Transplantasi Jaringan Atau Organ
-
Upload
achy-ramadhani -
Category
Documents
-
view
103 -
download
9
description
Transcript of Transplantasi Jaringan Atau Organ
TRANSPLANTASI JARINGAN ATAU ORGAN
A. Pengertian Transplantasi
Transplantasi adalah memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu orang ke orang lain
(Baratawidjaja, 2006).
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu
tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh
orang itu sendiri.
2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke
tubuh orang lain.
3. Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian
tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu:
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan / organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh
baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk
berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
B. Jenis-Jenis Transplantasi
Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa sel,
jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut (Guyton: 2007):
1. Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang
dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi
2. Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan
hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga
3. Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik, misalnya pada gambar
identik
4. Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
C. Reaksi Penolakan
Terjadi oleh sel T helper (Saat ini disebut CD4+) resipien yang mengenal antigen MHC
allogenic. Sel T helper merangsang sel Tc (T citotoxic atau CD8+) mengenal antigen MHC
allogenic untuk membunuh sel sasaran. Sel T helper melalui Limfokin menyebabkan
Makrofag dikerahkan akibatnya kerusakan jaringan target. Reaksi yang terjadi mirip dengan
Hipersensitivitas tipe IV (Gell dan Coombs) (Kates: 2002): Tipe Reaksi penolakan:
1. Tipe Reaksi Penolakan Transplantasi Rejeksi Hiperakut : Reaksi penolakan yang terjadi
dalam 24 jam setelah transplantasi.
2. Rejeksi Akut : Reaksi terlihat pada resipien yang sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap
transplan pada penolakan umum allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang efektif.
3. Rejeksi Kronis : Hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa
bulan-tahun sesudah organ berfungsi normal dan disebabkan oleh sensitivitas yang timbul
terhadap antigen transplan atau oleh sebab intoleransi terhadap sel T.
Immunosupressan
Walaupun HLA agak mirip, namun sistem imun resipien dapat berbeda dalam
penerimaannya akibatnya dapat terjadi penolakan. Penolakan terjadi setelah beberapa minggu
transplantasi. Pemberian Immunosupressan mampu menekan reaksi penolakan ini. Efek
negatif : Menekan reaksi imun keseluruhan dan menekan imun terhadap infeksi dari luar.
Obat Imunosupressan : Kortikosteroid (misalnya prednison), Azatioprin, Takrolimus,
Mikofenolat mofetil, Siklosporin, Siklofosfamid, Globulin anti-limfosit dan globulin anti-
timosit dan terakhir Antibodi monoclonal (Baratawidjaja: 2006).
Kompleks Histokompatibilitas Utama
Kompleks Histokompabilitas menurut (bahasa Inggris: major histocompatibility
complex atau MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada semua jenis vertebrata.
Gen tersebut terdiri dari ± 4 juta bp yang terdapat di kromosom nomor 6 manusia dan lebih
dikenal sebagai kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein MHC yang disandikan
berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T. (David, 2004).
Struktur protein MHC
a. Protein MHC kelas I
Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan sel berinti. Protein ini bertugas
mempresentasikan antigen peptida ke sel T sitotoksik (Tc) yang secara langsung akan
menghancurkan sel yang mengandung antigen asing tersebut. Protein MHC kelas I terdiri
dari dua polipeptida , yaitu rantai membrane integrated alfa (α) yang disandikan oleh gen
MHC pada kromosom nomor 6, dan non-covalently associated beta-2 mikroglobulin (β2m).
Rantai α akan melipat dan membentuk alur besar antara domain α1 dan α2 yang menjadi
tempat penempelan molekul MHC dengan antigen protein. Alur tersebut tertutup pada pada
kedua ujungnya dan peptida yang terikat sekitar 8-10 asam amino. MHC kelas satu juga
memiliki dua α heliks yang menyebar di rantai beta sehingga dapat berikatan dan berinteraksi
dengan reseptor sel T. (Pandjassarame, 2009)
b. Protein MHC kelas II
Protein MHC kelas I terdapat pada permukaan sel B, makrofag, sel dendritik, dan beberapa
sel penampil (antigen presenting cell atau APC) khusus. Melalui protein MHC kelas II inilah,
APC dapat mempresentasikan antigen ke sel-T penolong (Th) yang akan menstimulasi reaksi
inflamatori atau respon antibodi. MHC kelas II ini terdiri dari dua ikatan non kovalen
polipeptida integrated-membrane yang disebut α dan β. Biasanya, protein ini akan
berpasangan untuk memperkuat kemampuannnya untuk berikatan dengan reseptor sel T.
