(Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

35
“MAKALAH KEPEMIMPINAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN” (Analisa Gaya Kepemimpinan SBY) Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok MK.Komunikasi Organisasi Dosen : Prof.Dr.Yosi Adiwisastra. MA.Ph,D / Dr.Ani Yuningsih, Dra, M.SI Disusun Oleh : Enung Nurhayati 20080010010 Ine Anggraeni 20080010006 Suhendra Atmaja 20080010009

Transcript of (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Page 1: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

“MAKALAH KEPEMIMPINAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN”

(Analisa Gaya Kepemimpinan SBY)

Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok MK.Komunikasi Organisasi

Dosen : Prof.Dr.Yosi Adiwisastra. MA.Ph,D / Dr.Ani Yuningsih, Dra, M.SI

Disusun Oleh :

Enung Nurhayati 20080010010

Ine Anggraeni 20080010006

Suhendra Atmaja 20080010009

PASCASARJANA KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2011

Page 2: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

DAFTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ………………………….……………………………….

B.Tujuan Penulisan Makalah …………………….…………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Makna dan Tujuan Kepemimpinan ………………………………………………….

B.Teori-Teori Kepemimpinan ………………………………………………………….

C.Model gaya Kepemimpinan ………………………………………………………….

D.Ciri-ciri Pemimpin dan Kepemimpinan Yang Baik ………………………………….

BAB.III

A. Paparan Kasus & Konsep Tiga Gaya Kepemimpinan ………………………………….

B.Analisa Gaya kepemimpinan SBY …………………………………………………………..

BAB IV PENUTUP

A.Kesimpulan

B.Saran

PUSTAKA

Page 3: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia

selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungannya. Manusia hidup berkelompok

baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.

Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan

yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan

hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan, menciptakan &

menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.

Sebagai mahluk Alloh yang menempati derajat tertinggi diantara mahluk lainnya,

Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana

yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola

lingkungan serta kehidupan sosialnya dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia

yang berkualitas dan berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan

berjiwa pemimpin manusia diharapkan akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan

dengan baik.

Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

membina, membimbing, mengarahkan dan mengerakkan orang lain agar dapat bekerjasama

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemimpin

perlu melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah mengarahkan orang-orang yang

terlibat dalam organisasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain tercapai atau tidak tujuan suatu

organisasi sangat tergantung pada pimpinannya.

Di Indonesia, gaya kepemimpinan para pejabat negara pasca reformasi senantiasa

menarik perhatian rakyat Indonesia dan disoroti secara berbeda, dan menimbulkan pro kontra

dikalangan masyarakat seperti halnya kepemipinan SBY dengan 2 periode kepemimpinannya.

Page 4: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

B.Rumusan Masalah

Berkaitan dengan masalah apa sebenarnya kepemimpnan itu dan bagaimana gaya kepemimpinan

itu, maka yang menjadi pembahasan adalah hal-hal yang berkaitan dengan :

1. Apakah Makna Kepemimpinan itu?

2. Bagaimanakah Teori-Teori Kepemimpinan itu?

3. Bagaimanakah Tipe / gaya Kepemimpinan?

Page 5: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

BAB II

Landasan Teoritis

A.Makna Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam

menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan

titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.

Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau

diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123).1

Sedangkan menurut Robbins “Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi

suatu kelompok untuk mencapai tujuan”.2 Sementara menurut Ngalim Purwanto

Kepemimpinan adalah ” sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian,

termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan

yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa”.3

Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:

1) Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat

pemimpin dan anggotanya berinteraksi.

2) Di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi bawahan

oleh pemimpin, dan

3) Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.

Beberapa pendapat ahli mengenai Kepemimipinan :

1. Menurut John Piffner, Kepemimpinan merupakan seni dalam mengkoordinasikan dan

mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.4

2. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui

proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.5

1 Thoha, Perilaku Organisasi, CV. Rajawali, Jakarta 19832 Robbins, Stephen Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Remaja Rosdakarya, Bandung 20023 Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung 1991.4 Ahmadi, Psikologi Sosial. Rineka Cipta, 1999. Hal 124-1255 Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24

Page 6: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti Kepemimpinan) pada

kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan.6

4. Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk

mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.7

5. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.8

6. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur

untuk mencapai adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui

proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.9

7. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka

mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.10

8. Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian,

termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan

yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.11

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan

untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu

pada situasi tertentu. Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di dalamnya terjadi

interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan

bersama, baik dengan cara mempengaruhi, membujuk, memotivasi dan mengkoordinasi. Dari

sini dapat dipahami bahwa tugas utama seorang pemimpin dalam menjalankan

kepemimpinannya tidak hanya terbatas pada kemampuannya dalam melaksanakan program-

program saja, tetapi lebih dari itu yaitu pemimpin harus mempu melibatkan seluruh lapisan

organisasinya, anggotanya atau masyarakatnya untuk ikut berperan aktif sehingga mereka

mampu memberikan kontribusi yang positif dalam usaha mencapai tujuan.

Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan:

6 Jacobs & Jacques, 1990, 2817 Slamet, 2002: 298 Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 79 Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 2910 Thoha, 1983:12311Ngalim Purwanto ,1991:26

Page 7: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

1. Pendayagunaan Pengaruh

2. Hubungan Antar Manusia

3. Proses Komunikasi, dan

4. Pencapaian Suatu Tujuan.

Unsur-unsur yang mendasari kepemimpinan dari definisi-definisi yang dikemukakan di

atas, adalah:

1. Kemampuan mempengaruhi orang lain (kelompok/bawahan).

2. Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain atau kelompok.

3. Adanya unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

B.Teori-Teori Kepemimpinan

Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana

kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang

produktifitas organisasi secara keseluruhan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori

kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi.

Dari sekian banyak model teori dan analisis, berikut ini adalah enam sistem popular yang

dapat menjelaskan gaya kepemimpinan12:

1. Teori Kisi Kepemimpinan (Blake dan Mouton, 1964)

Teori ini awalnya disebut sebagai kisi manajerial (managerial grid), kemudian sejak tahun

1991 disebut sebagai kisi kepemimpinan (leadership grid). Kisi ini berasal dari hal-hal yang

mendasari perhatian manajer; perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal yang direncanakan

untuk diselesaikan oleh organisasi, dan perhatian pada orang-orang dan unsur-unsur

organisasi yang memengaruhi mereka. Kisi ini menggambarkan bagaimana perhatian

pemimpin pada tugas dan manusia berkelindan sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan

kepemimpinan.

a. Gaya Pengalah (impoverished style) yang ditandai oleh kurangnya perhatian terhadap

produksi, ia cenderung menerima keputusan orang lain, serta menghindari sikap memihak.

b. Gaya Pemimpin Pertengahan (middle of the road style), ditandai dengan perhatian yang

seimbang antara terhadap produksi dan manusia. Bila terdapat perbedaan sikap dan

12 Pace&faules, Komunikasi Organisasi: 280-

Page 8: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

gagasan ia berusaha untuk jujur tapi tegas dan mencari pemecahan yang tidak memihak. Ia

berusaha mempertahankan agar keadaan tetap baik dan stabil.

c. Gaya Tim (team style), gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan

manusia. Ia menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan

kesepakatan anggota organisasi.

d. Gaya Santai (country club style), gaya ini ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap

tugas tetapi tinggi terhadap manusia. Ia lebih suka mendengar pendapat, sikap, dan

gagasan dari orang lain daripada memaksakan kehendaknya. Ia lebih bersifat menolong

daripada memimpin.

e. Gaya Kerja (task style), gaya ini ditandai dengan perhatian yang tinggi terhadap

pelaksanaan tugas tetapi kurang memperhatikan manusianya. Pemimpin seperti ini sangat

menjunjung tinggi keputusan yang telah dibuat dengan perhatian utama adalah

pelaksanaan dan penyelesaian kerja secara efisien.

2. Teori 3-D (Reddin, 1967)

Reddin membuat teori berdasarkan pada kisi tugas manusia yang dikemukakan Blake dan

Mouton dengan menambahkan dimensi ketiga yaitu efektivitas. Ketiga dimensi tersebut

didefinisikan sebagai berikut :

a. Orientasi Kerja, yakni tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk mencapai

tujuan.

b. Orientasi Hubungan, tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan bawahan ditandai

dengan adanya sikap saling memercayai, menghormati gagasan, dan memperhatikan

perasaan bawahan.

c. Keefektifan, tingkat persyaratan produksi yang dicapai sesuai yang ditetapkan manajemen.

Kisi 3D menghasilkan delapan gaya kepemimpinan yang terbagi dalam dua jenis gaya

utama yakni lebih efektif dan kurang efektif. Manfaat gaya lebih efektif kurang lebih sama

tergantung pada situasi yang dihadapi. Ada saatnya seorang manajer menggunakan keempat

gaya secara bersamaan, tetapi di saat menjalankan tugas lain hanya menggunakan satu atau

dua gaya secara konsisten.

Page 9: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

3. Teori Kepemimpinan Situasional (Hersey dan Blanchard, 1974, 1977)

Konsep kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian di Ohio State University

(Stogdill & Coons, 1957), penelitian ini menunjukkan banyak kemiripan dengan teori yang

dikemukakan Blake dan Mouton yaitu ada dua dimensi gaya kepemimpinan yakni struktur

pertimbangan dan pengawalan, kisi yang dihasilkan juga serupa.

Hersey dan Blanchard memperkenalkan kematangan sebagai variabel ketiga. Mereka

menyebut bahwa perbedaan antara gaya efektif dan tidak efektif seringkali bukan hanya

karena perilaku pemimpin yang sesungguhnya tetapi lebih pada masalah kecocokan antara

perilaku dengan situasi yang dihadapi. Faktor yang menentukan efektivitas dijelaskan

sebagai tingkat kesiapan anak buah yang meliputi kesediaan seseorang untuk bertanggung

jawab.

