Toxic threads: Meracuni Surga

44
Kisah Merek-merek Ternama dan Polusi Air di Indonesia. April 2013 TOXIC THREADS Toxic Threads: Meracuni Surga

description

Meracuni Surga

Transcript of Toxic threads: Meracuni Surga

Page 1: Toxic threads: Meracuni Surga

Kisah Merek-merek Ternama dan Polusi Air di Indonesia.

April 2013

Toxic ThreadsToxic Threads:

Meracuni surga

Page 2: Toxic threads: Meracuni Surga

2 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

chapter xxx

1. Pengantar & Temuan Utama 05

2. investigasi Perusahaan Manufaktur Tekstil Polyester di indonesia 11

3. Polusi Terlihat & Tak Terlihat di sungai-sungai indonesia 17

4. Bergerak dari Pendekatan Kontrol Menuju Pencegahan 23

5. Merek Busana internasional dan industri Tekstil di indonesia 29

6. saatnya Men-detox Badan air di indonesia 35

Endnotes 39

apresiasi :Kami berterimakasih pada rekan-rekan berikut atas kontribusinya pada pembuatan laporan ini, terutama pada mereka yang tidak dapat kami sebutkan satu-per-satu.

Ahmad Ashov Birry, Kevin Brigden, Kristin Casper, Madeleine Cobbing, Tommy Crawford, Alexandra Dawe, Steve Erwood, Nadia Haiama, Marietta Harjono, Hilda Meutia, Tony Sadownichik, Melissa Shinn, Pierre Terras, Ieva Vilmavicuite Foto sampul depan dan belakang : © Andri Tambunan / Greenpeace

arahan desain oleh : Toby cotton @ arc communications

JN 447Publikasi April 2013 oleh Greenpeace international

Ottho Heldringstraat 5, 1066 AZ Amsterdam, The Netherlandsgreenpeace.org

Toxic Threads : Meracuni Surga

*Jobling S, Reynolds T, White R, Parker MG & Sumpter JP (1995). A variety of environmentally persistent chemicals, including some phthalate plasticisers, are weakly estrogenic. Environmental Health Perspectives 103(6): 582-587; Jobling S, Sheahan D, Osborne JA, Matthiessen P & Sumpter JP (1996). Inhibition of testicular growth in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) exposed to estrogenic alkylphenolic chemicals. Environmental Toxicology and Chemistry 15(2): 194-202.

Bioakumulasi (Bioaccumulation) : Mekanisme dimana bahan kimia terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup dan berpindah bersama rantai makanan.

Pengganggu kerja hormon (hormon distruptors) : Bahan kimia yang dikenal mengganggu sistem kerja hormon organisme. Untuk Nonylphenol, bahaya utamanya adalah kemampuannya menirukan hormone estrogen alami. Hal ini dapat menyebabkan perubahan perkembangan seksual pada beberapa organisme, seperti feminisasi pada ikan*

Persisten : Sifat bahan kimia yang tidak dapat atau sulit terurai.

surfaktan : Bahan kimia yang digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan bahan cair; seperti wetting agent, detergen, pengemulsi, foaming agent dan pendispersi yang digunakan pada beragam keperluan industri dan konsumen, termasuk produksi tekstil.

Terminologi dalam laporan ini :

imag

e ©

And

ri Ta

mbu

nan

/ Gre

enpe

ace

catatan untuk pembaca :Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi selatan (Global North and Global south). Di sepanjang laporan ini kami merujuk pada istilah “Belahan Bumi Utara” dan “Belahan Bumi Selatan” untuk membedakan antara dua kelompok negara. Istilah “Belahan Bumi Selatan” digunakan untuk menggambarkan negara-negara berkembang. Termasuk negara yang seringkali mendapat tantangan dari pertumbuhan industri yang cepat atau restrukturisasi industri, seperti Rusia. Umumnya “Belahan Bumi Selatan” terletak di Amerika Tengah dan Selatan, Asia dan Afrika. Istilah “Belahan Bumi Utara” umumnya terletak di Amerika utara dan Eropa, dengan perkembangan penduduk tinggi (contoh segi edukasi & pendapatan) sesuai UN Human Development Index*. Sebagian besar, tapi tidak semua, dari negara ini berada di belahan bumi utara.* United Nations Development Programme (UNDP). (2005). Human Development Report 2005. International cooperation at a crossroads. Aid, trade and security in an unequal world. Available at: http://hdr.undp.org/en/media/HDR05_complete.pdf

Page 3: Toxic threads: Meracuni Surga

#1Textiles and toxic chemicals

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 3

Undang-Undang di Indonesia memberi kepastian hukum bagi setiap individu untuk mendapat akses informasi dan

keadilan, dalam rangka memenuhi hak mereka untuk lingkungan yang

sehat...

Page 4: Toxic threads: Meracuni Surga

44 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

section oneim

age

© A

ndri

Tam

buna

n / G

reen

peac

e

Page 5: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 5

#1Pengantar dan Temuan Utama

#1

Greenpeace Internasional melakukan investigasi baru yang menelaah lebih dalam penggunaan bahan kimia berbahaya beracun pada produk fashion , melanjutkan investigasi sebelumnya yang dilakukan di China dan Meksiko. Laporan terbaru ini merupakan rangkaian kerja kampanye Detox, yang mengungkap bagaimana industri manufaktur tekstil adalah penyumbang besar pencemaran air di negara-negara belahan bumi selatan (global south).

