TUGAS KD Kasus II Apendik
Transcript of TUGAS KD Kasus II Apendik
Kasus II
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Pengertian Apendiks
Apendiks (usus buntu) adalah ujung seperti-jari yang kecil panjangnya kira-kira
10 cm(4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya
tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi (apendisitis). Sejauh ini,fungsi apendiks tersebut tidak diketahui.
Tanpa usus buntu sebenarnya seseorang tetap bisa hidup sehat namun bila usus buntu
meradang dan bocor malah bisa mengancam jiwa. Radang usus buntu umumnya
disebabkan oleh infeksi bakteri,makanan,minuman atau benda asing dalam tubuh,hingga
cacingan. Penyakit ini bisa menyerang segala usia dgn kasus terbanyak pd usia 10-30
tahun.
Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita, dan remaja lebih
sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis
paling sering terjadi usia 10 dan 30 tahun.
Etiologi:
Penyebabnya belum diketahui.
Obstruksi:
1.hiperplasia kelenjar getah bening (60%)
2. fecolith(30%),(masa feses yang membatu)
3. corpus alineum(4%), biji-bijian
4. striktur lumen(1%) karena messoapendiks pendek,adhesi
4 faktor yang mempengaruhi terjadinya apendisitis:
1. Adanya isi lumen
2. Derajat sumbatan yang terus-menerus
Kelompok II B Page 1
Kasus II
3. Sekresi mukus yang terus-menerus
4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa apendiks
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan
dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya.
Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiology ;
1. Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan
terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang
mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan
usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu
ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari
sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi.
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini
jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)
cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama
untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah
dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas
gambaran apendiks.
Kelompok II B Page 2
Kasus II
I.2 Nutrisi
Nutrient merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh. Enam
kategori zat makanan adalah air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Kebutuhan energi dipenuhi dengan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Air
adalah komponen tubuh yang vital dan bertindak sebagaii penghancur zat makanan.
Vitamin dan mineral tidak menyediakan energi, tetapi penting untuk prises metabolisme
dan keseimbangan asam-basa.
Standar makanan untuk pasien di rumah sakit dibagi atas makanan biasa,
makanan lunak, makanan saring dan makanan cair.
- Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam,
bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal.makanan biasa
diberikan kepada yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan makanan
khusus atau diet. Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan sebaiknya
diberikan dlam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang pada saluran
cerna.makanan yang tidak dianjurkan makanan biasa adalah makanan yang
merangsang, seprti makanan yang berlemak tinggi, terlalu manis, terlalu
berbumbu dan minuman yang mengandung alkohol.
- Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah
dikunyah,ditelan dan dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan ini
mengandung cukup zat gizi, aslakan pasien mampu mengkonsumsi makanan
dalam jumlah cukup. Menurut keadaan penyakit, manakan lunak dapat diberikan
langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke
makanan biasa.makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu,
pasien dengan penyakit insfeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu
tinggi,pasien dengan kesulitan mengunyah dan menela,serta sebagai perpindahan
dari makanan saring ke makanan biasa.
- Makanan saring adalah makanan semi padat yang menpunyai tekstur lebih halus
daripada makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna.menurut
keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau
merupakan perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak.makanan
saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi tertentu, pada insfeksi
Kelompok II B Page 3
Kasus II
akut termasuk infeksi saluran cerna,serta kepada pasien dengan kesulitan
mengunyah dan menelan, atau sebagai perpindahan dari makanan cair kental ke
makanan lunak.karena makanan ini kurang serat dan vitamin c, maka sebaiknya
diberikan untuk jangka waktu pendek,yaitu selama 1 – 3 hari saja.
- Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental.
Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan
mengunyah,menelan,dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh
menurunnya kesadaran, suhu tinggi,rasa mual,muntah,pasca perdarahan saluran
cerna, serta pra dan pasca bedah.makanan dapat diberikan secara oral atau
parenteral.menurut konsistensi makanan, makanan cair terdiri atas 3 jenis, yaitu:
makanan cair jernih, makanan cair penuh, dan makanan cair kental.
