dan karyawan merasa frustasi.
4. MiliterisTipe pemimpin ini menganut lebih senang memberikan perintah kepada bawahannya.
Pemimpin dari tipe ini tidak selalu harus organisasi militer. Tetapi seseorang yang mempunyai ciri-ciri:
Dalam menggerakan bawahan lebih sering menggunakan sistem perintah Menuntuk displin yang tinggi dan kaku dengan bawahan Sukar menerima kritik bawahan Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan
5. PaternalistikPemimpin disini menganggap bawahannya tidak dewasa. Seorang pemimpin ini
berciri-ciri: Bersikap terlalu melindungi Sering bersikap maha tau
Sifat Kepemimpinan
Mempelajari daya kepemimpinan dari adanya ciri-ciri kualifikasi, dan keterampilan seseorang yang diperlukan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
1. Kesehatan yang memadai, kekuatan pribadi, dan ketahanan fisik.
2. Memahami tugas pokok, komitmen pribadi terhadap kegiatan.
3. Memiliki perhatian kepada orang lain, ramah-tamah.
4. Intelejensi.
5. Integritas.
6. Sikap persuasif.
7. Kritis.
8. Kesetiaan.
Beberapa sifat yang baik menurut :
1. Ordary Teas
a. Berbadan sehat kuat dan penuh energi
b. Yakin akan maksud dan tujuan organisasi
c. Selalu bergairah
d. Bersikap ramah tamah
e. Mempunyai keteguhan hati
f. Unggul dalam tehnik kerja
g. Sanggup bertindak tegas
h. Pandai mengajar
i. Percaya pada diri sendiri
2. Suprapto
a. Takwa b. Taat c. Tanggung jawab
d. Teliti e. Jujur f. Tegas
g. Terbuka h. Terampil i. Tangguh
j. Toleran k. Tertib l. Tanpa pamrih
3. ABRI
a. Teladan b. Membangkitkan c. Pendorong
d. Waspada e. Dapat menentukan keputusan
f. Bersahaja g. Setia h. Hemat
i. Cermat j. Jujur k. Ikhlas
4. Jonh D. Millet
a. Mampu melihat organisasi secara keseluruhan
b. Mampu mengambil keputusan
c. Mampu mendelegasikan wewenang
d. Mampu memerintah orang lain
5. Ruslan Abdul Ghani
a. Kelebihan rohaniah
b. Kelebihan badaniah
c. Kelebihan akal pikiran
Menurut George R. Terry ada ciri pemimpin ideal :
1. Mempunyai kekuatan mental dan fisik
2. Mempunyai emosi yang stabil, tidak cepat marah dan percaya pada diri sendiri
3. Mempunyai kecakapan berkomunikasi
4. Mempunyai sosial skill
5. Mempunyai pengetahuan yang luas
Gaya Kepemimpinan
Menurut Rensis Likert, ada 4 macam gaya kepemimpinan yaitu :
Gaya 1 : Pemimpin tidak memberikan perhatian dan kepercayaan pada bawahan tanpa kompromi, dan keputusan diambil oleh atasan.
Gaya 2 : Pemimpin mencoba merendahkan diri, imbalan, sanksi digunakan seimbang tetapi sangat terbatas bawahan diminta pertimbangan.
Gaya 3 : Meletakkan dasar hubungan, imbalan, dan sanksi digunakan seimbang dan sangat terbatas bawahan diminta pertimbangan.
Gaya 4 : Memberikan kepercayaan penuh dengan menanggung resiko kesalahan bawahan.
Gaya dasar kepemimpinan menurut Paul Hersley dan Kenneth H.B.
a. Telling / Direktif : Pemimpin memberikan perintah khusus.
b. Selling :Pemimpin masih banyak melakukan pengarahan.
c. Participating : Pemimpin dan bawahan sama-sama membuat keputusan.
d. Delegating : Pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaannya pada bawahan.
Selain itu gaya kepemimpinan juga dipengaruhi oleh faktor situasional sebagai berikut :
a. Kompleksitas tugas yang harus dilaksanakan.
b. Persepsi, sikap, dan gaya yang digunakan oleh para pejabat pimpinan yang menduduki jabatan yang lebih tinggi.
c. Iklim dalam kelompok.
d. Ancaman yang dihadapi dari luar kelompok.
Adapun di dalam kepemimpinan mempunyai unsur dan fungsi sebagai berikut :
Unsur dalam kepemimpinan mempunyai 3 dasar, yaitu :
1. Adanya kelompok manusia
2. Adanya tujuan kelompok
3. Adanya diferensiasi fungsi dan tanggung jawab
Dalam organisasi terdapat 5 fungsi pemimpin, yaitu :
1. Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan.
2. Wakil dan juru bicara mempunyai hubungan dengan pihak-pihak luar organisasi.
3. Selaku komunikator yang efektif.
4. Mediator yang handal khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik.
5. Selaku integrator yang efektif, rasional dan netral.
Menurut Gary A. Yuki, pemimpin mempunyai daya dan keterampilan supaya mencapai keberhasilan :
Dasar
a. Pandai b. Banyak inisiatif c. Kreatifd. Pandai bergaul e. Diplomatis
f. Persuasif g. Pandai bicara
Keterampilan
a. Mudah menyesuaikan diri b. Peka terhadap lingkungan
c. Ambisius d. Kebersamaan e. Menonjol
f. Energik g. Percaya diri h. Ingin bertanggung jawab
Salah satu yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan masyarakat adalah aspek kepemimpinan. Para pemimpin yang di kembangkan harus menjamin partisipasi masyarakat,
pemimpin bukan lagi bertindak sendirian melainkan lebih sebagai fasilitator yang mampu menggerakkan bawahan guna mencapai tujuan bersama.