Dari penelitian tersebut disimpulkan ada empat gaya kepemimpinan situasional yaitu;

a. Memberitahu (Telling). Tugas berat hubungan lemah; ditandai hubungan komunikasi satu

arah, pemimpin menentukan peranan anak buah dan memberitahu apa, dimana, kapan, dan

bagaimana cara melaksakan berbagi macam tugas.

b. Mempromosikan (Selling). Tugas berat hubungan kuat; ditandai hubungan komunikasi

dua arah, meskipun semua pengaturan dilakukan pemimpin, ia menyediakan dukungan

sosioemosional supaya anak buah turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.

c. Partisipasi (Partcipate). Hubungan kuat tugas berat. Ditandai pemimpin dan anak buah

sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan melalui komunikasi dua arah yang

sebenarnya. Pemimpin lebih banyak memberikan kemudahan karena anak buah memiliki

pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

d. Mewakilkan (Delegating). Hubungan lemah tugas ringan. Ditandai dengan pemimpin

membiarkan anak buah bertanggung jawab atas keputusan mereka. Pemimpin

mendelegasikan kewenangannya karena anak buah mempunyai tingkat kesiapan yang

tinggi, bersedia dan mampu bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri.

Berlawanan dengan teori Blake dam Mouton dan Reddin, Hersey dan Blanchard gaya ini

paling besar memberikan hasil terbaik karena didukung tingkat kesiapan anak buah.

Page 10: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

4. Teori Empat Sistem (Likert, 1967)

Likert menemukan empat gaya kepemimpinan atau sistem manajerial yang berdasarkan pada

suatu analisis atas delapan variabel yaitu kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi,

pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pengendalian, dan kinerja. Likert membagi gaya

kepemimpinan dengan kriteria sebagai berikut:

a. Penguasa mutlak (exploitive authoritative), gaya ini berdasarkan pada asumsi teori X

McGregor. Pemimpin memberikan bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada

pegawai dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk memotivasi pegawai adalah dengan

cara memberikan rasa takut, ancaman, dan hukuman. Interaksi atasan bawahan amat

sedikit, semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata-mata berisi

instruksi atau perintah.

b. Penguasa semi mutlak (benevolent authoritative), gaya ini pada dasarnya bersifat

otoritarian tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun

mengemukakan keluhan bawahan tetapi interaksi di antara tingkatan dalam organisasi

dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas dan terus

terang.

c. Penasihat (consultative), gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat

pribadi sampai moderat antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Informasi berjalan

baik atas ke bawah maupun bawah ke atas dengan sedikit penekanan bahwa ide dan

gagasan berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan besar meskipun tidak mutlak

dan adanya keyakinan pada pegawai.

d. Pengajakserta (participate), gaya ini amat sportif dengan tujuan agar organisasi berjalan

baik dengan adanya partisipasi pegawai. Informasi berjalan ke segala arah dan

pengendalian dilakukan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi secara bebas dan

terbuka tanpa ada rasa takut terhadap hukuman. Secara umum sistem komunikasi formal

dan informal identik dan menjamin integrasi tujuan pribadi dan tujuan organisasi yang

sebenarnya.

5. Teori Kontinum (Tannenbaum dan Schmidt, 1957)

Page 11: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Analisisnya meneliti pengambilan keputusan sebagai konsep utama dalam kontinum

perilaku kepemimpinan. Tannenbaum dan Schmidt menyebutkan bahwa ciri pemimpin

yang berhasil adalah tidak terlalu mengawasi secara ketat atau terlalu longgar. Pemimpin

yang paling efektif adalah mereka yang mempunyai gaya yang konsisten sesuai dengan

tuntutan situasi. Kontinum tersebut menunjukkan sifat kepemimpinan terhadap bawahan:

1)Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya

2)Manajer membuat keputusan dan menawarkannya

3)Manajer mengemukakan keputusan dan memberi kesempatan untuk

mempertanyakannya

4)Manajer mengemukakan keputusan sementara sehingga masih dapat diubah

5)Manajer menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk mengambil

keputusan

6)Manajer mengizinkan bawahan mengambil keputusan.

6. Teori Kebergantungan (Fiedler, 1967)

Fiedler mengembangkan teori gaya kepemimpinan berdasarkan pada konsep kebergantungan.

Efektivitas kepemimpinan bergantung pada hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinan

dan situasi yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan tergambar dalam variabel tugas dan

hubungan. Jadi pemimpin ditinjau berdasarkan motivasi tugas (task motivated) atau motivasi

hubungan (relationship motivated). Karakteristik suatu situasi kepemimpinan terpenting

adalah :

1. Relasi pemimpin-anggota, dianggap baik jika anggota menyukai, mempercayai, dan

menghardai pemimpinnya. Hal ini dianggap sebagai satu-satunya kondisi terpenting bagi

kepemimpinan yang efektif.

2. Struktur tugas, menyatakan sejauh mana cara-cara melakukan pekerjaan diterangkan secara

terperinci tahap demi tahap. Makin terstruktur tugasnya makin besar pengaruh pemimpin

atas tim tersebut.

