digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

137
UNIVERSITAS INDONESIA TESIS ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA YENI ISWARI 0906621533 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JULI 2011 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Transcript of digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Page 1: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

 

 

 

 

UNIVERSITAS INDONESIA

TESIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN

DI RSUD KOJA JAKARTA

YENI ISWARI

0906621533

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN DEPOK,

JULI 2011

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 2: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

i  

 

 

 

 

UNIVERSITAS INDONESIA

TESIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE

PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN

DI RSUD KOJA JAKARTA

Tesis ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Ilmu Keperawatan

YENI ISWARI

0906621533

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK,

JULI 2011

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 3: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 4: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 5: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 6: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

v  

ABSTRAK

Nama : Yeni Iswari

Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak

Judul : Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia

dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta

Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi perlunya penelitian lebih lanjut dengan . Kata kunci : faktor risiko, diare, anak usia < 2 tahun.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 7: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

vi  

ABSTRACT

Name : Yeni Iswari

Stdy Program : Master of Nursing Majoring in Pediatric Nursing, Faculty of

Nursing University of Indonesia

Title : Analysis of risk factor for the incidence of diarrhea in

children aged under 2 year

Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea.

Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 8: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

vii  

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yanng Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis dengan judul “ Analisis Faktor Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2

tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit

bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Ibu Dessie wanda,S.Kp, MN selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu,

pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk

kesempurnaan proposal ini.

2. Bapak Besral, SKM, MSc selaku pembimbing II yang juga telah memberikan

bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan proposal.

3. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

4. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

5. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran

penyusunan proposal ini.

6. Dr. Togi, selaku Direktur RSUD Koja Jakarta yang telah memberikan ijin untuk

melakukan penelitian di rumah sakit RSUD Koja.

7. Kepala Ruangan Anak beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian,

8. Ibu Rusmawati Sitorus,S.Pd.,M.A, selaku Direktur Akademi Keperawatan

Harum yang telah memberikan kesempatan dan memberikan motivasi.

9. Seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat,

dukungan yang tidak terbatas selama penyusunan proposal ini

10. Rekan sejawat dosen Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan

bantuan dan semangat.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 9: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

viii  

11. Sahabat-sahabatku kelas anak Program Pasca Sarjana angkatan 2009 atas

dukungan, masukan dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu

kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat

untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

Depok, Juli 2011

Penulis

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 10: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

      ix  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ………. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………

ABSTRAK………………………………………………………………….

ii

iii

v

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi

DAFTAR SKEMA ………………………………………………………… xii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 7

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 8

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diare …………………………………………………. 10

2.2 Karakteristik Anak Balita yang Berhubungan dengan Diare … 26

2.3 Konsep Epidemiologi …………………………………….......... 27

2.4 Peran Perawat dalam Pencegahan Penyakit ………………….. 31

2.5 Model Promosi Kesehatan menurut Nola.J.Pender ……. 37

2.6 Kerangka Teori ………………………………………………. 46

BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep ………………………………………………. 47

3.2 Hipotesis Penelitian ……………………………………………. 49

3.3 Definisi Operasional …………………………………………… 49

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Disain Penelitian ………………………………………………... 53

4.2 Populasi dan Sampel ……………………………………………. 53

4.3 Tempat Penelitian ………………………………………………. 57

4.4 Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………….. 57

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 11: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

      x  

4.5 Etika Penelitian …………………………………………………. 57

4.6 Alat Pengumpulan Data ………………………………………… 59

4.7 Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………… 61

4.8 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………….. 62

4.9 Analisa Data……………………………………………………….. 63

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Karakteristik Responden ……………………………….. 66

5.2 Hubungan Karakteristik Faktor-faktor Kejadian Diare pada Anak

Usia < 2 Tahun……………………………………………………...

71

5.3 Faktor Dominan Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2

Tahun………………………………………………………………..

76

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1 Interpretasi dan Hasil Diskusi………………………………………. 80

6.2 Keterbatasan Penelitian …………………………………………….. 92

6.3 Implikasi Keperawatan …………………………………………….. 92

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan……………………………………………………………. 94

7.2 Saran ………………………………………………………………... 94

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 12: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

xi  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Maurice King ……………………………. 15

Tabel 3.1 DefInisi Operasional ………………………………………… 50

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Anak di RSUD Koja …………………. 67

Tabel 5.2 Distribusi Karateristik Anak Berdasarkan Pemberian ASI

Eksklusif di RSUD Koja ……………………………………….

68

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Resoponde Menurut Karateristik

Ibu……………………………………………………………..

69

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner……………………………………….

70

Tabel 5.5 Distribusi Karateristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare…………………………………………………………….

70

Tabel 5.6 Hubungan antara karakteristik Anak dengan kejadian diare 71

Tabel 5.7 Hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare…………….. 73

Tabel 5.8 Hubungan antara pengahasilan keluarga dengan kejadian diare 75

Tabel 5.9 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara

76

Tabel 5.10 Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara…………………………………..

77

Tabel 5.11 Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Usia Ibu, Pendidikan Ibu dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara …………………………………………………………………

78

Tabel 5.12 Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable

pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja

78

Tabel 5.13 Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, ASI Eksklusif, Pendidikan Ibu dan Cuci Tangan Terhadap Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta…………………………………………………………..

79

 

 

 

 

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 13: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

xii  

DAFTAR SKEMA

Skema 2.4.1 Health Promotion Nola. J. Pender ………………………… 38

Skema 2.4.2 Kerangka Teori Penelitian ………………………………… 46

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………… 48

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 14: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

xiii  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Kuisioner Penelitian

Lampiran 4 Jadual Kegiatan Penelitian

Lampiran 5 Kisi-kisi Kuesioner

Lampiran 6 Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan

Lampiran 7 Biodata

 

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 15: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

1  

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa.

Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.

Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak

semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa

anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika

gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan

penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh

kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering

terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah atau lendir

(Suraatmaja, 2007).

Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5

juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare

terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang

dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson,

2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30

detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003).

Diare masih merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih menjadi

penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di

Indonesia.Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka

morbiditas masih cukup tinggi (Virdayati, 2002). Saat ini morbiditas diare di

Indonesia sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang

tertinggi di ASEAN, Di ASEAN anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 16: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

2  

1 Universitas Indonesia

kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan

untuk diare (Soebagyo, 2008).

Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2003 diare

merupakan penyebab kematian nomor tiga didunia pada anak balita umur 5

tahun, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) 17 % setelah kematian pada

neonatal sebesar 37 % dan Pneumonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama,

diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian

pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%. Selain itu

berdasarkan Survei Kesehatan rumah Tangga (SKRT) tahun 2001

menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit diare juga merupakan penyebab

kematian nomor tiga pada balita di Indonesia dengan PMR sebesar 10% setelah

penyakit sistem pernafasan (28%) dan gangguan perinatal (26%). Sementara itu

dari hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2001 diketahui bahwa

penyakit diare adalah penyebab kematian nomor dua pada balita dengan PMR

sebesar 13,2% setelah penyakit pernafasan.

Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan

prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2

%, dengan angka kematian diare balita sebesar 23/100.000 penduduk pada laki-

laki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat

mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak

dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko

apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita

Menurut laporan Departemen Kesehatan (2005) di Indonesia setiap anak

mengalami diare 1,6–2 kali setahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menjelaskan bahwa 14 persen balita

mengalami diare dalam dua minggu sebelum dilakukan survei, Terjadi

peningkatan sebesar 3 persen lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 yaitu

sebesar 11 persen. Dengan prevalensi diare tertinggi terjadi pada anak umur 6

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 17: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

3  

1 Universitas Indonesia

bulan sampai 35 bulan yang diprediksi karena anak mulai aktif bermain dan

berisiko terkena infeksi.

Dari profil kesehatan Indonesia dilaporkan bahwa Kejadian Luar biasa (KLB)

diare pada balita dari tahun 2006 sampai 2009 mengalami penurunan kasus.

Pada tahun 2006 KLB terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua kali

lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10.980 penderita, dan angka kematian

25,2% (Depkes 2006). Pada tahun 2008 dan 2009, KLB diare terjadi di 15

provinsi dengan jumlah penderita tahun 2008 sebesar 8.443 sedangkan pada

tahun 2009 turun menjadi 5.756 orang dengan jumlah kematian pada tahun

2008 sebanyak 209 orang. Keadaan ini meningkat dari tahun 2007 dimana

jumlah penderita sebanyak 3.659 orang dengan jumlah kematian 69 orang

(Depkes, 2009).

Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang

dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana kasus diare 50% terjadi pada

balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare

pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan

28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta

Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009)

Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010

didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab

kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah

sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia

kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra

sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien .

Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor

penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak,

terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga

rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 18: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

4  

1 Universitas Indonesia

tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral

dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan

kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi

terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada

pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai

diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau

jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan

diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya

penularan diare.

Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-

penyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini

anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan

dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang

dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau

jajanan dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Winlar (2002) mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun di kelurahan Turangga

menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor

tersebut adalah status sosial ekonomi yang rendah sebesar 61,54%, kurangnya

pengetahuan orang tua tentang cuci tangan yang benar sebesar 54,7%,

kebiasaan ibu memberikan berbagai macam makanan selingan/ snack sebesar

53,5% dan kebiasaan buruk pada kehidupan anak sebesar 61,87%.

Selain itu Hira (2002) melakukan penelitian pada 325 anak usia kurang dari 5

tahun, untuk menganalisis faktor kejadian diare pada anak balita di kecamatan

Bantimurung Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang

berhubungan terhadap kejadian diare pada balita adalah kebiasaan ibu

mencuci tangan sebelum memberikan makan anak balita, sedangkan

pendidikan kesehatan pada ibu, pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan setelah

buang air besar dan persiapan air bersih tidak berhubungan dengan kejadian

diare pada balita di kecamatan bantimurung.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 19: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

5  

1 Universitas Indonesia

Penelitian lain terkait kejadian diare adalah penelitian yang dilakukan oleh

Warouw (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan faktor

lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas keluhan diare dan ISPA.

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan gambaran prevalensi keluhan diare di

Indonesia sebesar 3,3% dimana tidak ada perbedaan prevalensi diare antara di

kota dengan di desa. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor

risiko terjadinya diare yaitu penghuni rumah yang ber alokasi di daerah rawan

banjir sebesar 43 kali (95% CI:1,15 – 1,79) berisiko terhadap diare, kondisi

fisik rumah yang tidak baik berisiko sebesar 1,23 kali (95%CI:1,03-1,46)

terhadap terjadinya diare dan jumlah balita lebih dari satu dalam keluarga

berisiko sebesar 0,83 kali (95%CI:0,071-0,98) terhadap terjadinya diare.

Adisasmito (2007), melakukan systematic review terkait faktor diare pada bayi

dan balita, yang dilakukan terhadap 18 penelitian akademik di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000-2005 yang

dilakukan terhadap 3884 (65-500) subyek penelitian. Tujuan penelitian

tersebut adalah melihat faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia.

Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa faktor risiko yang sering

diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor

risiko diare dari faktor ibu yang bermakna adalah pengetahuan, perilaku dan

kebersihan ibu sedangkan faktor risiko diare dari faktor anak yaitu status gizi

dan pemberian ASI ekslusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih

(SAB) yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko

pencemaran SAB (rerata OR=7,89), dan sarana jamban (rerata OR=17,25).

Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab diare

diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling sering menyebabkan

terjadinya diare pada anak adalah faktor sosial ekonomi, pengetahuan dan

pemahaman orang tua terhadap diare, perilaku mencuci tangan sebelum

memberikan makanan pada anak dan sesudah buang air bersih, lingkungan

yang tidak sehat dan ketersediaan air bersih.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 20: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

6  

1 Universitas Indonesia

Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak usia dibawah

2 tahun hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk

perawat. Perawat memegang peranan penting dalam melakukan usaha

pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan

komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam pencegahan penyakit yaitu

pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary

prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention).

Pencegahan primer dapat di lakukan dengan upaya peningkatan kesehatan

seperti memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan pada

masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009). Penyuluhan kesehatan yang

diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak balita yaitu pencegahan

diare pada anak dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare,

pentingnya pola hidup sehat, kebersihan diri dan lingkungan yang sehat, selain

itu juga dengan meningkatkan daya tahan anak dengan pemberian immunisasi

pada balita. Sehingga anak tidak mengalami kejadian berulang.

Peran perawat yang dapat dilakukan terkait pencegahan sekunder bertujuan

untuk mencegah terjadinya keparahan pada anak yang yang sedang sakit

(Efendi & Makhfudli, 2009). Pada anak yang sudah terinfeksi akibat diare,

perawat dapat memberikan pengetahuan pada orang tua tentang perawatan

anak selama sakit, pemberian cairan yang adekuat sehingga anak dapat

terhindar dari berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti dehidrasi, syok

bahkan kematian. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam pencegahan tersier

yaitu dengan usaha pencegahan terhadap anak yang telah sembuh dari sakit

sehingga tidak terjadi kekambuhan atau terinfeksi diare kembali sehingga

anak kembali dirawat dengan kondisi yang lebih parah melalui pemberian

penyuluhan lebih lanjut tentang perawatan dan penatalaksanaan anak yang

mengalami diare di rumah serta pemulihan kondisi tubuh anak dengan

pemberian gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya pola hidup sehat

dalam kehidupan sehari-hari.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 21: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

7  

1 Universitas Indonesia

Berdasarkan peran perawat yang telah dibahas, hal yang penting untuk

dilakukan adalah mengetahui faktor risiko terhadap kejadian diare pada

anak, diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan

cairan pada anak sehingga kematian pada anak akibat diare dapat dihindari.

Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor

risiko terjadinya diare pada anak terutama pada anak usia dibawah 2 tahun.

1.2. Rumusan Masalah

Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sering

menyerang pada anak terutama anak dibawah usia dua tahun. Walaupun

Angka mortalitas diare menurun namun angka morbiditas diare pada anak

masih cukup tinggi. Seriusnya dampak akibat penyakit diare pada anak,

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akibat

kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses absopsi makanan

dan zat nutrien yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan bisa

mengakibatkan kematian pada anak.

Rentannya anak usia balita, terutama usia dibawah 2 tahun terhadap berbagai

macam penyakit infeksi terutama untuk penyakit pada saluran pencernaan

seperti diare sering dihubungkan karena masih rendahnya daya tahan tubuh

anak terhadap berbagai macam infeksi, status gizi buruk pada anak balita dan

juga kurangnya kebersihan anak terutama tangan dan kuku.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai

faktor penyebab dan risiko timbulnya diare pada anak terutama anak usia

balita. Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan ada beberapa

faktor yang mempengaruhi tingginya kasus diare pada anak yaitu status sosial

ekonomi, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makan dan setelah

buang air besar, ketersediaan air bersih dan lingkungan yang tidak sehat.

Pertanyaan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab apa saja yang

mempengaruhi kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun ?

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 22: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

8  

1 Universitas Indonesia

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare

pada anak usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja

Jakarta Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus

Teridentifikasinya hubungan antara :

1.3.2.1 Faktor anak (usia, jenis kelamin, ASI ekslusif, status gizi,

immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dengan

risiko kejadian diare

1.3.2.2 Faktor ibu (usia, pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci

tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan risiko

kejadian diare

1.3.2.3 Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga) dengan risiko

kejadian diare.

1.3.2.2 Faktor dominan risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2

tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan

pengetahuan tentang risiko kejadian diare pada anak.

Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

diperlukannya pelayanan kesehatan dapat berupa penyuluhan kesehatan

kepada orang tua selama anak dirawat dirumah sakit tentang pencegahan

dan perawatan anak dengan diare. Selain itu hasil dari riset ini berguna

sebagai bahan masukan dalam program pencegahan dan pemberantasan

diare.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 23: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

9  

1 Universitas Indonesia

1.4.2 Perawat di Rumah Sakit

Bagi perawat di rumah sakit adalah pentingnya melakukan pencegahan

sekunder selama anak dirawat dirumah sakit yaitu dengan melakukan

pemantauan cairan yang adekuat terhadap anak diare sehingga

meminimalkan terjadinya dehidrasi dan syok serta penyuluhan

kesehatan bagi keluarga dan orang tua dengan anak yang dirawat

dengan diare tentang penatalaksanaan dan perawatan anak diare serta

upaya pencegahan terjadinya diare pada anak.

1.4.3 Bagi ilmu keperawatan

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan,

khususnya pada bidang yang berhubungan terhadap penyakit infeksi

yang sering terjadi di masyarakat dalam hal pemberian asuhan

keperawatan dan dapat menjadikan ilmu keperawatan di Indonesia

semakin berkembang.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 24: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

10  

Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan

pada bab ini sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian

tersebut terdiri dari konsep diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak

dibawah usia 2 tahun yang berhubungan dengan diare, konsep epidemiologi,

peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori model promosi kesehatan

menurut Nola. J. Pender.

2.1.KONSEP DIARE

2.1.1 Pengertian

Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung

dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang

berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi

dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk ( 2010)

menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari

3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa

lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal

atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan

volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti

lebih dari 3x/ hari (Hidayat, 2008). Diare merupakan penyakit yang

terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi

buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari

biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air

besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 25: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

11  

Universitas Indonesia

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari 3 kali per hari pada bayi dan lebih dari 6

kali pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi

encer.

2.1.2 Klasifikasi Diare

Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan

diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada

bayi dan anak yang sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah

diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan

berat badan atau berat bada tidak bertambah (failure to thrive) selama

masa diare tersebut. Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu

diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare

yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan

frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang

timbul berulang kali dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan).

Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cronic

non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu

tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda

infeksi maupun malabsorsi.

2.1.2 Etiologi

Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor

infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi

enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri,

virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi

penyebab diare adalah Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh

Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit

disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides,

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 26: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

12  

Universitas Indonesia

Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia,

Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.

Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar

alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis,

bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada

bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa

terjadi yaitu terhadap karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa,

maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah

laktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab

timbulnya diare.

Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan

seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor

psikologis seperti ketakutan dan kecemasan juga berkonstribusi

terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare

terutama pada anak yang lebih besar.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya

gangguan osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik

dalam rongga usus akibat makanan yang tidak dapat dapat diserap

sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit

kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu

gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding

usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui

saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang

mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 27: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

13  

Universitas Indonesia

Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan

gabungan faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab diare kronik yaitu

adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap

antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti

pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan pada

epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim laktase

dan protase yang mengakibatkan terjadinya maldigesti dan

malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah

terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus

halus disertai penumpukan villi serta kerusakan hepar dan pankreas.

Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak

penurunan pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus,

parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang dengan

cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi

makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab

diare kronik yaitu penangan diare yang tidak efektif, penghentian

pemberian ASI dan makanan serta pemberian obat-obatan

antimotalitas (Suraatmaja, 2009).