I.3 Eliminasi Fekal
Eliminasi produk sisa perencanaan yang teratur merupakan aspek yang penting
untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem
gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi di antara indivisu.
Namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar, dan
karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker
kolorektal (Robinson dan weigley).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
Usia : seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih
sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang
kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan melewati saluran pencernaan dengan
Kelompok II B Page 4
Kasus II
cepat karena gerakan peristaltik berlangsung dengan cepat. Bayi tidka mampu
mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan neuromuskular. Perkembangan
ini biasanya tidak terjadi sampai usia 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar
terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat, khususnya pada
anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengonsumsi makanan dalam jumlah besar.
Sistem GI (gastrointsestinal) pada lansia sering mengalami perubahan sehingga
merusak proses pencernaan dan eliminasi (Lueckenotte, 1994). Beberapa perubahan
pada saluran GI, yang berlangsung seiring dengan proses penuaan. Beberapa lansia
mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan
dengan baik. Makanan, yang memasuki saluran GI, hanya dikunyah sebagian dan
tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume
asam lambung menurun seiring dengan proses penuaan. Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan yang mengandung lemmak mencerminkan terjadinya kehilangan
enzim lipase.
Diet: asupan makanan setiap hari secara teratur membantu
mempertahankan pola peristaltik yang teratur di dalam kolon.
Asupan cairan: asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan
yang menyebabkan kehilangan cairan(seperti muntah) mempengaruhi karakter feses.
Cairan mengencerkan isi, usus, memudahkan bergerak melalui kolon. Asupan cairan
yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa
harus minum 6 sampai 8 gelas(1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman
ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.
Konsusmi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik pada beberapa
individu dan menyebabkan konstipasi.
Aktivitasi fisik: aktivitas fisik meningkat peristaltik, sementara
imobilisasi menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah kilen menderita suatu
penyakit untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal.
Faktor psikologis: apabila individu mengalami kecemasan,
ketakuatan, atau marah, muncul respon stres, yang memungkinkan tubuh membuat
pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan
tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltik meningkat. Efek samping
Kelompok II B Page 5
Kasus II
peristaltik yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu
mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltik
dapat menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stres.
Namun, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut
(Cooke, 1991).
Kebiasaan Pribadi: kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi
fungsi usus. Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi di kamar
mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi
mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat menggangu kebiasaan dan mengakibatkan
perubahan, seperti konstipasi. Refleks gastrokolik adalah refleks yang paling mudah
distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan. Klien yang dirawat di
rumah sakit jarang dapat mempertahankan privasi saat melakukan defekasi. Fasilitas
kamar mandi seringkali digunakan bersama-sama dengan teman sekamarnya, yang
kebiasaan higienenya mungkin cukup berbeda. Pemandangan, suara, dan bau yang
dihubungkan dengan kondisi tempat fasilitas toilet digunakan bersama-sama atau saat
menggunakan pispot sering menimbulkan rasa malu.
Posisi selama defekasi: posisi jongkok merupakan posisi normal
saat defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga
individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intrabdomen dan
mengontraksi otot-otot pahanya. Untuk klien mobilisasi di tempat tidur, defekasi
seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi
otot-otot yang digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang
lenih normal pada pispot akan meningkatkan kemampuan defekasi.
Nyeri: dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak
menimbulkan nyeri. Namun, pada sejumlah kondisi, termasuk hemoroid, bedah
rektum fistula rektum, bedah abdomen, dan melahhirkan anak dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali
mensuprei keinginannya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang
mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalh umum pada klien yang merasa
nyeri selama defekasi.
Kelompok II B Page 6
Kasus II
Kehamilan: seiring meningkatnya usia kehamilan dan ukuran
fetus, tekanan diberikan pada rektum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus
menggangu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada
trimester terakhir. Wanita hamil sering mengedan selama defekasi dapat
menyebabkan terbentuknya hemoroid permanen.
