Tugas 3 - (Makalah Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan)

download Tugas 3 - (Makalah Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan)

of 27

Transcript of Tugas 3 - (Makalah Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan)

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kualitas sumber daya manusia memiliki peran strategis dalam memenuhi tuntutan

    pembangunan bangsa diberbagai bidang dan berhubungan erat dengan kemajuan dan

    kemakmuran suatu bangsa. Artinya, semakin tinggi kualitas sumber daya manusia

    maka suatu bangsa akan semakin maju dan semakin maju suatu bangsa raknyatnya

    akan semakin makmur. Disamping itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

    teknologi berimplikasi kepada lahirnya era globalisasi dan pasar bebas yang menuntut

    sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam kancah

    internasional.

    Satu-satunya jalan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah

    pendidikan. Namun demikian yang menjadi permasalahan bagaimana menciptakan

    sistem pendidikan yang bermutu sehingga dapat menciptakan manusia yang

    berkualitas, berakhlak mulia, dan cerdas sesuai tujuan pendidikan nasional sehingga

    mampu bersaing baik ditingkat lokal, nasional, maupun global.

    Pendidikan di Indonesia saat ini masih dihadapkan kepada berbagai

    permasalahan, antara lain rendahnya kualitas sumber daya manusia yang disebabkan

    oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari Indeks

    Pembangunan Manusia (IPM) yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke 117

    dari 177 negara di dunia. Indeks ini dikeluarkan oleh UNDP (The United Nations

    Development Programme) pada bulan April tahun 2012. Selanjutnya, menurut laporan

    UNESCO tahun 2013 menunjukkan Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia

    berada di peringkat 69 dari 127 negara.

    Sementara itu, seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin cerdas,

    masyarakat saat ini sangat selektif dalam memilih sekolah untuk memenuhi kebutuhan

    pendidikan bagi anak-anaknya, mereka memilih sekolah yang bermutu dan dapat

    menghasilkan lulusan sesuai harapan mereka. Demi mengejar mutu pendidikan,

    banyak masyarakat yang menyekolahkan anaknya ke sekolah yang berlabel Sekolah

    Internasional bahkan hingga ke luar negeri. Oleh karenanya, sekolah sebagai

    penyedia jasa pendidikan dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu secara

    berkelanjutan, jika tidak akan ditinggalkan peminatnya.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    2

    Banyak aspek yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya

    disebabkan kinerja kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan

    perubahan dan tidak memiliki perencanaan stratejik yang adaptif terhadap perubahan.

    Aspek kepemimpinan merupakan salah satu penjelas yang paling populer untuk

    keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi, artinya organisasi sekolah atau institusi

    pendidikan jika dinyatakan berhasil atau gagal faktor penentu utamanya adalah faktor

    kepemimpinan (Sagala, 2009:145). Oleh karenanya, kepemimpinan memiliki posisi

    dan peran yang sangat strategis dalam organisasi pendidikan, sebab pemimpinlah yang

    dapat mempengaruhi, mendorong, memotivasi, dan menggerakan personil sekolah

    untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sehingga mampu memenuhi harapan

    masyarakat dalam menyediakan pendidikan yang bermutu.

    Organisasi pendidikan sebagai sistem terbuka dipengaruhi oleh lingkungannya

    baik secara internal maupin eksternal, sehingga akan senantiasa mengalami perubahan

    mulai dari orientasi, teknologi, struktur, dan manajemen (Komariah dan Triatna,

    2006:73). Oleh karenanya, organisasi pendidikan saat ini, memerlukan seorang

    pemimpin yang memiliki visi (Visionary Leadership), mampu merekayasa masa depan

    yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul, dan

    menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional

    dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja sehingga dapat

    menghasilkan sistem pendidikan yang bermutu.

    Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Peter dan Austin (Sagala, 2009:164),

    yaitu:

    Institusi pendidikan saat ini memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan misi

    atau yang disebut dengan visioner, dekat pada pelanggan atau masyarakat yang

    membutuhkan jasa organisasi pendidikan, memiliki gagasan inovatif yang luas,

    familiar, mempunyai semangat kerja dan berorientasi kepada mutu.

    Berbicara mengenai mutu pendidikan berkaitan dengan input, proses dan output

    pendidikan. Mutu input dan proses antara lain mencakup bahan ajar, metodologi

    pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar yang lengkap, sistem penilaian dan

    evaluasi yang efektif, dukungan administrasi sekolah dan dukungan sarana prasarana.

    Sedangkan mutu output/hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah

    dalam kurun waktu tertentu, yang meliputi prestasi akademik dan non akademik.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    3

    Keberhasilan organisasi pendidikan (sekolah) dalam meningkatkan mutu

    pendidikan, baik mutu akademik maupun non akademik, sangat bergantung pada

    kemampuan pemimpinnya. Pemimpin visioner mengetahui apa saja yang terbaik bagi

    siswa, guru, dan personil sekolah lainnya. Pemimpin visioner memiliki pandangan

    jauh ke depan sehingga akan mampu menggerakan, menuntun, dan mengarahkan

    personil organisasi pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang dicita-citakan. Dengan

    demikian untuk mencapai pendidikan yang bermutu, suatu lembaga pendidikan sangat

    membutuhkan sosok pemimpin visioner, yakni pemimpin yang mampu memandang

    jauh ke masa depan sebelum orang lain memandang, kemudian merancang rencana

    tindakan yang jelas untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang bermutu.

    B. Rumusan Masalah

    Agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas ruang lingkupnya dan terarah

    pada tujuan yang ingin dicapai, berdasarkan pada latar belakang, penulis

    mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

    1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan visioner (Visionary Leadership)?

    2. Apa yang dimaksud dengan mutu pendidikan?

    3. Bagaimana peran, posisi, dan hubungan kepemimpinan visioner dalam

    meningkatkan mutu pendidikan?

    C. Tujuan

    Makalah ini bertujuan untuk memberikan deskripsi yang jelas mengenai

    kepemimpinan visioner (Visionary Leadership), mutu pendidikan, dan hubungan

    kepemimpinan visioner dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    4

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Agar mendapatkan gambaran dan pemahaman yang komphrehensif mengenai pokok

    permasalahan, tinjauan pustaka dimulai dari kajian mengenai organisasi pendidikan,

    konsep kepemimpinan pendidikan. Kemudian kepada fokus tema kajian mengenai

    kepemimpinan visioner dan mutu pendidikan.