2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare

Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai

kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini

dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam

saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan

merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya

terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan

gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga

dikatakan adanya toksin bakteri atau akan menyebabkan sistim

transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang

kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 28: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

14  

Universitas Indonesia

Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi

yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan

isi rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan

dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik

sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang

kemudian menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008. )

2.1.4 Gejala Diare

Menurut Ngastiah (2005) Pada mulanya bayi/anak menjadi cengeng,

kemudian suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak

ada, kemudian timbulah diare. Tinja makin cair, mungkin bercampur

lendir dan darah, warna tinja makin lama makin berubah kehijau-

hijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering

defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi

makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari

pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsopsi oleh usus. Gejala

muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala

dehidrasi. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubun-

ubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput

lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak kering dan terjadi keram

abdomen (Suraatmaja, 2009)

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 29: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

15  

Universitas Indonesia

2.1.5 Derajat Dehidrasi

Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan

berdasarkan

2.1.6.2 Kehilangan berat badan

Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar

2,5 sampai 5 %, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat

badan 5 sampai 10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi

penurunan berat badan > 10%.

2.1.6.2 Skor Maurice King

Tabel 2.1 Derajat dehidrasi menurut Maurice King

Bagian tubuh

yang diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

0 1 2

Keadaan umum sehat Gelisah, cengeng,

apatis, ngantuk

Mengigau,

koma/syok

Elastisitas kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit kurang Sangat cekung

Ubun-ubun

besar

Normal Sedikit kurang Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering &

sianosis

Denyut

nadi/mnt

Kuat>120 Sedang (120-140) Kering &

sianosis , >140

Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama

30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam

waktu 2 sampai 5 detik menandakan anak mengalami dehidrasi

ringan, 5 sampai 10 detik anak mengalami dehidrasi sedang

dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit kembali lebih dari

10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita,

dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 30: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

16  

Universitas Indonesia

(skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi

berat (skor >7).

2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah

terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata

cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta

cubitan perut kembalinya sangat lambat. Dehidrasi

ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari

tanda-tanda berikut anak menjadi gelisah dan rewel/marah,

mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut

kembalinya lambat.

2.1.7 Komplikasi

Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,

tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan

elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang

dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi pada penderita diare yang

minum cairan sedikit/ tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk

mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan

hipernatremia sering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun

(khususnya bayi berumur kurang dari 6 bulan). Biasanya terjadi pada

diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau

cairan yang di minum mengandung terlalu banyak natrium.

Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak

cukup, akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan

kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan pada ginjal dan aritmia

jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau

hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi

alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan

cepat.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 31: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

17  

Universitas Indonesia

Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering

berakibat fatal, terutama pada anak kecil sebagai akibat penggunaan

obat antimotilitas yang ditandai dengan distensi abdomen, muntah,

peristaltik usus berkurang atau tidak ada.

2.1.8 Penatalaksanaan

Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare

bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah

sakit maupun dirawat dirumah, yaitu :

2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi

Pada klien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya

kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan

derajat dehidrasi dan keadaan umum pada pasien sangatlah

penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan

diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,

HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6

bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-

60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan

gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut

diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah ke

rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Untuk

pemberian cairan parenteral jumlah yang akan diberikan

tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang

diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat

badannya (Juffrie, 2011).

2.1.8.2 Pemberian Zinc

Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc

juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc

ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki

evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah

membuktikannya. Penggunaan zinc dalam pengobatan diare

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 32: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

18  

Universitas Indonesia

akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau

terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses

perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc

pada diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh

usus halus ,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan

jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun

yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie,

2011).

Menurut Depkes (2008) dari penelitian yang dilakukan di

Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif

terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak

11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc

mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Zinc diberikan

selama 10 -14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh

dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air

matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, Zinc

dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit

(Juffrie, 2011).

2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI

Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan

minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan

menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah

untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari

7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi

dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam

lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan setengah padat

(bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan

makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral

dan makanan yang bersih.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 33: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

19  

Universitas Indonesia

Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E singkatan dari

Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with

Education (Suraatmaja, 2009).

2.1.8.4 Pengobatan Kausal

Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah

di ketahui penyebab pasti. Jika kausa diare penyakit parental,

diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat infeksi

parental, antibiotik baru boleh diberikan kalau pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen.

2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik

Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare

secara cepat seperti antispasmodik.

2.1.9. Pencegahan Diare

Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan

dengan cara mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare.

Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan

secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare

perlu difokuskan pada cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan

diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar,

memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping

ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum

makan, penggunaan jamban yang bersih dan hiegienis oleh seluruh

anggota keluarga, membuang tinja bayi yang benar dan

memperbaiki daya tahan tubuh penjamu.

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan

tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain dengan

memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, meningkatkan nilai

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 34: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

20  

Universitas Indonesia

gizi makanan pendamping ASI badan memberi makanan dalam

jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian

imunisasi campak.

Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh intervensi

pencegahan diare yang efektif yaitu dengan pemberian ASI,

memperbaiki asupan makanan sapihan, menggunakan air bersih

yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban

keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian

immunisasi campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare

berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak

umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung

menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.

Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 %

bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60%

kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25%

kematian karena diare pada balita.

2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare

Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada

bayi dan balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara

fekal–oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar

oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita

atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak

langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).

Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu :

2.1.10.1 Faktor Anak

Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang

paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia

ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status

imunisasi campak.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 35: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

21  

Universitas Indonesia

a. Faktor umur

Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok

umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan

pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan

belum terbentuknya kekebalan alami dari anak usia

dibawah satu tahun. Pola ini menggambarkan

kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,

kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan

yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak

langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat

bayi mulai dapat merangkak (Depkes, 1999).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sinthamurniwaty (2005) terhadap faktor-faktor risiko

kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa

kelompok umur yang paling banyak menderita diare

adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68 %,

kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan

paling sedikit umur 37- 60 bulan 16,67 %.

b. Jenis Kelamin Anak

Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat

perbedaan jumlah kasus anak laki-laki dan perempuan

yang menderita diare. Palupi (2009) dalam

penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan

kejadian diare pada anak diare, menjelaskan bahwa

pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari

pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan

proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak

perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang

menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 36: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

22  

Universitas Indonesia

perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan

balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2, walaupun

hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya.

Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada

anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan

perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen

penyebab diare.

c. Status Gizi

Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap

kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita

kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan

makan yang kurang mengakibatkan episode diare

akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare

yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat

diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila

anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit,

lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat

pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang

menderita gizi buruk (Palupi, 2009).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007)

terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di

Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang

buruk merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita

dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali

terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi

baik.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 37: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

23  

Universitas Indonesia

d. Status Imunisasi Campak

Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian

diare berhubungan dengan campak, dan diare yang

terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih

lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena

adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan disentri

lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak

dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu

terakhir. Hal ini disebabkan karena penurunan

kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).

2.1.10.2 Faktor Orang tua

Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak

dengan diare sangatlah penting. Faktor yang

mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,

pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan

terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan

kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan

perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak

terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan

sehingga beresiko mengalami dehidrasi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994),

ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan

SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan

cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding

dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah.

Dari penelitian Cholis Bachroen dan Soemantri (1993)

diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian

Sunoto (1990).

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 38: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

24  

Universitas Indonesia

Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam

tatalaksana penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak

dengan dehidrasi (Sukawana, 2000)

Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI

(2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan

data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit

lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19

tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara

itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan

pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit.

2.1.10.3 Faktor lingkungan

Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih

dengan sanitasi yang jelek akan mengakibatkan penyakit

mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu

penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat

berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-

anak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecal-

oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air

bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan

serta perilaku sehat dari keluarga.

2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan diri

Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai

pengaruh terhadap pencegahan terjadinya diare pada bayi dan

balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sering dilakukan

adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada

anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002)

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 39: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

25  

Universitas Indonesia

Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang

terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci

tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran

cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007)

Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana

berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama

penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua

memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia

bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada

tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda

atau tangan ke dalam mulut.

2.1.10.5 Sosial ekonomi

Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi

anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan

ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga

khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki

status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan

balita mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi

rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi

syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Menurut

Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi

faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga,

jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak

dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor

yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluargalah yang

menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga

merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare

tertutama pada anak bayi dan balita.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 40: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

26  

Universitas Indonesia

2.2. KARAKTERISTIK DAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA

DIBAWAH TAHUN

Masa balita merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

penting bagi anak. Banyak permasalahan–permasahan yang dapat terjadi,

terutama permasalahan kesehatan. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap

gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga berdampak

terhadap kualitas hidup anak di kemudian hari. Rendahnya daya tahan tubuh

anak dan status gizi yang tidak baik merupakan penyebab utama seringnya

anak menderita suatu penyakit infeksi, seperti diare, walaupun banyak faktor-

faktor yang juga berperan seperti lingkungan yang tidak sehat, sosial

ekonomi, pola hidup yang salah dan lain-lain.

Bervariasinya dampak penyakit infeksi pada anak balita dipengaruhi oleh

tahapan tumbuh kembang anak atau usia anak. Pada usia 0-1 tahun terjadi

perkembangan yang sangat pesat baik pada perkembangan secara fisik,

motorik kasar dan halus, perkembangan kognitif, bahasa dan sosialisasi anak.

Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat terutama

dalam pertumbuhan fisik, pada usia 5 bulan berat badan anak sudah mencapai

lima kali lipat berat badan lahir. Sedangkan untuk panjang badan pada usia 1

tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan lahir. Pertambahan

lingkar kepala juga pesat, pada usia 6 bulan pertama pertumbuhan lingkar

kepala mencapai 50 %. Oleh karena itu, diperlukan pemberian gizi yang baik

yaitu dengan memperhatikan prinsip menu yang seimbang untuk membantu

mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa anak bayi

berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan

dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya. Pada tahap ini

anak cendrung untuk memasukkan apapun kedalam mulutnya, sehingga anak

lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare. Hal ini akan lebih

diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya tahan tubuh

yang rendah dan juga status immunisasi yang belum lengkap. Dalam

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 41: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

27  

Universitas Indonesia

pemenuhan nutrisi pada masa bayi yg lebih muda (< 6 bulan) anak

disarankan hanya dari ASI, sementara itu pada bayi > 6 bulan anak sudah

diperkenalkan untuk diberikan makanan tambahan mulai dari makanan cair,

semi padat dan padat karena sistem pencernaan pada usia ini sudah mulai

berkembang baik untuk mencerna makanan yang diberikan. Selain itu pada

usia 5 bulan mulai terjadinya erupsi gigi pertama yang kemudian terus

bertambah sesuai dengan pertambahan usia anak.

Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori

motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan

mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan

aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut

dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar,

disentuh.

Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan

mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada

tahun kedua akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5–2,5 kg dan

panjang badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami

perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan

gigi terdapat pertumbuhan 8 buah gigi susu termasuk gigi gerahaham

pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.

Dalam perkembangan motorik anak sudah mampu melangkah dan berjalan

dengan tegak, pada sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan

cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari

kecil, menendang bola dan mulai melompat. Perkembangan motorik halus

mampu menyusun atau membuat menara pada kubus. Kemampuan bahasa

pada anak mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh

perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif

terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu

mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan anggota badan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 42: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

28  

Universitas Indonesia

Pada perkembangn adaptasi sosial mulai membantu kegiatan rumah,

menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju.

Pada usia 1-2 tahun menurut Freud anak memasuki tahap anal yang

berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas

utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan

toilet” (toiled trainning). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat

menahan, maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan

itu berasal dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa

mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu

anak untuk menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan

menimbulkan berbagai macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi

termasuk juga dengan kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau

WC, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan di area

terbuka seperti di got dan di tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya

penularan diare. Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan

dimana anak sukar atau kurang mau untuk makan, selera makan berubah-

ubah, cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai

belajar untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam

koordinasi antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak

lebih senang untuk makan sendiri, pentingnya orang tua untuk

memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak sebelum makan.

Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga sebaiknya diajarkan pada

anak, sehingga anak dapat meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh

agen-agen penyebab diare (Palupi, 2005).

2.2 KONSEP EPIDEMIOLOGI

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi

berkembang dari rantai sebab akibat suatu proses kejadian penyakit yakni

proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis,

fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent)

serta dengan lingkungan (Enviroment) (Noor, 2000).

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 43: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

29  

Universitas Indonesia

Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi

tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan

lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan

perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat

terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut.

Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad

epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab

peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari

lingkungan. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan

mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat

bertambahnya atau berkurangnya penyakit.

Gambar 2.3.1

Model Segitiga Epidemiologi

Pejamu (Host) adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan

terhadap penyakit atau sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain situasi

atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang beresiko

menjadi sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada

manusia, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku)

hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis atau faal

tubuh, status kesehatan, termasuk status gizi, keadaan kuantitas dan respon

monitor, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial pekerjaan (Subari, 2004).

Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh

 

Host 

 

 

        Agent                                     Environtment 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 44: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

30  

Universitas Indonesia

seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anak-

anak). Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit.

Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat

menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat

biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikologis (Efendi & Makhfudli,

2009). Menurut Noor (2000) agen terdiri dari biotis dan abiotis, agent

biotis merupakan penyebab terjadinya penyakit-penyakit menular yaitu

protozoa, metazoa, bakteri (E Coli enteroinvasife), virus, agen abiotis

terdiri dari agent nutrisi yaitu karena kekurangan/kelebihan gizi, agen

kimia seperti peptisida, logam berat, obat-obatan, agen fisik terdiri dari

suhu, kelembaban, panas, radiasi dan kebisingan, gangguan psikologis,

stress dan depresi juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit.

Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu

organisme. Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan

interaksi antara penjamu dengan faktor agen. Lingkungan dapat dibagi

dalam 3 bagian yaitu pertama lingkungan biologis yaitu mikroorganisme

penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan),

vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan

makanan, obat dan lainnya. Kedua lingkungan fisik yang terdiri dari udara,

keadaan tanah, geografi, air, zat kimia dan populasi. Ketiga lingkungan

sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi

serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun

masyarakat tersebut, antara lain sistem ekonomi, bentuk organisasi

masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan

kepadatan rumah serta kebiasaan hidup masyarakat (Subari, 2004).

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 45: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

31  

Universitas Indonesia

2.4 PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:

pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi

kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary

prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan

pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan

terhadap cacat dan rehabilitasi

2.3.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor

penyebab, lingkungan dan faktor penjamu. Untuk faktor penyebab

dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare

dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan

lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan

peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.

2.3.1.1 Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan

hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai

untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan

kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO

menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat

60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok

manusia (Mubarak & Chayatin, 2009).

Selain untuk kebutuhan diatas air dapat juga menjadi sumber

penularan penyakit termasuk diare. Air dapat berperan sebagai

penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit.

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus

diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak

terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang

ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air.

Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan

pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 46: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

32  

Universitas Indonesia

yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat

yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko

menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan

masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Mubarak &

Chayatin, 2009).

2.3.1.2 Tempat pembuangan tinja  

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari

kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat

dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu

yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan

keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus

dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban,

maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari

rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang

sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.

Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi

syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak

mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh

serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan

dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).

Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang

berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang

dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi

di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang

menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di

kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 47: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

33  

Universitas Indonesia

keluarga yang mempergunakan sungai sebagi tempat

pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.

Sintamurniwaty (2006) dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09

kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang

mempunyai jamban keluarga.

2.3.1.3 Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang

berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh.

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan

berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan

gizi. Menurut Palupi (2005) metode penilaian tersebut adalah

konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran

antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat

digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk

mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak

episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang

jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya

kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan

mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali

sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan

nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.

Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi

kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang

memiliki status gizi cukup (sintamurniwaty, 2006). 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 48: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

34  

Universitas Indonesia

2.3.1.4 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) .

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen

zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang

untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja

sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6

bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan

memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu

formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan

ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai

kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara

imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang

dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap

diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara

penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar

terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan

susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan

pertama kehidupannya, risiko menderita diare adalah 30 kali

lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI

(Depkes, 2000).

Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan,

akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai

macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung

zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena

itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi dengan

ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami

Roesli, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Kamila (2005) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif lebih berisiko terhadap penyakit diare dibandingkan

bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 49: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

35  

Universitas Indonesia

2.3.1.5 Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya

berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian

besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur

oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air

atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung

mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada

penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,

karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman

tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat

berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat

menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta

menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam

tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare

terutama setelah membersihkan tinja anak dan sebelum

memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.

Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian

diare dikemukakan juga oleh Sintamurniwaty (2006), yang

menjelaskan bahwa orang tua yang tidak mempunyai

kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada

anak, mempunyai risiko lebih besar terkena diare.

2.3.1.6 Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga

pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare.

Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat

mungkin setelah usia sembilan bulan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 50: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

36  

Universitas Indonesia

Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai

90% bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40

sampai 60% kasus campak. 0,6 sampai 3,8% kejadian diare

dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita

(Suraatmaja, 2007).

2.3.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah

menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan

menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat,

serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.

Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan

pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare

dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,

parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan

dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, yaitu

kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri

atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan

spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak

menyenangkan.

2.3.3 Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai

mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap

ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis

semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha

rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit

diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi

makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga

dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan

kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada

anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 51: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

37  

Universitas Indonesia

juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam

berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman

sepermainan.

2.5 MODEL PROMOSI KESEHATAN MENURUT NOLA J. PENDER

Banyak model-model perilaku kesehatan yang bertujuan dalam peningkatan

kesehatan di masyarakat. Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model

Promosi Kesehatan (Health Promotion) menurut Pender. Konsep ini juga

mirip dengan kerangka model keyakinan kesehatan atau Health Belief Model.

Konsep promosi kesehatan menurut Pender tidak hanya menjelaskan perilaku

pencegahan penyakit tetapi juga mencakup perilaku lainnya untuk

meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikannya sepanjang daur kehidupan

(Pender, 2002).

Pengertian Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan

interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam

berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan

(Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Sosial Cognitif Theory) dalam

perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik.

Pada tahun 1996 Pender melakukan revisi terhadap konsep health promotion

modelnya setelah dilakukan analisis dan studi riset terhadap HPM. Dalam

revisinya Pender menambahkan tiga variable baru yang mempengaruhi

individu untuk berpartisipasi dalam perilaku peningkatan kesehatan, yaitu

sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect), komitmen

terhadap perencanaan kegiatan (Commitment to of action) serta kebutuhan

untuk berkompetisi dan memilih (Immediate competing demand and

preferences). Health Promotion Model (HPM) yang telah direvisi berfokus

pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan

kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah

laku peningkatan kesehatan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 52: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

38  

Universitas Indonesia

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU SPESIFIK PERILAKU YANG

PENGALAMAN INDIVIDU PENGETAHUAN & SIKAP DIHARAPKAN

Skema 2.4.1. Health Promotion Model.

Sumber : Tomey & Alligood (2006)

Perilaku Sebelumnya

Faktor Personal: Biologis Psikologikal Sosio-kultural

Manfaat Tindakan

Hambatan yang dirasakan

Kemajuan diri

Sikap yang berhubungan

dengan aktivitas

Pengaruh Interpesonal:

Keluarga,teman sebaya ,pelayanan kesehatan, norma-norma, dukungan sosial, model

Pengaruh Situasional : Persepsi terhadap

pilihan yang ada Karakteristik

kebutuhan Ciri-ciri estetik lingkungan

Komitmen terhadap rencana tindakan

Prilaku promosi kesehatan

Kebutuhan untuk berkompetisi (control

diri rendah) & memilih (kontrol diri

tinggi)

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 53: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

39  

Universitas Indonesia

Health Promotion Model yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori

faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan.

Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku

peningkatan kesehatan (Pender,2002). Adapun konsep utamanya terdiri:

1. Perilaku sebelumnya (Prior related behavior). Perilaku sebelumnya

mempunyai pengaruh langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi

kesehatan, adapun pengaruh langsung dari perilaku tersebut secara

otomatis sementara itu pengaruh tidak langsung adalah melalui

persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas

yang muncul dari perilaku tersebut.

2. Faktor personal (Personal factor) yang terdiri dari Personal

biological faktor, meliputi beberapa variabel seperti usia, jenis

kelamin, indek masa tubuh, status pubertas, status menopause,

kekuatan dan keseimbangan. Personal psychological factor yang

terdiri dari harga diri, motivasi diri, kompetensi pribadi, persepsi

status kesehatan dan definisi kesehatan. Personal sosiocultural

factor terdiri dari ras, etnik, akulturasi, pendidikan, status sosial

ekonomi.

3. Persepsi terhadap manfaat tindakan (Perceived benefits of action).

Kesadaran akan manfaat tindakan merupakan hasil positif yang

diharapkan yang akan diperoleh dari perilaku sehat.

4. Hambatan yang dirasakan (Perceived barrier to action). Kesadaran

akan hambatan tindakan di antisipasi, dibayangkan atau dibentuk riil

dan biaya pribadi diperhitungkan untuk melakukan tindakan. Dalam

hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatan-

hambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini

terdiri atas persepsi mengenai ketidaktersediaan, tidak

menyenangkan, biaya, kesulitan atau penggunaan waktu untuk

tindakan-tindakan khusus. Hambatan tinggi maka tindakan ini tidak

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 54: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

40  

Universitas Indonesia

mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan hambatan

rendah mungkin untuk melakukan tindakan lebih besar.

5. Kemampuan Diri (Perceived slf-efficacy). Kesadaran akan

kemampuan diri merupkan penilaian kapabilitas diri untuk

mengorganisasi perilaku promosi kesehatan. Kesadaran akan

kemampuan diri mempengaruhi kesadaran akan adanya

hambatan/tantangan untuk melakukan tindakan. Kemampuan diri

(self efficacy) dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan

dampak makin positif dampaknya makin besar pula persepsi

efficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan

tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi

terhadap hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan

mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan

perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi

kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak

langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam

merencanakan tindakan.

6. Afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related

affect). Pengaruh berdasarkan aktivitas mendeskripsikan perasaan

positif dan negatif sebelum, selama dan perilaku selanjutnya yang

berdasarkan pada stimulus perilaku itu sendiri. Pengaruh berdasarkan

aktivitas mempengaruhi kesadaran akan kemampuan diri.

Perasaan subjektif sebelum, saat dan setelah suatu respon afektif ini

dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar ditandai, disimpan di

dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku

selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri

atas 3 komponen yaitu emosional yang muncul terhadap tindakan itu

sendiri (Activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau

lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-related). Perasaan

yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu

akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 55: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

41  

Universitas Indonesia

lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti

sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek

yang berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional

langsung terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa

positif atau negatif, apakah perilaku tersebut, yang bisa positif atau

negatif, apakah perilaku tersebut menggembirakan, menyenangkan,

dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan.

Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan

diulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa

perilaku, bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan

demikian, keseimbangan relatif diantara afek positif dan negatif

sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang

penting untuk diketahui.

7. Pengaruh individu (Interpesonal influences), pengaruh interpersonal

adalah kesadaran mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap

terhadap orang lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan

kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku

promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung),

teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh interpersonal

meliputi norma (harapan dari orang-orang yang berarti), dukungan

sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan modeling

(pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus seseorang).

Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian kesehatan

tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan perilaku

promosi kesehatan .

8. Pengaruh situasi (Situational influence) yang merupakan persepsi

dan pemikiran pribadi atau situasi yang menciptakan atau konteks

yang dapat memfasilitasi sebuah perilaku, terdiri dari persepsi

terhadap pilihan yang tersedia, karakteristik kebutuhan, dan estetika

lingkungan yang dapat mendukung, perilaku promosi kesehatan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 56: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

42  

Universitas Indonesia

Pengaruh situasi terhadap perilaku sehat dapat secara langsung

maupun tidak langsung. Persepsi kesadaran personal terhadap

berbagai situasi atau keadaan dapat memudahkan atau menghalangi

suatu perilaku. Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan

meliputi persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik

permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana

perilaku tersebut dilakukan.

9. Komitmen dengan rencana tindakan ( Commitmen to plan of action).

Komitmen ini mendeskripsikan konsep tentang intensi dan

identifikasi strategi yang terencana yang mendukung implementasi

perilaku sehat.

10. Kebutuhan untuk berkompetisi (Immediate competing demans and

preferences). Kebutuhan ini merupakan perilaku alternatif untuk

individu dengan kontrol diri yang lemah, sebab ada ancaman

lingkungan seperti tanggung jawab dan perawatan keluarga.

11. Perilaku peningkatan kesehatan (Health-promoting behavior).

Perilaku peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil

tindakan secara langsung yang ingin dicapai sebagai hasil yang

positif seperti kondisi kesehatan yang optimal, terpenuhinya

kebutuhan pribadi, dan kehidupan yang produktif. Contoh perilaku

promosi kesehatan adalah diet yang sehat, latihan secara teratur,

manajemen stress, istirahat secara adekuat, meningkatkan

pertumbuhan spiritual dan membangun hubungan yang positif.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 57: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

43  

Universitas Indonesia

Asumsi dasar Pender’s Health Promotion Model merefleksikan pola

piker tentang ilmu perilaku serta menekankan pada peran aktif pasien

dalam mengelola perilaku sehat dengan modifikasi lingkungan. Adapun

asumsi dari HPM menurut pender adalah sebagai berikut:

2.4.1 Individu mencari cara untuk mengekpresikan potensi kesehatan

mereka yang berbeda satu sama lain dalam menjalani kehidupan.

2.4.2 Individu memeiliki kemampuan untuk merefleksikan kesadaran

diri, termasuk mengkaji kompetensi diri sendiri.

2.4.3 Prinsip individu berkembang kearah positif dan selalu berusaha

untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan kemampuan

pribadi.

2.4.4 Individu berupaya secara aktif untuk melakukan kebiasaan secara

kontinu

2.4.5 Individu dalam konteks biopsikososial berhubungan erat denagn

lingkungan, saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

lingkungan.

2.4.6 Profesi kesehatan terlibat dalam lingkungan interpersonal dengan

memberikan pengaruh pada individu selama daur kehidupan.

2.4.7 Inisiatif pribadi membentuk pola interaksi anatara individu dengan

lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku.

Berdasarkan bukunya yang berjudul “Health Promotion nursing

practice” (1996) maka dapat ditentukan kerangka teori dari Pender.

Pembahasan lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:

Keperawatan, dalam usahanya untuk selalu menampilkan perilaku

promosi kesehatan, ada kalanya individu mengalami penurunan kondisi.

Dalam hal ini individu mengalami kondisi dimana dia tidak mampu

mempertahankan perilakunya tetapi tidak terlalu membutuhkan

pengawasan ketat, perawat dapat mengajukan perilaku alternatif yang

disebut dengan competing demands yaitu dengan membagi tanggung

jawab ini bersama keluarga agar dapat membantu individu dan

mempertahankan perilaku yang positif. Sedangkan jika individu

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 58: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

44  

Universitas Indonesia

memerlukan pengawasan yang cukup ketat, maka perawat mengambil

alih tanggung jawab tersebut. Perilaku alternatif ini disebut dengan

competing preferences. Selain itu terdapat didalamnya yaitu norma-

norma (harapan dari orang terdekat), dukungan sosial, dan modeling.

Keluarga dan tenaga kesehatan merupakan sumber dari pengaruh

interpersonal. Oleh karena itu perawat dapat mempengaruhi perilaku

klien dengan memberikan model perilaku yang menunjukkan perilaku

sehat.

Manusia, menurut Pender menyatakan bahwa manusia mempunyai

faktor-faktor personal, diantaranya adalah faktor biologis personal, yang

termasuk dalam faktor ini anatara lain usia, jenis kelamin, indek masa

tubuh, ststus pubertas. Faktor psikososial personal, yang termasuk dalam

faktor ini antara lain harga diri, memotivasi diri, kompetensi diri,

persepsi terhadap status kesehatan dan definisi individu terhadap

kesehatan dan juga terdiri dari faktor sosiokultural yaitu ras, etnik,

pendidikan dan status sosial ekonomi.

Kesehatan, keberhasilan klien memperlihatkan “perilaku promosi

kesehatan” merupakan tujuan akhir dari teori ini. Kemampuan untuk

menunjukkan perilaku promosi kesehatan akan berdampak pada hasil

kesehatan yang positif, seperti kesejahteraan. “personal fulfillment” dan

hidup yang produktif. Contoh dari perilaku yang menunjukkan promosi

kesehatan antara lain makan makanan sehat, oleh raga teratur,

pengelolaan stress, istirahat yang cukup, kebutuhan spiritual terpenuhi,

dan membina hubungan sosial yang baik.

Lingkungan, pengaruh situasional merupakan persepsi dan kognisi yang

muncul dalam berbagai situasi atau konteks yang dapat memfasilitasi

atau menghambat perilaku promosi kesehatan pada individu. Yang

termasuk didalamnya adalah adanya pilihan persepsi, karakteristik

kebutuhan, dan gambaran estetika yang memungkinkan perilaku

promosi kesehatan dapat dilakukan. Pengaruh situasional ini memiliki

pengaruh langsung maupun tak langsung dalam perilaku kesehatan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 59: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

45  

Universitas Indonesia

Konsep Health Promotion (HPM) dapat dipakai sebagai dasar

pertimbangan dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit diare pada

anak. Diperlukan komitmen bersama dari semua komponen yang ada

baik dari masyarakat terutama adalah orang tua yang mempunyai anak

balita maupun dari tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya

peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit

infeksi seperti diare, dengan memutuskan rantai penularan infeksi.

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap penularan

penyakit diare , lingkungan yang tidak sehat merupakan sarana tempat

berkembang biaknya agen-agen penyebab diare seperti air sumber air

bersih yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan

jamban yang tidak layak. Selain itu pentingnya mempertahankan daya

tahan tubuh anak dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan

pemberian makanan yang bergizi akan menurunkan risiko anak terkena

penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada

orang tua tentang penyakit diare dan pola hidup yang sehat diharapkan

dapat mencegah terjadinya penyakit diare pada anak.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 60: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

46  

Universitas Indonesia

2.6 KERANGKA TEORI

Faktor Penyebab & Risiko Tindakan Hasil

Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Tomey & Alligood (2006); Mubarak (2009) 

Pemberian Penkes tentang penyakit, penatalaksanaan,

pencegahan & perawatan diare

Ya

Merasakan manfaat tindakan

Prilaku promosi

kesehatan

Komitmen terhadap rencana tindakan

Diare Pada Anak

Faktor Ibu: Usia, Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak

Pengaruh Interpesonal:

Keluarga (orang tua) , pelayanan kesehatan

Pengaruh Situasional :

Persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik kebutuhan, ciri-ciri estetik lingkungan

Faktor Anak Usia Jenis Kelamin ASI ekslusif Status Gizi Imunisasai Kebersihan tangan dan kuku

Sikap

Tidak

Kekambuhan Diare

Faktor Sosial Ekonomi

Penghasilan keluarga

Faktor Penyebab Infeksi Malabsorbsi Makanan basi, beracun & alergi

Sebab lain Hambatan yang dirasakan

Peran Perawat : primer, sekunder, tersier

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 61: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

47 

 

47 Universitas Indonesia

BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan

definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir untuk melakukan

penelitian yang dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka. Berdasarkan

tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya penulis

membuat kerangka konsep berdasarkan teori Nola. J. Pender tentang Health

Promotion Model.

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor anak (usia , jenis

kelamin, pemberian ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan

tangan dan kuku) dan faktor ibu ( usia , pendidikan, pengetahuan, kebiasaan

mencuci tangan sebelum memberikan makan anak ) faktor sosial ekonomi

(penghasilan keluarga). Sedangkan variabel dependennya yaitu kejadian

diare pada anak usia < 2 tahun. Secara rinci dapat digambarkan dalam skema

berikut:

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 62: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

48 

 

47 Universitas Indonesia

Skema 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Anak

Usia Jenis kelamin Pemberian ASI Ekslusif Status Gizi Imunisasi Campak Kebersihan tangan dan kuku anak

Faktor Sosial Ekonomi

Penghasilan keluarga

Faktor Ibu

Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan Sebelum memberikan makan pada anak

Kejadian diare pada anak < 2 tahun

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 63: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

49 

 

47 Universitas Indonesia

3.2 Hipotesis

Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut

3.2.1 Makin muda usia balita (< 1 tahun) makin besar risiko

terjadinya diare

3.2.2 Jenis kelamin anak laki-laki berisiko lebih besar terhadap

kejadian diare.

3.2.3 Tidak diberikan ASI eksklusif pada anak berisiko lebih besar

terhadap kejadian diare.

3.2.4 Status gizi anak yang buruk merupakan faktor risiko kejadian

diare.

3.2.5 Tidak diberikannya immunisasi campak pada anak merupakan

faktor risiko kejadian diare.

3.2.6 Tangan kotor dan kuku panjang pada anak merupakan faktor

risiko kejadian diare.

3.2.7 Makin muda usia ibu (< 20 tahun) dan makin tua usia ibu (>30

tahun) merupakan faktor risiko kejadian diare.

3.2.8 Tingkat pendidikan ibu rendah merupakan faktor risiko

kejadian diare.

3.2.9 Kurangnya pengetahuan ibu merupakan faktor risiko kejadian

diare.

3.2.10 Tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak

merupakan faktor risiko kejadian diare.

3.2.11 Penghasilan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko

kejadian diare.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini akan menguraikan tentang variabel

independen yang dimaksud adalah faktor anak yang terdiri dari usia anak,

jenis kelamin anak, ASI ekslusif, status gizi dan immunisasi campak,

Kebersihan tangan dan kuku anak), faktor ibu terdiri dari usia, pendidikan,

pengetahuan dan juga kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan sebelum

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 64: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

50 

 

47 Universitas Indonesia

memberikan makan pada anak, faktor sosial ekonomi yaitu penghasilan

keluarga. Variabel dependennya adalah kejadian diare pada anak usia

dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara.

Definisi Operasional variabel yang diteliti dijelaskan pada table 3.1 berikut :

Tabel 3.3. Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional

Cara Ukur & Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen Kejadian Diare

Bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer.

0 = Tidak diare 1 = Diare

Nominal

Variabel Independent Usia anak Lamanya hidup

yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran

Cara Ukur : Melihat catatan medis dan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahun Alat Ukur : Kuesioner

1= 12 – 24 bulan 2= 4 – 11 bulan

Interval

Jenis Kelamin anak

Identitas diri atau seksual anak sejak ia dilahirkan.

Melihat catatan medis dan melihat dari langsung pasien.

1 = Perempuan 2= Laki-laki

Nominal

ASI Eksklusif

Pemberian Hanya ASI saja sampai usia bayi 6 bulan.

Jawaban yang ada di kuesioner

1=Mendapatkan ASI Eksklusif

2=Tidak mendapatkan ASI eksklusif

Ordinal

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 65: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

51 

 

47 Universitas Indonesia

Variabel Defenisi Operasional

Cara Ukur & Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Imunisasi campak

Cakupan pemberian imunisasi campak yang didapatkan dalam 1 tahun pertama

Jawaban yang ada dikuesioner

0=Mendapatkan immunisasi campak

1=Tidak mendapatkan immunisasi campak

2= Belum cukup umur

Nominal

Status Gizi Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu dibandingkan dengan standar WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standar

Cara Ukur : Melihat catatan rekam medis klien atau melakukan penimbangan BB langsung. Alat Ukur : Kurva pengukuran BB menurut standar WHO.

0=Normal, jika BB/U> - 2 SD – + 2SD

1=Kurang gizi/, jika BB/U < -2 SD

2=Gizi buruk, jika BB/U <-3 SD

ordinal

Kebersihan tangan dan kuku

Kondisi tangan dan kuku : bersih serta kuku tidak panjang

Observasi 1=Tangan & kuku bersih dan pendek

2=Tangan & kuku kotor dan panjang

Nominal

Usia Ibu Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran.

Berdasarkan isi kuesioner yang ditulis ibu

1= 20 – 30 tahun (tidak berisiko) 2= < 20 dan > 30

tahun berisiko)

Ordinal

Pendidikan Ibu

Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus.

Melihat dari pendidikan ibu yang diisi dari kuesioner

1=Tinggi (SLTA/AKA/

PT) 2=Rendah (SD -

SMP)

Ordinal

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 66: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

52 

 

47 Universitas Indonesia

Variabel Defenisi Operasional

Cara Ukur & Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Pengetahuan Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993)

Cara Ukur : Dengan melihat skor yang diperoleh responden, kemudian membandingkan dengan skor maksimal dan dikalikan 100 Alat Ukur : Kuesioner

0=Baik, bila nilai/skor ≥ 76 %

1=Cukup, bila nilai skor 56-75 %

2=Kurang baik bila nilai/skor ≤ 55 %

Interval

Kebiasaan cuci tangan

Perilaku ibu untuk membersihkan tangan sebelum memberikan makan anak dengan menggunakan sabun

Jawaban dari kuesioner

1=Selalu 2=Kadang-

kadang 3= Jarang 4=Tidak pernah

Ordinal

Penghasilan Keluarga

Kondisi keuangan atau penghasilan yang diperoleh keluarga per bulan

Catatan Ukur : Jawaban dari kuesioner Alat Ukur : kuesioner

1=Tinggi, bila penghasilan per bulan >1jt

2=Rendah bila penghasilan per bulan <1 jt.

Ordinal

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 67: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

53  

53 Universitas Indonesia

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat

penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan cara pengumpulan data

serta pengolahan dan analisa data.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan keseluruhan rencana peneliti untuk

mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis

penelitian (Polit & Hungler, 2006). Penelitian ini adalah penelitian

observasional dengan menggunakan rancangan studi case control bersifat

retrospektif. Rancangan studi kasus kontrol tanpa penyetaraan yaitu untuk

mempelajari hubungan faktor risiko dengan. Terjadinya diare pada anak

usia dibawah 2 tahun, dengan cara membandingkan kelompok kasus yaitu

anak yang dirawat dengan diare dan kelompok kontrol yaitu anak yang

dirawat di ruang anggrek RSUD Koja yang tidak menderita atau

terdiagnosa diare tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan

kelompok kasus.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiono, 2007).

Populasi dari penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat dengan

penyakit diare. Data diperoleh dari rekam medis RSUD Koja.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 68: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

54  

53 Universitas Indonesia

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi sebagai perangkat elemen yang dipilih untuk

dipelajari (Sugiono, 2007).

