TUGAS KD Kasus II Apendik

28
Kasus II BAB I PENDAHULUAN I.1 Pengertian Apendiks Apendiks (usus buntu) adalah ujung seperti-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm(4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis). Sejauh ini,fungsi apendiks tersebut tidak diketahui. Tanpa usus buntu sebenarnya seseorang tetap bisa hidup sehat namun bila usus buntu meradang dan bocor malah bisa mengancam jiwa. Radang usus buntu umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri,makanan,minuman atau benda asing dalam tubuh,hingga cacingan. Penyakit ini bisa menyerang segala usia dgn kasus terbanyak pd usia 10-30 tahun. Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering terjadi usia 10 dan 30 tahun. Etiologi: Kelompok II B Page 1

Transcript of TUGAS KD Kasus II Apendik

Page 1: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Pengertian Apendiks

Apendiks (usus buntu) adalah ujung seperti-jari yang kecil panjangnya kira-kira

10 cm(4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks berisi

makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya

tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama

rentan terhadap infeksi (apendisitis). Sejauh ini,fungsi apendiks tersebut tidak diketahui.

Tanpa usus buntu sebenarnya seseorang tetap bisa hidup sehat namun bila usus buntu

meradang dan bocor malah bisa mengancam jiwa. Radang usus buntu umumnya

disebabkan oleh infeksi bakteri,makanan,minuman atau benda asing dalam tubuh,hingga

cacingan. Penyakit ini bisa menyerang segala usia dgn kasus terbanyak pd usia 10-30

tahun.

Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan

dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan

dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita, dan remaja lebih

sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis

paling sering terjadi usia 10 dan 30 tahun.

Etiologi:

Penyebabnya belum diketahui.

Obstruksi:

1.hiperplasia kelenjar getah bening (60%)

2. fecolith(30%),(masa feses yang membatu)

3. corpus alineum(4%), biji-bijian

4. striktur lumen(1%) karena messoapendiks pendek,adhesi

4 faktor yang mempengaruhi terjadinya apendisitis:

1. Adanya isi lumen

2. Derajat sumbatan yang terus-menerus

Kelompok II B Page 1

Page 2: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

3. Sekresi mukus yang terus-menerus

4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa apendiks

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan

dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya.

Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

radiology ;

1. Pemeriksaan fisik.

Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan

(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan

terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang

mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-

tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan

usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina

menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu

ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

2. Pemeriksaan Laboratorium.

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari

sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi

peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami

perforasi (pecah).

3. Pemeriksaan radiologi.

foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini

jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)

cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama

untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah

dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas

gambaran apendiks.

Kelompok II B Page 2

Page 3: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

I.2 Nutrisi

Nutrient merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh. Enam

kategori zat makanan adalah air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Kebutuhan energi dipenuhi dengan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Air

adalah komponen tubuh yang vital dan bertindak sebagaii penghancur zat makanan.

Vitamin dan mineral tidak menyediakan energi, tetapi penting untuk prises metabolisme

dan keseimbangan asam-basa.

Standar makanan untuk pasien di rumah sakit dibagi atas makanan biasa,

makanan lunak, makanan saring dan makanan cair.

- Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam,

bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal.makanan biasa

diberikan kepada yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan makanan

khusus atau diet. Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan sebaiknya

diberikan dlam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang pada saluran

cerna.makanan yang tidak dianjurkan makanan biasa adalah makanan yang

merangsang, seprti makanan yang berlemak tinggi, terlalu manis, terlalu

berbumbu dan minuman yang mengandung alkohol.

- Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah

dikunyah,ditelan dan dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan ini

mengandung cukup zat gizi, aslakan pasien mampu mengkonsumsi makanan

dalam jumlah cukup. Menurut keadaan penyakit, manakan lunak dapat diberikan

langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke

makanan biasa.makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu,

pasien dengan penyakit insfeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu

tinggi,pasien dengan kesulitan mengunyah dan menela,serta sebagai perpindahan

dari makanan saring ke makanan biasa.

- Makanan saring adalah makanan semi padat yang menpunyai tekstur lebih halus

daripada makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna.menurut

keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau

merupakan perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak.makanan

saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi tertentu, pada insfeksi

Kelompok II B Page 3

Page 4: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

akut termasuk infeksi saluran cerna,serta kepada pasien dengan kesulitan

mengunyah dan menelan, atau sebagai perpindahan dari makanan cair kental ke

makanan lunak.karena makanan ini kurang serat dan vitamin c, maka sebaiknya

diberikan untuk jangka waktu pendek,yaitu selama 1 – 3 hari saja.

- Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental.

Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan

mengunyah,menelan,dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh

menurunnya kesadaran, suhu tinggi,rasa mual,muntah,pasca perdarahan saluran

cerna, serta pra dan pasca bedah.makanan dapat diberikan secara oral atau

parenteral.menurut konsistensi makanan, makanan cair terdiri atas 3 jenis, yaitu:

makanan cair jernih, makanan cair penuh, dan makanan cair kental.

I.3 Eliminasi Fekal

Eliminasi produk sisa perencanaan yang teratur merupakan aspek yang penting

untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem

gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada

keseimbangan beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi di antara indivisu.

Namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar, dan

karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker

kolorektal (Robinson dan weigley).

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut

bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa

kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap

orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan

rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap

kebutuhan untuk defekasi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi

Usia : seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih

sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang

kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan melewati saluran pencernaan dengan

Kelompok II B Page 4

Page 5: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

cepat karena gerakan peristaltik berlangsung dengan cepat. Bayi tidka mampu

mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan neuromuskular. Perkembangan

ini biasanya tidak terjadi sampai usia 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar

terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat, khususnya pada

anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengonsumsi makanan dalam jumlah besar.

Sistem GI (gastrointsestinal) pada lansia sering mengalami perubahan sehingga

merusak proses pencernaan dan eliminasi (Lueckenotte, 1994). Beberapa perubahan

pada saluran GI, yang berlangsung seiring dengan proses penuaan. Beberapa lansia

mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan

dengan baik. Makanan, yang memasuki saluran GI, hanya dikunyah sebagian dan

tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume

asam lambung menurun seiring dengan proses penuaan. Ketidakmampuan untuk

mencerna makanan yang mengandung lemmak mencerminkan terjadinya kehilangan

enzim lipase.

Diet: asupan makanan setiap hari secara teratur membantu

mempertahankan pola peristaltik yang teratur di dalam kolon.

Asupan cairan: asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan

yang menyebabkan kehilangan cairan(seperti muntah) mempengaruhi karakter feses.

Cairan mengencerkan isi, usus, memudahkan bergerak melalui kolon. Asupan cairan

yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa

harus minum 6 sampai 8 gelas(1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman

ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.

Konsusmi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik pada beberapa

individu dan menyebabkan konstipasi.

Aktivitasi fisik: aktivitas fisik meningkat peristaltik, sementara

imobilisasi menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah kilen menderita suatu

penyakit untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal.

Faktor psikologis: apabila individu mengalami kecemasan,

ketakuatan, atau marah, muncul respon stres, yang memungkinkan tubuh membuat

pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan

tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltik meningkat. Efek samping

Kelompok II B Page 5

Page 6: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

peristaltik yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu

mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltik

dapat menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stres.

Namun, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut

(Cooke, 1991).

Kebiasaan Pribadi: kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi

fungsi usus. Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi di kamar

mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi

mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat menggangu kebiasaan dan mengakibatkan

perubahan, seperti konstipasi. Refleks gastrokolik adalah refleks yang paling mudah

distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan. Klien yang dirawat di

rumah sakit jarang dapat mempertahankan privasi saat melakukan defekasi. Fasilitas

kamar mandi seringkali digunakan bersama-sama dengan teman sekamarnya, yang

kebiasaan higienenya mungkin cukup berbeda. Pemandangan, suara, dan bau yang

dihubungkan dengan kondisi tempat fasilitas toilet digunakan bersama-sama atau saat

menggunakan pispot sering menimbulkan rasa malu.

Posisi selama defekasi: posisi jongkok merupakan posisi normal

saat defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga

individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intrabdomen dan

mengontraksi otot-otot pahanya. Untuk klien mobilisasi di tempat tidur, defekasi

seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi

otot-otot yang digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang

lenih normal pada pispot akan meningkatkan kemampuan defekasi.

Nyeri: dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak

menimbulkan nyeri. Namun, pada sejumlah kondisi, termasuk hemoroid, bedah

rektum fistula rektum, bedah abdomen, dan melahhirkan anak dapat menimbulkan

rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali

mensuprei keinginannya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang

mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalh umum pada klien yang merasa

nyeri selama defekasi.