    A. Konsep Dasar Organisasi Pendidikan.

    Manusia dalam menjalani kehidupannnya tidak lepas dari berbagai kebutuhan.

    Untuk memenuhi kebutuhannya itu, manusia tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi

    memerlukan orang lain, sehingga terjadilah komunikasi dan interaksi dengan manusia

    lain yang melahirkan bentuk-bentuk kelompok. Oleh karenanya, manusia disebut

    makhluk sosial, manusia itu, zoon politicon, tidak dapat hidup sendiri, begitulah

    kata Aristoteles. Atas dasar inilah organisasi lahir, tumbuh, dan berkembang di

    berbagai bidang kehidupan masyarakat, pemerintah, politik, bisnis, pendidikan, dan

    sebagainya.

    Secara etimologi, kata organisasi berasal dari kata organo (bahasa Latin) yang

    berarti alat, anggota, bagian atau badan. Secara sederhana organisasi dapat diartikan

    sebagai suatu kumpulan orang yang berada dalam naungan suatu sistem atau tata kerja

    dalam memperjuangkan atau mencapai suatu tujuan bersama.

    Banyak definisi mengenai organisasi yang dikemukakan oleh para pakar

    menurut sudut pandang masing-masing, tergantung pada perspektif yang digunakan.

    Organisasi merupakan satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang

    tersusun atas dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus-

    menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama

    (Robbins, 1996:5). Organisasi merupakan mekanisme yang mempersatukan

    kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan (Sutisna, 1993:205). Organisasi

    dalam pengertian lain dikemukakan oleh Lubis (1987:1), bahwa:

    terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi organisasi yaitu pada

    dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang

    saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi

    memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing,yang sebagai suatu kesatuan

    mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga dapat

    dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    5

    Dari sekian banyak definisi organisasi yang dikemukan para ahli, bermuara

    kepada aspek-aspek yang membentuk keberaadan organisasi, seperti yang

    dikemukakan oleh Hasibuan (2001:27) sebagai berikut:

    1. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang

    bekerja sama, ada pemimpin, dan ada yang dipimpin.

    2. Tempat kedudukan, artinya organisasi baru ada jika ada tempat kedudukannya.

    3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.

    4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan

    serta adanya pembagian pekerjaan.

    5. Struktur, artinya organisasi baru ada jika ada hubungan dan kerja sama antara

    manusia yang satu dengan yang lainnya.

    6. Teknologi, artinya organisasi baru ada jika terdapat unsur teknis.

    7. Lingkungan (environmental external social system), artinya organisasi baru ada

    jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi seperti.

    Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa organisasi pendidikan

    merupakan kerjasama yang terstruktur dan sistematis dari berbagai komponen

    penyelenggara pendidikan seperti pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat

    untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

    B. Konsep Kepemimpinan Pendidikan

    1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

    Agar mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai konsep

    kepemimpinan, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian pemimpin

    dan kepemimpinan.

    Pemimpin dapat diartikan sebagai seorang pribadi yang memiliki

    kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga

    dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan

    aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Sedangkan

    kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang

    atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.

    Satu-satunya argumentasi mengenai pemimpin adalah adanya pengikut.

    Oleh karenanya, secara sederhana kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    6

    seorang pemimpin dalam mempengaruhi pengikut agar mau bekerjasama untuk

    mencapai tujuan yang diinginkan.

    Banyak definisi mengenai kepemimpinan yang dikemukakan oleh para

    pakar menurut sudut pandang masing-masing, tergantung pada perspektif yang

    digunakan. Terry (Sagala, 2009:144), mengungkapkan bahwa kepemimpinan

    adalah hubungan antara seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk

    bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai yang diinginkan

    pemimpin. Kemudian, Wirawan (2001:18) memberi definisi kepemimpinan

    sebagai proses pemimpin dalam menciptakan visi, mempengaruhi sikap perilaku,

    pendapat, nilai-nilai, norma, dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasikan

    visi.

    2. Pendekatan, Tipe, Model, dan Gaya Kepemimpinan

    Aspek penting mengenai kemimpinan yang dikemukan para ahli, bermuara

    pada pendekatan, tipe, model, dan gaya yang mana paling memenuhi kriteria

    efektif dan efesien dalam mencapai tujuan. Berikut berbagai pendekatan, tipe,

    model, dan gaya kepemimpinan yang disarikan dari buku pengelolaan pendidikan

    (Tim Dosen MKDK Jurusan Adpen FIP - UPI, 2011).

    a. Tipe-tipe Kepemimpinan

    Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin dalam melakukan aktifitas

    kepemimpinan diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu: tipe otoriter, tipe laissez-

    faire, tipe demokratis dan tipe pseudo demokrasi.

    1) Tipe otoriter

    Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian.

    Dalam kepemimpinan yang otoriter, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap

    anggota-anggota kelompoknya. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan

    oposisi atau menimbulkan sifat apatis, atau sifat-sifat pada anggota-anggota

    kelompok terhadap pemimpinnya.

    2) Tipe Laissez-faire

    Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan

    kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.

    Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan

    bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada

    bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasilan

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    7

    organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi

    beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur

    organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan

    tanpa pengawasan dari pimpinan.

    3) Tipe Demokratis

    Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai

    diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya.

    Pemimpin yang demokratis selalu berusaha mestimulasi anggota-angotanya agar

    bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan

    usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingaan dan kebutuhan

    kelompoknya, dan memperimbangkan kesanggupan serta kemampuan

    kelompoknya.

    4) Tipe Pseudo-demokratis

    Tipe ini disebut juga demokratis semu atau manipulasi diplomatik.

    Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap

    demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai

    ide-ide, pikiran, kosep-konsep yang ingin diterapkan di lembaga yang dipimpinnya,

    maka hal tersebut didiskusikan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi

    situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan

    didesak agar menerima ide/pikiran/konsep tersebut sebagai keputusan bersama.

    b. Pendekatan Tentang Teori Munculnya Pemimpin

    Munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu : Teori pertama,

    berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia memang dilahirkan

    untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk

    menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya

    orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin.