Penelitian kali ini berfokus pada pabrik tekstil berskala besar di Indonesia, dimana kami menemukan adanya banyak varian bahan-bahan berbahaya dibuang langsung ke Sungai Citarum. Perusahaan yang bertanggung jawab adalah PT Gistex, yang berlokasi dekat Bandung, Jawa Barat –kawasan dimana industri tekstil modern Indonesia terkonsentrasi—sekitar 60% dari total produsen berlokasi di daerah aliran Sungai Citarum. Pabrik ini dalam operasinya melakukan penenunan polyester dan proses basah seperti pewarnaan, pencetakan dan penyempurnaan polyester.

Termashyur dengan batiknya, Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam dunia pertekstilan. Saat ini Indonesia masuk dalam jajaran 10 besar pengekspor pakaian terbesar dunia, dan pada 2011 merupakan negara pengekspor tekstil terbesar ke-11 di dunia. Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang paling besar di Asia Tenggara, dan sektor tekstil menyumbang 8,9% total ekspor negara ini pada 2010.1

Air juga merupakan hal yang sangat istimewa dalam budaya Indonesia. Kata “homeland” dalam Bahasa Indonesia adalah “Tanah Air Kita”, merefleksikan fakta bahwa Indonesia mempunyai lebih dari 17.000 pulau.2 Tisna Sanjaya3, seniman yang juga aktivis sosial dan

lingkungan Indonesia, menyebut Sungai Citarum sebagai “sumber inspirasi budaya Indonesia”.

Sayangnya, sumber-sumber air itu kini mendapat ancaman besar dari dunia industri, dan sungai juga dijadikan tempat ideal untuk membuang berbagai jenis limbah, Konsekuensi tak terelakannya adalah sungai-sungai besar di Jawa tercemar parah.4

Citarum adalah sungai dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) terluas di Jawa Barat; juga mempunyai reputasi sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.5 Masalah kasat mata berupa sampah dan limbah domestik memang terlihat sangat parah.6 Tetapi limbah dari industri tekstil juga merupakan sumber besar pencemaran, terutama di bagian hulu Citarum dimana terdapat 68% pabrik tekstil7, dan merupakan tempat dimana pabrik PT Gistex berada.

Temuan UtamaGreenpeace melakukan sampling air limbah yang dibuang dari Pabrik PT Gistex di tiga titik pembuangan (outfall) pada bulan Mei 2012.

Dari sampel itu teridentifikasi beragam bahan kimia, banyak diantaranya mengandung unsur berbahaya.8 Ada yang merupakan toksik bagi kehidupan akuatik danbersifat persisten, yang artinya mereka akan bertahan untuk waktu lama setelah dilepaskan ke lingkungan.

Terutama, nonylphenol (NP) ditemukan pada air limbah yang dibuang melalui saluran pembuangan utama, bersama nonylphenol ethoxylates (NPE). NPE digunakan sebagai deterjen dan surfaktan dalam proses manufaktur tekstil, dan kemudian bisa terdegradasi kembali menjadi NP. NP juga dikenal sebagai pencemar yang persisten dan dapat mengganggu hormon. Investigasi Greenpeace sebelumnya menemukan residu NPE di pakaian yang dijual di berbagai negara di dunia, membuktikan bahwa senyawa ini digunakan dalam proses manufaktur di banyak operasi sektor tekstil (lihat Box 1).

Toxic Threads

Gambar. Seorang anak laki-laki di pinggir Sungai Citarum, Citeureup , Kabupaten Bandung.

Page 6: Toxic threads: Meracuni Surga

6 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

mengungkap bahwa –walau pencemaran akibat limbah domestik dan industri telah diakui sebagai masalah di Sungai Citarum—tingkat pencemaran akibat materi berbahaya beracun umumnya tidak diketahui. Penelitian lain memperlihatkan bahwa logam-logam berat di sedimen sungai juga masalah yang dialami Sungai Citarum, dimana industri kemungkinan besar adalah penyebabnya. Meski demikian, belum ada penyelidikan jenis bahan beracun lain yang juga bersumber dari industri, seperti yang sudah teridentifikasi dalam investigasi ini.

Peraturan pembuangan limbah industri di Indonesia masih terbatas, dan sangat sedikit terjadi penegakan hukum. Peraturan yang ada mengandalkan baku mutu untuk sejumlah parameter umum yang sangat terbatas, dan tidak ada mekanisme komprehensif untuk mengidentifikasi dan menghentikan penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya. Transparansi juga menjadi masalah lain; bahkan saat ini tidak ada akses mudah bagi masyarakat atas informasi pengawasan air limbah. Detail izin pembuangan limbah, lokasi pipa pembuangan dan data pengawasan untuk memeriksa apakah sebuah fasilitas produksi sudah memenuhi regulasi atau belum, juga tidak tersedia secara umum.

Fasilitas PT Gistex hanyalah satu contoh terhadap masalah yang lebih luas lagi terkait bahan berbahaya beracun yang dibuang oleh pabrik manufaktur tekstil, serta sektor industri lainnya. Indonesia adalah negara dimana hanya sedikit informasi tersedia mengenai penggunaan bahan berbahaya beracun dalam proses produksi atau pembuangan limbahnya. Tanggung jawab untuk mengatasi masalah ini tidak saja berada di pundak pabrik dan pemerintah, tapi juga merek-merek ternama yang manjadi salah satu mata rantai penting dalam industri ini.