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti berdasarkan

ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,

dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Anak berusia 4 bulan - 2 tahun

b. Anak yang dirawat dengan diare untuk kelompok kasus dan non

diare untuk kelompok kontrol.

c. Orang tua klien bersedia anaknya dijadikan responden

Kriteria ekslusi sebagai berikut yaitu :

a. Anak dengan kondisi yang kritis

b. Orang tua klien tidak kooperatif

Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi satu sisi dengan rumus

sebagai berikut (Ariawan, 1998) :

Keterangan:

N = Besar sampel minimal

Z1-α = nilai Z pada derajat kepercayaan 1- α (90%,95%,99% = 1,28,

1,64, 2,33)

Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β (80%, 90%, 95%,99%

= 0,84, 1,28, 1,64, 2,33)

P1 = Proporsi efek standar (dari kepustakaan)

P2 = Proporsi efek yang diteliti

P = Rata-rata P1-p2 = (P1+P2)/2

( )( ) ( )( ) ( ){ }( )221

22121111121PP

PPPPZPPZn

−+−−+−−= βα

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 69: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

55  

53 Universitas Indonesia

Dalam perhitungan sampel peneliti merujuk dari penelitian dari

Palupi (2005) tentang status gizi dan hubungannya dengan kejadian

diare pada anak diare akut. Dalam penelitian tersebut penulis

mencoba menghitung berdasarkan 2 proporsi yaitu jenis kelamin.

Perhitungan pertama berdasarkan proporsi rata-rata perbedaan jenis

kelamin laki-laki dan perempuan yang beresiko terhadap

kekambuhan diare. Proporsi anak laki-laki sebesar 60% dan

proporsi anak perempuan beresiko terhadap kejadian diare sebesar

40 %. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dan

kekuatan uji 90 %.

Maka diketahui:

Z1-α = 2,33

Z1-β = 1,23

P1 = 0,60

P2 = 0,40

P1-P2 = 0,20

P = Rata-rata P1+P2/2 = (0,60+ 0,40)/2 = 0,8

Perhitungannya sebagai berikut didapatkan adalah :

n = 25,3

n = 25

Perhitungan kedua peneliti merujuk pada penelitian yang dilakukan

oleh Clemens (1997) tentang pengaruh pemberian Breastfeeding

terhadap resiko terjadinya diare di Banglades berdasarkan nilai

proporsi Usia antara 0-11 bulan dan 12-23 bulan yang beresiko

terhadap kejadian diare. Proporsi bayi 0-11 sebesar 54% dan

proporsi anak usia 12-23 bulan beresiko terhadap kejadian diare

sebesar 38 %. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dan

kekuatan uji 90 %.

( )( ) ( )( ) ( ){ }( )22,0

240,0140,060,0160,023,18,018,0233,2 −+−+−=

xn

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 70: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

56  

53 Universitas Indonesia

Maka diketahui:

Z1-α = 2,33

Z1-β = 1,23

P1 = 0,54

P2 = 0,38

P1-P2 = -0,16

P = Rata-rata P1+P2/2 = (0,53+ 0,38)/2 = 0,72

Besar sampel minimal didapatkan adalah :

n = 48,9 n = 49

Dari kedua perhitungan rumus sampel diatas penulis menggunakan

rumus berdasarkan proporsi rata-rata perbedaan usia antara bayi 0-

11 bulan dan 12-23 bulan yaitu sebesar 49. Sampel minimal yang

diperlukan sebanyak 49 responden. Untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya drop out responden, perlu penambahan

jumlah sampel sebanyak 10 % menggunakan rumus (Sastroasmoro

& Ismail,2002)

n = n / (1 – f )

keterangan :

n = Besar sampel setelah dikoreksi

f = Perkiraan proporsi drop out

Berdasarkan perhitungan tersebut, besar sampel setelah dikoreksi

adalah 54 sampel untuk kelompok kasus dan 54 sampel untuk

kelompok kontrol.

Penetapan kelompok kasus dan kontrol dilakukan berdasarkan

diagnosa medis yang ditetapkan oleh dokter, untuk kelompok kasus

adalah anak dengan diare sedangkan kelompok kontrol adalah anak

( )( ) ( )( ) ( ){ }( )216,0

238,0138,054,0154,023,172,0172,0264,1 −+−+−=

xn

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 71: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

57  

53 Universitas Indonesia

yang dirawat bukan dengan penyakit diare. Pengumpulan data

dilakukan secara bersamaan pada anak yang telah memenuhi

kriteria. Jumlah total sampel yaitu 108 responden.

4.3 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di ruang anggrek RSUD Koja Jakarta Utara.

Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa rumah sakit

tersebut terletak di Jakarta Utara, jumlah pasien anak yang di rawat dengan

diare memenuhi jumlah sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti,

memiliki karakteristik pasien yang sama dan memungkinkan untuk

terpenuhinya sampel sesuai kriteria. Lokasi penelitian terjangkau dan

memberikan kemudahan dari segi administrasi dan proses penelitian.

4.4 Waktu Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan dari bulan Mei sampai Pertengahan bulan

Juni 2011. Proses penelitian, dimulai dari pembuatan proposal sampai

penyusunan laporan penelitian berlangsung selama 5 bulan.

4.5 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu nilai yang normal, yang harus dipatuhi oleh

peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden,

meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari eksploitasi,

keuntungan dari penelitian tersebut dan risiko yang didapatkan (Nursalam,

2008). Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti harus mendapatkan

rekomendasi dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan

mengurus ijin penelitian di RSUD Koja. Dalam melakukan penelitian

hendaknya peneliti mempertimbangkan aspek etik dengan memenuhi hak-

hak pasien. Menurut Polit dan Beck (2003) :

4.5.1 Right to self- determination

Peneliti memperhatikan prinsip etik yang peduli terhadap setiap

keputusan responden. Responden atau orang tua akan diberikan hak

otonomi, hak untuk memilih dan hak membuat keputusan secara

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 72: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

58  

53 Universitas Indonesia

sadar tanpa paksaan. Sebelum penelitian dimulai peneliti

memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada responden dan orang

tua, kemudian menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang

akan dilakukan. Peneliti menjelaskan tentang prosedur penelitian,

manfaat, resikonya bahwa apa yang dilakukan tidak membahayakan

anak. Setelah mendapatkan penjelasan, responden atau orang tua

diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan atau menolak

berpartisipasi dalam penelitian. Jika keluarga menyetujui maka

diminta menandatangani lembar persetujuan yang disiapkan

peneliti.

4.5.2 Righ to Privacy dan dignity

Dalam penelitian ini peneliti menjaga privacy dan martabat

responden. Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang

diperoleh dari responden dan data hanya digunakan untuk keperluan

penelitian. Data-data yang terkumpul disimpan dengan baik dan jika

sudah tidak diperlukan lagi data tersebut dimusnahkan.

4.5.3 Right to anonymity and confidentiality

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responen pada lembar pengumpulan data,

cukup memberi inisial dan nomor kode responden pada masing-

masing lembar tersebut. Segala yang terkait dengan identitas pribadi

responden maupun informasi pribadi yang diperoleh selama

penelitian tidak diketahui orang lain, peneliti menjaga kerahasiaan

informasi sepenuhnya.

4.5.4 Right to protection from discomfort and harm

Responden mendapatkan hak untuk perlindungan dari

ketidaknyamanan dan kerugian yang bersifat fisik, psikologis, sosial

maupun ekonomi. Peneliti melindungi respon dari eksploitasi dan

menjamin bahwa semua yang akan dilakukan adalah untuk

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 73: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

59  

53 Universitas Indonesia

meminimalkan bahaya atau kerugian serta memaksimalkan manfaat

penelitian kepada responden.

4.5.5 Right to Justice

Artinya peneliti berlaku adil kepada responden, dengan cara tidak

membedakan responden baik yang berkaitan dengan jenis kelamin,

suku, status sosial ekonomi.

4.6 Alat Pengumpulan data

4.6.1 Jenis Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan variabel independen. Sumber data berasal dari data primer

dan sekunder. Data primer berasal dari wawancara untuk

mengklarifikasi beberapa data yang ada di kuesioner dengan

responden dengan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang

ada didalam kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari

catatan medis atau rekam medis yang ada di rumah sakit. Kuesioner

berisi tentang karakteristik anak dan ibu, pengetahuan, dan

observasi.

Kuesioner pengetahuan ibu tentang diare pada anak dan

perawatannya terdiri atas 10 butir soal. Pemberian skor dilakukan

berdasarkan ketentuan, jawaban benar diberi skor 1, dan jawaban

salah diberi skor 0. Skor yang diperoleh masing-masing responden

dijumlahkan, dibandingkan dengan skor maksimal kemudian

dikalikan 100. Hasil perhitungan terakhir menunjukkan nilai

pengetahuan yang dimiliki responden tentang diare. Skor yang

diperoleh kemudian dikatagorikan sesuai dengan kategori

pengetahuan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) menjadi

pengetahuan baik skor > 76 %, pengetahuan cukup apabiila skor 56-

76%, pengetahuan kurang apabila skor < 56%.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 74: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

60  

53 Universitas Indonesia

4.6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas instrumen

Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji kuesioner terlebih

dahulu dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen

(kuesioner) agar diperoleh data akurat dan objektif. Hal ini sangat

penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian hanya dapat

dipercaya (akurat) apabila instrumen yang digunakan sudah valid

dan reliabel (Hastono, 2007).

Validitas adalah ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu

data, sedangkan reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran 2 kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan

alat ukur yang sama (Hastono, 2007) . Uji validitas yang digunakan

korelasi “Product Moment” instrumen ini dikatakan valid apabila r

hitung > dari r tabel, dan dikatakan tidak valid apabila r hitung, dari

r tabel. Sedangkan uji reliabilitas yang digunakan adalah “

Cronbach Alpha” dengan cara membandingkan nilai r hasil dengan

nilai r tabel. Nilai r hasil dilihat dari nilai Cronbach Alpha, bila r

Alpha > r tabel, maka pertanyaan dalam kuesioner ini realiabel.

Proses pengambilan data untuk uji validitas dan reliabilitas

dilaksanakan pada minggu ke empat bulan Mei. Uji instrumen

dilakukan kepada 10 orang responden yang kemudian dinilai

dengan menggunakan metode pearson product moment (r) untuk

menguji validitas kuisioner dan juga penilaian reabilitas kuisioner.

Hasil uji coba mendapatkan nilai r hasil berada diatas r tabel (0,632)

sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan ke sepuluh variabel

akurat dan objektif (valid). Analisis dilanjutkan dengan uji

reliabilitas dengan penelitian dengan cara membandingkan nilai r

(alpha) tabel dengan nilai r (alpha) hasil. Dalam penelitian ini hasil

uji ternyata nilai r (alpha) sebesar 0,968 kemudian dibandingkan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 75: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

61  

53 Universitas Indonesia

dengan nilai r tabel yaitu r = 0,632 maka kuisioner dinyatakan layak

untuk digunakan.

4.7 ProsedurPengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

4.7.1 Prosedur Administrasi

a. Peneliti mengajukan kaji etik penelitian pada Komite Etik

Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia (FIK UI) setelah uji

proposal.

b. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada

Dekan FIK UI yang di tujukan kepada Direktur Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Utara.

c. Peneliti meneruskan surat permohonan ijin penelitian ke RSUD

Koja untuk memperoleh ijin penelitian, kemudian peneliti akan

menyampaikan surat ijin yang sudah diberikan oleh direktur

RSUD Koja kepada manager rawat inap RSUD Koja

d. Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti menyampaikan

kepada kepala ruang rawat anak sebagai tempat penelitian yang

akan digunakan.

4.7.2 Prosedur Teknis

Prosdur teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

a. Melakukan seleksi calon responden sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan.

b. Peneliti menentukan kelompok kasus dan kelompok kontrol

berdasarkan diagnosa medis yang telah ditetapkan oleh dokter.

Pengumpulan data untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol

dilakukan secara bersamaan. Kelompok kasus yaitu anak usia 4

bulan – 2 tahun yang dirawat dengan penyakit diare, sedangkan

kelompok kontrol yaitu anak usia 4 bulan – 2 tahun yang

dirawat selain penyakit diare.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 76: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

62  

53 Universitas Indonesia

c. Menperkenalkan diri kepada calon responden dan orang tua

baik untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol.

d. Melakukan informed consent yang didahului dengan

memberikan penjelasan tentang rencana, tujuan, manfaat dan

dampak penelitian yang terjadi kepada responden. Setelah

pemberian informasi, selanjutnya meminta persetujuan secara

tertulis sebagai bentuk persetujuan secara tertulis sebagai bentuk

persetujuan dan bersedia sebagai responden dalam penelitian.

e. Melakukan pengumpulan data dengan cara responden diberi

kuesioner yang selanjutnya diisi oleh responden. Adapun tempat

penelitian dilakukan diruangan pasien, dan dimulai pengambilan

data.

f. Proses pengambilan data ini terus dilakukan terhadap semua

responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan

pada sampel penelitian sampai terpenuhi sampel yang

diharapkan yaitu 108 responden (54 anak dengan diare dan 54

anak dengan selain penyakit diare)

4.8 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengelolaan data

untuk mendapatkan analisis penelitian dengan informasi yang benar

(Hastono,2007). Pengolahan data menggunakan komputer dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

4.8.1 Editing Data

Tahap ini merupakan kegiatan penyuntingan data yang terkumpul,

yaitu dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian

dan karakteristik dari setiap jawaban dan daftar pertanyaan. Editing

data dilakukan setiap responden selesai mengisi daftar pertanyaan,

jika ada kesalahan atau jawaban yang kurang maka daftar

pertanyaan tersebut dikembalikan ke responden untuk dilengkapi.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 77: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

63  

53 Universitas Indonesia

4.8.2 Koding Data

Setelah data di edit, langkah selanjutnya adalah mengkoding data

yaitu dilakukan dengan cara memberi kode terhadap setiap

jawaban yang diberikan dengan tujuan untuk memudahkan entry

data.

4.8.3 Entry Data

Entry data dilakukan dengan cara memasukkan data kedalam

komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 15.

4.8.4 Cleaning Data

Data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa

data tersebut telah bersih dari kesalahan dalam pengkodean maupun

kesalahan dalam membaca kode, dengan demikian diharapkan data

tersebut benar-benar siap untuk dianalisa.

4.9 ANALISA DATA

Setelah tahapan pengelolaan data selesai, maka dilanjutkan dengan

analisis data, adapun tahapannya sebagai berikut :

4.9.1 Analisis Univariat

Analisis ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel dependen dan independen. Analisis ini

bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari

variabel dependen yaitu kekambuhan diare pada balita dan variabel

independen yaitu usia dan jenis kelamin anak, ASI eksklusif, status

gizi, imunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku, usia ibu ,

pendidikan, pengetahuan dan, kebiasaan mencuci tangan sebelum

memberikan makan anak, penghasilan keluarga.

4.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis tabel silang dua variabel, yaitu

variabel independen dan variabel dependen sesuai dengan kerangka

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 78: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

64  

53 Universitas Indonesia

konsep. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara nilai

yang diharapkan dengan nilai yang diamati, bila kedua variabel itu

tidak ada perbedaan berarti tidak ada hubungan yang signifikan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik

yang digunakan adalah Kai – Kuadrat (Pearson Chi-square),

dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%. Bila nlai p < 0,05

maka hasil perhitungan statistik bermakna. Kemudian dilakukan

perhitungan Odds Ratio (OR), nilai OR merupakan estimasi resiko

terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya variabel independen.

Estimasi Confidence interval (CI) OR ditetapkan pada tingkat

kepercayaan 95%.

Interpretasi Odds Ratio adalah sebagai berikut :

OR = 1, artinya tidak ada hubungan

OR = < 1 , artinya sebagai proteksi atau pelindung

OR = > 1, artinya sebagai faktor resiko

4.9.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan dengan cara menghubungkan

variabel independen dengan satu variabel dependen pada waktu

yang bersamaan. Pada penelitian ini analisis regresi logistik ganda

yang merupakan salah satu pendekatan model matematis yang

digunakan untuk menganalisa hubungan satu atau beberapa variabel

independen dengan variabel dependen, alasan memakai analisis ini

adalah variabel dependennya kategorik yang bersifat dikotom/

binary.

Tahapan analisis multivariat meliputi pemilihan variabel kandidat

multivariat pada penelitian ini ada sebelas variabel yang diduga

berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia dibawah 2

tahun, yaitu usia dan jenis kelamin anak, pemberian ASI ekslusif,

status gizi, immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku, usia

ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan kebiasaan mencuci tangan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 79: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

65  

53 Universitas Indonesia

sebelum memberikan makan anak, serta sosial ekonomi selanjutnya

ke sebelas variabel independen secara satu persatu terlebih dahulu

dilakukan analisis bivariat uji logistik sederhana dengan variabel

dependen. Variabel yang pada saat dilakukan uji G (Rasio Log

likelihood), memiliki p<0,25 mempunyai kemaknaan secara

subtansi dijadikan kandidat yang akan dimasukkan dalam model

multivariat.

Pembuatan model faktor risiko diare pada anak usia dibawah 2

tahun. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan

secara bersama-sama. Model terbaik dipertimbangkan dua penilaian

yaitu signifikasi ratio log-likelihood (p<0,25) dan nilai sinifikan p

wald (p< 0,05). Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan

cara semua variabel independen yang telah lulus sensor dimasukkan

ke dalam model. Kemudian variabel yang p wald nya tidak

signifikan dikeluarkan dari model secara berurutan dimulai dari p

wald yang terbesar, pemprosesan dilakukan sampai variabel yang

dipilih p wal nya, 0,05 berarti variabel tersebut yang berhubungan

secara signifikan dengan kejadian diare pada anak dibawah 2 tahun

 

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 80: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

66  

66                           Universitas Indonesia  

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian tentang faktor risiko kejadian

diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja. Uraian dalam bab ini meliputi

gambaran kejadian diare, gambaran karakteristik faktor anak, faktor ibu dan faktor

sosial ekonomi dengan menggunakan analisis univariat. Selain menggambarkan

karateristik disajikan pula analisis bivariat dengan menggunakan chi square untuk

membuktikan hipotesis dengan uji perbedaan proporsi serta menentukan besarnya

hubungan kedua variabel independen dan dependen. Pada bab ini juga menjelaskan

tentang analisis multivariat yang bertujuan untuk menganalisis variabel independen

yang paling berpengaruh hubungannya dengan variabel dependen dengan

menggunakan uji statistik resgresi logistik.

5.1 GAMBARAN KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN

DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN

Untuk menjelaskan gambaran masing-masing variabel yang terdapat dalam

penelitian ini terlebih dahulu dilakukan analisis univariat, meliputi variabel

independen yang terdiri dari karateristik faktor anak, ibu dan sosial ekonomi serta

variabel dependen berupa kejadian diare pada anak usia < 2 tahun. Adapun

gambarannya sebagai berikut :

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 81: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

67  

66                           Universitas Indonesia  

5.1.1 Gambaran Karakteristik Anak

Tabel 5.1 Distribusi Menurut Karakteristik Anak di RSUD Koja

Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel Uraian

Jumlah Presentasi (%) 1 Usia Anak

4-7 bulan 8-11 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan

29 35 30 14

26,9 32,4 27,7 13,0

2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

36 72

33,3 66,7

3 ASI Eksklusif Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak mendapatkan ASI eksklusif

43 65

39,8 60,3

4 Imunisasi Campak Mendapatkan immunisasi campak Tidak mendapatkan immunisasi campak

48 60

44,4

55,6

5 Status Gizi Normal Kurang Gizi Gizi Buruk

52 27 29

48,1 25,0 26,9

6 Kondisi tangan dan kuku Tangan dan kuku bersih dan pendek. Tangan dan kuku kotor dan panjang

64 44

59,3 40,7

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa karakteristik anak berdasarkan usia

terlihat bahwa anak usia 8-11 bulan sebesar 32,4% lebih banyak dibandingkan

usia 12–18 bulan. Sebagian besar anak berjenis kelamin laki-laki dengan

jumlah responden 66,7% dibandingkan perempuan.