3. Kekuasaan jabatan pemimpin, didefinisikan sebagai tingkat hukuman, penghargaan,

kenaikan pangkat, disiplin, dan teguran dapat diberikan secara adil dan transparan bagi

anggotanya. Pemimpin mempunyai kekuatan yang lebih besar bila ia mampu memberi

penghargaan dan mampu menjatuhkan hukuman.

Page 12: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

C.Tipe / Gaya Kepemimpinan

Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin melaksanakan dan

mengembangkan kegiatan memimpin dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka tipe/

gaya kepemimpinan dapat diklarifikasikan kedalam tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu

otokratik, laissez faire dan demokratik. Ketiga tipe tersebut sebagaimana telah dikemukakan oleh

para ahli seperti Hadari Nawawi menyebutkan “ada tiga tipe kepemimpinan yaitu otokratif,

laissez faire dan demikratik.”

Sementara itu Susilo Martoyo menyebutkan ada 6 tipe kepemimpinan, yaitu Tipe

pribadi, didasarkan pada kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya

Yaitu :

1. Tipe non pribadi, kurang adadnya kontak pribadi dengan bawahannya, karena diantara

mereka ada sarana atau media tertentu seperti rencana-rencana, intruksi-intruksi, sumpah-

sumpah, sehingga hubungan tersebut bersifat tidak langsung.

2. Tipe otoriter kepemimpinan merupakan hak pribadi dan berpendapat bahwa ia dapat

menentukan apa saja dalam organisasi.

3. Tipe demokratis, menitik beratkan kepada partisipasi kelompok dengan memanfaatkan

pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat kelompok.

4. Tipe paternalistis, cenderung terlalu “kebapakan“sehingga sangat memikirkan keinginan dan

kesejahteraan anak buahnya, terlalu melindungi dan membimbing.

5. Tipe indegenous, timbul dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan yang bersifat informal,

seperti perkumpulan-perkumpulan sepak bola, sekolah dan sebagainya, dimana interaksi

antara orang seorang dalam organisasi tersebut ditentukan oleh sifat dan pembawaan

pemimpin.

6. Tipe demokratis, menitik beratkan kepada partisipasi kelompok dengan memanfaatkan

pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat kelompok

BAB III

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN SBY

Page 13: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

B. Paparan Kasus & Konsep Tiga Gaya Kepemimpinan

Teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan, dan sikapnya.

Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi, kuasa, ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.

Di antara beberapa gaya kepemimpinan yang ada, kami mencoba mengidentifikasi kondisi kepemimpinan SBY melalui tiga konsep kepemimpinan. Sebagaimana dikemukakan oleh Macionis13 :

1. Gaya OtoriterGaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada perintah, mengambil keputusan personal dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Walaupun kepemimipinan otoriter sedikit disenangi bawahannya namun kepemimpinan otoriter sangat tepat digunakan saat krisis.(Macionis, 2008) Dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota – anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang – undang. Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak.

KELEBIHAN:a. Keputusan dapat diambil secara cepat dan efisienb. Mudah dilakukan pengawasan (controling)c. Sangat cocok digunakan pada saat kelompok mengalami krisis

KELEMAHAN:a. Pemimpin tidak menghendaki rapat atau musyawarah.

13 Macionis, 2008

Page 14: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

b.Setiap perbedaan di antara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan oleh pemimpin.

c. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.

d.Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya.

e.Mereka melaksanakan inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang – orang yang dianggap tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang – orang tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dsb. Sebaliknya, orang – orang yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan bahkan diberi penghargaan.

f. Kekuasaan berlebih ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung

g. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat apatis.

2. Gaya Demokratik

Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratik, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok.

Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.

a.Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.

b. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.

c.Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnyad. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menunjang harkat dan

martabat manusia.e.Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

Page 15: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

3. Gaya kepemimpinan Laissez Faire

Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan maupun menanggulangi masalahnya sendiri.

Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.

B. Analisis Gaya Kepemimpinan SBY

1. Otoriter

Menurut pendapat kami gaya kepemimpinan SBY apabila ditinjau dari gaya kepemimpinan otoriter, seorang SBY merupakan sosok pemimpin negara yang sedikit menganut gaya kepemimpinan otoriter, walaupun secara dominan menganut gaya kepemimpinan demokrasi sesuai dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara ini (Indonesia). Dari proses pengambilan kebijakan, SBY tidak melakukannya sendiri namun melalui persetujuan pihak-pihak yang berwenang dan terkait misalkan DPR, MPR, MA dan lain-lain.

Namun dalam kondisi negara krisis peran SBY untuk menganut gaya kepemimpinan otoriter sangatlah diperlukan karena pada kondisi tersebut diperlukan tindakan yang cepat dan tepat. Namun dalam proses kepemimpinannya banyak sekali masalah masalah yang timbul terutama masalah korupsi di Indonesia yang sudah mendarah daging yang sulit diberantas dan merupakan tugas wajib bagi seorang pemimpin untuk menyelesaikannya.