Pembedahan dan anastesi: anastesi yang digunakan selama
proses pembedahan, membuat gerakan peristaltik berhenti untuk sementara
waktu.agens anastesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot
usus. Kerja anastesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang
peristaltik. Klien yang menerima anastesi lokal atau regional beresiko lebih untuk
mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikit atau
bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.
Obat-obatan: laksatif dan katartik melunakkan feses dan
meningkatkan peristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan daripada
katartik. Apabila digunakan dengan benar, laksatif dan katartik mempertahankan pola
eliminasi normal dengan aman. Penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat
meneybabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Laksatif dapat mempengaruhi
kemanjuran kkerja obat lain dengan mengubah waktu transit (mis., waktu obat berada
di dalam saluran GI). Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan
peristaltik dan mengobati diare. Beberapa obat dapat memiliki efek samping yang
dapat menggangu eliminasi. Oabat analgesik narkotik menekan gerakan peristaltik.
Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Walupun bermanfaat dalam mengobati
gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens antikolinergik dapat menyebabkan
konstipasi. Banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri
normal di dalam saluran GI.
Pemeriksaan diagnostik: pemeriksaan diagnostik, yang
melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi
dibagian usus. Klien tidak diijinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam
jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan.
BAB IIPEMBAHASAN
Kelompok II B Page 7
Kasus II
II.1 Kasus
Kasus II
Nn. Rina (37 tahun) keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, kemampuan
mobilisasi hanya ditempat tidur secara mandiri, terdapat luka terbuka post operasi usus
buntu (infeksi luka operasi), TD normal; P 24x/menit; N 125x/menit, S 38,5ºC BB dan
TB pasien tidak diketahui. Pasien tampak pucat, konjungtivitis anemis, edema pada
kedua ekstremitas. Pasien mengeluh mual, perut kembung dan belum buang air besar
sejak 6 hari (pola b.a.b sebelum sakit 5 hari sekali), sulit saat buang air besar, instruksi
dokter adalah infuse dextrose 5% 3 kolf/hari, dexamethasone 3x1 ampul (i.v), ampicilin
3x1 gram (i.v), PCT 3x1 tablet, Invicloth 1000 UI (sc).
II.2 Rumusan Masalah
1. Hitung kebutuhan nutrisi dan jenis dietnya
2. Status nutrisi
3. Faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan gangguan nutrisi
4. Gangguan eliminasi fekal
5. Kemungkinan terjadinya gangguan eliminasi fekal
6. Cara menangani gangguan eliminasi fekal
7. Perhitungan obat dan infuse
8. Asuhan keperawatan
II.3 Kebutuhan nutrisi
Berdasarkan AKG(Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan untuk usia 20-
45 tahun, BB 54kg, TB 156 cm membutuhkan energi 2200Kkal, protein 48g, vitamin A
500RE, vitamin D 5µg, vitamin E 8mg, vitamin K 65µg, tiamin 1,0mg, ribovlavin 1,2mg,
niasin 9mg, vitamin B12 1,0µg, asam folat 150µg, piridoksin 1,6mg, vitamin C 60mg,
kalsium 500mg, fosfor 450mg, besi 26mg, seng 15mg, iodium 150µg, selenium 55µg.
BB=50kg
TB= 150cm referensi:
BMR=66,5 + (13,5xBB) + (5xTB) - 6,75 x umur
Kelompok II B Page 8
Kasus II
= 66,5 + (13,5x50) + (5x150) – 6,75 x 37
=66,5 + 675 + 750 – 6,75 x 37
=1241,75
Energi aktivitas= BMR x 10%
= 1241,75x 10%
= 124,175
SDA= 10%(BMR+Energi aktivitas)
= 10%(1241,75+124,175)
=10% x 1365,925
= 136,59
Total energi= BMR+energi aktivitas+SDA
= 1241,75+124,175+136,59
= 1502,515
Nn.Rina mengalami mual. Maka dari itu pemberian nutrisi yang baik adalah melalui
Np untuk mencegah refluks makanan/muntah.