Sedangkan berdasarkan riwayat pemberian imunisasi campak lebih banyak

anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak 55,6%. Menurut status gizi

anak didapatkan anak yang dengan status gizi normal yaitu sebesar 48,1%,

anak dengan kurang gizi sebesar 25% dan anak yang mengalami gizi buruk

sebesar 26,9%. Data selanjutnya memperlihatkan bahwa sebagian besar anak

dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 59,3% dan

40,7% anak dengan kondisi tangan dan kuku kotor dan panjang.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 82: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

68  

66                           Universitas Indonesia  

Tabel 5.2 Distribusi Anak Yang Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

di RSUD Koja, Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel Uraian

Jumlah Presentasi (%) 1 Anak yang mendapatkan ASI

Dapat Tidak Dapat

86 22

78,6 20,4

2 Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif Dapat Tidak dapat

43 65

39,8 60,2

3 Usia anak yang mendapatkan ASI 0-3 bulan 4-5 bulan 6-9 bulan 9-11 bulan >12 bulan

29 21 20 9

29

26,9 19,4 18,5 8,4

26,9 4 Alasan anak tidak mendapatkan ASI

Ekslusif ASI tidak cukup Bayi tidak mau menyusu Ibu harus bekerja Lain-lain

20 11 19 1

18,5 10,2 17,6

9 5 Anak yang mendapatkan minum selain

ASI Ya Tidak

104 4

96,3 3,7

6 Jenis Minuman yang diberikan selain ASI Susu formula Air putih Air gula Air Tajin Jus Buah Air Teh Madu Lain-lain

53 55 4 4 4 2 1 0

49,1 50,9 3,7 3,7 3,7 1,9 0,9 0

7 Usia anak mendapatkan MP-ASI 0-3 bulan 4-5 bulan >6 bulan

39 20 43

36,1 24,1 39,8

7 Jenis MP-ASI Bubur susu Bubur Saring Buah Lain-lain

35 31 20 17

32,4 28,7 18,5 15,7

Dilihat dari anak yang mendapatkan ASI eksklusif presentasenya hampir sama

yaitu sebesar 52,8% dan yang tidak mendapatkan sebesar 47,2%. Bila dilihat

dari tabel 5.2 dapat dijelaskan jumlah anak yang mendapatkan ASI lebih

banyak yaitu 78,6%. Sedangkan usia anak mendapatkan ASI mayoritas antara

3-6 bulan. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI

eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan Asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 83: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

69  

66                           Universitas Indonesia  

Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada

anaknya yaitu dikarenakan asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Anak yang

mendapatkan minum selain asi sebesar 96,3% dengan jenis minuman yang

diberikan yaitu susu formula 49,1%, air putih 50,9%, air gula 3,7%, air tajin

3,7%, air teh 3,7%, madu 2%. Sedangkan pada anak yang tidak mendapatkan

ASI eksklusif, usia anak pertama kali diberikan MP-ASI yaitu usia kurang dari

3 bulan 36,1%, usia 4-5 bulan 24,1% dan > 6 bulan sebesar 39,8% , Jenis MP-

ASI yang diberikan yaitu bubur susu 32,4%, bubur saring 28,7%, buah 18,5%

dan lain-lain 15,7%.

5.1.2. Gambaran Karakteristik Faktor Ibu dengan Kejadian Diare

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik Ibu

yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108)

Variabel Uraian Jumlah Presentasi (%)

1 Usia Ibu < 20 dan >30 Tahun 20 – 30 Tahun

72 36

66,7 33,3

2 Pendidikan Ibu Tinggi Rendah

55 53

50,9 49,1

3 Pengetahuan Ibu Baik Cukup Kurang

43 36 29

39,8 33,3 26,9

4 Kebiasaan mencuci tangan Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak pernah

63 30 15

58,3

27,8 13,9

Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu, usia ibu

sebagian besar antara < 20 dan > 30 tahun yaitu 66,7% dan 33,3% usia ibu

antara 20-30 tahun. Sedangkan berdasarkan pendidikan ibu presentasenya

hampir sama yaitu 50,9% tinggi dan 53 (49,1%).

Dari pengetahuan ibu dapat dilihat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan

baik sebesar 43 (39,8%), pengetahuan cukup 36 (33,3%) dan 29 (26,9%)

pengetahuan ibu rendah. Sedangkan ibu yang mempunyai kebiasaan mencuci

tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu 63 (58,3%) selalu, 30

(27,8%) kadang-kadang dan 15 (13,9%) jarang/ tidak pernah mencuci tangan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 84: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

70  

66                           Universitas Indonesia  

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak

Usia dibawah 2 tahun, Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Presentasi (%)

Pengetahuan Ibu

P5

P6

P8

P7

P10

P9

P3

P4

P1

P2

88,0

87,0

76,9

74,1

66,7

66,7

65,7

52,8

56,5

45,4

Berdasarkan tabel 5.5 10 pertanyaan pada kuisioner pengetahuan didapatkan

hasil dari 108 ibu lebih banyak menjawab benar pada pertanyaan 5 yaitu

sebesar 88%.

5.1.3 Gambaran Karakteristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian

Diare

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden Menurut Karakteristik Sosek

yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108)

Variabel Uraian Jumlah Prosentasi (%)

Penghasilan Keluarga

>1 Juta

< 1 Juta

44

64

40,7

59,3

Variabel tingkat penghasilan orang tua dikatagorikan dalam 2 kelompok yaitu

orang tua yang mempunyai penghasilan rendah (< 1 juta) dan tinggi (> 2 juta).

Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa orang tua yang mempunyai penghasilan

tinggi sedikit lebih banyak dibandingkan dengan orang tua yang mempunyai

penghasilan rendah.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 85: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

71  

66                           Universitas Indonesia  

5.2 HUBUNGAN KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN

DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN

Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel independen dan

dependen serta untuk memilih variabel kedalam analisis multivariat

dilakukanlah analisis bivariat. Adanya hubungan antara faktor-faktor risiko

dengan kejadian diare, ditunjukkan dengan nilai p value < 0,05 pada CI

(Confidence Interval) 95%.

5.2.1 Hubungan Antara Faktor Anak dengan Kejadian Diare pada Anak

Usia < 2 tahun

Tabel 5.7 Hubungan antara Karakteristik Anak dengan kejadian diare

Variabel Bukan diare Diare Total OR

(95% CI)

P

value n % n %

Usia anak 4 – 11 bulan 12 – 24 bulan

34

20

63,0

37,0

30

24

55,6

44,4

64

44

1,36

(0,63-2,93)

0,433

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki

20

34

37,0

63,0

16

38

29,6

70,4

38

72

1,39

(0,62-3,12)

0,414

ASI ekslusif Mendapatkan Tidak mendapatkan

21

33

38,9

61,1

22

32

40,7

59,3

43

65

0,26

(0,42-2,00)

1,0

Imunisasi campak Mendapatkan Tidak dapat Belum cukup umur

25

15

14

46,3 27,8

25,9

23 13

18

42,6 24,1

33,3

48 28

32

0,94 (0,37-2,39)

1,39 (0,56-3,43)

0,90

0,46

Status Gizi normal Kurang Buruk

34 10

10

63,0 18,5

18,5

18 17

19

33,3 31,5

35,2

52 27

29

3,21 (1,22-8,45)

3,58 (1,38-9,33)

0,018

0,009

Kondisi tangan & kuku Bersih dan pendek Kotor dan panjang

33

21

61,1

38,9

31

23

57,4

42,6

64

44

0,65 (0,29-1,47)

0,84

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 86: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

72  

66                           Universitas Indonesia  

Tabel 5.7 menggambarkan hubungan antara usia anak dengan kejadian diare

pada anak usia < 2 tahun. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak dengan

diare lebih banyak pada usia 4-11 bulan yaitu sebesar 55,6%. Sedangkan anak

yang tidak mengalami diare juga lebih banyak pada usia 4-11 bulan 63%.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,433, dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan kejadian diare.

Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin anak dengan kejadian diare

diperoleh bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 70,4%. Sedangkan pada anak yang tidak

mengalami diare juga lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki 63%.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,414, dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian diare.

Dari hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif anak

dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih

banyak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 59,3%. Sedangkan

pada anak yang tidak menderita diare juga lebih banyak yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan

nilai p = 1,0 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare.

Dari hasil analisis hubungan antara status gizi anak dengan kejadian diare

didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak bergizi buruk yaitu sebesar

35,8 %. Sedangkan pada anak yang tidak diare lebih banyak dengan status

gizi normal 63%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,009 berarti

dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan

kejadian diare. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,5 kali dimana

anak dengan status gizi buruk berpeluang 3,5 kali untuk mengalami diare

dibandingkan anak yang berstatus gizi normal.

Hasil analisis hubungan antara pemberian imunisasi campak anak dengan

kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak

yang tidak mendapatkan imunisasi campak yaitu sebesar 57,4%. Sedangkan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 87: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

73  

66                           Universitas Indonesia  

anak yang tidak mengalami diare lebih banyak tidak mendapatkan yaitu

sebesar 53,7%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value= 0,84 berarti dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tidak

diberikan imunisasi campak dengan kejadian diare.

Dari hasil analisis hubungan antara kondisi tangan dan kuku dengan kejadian

diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak dengan

kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 42,6%. Sedangkan

anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak dengan kondidi kuku dan

tangan bersih dan pendek 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value =

0,84 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare.

5.2.2 Hubungan antara faktor ibu dengan kejadian diare pada anak usia <

2 tahun

Tabel 5.8 Hubungan antara Karakteristik Ibu dengan Kejadian Diare

Variabel Bukan diare Diare Total OR

(95% CI)

P

value n % n %

Usia ibu 20 - 30 tahun < 20 - >30 tahun

40

14

74,1

25,9

32

22

59,3

40,7

72

36

1,96

(0,86-4,44)

0,153

Pendidikan ibu Tinggi Rendah

23 31

42,6 57,4

32 22

59,3 40,7

55 53

0,51

(0,23-1,096)

0,124

Pengetahuan Ibu Tinggi Cukup Rendah

23 16

15

42,6 29,6

27,8

20 20

14

37,0 37,0

25,9

43 36

29

1,43 (0,59-3,49)

1,07 (0,41-2,75)

0,424 0,883

Kebiasaan ibu Mencucitangan Selalu Kadang-kadang

Tidak/jarang

39 12 3

72,2 22,2

5,6

24 18

12

44,4 33,3

22,2

63 30

15

2,43 (1,00-5,93)

6,50 (1,66-25,41)

0,050 0,007

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 88: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

74  

66                           Universitas Indonesia  

Hasil analisis hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare didapatkan

bahwa anak yang menderita diare mempunyai ibu dengan usia <20 - > 30

tahun lebih banyak yaitu sebesar 40,4%. Sedangkan anak yang bukan diare

lebih banyak pada anak dengan usia ibu antara 20-30 tahun yaitu sebesar

74,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,153 berarti dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu

dengan kejadian diare.

Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian

diare didapatkan bahwa tingkat pendidikan ibu pada anak dengan diare lebih

tinggi yaitu sebesar 59,3%. Sedangkan tingkat pendidikan ibu rendah lebih

banyak terjadi pada anak bukan diare yaitu sebesar 57,4%. Hasil uji statistik

didapatkan nilai p value = 0,12 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian

diare.

Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare

dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak memiliki ibu

dengan tingkat pengetahuan tinggi dan cukup dengan presentase masing-

masingnya sebesar 37%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare

juga lebih banyak ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi yaitu 42,6%. Hasil

uji statistik pada tingkat pengetahuan ibu rendah didapatkan nilai p value =

0,883 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare.

Hasil analis antara hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian

diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang

mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan

pada anak yaitu sebesar 44,4%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami

diare juga lebih banyak mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum

memberikan makan pada anaknya yaitu sebesar 72,2%. Hasil uji statistik

didapatkan nilai p value = 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum

memberikan makan pada anak dengan kejadian diare. Dari hasil analisis

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 89: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

75  

66                           Universitas Indonesia  

diperoleh pula nilai OR = 2,43 kali dimana ibu tidak mempunyai kebiasaan

kadang-kadang mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak

berpeluang 2,43 kali untuk mengalami diare dibandingkan dengan anak yang

ibunya mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan.

Dari uji statistik kebiasaan ibu jarang/tidak pernah mencuci tangan

didapatkan nilai p value = 0,007 berarti dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara jarang/tidak menlakukan cuci tangan dengan kejadian diare

dengan nilai OR= 6.50 kali dimana ibu yang jarang/tidak mencuci tangan

berpeluang 6,50 kali untuk mengalami diare.

5.2.3 Hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian diare pada anak usia

< 2 tahun

Tabel 5.9 Hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare

Penghasilan

keluarga

Bukan diare Diare Total OR

(95% CI)

P

value n % n %

<1 Juta

>1 juta

21

33

38,9

61,1

23

31

42,6

57,4

44

64

0,85

(0,39-1,849)

0,845

Dari hasil analisis hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian

diare didapatkan bahwa anak dengan penghasilan keluarga kurang dari 1

juta lebih banyak pada anak yang mengalami diare yaitu sebesar 42,6%.

Sedangkan penghasilan keluarga lebih dari 1 juta lebih banyak pada anak

bukan diare yaitu sebesar 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value

= 0,845 berarti dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan

antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 90: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

76  

66                           Universitas Indonesia  

5.3 FAKTOR DOMINAN RISIKO TERJADINYA DIARE PADA ANAK

USIA < 2 TAHUN

Untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap risiko

terjadianya diare maka dilakukan analisis multivariat dengan mencari

hubungan antara variabel independen dengan dependen.

5.3.1 Seleksi Bivariat

Masing-masing variabel independen dilakukan analisis bivariat dengan

variabel dependen. Bila hasil analisis bivariat menghasilkan p value <

0,25, maka variabel tersebut masuk pada tahap analisis multivariat.

Hasil seleksi kandidat dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini:

Tabel 5.10 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian

Diare pada anak usia di bawah 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara

Variabel P value

Usia Anak 0.816

Jenis Kelamin 0.608 ASI Eksklusif 0,585 Imunisasi Campak 0.298 Status Gizi 0.029* Kondisi tangan dan kuku 0.983 Usia Ibu 0.279 Pendidikan Ibu 0.372 Pengetahuan 0.097* Kebiasaan ibu mencuci tangan 0.025* Penghasilan keluarga 0.758

* masuk ke pemodelan berikutnya

Dari hasil analisis bivariat, pada table 5.10 dapat dilihat variabel yang

memenuhi syarat untuk masuk pemodelan multivariat dengan p value

< 0,25 adalah status gizi, pengetahuan ibu, dan kebiasaan ibu mencuci

tangan.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 91: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

77  

66                           Universitas Indonesia  

5.3.2 Pemodelan Multivariat

Variabel yang memenuhi syarat dari analisis bivariat dimasukan ke

dalam analisa multivariat. Dari hasil analisis multivariat dengan regresi

logistik dihasilkan p value masing-masing variabel.

Dari hasil analisa multivariat pada table 5.8 terdapat 5 variabel yang p

value < 0,05 yaitu status gizi, usia ibu, pengetahuan ibu dan kebiasaan

ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan

6 variabel lainnya memiliki nilai p value > 0,05.

Tabel 5.11 Langkah pertama regresi logistik

Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare

pada Anak Usia di bawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara

Variabel B Wald OR (95% CI)

P value

Status Gizi Kurang Buruk

1,298 1,001

7,249 5,806 3,700

3,664 2,720

1,27-10,53 0,981-7,541

0,027* 0,016* 0,054*

Pengetahuan Ibu Cukup rendah

0,838 0,048

3,070 2,694 0,008

2,312 1,049

0,850-6,29 0,364-3,022

0,215 0,101 0,930

Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah

0,783 1,810

7,210 2,554 6,091

2,187 6,111

0,838 1,452

0,027* 0,110 0,014*

*Bermakna pada α = 0,05

Dari hasil analisis multivariat pada tabel 5.10 terlihat hanya ada 2 variabel yang p valuenya < 0,05 yaitu status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan variabel pengetahuan ibu nilai p value yang > 0,05 sehingga harus dikeluarkan satu persatu dari model berdasarkan nilai p yang terbesar. Nilai p yang terbesar adalah variabel pengetahuan ibu, oleh karena itu pada langkah selanjutnya variabel tersebut dikeluarkan sehingga didapatkan hasil seperti terlihat pada table 5.11 di bawah ini:

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 92: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

78  

66                           Universitas Indonesia  

Tabel 5.11 Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi dan cuci

Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 Tahun di RSUD Koja Jakarta Utara

Variabel B SE Wald OR

(95%CI) P value

Status Gizi Kurang Buruk

1,139 1,015

0,516 0,511

6,636 4,880 3,940

3,123 2,769

1,137-8,578 1,013-7,520

0,036 0,027 0,047

Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah

0,838 1,672

0,480 0,716

7,006 3,940 5,445

2,312 5,320

0,902-5,921 1,307-21,66

0,030 0,081 0,020

Setelah variabel pengetahuan ibu dikeluarkan maka terdapat perubahan

nilai OR yang lebih dari 10 % pada variabel status gizi anak dan

kebiasaan ibu mencuci tangan. Sehingga dengan demikian variabel

pengetahuan dimasukan kembali kedalam model. Perbandingan nilai

OR sebelum dan sesudah variabel pengetahuan di keluarkan dapat

dilihat pada table 5.12

Tabel 5.12 Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja

Variabel Usia Ibu Perubahan

Nilai OR

(%) Sebelum dikeluarkan Sesudah dikeluarkan

Status Gizi Kurang Buruk

3,664 2,760

3,123 2,760

14,7 0,36

Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah

2,042 4,574

2,294 4,906

10,9 6,7

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 93: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

79  

66                           Universitas Indonesia  

Tabel 5.13 Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi,

Pengetahuan Ibu, dan Cuci Tangan Terhadap Faktor Risiko Kejadian Diare Pada anak Usia dibawah 2 Tahun

Di RSUD Koja Jakarta

Variabel B Wald OR (95% CI)

P value

Status Gizi Kurang Buruk

1,298 1,001

7,249 5,806 3,700

3,664 2,720

1,27-10,53 0,981-7,541

0,027* 0,016* 0,054*

Pengetahuan Ibu Cukup rendah

0,838 0,048

3,070 2,694 0,008

2,312 1,049

0,850-6,29 0,364-3,022

0,215 0,101 0,930

Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah

0,783 1,810

7,210 2,554 6,091

2,187 6,111

0,838 1,452

0,027* 0,110 0,014*

Dari analisis multivariat pada tabel 5.13 diatas menunjukkan bahwa

variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada

anak usia di bawah 2 tahun adalah variabel status gizi dan kebiasaan ibu

mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan

variabel lainnya sebagai variabel confounding. Selain itu, dari hasil

analisis diatas didapatkan juga nilai odd rasio (OR) pada status gizi

adalah 3,664, yang artinya anak yang dengan status gizi kurang memiliki

peluang terhadap risiko kejadian diare sebesar 3,664 kali lebih besar

dibandingkan anak dengan status gizi baik. Sedangkan pada kebiasaan ibu

mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak di dapatkan nilai

odd rasio (OR) sebesar 6,111 yang artinya ibu yang jarang/tidak pernah

mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak memiliki peluang

6,111 kali lebih besar dibandingkan ibu yang selalu mencuci tangan.