Domain α1 dan β1 akan membentuk tempat untuk pengikatan MHC dan antigen (Anthony,
2007).
c. Gen MHC dan polimorfisme
Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom nomor 6 dan terbagi
menjadi dua kelas gen, yaitu kelas I untuk MHC I dan kelas II untuk MHC II. Kelompok gen
yang termasuk kelas I terdiri dari tiga lokus mayor yang disebut B, C, dan A, serta beberapa
lokus minor yang belum diketahui. Setiap lokus mayor menyandikan satu
polipeptida tertentu. Pada gen pengkode rantai alfa, terdapat banyak alel atau dengan kata
lain bersifat polimorfik. Rantai beta-2-mikro globulin dikodekan oleh gen yang terletak di
luar kompleks gen MHC, namun apabila terjadi kecacatan pada gen tersebut maka antigen
kelas I tidak bisa dihasilkan dan dapat terjadi defisiensi sel T sitotoksik. Kompleks gen kelas
II terdiri dari tiga lokus yaitu DP, DQ, dan DR yang masing-masing mengkodekan satu
rantai alfa atau beta. Rantai polipeptida yang dihasilkan akan saling berikatan dan
membentuk antigen kelas II. Seperti halnya antigen kelas II, antigen kelas II juga bersifat
polimorfik (unik) karena lokus DR dapat terdiri atas lebih dari satu macam gen penyandi
rantai beta fungsional (Abdul, 2009).
D. Respon Imun Pada Transplantasi Organ atau Jaringan
Masalah utama: Pada transplantasi à perbedaan genetik diantara jaringan/tissue atau
organ yang di transplantasi. Perbedaan ini dapat dibagi 4:
1. Autograf
Transplantasi jaringan dari satu bagian tubuh ke bagian lain pada orang yang sama, tidak
dianggap asing oleh sistem imun, tidak menyebabkan masalah kekebalan tubuh, variasi
genetik tidak ada dan molekul major histocompatibility complex (MHC) dapat mengenal
jaringan atau organ yang baru sebagai “ sendiri”
2. Allograf
Pencangkokan yang umum, dari satu organisme ke organisme lain berasal dari spesies
yang sama, walaupun demikian mereka mempunyai latar belakang genetik berbeda. Molekul-
molekul MHC penerima akan mengenal bagian cangkokan sebagai benda asing, memberitahu
sistem kekebalan tubuh untuk menolaknya.
3. Isograf
Transplantsi jaringan atau organ dari donor yang secara genetik identik dengan resipien
atau jaringan dari individu
4. Xenograf
Pencangkokan satu spesies suatu organisme ke spesies lain. Masalah: Variasi genetik
yang terlalu besar di antara dua organisme tersebut. Menimbulkan penolakan yang sangat
cepat ke jaringan-jaringan asing atau organ yang berasal dari respon sel dibantu oleh Ig.M.
Gagasan untuk pencangkokan dari hewan ke manusia, masalah: seperti penyakit, ukuran
organ dan perdebatan etis. 1999 di, Inggris eksperimen pencangkokan hati babon ke manusia,
mengakibatkan terinfeksi virus yang berasal dari babon tersebut.
E. Sistem Kekebalan / Imun & Pencangkokan
Keberhasilan pencangkokan organ terletak pada kendali sistem imun untuk mengizinkan
proses adaptasi pencangkokan tersebut, dan mencegah proses penolakan. Gen-gen merupakan
alasan utama pengenalan antigen-antigen asing.
Major Histocompatibility Complex (MHC), berada pada lengan pendek kromosom 6.
Gen-gen MHC manusia mencerminkan molekul-molekul permukaan sel: disebut alloantigen
dikenal sebagai HLA
Molekul-molekul permukaan sel bersifat bersifat polimorfik & memungkinkan sistem
imun untuk mengenal antigen sendiri dan asing. Gen-gen MHC, diwariskan menurut model
Mendelian klasik, terdiri dari MHC kelas I dan MHC kelas II.