Menurut kelompok kami, SBY merupakan sosok yang kurang tegas, sikap kurang tegas SBY sangat tampak terutama dalam proses penegakan hukum, dimana banyak pejabat-pejabat yang bermasalah dengan hukum dan kemudian bersembunyi dan berlindung pada SBY (dengan dalih koalisi ). Sikap tidak tegas SBY tentunya dipengaruhi oleh beberapa factor seperti halnya

Page 16: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

kepentingan koalisi, mengingat kemenangan SBY dalam Pemilu selama 2 periode berturut-turut lebih dikarenakan koalisi dari pada perolehan suara tunggal. Sehingga dalam perjalanan pemerintahannya SBY dibebani dengan berbagai kepentingan Koalisi yang akhirnya mempengaruhi gaya kepemimpinan SBY yang terkesan kurang tegas bahka tidak tegas.

Selain itu latar belakang budaya SBY yang berasal dari suku jawa, mungkin juga turut mempengaruhi gaya kepemimpinannya. seperti pengadopsian filsafat Jawa yaitu rasa “pekewuh” atau rasa sungkan yang menimbulkan perasaan tidak enak atau tidak etis apabila mengadili teman sejawat. Rasa inilah yang harus dihilangkan oleh seorang pemimpin. Pemimpin harus bisa bersikap dan bertindak objektif dan tegas demi kepentingan publik.

Sebenarnya keberadaan lembaga-lembaga yang berdiri dalam kepemimpinan SBY untuk mengatasi permasalahan yang ada dan merupakan langkah yang baik. Misalkan KPK, sebuah lembaga yang mengatasi masalah korupsi. Saat pertama kali KPK didirikan, banyak sekali kasus kasus korupsi yang terbongkar namun ironinya sangatlah sedikit dari jumlah kasus korupsi yang terungkap dan belum lagi usaha-usaha dari para oknum untuk melemahkan KPK dengan menjerat para pemimpin KPK dalam suatu kasus. Hal ini menujukkan bahwa di era kepemimpinan SBY banyak sekali lembaga-lembaga yang berdiri namun penegakan sangat kurang.

Terlepas dari segala kekurangan dari kepemimpinan SBY, tentu ada sisi positif dari segi kepemimpinan SBY dimana SBY adalah tipe pemimpin yang baik dalam mentransformasikan gaya kepemimpina otoriter ke demokratis.

2. Laissez faire

Dari sini dapat disimpulkan ada beberapa kondisi dimana seorang pemimpin tidak harus turun tangan memberikan instruksi yang harus dikerjakan kepada anggotanya dikarenakan masalah memerlukan pemecahan dengan waktu yang singkat dan anggota yang sudah ahli di bidang tersebut, dalam kasus ini yaitu bidang pertahanan.

3. Demokratis

SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak "decisive" (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.

Page 17: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Secara garis besar gaya kepemimpinan SBY adalah demokratis sesuai dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara ini (Indonesia). Dari proses pengambilan kebijakan, SBY tidak melakukannya sendiri namun melalui persetujuan pihak-pihak yang berwenang dan terkait misalkan DPR, MPR, MA dan lain-lain. Namun dalam kondisi negara krisis peran SBY untuk menganut gaya kepemimpinan otoriter sangatlah diperlukan karena pada kondisi tersebut diperlukan tindakan yang cepat dan tepat.

\

Page 18: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk

memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam

kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi

bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Tipe-tipe kepemimpinan

pada umumnya adalah tipe kepemimpinan pribadi, Tipe kepemimpinan non pribadi, tipe

kepemimpinan otoriter, tipe kepemimpinan demokratis, tipe kepemimpinan paternalistis, tipe

kepemimpinan menurut bakat. Disamping, tipe-tipe kepemimpinan tersebut juga ada pendapat

yang mengemukakan menjadi tiga tipe antara lain : Otokratis, Demokratis, dan Laisezfaire.

Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-

kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan

yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan kelompoknya mengenai apa- apa yang menjadi

kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan

khayalan.Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan

kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga

terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu

kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah

ditetapkan.

Page 19: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, M. Ngalim. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.Thoha, Miftah. 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.Servant Leadeship atau Kepemimpinan Hamba oleh Meme Mery, SE, Trainer di PT PHILLIPS, Inc JKT.

Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”.

C.N. Cooley dalam “ The Man Nature and the Social Order’

Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999)

Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994 : 33)

Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983 : 255)

(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 29)

(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).

(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7)Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(H. Abu Ahmadi, 1999:124-125)

Sociology 11th edition, John J. Macionis.2008

Page 20: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Lampiran Liputan Berita di Media Massa Mengenai Kepemimpinan SBY

SBY Bisa “Tegas?”[email protected] OPINI| 16 March 2011

Tak berlebihan kita bertanya demikian. Presiden keenam kita memang terlihat begitu santun, sampai-sampai nampak bagai seorang ‘penakut’, tak terlihat garang.

Ketakutan seorang penguasa, seperti ditunjukan oleh beberapa pemimpin di Timur Tengah adalah ketika hendak kehilangan atau pun saat kekuasaannya diganggu. Bahkan demi mempertahankan kekuasaan, ada pemimpin yang menjadi moster bagi rakyatnya, presiden Libia, Kadhafi.