    Maka munculah istilah leaders are borned not built. Oleh karenanya teori ini disebut

    teori genetis.

    Teori kedua, mengatakan bahwa seeorang akan menjadi pemimpin kalau

    lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang

    bisa menjadi pemimpin asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi

    pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan. Maka munculah

    istilah leaders are built not borned. Teori ini disebut teori sosial.

    Teori ketiga, adalah gabungan teori pertama dengan teori kedua, ialah untuk

    menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    8

    Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu

    dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis.

    Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi

    pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki kelebihan-kelebihan

    yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebihannya

    itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi

    pengikut saja.

    Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan

    kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan

    yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan

    gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan.

    Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu:

    pendekatan sifat kepribadian pemimpin, pendekataan perilaku pemimpin, dan

    pendekatan situasional atau kontingensi.

    1) Pendekatan Sifat (Traits Approach)

    Pendekatan sifat didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi

    adalah penting bagi kesuksesan pemimpin. Hal tersebut akan menjadi faktor

    penentu yang membedakan antara seseorang pemimpin dengan bukan pemimpin.

    Sifat-sifat pokok itu biasanya meliputi:

    a) Kondisi fisik: energik, tegap, kuat, dan lain-lain.

    b) Latar belakang sosial: berpendidikan dan berwawasan luas, serta berasal dari

    lingkungan sosial yang dinamis.

    c) Kepribadian: adaptif, egresif, emosi stabil, populer, kooperatif, dan lain-lain.

    d) Karakteristik yang berhubungan dengan tugas-tugas: terdorong untuk maju, siap

    menerima tanggungjawab, berinisiatif, berorientasi pada tugas, dan cakap dalam

    komunikasi interpersonal, dan sebagainya.

    2) Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approach)

    Pendekatan keperilakuan memandang kepemimpinan dapat dipelajari dari

    pola tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi

    perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk mempengaruhi

    anggota-anggota kelompok atau pengikutnya. Perilaku pemimpin ini dapat

    berorientasi pada tugas keorganisasian ataupun pada hubungan dengan anggota

    kelompoknya. Pendekatan ini menitik beratkan pandangannya pada dua aspek

    perilaku kepemimpinan yaitu: fungsi-fungsi kepemimpinan dan gaya-gaya

    kepemimpinan.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    9

    Gaya-gaya kepemimpinan dapat dikatagorikan sebagai gaya yang berorientasi

    pada tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi pada hubungan dengan

    bawahannya (employee oriented). Yang dimaksudkan dengan istilah gaya ialah

    suatu cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota

    kelompoknya. Jadi, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia

    mengerjakannya dan caranya ia bertindak, akan membentuk gaya

    kepemimpinannya. Berikut beberapa teori kepemimpinan yang termasuk dalam

    pendekatan keperilakuan.

    a) Studi Kepemimpinan Ohio State University

    Studi Kepemimpinan yang dilakukan di Ohio State University oleh

    Hemphil dan Coons, dan kemudian diteruskan oleh Halpin dan Winer, melihat

    kepemimpinan itu atas dua dimensi perilaku pemimpin yaitu : initiating

    structure and consideration.

    Yang dimaksud dngan Initiating structure (prakarsa) ialah cara

    pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan

    pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai di

    dalam organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan consideration

    (pertimbangan) adalah perilaku yang berhubungan dengan persahabatan, saling

    mempercayai, saling menghargai, kehangatan, perhatian, dan keakraban

    hubungan antara pimpinan dengan para anggota kelompoknya.

    Kedua perilaku kepemimpinan tersebut saling bergantung artinya

    pelaksanaan perilaku yang satu tidak mempengaruhi perilaku yang lain. Dengan

    demikian seorang pemimpin dapat sekaligus berperilaku kepemimpinan

    initiating structure dan consideration dalam derajat yang sama-sama tinggi atau

    sama-sama rendah, tetapi mungkin jugas seorang pemimpin berperilaku

    struktur prakarsa dengan derajat tinggi dan pertimbangan dengan derajat

    yang rendah atau sebaliknya. Kombinasi antara kedua perilaku kepemimpinan

    tersebut dapat digambarkan seperti berikut:

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    10

    Dari hasil penelitian lebih lanjut dikemukakan bahwa keluhan yang

    timbul dari para bawahan sangat sedikit bila pemimpin sekaligus berperilaku

    struktur prakarsa dan pertimbangan dengan derajat yang sama-sama tinggi,

    dan sebaliknya banyak keluhan timbul dari bawahan jika pemimpin berperilaku

    struktur tugas dan tenggang rasa dengan derajat yang sama-sama rendah.

    b) Teori Kepemimpinan Managerial Grid

    Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. mouton yang

    membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan yaitu : Concern for people

    dan Concern for production. Pada dasarnya teori managerial grid ini

    mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek utama tadi

    yaitu pertama menekankan pada produksi (concern for production) dan yang

    kedua menekankan pada hubungan antar individu (concern for people).

    Berdasarkan kedua aspek ini, maka ada kepemimpinan yang berorientasikan

    kepada tugas semata-mata, ada pula yang berorientasi kepada faktor hubungan

    individu saja. Kelima gaya kepemimpinan sebagai hasil kombinasi antara dua

    aspek tersebut, dapat dilhat pada gambar bawah ini.

    Dalam gambar di atas diungkapkan lima gaya kepemimpinan yang

    merupakan kombinasi antara concern for people dan concern for

    production.

    Gaya kepemimpinan yang pertama disebut improverished artinya

    pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit unuk menyelesaikan tugas

    tertentu dan hal ini diangap cukup untuk mempertahankan organisasi.

    Gaya kepemimpinan yang kedua disebut country club artinya

    kepemimpinan yang didasarkan kepada hubungan informal antara individu,

    Sumber: http://manajemenpembebas.wordpress.com

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    11

    keramah tamahan dan kegembiraan. Tekanan terletak pada penghargaan kepada

    hubungan kemanusiaan secara maksimal.

    Gaya kepemimpinan yang ketiga ialah team yang berarti keberhasilan

    suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh

    pengabdian. Tekanan utama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu

    sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah

    kepercayaan dan penghargaan antara sesama anggota kelompok.

    Gaya kepemimpinan yang keempat ialah task artinya pemimpin

    memandang efisiensi kerja sebagai faktor utama untuk keberhasilan organisasi.

