tugas 1 muskuloskeletal
-
Upload
josep-christian-andy-noegroho -
Category
Documents
-
view
39 -
download
4
description
Transcript of tugas 1 muskuloskeletal
BAB I
Pendahuluan
Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan,
baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat
khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk
tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem
ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal
merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari
system muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya
bahkan membahayakan jiwa.
Osteomielitis berasal dari kata osteon yang berarti tulang dan myelo yang
berarti sum-sum, yang dikombinasikan dengan itis yang berarti inflamasi.
Osteomielitis merupakan suatu proses keradangan tulang baik akut maupun
kronik. Osteomielitis biasanya disebabkan oleh bakteri, tapi bisa juga karena
jamur. Osteomielitis dapat memberikan klinis pada tulang mana yang terinfeksi
oleh mikroorganisme. Perjalanan infeksi dapat terjadi pada tulang melalui aliran
darah atau penyebaran melalui jaringan tissue yang dekat. Osteomielitis dapat
terjadi pada semua usia, kebanyak pada anak-anak dan usia lebih dari 50 tahun.
Osteomielitis lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita.
Osteomielitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang yang
sering terkena ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius
dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra. Osteomielitis masih
merupakan permasalahan dinegara kita karena: · Tingkat higienis yang masih
rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik · Diagnosis yang
sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis
· Fasilitas diagnostik yang belum memadai di puskesmas. Angka kejadian
tuberkulosis di Indonesia pada saat ini masih tinggi sehingga kasus – kasus
tuberkulosis tulang dan sendi juga masih tinggi. Pengobatan osteomielitis
memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya tinggi. Banyaknya penderita
dengan fraktur terbuka yang dating terlambat dan biasanya datang dengan
komplikasi osteomielitis
BAB II
KONSEP TEORITIS SECARA MEDIS
2.1. Pengertian
Osteomielitis adalah penyakit infeksi tulang yang dapat bersifat akut ataupun
kronis. (PubMed, 2010).
Osteomielitis adalah infeksi pada jaringan tulang tulang dan dapat bersifat akut
maupun kronis (Price, 2002).
Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang yang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi pada jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon
jaringan terhadap infeksi, tingginya tekanan jaringan dan pembekuan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati) (Smeltzer, 2002).
2.2. Etiologi
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari focus
infeksi di tempat lain (misalnya, Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi,
infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya
terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah
kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak (misalnya. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau
kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi
langsung tulang (misalnya, fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak,
pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien
yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat
terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum
operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
2.3. Klasifikasi
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer : Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui
luka.
2. Osteomyelitis Sekunder : Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran
darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas,
genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
1. Osteomyelitis akut
1) Nyeri daerah lesi
2) Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
3) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
4) Pembengkakan local
5) Kemerahan
6) Suhu raba hangat
7) Gangguan fungsi
8) Lab = anemia, leukositosis
2. Osteomyelitis kronis
1) Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
2) Gejala-gejala umum tidak ada
3) Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
4) Lab = LED meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling
sering :
1) Staphylococcus (orang dewasa)
2) Streptococcus (anak-anak)
3) Pneumococcus dan Gonococcu
2.4. Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia, seperti:
1. Menggigil
2. Demam tinggi
3. Denyut nadi cepat
4. Malaise umum
5. Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara
lengkap.
6. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang,
akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian
yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
7. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus
yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septicemia:
1. Daerah infeksi membengkak
2. Hangat
3. Nyeri tekan
4. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri
5. Inflamasi
6. Pembengkakan dan pengeluaran pus.
7. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya
asupan darah.
2.5. Patofisiologi
Menurut Rasjad (1998), Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) osteomielitis
biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan mikrorganisme lainnya. Pada
anak-anak infeksi tulang seringkali timbul karena adanya penyebaran infeksi dari
tempat lain seperti faringitis, otitis media dan impetigo. Bakterinya (Stapilococcus
Aureus, Hemofilus Influenza) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis
tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid.
Akibat proses perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat
peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan
Emboli bakteri
Abses
Peningkatan tekanan dan nekrosis sekunder
Rupture di dalam ruang subperiosteal
Infeksi menyebar di bawah periosteum
Thrombosis pada pembuluh darah dan menambah nekrosis
Gangguan siklus sirkulasi sehingga terbentuk sinus dan memperluas infeksi ke
kulit
Perluasan persendian dapat menyebabkan arthritis septikktur
2.6. Komplikasi
Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak
terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri
penyebab. Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin
memberat pada daerah tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari
fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum
komplikasi osteomyelitis adalah sebagai berikut:
1) Abses tulang.
2) Bakteremia
3) Fraktur Patologis
4) Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic).
5) Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
6) Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.
2.7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Scan tulang dengan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat
memperlihatkan peradangan di tulang.