Sebagian negara di Timur Tengah yang baru menikmati badai revolusi menunjukan kekuasaan itu nikmat. Sikap penguasa yang menolak desakan mundur membuktikan bahwa adalah kebodohan kalau melepaskan kekuasaaan secara suka rela. Untuk mempertahankan kekuasaan, mereka pun melakukan cara-cara picik. Akibatnya, rakyat yang seharusnya mereka lindungi, pun ditembakinya.

Kerap kali, konflik antara rakyat dan pemimpin ditimbulkan oleh adanya rasa terancam. Para pemimpin bisa berubah menjadi pembunuh dan garang kalau kekuasaan serta posisinya sedang mengalami guncangan. Pemimpin

Page 21: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

yang dulunya nampak baik, terlihat begitu santun, dan menjadi pahlawan pada zamannya, pun suatu saat bisa berubah menjadi penjahat.

Umumnya, perubahan sikap pemimpin itu disebabkan oleh upaya mempertahankan kekuasaan. Jarang terjadi seorang pemimpin berubah menjadi garang hanya karena ingin menegakan hukum, ataupun karena ingin melindungi rakyatnya dari ketidakadilan. Yang sering, mereka menjadi garang dan bersikap serius hanya karena membela kepentingannya.

Bagaimana dengan penguasa Indonesia? Sejak memulai kiprah politiknya di tahun 2004, SBY cukup mencuri perhatian publik. Gaya berkomunikasi yang (nampak) santun, berbahasa Indonesia baik dan benar, serta pernah menjadi korban sikap politik (arogan) Megawati menjadi modal kuat yang membawanya ke tampuk kekuasaan.

SBY begitu diharapkan membawa perubahan menuju perbaikan kehidupan berbangsa. Reformasi birokrasi yang dalam proses menuju perbaikan diharapkan maksimal di bawah kepemimpinannya. Penegakan hukum, serta komitmen terhadap kebhinekaan dan kemajemukan dirasa memadai berada di tangan SBY. Kesantunan yang terlihat dalam pencitraannya cukup memberi dampak positif di mata publik. Soal akting menjadi korban, SBY adalah ahlinya.

Kehebatan itu membuat Sinar Harapan(SH) dalam Tajuk Rencana hari ini (15/03), memberi sapaan positif terhadap penyataan SBY kaitan pemberitaan The Age dan The Sydney Morning Herald menyangkut surat kawat diplomat AS yang dibocorkan Wikileaks. Kata SBY, “Percayalah, saya mempertanggungjawabkan apa yang saya lakukan. Saya, insya Allah, akan tetap menjaga integritas karena itulah tugas saya sebagai pemimpin.” “Penyataan SBY Sangat Positif”, demikian judul tajuk rencana SH.

Respon presiden muncul mengingat pemberitaan surat kawat itu cukup memberi guncangan baginya. Ini terlihat dari sikap reaktif yang ditunjukan oleh banyaknya orang dalam istana yang mengeluarkan penyataan. Bahkan, beredar kabar Ibu Ani Yudhoyono, istri SBY, sampai menangis mendengar kabar pemberitaan itu. Bagaimana tidak, SBY dan kroninya dituding telah melakukan berbagai penyimpangan yang melanggar hukum (konstitusi) dalam menjalankan kekuasaan. Tuduhan ini tentu serius, sebab besar kemungkinan hal itu menjatuhkan legitimasi kepemimpinannya, SBY pun bisa dicopot dari jabatan.

Dari sisi tertentu, penyataan SBY itu adalah baik. Publik bisa melihat ada pertanggungjawaban serta komitmen dari SBY dalam menyikapi persoalan ini. Namun, dari sisi lain, sikap dan penyataan SBY kian membuktikan bahwa seorang pemimpin baru terlihat amat gelisah kalau kepentingan diri dan kekuasaannya mengalami guncangan. Padahal, tidak semua guncangan pasti menimbulkan tsunami yang mengulingkannya.

Dalam catatan, SBY adalah salah satu pemimpin negeri yang kerap berkeluh kesah, bentuk lain kegarangannya. SBY sering kali nampak garang, terlihat serius, dan suka mencari dukungan politik publik, saat dirinya mengalami ancaman. Ambil contoh kasus foto wajah SBY yang dijadikan sasaran tembak latihan para teroris. Publik pun kaget mendengar curahkan “penakut” itu.

Sikap tegas ala-SBY juga bisa ditunjukan saat merespon kebijakan membelot parpol anggota koalisinya (PKS dan Golkar). SBY secara tegas menegur dan mengingatkan akan mengeluarkan mereka dari koalisi-otomatis akan ada perombakan kabinet, mengurangi jatah menteri, dst. Ketegasan itu membuat SBY lupa, bahwa koalisi adalah urusan internal Partai Demokrat dan dirinya, yang tidak mencakup kepentingan masyarakat luas. Maka, mestinya polemik itu tak menjadi keharusan diwacanakan ke ruang publik. Hal itu cukup diselesaikan di ruang tertutup. Apalagi, sejak pembentukannya, koalisi selalu sibuk dengan kepentingan transaksinya, yang jauh dari urusan kepentingan publik. Tapi, kalau SBY ingin mencari simpatik publik, bahwa dirinya sedang menjadi korban sikap curang PKS dan Golkar, maka hal itu bisa dimaklumi.