F. HLA (Histocompatibility Antigen)
HLA kelas I: HLA-A, HLA-B & HLA-C ditemukan pada semua permukaan sel. HLA
kelas I mengikat antigen protein asing, termasuk jaringan/tissu yang dicangkok, dikenal oleh
sel T antigen-spesifik. Molekul MHC/HLA kelas I Biasanya dikenal oleh CD8+ sel T
sitotoksik.
HLA kelas II : (HLA-DR,HLA-DP, HLA-DQ), ditemukan hanya pada sel-sel yang
mengenali antigen seperti limfosit B, makrofag, sel-sel dendrit dari organ-organ limfoid.
Molekul HLA kelas II dipercaya memegang peranan dominan
G. Penolakan
Penolakan dari pencangkokan à proses dari sistem imun si penerima pencangkokan
menyerang organ/jaringan/tissu yang dicangkok. Sebab sistem imun normal & sehat dapat
membedakan organ/jaringan/tissu asing untuk menghancurkan mereka. Seperti sistem
organisme menghancurkan bakteri dan virus yang menginfeksinya
Antigen MHC/HLA alasan utama penolakan secara genetik dari penerima cangkokan
terhadap organ/jaringan asing. Alloantigen ini dibawa ke sel T oleh HLA kompleks yang
menentukan kecepatan penolakan ini akan terjadi.
Klasifikasi Penolakan :
1. Hiper-akut:
Respon mediasi komplemen pada penerima dengan antibodi yang telah ada pada donor
(antibodi tipe darah ABO) terjadi dalam hitungan menit sehingga cangkokan tersebut harus
segera dibuang mencegah respons inflamasi sistemik yang parah.
2. Akut:
Umumnya terjadi 5-10 hari setelah pencangkokan, dan dapat menghancurkan cangkokan
tersebut. Obat penekan sistem imun sangat efektif mencegah tipe penolakan ini. Hal ini
berhasil 60-75% pencangkokan ginjal pertama. 50-60% pada pencangkokan hati.
3. Penolakan Kronis
Penolakan jangka panjang diakibatkan oleh respons imun alloreaktif penerima. Hal ini
dapat terjadi pada semua tipe cangkokan seperti pengcangkokan jantung, paru, ginjal dll
Mekanisme Penolakan
Sel T berpranan utama utama dalam proses penolakan. Setelah distimulasi efektor
CD4+sel T menghasilkan sitokin (antara lain interleukin-interleukin yang menyediakan
signal untuk Sel T sitotoksik dan sel T helper. IL-2 juga meningkatkan ekspansi klonal sel T,
yang membantu dalam proses penolakan
Sitokin yang lain juga dihasilkan dalam proses Respons untuk mendeteksi antigen asing.
Pengenalan antgen transplantasi oleh sel T Helper disebut “allorecognition”.
H. Transplantasi
Pencocokan Jaringan
Pencangkokan jaringan dan organ merupakan suatu proses yang rumit. Dalam keadaan
normal, sistem kekebalan akan menyerang dan menghancurkan jaringan asing (keadaan ini
dikenal sebagai penolakan cangkokan). Untuk mengurangi beratnya penolakan tersebut,
maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki kesesuaian yang
semaksimal mungkin.
Untuk mencapai tingkat kesesuaian yang semaksimal mungkin, dilakukan penentuan
jenis jaringan donor dan resipien.
Antigen adalah zat yang dapat merangsang terjadinya suatu respon kekebalan, yang
ditemukan pada permukaan setiap sel di tubuh manusia. Jika seseorang menerima jaringan
dari donor, maka antigen pada jaringan yang dicangkokkan tersebut akan memberi peringatan
kepada tubuh resipien bahwa jaringan tersebut merupakan benda asing.
3 antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan
apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah
digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut.
Jaringan lainnya memiliki berbagai antigen, sehingga penyesuaian menjadi lebih
mungkin terjadi. Sekelompok antigen yang disebut human leukocyte antigen (HLA)
merupakan antigen yang paling penting pada pencangkokan jaringan lain selain darah.
Semakin sesuai antigen HLAnya, maka kemungkinan besar pencangkokan akan berhasil.