Ditemukan pula tributyl phosphate (TBP), bahan kimia berbahaya yang digunakan industri tekstil sebagai carrier pewarna tertentu, sebagai bahan yang membantu proses plastisasi (plasticiser), dan sebagai senyawa antibusa (antifoaming). Bahan ini berbahaya bagi kehidupan akuatik, dan cukup persisten.

Antimony, sebuah metaloid yang bersifat toksik yang digunakan dalam proses pembuatan polyester, juga ditemukan dalam kadar tinggi di pipa pembuangan utama serta salah satu pipa pembuangan lainnya . Materi lain yang juga ditemukan, termasuk senyawa yang berhubungan dengan quinoline, yang lazim dikaitkan dengan penggunaan pewarna, dan ethylene glycol ethers tertentu. Namun, sedikit informasi yang bisa didapat mengenai tingkat racun/toksisitas bahan-bahan tersebut.

Pembuangan air limbah dari dua saluran pembuangan yang lebih kecil bersifat sangat basa/alkaline (pH14) , menimbulkan bahaya akut terhadap sungai, dan organisme di sekitar lokasi pembuangan tersebut, termasuk siapa pun yang berkontak langsung dengan air limbah atau air sungai ketika terjadi pembuangan. Air limbah dengan nilai pH 14 akan menyebabkan sejenis luka bakar pada kulit manusia yang terkena kontak langsung, dan akan menimbulkan dampak parah (dan sangat mungkin fatal) kepada kehidupan dalam air sekitar area pembuangan.

Sampel yang diteliti juga mengandung asam p-terephthalic dalam konsentrasi tinggi, material dasar yang digunakan dalam pembuatan PET polyester. Adanya senyawa tersebut dan tingginya tingkat alkalinitas mengindikasikan bahwa limbah ini sama sekali tidak mendapat pengolahan limbah bahkan tingkat penanganan yang paling dasar sekalipun, sebelum dibuang ke lingkungan.

Beberapa bahan kimia berbahaya yang ditemukan dalam penelitian ini juga ditemukan dalam penelitian serupa yang dilakukan Greenpeace di China dan Mexico (lihat Box 1), termasuk bahan-bahan yang yang keluar dari pembuangan pabrik manufaktur tekstil dan saluran pembuangan bersama di zona industri, dimana pabrik pembuatan tekstil banyak berada.

Menyelamatkan Sungai-Sungai di IndonesiaSelain menemukan materi berbahaya beracun dari pabrik manufaktur yang diteliti, laporan ini juga

Bab Satu

JatiluhurDam

CirataDam

SagulingDam

BANDUNG

JAKARTA

PT Gistex Textile Division

Sungai Citarum, Jawa Barat.

Page 7: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 7

Bab Satu

Box 1

Fashion – Bisnis KotorInvestigasi ini menyusul enam laporan Greenpeace International sebelumnya --Dirty Laundry, Dirty Laundry 2: Hung Out To Dry, dan Dirty Laundry Reloaded; dan yang terbaru Toxic Threads: The Big Fashion Stitch-Up, Toxic Threads: Putting Pollution on Parade dan Toxic Threads 3: Under Wraps9 – yang menyelidiki pembuangan limbah bahan berbahaya beracun dari perusahaan manufaktur tekstil dan ditemukannya juga materi tersebut dalam produk akhir pakaian dan sepatu.

Dirty Laundry mengungkap rangkaian bahan berbahaya dibuang ke Sungai Yangtze dan Pearl oleh dua perusahaan manufaktur tekstil di China yang punya kaitan komersial denga banyak merek-merek busana besar.10 Lebih lanjut, seperti yang ditegaskan di laporan Toxic Threads: Putting Pollution on Parade dan Toxic Threads: Under Wraps, Greenpeace menemukan rangkaian bahan berbahaya dibuang dari dua kawasan industri di China dimana terdapat banyak perusahaan manufaktur tekstil, serta dari dua pabrik manufaktur tekstil di Mexico.11

Penelitian lainnya menguji sampel untuk membuktikan adanya substansi berbahaya di produk-produk pakaian jadi. Dipadukan, laporan ini memperlihatkan pembuangan bahan kimia berbahaya --terutama NP/NPE—sebagai dua masalah dalam rantai tekstil. Pertama, bahwa ditemukannya bahan-bahan kimia berbahaya di produk akhir memperlihatkan bahwa bahan ini digunakan oleh pabrik manufaktur –akibatnya kemudian dibuang di negara tempat limbah dilepaskan, seperti kasus yang kita temukan di dua pabrik dalam Dirty Laundry. Kedua, banyak dari substansi ini bisa terus mencemari lingkungan dan badan air di seluruh dunia, di manapun produk ini dijual dan dicuci.12

Page 8: Toxic threads: Meracuni Surga

8 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab Satu

Pentingnya Kepemimpinan PerusahaanInvestigasi Greenpeace International mengungkap ada beberapa merek fashion global yang pernah mempunyai hubungan bisnis baru baru ini dengan, setidaknya satu bagian dari –PT Gistex Group—perusahaan yang terasosiasi dengan pabrik yang melakukan pencemaran (Divisi Tekstil PT. Gistex) di Indonesia, dimana Greenpeace melakukan penyampelan di tahun 2012.