Makanan yang diberikan adalah yang tinggi protein dan tinggi serat. Makanan tinggi
protein bertujuan untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi apendik
sedangkan tinggi serat bertujuan untuk memperlancar b.a.b.
Tujuan diet adalah untuk energi tinggi dan protein tinggi adalah untuk:
1. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat adalah untuk
mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
2. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal
Tujuan diet serat tinggi adalah untuk memberi makanan sesuai kebutuhan gizi yang
tinggi serat sehingga dapat merangsang peristaltik usus agar defekasi berjalan normal.
Bahan makan yang dianjurkan:
Kelompok II B Page 9
Kasus II
Sumber karbohidrat ; beras tumbuk atau merah, havermout, roti wholewheat.
Sumber protein nabati ; kacang-kacangan yang dikonsumsi dengan kulitnya
seperti kacang kdelai, kacang tanah, kacang hijau, dan hasil
olah kacang-kacangan seperti tempe.
Sayuran ; yang serat tinggi, seperti daun singkong, daun kacang
panjang, daun pepaya, brokoli, jagung muda, oyong, pare,
kacang panjang, buncis, dan ketimun.
Buah-buahan ; buah-buahan yang berserat tinggi seperti jeruk( dimakan
dengan selaputnya), nanas, mangga, salak, pisang, pepaya,
sirsak, serta buah yang dimakan dengan kulitnya, seperti
apel anggur, belimbing, pir, dan jambu biji.
II.4 Status Nutrisi
Dalam kasus ini, Nn.rina mengalami gizi yang buruk. Tanda-tanda Nn.Rina
mengalami gizi buruk adalah:
- membran mata pucat (konjungtiva pucat)
- konstipasi
- laju denyut jantung cepat (di atas 100 kali/menit)
- ekstremitas edema
II.5 Faktor-faktor penyebab gangguan nutrisi
- mual
- efek samping obat
- pola makan
- pengetahuan
- efek pembedahan
II.6 Gangguan Eliminasi Fekal
Kelompok II B Page 10
Kasus II
Gangguan eliminasi fekal yang dialami Nn.Rina adalah konstipasi. Nn.Rina mengalami
konstipasi ditandai dengan buang air besar yang tidak seperti biasanya yaitu 5 hari sekali.
II.7 Penyebab gangguan eliminasi fekal
Konstipasi bisa dikarenakan:
- nyeri yang dikarenakan pasca operasi apendik
- nutrisi yang kurang
- posisi selama adefekasi, dalam kasus ini Nn.Rina eliminasi fekal dengan bantuan
pispot.
- Kebiasaan pribadi, kebiasaan defekasi
- Faktor psikologis yang ditandai dengan adanya distensi gas (kembung)
- Aktivitas fisik (mobilisasi hanya mampu di tempat tidur secara mandiri)
- Tirah baring yang panjang.
II.8 Cara menangani gangguan eliminasi fekal
Beri makanan yang mengandung serat tinggi
Perbanyak aktifitas, misalnya: ROM untuk meninggkatkan peristaltik usus
Mengatur posisi di atas pispot, bantu klien mengambil posisi yang nyaman
Berikan supositoria katarik, seperti bisakodil (dulcolax) untuk memperoleh
keinginan untuk defekasi.
Enema. Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon
sigmoid. Alasan utama adalah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi
peristaltik. Volume cairan, yang dimasukkan, memecah masa feses,
merenggangkan dinding rektum, dan mengawali reflek defekasi. Volume
maksimum yang dianjurkan adalah dewasa 750 sampai dengan 1000ml.