Biasanya sebelum suatu organ dicangkokkan, jaringan dari donor dan resipien diperiksa
jenis HLAnya. Pada kembar identik, antigen HLAnya benar-benar sama. Pada orang tua dan
sebagian besar saudara kandung, beberapa memiliki antigen yang sama; 1 diantara 4 pasang
saudara kandung memiliki antigen yang sama.
Penekanan Sistem Kekebalan
Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak
dikendalikan, maka organ yang dicangkokkan biasanya ditolak.
Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru
tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Penolakan bisa bersifat ringan dan mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan
progresif meskipun telah dilakukan pengobatan.
Penolakan tidak hanya dapat merusak jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi
juga bisa menyebabkan demam, menggigil, mual, lelah dan perubahan tekanan darah yang
terjadi secara tiba-tiba.
Penemuan obat-obatan yang dapat menekan sistem kekebalan telah meningkatkan angka
keberhasilan pencangkokkan.
Tetapi obat tersebut juga memiliki resiko. Pada saat obat menekan reaksi sistem
kekebalan terhadap organ yang dicangkokkan, obat juga menghalangi perlawanan infeksi dan
penghancuran benda asing lainnya oleh sistem kekebalan.
Penekanan sistem kekebalan yang intensif biasanya hanya perlu dilakukan pada minggu-
minggu pertama setelah pencangkokkan atau jika terlihat tanda-tanda penolakan.
Berbagai jenis obat bisa bertindak sebagai immunosupresan. Yang sering digunakan
adalah kortikosteroid (misalnya prednison); pada awalnya diberikan melalui infus kemudian
dalam bentuk obat yang diminum. Obat lainnya adalah:
1. Azatioprin
2. Takrolimus
3. Mikofenolat mofetil
4. Siklosporin
5. Siklofosfamid (terutama digunakan pada pencangkokkan sumsum tulang)
6. Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit
7. Antibodi monoklonal.
Pencangkokan Ginjal
Untuk orang-orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi, pencangkokan ginjal
merupakan alternatif pengobatan selain dialisa dan telah berhasil dilakukan pada semua
golongan umur.
Ginjal yang dicangkokkan kadang berfungsi sampai lebih dari 30 tahun. Orang-orang
yang telah berhasil menjalani pencangkokkan ginjal biasanya bisa hidup secara normal dan
aktif.
Transplantasi merupakan operasi besar karena ginjal dari donor harus disambungkan
dengan pembuluh darah dan saluran kemih resipien.
Lebih dari duapertiga transplantasi berasal dari donor yang sudah meninggal, yang biasanya
merupakan orang sehat yang meninggal karena kecelakaan. Ginjal dikeluarkan dari tubuh
donor, didinginkan dan segera dibawa ke rumah sakit untuk dicangkokkan kepada seseorang
yang memiliki jenis jaringan yang asama dan seru darahnya tidak mengandung antibodi
terhadap jaringan.
Meskipun telah digunakan obat-obatan untuk menekan sistem kekebalan, tetapi segera
setelah pembedahan dilakukan, bisa terjadi satu atau beberapa episode penolakan. Penolakan
ini bisa menyebabkan:
Peningkatan berat badan akibat penimbunan cairan
Demam
Nyeri dan pembengkakan di daerah tempat ginjal dicangkokkan.
Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan adanya kemunduran fungsi ginjal. Untuk
memperkuat diagnosis penolakan, bisa dilakukan biopsi jarum (pengambilan contoh jaringan
ginjal dengan bantuan sebuah jarum untuk diperiksa dengan mikroskop).
Penolakan biasanya bisa diatasi dengan menambah dosis atau jumlah obat
immunosupresan. Jika penolakan tidak dapat diatasi, berarti pencangkokkan telah
gagal. Ginjal yang ditolak bisa dibiarkan di dalam tubuh resipien, kecuali jika:
Demam terus menerus
Air kemih mengandung darah
Tekanan darah tetap tinggi.
Jika pencangkokkan gagal, maka harus segera kembali dilakukan dialisa. Upaya
pencangkokkan berikutnya bisa dilakukan setelah penderita benar-benar pulih dari
pencangkokkan yang pertama.