    Penekanan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.

    Gaya kepemimpinan yang kelima disebut midle road artinya tengah-

    tengah. Yang menjadi tekanan pada gaya ini ialah pada keseimbangan yang

    optimal antara tugas dan hubungan manusiawi.

    c) Model Getzels dan Guba

    Getzels dan Guba mengadakan studi yang menganalisa perilaku

    pemimpin dalam sistem sosial. Mereka mengemukakan dua katagori perilaku.

    Yang pertama ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya normatif dengan

    dimensi nomotetis yang meliputi usahanya untuk memenuhi tuntutan organisasi.

    Dimensi ini mengacu kepada lembaganya yang ditandai dengan peranan-

    peranan dan harapan tertentu sesuai dengan tujan-tujuan organisasi.

    Yang kedua ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya personal yang

    disebut dimensi idiografis yaitu pemimpin mengutamakan kebutuhan dan

    ekspektasi anggota organisasinya. Dimensi kedua ini mengacu kepada individu-

    individu dalam organisasi yang masing-masing dengan kepribadian dan

    disposisi kebutuhan tertentu.

    Dimensi pertama disebut juga dimensi sosiologis, sedangkan dimensi

    kedua disebut dimensi psikologis. Sekolah selaku sistem sosial bisa

    dibayangkan memiliki kedua dimensi tersebut, yang bisa dianggap berdiri

    sendiri-sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling mempengaruhi. Konsep

    umum model Getzels dan Guba ini dapat dilihat pada gambar berikut.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    12

    3) Pendekatan Kontingensi/Situasi

    a) Model Kepemimpinan Kontingensi

    Model kepemimpinan ini dekembangkan oleh Fred E. Fiedler. Dia

    berpendapat bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh

    suatu gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Dengan kata lain, tidak ada

    seorang pemimpin yang dapat berhasil hanya dengan menerapkan satu macam

    gaya untuk semua situasi. Seorang pemimpin akan cenderung berhasil dalam

    menjalankan kepemimpinnya apabila menerapkan gaya kepemimpinan yang

    berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda.

    Menurut pendapat ini, ada tiga variabel yang menentukan efektif

    tidaknya kepemimpinan seseorang, yaitu : hubungan antara pemimpin dengan

    yang dipimpin, derajat struktur tugas, dan kedudukan kekuasaan pemimpin.

    Menurut Fiedler, hubungan pemimpin dengan yang dipimpin merupakan

    variabel yang terpenting dalam menentukan situasi yang menguntungkan.

    Derajat struktur tugas merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi

    yang menguntungkan, dan kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh

    melalui wewenang merupakan dimensi ketiga dari situasi.

    Berdasarkan pendapat Fiedler tersebut, maka situasi organisasi atau

    lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan keberhasilan

    pemimpin jika:

    Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi

    oleh anggota kelompoknya dan ditaati segala perintahnya.

    Struktur tugas-tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh tiap anggota

    kelompok, setiap anggota memiliki wewenang dan tanggungjawab masing-

    masing secara jelas, sesuai dengan fungsinya.

    Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga

    memperlancar usahanya untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.

    b) Model Kepemimpinan Tiga Dimensi

    Pendekatan atau model kepemimpinan ini dikemukakan leh Williaw J.

    Reddin. Model ini dinamakan Three dimensional model karena dalam

    pendekatannya menghubungkan tiga kelompok gaya kepemmpinan, yang

    disebut gaya dasar, gaya efektif, dan gaya tidak efektif menjadi satu kesatuan.

    Raddin membagi tiga pola dasar orientasi perilaku pemimpin, yaitu:

    (1) Orientasi Tugas (Task Oriented = TO);

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    13

    (2) Orientasi Hubungan Kerja Relation (Relation Oriented = RO)

    (3) Orientasi Hasil (Effectiveness Oriented = E)

    Dari kombinasi tiga orientasi ini, diperoleh delapan tipe

    kepemimpinan, yaitu:

    (1) Deserter: TO (-) ; RO (-) ; E (-)

    (2) Autocrat: TO (+) ; RO (-) ; E (-)

    (3) Missionary : TO (-) ; RO (+) ; E (-)

    (4) Compromiser : TO (+) ; RO (+) ; E (-)

    (5) Bereucrat : TO (-) ; RO (-) ; E (+)

    (6) Benovalent : TO (+) ; RO (-) ; E (+)

    (7) Developper : TO (-) ; RO (+) ; E (+)

    (8) Executive : TO (+) ; RO (+) ; E (+)

    Efektifitas kepemimpinan dari delapan gaya tersebut di jelaskan pada tabel

    berikut:

    KEPEMIMPINAN KURANG EFEKTIF

    DESERTER MISSIONARY AUTOCRAT COMPROMISER

    Tidak ada rasa keterlibatan

    Semangat rendah Sukar diramalkan

    Santai Penolong Lemah

    Kaku Diktator Keras

    kepala

    Angin-anginan Diktator Berpandangan

    pendek

    KEPEMIMPINAN LEBIH EFEKTIF

    BEREUCRAT BENOVALENT DEVELOPPER EXECUTIVE

    Patuh pada aturan

    Loyal Memelihara

    lingkungan

    dengan

    peraturan

    Menciptakan kerja sama

    Menggunakan Percaya pada

    orang lain

    Mengembangkan bakat pada orang

    lain

    Mampu memotivasi

    orang lain

    Belajar dari pengalaman

    Efektif untuk

    memperoleh

    hasil

    Paham aturan dan

    metode

    kerja

    Berorientasi ke masa

    depan

    Membangkitkan

    partisipasi

    bawahan

    Berpandanngan jangka

    panjang

    Memotivasi dengan baik

    Bekerja efektif

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    14

    c) Teori Kepemimpinan Situasional

    Teori kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan

    Keneth H. Blanchard. Teori kepemimpinan situasional merupakan

    perkembangan yang mutakhir dari teori kepemimpinan dan merupakan hasil

    baru dari model kefektifan pemimpin tiga dimensi. Model ini didasarkan pada

    hubungan garis lengkung atau curva linier diantara perilaku tugas dan

    perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan pemimpin

    dengan beberapa pengertian mengenai hubungan di antara gaya kepemimpinan

    yang efetif dan taraf kematangan pengikutnya.