Untuk melihat variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap risiko

kejadian diare, dapat dilihat dari nilai Exponen B pada variabel yang

signifikan. Pada hasil analisis diatas, yang paling besar nilai Exponen B

nya adalah kebiasaan ibu mencuci tangan, sehingga dapat diartikan bahwa

kebiasaan ibu mencuci tangan merupakan variabel dominan yang paling

besar pengaruhnya terhadap risiko kejadian diare pada anak usia dibawah

2 tahun. 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 94: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

80  

80 Universitas Indonesia

BAB 6

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian meliputi

karateristik faktor anak, faktor ibu dan sosial ekonomi, keterbatasan penelitian serta

implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan, penelitian keperawatan

dan pendidikan keperawatan.

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian

6.1.2 Hubungan Antara Faktor Anak dengan Risiko Kejadian Diare pada

Anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta

6.1.2.1 Usia Anak

Hasil analisis hubungan antara anak usia < 2 tahun dengan kejadian

diare pada penelitian ini menunjukkan jumlah anak berusia 4–11

bulan lebih banyak dibandingkan anak usia 12-24 bulan. Hasil uji

statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara

usia balita dengan kejadian diare.

Suraatmaja (2007), menjelaskan bahwa kebanyakan episode diare

terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, dimana insiden tertinggi

terjadi pada usia 6-35 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan pada

masa ini anak diberikan makanan pendamping dan anak mulai aktif

bermain. Perilaku ini akan meningkatkan risiko anak untuk

terjangkitnya penyakit diare.

Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun

2004 menemukan bahwa semakin muda usia anak balita semakin

besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok

usia kurang dari enam bulan, yang mungkin disebabkan makanan

bayi masih sangat tergantung pada ASI. Tingginya angka diare pada

anak balita yang berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah

usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit

terutama penyakit diare semakin rendah, apalagi jika anak

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 95: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

81  

80 Universitas Indonesia

mengalami status gizinya kurang dan berada dalam lingkungan yang

kurang memadai (Suraatmaja, 2007).

Hasil penelitian Suharti (2005) menunjukkan bahwa jumlah balita

penderita diare yang banyak pada kelompok umur 6–12 bulan yaitu

34 balita (40 %) dan pada kelompok umur 13–24 bulan sebanyak 25

balita (29,4 %) sedangkan yang sedikit pada kelompok umur 0–5

bulan yaitu 13 orang (15,3 %). Sedikitnya kejadian diare pada

kelompok umur 0–5 bulan karena pada umur tersebut, balita

biasanya masih mendapat ASI dari ibunya dan belum mendapat

makanan tambahan dimana tingkat imunitas balita tersebut tinggi

yang diperoleh langsung dari ASI sehingga risiko untuk terkena

diare lebih rendah.

Pada kelompok umur 6–12 bulan, biasanya balita sudah mendapat

makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat

merangkak sehingga kontak langsung dengan kuman dan bakteri

bisa saja terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau

intoleransi makanan itu sendiri yang dapat menyebabkan tinginya

risiko terkena diare.

Pada kelompok umur dari 6-24 bulan, beberapa balita yang

menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi

mendapat ASI. Dengan demikian tingkat imunitas balita menjadi

rendah. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian nutrisi dan gizi

yang baik sehingga juga akan membantu peningkatan daya tahan

tubuh anak terhadap terpaparnya anak dengan agen infeksi yang

dapat menimbulkan diare.

6.1.2.2 Jenis Kelamin Anak

Sebagian besar responden yang mengalami diare pada penelitian ini

adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Dari hasil analisis

menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis

kelamin balita dengan kejadian diare, namun anak berjenis kelamin

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 96: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

82  

80 Universitas Indonesia

laki-laki mempunyai peluang 1,39 kali untuk mengalami diare

dibandingkan anak yang berjenis kelamin perempuan .

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Palupi

(2009) yang menjelaskan bahwa anak berjenis kelamin laki-laki

yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan

perbandingan 1,5 : 1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar

60 % dan anak perempuan sebesar 40 %. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan

bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan lebih rendah

dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2.

Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-

laki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah,

sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. Namun

demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pada anak

laki-laki lebih sering terkena diare dibandingkankan dengan anak

laki-laki (Palupi, 2009).

6.1.2.3 ASI Eksklusif

Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan

kejadian diare pada penelitian ini didapatkan anak yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan anak

yang mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil uji statistik didapatkan

tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian

ASI eksklusif pada anak dengan kejadian diare.

Temuan penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yalcin, Hiszli, Yurdakok, dan Ozmert (2005) yang menyatakan

bahwa anak dengan diare yang tidak mendapatkan ASI lebih

berisiko dirawat di rumah sakit. Selain itu Karmalia (2005) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare, dimana dari

uji kendall’s tau_b diketahui bahwa semakin lama bayi diberi ASI

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 97: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

83  

80 Universitas Indonesia

secara ekslusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena

kejadian diare.

Penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2009) menjelaskan ada

hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian diare. Semakin lama yang diberi ASI secara eksklusif

semakin kecil kemungkinan bayi untuk terjadinya diare. Hal ini

dikarenakan ASI mengandung zat antibodi yang bisa meningkatkan

sistem pertahanan tubuh anak. Pemberian ASI secara eksklusif

mampu melindungi bayi dari berbagai macam penyakit infeksi.

6.1.2.4 Imunisasi Campak

Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang mendapatkan

imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang

tidak mendapatkan imunisasi campak dan anak yang belum cukup

umur untuk mendapatkan imunisasi campak. Hasil analisa

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat

imunisasi campak dengan kejadian diare.

Tujuan diberikannya imunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh

anak agar mampu melawan berbagai gangguan bakteri dan virus

yang ada di sekeliling tempat hidupnya. Jadi dengan imunisasi,

tubuh anak akan bereaksi dan anti bodinya meningkat untuk

melawan antigen yang masuk termasuk kuman penyebab diare. 

Menurut Suraatmatmaja (2007), pada balita, 1-7 % kejadian diare

berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak

umumnya lebih berat dan lebih lama. Anak-anak yang menderita

campak 4 minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk

mengalami diare dan disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009).

Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat

mencegah sampai 25% kematian balita yang berhubungan dengan

diare (Depkes RI, 1999).

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 98: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

84  

80 Universitas Indonesia

6.1.2.5 Status Gizi

Pada balita penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering.

Semakin buruk keadaan/ status gizi balita, semakin sering dan berat

diare yang diderita. Di duga bahwa mukosa penderita malnutrisi

sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.

Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian diare

pada penelitian ini menunjukkan anak dengan status gizi buruk lebih

banyak dibandingkan anak dengan status gizi kurang dan gizi baik.

Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa status gizi balita yang

kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya

diare pada anak. Berdasarkan analisis multivariat dengan

menggunakan regresi logistik berganda metode enter, variabel

status gizi anak hubungn terhadap kejadian diare pada balita.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Adisasmito (2007) yang melakukan kajian terhadap beberapa

penelitian faktor risiko diare di Indonesia menyimpulkan bahwa

status gizi yang rendah pada bayi dan balita merupakan faktor

resiko terjadinya diare. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi

kejadian dan lamanya diare. Penelitian ini juga didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2007), yang menyatakan

adanya hubungan antara status gizi yang buruk terhadap lamanya

diare pada anak. Hubungan status gizi dengan lamanya diare

bermakna secara statistik dimana semakin buruk gizi maka semakin

lama diare yang diderita.

Penelitian yang dilakukan oleh Wilunda dan Panza (2006)

menemukan hal yang berbeda yaitu tidak ada hubungan yang

signifikan antara status gizi dan status imunisasi campak dengan

kejadian diare.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 99: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

85  

80 Universitas Indonesia

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Debi (2006) yang menjelaskan bahwa penderita diare pada anak

balita lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi baik yaitu

62,3% dan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi

dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini terjadi kemungkinan

bahwa status gizi balita sebelum masuk rumah sakit sudah baik.

6.1.2.6 Kondisi tangan dan kuku

Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang kondisi tangan dan

kuku bersih dan pendek lebih banyak dibandingkan dengan anak

dengan tangan dan kuku panjang dan kotor. Hasil uji statistik

dijelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi tangan

dan kuku anak dengan kejadian diare dan anak.

Hal ini tidak sesuai bila ditinjau secara teori, pada usia anak

kebersihan diri (personal hygiene) sangatlah penting terutama pada

anak-anak terutama kebersihan tangan dan kuku. Kondisi tangan

dan kuku yang kotor dapat menjadi media berkembang biaknya

kuman, bakteri dan jamur sehingga anak rentan untuk terserang

infeksi. Menurut Sigmund Freud dalam teori psikoseksualnya

menyatakan bahwa pada anak bayi anak berada pada tahapan oral

dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan

kepuasannya dari berbagai pengalaman disekitar mulutnya, anak

senang memasukkan benda-benda yang ada didekatnya kedalam

mulut termasuk memasukan tangan. Bila pada masa ini orangtua

tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak, anak akan

mudah terpapar kuman dan bakteri melalui saluran pencernaan

termasuk diare (Wong, 2000)

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 100: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

86  

80 Universitas Indonesia

6.1.2 Hubungan Antara Faktor Ibu dengan risiko kejadian diare pada anak

usia < 2 tahun

6.2.1 Usia Ibu

Usia ibu lebih banyak tergolong risiko rendah yaitu usia 20-30 tahun.

Jika dilihat dari hubungan dengan kejadian diare pada anak, usia ibu

tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

wulandari (2009) yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan

dengan kejadian diare pada abalita dengan nilai p= 0,08. Penelitian

yang dilakukan oleh Mediratta (2007) juga menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare di

Ethiopia, dengan nilai p= 0,995.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu

berusia < 20 dan > 30 tahun yang anaknya mengalami diare

dibandingkan dengan usia ibu antara 20-30 tahun. Dari hasil analisa

didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu

dengan kejadian diare.

Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia

20-30 tahun merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu

pada usia ini bekerja diluar rumah sehingga ibu kurang

memperhatikan kondisi dan kesehatan anak.

6.2.2 Pendidikan Ibu

Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan seseorang dapat

meningkat pengetahuannya tentang kesehatan. Salah satu faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan.

Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat. Menurut Widyastuti

(2005), orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih

berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 101: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

87  

80 Universitas Indonesia

tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih

baik. Namun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan Ibu tinggi lebih banyak dibandingkan pendidikan ibu

rendah. Hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian diare.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sender (2005) dari hasil

penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan

ibu dengan kejadian diare. Wulandari (2009) dalam penelitiannya pun

menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang significant antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare dengan nilai p= 0,080

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Maryatun

(2008), yang menjelaskan tidak ada hubungan antara tingkat

pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak. Hasil

penelitian lain yang sesuai dengan penelitian yaitu yang dilakukan

oleh Indrawati dan Mulyani (2005) yang menyatakan bahwa tidak

ada perbedaan signifikan antara kejadian diare dengan tingkat

pendidikan ibu.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Santosa (2009), tentang hubungan tingkat pendidikan

ibu dengan kejadian diare pada anak. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan

dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan

perilaku pencegahan diare pada anak, semakin tinggi tingkat

pendidikan yang dimiliki semakin baik pula perilaku pencegahan

terhadap penyakit diare.

Sedangkan menurut Khalili (2006) menjelaskan pendidikan orang tua

adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan manajemen

diare pada anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah,

khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 102: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

88  

80 Universitas Indonesia

tepat pada anak diare karena kurang pengetahuan dan kurangnya

kemampuan menerima informasi.

Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat

pendidikan seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan

tentang diare dan pencegahannya.

6.2.3 Pengetahuan Ibu

Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan

kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan

ibu tinggi dan cukup sama besarnya dan banyak dibandingkan

dengan ibu yang mempunyai pengatahuan rendah. Hasil uji statistik

menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hasil uji statistik juga

menjelaskan tidak ada hubungan antara ibu yang mempunyai tingkat

pengetahuan sedang dengan kejadian diare. Hasil analisis multivariat

menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

kejadian diare.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma

(2008) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu

berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare, dari hasil

analisis didapatkan ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi

sebesar 46,5% dan ibu dengan tingkat pengetahuan sedang yaitu

sebesar 53,5%. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa korelasi

antara faktor tingkat pengetahuan ibu menunjukkan korelasi yang

signifkan dan berhubungan positif dimana tingkat pengetahuan ibu

memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan dengan faktor

lingkungan dan sosial ekonomi.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Djunaidi (2008) juga

didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

dengan kejadian diare dengan hasil X2 hitung lebih dari X2 tabel

yaitu 6,88 ; 8,805 dengan taraf signifikan 5% dan probabilitas (p) =

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 103: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

89  

80 Universitas Indonesia

0,032. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua

terhadap kejadian diare pada anak.

Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang

menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari

tingkat pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut

adalah predisposisi factor seperti adanya tradisi dan kepercayaan

masyarakat yang masih dianut si ibu), enabling factor yaitu

tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan

reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan

tokoh agama serta petugas kesehatan (Apriyanti, 2009).

6.2.4 Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Sebelum Memberikan Makan

Pada Anak

Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan

sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada

penelitian ini menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih

banyak dibandingkan dengan ibu yang kadang-kadang mencuci

tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan. Hasil uji

statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci

tangan dengan kejadian diare.

Salah satu perilaku hidup bersih yang penting dilakukan ibu adalah

mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Perilaku

cuci tangan ibu yang tidak memenuhi syarat hygiene berpotensi

untuk meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) menjelaskan

dalam penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara

kebiasaan ibu mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada

anak (p value= 0,02). Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Apriyanti (2009), menunjukkan ada hubungan yang

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 104: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

90  

80 Universitas Indonesia

signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare

pada anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan

pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih

yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam

mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita.

Pender (2002) menyatakan bahwa perilaku individu sebelumnya

mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dalam

pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, termaksud didalamnya

perilaku mencuci tangan pada ibu sebelum memberikan makan pada

anak. Bila ibu sebelumnya mempunyai perilaku mencuci tangan yang

baik maka dapat mencegah terjadinya penyakit, hal ini juga

dipengaruhi oleh persepsi ibu terhadap manfaat, hambatan

pelaksanaan dan pengaruh dari perilaku tersebut. Prilaku ini juga

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kesadaran mengenai perilaku

terhadap kesehatan, kepercayaan yang dianut ibu terkait dengan

kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah penyakit. Keluarga,

teman dan petugas kesehatan mempunyai pengaruh yang cukup besar

terhadap perilaku mencuci tangan, sehingga ibu membutuhkan

dorongan, dan role model (contoh) untuk menguatkan perilaku

tersebut.

Hal ini disebabkan tangan merupakan salah satu media masuknya

kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh. Dengan demikian,

apabila seseorang terbiasa mencuci tangan terutama pada waktu

tertentu seperti sebelum memberikan makan pada anak maka akan

meminimalkan masuknya kuman melalui tangan. Namun sebagian

besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran rendah

untuk mencuci tangan mereka hanya terbiasa mencuci tangan mereka

apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih

belum tentu bebas dari kuman.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 105: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

91  

80 Universitas Indonesia

6.13 Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Risiko Kejadian

Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun

Hasil analisis hubungan antara variabel penghasilan keluarga dengan

kejadian diare menunjukan anak dengan diare mempunyai penghasilan

keluarga lebih banyak > 1 juta dibandingkan anak dengan penghasilan

keluarga < 1 juta. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang

bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare (p value =

0,845).

Hasil penelitian ini tidak sejalan sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status

sosial ekonomi menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian

diare, kejadian diare lebih sering muncul pada keluarga dengan pendapatan

dan status sosial ekonomi yang rendah.

Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan

(2008), menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare

berasal dari status ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan

Panza (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Status sosial

ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita,

kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi

lingkungan dan rumah yang buruk serta kurangnya kebersihan diri anak.

Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance

Warma (2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 %

responden tergolong keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I,

artinya secara umum responden masih tergolong keluarga miskin. Oleh

sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan

kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Hal ini

menyebabkan masyarakat rentan menderita penyakit menular seperti diare

ini. Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada

anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 106: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

92  

80 Universitas Indonesia

mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung

memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga

anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih

tinggi untuk hampir semua penyakit. (Behrman, 1999). Sistem imun anak

yang berasal dari sosio ekonomi rendah akan lebih rendah dibanding anak

yang berasal dari sosio ekonomi tinggi. Sehingga lebih rentan terinfeksi

kuman penyebab diare ini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sonny (2002).

Menurut Pender (2002) dalam salah satu konsepnya menyatakan bahwa

Kesadaran seseorang tentang kesehatan dan perilaku promosi kesehatan

dapat terhambat oleh rendahnya pendapatan seseorang sehingga akan

berdampak pula terhadap kemampuan seseorang untuk mempertahankan

status kesehatan mereka, tapi hal ini dapat dicegah bila individu

mempunyai kesadaran diri dan kemampuan diri untuk dapat mengatasi

masalah tersebut dengan perilaku yang positif.

Perbedaan ini dapat terjadi, kemungkinan dikarenakan walaupun dari hasil

analisis didapatkan bahwa lebih banyak keluarga dengan penghasilan > 1

juta, tapi mungkin tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan

keluarga, sehingga keluarga lebih memprioritaskan untuk kebutuhan-

kebutuhan yang lain dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan

anggota keluarga, dari data diruangan didapatkan hampir lebih dari 60 %

anak yang dirawat dengan bantuan dari pemerintah melalui Surat

Keterangan Tanda Tidak Mampu (SKTM).

6.2 Keterbatasan Penelitian

Dari hasil penelitian ini tentu masih belum sempurna dan tidak terlepas dari

berbagai keterbatasan, sehingga akan mempengaruhi hasil penelitian. Adapun

keterbatasan tersebut antara lain :

6.2.1 Sumber data

Pengambilan data primer dilakukan langsung pada responden. Kendala

yang dihadapai adalah jika anak rewel, pengambilan data dihentikan

sementara kemudian dilanjutkan bila balita sudah tenang. Ada beberapa

responden yang menolak pada saat mengisi kuesioner dan pada saat proses

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 107: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

93  

80 Universitas Indonesia

pengumpulan data berlangsung, sehingga peneliti mencari responden lain

yang sesuai dengan kriteria. Pada pengisian data kondisi tangan dan kuku

anak peneliti harus mengobservasi ulang data yang diisi dikarenakan pada

beberapa anak tidak sesuai dengan kondisi anak. Pengisian kuesioner

pengetahuan ibu ada beberapa ibu yang tidak bisa membaca, sehingga

pertanyaan dibacakan oleh peneliti dan kemudian ibu memilih jawaban

sesuai dengan pengetahuan ibu. Dalam pengambilan data untuk kelompok

kontrol ada beberapa anak yang diagnosa medis pada saat masuk non diare,

tetapi pada saat pengambilan data anak juga mengalami diare selama di

rumah sakit.