Kelompok II B Page 6

Page 7: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Kehamilan: seiring meningkatnya usia kehamilan dan ukuran

fetus, tekanan diberikan pada rektum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus

menggangu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada

trimester terakhir. Wanita hamil sering mengedan selama defekasi dapat

menyebabkan terbentuknya hemoroid permanen.

Pembedahan dan anastesi: anastesi yang digunakan selama

proses pembedahan, membuat gerakan peristaltik berhenti untuk sementara

waktu.agens anastesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot

usus. Kerja anastesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang

peristaltik. Klien yang menerima anastesi lokal atau regional beresiko lebih untuk

mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikit atau

bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.

Obat-obatan: laksatif dan katartik melunakkan feses dan

meningkatkan peristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan daripada

katartik. Apabila digunakan dengan benar, laksatif dan katartik mempertahankan pola

eliminasi normal dengan aman. Penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat

meneybabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Laksatif dapat mempengaruhi

kemanjuran kkerja obat lain dengan mengubah waktu transit (mis., waktu obat berada

di dalam saluran GI). Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan

peristaltik dan mengobati diare. Beberapa obat dapat memiliki efek samping yang

dapat menggangu eliminasi. Oabat analgesik narkotik menekan gerakan peristaltik.

Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Walupun bermanfaat dalam mengobati

gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens antikolinergik dapat menyebabkan

konstipasi. Banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri

normal di dalam saluran GI.

Pemeriksaan diagnostik: pemeriksaan diagnostik, yang

melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi

dibagian usus. Klien tidak diijinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam

jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan.

BAB IIPEMBAHASAN

Kelompok II B Page 7

Page 8: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

II.1 Kasus

Kasus II

Nn. Rina (37 tahun) keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, kemampuan

mobilisasi hanya ditempat tidur secara mandiri, terdapat luka terbuka post operasi usus

buntu (infeksi luka operasi), TD normal; P 24x/menit; N 125x/menit, S 38,5ºC BB dan

TB pasien tidak diketahui. Pasien tampak pucat, konjungtivitis anemis, edema pada

kedua ekstremitas. Pasien mengeluh mual, perut kembung dan belum buang air besar

sejak 6 hari (pola b.a.b sebelum sakit 5 hari sekali), sulit saat buang air besar, instruksi

dokter adalah infuse dextrose 5% 3 kolf/hari, dexamethasone 3x1 ampul (i.v), ampicilin

3x1 gram (i.v), PCT 3x1 tablet, Invicloth 1000 UI (sc).

II.2 Rumusan Masalah

1. Hitung kebutuhan nutrisi dan jenis dietnya

2. Status nutrisi

3. Faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan gangguan nutrisi

4. Gangguan eliminasi fekal

5. Kemungkinan terjadinya gangguan eliminasi fekal

6. Cara menangani gangguan eliminasi fekal

7. Perhitungan obat dan infuse

8. Asuhan keperawatan

II.3 Kebutuhan nutrisi

Berdasarkan AKG(Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan untuk usia 20-

45 tahun, BB 54kg, TB 156 cm membutuhkan energi 2200Kkal, protein 48g, vitamin A

500RE, vitamin D 5µg, vitamin E 8mg, vitamin K 65µg, tiamin 1,0mg, ribovlavin 1,2mg,

niasin 9mg, vitamin B12 1,0µg, asam folat 150µg, piridoksin 1,6mg, vitamin C 60mg,

kalsium 500mg, fosfor 450mg, besi 26mg, seng 15mg, iodium 150µg, selenium 55µg.

BB=50kg

TB= 150cm referensi:

BMR=66,5 + (13,5xBB) + (5xTB) - 6,75 x umur

Kelompok II B Page 8

Page 9: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

= 66,5 + (13,5x50) + (5x150) – 6,75 x 37

=66,5 + 675 + 750 – 6,75 x 37

=1241,75

Energi aktivitas= BMR x 10%

= 1241,75x 10%

= 124,175

SDA= 10%(BMR+Energi aktivitas)

= 10%(1241,75+124,175)

=10% x 1365,925

= 136,59

Total energi= BMR+energi aktivitas+SDA

= 1241,75+124,175+136,59

= 1502,515

Nn.Rina mengalami mual. Maka dari itu pemberian nutrisi yang baik adalah melalui

Np untuk mencegah refluks makanan/muntah.