    Meskipun variabel situasional (pemimpin, pengikut, atasan, organisasi,

    tuntutan kerja dan waktu) yang terlibat dalam teori kepemimpinan situasional,

    namun penekanan tetap terletak pada hubngan pemimpin dengan yang

    dipimpin. Pengikut atau yang dipimpin merupakan faktor yang paling

    menentukan dalam suatu peristiwa kepemimpinan.

    Teori ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada taraf

    kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan

    orientasinya, baik orientasi tugas ataupun hubungan antar manusia. Makin

    matang si pengikut, pemimpin harus mengurangi tingkat struktur tugas dan

    menambah orientasi hubungannya. Pada saat seseorang atau kelompok/pengikut

    bergerak dan mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus

    mengurangi baik hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan ini

    berlangsung sampai pengikut mencapai kematangan penuh, dimana mereka

    sudah dapat mandiri baik dilihat dari kematangan kerjanya ataupun kematangan

    psikologinya. Jadi teori situasional ini menekankan pada kesesuaian antara gaya

    kepemimpinan dengan tingkat kematangan pengikut.

    Model teori kepemimpinan situasional dilukiskan dengan bentuk kurva

    seperti lonceng yang melintasi kuadran kepemimpinan seperti yang terlihat pada

    gambar di bawah ini.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    15

    Taraf kematangan pengikut terentang dalam satu kontinum dari

    immature ke maturity. Semakin dewasa pengikut, semakin matang individu

    atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan.

    Untuk menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai pada situasi yang

    dihadapi pemimpin, pertama-tama harus menetapkan taraf kematangan individu

    atau kelompok dalam hubungan dengan tugas khususnya yang diharapkan

    pemimpin untuk mereka selesaikan. Setelah taraf kematangan ini diketahui,

    gaya kepemimpinan yang cocok dapat ditentukan dengan membuat sudut 90

    derajat dari titik pada garis kontinum yang mewakili taraf kematangan pengikut

    kepada suatu titik yang memotong fungsi garis lengkung kawasan gaya

    kepemimpinan pada model tersebut. Kuadran dimana perpotongan itu terjadi,

    menyatakan suatu gaya yang sesuai yang dapat digunakan pemimpin dalam

    situasi itu. Apabila dengan gaya kepemimpinan tersebut tampak kemampuan

    pengikut meningkat, maka segera perilaku kepemimpinan berubah menuju ke

    gaya yang lebih sesuai lagi untuk kemampuan/kematangan tersebut. Hal ini

    akan terus berlangsung sampai pengikut bisa berdiri sendiri atau mempunyai

    kemampuan yang tinggi (matang dalam tugas yang dimaksud).

    Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard

    mengemukakan empat gaya kepemimpinan seperti diuraikan di bawah ini.

    (1) Telling (S1) yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan

    rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah. Pemimpin yang

    berperan dan mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas harus

    dilaksanakan.

    (2) Selling (S2) yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi.

    Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah

    mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional untuk

    menawarkan keputusan.

    (3) Participating (S3) yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah.

    Pemimpin dan pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil

    keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu

    dan cukup berpengalaman untuk melaksanakan tugas.

    (4) Delegating (S4) yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini

    memberi kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas

    mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum.

    Yang dipimpin adalah orang yang sudah matang dalam melakukan tugas

    dan matang pula secara psikologis.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    16

    3. Kepemimpinan Pendidikan

    Berdasarkan berbagai pengertian mengenai kepemimpinan, secara

    sederhana kepemimpinan pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan dari

    seorang pemimpin pendidikan untuk mempengaruhi, mengajak, mendorong,

    menggerakkan, membimbing, mengarahkan, memberdayakan sumber daya

    pendidikan baik berupa human resources maupun non human resources untuk

    mencapai tujuan pendidikan.

    Setiap orang dapat disebut pemimpin pendidikan, jika ia memiliki

    kemampuan dan pengaruh untuk mengajak, membimbing, mendorong, dan

    menggerakkan seluruh sumber daya pendidikan kearah pencapaian tujuan

    pendidikan. Pemimpin pendidikan yang terlibat langsung dalam organisasi

    pendidikan lazim disebut pemimpin resmi, sedangkan pemimpin pendidikan yang

    tidak terlibat langsung disebut pemimpin pendidikan yang tidak resmi, namun ia

    memiliki kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan.

    C. Konsep Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership)

    Substansi dari kepemimpinan visioner adalah visi, yaitu pemimpin yang

    memiliki pandangan jauh kedepan mengenai tujuan atau gambaran keadaan dan

    karakteristik organisasi yang dipimpinnya dan memahami apa yang harus dilakukan

    untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang.

    Kepemimpinan visioner dapat dipahami sebagai pola kepemimpinan yang

    ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-

    sama oleh para anggota perusahaan dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan

    usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Kertanegara, 2003 dalam

    Suprayitno, 2007).

    Selain mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja

    dan usaha bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner

    haruslah seorang yang bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu

    arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta

    dapat membimbing bawahannya untuk bisa bekerja secara professional seperti yang

    diharapkan.

    Untuk bisa menjadikan organisasi dan seluruh elemen yang ada di dalamnya bisa

    bekerja secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan, maka seorang pemimpin

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    17

    yang visioner dituntut untuk mampu menjalankan empat peran. Nanus (1992, dalam

    Suprayitno, 2007:6) mengungkapkan keempat peran yang harus bisa dijalankan oleh

    seorang pemimpin yang visioner adalah:

    1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini adalah peran dimana seorang

    pemimpin menyajikan sauatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu

    organisasi, guna diraih pada masa depan, dengan melibatkan orang-orang yang ada

    dalam organisasi. Sebagai penentu arah, pemimpin harus bisa menyampaikan visi,

    mengomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan,serta meyakinkan orang

    bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada

    seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.

    2. Agen perubahan (agent of change). Peran ini adalah peran penting kedua.

    Pemimpin yang efektif harus mampu secara konstan menyesuaikan organisasi

    untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan luar baik

    perubahan dalam bidang ekonimi, sosial, teknologi dan politik yang sifatnya

    dinamis. Selain itu, dengan mengacu kepada perubahan-perubahan yang selalu

    terjadi, poemimpin harus mampu berpikir dalam kerangka waktu masa depan

    mengenai perubahan potensial dan yang dapat diubah.