II.9 Pemberian Infuse dan Obat
Infuse= total volume yg diberikan x faktor tetes
Waktu x 60 menit
=1500x20
24x60
Kelompok II B Page 11
Kasus II
=20,833=21 tetes
Pemberian obat:
Ampicilin = 3x sehari,
1:1x10=10 ml
Jadi, pemberian ampicilin 3 x sehari, sekali pemberian 10ml i.v
PCT(parasetamol)= 3x sehari, sekali pemberian 1 tablet
Dexamethasone= 3x1 ampul (i.v)
1 ampul dexamethasone=2ml
Invicolth 1000 UI:
D x V = 1000 x 1ml= 0,2 mlH 5000
II.10 Asuhan Keperawatan
Do:
Kesadaran composmentis
Kemampuan mobilisasi hanya ditempat tidur secara mandiri
Terdapat luka terbuka post operasi usus buntu
TD : normal
P: 24x/menit
N:125x/menit
S: 38,5ºC
Pasien tampak pucat
Konjungtivitis anemis
Edema kedua ekstremitas
Ds:
Pasien mengeluh mual
Perut kembung dan belum buang air besar selama 6 hari
Dianosa Keperawatan:
1. Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (prosedur invasif)
2. Konstipasi berhubungan dengan nyeri
Kelompok II B Page 12
Kasus II
3. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pemasukan terbatas(mual)
4. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (prosedur
invasif)
Tujuan jangka pendek: luka operasi tidak terinfeksi, tidak demam, bebas dari drainase
purulen.
Tujuan jangka panjang: luka sembuh dan tidak terjadi komplikasi
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital,perhatikan
peningkatan suhu
Tekankan teknik mencuci tangan
dengan tepat
Pertahankan perawatan luka
aspetik.pertahankan balutan kering
Berikan antimikrobial topikal/antibiotik
sesuai indikasi
Berikan antibiotik IV sesuai indikasi
Suhu malam hari memuncak yang
kembali ke normal pada pagi hari
adalah karakteristik infeksi. Demam
38ºC dari awitan tiba-tiba dan disertai
dengan menggigil, kelelahan,
kelemahan, takipnea, takikardia, dan
hipotensi menandakan syok septik.
Peningkatan suhu 4-7 hari setelah
pembedahan sering menandakan abses
luka atau kebocoran cairan dari sisi
anatomis
Mencegah penyebaran bakteri,
kontaminasi silang
Melindungi pasien dari kontaminasi
silang selama penggantian balutan.
Menurunkan kolonosasi bakteri atau
jamur pada kulit
Program antibiotik profilaksis biasanya
standar pada pasien ini untuk
menurunkan risiko kontaminasi
Kelompok II B Page 13
Kasus II
Observasi terhadap tanda/gejala
peritonitis, mis.,demam, peningkatkan
nyeri,distensi abdomen.
perioperatif dan/atau peritonitis
Meskipun persiapan usu dilakukan
sebelum pembedahan elektif,
peritonitis, dapat terjadi bila usus
terganggu, mis.,ruptur praoperasi;
kebocoran anastomosis (pascaoperas);
atau bila pembedahan adalah
darurat/akibat dari luka kecelakaan
Konstipasi berhubungan dengan nyeri
Tujuan Jangka Pendek:
Klien dapat buang air besar
Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik
Tujuan jangka panjang:
Klien dapat buang air besar kembali normal
Mendapatkan kembali fungsi usus yang normal
Intervensi Rasional
Pastikan kebiasaan defekasi pasien
Auskultasi bising usus
Tinjau ulang pola diet dan jumlah/tipe
masukan cairan
Berikan pelunak feses, supositiria sesuai
indikasi
Membantu pasien dalam defekasi
Kembalinya fungsi GI mungkin
terlambat oleh efek depresan dari obat-
obatan. Adanya bunyi abnormal
(mis.,gemericik nada tinggi atau bunyi
gemuruh panjang) menunjukkan
terjadinya komplikasi.