Makanan yang diberikan adalah yang tinggi protein dan tinggi serat. Makanan tinggi

protein bertujuan untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi apendik

sedangkan tinggi serat bertujuan untuk memperlancar b.a.b.

Tujuan diet adalah untuk energi tinggi dan protein tinggi adalah untuk:

1. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat adalah untuk

mengurangi kerusakan jaringan tubuh.

2. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal

Tujuan diet serat tinggi adalah untuk memberi makanan sesuai kebutuhan gizi yang

tinggi serat sehingga dapat merangsang peristaltik usus agar defekasi berjalan normal.

Bahan makan yang dianjurkan:

Kelompok II B Page 9

Page 10: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Sumber karbohidrat ; beras tumbuk atau merah, havermout, roti wholewheat.

Sumber protein nabati ; kacang-kacangan yang dikonsumsi dengan kulitnya

seperti kacang kdelai, kacang tanah, kacang hijau, dan hasil

olah kacang-kacangan seperti tempe.

Sayuran ; yang serat tinggi, seperti daun singkong, daun kacang

panjang, daun pepaya, brokoli, jagung muda, oyong, pare,

kacang panjang, buncis, dan ketimun.

Buah-buahan ; buah-buahan yang berserat tinggi seperti jeruk( dimakan

dengan selaputnya), nanas, mangga, salak, pisang, pepaya,

sirsak, serta buah yang dimakan dengan kulitnya, seperti

apel anggur, belimbing, pir, dan jambu biji.

II.4 Status Nutrisi

Dalam kasus ini, Nn.rina mengalami gizi yang buruk. Tanda-tanda Nn.Rina

mengalami gizi buruk adalah:

- membran mata pucat (konjungtiva pucat)

- konstipasi

- laju denyut jantung cepat (di atas 100 kali/menit)

- ekstremitas edema

II.5 Faktor-faktor penyebab gangguan nutrisi

- mual

- efek samping obat

- pola makan

- pengetahuan

- efek pembedahan

II.6 Gangguan Eliminasi Fekal

Kelompok II B Page 10

Page 11: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Gangguan eliminasi fekal yang dialami Nn.Rina adalah konstipasi. Nn.Rina mengalami

konstipasi ditandai dengan buang air besar yang tidak seperti biasanya yaitu 5 hari sekali.

II.7 Penyebab gangguan eliminasi fekal

Konstipasi bisa dikarenakan:

- nyeri yang dikarenakan pasca operasi apendik

- nutrisi yang kurang

- posisi selama adefekasi, dalam kasus ini Nn.Rina eliminasi fekal dengan bantuan

pispot.

- Kebiasaan pribadi, kebiasaan defekasi

- Faktor psikologis yang ditandai dengan adanya distensi gas (kembung)

- Aktivitas fisik (mobilisasi hanya mampu di tempat tidur secara mandiri)

- Tirah baring yang panjang.

II.8 Cara menangani gangguan eliminasi fekal

Beri makanan yang mengandung serat tinggi

Perbanyak aktifitas, misalnya: ROM untuk meninggkatkan peristaltik usus

Mengatur posisi di atas pispot, bantu klien mengambil posisi yang nyaman

Berikan supositoria katarik, seperti bisakodil (dulcolax) untuk memperoleh

keinginan untuk defekasi.

Enema. Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon

sigmoid. Alasan utama adalah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi

peristaltik. Volume cairan, yang dimasukkan, memecah masa feses,

merenggangkan dinding rektum, dan mengawali reflek defekasi. Volume

maksimum yang dianjurkan adalah dewasa 750 sampai dengan 1000ml.

