tugas Apendik yeni yolianda
-
Upload
agung-gutama -
Category
Documents
-
view
22 -
download
2
description
Transcript of tugas Apendik yeni yolianda
Apendik
Jumat, 27 Januari 2012
MAKALAH KMB 1APENDISITISKELOMPOK 3
IIB
Disusun Oleh:
ANATASYA S.R 2120101753HENI NOVITASARI 2120101771NITA DWI ASTUTI 2120101782RIFQI ALFIANTANTRI LINDAWATI
21201017882120101798
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMOYOGYAKARTA
2011
PEMBAHASANA. PENGERTIAN
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup leosekal. Apediks berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosonga tidak efektif, dan lumennya kecil,
apendiks cendrung menjaadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis).
(brunner & suddarth, 1997).
Apendisitis adalah obstruksi dari usus buntu yang menyebabkan peradangan, ulserasi dan
nekrosis. Jika nekrosis menyebabkan usus buntu rupture, maka isis usus akan mengalir
keruangan peritoneal, selanjutnya menyebabkan peritonitis. Penyakit usus buntu sering
ditemukan pada pasien berusia antara 10-30 tahun bila terjadi pada usia lebih tua dari itu, maka
kemungkinannya bias sangat serius. (Charlene J. Reeves dkk. 2001).
Dapat disimpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem
pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun.
Apendiks berisi makanan yang akan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum, karena
pengosongannya tidak efektif apendiks sering mengalami gangguan dan mudah terinflamasi atau
biasa dikenal dengan nama apendisitis. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks
yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh,
namun ulserasi mukosa oleh parasit E. Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya
hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi
makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan
meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Apendiks (umbai cacing) merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjangnya adaah
10cm. apendiks dapat terletak diberbagai lokasi, terutama dibelakang sekum. Arteri apendisialis
mengalir dalam ke apendiks dan merupakan cabang dari arteri ileokontika (Gruendeman,2006)
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lender 12 ml perhari. Lender tersebut normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran lender dimuara
apendik tampaknya berperan pada pathogenesis apendiksitis.
Istilah usus buntu dikenal masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu
sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam system imun sekretori di
saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks, tidak menimbulkan efek fungsi system imun
yang jelas(Sjamsuhidayat,2005)
C. EPIDEMIOLOGI
Insidens apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun,
dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga di
sebabkan oleh meningkatkan penggunaan makanan berserat pada diet harian. Apendisitis dapat
di temukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang terjadi. Insedens
tertingi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menutun. Insidens pada pria dengan
perbandingan 1,4 lebih banyak daripada wanita (Santacroce, 2009).
D. ETIOLOGI
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan.
Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan
hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab
lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E.
histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat
menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.
E. PATOFISIOLOGI
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus (brunner & suddarth, 1997).
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh
lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap
harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum
menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah
bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks,
sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe,
sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat,
sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul
dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding
apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan
perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan
ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga
terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di
dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun,
jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi
tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan
dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan
pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah.
Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi.
F. TANDA DAN GEJALA
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya :
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut
kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan
menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar
(tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul.
Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan
berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri
pada titik Mc Burney (istilah kesehatannya).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri
terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan
sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila
posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk
vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perporasi apendiks, yang dapat dapat berkembng
menjadi peritonotis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insident lebih tinggi
pada anak kebil dan lansia. Perforas terjadi secara umum 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam 37,70 C atau lebih tinggi, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinue.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan
dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya
adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology :
Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan
(palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih
dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-
anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %).
Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
I. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus
buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa
kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat
kekambuhannya mencapai 35%. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup
(laparoskopi).
Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari.
Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi
sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.
Penatalaksanaan Medis
Pengetahuan perawat tentang penatalaksanaan medis berhubungan dengan intervensi
yang perawat lakukan pada pasien apendisitis. Penatalaksanaan medis pada apendisitis, meliputi
penatalaksanaan pada unit gawat darurat, terapi farmakologis, dan terapi bedah.
1. Intervensi pada unit gawat darurat.
a. Tujuan intevensi kedaruratan yang dilakukan pada pasien apendiks adalah memberikan cairan
untuk mencegah dehidrasi dan septikemia.
b. Pasien di puasakan dan tidak ada asupan apa pun secaraoral.
c. Pemberian analgetik dan antibiotik melalui intravena.
2. Terapi farmakologis
Preoperatif antibiotik untuk menurunkan resiko infeksi pascabedah.
3. Terapi bedah
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah apendoktomi dan merupakan
satu-satunya pilian yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotik dan
mengakibatkan abses atu perforasi.