Kebanyakan episode penolakan dan komplikasi lainnya terjadi dalam waktu 3-4 bulan
setelah pencangkokkan. Obat immunosupresan tetap diminum karena jika dihentikan bisa
menimbulkan reaksi penolakan. Pemberian obat immunosupresan dihentikan jika timbul efek
samping atau infeksi yang berat.
Resiko terjadinya kanker pada penerima ginjal adalah 10-15 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan populasi umum.
Resiko terjadinya kanker sistem getah bening adalah sekitar 30 kali lebih besar daripada
normal, hal ini terjadi kemungkinan karena telah terjadi penekanan terhadap sistem kekebalan
Pencangkokan Hati
Penderita penyakit ginjal memiliki alternatif pengobatan dialisa, tetapi tidak demikian
halnya dengan penderita penyakit hati yang berat. Jika hati sudah tidak berfungsi lagi, maka
satu-satunya pilihan pengobatan adalah pencangkokkan hati.
Angka keberhasilan transplantasi hati lebih rendah daripada transplantasi ginjal, tetapi 70-
80% resipien bertahan hidup minimal selama 1 tahun.
Mereka yang bertahan hidup kebanyakan adalah resipien yang hatinya telah mengalami
kerusakan akibat sirosis bilier primer, hepatitis atau pemakaian obat yang merupakan racun
bagi hati.
Tansplantasi hati sebagai pengobatan untuk kanker hati jarang berhasil. Kanker biasanya
kembali tumbuh pada hati yang dicangkokkan atau pada organ lainnya dan kurang dari 20%
resipien yang bertahan hidup selama 1 tahun.
Yang mengejutkan adalah bahwa reaksi penolakan pada transplantasi hati tidak sehebat
reaksi penolakan pada transplantasi organ lainnya (seperti ginjal dan jantung). Tetapi setelah
pembedahan harus diberikan obat immunosupresan.
Jika resipien mengalami pembesaran hati, mual, nyeri, demam, sakit kuning atau terdapat
kelainan fungsi hati (yang diketahui dari hasil pemeriskaan darah), maka bisa
dilakukan biposi jarum. Hasil biopsi akan membantu menentukan apakah hati yang
dicangkokkan telah ditolahk dan apakah dosis obat immunosupresan harus ditingkatkan.
Pencangkokan Jantung
Beberapa puluh tahun yang lalu tidak mungkin dilakukan, tetapi saat ini transplantasi
jantung telah menjadi kenyataan. 95% resipien bisa lebih baik dalam melakukan olahraga dan
kegiatan sehari-hari; lebih dari 70% resipien yang kembali bekerja.
Transplantasi jantung dilakukan pada penderita penyakit jantung yang paling serius dan
tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan lainnya.
Setelah pembedahan, kepada resipien perlu diberikan obat immunosupresan. Reaksi
penolakan terhadap jantung biasanya berupa demam, lemah dan denyut jantung yang cepat
atau abnormal.
Jantung yang tidak berfungsi dengan baik bis amenyebabkan tekanan darah rendah,
pembengkakan dan penimbunan cairan di dalam paru-paru.
Penolakan yang sifatnya sangat ringan mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi
bisa terlihat adanya perubahan pada EKG.
Jika diduga telah terjadi penolakan, biasanya dilakukan biopsi. Jika ternyata terbukti telah
terjadi penolakan, maka dilakukan penyesuaian dosis obat immunosupresan.
Hampir separuh kematian pada resipien jantung disebabkan oleh infeksi. Komplikasi
lainnya adalah aterosklerosis yang timbul pada arteri koroner dari 25% resipien.
Penjangkokan Paru-Paru & Jantung-Paru
Beberapa tahun terakhir ini, transplantasi paru-paru telah menunjukkan kemajuan yang
pesat. Biasanya hanya 1 paru-paru yang dicangkokkan, tetapi kadang dilakukan transplantasi
kedua paru-paru.
Jika penyakit paru-paru juga telah menyebabkan kerusakan pada jantung, kadang
transplantasi paru-paru digabungkan dengan transplantasi jantung.
Transplantasi paru-paru harus dilakukan segera setelah paru-paru diperoleh karena proses
pengawetannya sulit.