2) Pemeriksaan darah
1) Sel darah putih meningkat sampai 30.000 /ul disertai peningkatan laju
darah.
) Pemeriksaan titer antibodi – anti stapilococcus.
3) Pemeriksaan kultur darah dan pus kultur untuk menentukan jenis
bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitifitas untuk menentukan
jenis antibiotik yang sesuai, juga harus diperiksa adanya penyakit anemia
sel sabit.
3) Pemeriksaan feses: dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri salmonella dan E. Coli.
4) Pemeriksaan biopsi : dilakukan ditempat yang dicurigai.
5) Pemeriksaan ultrasound : memperlihatkan adanya efussi pada sendi.
6) Pemeriksaan radiologis : pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama
tidak ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak.
Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa
refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang
baru di bawah periosteum yang terangkat.
2.8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis osteomielitis menurut Rasjad (1998) dan Tucker (1998)
adalah sebagai berikut :
1) Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk : mencegah terjadinya
penyebaran infeksi pada tulang yang sehat dan mengontrol
ekserbasi akut.
2) Tindakan operatif dilakukan bila fase ekserbasi akut telah reda
setelah pemberian antibiotic yang adekuat. Operasi yang dilakukan
bertujuan untuk : mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik
jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke
jaringan sehat lainnya, yang selanjutnya dilakukan drainase dan
irigasi secara kontinue selama beberapa hari, (adakalanya
diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang
yang terinfeksi) dan sebagai dekompresi pada tulang dan
memudahkan antibiotik mencapai sasaran serta mencegah
penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
3) Pemberian cairan parenteral / intravena dan kalau perlu tranfusi
darah.
4) Pengaturan diet dan aktivitas.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) penatalaksanaan keperawatan pada
osteomielitis adalah sebagai berikut :
1) Daerah yang terkena harus dimobilisasi untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.
2) Dapat dilakukan rendaman salin selama beberapa kali selama 20
menit perhari untuk meningkatkan aliran darah.
3) Kompres : hangat, atau selang seling hangat dan dingin.
BAB III
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan
osteomielitisHal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka
terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-
faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b) Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila
dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik
menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah
bengkak, nyeri, maupun eritema.
c) Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan
keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d) Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah
meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya
osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi
tulang atau MRI
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit
dan pengobatan.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
7) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang
Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang, pasien dapat
tenang dan keadaan umum cukup baik
Kriteria Hasil:
• Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
• Klien tidak menyeringai kesakitan
TTV dalam batasan normal
• Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
• Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat
1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala
2. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
5. Anjurkan istirahat selama fase akut
6. Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi
7. Berikan situasi lingkungan yang kondusif
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Gangguan mobilitas fisik dapat
berkurang.
Kriteria Hasil:
• Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
• Mempertahankan posisi fungsional
• Meningkatkan / fungsi yang sakit
Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan
rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara periodic
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien daoat mendemonstrasikan bebas
dari hipertermia.
Kriteria Hasil:
• Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut
• Suhu tubuh normal
• Tidak mual
1. Pantau TTV:- Suhu tubuh setiap 2 jam - Warna kulit - TD, nadi dan pernapasan
- Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit
2. Lepaskan pakaian yang berlebihan
3. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu
tubuh.
4. Motivasi asupan cairan
5. Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit
dan pengobatan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien dapat mendemonstrasikan
hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program
pengobatan.
Kriteria Hasil:
• Ekspresi wajah relaks
• Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
1. Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien
2. Kaji patologi masalah individu.
3. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri
ada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.
5. Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur pasien kembali normal
Kriteria Hasil:
• Jumlah jam tidur tidak terganggu
• Insomnia berkurang
• Adanya kepuasan tidur
• Pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ;
bantal dan guling
3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan
baru
4. Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan
kebutuhan malam hari
5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti
beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
6. Instruksikan tindakan relaksasi
7. Kurangi kebisingan dan lampu
8. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila
mungkin
9. Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Hasil:
• Menurunnya keluhan terhadap kelemahan dan kelelahan dalam melakukan
aktifitas.
• Berkurangnya nyeri
1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
2. Anjurkan program hemat energy
3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap
4. Kaji respon abdomen setelah beraktivitas
5. Berikan kompres air hangat
6. Beri waktu istirahat yang cukup
7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi pesiko perluasan infeksi
yang dialami.
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
1. Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan
sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.
2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
3. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan
cepat, gelisah, peka, disorientasi.
4. Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
5. Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik dan perineal),
pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
7. Berikan antibiotic sesuai indikasi
BAB IV
Kesimpualan
4.1. Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah
kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau
penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis eksogen.
Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamur,
dan mikro-organisme lain.
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses
local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan
demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi
tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan
permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
Daftar Pustaka
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Jakarta: EGC