6.3. Implikasi Untuk Keperawatan

6.3.1 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian tentang faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia

< 2 tahun dengan menggunakan konsep Nola. J. Pender dapat menjadi

acuan dalam penyusunan kebijakan rumah sakit. Hasil penelitian ini juga

membantu perawat anak meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor

risiko terhadap kejadian diare di rumah sakit sehingga dapat membantu

perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien

anak, sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak dengan cara

pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan

dan penanganan anak dengan diare di rumah sehingga orang tua dapat

memberikan pertolongan segera pada anak sehingga mengurangi kondisi

keparahan anak yang di bawa ke rumah sakit.

6.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan konsep model Nola. J. Pender dan

model segitiga epidemiologi untuk meneliti faktor-faktor risiko yang

berhubungan denagn kejadian diare pada anak di rumah sakit. Kedua

konsep model ini biasa digunakan untuk penelitian di komunitas, tetapi

dalam pelaksanaannya penggunaan konsep model ini dapat digunakan

untuk penelitian di rumah sakit sehingga dapat diperoleh faktor yang

berhubungan dengan kejadian di rumah sakit yaitu status gizi anak dan

kebiasaan mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 108: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

94  

94 Universitas Indonesia  

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

7.1.1 Karakteristik anak yang menjadi responden sebagian besar adalah anak

berusia 8-11 bulan, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, anak lebih

banyak tidak mendapatkan asi eksklusif, berdasarkan riwayat imunisasi

campak lebih banyak anak tidak mendapatkan imunisasi, status gizi lebih

banyak normal, dengan kondisi tangan dan kuku lebih banyak bersih dan

pendek. Sedangkan berdasarkan karakteristik faktor ibu sebagian besar

berusia < 20 dan > 30 tahun, tingkat pendidikan ibu lebih banyak tinggi,

dengan tingkat pengetahuan ibu lebih banyak dengan pengetahuan baik,

dan sebagian besar ibu mempunyai kebiasaan selalu mencuci tangan

sebelum memberikan makan pada anak.

7.1.2 Faktor anak yang berhubungan dengan kejadian diare adalah status gizi

7.1.3 Faktor ibu yang berhubungan dengan kejadian diare adalah kebiasaan ibu

mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak.

7.1.4 Penghasilan keluarga tidak ada hubungan yang signifikan terhadap

kejadian diare.

7.1.5 Dari 3 faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yang diteliti,

faktor ibu adalah yang paling berpengaruh besar terhadap kejadian diare

pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja selain faktor anak.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak di

RSUD Koja, maka perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada orang tua yang

mempunyai anak usia < 2 tahun tentang pencegahan dan penanganan anak

diare di rumah, terutama mengajarkan cara mencuci tangan yang benar

dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan pada anak.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 109: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

95  

94 Universitas Indonesia  

Pemberian informasi tentang pemberian makanan yang bergizi dan

seimbang juga perlu disampaikan melihat dari data yang diperoleh banyak

anak yang dirawat dengan diare mengalami status gizi kurang dan buruk.

Pemberian edukasi atau penyuluhan kesehatan ini dapat dijadikan program

rutin bagi rumah sakit baik di poli anak maupun di ruang perawatan, selain

itu perlunya dilengkapi media promosi kesehatan agar penyuluhan yang

dilakukan mudah dipahami. Media yang bisa digunakan seperti brosur,

memasang spanduk dan poster-poster terkait dengan pencegahan dan

penanganan diare pada anak.

7.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian faktor ibu adalah faktor yang berpengaruh

besar terhadap kejadian diare pada anak. Perlunya perhatian yang lebih dari

praktisi kesehatan terutama perawat dalam pencegahan penyakit pada anak.

Sasaran utama dalam pencegahan ini adalah ibu, dengan pemberian edukasi

kesehatan yang tepat diharapkan akan mengurangi angka kesakitan diare

pada anak. Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan.

7.2.3 Bagi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya

tentang faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak dibawah 2

tahun di rumah sakit. Penelitian tentang hubungan status gizi anak dengan

kejadian diare dan perilaku kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum

memberikan makan pada anak, perlu dilakukan pada penelitian selanjutnya

untuk mengetahui pengaruh nya terhadap penurunan kejadian diare pada

anak. Perlunya dilakukan penelitian selanjutnya dengan menambahan

variabel-variabel lain yang perlu diteliti seperti faktor lingkungan, faktor

status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga.

 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 110: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

                                                                                          69 

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito,W. (2007). Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan, vol. 11, no. 1, Juni 2007: 1-10.

Alam. S. (2006). Zinc Treatment for 5 or 10 Days Is Equally Efficacious in Preventing Diarrhea in the Subsequent 3 Months among Bangladeshi Children1-4. Februari 25,2011. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=2266960981&sid=3&Fmt=4&client. 

Alamsyah, (2002). Hubungan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare pada

balita di Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang, Kampar dan Tambang Kabupaten Kampar tahun 2002. Maret 3, 2011. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.  

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theory, utilization & application. (3rd ed), USA : Mosby Elsevier.

Ariawan. I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta:

Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Arikunto.S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

Ariyanti. M, (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir Palembang. Juni 21, 20011. http://uppmfkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak10.doc.

Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC.

Clemens. (1998). Breastfeeding and the risk of life-threatening enterotoxigenic escherichia coli diarrhea in bangladeshi infants and children. Maret 20 Maret, 2011 http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/6/e2.

Darmawan. (1008). Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya

diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus). Diunduh tanggal 5 Juni 2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian.

Depkes RI. (1999). Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa. Jakarta . Ditjen.PPM & PPL.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 111: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

                                                                                          69 

Depkes RI. (2002). Profil kesehatan indonesia 2002. Depkes RI.

---------------.(2003) Profil kesehatan indonesia 2003. Depkes RI.

---------------.(2008) Profil kesehatan indonesia 2007. Depkes RI.

---------------.(2009) Profil kesehatan indonesia 2009. Februari 31,2011 http://www.depkes.go.id.

_________. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan teori. Jakarta. Salemba Medika.

Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Buku kuliah ilmu kesehatan anak, buku 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI.

Hastomo. S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI

Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika

Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor kejadian diare. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-gdl-s2-2004-amhira-1349-diare.

Hockenberry. M & Wilson. (2009). Wong’s essensials of pediatric Nursing. St.Louise Missouri: Mosby Essiver.

Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama. Jakarta: Press

Juffrie. (2011). Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI

Kamalia.D. (2005). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja puskesmas kedungwuni tahun 2004/2005. Maret 4, 2011. http://www. Scrib.com.

Kasjono.S.H, & Kristiawan.(2009). Intisari Epidemologi. Jogyakarta: Mitra

Cendikia Press.

Kasman. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tangah kota padang sumatra barat. Mei 20, 2011 http://library.usu.ac.id.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 112: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

                                                                                          69 

Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. (2006). Risk factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3), 131-136.

Lestari. M. (2007). Pengetahuan orang tua tentang diare pada anak yang dirawat di ruang menular RSU Dr. Soetomo. Buletin RSU Dr. Soetomo 9(2):82.

Mandal, et all. (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga

Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak. (2005). Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto

Nelsson, W. E. (2000). Ilmu kesehatan anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC

Ngastiah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC

Notoatmodjo. S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Noor. N. N. (2000). Dasar epidemiologi. Jakarta: Rineka cipta.

Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan ; pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Palupi. A, (2005). Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.6, No. 1, Juli 2009.

Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta

Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2003). Essential of Nursing Reseach: methods apprasial and utilization, 6 th ed. Philadelphia: Lipincott.

Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2005). Nursing reseach: Principle and methods..Philadelphia: Lipincott.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 113: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

                                                                                          69 

Rohmah, K. (2002). Pengaruh pengganti air susu ibu (PASI) terhadap kejadian diare di poli bayi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Februari 20 2011. http:// digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-k2c-1893-diare..

Ruel. T. M. (1997). Impact of zinc supplementation on morbidity from diarrhea and respiratory infections among rural guatemalan children. Maret 10, 2011. http://www.pediatric.org/cgi/content/full/99/6/808. Diperoleh pada.

Sastroasmoro,S, & Ismael.(2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.edisi

kedua.Jakarta: Sagung Seto.

Sender, M.A. (2005). Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 163-193.

Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sinthamurniwati. (2006). Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di semarang). Februari 25, 2011. http://pdffactory.com.

Soebagyo B. (2008). Diare akut pada anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta,

Sugiono (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiono (2007). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa beta

Suharti, (1997). Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa. Bandung: Yrama Widya.

Sunoto. (1990). Situasi Diare dan KLB 1991. FKUGM: Yogyakarta.

Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Suraatmaja. (2007). Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto.

Tomey. A. M & Alligood. M. R. (2006). Nursing theorists and their work. St.Louis: Mosby,Inc

Warouw, S. P. (2002). Hubungan faktor lingkungan dan social ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare). Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-lingkungan.  

Whaley & Wong’s. (2000). Essensials of pediatric nursing. St.Louis Missouri: Mosby Company.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 114: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

                                                                                          69 

Widiastuti, P. (2005). Epidemiologi suatu pengantar, edisi 2. Jakarta; EGC.

Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009, 23 (suppl), 17-22.

Winlar.W.(2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak 0-2 tahun di kelurahan turangga. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk.gdl.res.2002-wiwin.1723.diare.

Wong. D. L, Hockenberry. M, Wilson. D, Wikelstein. M. L, Schwartz. P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta: EGC.

Wong. D.L (2003). Nursing care of infants and children,(7th edition), volume 2 . St.louis: Mosby.

Yalcin, S.S, Hizli, S, Yurdakok, K, & Ozmer, E. (2005). Risk factors for hospitalization in children with acut diarrhea : a case control study. The Turkish Journal of pediatric, 47, 339-342.

Yulisa. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita (studi pada masyarakat etnis dayak kelurahan kasongan baru kecamatan kentingan hilir kabupaten Kentingan Kalimantan tengah). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 115: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 116: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 117: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 118: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

Kode Responden

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan sebenarnya

2. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal

3. Memberikan tanda (V) sesuai dengan jawaban yang anda pilih

4. Jika pertanyaan terbuka tulislah dengan singkat dan jelas

Diagnosa Media Diare Bukan Diare

A. Karakteristik Anak

1. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

2. Tahun dan bulan lahir : ……….

3. Imunisasi campak : Ya Tidak

4. Bila tidak diberikan, alasannya:

Anak sakit saat akan di imunisasi

Layanan kesehatan jauh

Tidak ada biaya

Takut, jika anak di immunisasi akan mengalami kelumpuhan dan

panas

Lain-lain…………………………………………………………..

5. Berat badan saat ini : …….Kg

6. Apakah anak mendapatkan ASI : Ya Tidak

7. Sampai usia berapa anak hanya diberikan ASI saja tanpa diselingi dengan

pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) :

……………Bulan

8. Sampai usia berapa anak mendapatkan ASI : …………………..

9. Selain diberikan ASI apakah anak diberikan minuman lainnya:

Ya Tidak

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 119: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

10. Bila ya, jenis minuman yang diberikan:

Susu formula Sari buah/jus buah

Air putih Air teh

Gula atau air gula Madu/ air madu

Air Tajin Lain-lain……………..

11. Alasan ibu tidak memberikan ASI ekslusif :

ASI tidak cukup

Bayi tidak mau menyusu

Karena ibu harus bekerja

Lain-lain (sebutkan)……………………………………………………

12. Usia berapa anak diberikan susu formula dan makanan pendamping ASI

(MP-ASI): ………………Bulan

13. Jenis MP-ASI yang diberikan pada anak:

Bubur susu

Bubur saring

Buah (pisang)

Lain-lain (sebutkan)…………………………………………………..

B. Karakteristik Ibu

1. Usia ibu : ……..tahun

2. Pendidikan Terakhir :

SD SLTP

SLTA Diploma Sarjana

3. Jumlah penghasilan keluarga dalam sebulan :

< 1 jt > 1 jt

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 120: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

C. Pengetahuan Tentang Diare

Petunjuk Pengisian:

1. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal.

2. Jawablah setiap pertangyaan sesuai dengan yang ibu ketahui dengan

memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar.

Pertanyaan Pengetahuan tentang diare pada anak dan perawatannya:

1. Dibawah ini adalah pengertian diare pada anak yaitu :

A. Buang air besar lebih dari 3 kali pada anak

B. Buang air besar yang juga disertai dengan lendir dan darah

C. Anak buang air besar lebih dari biasa

D. Penyakit yang disebabkan karena gigitan nyamuk

2. Diare pada anak dapat disebabkan oleh……., kecuali

A. Memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri dan kuman

B. Makanan basi

C. Alergi susu

D. Penyakit keturunaan

3. Penyebaran kuman penyebab diare dapat terjadi lewat perantara…

A. Tinja yang kering dan air dan makanan yang tercemar

B. Melalui udara, dan cipratan ludah

C. Memakai peralatan penderita diare

D. Melalui Gigitan nyamuk

4. Tanda-tanda dan gejala anak mengalami diare yang harus diwaspadai orang

tua….

A. Tinja cair

B. Berat badan menurun

C. Bibir kering, cubitan kulit kembali lambat , ubun-ubun cekung

D. Semua Benar

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 121: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

5. Bila anak muntah setelah diberi minum, hal yang harus dilakukan ibu, adalah…

A. Menghentikan pemberian minum.

B. Menghentikan sekitar 10 menit, kemudian mencoba memberi minum lagi

dengan pelan-pelan

C. Memaksa anak untuk minum

D. Dibiarkan saja karena anak sudah mendapatkan cairan infus

6. Bila diare pada anak tidak ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan

terjadinya ….

A. Kekurangan cairan bahkan mengakibatkan kematian

B. Kelumpuhan

C. Gangguan pernafasan

D. Gangguan kecerdasan

7. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi diare yaitu…

A. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

B. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

C. Buang air besar (BAB) di di jamban/WC

D. Semua benar

8. Apa yang harus dilakukan ibu apabila anak mengalami diare dirumah….

A. Diberi obat warung untuk menghentikan diare

B. Didiamkan saja, biasanya anak diare menandakan bertambahnya kepintaran

anak.

C. Berikan anak minum lebih dari biasanya

D. Berikan anak cairan yang banyak termasuk pemberianLarutan Gula Garam

(LGG)

9. Perawatan yang diberikan pada anak diare dirumah yaitu…

A. Tetap berikan ASI pada anak

B. Berikan cairan yang lebih banyak dari biasanya

C. Tetap berikan makanan sesuai dengan usia anak

D. Semua Benar

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 122: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

10. Pada kondisi apa anak harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan

(puskesmas/rumah sakit)…..

A. Demam terus menerus

B. Tidak mau makan dan minum

C. Ada darah dalam tinja

D. Semua Benar

E. Mencuci Tangan

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah sesuai dengan tindakan yang dilakukan responden dengan

memberikan tanda silang (V) pada kolom yang tersedia.

2. Ketentuan pengisian lembar ini yaitu :

a. Selalu : apabila ibu mencuci tangan setiap akan memberikan makan

anak dengan sabun

b. Kadang-kadang,: apabila ibu kadang mencuci tangan dan kadang tidak

mencuci tangan sebelum memberikan makan anak dengan sabun

c. Jarang : apabila ibu mencuci tangan dengan sabun apabila ingat

d. Tidak pernah : apabila ibu tidak pernah mencuci tangan sama sekali

sebelum memberikan makan anak

No Indikator Keterangan Selalu Kadang

-kadangJarang Tidak

Pernah 1 Mencuci tangan sebelum

memberikan makan pada anak

dengan menggunakan sabun

Observasi Keadaan tangan dan Kuku Anak

Tangan dan Kuku Kondisi

Tangan dan kuku Bersih Kotor

Panjang Pendek

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 123: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

KISI KISI KUESIONER

A. Kuesioner Pengetahuan

No Materi No Pertanyaan

1 Pengertian diare 1

2 Penyebab diare 2

3 Penyebaran kuman diare 3

4 Tanda dan gejala diare 4

5 Penatalaksanaan diare 5

6 Akibat lanjut diare (komplikasi) 6

7 Pencegahan diare 7

8 Perawatan diare dirumah 8, 9, 10

B. Lembar Observasi Kebersihan tangan dan kuku

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 124: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 3

KUNCI JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG DIARE

1. A

2. D

3. A

4. D

5. B

6. D

7. D

8. C

9. D

10. D

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 125: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lam

pira

n 4

 

JAD

WA

L K

EG

IAT

AN

PE

NE

LIT

IAN

Keg

iata

n

Pebr

uari

M

aret

A

pril

Mei

Ju

ni

Juli

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

Peny

usun

an p

ropo

sal

Ujia

n Pr

opos

al

Periz

inan

Pe

ngum

pula

n D

ata

Ana

lisis

Dat

a

Pe

nulis

an L

apor

an

Ujia

n ha

sil P

enel

itian

Pe

rbai

kan

Tesi

s

Si

dang

Tes

is

Perb

aika

n Te

sis

Jilid

Har

d C

over

Pe

ngum

pula

n La

pora

n

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 126: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Lampiran 7

BIODATA

Nama : Yeni Iswari

TTL : Jakarta, 22 Juni 1978

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Dosen

Alamat Rumah : Jl. Tridarma Utama IV RT 005/012 No. 31 Kelurahan Cilandak Barat Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan.

Alamat e-mail : [email protected]

Alamat Institusi : Akademi Keperawatan Harum Jakarta

Jl. Cumi No.37 Tanjung Priok Jakarta Utara

Riwayat Pendidikan : Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak

FIK UI (2009-sekarang)

Sarjana Keperawatan PSIK UMJ (2002-2005)

Akademi Keperawatan Sismadi Jakarta (1996-1999)

SMAN 66 Jakarta (1993-1996)

SMPN 5 Solok (1990-1993)

SDN 14 Pagi Pondok Labu Jakarta(1984-1990)

Riwayat Pekerjaan : Dosen Akademi Keperawatan Harum (2003-Sekarang)

Dosen Akademi Keperawatan Sismadi (2000-2003)

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 127: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

ANALISIS FAKTOR KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA

Yeni Iswari 1, Dessie Wanda2, Besral3

ABSTRAK

Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi penelitian lebih lanjut yaitu mengenai faktor lain yang mempengaruhi dan berhubungan dengan diare . Kata kunci : faktor risiko, kejadian diare, anak usia < 2 tahun.

ABSTRACT

Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea. Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.

Pendahuluan Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi

cair), dengan/tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson, 2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30 detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003). Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 128: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

kasus diare 50% terjadi pada balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan 28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009). Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010 didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien . Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau jajanan

dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak dibawah 2 tahun, hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Perawat memegang peranan penting dalam melakukan usaha pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam pencegahan penyakit yaitu pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta.

Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control. sampel penelitian ini adalah anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta. Jumlah responden 108 (54 kelompok kasus dan 54 kelompok control). Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Jenis data dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan kuesioner.