Paru-paru bisa berasal dari donor hidup maupun donor yang baru meninggal. Dari donor
hidup, hanya 1 paru-paru yang bisa diambil dan biasanya hanya 1 lobus yang didonorkan.
80-85% resipien bertahan hidup minimal selama 1 tahun dan sekitar 70% bertahan hidup
selama 5 tahun. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada resipien:
Infeksi
Penyembuhan yang jelek pada titik persambungan saluran udara
Penyumbatan saluran udara akibat pembentukan jaringan parut
Penutupan saluran udara yang kecil (merupakan komplikasi lanjut yang bisa menjadi pertanda
adanya penolakan yang terjadi secara bertahap).
Penolakan terhadap transplantasi paru-paru sulit untuk diketahui, dinilai dan diobati. Pada
lebih dari 80% resipien, penolakan terjadi dalam beberapa bulan setelah pembedahan.
Penolakan bisa menyebabkan demam, sesak nafas dan lemah (kelemahan terjadi akibat
berkurangnya oksigen dalam darah). Penolakan diatasi dengan melakukan penyesuaian dosis
obat immunosupresan.
Pencangkokan Pankreas
Transplantasi pankreas hanya dilakukan pada penderita diabetes tertentu. Tujuan dari
pencangkokkan adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes dan terutama untuk
mengontrol kadar gula darah secara lebih efektif.
Penelitian telah menunjukkan bahwa transplantasi pankreas dapat memperlambat atau
menghilangkan komplikasi dari diabetes. Tetapi kebanyakan penderita tidak cocok menjalani
transplantasi dan transplantasi biasanya hanya dilakukan pada penderita yang kadar gula
darahnya sangat sulit dikendalikan serta penderita yang belum mengalami komplikasi yang
serius.
Lebih dari 50% resipien memili kadar gula darah yang normal dan seringkali tidak perlu
menggunakan insulin lagi. Resipien harus mengkonsumsi obat immunosupresan karena itu
mereka memiliki resiko mengalami infeksi dan komplikasi lainnya.
Pencangkokan Sumsum Tulang
Pencangkokkan sumsum tulang pertama kali digunakan sebagai bagian dari
pengobatanleukemia, limfoma jenis tertentu dan anemia aplastik.
Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin meningkat, maka pemakaian
pencangkokkan sumsum tulang sekarang ini semakin meluas. Pencangkokkan sumsum tulang
dilakukan pada wanita penderita kanker payudara dan anak-anak yang menderita kelainan
genetik tertentu.
Jika penderita kanker menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran, maka sel-sel penghasil
darah yang normal di dalam sumsum tulang juga bisa dihancurkan bersamaan dengan sel-sel
kanker. Tetapi kadang pada saat menerima kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita
bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu,
penderita kanker bisa menerima terapi penyintaran dan kemoterapi dosis tinggi untuk
menghancurkan sel-sel kanker.
Jenis HLA resipien harus menyerupai jenis HLA donor, karena itu biasanya donor berasal
dari keluarga dekat. Prosedurnya sendiri adalah sederhana. Biasanya dalam keadaan terbius
total, sumsum tulang diambil dari tulang panggul donor dengan bantuan sebuah jarum.
Kemudian sumsum tulang tersebut disuntikkan ke dalam vena resipien. Sumsum tulang donor
berpindah dan berakar di dalam tulang resipien dan sel-selnya mulai membelah. Pada
akhrinya, jika semua berjalan lancar, seluruh sumsum tulang resipien akan tergantikan
dengan sumsum tulang yang baru.
Namun, prosedur transplantasi sumsum tulang memiliki resiko karena sel darah putih
resipien telah dihancurkan oleh terapi radiasi dan kemoterapi.
Sumsum tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu untuk menghasilkan
sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi resipien terhadap infeksi.
Resiko lainnya adalah penyakit graft-versus-host), dimana sumsum tulang yang baru
menghasilkan sel-sel aktif yang secara imunologis menyerang sel-sel resipien.
Transplantasi Organ Lainnya
Orang yang mengalami luka bakar yang sangat luas atau kerusakan kulit luas lainnya bisa
menjalani pencangkokkan kulit (skin graft).