Gap Inc. (yang memiliki merek Gap, Old Navy dan Banana Republic) belum secara kredibel mengambil tanggung jawab terhadap jejak limbah beracun mereka di berbagai tempat di dunia dunia. Sepanjang tahun lalu, Ia telah beberapa kali diminta oleh Greenpeace , untuk menyetujui komitmen Detox dan dikaitkan dengan beberapa skandal polusi13. Kurangnya pertanggungjawaban dari GAP merupakan ancaman tidak saja bagi Sungai Citarum dan sistem sungai lain –dan tentu saja masyarakat yang bergantung pada sungai itu—tetapi juga menimbulkan tanda tanya apakah Gap layak disebut sebagai perusahaan yang sadar lingkungan dan sosial.

Hampir mirip, perusahaan asal Jepang Marubeni Corporation – yang menolak untuk menanggapi beragam permintaan kami untuk memberi kejelasan hubungan bisnis mereka dengan PT Gistex Group –harus mengambil langkah nyata segera untuk memastikan operasi globalnya tidak menyebabkan perusakan lingkungan akibat pembuangan bahan berbahaya dan meningkatkan transparansi mengenai pemasok mereka dan dampak yang diakibatkan proses produksi mereka terhadap lingkungan setempat.

Brooks Brothers – perusahaan yang menyediakan busana bagi 39 dari 44 presiden Amerika Serikat (termasuk Presiden Obama) – mengakui hubungan bisnis dengan bagian dari PT Gistex Group. Kami meminta perusahaan ini mengambil langkah nyata untuk komitmen Detox yang ambisius.

Merek lain yang sudah mengeluarkan komitmen untuk men-Detox rantai produksi dan produk mereka, termasuk Adidas Group dan H&M, juga ditemukan pernah punya hubungan bisnis dengan PT Gistex Group.

Adidas Group gagal mengungkapkan secara tertulis tentang hubungan bisnis langsung maupun tak langsung

dengan PT Gistex Group14 Namun, secara verbal mengakui adanya gubungan dengan PT. Gistex Garment Divisin (keterangan selengkapnya lihat di halaman 32-33).

Pada Olimpiade London 2012 Adidas Group mengindikasikan bahwa mereka ingin “...jujur dan terbuka dan...menunjukkan praktik yang baik terkait pengungkapan rantai produksi... “.15 Tetapi kurangnya transparansi komprehensif terkait pemasok dan pembuangan limbah, dan kegagalan Adidas untuk melakukan langkah nyata ambisius di lapangan sejak mengeluarkan komitmen Detox pada 2011 -- melecehkan pernyataan perusahaan itu. Kurangnya transparansi industri fashion seperti inilah yang membuat pembuangan bahan-bahan kimia berbahaya secara sengaja oleh pemasok tekstil terus terjadi.

Harapan konsumen bagi merek-merek ini untuk lebih transparan terhadap praktek bisnis mereka semakin tinggi, dan langkah yang diambil H&M baru-baru ini untuk membuka informasi kepada publik terkait rantai produksi gloal mereka adalah sebuah langkah awal penting dan patut diapresiasi.16 H&M sekarang harus melanjutkan langkah ini dengan pengungkapan komprehensif bahan-bahan kimia berbahaya apa saja yang digunakan oleh setiap pabrik pemasok mereka, secara facility-by-facility dan chemical-by-chemical. H&M juga harus membuat data pencemaran ini mudah diakses (melalui pemasok mereka) oleh publik menggunakan sarana online, seperti skema IPE17.

Kecuali bila perusahaan seperti Gap Inc., Adidas Group dan Marubeni melakukan langkah nyata segera dan bekerja secara proaktif dengan pemasok mereka untuk menyediakan informasi pencemaran kepada para konsumen dan masyarakat yang memang punya hak untuk tahu, proses eliminasi pembuangan bahan kimia berbahaya ke dalam sumber air yang berharga tidak akan berhasil secepat yang diperlukan. Tanpa informasi bahan kimia berbahaya yang dibuang pemasok ke sistem air setempat, pencemaran ini akan terus terjadi, dan tanggung jawab perusahaan-perusahaan ini akan terus dipertanyakan.

Untuk membantu mengatasi masalah pencemaran bahan-bahan kimia berbahaya, keterbukaan informasi antara pemasok dan merek – juga usaha merangkul partisipasi pemasok melalui inventaris penggunaan bahan berbahaya—sangat penting. Kebijakan perusahaan dan pemerintah untuk eliminasi pelepasan bahan berbahaya, beracun dan pencarian alternatif subtitusi yang lebih aman, harus ditegakkan. Langkah penting selanjutnya bagi semua perusahaan –termasuk

Page 9: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 9

Bab Satu

merek-merek yang terkait dengan PT Gistex—adalah melakukan identifikasi penggunaan bahan-bahan kimia di seluruh proes produksi, dan menjaring bahan kimia itu dalam cara yang terbuka dan transparan, demi mengidentifikasi bahan kimia yang mengandung unsur berbahaya, baik bagi kesehatan maupun lingkungan. Proses ini akan memfasilitasi subtitusi dan eliminasi penggunaan bahan berbahaya beracun, kemudian mendorong revolusi keterbukaan informasi yang sedang terjadi di dalam industri ini, sertamembantu terwujudnya badan air setempat sebagai sumber air yang aman dan bersih.