Page 22: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Lebih mencolok lagi saat sikap santun ditunjukan SBY dalam merespon arogansi Malaysia, yang menangkap petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia. Publik Indonesia dibuat kecewa, sebab sikap (penyataan) tegas yang diharapkan malah tak juga keluar dari mulut sang Jenderal. Bertempat di markas besar TNI respon pemerintah dikeluarkan, tetapi kalau dibandingkan, sikap SBY masih lebih tegas ketika menyikapi sikap parpol koalisi yang membelot. Jelas ini adalah hal yang membingungkan!

Kerap kali SBY tampil tegas dan cepat memberi respon, namun terbatas pada wacana-wacana yang terlampau tidak penting. Kasus Ariel, misalkan, dibandingkan dengan respon terhadap kekerasan terhadap jemaat HKBP (yang berlarut-larut sejak tahun 2010), kasus GKI Taman Yasmin, Bogor, dan tuntutan para orang tua mahasiswa korban kekerasan 1998-setiap hari Kamis berdemo di depan istana-sangat berbeda jauh. Begitu juga dengan respon SBY terhadap berbagai tindakan kekerasan ormas-ormas perusuh terhadap Ahmadiyah. Bahkan, sikap tegas untuk membekukan mereka-yang juga datangnya sangat terlambat-sekedar wacana di depan microphone. Sikap tegas dan garang ala-SBY tak juga datang kala sedang dinantikan dan mencakup kepentingan masyarakat luas.

Sejatinya, sebagai seorang pemimpin negeri, SBY lebih bersikap garang terhadap berbagai persoalan yang lebih menyentuh kepentingan masyarakat luas. Komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum mafia pajak dan hukum, inpres Gayus yang tak juga jelas, penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM berat, diskriminasi dan kekerasan berlatar belakang agama yang masih menjadi momok, serta pendidikan gratis yang masih sekedar mimpi, adalah sederet persoalan yang membutuhkan ketegasan, keseriusan dan bahkan sikap garang dari seorang SBY.

Masyarakat sangat berharap bahwa sikap tegas dan garang itu tidak melulu ditunjukan SBY saat kepentingan pribadi dan kekuasaaanya terancam. Sebagai penguasa dan penerima mandat konstitusi, SBY mestinya lebih mengutamakan sikap tegas saat kepentingan masyarakat luas terancam dan terganggu. SBY harus lebih serius dan tegas dalam menyikapi persoalan-persoalan mendasar di negeri ini. Dengan begitu, menjawab pertanyaan pembuka di atas (judul artikel), publik tak akan segan untuk berkata: bukan hanya bisa, tetapi SBY adalah pemimpin yang tegas.

JAKARTA, KOMPAS.com

Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali dipertanyakan kelompok pengkritisi pemerintahan, Petisi 28. SBY dianggap anomali dalam menjalankan pemerintahan.

"Di satu sisi SBY seperti ingin dinilai menegakkan presidensil, tapi di sisi lain ia takut terhadap parlemen," ujar anggota Petisi 28, Ahmad Suryono, Minggu (13/6/2010), di Doekoen Cafe, Jakarta.

Menurutnya, bentuk anomali sikap SBY dapat dilihat dari pembentukan Setgab koalisi, pertemuan lembaga negara di Bogor, hingga pencalonan tunggal Gubernur BI. "Selain itu, ia mengaktifkan koalisi untuk membunuh musuh politiknya," ungkap Ahmad Suryono.

Dengan sikap seperti itu, SBY terkesan hanya mengambil keuntungan sendiri. Petisi 28 juga mengkritisi pembentukan Satgas Mafia Hukum yang memiliki wewenang yang begitu besar hingga terlihat seperti menggantikan fungsi lembaga hukum.

Selain itu, di bidang ekonomi, SBY dinilai telah memberlakukan liberalisme yang menyengsarakan rakyat. Rakyat hanya dijadikan alat dalam demokrasi untuk menguntungkan para pemodal besar. "Yang ada sekarang liberalisme justru bisa memecahkan kehancuran suatu bangsa. SBY tidak lagi punya panduan kemana bangsa ini mau diarahkan karena GBHN sudah dianulir UUD 1945 yang diamandemen," ujar anggota Petisi 28, Lalu Hilman, kepada para wartawan.

Page 23: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Pemerintah Lelet Sikapi Kasus Ahmadiyahsumber: Jakartapress.com

Selasa, 15/02/2011 | 23:13 WIB

Jakarta – Ketua DPP Partai hati Nurani Rakyat (Hanura) Yuddy Chrisnandi menilai, pemerintah lelet dalam menyikapi kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah yang menimbulkan insiden kerusuhan. Menurut Yuddy, dalam menyikapi kontroversi aliran Ahmadiyah, pemerintah tidak cukup hanya memberikan pertanyaan atau peringatan.