II.9 Pemberian Infuse dan Obat

Infuse= total volume yg diberikan x faktor tetes

Waktu x 60 menit

=1500x20

24x60

Kelompok II B Page 11

Page 12: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

=20,833=21 tetes

Pemberian obat:

Ampicilin = 3x sehari,

1:1x10=10 ml

Jadi, pemberian ampicilin 3 x sehari, sekali pemberian 10ml i.v

PCT(parasetamol)= 3x sehari, sekali pemberian 1 tablet

Dexamethasone= 3x1 ampul (i.v)

1 ampul dexamethasone=2ml

Invicolth 1000 UI:

D x V = 1000 x 1ml= 0,2 mlH 5000

II.10 Asuhan Keperawatan

Do:

Kesadaran composmentis

Kemampuan mobilisasi hanya ditempat tidur secara mandiri

Terdapat luka terbuka post operasi usus buntu

TD : normal

P: 24x/menit

N:125x/menit

S: 38,5ºC

Pasien tampak pucat

Konjungtivitis anemis

Edema kedua ekstremitas

Ds:

Pasien mengeluh mual

Perut kembung dan belum buang air besar selama 6 hari

Dianosa Keperawatan:

1. Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (prosedur invasif)

2. Konstipasi berhubungan dengan nyeri

Kelompok II B Page 12

Page 13: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

3. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pemasukan terbatas(mual)

4. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (prosedur

invasif)

Tujuan jangka pendek: luka operasi tidak terinfeksi, tidak demam, bebas dari drainase

purulen.

Tujuan jangka panjang: luka sembuh dan tidak terjadi komplikasi

Intervensi Rasional

Pantau tanda-tanda vital,perhatikan

peningkatan suhu

Tekankan teknik mencuci tangan

dengan tepat

Pertahankan perawatan luka

aspetik.pertahankan balutan kering

Berikan antimikrobial topikal/antibiotik

sesuai indikasi

Berikan antibiotik IV sesuai indikasi

Suhu malam hari memuncak yang

kembali ke normal pada pagi hari

adalah karakteristik infeksi. Demam

38ºC dari awitan tiba-tiba dan disertai

dengan menggigil, kelelahan,

kelemahan, takipnea, takikardia, dan

hipotensi menandakan syok septik.

Peningkatan suhu 4-7 hari setelah

pembedahan sering menandakan abses

luka atau kebocoran cairan dari sisi

anatomis

Mencegah penyebaran bakteri,

kontaminasi silang

Melindungi pasien dari kontaminasi

silang selama penggantian balutan.

Menurunkan kolonosasi bakteri atau

jamur pada kulit

Program antibiotik profilaksis biasanya

standar pada pasien ini untuk

menurunkan risiko kontaminasi

Kelompok II B Page 13

Page 14: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Observasi terhadap tanda/gejala

peritonitis, mis.,demam, peningkatkan

nyeri,distensi abdomen.

perioperatif dan/atau peritonitis

Meskipun persiapan usu dilakukan

sebelum pembedahan elektif,

peritonitis, dapat terjadi bila usus

terganggu, mis.,ruptur praoperasi;

kebocoran anastomosis (pascaoperas);

atau bila pembedahan adalah

darurat/akibat dari luka kecelakaan

Konstipasi berhubungan dengan nyeri

Tujuan Jangka Pendek:

Klien dapat buang air besar

Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik

Tujuan jangka panjang:

Klien dapat buang air besar kembali normal

Mendapatkan kembali fungsi usus yang normal

Intervensi Rasional

Pastikan kebiasaan defekasi pasien

Auskultasi bising usus

Tinjau ulang pola diet dan jumlah/tipe

masukan cairan

Berikan pelunak feses, supositiria sesuai

indikasi

Membantu pasien dalam defekasi

Kembalinya fungsi GI mungkin

terlambat oleh efek depresan dari obat-

obatan. Adanya bunyi abnormal

(mis.,gemericik nada tinggi atau bunyi

gemuruh panjang) menunjukkan

terjadinya komplikasi.

Masukan adekuat dari serat dan

makanan kasar memberikan cairan

adalah faktor penting dalam

menentukan konsistensi feses

Mungkin perlu untuk merangsang

Kelompok II B Page 14

Page 15: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

peristaltik dengan perlahan/evakuasi

feses

Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual

Tujuan jangka pendek:

Konjungtiva tidak anemis

Pasien dapat buang air besar

Tujuan jangka panjang:

Nutrisi terpenuhi

Intervensi Rasional

Lakukan pengkajian nutrisi dengan

seksama

Auskultasi bising usus

Mulai dengan makan cairan perlahan

Konsul dengan ahli diet/tim pendukung

nutrisi sesuai indikasi

Berikan makanan dengan selang,

hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi

Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan

pasien,makanann yang menyebabkan

distres dan jadwal makan yang disukai

Kaji abdomen dengan sering untuk

kembali ke bunyi yang lembut,

penampilan bising usus normal, dan

kelancaran flatus

Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan

untuk membantu memilih intervensi

Kembalinya fungsi usus menunjukan

kesiapan untuk memulai makan lagi

Menurunkan insiden mual

Berguna dalam membuat kebutuhan

nutrisi individual melalui rute yang

paling cepat

Melibatkan pasien dalam

perencanaan ,memapukan pasien

memiliki rasa kontrol dan mendorong

untuk makan

Menunjukan kembali fungsi usus ke

normal dan kemampuan untuk memulai

masukan peroral

Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pemasukan terbatas(mual)