Cara terbaik untuk melakukan skin graft adalah dengan mengambil kulit yang sehat dari
bagian tubuh lainnya dan mencangkokkannya pada bagian tubuh yang memerlukan. Jika hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, untuk sementara waktu bisa diambil kulit dari donor atau
hewan (misalnya babi) sampai tumbuhnya kulit baru yang normal.
Tulang rawan kadang dicangkokkan pada anak-anak, biasanya untuk memperbaiki
kelainan pada telinga atau hidung. Kartilago donor jarang diserang oleh sistem kekebalan
tubuh resipien.
Pada transplantasi tulang, biasanya bahan tulang diambil dari bagian tubuh lainnya untuk
dicangkokkan pada bagian tubuh yang memerlukan.
Transplantasi tulang dari donor tidak dapat bertahan, tetapi bisa merangsang pertumbuhan
tulang baru dan merupakan jembatan serta stabilisator yang baik sampai terbentuknya tulang
yang baru.
Transplantasi usus halus masih bersifat coba-coba dan bisa dilakukan pada orang-orang
yang ususnya telah mengalami kerusakan akibat penyakit atau ususnya sudah tidak dapat
berfungsi dengan baik.
I. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah :
1. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko
yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu,
untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis
dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya
masalah.
2. Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh –
sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan
apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan
3. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi
di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan
kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu
ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup
atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal
yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan
dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari
bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika
ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi
kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
5. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang
mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan
emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong
pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan –
pertimbangan kepentingan pribadi.
6. Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi.
Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama
diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
J. Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum
Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No.
18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi
Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah
Pasal 10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus
dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita
meninggal dunia.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank
mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis
keluarga terdekat.
Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh
calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan
kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar
bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan
tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi
material apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke
dan dari luar negri
K. Hukum Transplantasi Menurut Islam
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula
yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-
hukum dari beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009),
sebagai berikut:
1. Transplantasi organ ketika masih hidup .
Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan
medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil1: Firman Allah SWT “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya
Allah maha penyayang kepadamu“ ( Q.S.An-Nisa’:4:29) dan Firman Allah SWT “Dan
Janganlah kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau
melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang
yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan
perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh
berbuat demikian, manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di
atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.
Pendapat 2: Hukumnya ja’iz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.
Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk
menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai
firman Allah swt “ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan
janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (Qs.Al-
ma’idah 2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki
kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah
memberikan kepada manusia hak untuk mengambil manfa’at dari tubuhnya, selama tidak
membawa kepada kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa’ 29 dan al-
Baqarah 95). Oleh karena itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat
merupakan pekerjaan yang mubah (boleh) dengan dalil
2. Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma .
Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup,
meskipun dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan
perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh melakukan
pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan”
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan
hidupnya, karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia
tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun
mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien
.
3. Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas
tubuh manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu:
“Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup”
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan
amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk
mendonorkannya kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya Boleh.
Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa “Apabila bertemu dua hal yang
mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat
yang paling besar dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua
madharat”.
Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai
penghinaan kepadanya.
Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat
yang muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling
bertolak belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini
akan disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang
mendukung dan menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:
Pandangan yang menentang pencangkokan organ.
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a) Kesucian hidup/tubuh manusia.
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah
yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur’an. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi
Muhammad yang terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi
atas tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat, “Mematahkan tulang mayat seseorang
adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih
hidup”
b) Tubuh manusia adalah amanah.
Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman
dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak boleh untuk merusak
pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.
c) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan
pada tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-
bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.
Pandangan yang mendukung pencangkokan organ.
Ada beberapa dasar, antara lain:
a) Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada
beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk
menyelamatkan hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam.
Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu (1)
Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan
nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau
ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan
( informed consent )
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya
sesama muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat
tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya),
dan karenanya dianjurkan.
L. Transplantasi Dapat Mengubah Psikis Pasien
Ada kenyataan yang memperlihatkan bila penerima transplantasi organ harus
mengonsumsi obat tertentu di sepanjang hidup mereka untuk menghindari penolakan alami
tubuh terhadap organ asing, dan tindakan pencegahan ini berisiko tinggi mengidap kanker
dan menderita infeksi. Tetapi nampaknya hal tersebut hanya salah satu konsekuensi dari
transplantasi. Bersamaan dengan perubahan organik, penerima organ nampaknya juga
menerima warisan sifat dari pendonor.