Tidak kalah penting adalah mewujudkan adanya fasilitas penuh pengungkapan pada publik, sejalan dengan prinsip hak untuk tahu.18 Ini akan menciptakan kesadaran yang lebih luas dan dalam pada masyarakat yang terkena dampak pencemaran limbah beracun, dan menyediakan informasi yang sangat dibutuhkan organisasi masyarakat sipil dan pembuat kebijakan.19

Pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan dan pembuangan bahan-bahan berbahaya oleh industri akan meningkatkan tekanan demi adanya hukum pengelolaan bahan kimia yang komprehensif, yang mencakup semua sektor industri, tidak hanya sektor manufaktur tekstil. Karenanya, program ini perlu disusun oleh pemerintah Indonesia, dan harus mencakup aksi untuk menghilangkan penggunaan bahan-bahan berbahaya dan mencapai keterbukaan publik mengenai pembuangan industri yang lebih luas.

Gambar. Aktivis Greenpeace mengenakan pakaian pelindung melakukan aksi protes di Curug Jompong, Citarum. Hasil uji menunjukkan bahwa limbah cair yang mengalir ke tempat ini mengandung bahan kimia beracun. Limbah PT. Gistex di buang ke Sungai Citarum masuk ke Curug Jompong.

image © Donang Wahyu / Greenpeace

Peranan “Suara Publik”Sebagai warga dunia dan konsumen kita bisa menggunakan pengaruh untuk memainkan peran kunci guna mewujudkan masa depan bebas limbah beracun.

Sejak diluncurkannya kampanye Detox pada Juli 2011, lebih dari setengah juta fashionista, aktivis, perancang busana dan blogger bersatu padu, disatukan oleh kepercayaan bahwa indahnya dunia fashion tidak perlu mengorbankan bumi.

Bersama-sama, kita berhasil meyakinkan merek-merek besar –termasuk Zara, Mango dan Valentino—untuk berkomitmen membersihkan produk mereka, dan bekerja dengan pemasok mereka memastikan tidak ada lagi bahan kimia berbahaya digunakan untuk membuat pakaian yang kita kenakan.

Kerja kita masih jauh dari selesai. Masih banyak lagi merek yang harus mengikuti komitmen ini, dan bagi mereka yang sudah mengeluarkan komitmen harus mulai melakukan langkah nyata di tempat yang paling berpengaruh – di lapangan, dimana dampak dari pencemaran itu paling terasa.

Meski demikian, sukses hingga saat ini membuktikan satu hal: bahwa ketika kita bersatu padu, merek-merek besar dan pembuat kebijakan akan mendengarkan kita.

Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana suara Anda berarti, kunjungi situs:

www.greenpeace.org/detox

Page 10: Toxic threads: Meracuni Surga

10

both

imag

es ©

And

ri Ta

mbu

nan

/ Gre

enpe

ace

Page 11: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 11

PT Gistex terletak di dekat Desa Lagadar, Margaasih, sebelah barat Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat dan kota terbesar ketiga di Indonesia. Industri di kawasan hulu Citarum, yang masuk dalam Kabupaten Bandung, didominasi oleh perusahaan tekstil, dimana jumlahnya mencapai 68% dari keseluruhan industri pabrik di kawasan ini, total ada 446 pabrik tekstil di kawasan hulu Citarum.20 Tekstil dan pakaian jadi adalah bagian penting dari ekonomi Kota Bandung, yang juga mengandalkan turisme, teknologi dan perkebunan/pertanian.

Toxic Threads

investigasi Perusahaan Manufaktur Tekstil Polyester di indonesia

Gambar. Pabrik PT. Gistex, limbah cair yang ia keluarkan mengandung bahan berbahaya beracun, dan dibuang langsung ke Sungai Citarum.

#2

The Citarum River, West Java.

Citarum RiverPT GistexTextile Division

GistexHead Office

B A N D U N G

1mile

Lokasi Geografis Fasilitas PT Gistex

PT Gistex didirikan pada 1975 di Kota Bandung, dan pada 2007 telah mempunyai delapan pabrik dengan 3.000 karyawan, memproduksi 12 juta potong pakaian per tahun dan 6 juta yard (sekitar 5,5 juta meter) bahan pakaian per bulan.21 Menjadikan perusahaan ini sebagai salah satu perusahaan pembuatan (manufaktur) terbesar di Bandung, dengan fokus pada tekstil, garmen dan busana. Produk mereka diekspor ke berbagai penjuru dunia.22 Di Indonesia saat ini mereka mempunyai enam lokasi fasilitas, dimana Kantor Pusat, Divisi Tekstil dan Garmen berlokasi di Bandung.23

Divisi Tekstil PT Gistex yang diinvestigasi dalam laporan ini bertanggung jawab mengerjakan penenunan polyester, dan pemrosesan basah seperti pewarnaan, pencetakan, dan penyempurnaan polyester. Kapasitas pemrosesan tekstil mereka diperbesar pada 2000 untuk bisa mencapai 3,5 juta yard (sekitar 3,2 meter) per bulan. 24