Tujuan jangka pendek:

Kelompok II B Page 15

Page 16: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Membran mukosa lembab

Turgor kulit baik

Tanda vital satabil

Konjungtiva kembali normal

Tujuan jangka panjang:

Keseimbangan cairan kembali normal

Intervensi Rasional

Awasi Td dan nadi

Berikan cairan IV dan elektrolit

Awasi masukan dan haluaran, karakter

dan jumlah feses : perkirakan

kehilangan yang tak terlihat.

Mis.,berkeringat. Ukur berat jenis

urine; observasi oliguria.

Tanda yang membantu

mengidentifikasi fluktuasi volume

intravaskuler.

Peritonium bereaksi terhadap

iritasi/infeksi dengan menghasilkan

sejumlah besar cairan yang dapat

menurunkan volume sirkulasi darah,

mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi

dan dapat terjadi ketidakseimbangan

elektrolit.

Memberikan informasi tentang

keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan

kontrol penyakit usus juga merupakan

pedoman untuk penggantian cairan.

Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Tujuan jangka pendek:

Nyeri berkurang

Tujuan jangka panjang:

Koping pasien terhdap nyeri

Intervensi Rasional

Kelompok II B Page 16

Page 17: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik,

beratnya (skala 0-10).selidiki dan

laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Pertahankan istirahat dengan posiis semi-

fowler

Dorong ambulasi dini

Berguna dalam pengawasan keefektifan

obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan

pada karakteristik nyeri menunjukkan

terjadinya abses/peritonitis, memerlukan

upaya evaluasi medik dan intervensi.

Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi

dalam abdomen bawah atau pelvis,

menghilangkan tegangan abdomen yang

bertambah dengan posisi telentang.

Meningkatkan normalisasi fungsi organ,

contoh merangsang peristaltik dan

kelancaran flatus, menurunkan

ketidaknyamanan abdomen

Evaluasi :- Nn.Rina mampu melakukan b.a.b seperti sebelum sakit

- Nutrisi terpenuhi dengan baik

- Luka operasi kering dan tidak menimbulkan komplikasi

- Suhu tubuh kembali normal

- Tanda-tanda vital kembali normal

- Nn.Rina dapat melakukan mobilisasi

BAB IIIKESIMPULAN

Kelompok II B Page 17

Page 18: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

Nn.Rina mengalami gangguan nutrisi dan gangguan eliminasi fekal. Gangguan

eliminasi fekal Nn. Rina adalah konstipasi karena kebiasaan Nn.Rina sbelum b.a.b 5 hari

sekali, saat sakit b.a.b 6 hari sekali. Kemungkinan konstipasi terjadi adalah tirah baring

yang lama, kebiasaan pasien dalam defekasi dirumah(pola defekasinya, dan saat

defekasinya), nutrisi pasien, nyeri karena pasca operasi apendik.

Gangguan nutrisi Nn.Rina adalah gangguan nutrisinya kurang baik yang ditandai

dengan konjungtiva anemis, edema pada ekstremitas, konstipasi, demam. Untuk

menangani gangguan nutrisi tersebut dilakukan diet tinggi protein dan diet tinggi serat

diberikan dengan tujuan untuk menangani konstipasi.

Luka operasi yang terbuka dikarenakan adanya infeksi. Untuk menangani tersebut

perawat dalam perlu tindakan yang aseptik dalam merawat luka dan mengganti balutan.

BAB IV

Kelompok II B Page 18

Page 19: TUGAS KD Kasus II Apendik

Kasus II

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. 2000. Jakarta:EGC

Almatsier, Sunita. Penuntun Diet. 2006. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Potter, Perry. Fundamental Keperawatan Vol.2. Jakarta:EGC

Smeltzer C, Suzanne. Keperawatan Medikal-Bedah vol.2. 2002. Jakarta: EGC

Kelompok II B Page 19