Dalam beberapa hal, fenomena ini nampak sangat jelas, pasien transplantasi merasa
“seperti orang asing dalam tubuh mereka sendiri”. Itu adalah kata-kata yang mengejutkan
dari pasien transplantasi yang menyuarakan keinginan (pasca transplantasinya) terhadap bir
besar, walaupun sebelumnya dia tidak pernah mengonsumsi minuman alkohol.
Baginya, perasaan seperti orang asing dalam tubuhnya adalah sebelum menjalani
transplantasi, dia menggemari musik klasik, namun setelah transplantasi dia lebih menyukai
musik rap, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Saat ini dia meratapi
perasaan seperti orang asing di dalam kulitnya sendiri.
Seorang pasien transplantasi laki-laki tanpa nama telah mengatakan, “Saya merasa seolah-
olah bedah transplantasi telah menyerahkan tubuh saya kepada jiwa yang asing-perasaan
saya, cara saya bertindak, cara saya merasakan berbagai hal, pemikiran dan keinginan saya-
semuanya berubah, seolah-olah ada dua jiwa yang menetap di tubuhku.”
Keluarganya mengulas bagaimana dia telah kehilangan kepribadian, karakter, kebiasaan,
dan kegemarannya. Sementara seorang pasien transplantasi dapat melanjutkan hidupnya
setelah operasi, kepribadiannya praktis tidak dikenali lagi oleh orang-orang terdekatnya, dan
bahkan oleh dirinya sendiri.
Dr. Paul Pearsall secara sistematis mendokumentasikan penemuan-penemuan semacam ini
dari penerima transplantasi organ dan membandingkannya dengan kepribadian pendonor. Dia
menemukan bahwa perubahan kepribadian benar-benar merupakan penjelmaaan karakteristik
sifat kepribadian pendonor. Belum ada teori yang dirumuskan yang akan memuaskan
penjelasan fenomena ini, dimana jiwa tersusun secara konkret, barangkali karena mayoritas
ilmuwan bagaimanapun akan menolak riset semacam ini.
Walaupun banyak fenomena yang terjadi tidak mudah dihilangkan, nampaknya kita harus
menunggu lebih lama, sampai seseorang datang dengan kesimpulan yang lebih pasti yang
akan memaksa masyarakat ilmiah dan publik mengenali kebenaran fenomena ini.
Potensi berbahaya yang tak terukur
Terlepas dari “tingkat kejadian” gejala dan konsekuensi asing semacam itu, transplantasi
organ terus berlangsung, dengan catatan, mereka harus melaksanakan transplantasi tanpa
tekanan keuangan, kelompok sosial atau kelompok khusus, atas kemauan sendiri, dan dengan
persetujuan pendonor.
Pada akhirnya, satu individu, kelompok minat khusus yang bebas dari hal semacam itu
muncul ke permukaan: pasien dengan harta melimpah yang memiliki naluri bertahan hidup
yang luar biasa besar. Pasar ini berkontribusi langsung terhadap keinginan mendapatkan
organ tubuh dengan biaya sebesar apapun, tidak terikat dari mana organ itu berasal: apakah
mereka mendonorkan secara sukarela, atau diperoleh secara tidak pantas. Atau barangkali
organ berasal dari warganegara yang, dalam keputusasaan, menjual organ tubuhnya ke
pedagang tak bermoral, dengan demikian melakukan pelanggaran besar dengan mendukung
pasar gelap, perdagangan kriminal. Persetujuan atas pelaksanaan transplantasi organ, tidak
disangsikan dapat memperpanjang hidup seseorang yang tak terhitung jumlahnya, tetapi ada
pertimbangan menyentuh lain. Penerimaan masyarakat terhadap praktek -melindungi organ
asing- telah menciptakan jalan untuk ‘memaklumi’ perdagangan ilegal organ tubuh.
Bahkan negara-negara industri Barat tidak dapat menghindari penyingkapan sumber dari
semua organ secara menyeluruh, meskipun undang-undang telah melakukan yang terbaik
untuk memenuhi segala aspek. Dalam banyak hal, penjualan, sumber, dan pengadaan organ
mempermudah kelanjutan perdagangan organ ilegal, memungkinkan untuk terus tumbuh di
skala internasional