III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN
Pemimpin memiliki tugas menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompok. Dari keinginan itu dapat dipetik keinginan realistis yang dapat dicapai. Selanjutnya, pemimpin harus meyakinkan kelompok mengenai apa yang menjadi keinginan realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan. Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian sutu tujuan diperlukan seorang pemimpin yang profesional, dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
Menurut Hadari (2003;70) menjelaskan bahwa unsur-unsur dalam kepemimpinan adalah1. Adanya seseorang yang berfungsi memimpin, yang disebut pemimpin (leader).
2. Adanya orang lain yang dipimpin3. Adanya kegiatan yang menggerakkan orang lain yang dilakukan dengan mempengaruhi dan
pengarahkan perasaan, pikiran, dan tingkah lakunya4. Adanya tujuan yang hendak dicapai dan berlangsung dalam suatu proses di dalam organisasi,
baik organisasi besar maupun kecil.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan Davis menyimpulkan ada empat faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan dalam organisasi, yaitu : • Kecerdasan : seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan yang melebihi para anggotanya Kematangan dan keluasan sosial(Social manutary and breadth) : seorang pemimpin biasanya memiliki emosi yang stabil, matang, memiliki aktivitas dan pandangan yang ckup matang • Motivasi dalam dan dorongan prestasi(Inner motivation and achievement drives) : dalam diri seorang pemimpin harus mempunyai motivasi dan dorongan untuk mencapai suatu tujuan • Hubungan manusiawi : pemimpin harus bisa mengenali dan menghargai para anggotanya Menurut Greece, di dalam suatu organisasi, hubungan antara bawahan dengan pimpinan bersifat saling mempengaruhi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan adalah sebagai berikut :a. Faktor Kemampuan Personal
Pengertian kemampuan adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian
antara potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.
b. Faktor JabatanPengertian jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin duduki. Jabatan tidak dapat
dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan mempunya pengarauh yang berbeda.
c. Faktor Situasi dan Kondisi Pengertian situasi adalah kondisi yang melingkupi perilaku kepemimpinan. Disaat situasi
tidak menentu dan kacau akan lebih efektif jika hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika kebutuhan organisasi adalah sulit untuk maju karena anggota organisasi yang tidak berkepribadian progresif maka perlu pemimpin transformasional. Jika identitas yang akan dicitrakan oragnisasi adalah religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang tepat atau tidak.
IV. Cara mengukur / mengetahui tingkat kepemimpinan1. Dilihat dari bagaimana visi tercapai atau gagal.2. Dilihat dari bagaimana pengikut serta dirinya sendiri mengalami transformasi atauperubahan dalam proses berderap bersama. 3. Keberhasilan dapat di lihat hubungan kerja ia bangun seiring dengan hadir-tumbuh-puncak dan menurun dari organisasinya. 4. Keberhasilan dilihat dari bagaimana ia menjadi seorang pemimpin yang baik dan sekaligus seorang pengelola yang baik.
C. PEMBAHASAN1. Teori yang dipilih berdasarkan kasus dari tokoh Soeharto adalah otoriter2. Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan otoriter Soehato:
a. Faktor kemampuan personal Kecerdasan yang dimiliki Soharto Pendidikan militer yang diperoleh Soehato Pengalaman Soeharto PETA dan KNIL
b. Faktor jabatan Karier Soeharto yang sukses dalam bidang militer ( Panglima Angkatan
bersenjatan RI, Kepala Staf TNI Angkatan Darat dan Mayjen TNI AD ) Karier Soeharto yang sukses dalam bidang politik ( Mentri Pertahan Indonesia
dan Ketua Presidium Kabinet Indonesia )c. Faktor situasi dan kondisi
Keamanan Indonesia dan ketertiban kacau Terjadi pemberontakan PKI yang ingin menguasai Indonesia Lejten A.H. Yani hilang, kendali keamanan diserahkan kepada Soeharto
d. Faktor motivasi Soeharto lahir dan dibesarkan dari keluarga yang serba kekurangan Soeharto mencintai tanah air Indonesia
3. Faktor yang dipengaruhi kepemimpinan otoriter Soeharto : Terjadi kesenjangan social Sentralisasi ( pembangunan terletak dipusat ) Regenerasi ( kekuasaan dan kepemimpinan terpusat pada Soeharto ) Keterbatan pers, masyarakat dan partai politik dalam berpatisipasi dan
beraspresiasi Terjadi KKN Diskriminasi suku Tionghoa Lebih mengutamakan hasil dari pada proses Kepentingan pribadi dijadikan kepentingan organisasi
4. Tindakan preventif untuk kepemimpinan otoriter : Revolusi mental dan motivasi bangsa Indonesia ( pemimpin dan generasi
muda) Menetukan batas periode masa jabatan presiden Memberikan edukasi kepada generasi muda agar lebih kritis / tidak apatis
untuk mengekuti perkembangan dan kemajuan pemerintah di Indonesia Menanamkan jiwa demokrasi Bersabar dan berpikir jernih Hapus rasa dendam Terjalinnya sikap keterbukaan antara atasan dan pimpinan
5. Tindakan promotif untuk kepemimpinan otoriter : Dalam kepemimpinannya yang otoriter Soeharto mampu mencapai visi, misi
dan tujuan pemerintahannya. Hal ini tampak dari pembangunan merata di segala bidang dan kestabilan dalam bidang pangan serta inovasi dan gebrakan baru
D. DAFTAR PUSTAKA