    3. Juru bicara (spokeperson). Pemimpin sebagai juru bicara visi harus

    mengomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang untuk melibatkan diri

    dan menyentuh visi organisasi baik secara internal dan eksternal. Efektivitas

    pemimpin pada tataran ini sangat ditentukan oleh kecakapannya untuk mengetahui

    dan menghargai segala bentuk komunikasi yang ada kemudian

    mendayagunakannya untuk menjelaskan dan membangun dukungan bagi visi masa

    depan organisasi.

    4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus bisa menjadi pelatih yang

    baik. Artinya, pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai

    visi yang telah dikemukakan dan mengoptimalkan kemampuan seluruh pemain

    untuk bekerjasama, mengoordinir aktivitas atau usaha para pemain, untuk

    mencapai kemenangan atau mencapai visi organisasi. sebagai pelatih, pemimpin

    harus bisa membuat dan menjaga supaya semua pemainnya bisa fokus untuk

    merealisasikan visi dengan memberikan pengarahan, membarikan harapan dan

    membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan

    visinya untuk masa depan.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    18

    Efektifitas peran seorang pemimpin visioner bisa dijalankan secara maksimal

    apabila ia memiliki kompetensi. Mengenai kompetensi, Nanus (1992 dalam

    Suprayitno, 2007:5) menyatakan empat kompetensi yang harus dimiliki pemimpin

    visioner. Yang pertama adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan

    manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi.

    Kemampuan memahami lingkungan luar dan bereaksi secara cepat terhadap

    potensi ancaman dan peluang adalah kompetensi kedua yang wajib dimiliki oleh

    pemimpin yang visioner. Dalam kemampuan bereaksi ini tercakup komponen bisa

    melakukan relasi secara cakap dengan orang-orang kunci di luar organisasi yang

    memiliki pengaruh signifikan terhadap organisasi.

    Kompetensi ketiga adalah kemampuan pemimpin untuk membentuk dan

    memengaruhi praktik organisasi, prosedur, produk, dan jasa. Dalam konteks ini

    pemimpin harus terlibat untuk menghasilkan dan memertahankan kesempurnaan

    pelayanan, sembari memersiapkan dan memandu jalannya organisasi untuk mencapai

    visi yang telah ditetapkan.

    Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan untuk mengembangkan ceruk guna

    mengantisipasi masa depan. Yang dimaksud dengan ceruk adalah sebuah bentuk

    imajinatif, yang didasarkan pada kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa

    depan konsumen, teknologi dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk

    mengatur sumberdaya organisasi guna memersiapkan diri menghadapi kemunculan

    kebutuhan dan perubahan.

    Dari kompetensi-kompetensi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa

    kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada

    rekayasa masa depan yang penuh tantangan dan ditandai oleh kemampuan dalam

    membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya akan tergambar

    sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam

    konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut

    dikenal dengan sasaran bidang hasil pokok. Di samping itu, kemampuan visioner

    pemimpin dimaknai sebagai kemampuan untuk mencipta, merumuskan,

    mengomunikasikan, mensosialisasikan/mentransformasikan dan mengimplementasi-

    kan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi

    sosial diantara anggota organisasi dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    19

    diyakini sebagai cita-cita organisasi pada masa yang akan datang yang harus diraih

    atau diwujudkan melalui semua personel.

    D. Konsep Mutu Pendidikan

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mutu adalah baik buruk suatu benda;

    kadar; taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya (Depdiknas,

    2001:768). Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik

    menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam

    memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002:7). Dalam

    pengertian mutu mengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk (hasil

    kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible atau intangible.

    Mutu yang tangible artinya dapat diamati dan dilihat dalam bentuk kualitas suatu

    benda atau dalam bentuk kegiatan dan perilaku. Misalnya televisi yang bermutu karena

    mempunyai daya tahan (tidak cepat rusak), warna gambarnya jelas, suara terdengar

    bagus, dan suku cadangnya mudah didapat, perilaku yang menarik, dan sebagainya.

    Sedangkan mutu yang intagible adalah suatu kualitas yang tidak dapat secara langsung

    dilihat atau diamati, tetapi dapat dirasakan dan dialami, misalnya suasana disiplin,

    keakraban, kebersihan dan sebagainya (Suryosubroto, 2004:210).

    Mutu pendidikan dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu pada proses

    pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh

    komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor

    dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana

    sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta

    penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam konteks hasil

    pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu

    tertentu.

    Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa

    hasil tes kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta dan Ebtanas). Dapat

    pula di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah-raga, seni atau keterampilan

    tambahan tertentu misalnya computer, beragam jenis teknik, jasa dan sebagainya.

    Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible)

    seperti suasana, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya

    (Suryosubroto, 2004:210-211). UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang SISDIKNAS

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    20

    melihat pendidikan dari segi proses dengan dengan merumuskan pendidikan sebagai

    usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

    agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

    kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

    mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

    (Fokusmedia, 2003:3). Pengertian kualitas atau mutu dapat dilihat juga dari konsep

    secara absolut dan relatif (Edward & Sallis, 1993, dalam Nurkolis, 2003: 67). Dalam

    konsep absolut sesuatu (barang) disebut berkualitas bila memenuhi standar tertinggi

    dan sempurna. Artinya, barang tersebut sudah tidak ada yang melebihi. Bila diterapkan

    dalam dunia pendidikan konsep kualitas absolut ini bersifat elitis karena hanya sedikit

    lembaga pendidikan yang akan mampu menawarkan kualitas tertinggi kepada peserta

    didik dan hanya sedikit siswa yang akan mampu membayarnya. Sedangkan dalam

    konsep relatif, kualitas berarti memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu

    kualitas bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan sebagai alat ukur atas produk

    akhir dari standar yang ditentukan. Produk yang berkualitas adalah sesuai dengan

    tujuan (fit for their purpose). Definisi kualitas dalam konsep relatif memiliki dua

    aspek, yaitu dilihat dari sudut pandang produsen, maka kualitas adalah mengukur

    berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan dan dari sudut pandang pelanggan maka

    kualitas untuk memenuhi tuntutan pelanggan (Edward Sallis, 1993, dalam Nurkolis

    2003:68).

    Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksudkan adalah dalam konsep

    relatif, terutama berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Pelanggan pendidikan

    ada dua aspek, yaitu pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal adalah

    kepala sekolah, guru dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan eksternal ada tiga

    kelompok, yaitu pelanggan eksternal primer, pelanggan sekunder, dan pelanggan

    tersier. Pelangan eksternal primer adalah peserta didik. Pelanggan eksternal sekunder

    adalah orang tua dan para pemimpin pemerintahan. Pelanggan eksternal tersier adalah

    pasar kerja dan masyarakat luas ( Kamisa, 1997, dalam Nurkolis, 2003: 70 71).

    Berdasarkan konsep relatif tentang kualitas, maka pendidikan yang berkualitas

    apabila:

    1. Pelanggan internal berkembang baik fisik maupun psikis. Secara fisik antara

    mendapatkan imbalan finansial. Sedangkan secara psikis adalah bila mereka diberi

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    21

    kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan, bakat dan

    kreatifitasnya.

    2. Pelanggan eksternal: Eksternal primer (para siswa): menjadi pembelajar sepanjang

    hayat, komunikator yang baik dalam bahasa nasional dan internasional, punya

    keterampilan teknologi untuk lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari, siap secara

    kognitif untuk pekerjaan yang kompleks, pemecahan masalah dan penciptaan

    pengetahuan, dan menjadi warga Negara yang bertanggung-jawab secara sosial,

    politik dan budaya (Phillip Hallinger, 1998, dalam Nurkolis, 2003:71). Intinya para

    siswa menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab akan hidupnya. (Kartini

    Kartono, 1997:11).

    3. Eksternal sekunder (orang tua, para pemimpin pemerintahan dan perusahan):

    mendapatkan konstribusi dan sumbangan yang positif. Misalnya para lulusan dapat

    memenuhi harapan orang tua dan pemerintah dan pemimpin perusahan dalam hal

    menjalankan tugas-tugas dan pekerjaan yang diberikan.

    4. Eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat luas): para lulusan memiliki

    kompetensi dalam dunia kerja dan dalam pengembangan masyarakat sehingga

    mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan keadilan

    sosial.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    22

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Sebagaimana dikemukakan terdahulu, isu krusial yang menjadi masalah dan

    menjadi pusat perhatian segenap praktisi pendidikan adalah rendahnya mutu

    pendidikan. Sistem pendidikan belum menghasilkan tujuan yang diharapkan, sehingga

    outputnya belum memiliki daya saing baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

    Banyak aspek yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya

    adalah aspek kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan

    dan tidak memiliki perencanaan stratejik yang adaptif terhadap perubahan.

    Organisasi pendidikan sebagai suatu sistem yang terbuka dipengaruhi

    lingkungannnya baik secara internal maupun eksternal yang menuntut untuk

    senantiasa mampu berubah dan beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

    dan teknologi. Di pihak lain, tuntutan masyarakat dan pemangku kepentingan akan

    kualitas pendidikan, menuntut organisasi pendidikan sebagai penyedia jasa pendidikan

    untuk senantiasa meningkatkan mutu secara keberlanjutan jika tidak ingin

    ditingggalkan peminat. Oleh karenanya, organisasi pendidikan saat ini, memerlukan

    seorang pemimpin yang memiliki visi (Visionary Leadership), mampu merekayasa

    masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang

    unggul, dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang

    profesional dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja

    sehingga dapat menghasilkan sistem pendidikan yang bermutu.

    Banyak para ahli yang mengemukakan kepemimpinan visioner mampu

    meningkatkan mutu pendidikan, seperti yang dikemukakan Sallis (2006:169),

    Kepemimpinan adalah unsur penting dalam peningkatan mutu. Pemimpin harus

    memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas

    dan tujuan yang spesifik. Selanjutnya Sallis (2006:173), mengemukakan bahwa:

    keberhasilan peningkatan mutu pendidikan sangat ditunjang oleh adanya budaya mutu.

    Peran pemimpin dalam mengembangkan budaya mutu di institusi pendidikan/sekolah

    mengharuskan ia menjalankan fungsi utamanya sebagai berikut:

    1. memiliki visi mutu terpadu bagi institusi

    2. memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu

    3. mengkomunikasikan pesan mutu

    4. memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    23

    5. mengarahkan perkembangan karyawan

    6. berhati-hati dengan tidak menyelahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa

    bukti-bukti yang nyata. Kebanyakan masalah muncul akibat kebijakan institusi

    bukan kesalahan staf

    7. memimpin inovasi dalam institusi

    8. mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan

    tanggungjawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat

    9. memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat

    organisasional maupun kultural

    10. membangun tim yang efektif

    11. mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi

    kesuksesan.

    Dalam implementasinya seorang pemimpin visioner harus memahami tiga hal

    seperti yang dikemukan Locke (Hidayah, 2012), yaitu: pertama memahami konsep visi

    yaitu pemikiran yang ideal tentang masa depan organisasi/lembaga sebagai kunci

    utama dalam rangka mengadakan perubahan organisasi ke arah yang lebih baik sesuai

    dengan cita-cita organisasi tersebut. Kedua, memahami unsur visi meliputi tiga unsur

    utama, yaitu (1) visi berkaitan dengan kepribadian dan ketrampilan kognitif pemimpin;

    (2) visi tersebut merefleksikan kemampuan untuk dapat mengembangkan visi

    organisasi; dan (3) kemampuan pemimpin mengartikulasikan visi tersebut. Ketiga

    memahami karakteristik visi, yaitu: ringkas; jelas; abstraksi; tantangan; orientasi masa

    depan; stabilitas; disukai.

    Selanjutnya, visi mengandung unsur basic values, mission, dan objectives. Basic

    values adalah nilai dasar yang dianut. Mission adalah operasional dari visi merupakan

    pemikiran seseorang tentang organisasinya, meliputi pernyataan mau menjadi apa

    organisasi ini di kemudian hari dan akan berperan sebagai apa? Objectives adalah

    tujuan-tujuan ke mana organisasi dibawa meliputi, mau menghasilkan apa, untuk apa,

    dan dengan mutu yang bagaimana?