Masukan adekuat dari serat dan
makanan kasar memberikan cairan
adalah faktor penting dalam
menentukan konsistensi feses
Mungkin perlu untuk merangsang
Kelompok II B Page 14
Kasus II
peristaltik dengan perlahan/evakuasi
feses
Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual
Tujuan jangka pendek:
Konjungtiva tidak anemis
Pasien dapat buang air besar
Tujuan jangka panjang:
Nutrisi terpenuhi
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian nutrisi dengan
seksama
Auskultasi bising usus
Mulai dengan makan cairan perlahan
Konsul dengan ahli diet/tim pendukung
nutrisi sesuai indikasi
Berikan makanan dengan selang,
hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi
Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan
pasien,makanann yang menyebabkan
distres dan jadwal makan yang disukai
Kaji abdomen dengan sering untuk
kembali ke bunyi yang lembut,
penampilan bising usus normal, dan
kelancaran flatus
Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
untuk membantu memilih intervensi
Kembalinya fungsi usus menunjukan
kesiapan untuk memulai makan lagi
Menurunkan insiden mual
Berguna dalam membuat kebutuhan
nutrisi individual melalui rute yang
paling cepat
Melibatkan pasien dalam
perencanaan ,memapukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong
untuk makan
Menunjukan kembali fungsi usus ke
normal dan kemampuan untuk memulai
masukan peroral
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pemasukan terbatas(mual)
Tujuan jangka pendek:
Kelompok II B Page 15
Kasus II
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Tanda vital satabil
Konjungtiva kembali normal
Tujuan jangka panjang:
Keseimbangan cairan kembali normal
Intervensi Rasional
Awasi Td dan nadi
Berikan cairan IV dan elektrolit
Awasi masukan dan haluaran, karakter
dan jumlah feses : perkirakan
kehilangan yang tak terlihat.
Mis.,berkeringat. Ukur berat jenis
urine; observasi oliguria.
Tanda yang membantu
mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler.
Peritonium bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dan dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit.
Memberikan informasi tentang
keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan
kontrol penyakit usus juga merupakan
pedoman untuk penggantian cairan.
Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan jangka pendek:
Nyeri berkurang
Tujuan jangka panjang:
Koping pasien terhdap nyeri
Intervensi Rasional
Kelompok II B Page 16
Kasus II
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik,
beratnya (skala 0-10).selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Pertahankan istirahat dengan posiis semi-
fowler
Dorong ambulasi dini
Berguna dalam pengawasan keefektifan
obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan
pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan
upaya evaluasi medik dan intervensi.
Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi
dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang.
Meningkatkan normalisasi fungsi organ,
contoh merangsang peristaltik dan
kelancaran flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen
Evaluasi :- Nn.Rina mampu melakukan b.a.b seperti sebelum sakit
- Nutrisi terpenuhi dengan baik
- Luka operasi kering dan tidak menimbulkan komplikasi
- Suhu tubuh kembali normal
- Tanda-tanda vital kembali normal
- Nn.Rina dapat melakukan mobilisasi
BAB IIIKESIMPULAN
Kelompok II B Page 17
Kasus II
Nn.Rina mengalami gangguan nutrisi dan gangguan eliminasi fekal. Gangguan
eliminasi fekal Nn. Rina adalah konstipasi karena kebiasaan Nn.Rina sbelum b.a.b 5 hari
sekali, saat sakit b.a.b 6 hari sekali. Kemungkinan konstipasi terjadi adalah tirah baring
yang lama, kebiasaan pasien dalam defekasi dirumah(pola defekasinya, dan saat
defekasinya), nutrisi pasien, nyeri karena pasca operasi apendik.
Gangguan nutrisi Nn.Rina adalah gangguan nutrisinya kurang baik yang ditandai
dengan konjungtiva anemis, edema pada ekstremitas, konstipasi, demam. Untuk
menangani gangguan nutrisi tersebut dilakukan diet tinggi protein dan diet tinggi serat
diberikan dengan tujuan untuk menangani konstipasi.
Luka operasi yang terbuka dikarenakan adanya infeksi. Untuk menangani tersebut
perawat dalam perlu tindakan yang aseptik dalam merawat luka dan mengganti balutan.
BAB IV
Kelompok II B Page 18
Kasus II
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. 2000. Jakarta:EGC
Almatsier, Sunita. Penuntun Diet. 2006. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Potter, Perry. Fundamental Keperawatan Vol.2. Jakarta:EGC
Smeltzer C, Suzanne. Keperawatan Medikal-Bedah vol.2. 2002. Jakarta: EGC
Kelompok II B Page 19