Page 12: Toxic threads: Meracuni Surga

12 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab Dua

Fasilitas pabrik PT Gistex berbatasan dengan perumahan penduduk dan peternakan, sungai Citarum ada di sebelah selatan pabrik. Limbah dari proses tekstilnya dilaporkan telah ditangani dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sebelum akhirnya dialirkan ke sungai melalui pipa pembuangan utama yang terletak di teras. Ada dua titik pembuangan (outfall) lain selain pipa pembuangan utama itu, yang sesekali digunakan untuk membuang air limbah, meski tidak jelas dari titik mana di dalam pabrik air itu berasal. Menurut peraturan di Indonesia, pipa pembuangan air limbah atau titik pembuangan membutuhkan izin25, dengan baku mutu tertentu yang hanya mengatur beberapa parameter umum26 Kenyataannya, sangat sulit untuk mendapat informasi mengenai izin pembuangan individual dari pabrik atau pipa pembuangan tertentu. Karenanya, status legalitas dari pipa pembuangan limbah air PT Gistex, dan level polusi yang diizinkan untuk dibuang ke Sungai Citarum, tidak diketahui oleh publik.

Ketiga pipa pembuangan itu mengalirkan limbah langsung ke sungai. Berdasarkan pemantauan, terlihat pipa pembuangan utama secara terus menerus membuang limbah pada jam-jam operasi, sementara dua pembuangan lain terlihat membuang limbah sekali-sekali, dan secara kasat mata limbah yang keluar dari dua pembuangan itu berbeda dari yang keluar dari pipa pembuangan utama. Mengalir menuju Air Terjun Jompong (Curug Jompong). Di tempat ini, penduduk lokal dan aktivis Greenpeace Asia Tenggara menjadi saksi akan menyaksikan busa dalam jumlah besar –mengambang di air berwarna hitam—dalam berbagai kesempatan terutama terjadi saat musim kering. Dilaporkan juga ada bau yang menyengat, yang baunya semakin kuat saat malam hari – terutama bagi penduduk sekitar yang tinggal dalam rumah-rumah tradisional Indonesia yang tidak terbuat dari batu bata.

Box 2

PT. Gistex – Riwayat PencemaranPT. Gistex dievaluasi langsung oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dalam program “PROPER” (lihat Bab 4 untuk PROPER). Pada tahun 2009/10, PT. Gistex mendapatkan predikat “merah”, yang menandakan ketidakpatuhan pada regulasi lingkungan hidup27. Di tahun 2010/11, perusahaan tersebut mendapatkan perbaikan predikat menjadi “biru” bersama beberapa pabrik tekstil lainnya, yang menunjukkan kepatuhan regulasi tersebut28. Namun disayangkan, informasi yang tersedia bagi masyarakat hanyalah sebatas klasifikasi kode warna. Penjelasan kongkrit tetang tipe, jumlah, konsentrasi dan lokasi pelepasan polutan tidak tersedia, walau pada parameter yang terbatas sekalipun. Alasan spesifik penetapan ketidakpatuhan di tahun 2009/10 juga tidak diketahui.

Pada bulan November 2009, pertikaian terjadi antara PT Gistex dan komunitas Margaasih. Komunitas tersebut meminta kompensasi dalam bentuk asuransi kesehatan akibat pembangunan cerobong asap tanpa konsultasi, mengeluhkan bahwa masyarakat mengalami gangguan alat pernafasan, seperti batuk nyeri akibat bau dan debu yang tebal dari cerobong. Menurut penduduk, limbah dan polusi udara serta air dari pabrik telah merusak lingkungan selama bertahun-tahun. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan mediasi diskusi tripartit antara PT. Gistex, KLH dan masyarakat. Pada sebuah media lokal Direktur PT. Gistex mengungkapkan:

“Kami yakin bahwa perusahaan kami ini tidak melakukan perusakan lingkungan. Karena kami telah mendapat predikat biru dari Kementrian Lingkungan Hidup (…) Sedangkan untuk kompensasi yang lainnya, kita bisa bicara dari hati ke hati karena kita kan tetangga dekat”29 Hasil akhir dari pertemuan tripartit tersebut tidak diketahui.

Industri di kawasan hulu Citarum, yang masuk dalam Kabupaten Bandung, didominasi oleh perusahaan tekstil, dimana jumlahnya mencapai 68% dari keseluruhan pabrik/industri di kawasan ini, total ada 446 pabrik tekstil di kawasan hulu Citarum.

Page 13: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 13

Bab Dua

Hasil InvestigasiEmpat sampel air limbah dikumpulkan pada 2 (dua) hari yang berbeda dari outfall fasilitas PT. Gistex yang mengalir ke Sungai Citarum. Sebuah sampel diambil dari outfall utama pada tanggal 12 Mei 2012 pk. 8.30 WIB dan berikutnya di tanggal 14 Mei 2012 pada pk. 10.10 WIB, diikuti dengan sampel dari dua outfall lainnya pada pk. 10.20 WIB.

Terdapat aliran limbah cair yang deras dari pipa utama, berwarna kecoklatan dan sebagian berbusa. Buangan limbah dari 2 (dua) outfall lainnya terjadi bergiliran, yang secara umum derasnya aliran lebih lemah daripada outfall utama, serta limbah cair yang dikeluarkan tampak berbeda (tidak keruh dan tidak berwarna).

Semua sampel dianalisa di Laboratorium Riset Greenpeace (Universitas Exeter, Inggris), menggunakan analisa kualitatif untuk mendeteksi keberadaan (walau bukan konsentrasinya) dari senyawa organik semi-volatile dan volatile, serta konsentrasi dari berbagai logam dan metaloid.