    Tujuan Visi, menurut Kotter (Hidayah, 2012) visi yang baik memiliki tujuan

    utama: a) Memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi. b) Memotivasi

    karyawan untuk bertindak dengan arah yang benar, dan. c) Membantu proses

    mengokordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    24

    Sebagaimana dikemukakan pada tinjauan pustaka, bahwa mutu pendidikan

    mencakup input, proses dan output pendidikan. Mutu input dan proses mencakup

    bahan ajar, metodologi pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru,

    media pembelajaran yang tepat, sumber belajar yang lengkap, sistem penilaian dan

    evaluasi yang efektif, dukungan administrasi sekolah dan dukungan sarana prasarana.

    Mutu output/hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah dalam

    kurun waktu tertentu, yang meliputi prestasi akademik dan non akademik.

    Keberhasilan organisasi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik

    mutu akademik maupun non akademik, sangat bergantung pada kemampuan

    pemimpinnya. Pemimpin visioner mengetahui apa saja yang terbaik bagi siswa, guru,

    dan personil sekolah lainnya, membuat keputusan- keputusan berdasarkan keyakinan-

    keyakinannya yang digunakan untuk mengembangkan visi. Membangun visi

    melibatkan pertimbangan tentang siswa dan harapan-harapan siswa dalam masyarakat

    luas. Setelah dirumuskan, visi dinyatakan kepada semua stakeholders oleh pemimpin

    visioner.

    Peran yang dilakukan pemimpin visioner adalah menjaga visi. Untuk itu ia harus

    selalu memelihara arah yang jelas dengan menggunakan visi bersama sebagai

    penuntun. Visi bersama memberi arah bagi organisasi pendidikan. Pendekatan

    pemimpin visioner berfokus pada pertumbuhan dimana keluwesan dan perbaikan

    berkelanjutan merupakan aspek utama bagi kesuksesan kepemimpinan visioner.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai pendidikan yang

    bermutu, suatu lembaga pendidikan sangat membutuhkan sosok pemimpin visioner,

    yakni pemimpin yang mampu memandang jauh ke masa depan sebelum orang lain

    memandang, kemudian merancang rencana tindakan yang jelas demi mewujudkan

    cita-cita pendidikan yang bermutu.

    Akhirnya, dalam perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan, seorang

    pemimpin visioner harus:

    1. Memiliki visi, misi dan strategi;

    2. Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya

    untuk mencapai tujuan;

    3. Memiliki kemampuan mengambil keputusan cepat, tepat, cekat, dan akurat;

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    25

    4. Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya untuk mencapai tujuan dan yang

    mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan

    organisasi;

    5. Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang;

    6. Memiliki kemampuan memerangi ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat

    keputusan, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan

    bertindak.

    Adapun langkah-langkah bagi pemimpin visioner dalam meningkatkan mutu

    pendidikan adalah

    1. Menciptakan visi, melalui trend watching (kemampuan memprediksi kemungkinan

    yang terjadi di masa depan) dan envisioning (kemampuan merumuskan visi

    berdasarkan trend wacthing).

    2. Merumuskan visi bersama dengan stakeholders.

    3. Transformasi visi. Pemimpin visioner membangun kepercayaan melalui

    komunikasi intensif dan efektif.

    4. Implementasi visi. Pemimpin visioner mampu menjabarkan dan menerjemahkan

    visi ke dalam tindakan

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    26

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan

    perkembangan masyarakat yang semakin cerdas dalam memilih pendidikan yang bermutu,

    menuntut organisasi pendidikan untuk senantiasa berubah sesuai tuntutan zaman dan

    melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan untuk memenuhi tuntutan masyarakat

    dan pemangku kepentingan lainnya.

    Kepemimpinan visioner diyakini sebagai salah satu problem solver organisasi

    pendidikan saat ini, karena mampu merekayasa masa depan yang penuh tantangan,

    menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul, dan menjadi penentu arah

    organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional dan dapat membimbing

    personil lainnya ke arah profesionalisme kerja sehingga dapat menghasilkan sistem

    pendidikan yang bermutu.

    Keberhasilan organisasi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik

    mutu akademik maupun non akademik, sangat bergantung pada kemampuan

    pemimpinnya. Dalam perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan, seorang pemimpin

    visioner harus:

    1. Memiliki visi, misi dan strategi;

    2. Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya

    untuk mencapai tujuan;

    3. Memiliki kemampuan mengambil keputusan;

    4. Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya untuk mencapai tujuan;

    5. Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang;

    Adapun langkah-langkah bagi pemimpin visioner dalam meningkatkan mutu

    pendidikan adalah

    1. Menciptakan visi

    2. Merumuskan visi bersama dengan stakeholders.

    3. Transformasi visi

    4. Implementasi visi

  • Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |

    27

    DAFTAR PUSTAKA

    Depdiknas. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas

    Edward Sallis, (2006) Total Quality Management ini Education (Terjemahan).

    Yogyakarta: IRCiSoD

    Hidayat, Nurul. 2012). Kepemimpinan Visioner dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.

    Administrasi Manajemen Organisasi [online], 2 halaman. Tersedia:

    http//jatim.kemenag.go.id

    Hasibuan, H. Malayu SP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PTBumi

    Aksara

    Komariah, Aan dan Cepi Triatna. (2006). Visionary Leadership menuju Sekolah Efektif.

    Bandung:Bumi Aksara

    Lubis, Hari & Huseini, Martani, (1987). Teori Organisasi; Suatu Pendekatan Makro. Jakarta:

    Pusat Antar Ilmu-ilmu Sosial UI

    Nanus, Burt alih bahasa oleh Frederick Ruma (2001). Kepemimpinan Visioner. Jakarta:

    Prenhallindo

    Nurkolis, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi, Jakarta : PT.

    Gramedia Widiasarana Indonesia.

    Sagala, Syaiful. (2009). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta

    Sutisna, Oteng. (1983). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek

    Profesional. Bandung: Angkasa

    Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta

    Tim Redaksi Fokusmedia.(2003). Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang

    SISDIKDAS (sistem Pendidikan Nasional) 2003. Bandung: Fokusmedia

    Tim Dosen Adpend. (2011). Pengantar Pengelolaan Pendidikan, Bandung : Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI

    Wirawan. (2001). Pendidikan Jiwa Kewirausahaan: Strategi Pendidikan Nasional dalam

    Globalisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: Uhamka Press