“Harus ada keputusan yang permanen terhadap kedudukan aliran Ahmadiyah. Secara persuasif, pemerintah harus mengultimatum kepada pimpinan dan segenap pengikut aliran Ahmadiyah untuk memilih membubarkan diri kembali ke ajaran yang benar, atau mendeklarasikan agama baru di luar Islam. Selanjutnya diperlukan Keppres untuk mengesahkan agama baru yang menampung aliran ini, yang dilindungi oleh UU sesuai prinsip HAM,” tegas Yuddy dalam pesan pendeknya kepada jakartapress.com, Selasa (15/2) malam.

Menurut Yuddy, tuntutan umat Islam untuk membubarkan Ahmadiyah adalah hal yang wajar, namun tidak boleh dilakukan dengan tindakan anarkis dan kekerasan. “Pemerintah bersama aparat keamanan, wajib mencegah dan melindungi nyawa, harta benda warga negaranya tanpa membeda-bedakan SARA. Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan karena melanggar HAM. Hanya dengan ketegasan dan keputusan pemerintah yang diperlukan sekarang,” tutur mantan anggota DPR RI ini.

Secara terpisah, pengamat Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Tubagus Januar Soemawinata menduga rezim penguasa SBY sengaja memelihara kontroversial keberadaan Ahmadiyah untuk sewaktu-waktu dipakai senjata mengalihkan isu apabila diperluikan. "Misalnya, begitu publik menyerang skandal Century yang menyeret keterlibatan pihak Istana atau kasus Nunun Nurbaeti yang diduga melibatkan petingghi negara ini, maka bentrokan Ahmadiyah dengan umat Islam digulirkan," duganya.

Januar menilai, sikap tidak tegas Presiden SBY ternyata diikuti oleh para pejabat bawahannya, termasuk Kapolri yang baru Jenderal Pol Timur Pradopo. “Hingga kini, polisi tidak secara cepat menangkap dan mengumumkan otak pelaku kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik dan pembakaran gereja di Temanggung. Anehnya, polisi sangat cepat sigap menangkap tersangka teroris dan cepat mengumumkannya,” papar mantan aktivis ini.

Demikian juga, lanjut Januar, aparat hukum seperti kehilangan tenaga alias loyo dalam menangani kasus-kasus yang menyeret keterlibatan petinggi di negara ini, seperti skandal Bank Century, kasus mafia hukum Gayus Tambunan, kasus kriminalisasi pimpinan KPK, pemeriksaan saksi kunci kasus ‘Miranda’ Nunun Nurbaeti, kasus rekening gendut sejumlah jenderal Polri dan lain sebagainya.

“Apa gunaya ada pergantian pejabat penegak hukum sepertti contohnya diangkatnya Jenderal Timur Pradopo yang diharapkan bisa mengungkap kasus-kasus korupsi yang membuat kesengsaraan bangsa ini. Bahkan, pemerintah gagal menjamin keselamatan negara dan rakyatnya. Kini kasus-kasus kerusuhan SARA bisa mengarah terjadinya konflik horsontal yang membahayakan keberlangsungan NKRI,” tuturnya.

Page 24: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi

Januar menduga, karut marut situasi dan amburadulnya hokum di negara ini adalah akibat kebobrokan sistem pemerintahan rezim pemerintah SBY sekarang ini. “Dari awal memimpin sampai sekarang, SBY menganut sistem demokrasi emosional dibungkus pencitraan semu. Ketidakmampuan ini nampak jelas dengan terjadinya banyak penyimpangan dan penyelewengan di bidang hukum,” ungkap pakar paranormal asal Banten ini.

Pidato SBY Terkait Gedung Baru DPR MultitafsirHeadline, Politik Indonesia Today

19:01 | 7 April, 2011 |

Jakarta – Pernyataan Presiden SBY tidak tegas dalam menanggapi kontroversi pembangunan gedung baru DPR. Seharusnya sebagai kepala negara, Ia meminta menghentikan pembangunan itu.

“Sikap SBY tidak pernah berubah, selalu ragu dalam mengambil keputusan. Padahal, ia bisa mengambil momentum persoalan ini dengan meminta menghentikan pembangunan baru wakil rakyat,” kata pengamat politik dari Unas Jakarta, Suhanto kepada itoday, Kamis (7/4).

Menurut Suhanto, jika dengan tegas menolak pembangunan gedung itu citra SBY akan naik. “Kelihatannya SBY tidak mau mengambil resiko dengan bersikap tidak tegas menolak pembangunan gedung baru DPR. Dengan sikap seperti itu, citra SBY di hadapan rakyat semakin turun.,” paparnya.

Kalangan DPR pun menafsiri pernyataan SBY dengan melanjutkan pembangunan gedung DPR. ”Kalau saya baca di media, hampir seluruh fraksi menyetujui melanjutkan pembangunan gedung baru itu. Ini artinya, pernyataan presiden tadi dianggap diperbolehkannya pembangunan gedung baru,” kata Suhanto.

Page 25: (Tugas Kelompok) Makalah Kepemimpinan , Jadi