Beragam bahan kimia teridentifikasi dalam sampel limbah cair tersebut. Banyak diantaranya merupakan bahan kimia yang dikenal memiliki sifat berbahaya, termasuk yang bersifat toksik terhadap kehidupan akuatik, persisten (sulit terurai) dan dapat terakumulasi pada tubuh mahluk hidup. Temuan utama untuk fasilitas pabrik ini di rangkum sebagai berikut :

Outfall utama – bahan-bahan kimia yang ditemukan di dalam sampel limbah cair termasuk :

• nonylphenol (NP), kontaminan lingkungan yang sudah terkenal bersifat persisten dengan sifat mengganggu kerja hormon, serta ditemukan jenis-jenis nonylphenol ethoxylates (NPEs), yang digunakan sebagai deterjen dan surfaktan pada produksi dan pencucian tekstil, dimana NPE kemudian akan terurai menjadi NP.

• tributyl phosphate (TBP), sebuah materi kimia berbahaya yang digunakan pada industri tekstil sebagai carrier untuk cat tertentu, sebagai plasticiser dan antifoaming agent, dimana materi ini bersifat beracun bagi kehidupan akuatik dan persiten taraf sedang.

• terdapat antimony terlarut dalam konsentrasi

yang tinggi, sebuah metaloid toksik yang digunakan dalam produksi polyester; serta

• beragam senyawa lain, namun tidak tersedia banyak informasi tentang toksisitasnya, beberapa diantaranya adalah senyawa terkait quinoline yang sering diasosiasikan dengan penggunaan cat serta eter-eter etilen glikol.

Outfall lainnya – bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam sampel limbah cair termasuk :

• Air limbah yang dikeluarkan dari salah satu outfall lainnya yang lebih kecil bersifat sangat basa (pH14), membahayakan perairan dan organisme yang berkontak dengannya. Limbah tersebut juga mengandung asam p-terephthalic (bahan baku yang digunakan dalam produksi PET Polyester), hal ini menunjukkan bahwa limbah cair tersebut bahkan belum menerima pengolahan yang paling mendasar sekalipun sebelum dibuang ke badan air. Limbah cair dengan nilai pH 14 dapat menyebabkan sejenis luka bakar pada kulit manusia yang berkontak langsung. Limbah tersebut juga sangat berbahaya (bahkan fatal) terhadap kehidupan akuatik disekitar area pembuangan limbah. Ditemukan pula konsentrasi antimony yang tinggi.

Lebih lanjut, banyak materi kimia yang diisolasi dari sampel tidak dapat diidentifikasi secara pasti, sebuah karakteristik yang umum pada buangan industri yang kompleks. Akibatnya, sifat dan dampak yang mungkin muncul dari bahan-bahan kimia tersebut tidak dapat ditelusuri.

Investigasi ini menunjukkan penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya dari fasilitas PT. Gistex. Bahan kimia yang ditemukan merupakan percampuran berbagai bahan yang telah dikenal

Gambar Limbah cair industri, dibuang ke Sungai Citarum oleh pabrik PT. Gistex.

image © Andri Tambunan / Greenpeace

Page 14: Toxic threads: Meracuni Surga

14 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab Dua

berbahaya, namun yang paling mendominasi adalah keberadaan NP dan berbagai NPE. Dalam IPAL atau setelah dilepaskan ke alam, berbagai NPE akan terurai menjadi NP, sebuah bentuk yang lebih toksik, sangat sulit terdegradasi sehingga bersifat persisten di alam (lihat Box 3). Di berbagai negara, senyawa-senyawa ini diregulasi baik produksi, penggunaan dan pembuangannya, dikarenakan sifat toksik, persisten dan resiko bioakumulatif NP.

Riset ini juga menyoroti manajemen yang buruk dari sebagian limbah di fasilitas ini. Sebagai contoh, tidak dilakukan pengolahan dasar untuk menetralkan limbah yang sangat basa (alkalin) dan penanganan asam p-terephthalic dalam sampel dari salah satu outfall yang lebih kecil. Namun, perbaikan pengolahan IPAL saja, tidak akan menyelesaikan masalah penggunaan bahan kimia berbahaya. Limbah cair yang mengandung berbagai NPE dan NP dan bahan berbahaya lain termasuk logam seperti antimony, tidak dapat diolah secara efektif dengan proses pengolahan limbah cair konvensional.

Secara umum riset ini telah menunjukkan bahwa fasilitas PT. Gistex menjadi contoh nyata akan penggunaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya dari produsen tekstil di Indonesia. Jumlah sampel yang tidak banyak dari satu buah fasilitas pabrik saja, tidak dapat mewakili limbah cair yang dilepaskan industri tekstil di seluruh Indonesia, namun ia dapat menjadi ilustrasi terhadap masalah yang jauh lebih luas dari buangan limbah kimia berbahaya sektor ini.

Box 3

Nonylphenol (NP) and Nonylphenolethoxylates (NPes)30

Nonylphenol (NP): Salah satu kegunaan NP adalah untuk produksi berbagai NPE. Setelah digunakan, NPE akan terurai kembali menjadi NP. NP telah dikenal dengan sifatnya yang persisten, bioakumulatif dan toksik, termasuk resikonya dalam mengganggu kerja hormon. NP diketahui dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan dan berbagai organisme lainnya. Belakangan ini, NP juga terdeteksi dalam jaringan tubuh manusia.