Hasil Penelitian Gambaran Karateristik Responden Berdasarkan riwayat pemberian imunisasi campak lebih banyak anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak 55,6%. Menurut status gizi anak didapatkan anak yang dengan status gizi normal yaitu sebesar 48,1%, anak dengan kurang gizi sebesar 25% dan anak yang mengalami gizi buruk sebesar 26,9%. Data selanjutnya memperlihatkan bahwa sebagian besar anak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 59,3% dan 40,7% anak dengan kondisi tangan dan kuku kotor dan panjang. Dilihat dari anak yang mendapatkan ASI eksklusif presentasenya hampir sama yaitu sebesar 52,8% dan yang tidak mendapatkan sebesar 47,2%. Jumlah anak yang

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 129: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

mendapatkan ASI lebih banyak yaitu 78,6%. Sedangkan usia anak mendapatkan ASI mayoritas antara 3-6 bulan. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan Asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Anak yang mendapatkan minum selain asi sebesar 96,3% dengan jenis minuman yang diberikan yaitu susu formula 49,1%, air putih 50,9%, air gula 3,7%, air tajin 3,7%, air teh 3,7%, madu 2%. Sedangkan pada anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, usia anak pertama kali diberikan MP-ASI yaitu usia kurang dari 3 bulan 36,1%, usia 4-5 bulan 24,1% dan > 6 bulan sebesar 39,8% , Jenis MP-ASI yang diberikan yaitu bubur susu 32,4%, bubur saring 28,7%, buah 18,5% dan lain-lain 15,7%. Dapat dilihat di tabel 1

Tabel 1 Distribusi Menurut Karakteristik Anak di RSUD

Koja Bulan Mei-April 2011 (n=108)

Variabel Uraian Jumlah Presentasi

(%)

1 Usia Anak 4-7 bulan 8-11 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan

29 35 30 14

26,9 32,4 27,7 13,0

2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

36 72

33,3 66,7

3 ASI Eksklusif Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak mendapatkan ASI eksklusif

43

65

39,8

60,3

4 Imunisasi Campak Dapatkan Tidak dapat

48 60

44,4 55,6

5 Status Gizi Normal Kurang Gizi Gizi Buruk

52 27 29

48,1 25,0 26,9

6 Kondisi tangan dan kuku Bersih dan pendek. Kotor dan panjang

64 44

59,3 40,7

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden menurut

Karakteristik Ibu yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah

2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Uraian

Jumlah Presentasi (%)

1 Usia Ibu < 20 dan >30Tahun 20 – 30 Tahun

72 36

66,7 33,3

2 Pendidikan Ibu Tinggi Rendah

55 53

50,9 49,1

3 Pengetahuan Ibu Baik Cukup Kurang

43 36 29

39,8 33,3 26,9

4 Kebiasaan mencuci tangan Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak pernah

63 30 15

58,3 27,8 13,9

Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu, usia ibu sebagian besar antara < 20 dan > 30 tahun yaitu 66,7% dan 33,3% usia ibu antara 20-30 tahun. Sedangkan berdasarkan pendidikan ibu presentasenya hampir sama yaitu 50,9% tinggi dan 53 (49,1%).

Dari pengetahuan ibu dapat dilihat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 43 (39,8%), pengetahuan cukup 36 (33,3%) dan 29 (26,9%) pengetahuan ibu rendah, dari 10 pertanyaan pada kuisioner pengetahuan didapatkan hasil dari 108 ibu lebih banyak menjawab benar pada pertanyaan 5 yaitu sebesar 88%. Sedangkan ibu yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu 63 (58,3%) selalu, 30 (27,8%) kadang-kadang dan 15 (13,9%) jarang/ tidak pernah mencuci tangan. Berdasarkan karakteristik faktor sosial ekonomi didapatkan hasil:

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 130: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden menurut

Karakteristik Sosek yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun

Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Uraian

Jumlah Prosentasi (%)

Penghasilan Keluarga

<1 Juta

> 1 Juta

44

64

40,7

59,3

Berdasarkan penghasilan keluarga memperlihatkan bahwa orang tua yang mempunyai penghasilan lebih banyak > 1 juta dibandingkan dengan orang tua yang mempunyai penghasilan < 1 juta.

Hubungan karateristik faktor kejadian diare. Berdasarkan karakteristik faktor anak didapatkan hasil bahwa anak dengan diare lebih banyak pada usia 4-11 bulan yaitu sebesar 55,6%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan kejadian diare (p value = 0,433).

Anak yang mengalami diare lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70,4%. tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian diare (p value = 0,414). Lebih banyak anak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 59,3%. tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare ( p value= 1,0).

Menurut status gizi anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak bergizi buruk yaitu sebesar 35,8 %. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,009 berarti dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,5 kali dimana anak dengan status gizi buruk berpeluang 3,5 kali untuk mengalami diare dibandingkan anak yang berstatus gizi normal.

Hasil analisis hubungan antara pemberian imunisasi campak anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare

lebih banyak yang tidak mendapatkan imunisasi campak yaitu sebesar 57,4%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tidak diberikan imunisasi campak dengan kejadian diare (p value= 0,84). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kondisi tangan dan kuku dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 42,6%. tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare (p value = 0,84). Berdasarkan karakteristik faktor ibu didapatkan hasil bahwa anak yang menderita diare mempunyai ibu dengan usia <20 - > 30 tahun lebih banyak yaitu sebesar 40,4%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare (p value = 0,153).

Tingkat pendidikan ibu pada anak dengan diare lebih tinggi yaitu sebesar 59,3%. tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare (p value = 0,12). Tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi dan cukup dengan presentase masing-masingnya sebesar 37%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare (p value = 0,883).

Anak yang mengalami diare lebih banyak yang mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak yaitu sebesar 44,4%. Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare (p value = 0,05), dengan nilai OR= 6.50 kali dimana ibu yang jarang/tidak mencuci tangan berpeluang 6,50 kali untuk mengalami diare. Berdasarkan penghasilan keluarga didapatkan bahwa anak dengan penghasilan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 131: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

keluarga kurang dari 1 juta lebih banyak pada anak yang mengalami diare yaitu sebesar 42,6%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare (p value = 0,845). Berdasarkan analisis multivariat didapatkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 2 tahun adalah variabel status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Sedangkan variabel yang paling dominan adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebekum memberikan makan pada anak dengan nilai Exponen B terbesar. Pembahasan Hasil analisis hubungan antara anak usia < 2 tahun dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan jumlah anak berusia 4–11 bulan lebih banyak dibandingkan anak usia 12-24 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia balita dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan Suraatmaja (2007), menjelaskan bahwa kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, dimana insiden tertinggi terjadi pada usia 6-35 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan pada masa ini anak diberikan makanan pendamping dan anak mulai aktif bermain. Perilaku ini akan meningkatkan risiko anak untuk terjangkitnya penyakit diare. Sebagian besar responden yang mengalami diare pada penelitian ini adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Dari hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin balita dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Palupi (2009) yang menjelaskan bahwa anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2. Kemungkinan

terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-laki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. Namun demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pada anak laki-laki lebih sering terkena diare dibandingkankan dengan anak laki-laki (Palupi, 2009). Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian diare pada penelitian ini didapatkan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil uji statistik didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak dengan kejadian diare. Temuan penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yalcin, Hiszli, Yurdakok, dan Ozmert (2005) yang menyatakan bahwa anak dengan diare yang tidak mendapatkan ASI lebih berisiko dirawat di rumah sakit. Selain itu Karmalia (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare, dimana dari uji kendall’s tau_b diketahui bahwa semakin lama bayi diberi ASI secara ekslusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang mendapatkan imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak dan anak yang belum cukup umur untuk mendapatkan imunisasi campak. Hasil analisa menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare. Menurut Suraatmatmaja (2007), pada balita, 1-7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama. Anak-anak yang menderita campak 4 minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami diare dan disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009). Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat mencegah sampai 25% kematian balita yang

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 132: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

berhubungan dengan diare (Depkes RI, 1999). Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan anak dengan status gizi buruk lebih banyak dibandingkan anak dengan status gizi kurang dan gizi baik. Hasil analisis didapatkan bahwa status gizi balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare pada anak. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) yang menyatakan bahwa status gizi yang buruk dapat mempengaruhi kejadian dan lamanya diare. Hali ini didukung Palupi (2007), yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi yang buruk terhadap lamanya diare pada anak. Hubungan status gizi dengan lamanya diare bermakna secara statistik dimana semakin buruk gizi maka semakin lama diare yang diderita.

Penelitian yang dilakukan oleh Wilunda dan Panza (2006) menemukan hal yang berbeda yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan status imunisasi campak dengan kejadian diare. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Debi (2006) yang menjelaskan bahwa penderita diare pada anak balita lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi baik yaitu 62,3% dan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini terjadi kemungkinan bahwa status gizi balita sebelum masuk rumah sakit sudah baik. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan tangan dan kuku panjang dan kotor. Hasil uji statistik dijelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare dan anak. Hal ini tidak sesuai bila ditinjau secara teori, pada usia anak kebersihan diri (personal hygiene) sangatlah penting terutama pada anak-anak terutama kebersihan tangan dan kuku. Kondisi tangan dan kuku yang kotor dapat menjadi media berkembang biaknya kuman, bakteri dan jamur sehingga anak rentan untuk terserang infeksi. Menurut Sigmund Freud dalam teori psikoseksualnya menyatakan bahwa pada anak bayi anak

berada pada tahapan oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasannya dari berbagai pengalaman disekitar mulutnya, anak senang memasukkan benda-benda yang ada didekatnya kedalam mulut termasuk memasukan tangan. Bila pada masa ini orangtua tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak, anak akan mudah terpapar kuman dan bakteri melalui saluran pencernaan termasuk diare (Wong, 2000). Usia ibu lebih banyak tergolong risiko rendah yaitu usia 20-30 tahun. Jika dilihat dari hubungan dengan kejadian diare pada anak, usia ibu tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh wulandari (2009) dan Mediratta (2007) yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu berusia < 20 dan > 30 tahun yang anaknya mengalami diare dibandingkan dengan usia ibu antara 20-30 tahun. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare. Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia 20-30 tahun merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu pada usia ini bekerja diluar rumah sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan anak. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Ibu tinggi lebih banyak dibandingkan pendidikan ibu rendah. Hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sender (2005) dan Wulandari (2009) dari hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2009), dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan diare pada

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 133: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

anak, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki semakin baik pula perilaku pencegahan terhadap penyakit diare. Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan tentang diare dan pencegahannya. Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu tinggi dan cukup sama besarnya dan banyak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengatahuan rendah. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare, dari hasil analisis juga didapatkan bahwa korelasi antara faktor tingkat pengetahuan ibu menunjukkan korelasi yang signifkan dan berhubungan positif dimana tingkat pengetahuan ibu memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan dengan faktor lingkungan dan sosial ekonomi. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua terhadap kejadian diare pada anak.Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari tingkat pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut adalah predisposisi factor seperti tradisi dan kepercayaan masyarakat yang masih dianut si ibu , enabling factor yaitu tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan tokoh agama serta petugas kesehatan. Dari hasil penelitian antara hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang kadang-kadang mencuci tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan. Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) dan

Apriyanti (2009), yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Pender (2002) menyatakan bahwa perilaku individu sebelumnya mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, termaksud didalamnya perilaku mencuci tangan pada ibu sebelum memberikan makan pada anak. Namun sebagian besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran rendah untuk mencuci tangan mereka hanya terbiasa mencuci tangan mereka apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman. Hasil penelitian analisis antara hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian diare menunjukan anak dengan diare mempunyai penghasilan keluarga lebih banyak > 1 juta. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini tidak sesuai Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian diare, kejadian diare lebih sering muncul pada keluarga dengan pendapatan dan status sosial ekonomi yang rendah. Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan (2008), menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare berasal dari status ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi lingkungan dan rumah yang buruk serta

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 134: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

kurangnya kebersihan diri anak. Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance Warma (2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 % responden tergolong keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, artinya secara umum responden masih tergolong keluarga miskin. Oleh sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Perbedaan ini dapat terjadi, kemungkinan dikarenakan walaupun dari hasil analisis didapatkan bahwa lebih banyak keluarga dengan penghasilan > 1 juta, tapi mungkin tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, sehingga keluarga lebih memprioritaskan untuk kebutuhan-kebutuhan yang lain dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan anggota keluarga, dari data diruangan didapatkan hampir lebih dari 60 % anak yang dirawat dengan bantuan dari pemerintah melalui Surat Keterangan Tanda Tidak Mampu (SKTM). Implikasi Untuk Keperawatan Untuk pelayanan keperawatan diharapkan penelitian ini dapat membantu perawat anak meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor risiko terhadap kejadian diare di rumah sakit sehingga dapat membantu perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien anak, sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak dengan cara pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan dan penanganan anak dengan diare di rumah sehingga orang tua dapat memberikan pertolongan segera pada anak sehingga mengurangi kondisi keparahan anak yang di bawa ke rumah sakit. Kesimpulan 1. Faktor anak yang berhubungan dengan

kejadian diare adalah status gizi 2. Faktor ibu yang berhubungan dengan

kejadian diare adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak.

3. Penghasilan keluarga tidak ada hubungan yang signifikan terhadap kejadian diare.

4. Dari 3 faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yang diteliti, faktor ibu adalah yang paling berpengaruh besar terhadap kejadian diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja selain faktor anak

Saran 1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada orang tua tentang pencegahan dan penanganan anak diare di rumah, terutama mengajarkan cara mencuci tangan yang benar dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan pada anak, Serta pemberian makanan yang bergizi dan seimbang. Dengan menggunakan media promosi kesehatan mudah dipahami. seperti brosur, memasang spanduk dan poster-poster terkait dengan pencegahan dan penanganan diare pada anak.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan.

3. Bagi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan status gizi anak dengan kejadian diare dan perilaku kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dan juga perlunya dilakukan penelitian dengan menambahan variabel-variabel lain yang perlu diteliti seperti faktor lingkungan, faktor status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga

Daftar Pustaka 1. Adisasmito,W. (2007). Faktor risiko

diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan, vol. 11, no. 1, Juni 2007: 1-10.

2. Alam. S. (2006). Zinc Treatment for 5 or 10 Days Is Equally Efficacious in Preventing Diarrhea in the Subsequent 3 Months among Bangladeshi Children1-4. Februari 25,2011. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=2266960981&sid=3&Fmt=4&client.

3. Alamsyah, (2002). Hubungan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang, Kampar dan

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 135: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Tambang Kabupaten Kampar tahun 2002. Maret 3, 2011. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.

4. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theory, utilization & application. (3rd ed), USA : Mosby Elsevier.

5. Ariawan. I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

6. Arikunto.S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

7. Ariyanti. M, (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir Palembang. Juni 21, 20011. http://uppmfkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak10.doc.

8. Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC.

9. Clemens. (1998). Breastfeeding and the risk of life-threatening enterotoxigenic escherichia coli diarrhea in bangladeshi infants and children. Maret 20 Maret, 2011 http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/6/e2.

10. Darmawan. (1008). Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus). Diunduh tanggal 5 Juni 2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian.

11. Depkes RI. (1999). Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa. Jakarta . Ditjen.PPM & PPL.

12. Depkes RI. (2002). Profil kesehatan indonesia 2002. Depkes RI.

13. ---------------.(2003) Profil kesehatan indonesia 2003. Depkes RI.

14. ---------------.(2008) Profil kesehatan indonesia 2007. Depkes RI.

15. ---------------.(2009) Profil kesehatan indonesia 2009. Februari 31,2011 http://www.depkes.go.id.

16. _________. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan teori. Jakarta. Salemba Medika.

17. Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

18. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Buku kuliah ilmu kesehatan anak, buku 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI.

19. Hastomo. S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI

20. Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika

21. Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor kejadian diare. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-gdl-s2-2004-amhira-1349-diare.

22. Hockenberry. M & Wilson. (2009). Wong’s essensials of pediatric Nursing. St.Louise Missouri: Mosby Essiver.

23. Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama. Jakarta: Press.

24. Juffrie. (2011). Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI.

25. Kamalia.D. (2005). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja puskesmas kedungwuni tahun 2004/2005. Maret 4, 2011. http://www. Scrib.com.

26. Kasjono.S.H, & Kristiawan.(2009). Intisari Epidemologi. Jogyakarta: Mitra Cendikia Press.

27. Kasman. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tangah kota padang sumatra barat. Mei 20, 2011 http://library.usu.ac.id.

28. Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. (2006). Risk factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3), 131-136.

29. Lestari. M. (2007). Pengetahuan orang tua tentang diare pada anak yang dirawat di ruang menular RSU Dr.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 136: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

Soetomo. Buletin RSU Dr. Soetomo 9(2):82.

30. Mandal, et all. (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga

31. Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

32. Mubarak (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

33. Mubarak. (2005). Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto.

34. Nelsson, W. E. (2000). Ilmu kesehatan anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC

35. Ngastiah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.

36. Notoatmodjo. S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

37. Notoatmodjo S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

38. Noor. N. N. (2000). Dasar epidemiologi. Jakarta: Rineka cipta.

39. Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan ; pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

40. Palupi. A, (2005). Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.6, No. 1, Juli 2009.

41. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2003). Essential of Nursing Reseach: methods apprasial and utilization, 6 th ed. Philadelphia: Lipincott.

42. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2005). Nursing reseach: Principle and methods..Philadelphia: Lipincott.

43. Rohmah, K. (2002). Pengaruh pengganti air susu ibu (PASI) terhadap kejadian diare di poli bayi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Februari 20 2011. http:// digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-k2c-1893-diare.

44. Ruel. T. M. (1997). Impact of zinc supplementation on morbidity from diarrhea and respiratory infections among rural guatemalan children. Maret 10, 2011. http://www.pediatric.org/cgi/content/full/99/6/808.

45. Sastroasmoro,S, & Ismael.(2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.edisi kedua.Jakarta: Sagung Seto.

46. Sender, M.A. (2005). Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 163-193.

47. Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

48. Sinthamurniwati. (2006). Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di semarang). Februari 25, 2011. http://pdffactory.com.

49. Soebagyo B. (2008). Diare akut pada anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

50. Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.

51. Sugiono (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

52. Sugiono (2007). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa beta.

53. Suharti, (1997). Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa. Bandung: Yrama Widya.

54. Sunoto. (1990). Situasi Diare dan KLB 1991. FKUGM: Yogyakarta.

55. Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.

56. Suraatmaja. (2007). Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto.

57. Tomey. A. M & Alligood. M. R. (2006). Nursing theorists and their work. St.Louis: Mosby,Inc.

58. Warouw, S. P. (2002). Hubungan faktor lingkungan dan social ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare). Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-lingkungan.

59. Whaley & Wong’s. (2000). Essensials of pediatric nursing. St.Louis Missouri: Mosby Company.

60. Widiastuti, P. (2005). Epidemiologi suatu pengantar, edisi 2. Jakarta; EGC.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Page 137: digital_20282739-T Yeni Iswari.pdf

61. Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009, 23 (suppl), 17-22.

62. Winlar.W.(2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak 0-2 tahun di kelurahan turangga. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk.gdl.res.2002-wiwin.1723.diare.

63. Wong. D. L, Hockenberry. M, Wilson. D, Wikelstein. M. L, Schwartz. P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta: EGC.

64. Wong. D.L (2003). Nursing care of infants and children,(7th edition), volume 2 . St.louis: Mosby.

65. Yalcin, S.S, Hizli, S, Yurdakok, K, & Ozmer, E. (2005). Risk factors for hospitalization in children with acut diarrhea : a case control study. The Turkish Journal of pediatric, 47, 339-342.

66. Yulisa. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita (studi pada masyarakat etnis dayak kelurahan kasongan baru kecamatan kentingan hilir kabupaten Kentingan Kalimantan tengah). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011