Nonylphenolethoxylates (NPEs): NPE adalah kelompok bahan kimia buatan manusia; mereka tidak terbentuk di alam. Bahan ini digunakan secara luas sebagai deterjen dan surfaktan, termasuk dalam berbagai formulasi bahan yang digunakan produsen tekstil. NPE akan terurai kembali menjadi nonylphenol saat dilepaskan ke IPAL atau saat langsung dibuang ke lingkungan.

Di Indonesia, baik produksi, penggunaan maupun pembuangan NP dan NPE tidak diatur dalam regulasi secara nasional. Padahal bahan ini sudah lama diregulasi di kawasan lain.

NP dan berbagai jenis NPE dimasukan kedalam daftar awal dari bahan kimia yang diprioritaskan untuk ditindak lanjuti demi mencapai target konvensi OSPAR, demi mengakhiri pembuangan, emisi dan lolosnya semua bahan berbahaya ke laut di kawasan TimurLaut Atlantik pada tahun 2020. NP juga telah masuk ke dalam “bahan berbahaya prioritas” di bawah EU Water Framework Directive. Lebih lanjut, di Uni Eropa sejak Januari 2005 produk (formulasi yang digunakan industri) yang mengandung lebih dari 0.1% dari NP atau NPE dapat dilarang dipasarkan, dengan hanya pengecualian minor.31

Pembatasan penjualan produk tekstil impor yang mengandung residu berbagai jenis NPE saat ini belum ada di kawasan Uni Eropa, atau tempat lainnya, namun regulasi seperti itu telah diajukan oleh salah satu anggota EU, yaitu Swedia. Lebih lanjut, Jerman mengajukan penambahan NP dan bahan sejenis, t-OP, sebagai Substances of Very High Concern (SVHC) di bawah regulasi REACH EU, dengan tujuan menghapuskan penggunaannya secara bertahap (dengan kemungkinan pengecualian).

Page 15: Toxic threads: Meracuni Surga

chapter xxx

Box 4

Tributyl phosphate (TBP)32

TBP memiliki beragam kegunaan industri, termasuk sebagai carrier untuk cat tertentu, sebagai plasticiser pada plastik dan tekstil, serta sebagai antifoaming agent.

TBP tidak tercipta secara alami di lingkungan, namun telah terdeteksi di perairan dan sedimen air tawar. TBP juga bersifat toksik terhadap kehidupan akuatik dan persisten tahap sedang. Bahan ini telah terdeteksi di limbah keluaran dari IPAL, termasuk limbah produksi tekstil.

TBP telah diklasifikasikan dalam Globally Harmonised System (GHS) dengan label berbahaya bila ditelan, menyebabkan iritasi kulit dan diduga menyebabkan kanker.

Box 5

antimony33

Sebagai tambahan telah teridentifikasi antimony terlarut dalam konsentrasi tinggi dari outfall utama dan salah satu outfall pendamping, termasuk antimony yang terikat dengan partikel yang tersuspensi dalam limbah cair.

Proses polimerisasi yang digunakan untuk memproduksi PET umumnnya dikatalisasi oleh antimony trioxide, yang biasanya akan menghasilkan limbah cair yang mengandung antimony. Lebih lanjut, serat-serat polyester biasanya mengandung residu antimomy trioxide yang digunakan pada proses pembuatannya. Serat ini memiliki tegangan permukaan yang tinggi dan tertempa kondisi yang keras, saat antimony trioxide dapat masuk air proses.

Senyawa antimony diasosiasikan dengan dermatitis/radang kulit dan iritasi pada saluran pernafasan, begitupula mengganggu fungsi normal sistem imun. Lebih lanjut, antimony trioxide telah didaftarkan oleh International Agency for Research on Cancer sebagai materi yang “dapat bersifat karsinogenik terhadap manusia”, melalui menghirup debu dan uap pada jalur pemaparan kritis.

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 15

Page 16: Toxic threads: Meracuni Surga

1616 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

section onebo

th im

ages

© A

ndri

Tam

buna

n / G

reen

peac

e

Page 17: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 17

Sumber-sumber air bersih di Indonesia sangat melimpah, mencakup 21% dari total sumber air di seluruh kawasan Asia Pasifik.34 Saat ini kebutuhan air bersih di Indonesia sangat besar. Di Pulau Jawa, pembangunan yang pesat, perubahan tatakelola lahan yang cepat, serta ekspansi terus menerus dari industri ekstraktif berkontribusi untuk menyebabkan defisit air.35 Di Indonesia ada lebih dari 5.590 sungai36, tetapi menurut laporan dari pemerintah Indonesia pada 200337, “sebagian besar sungai utama di Jawa sudah terpolusi cukup parah ditambah akibat buruknya pengelolaan sampah domestik dan terutama pembuangan limbah industri yang tidak terkontrol”.

Laporan lain juga memperlihatkan bahwa polusi dari berbagai sumber adalah masalah yang sedang dihadapi, bahkan makin lama makin meningkat, di berbagai daerah pada beberapa dekade terakhir.38

Bahan beracun dan sampah berbahaya dikategorikan oleh pmerintah sebagai ancaman jangka panjang yang jauh lebih serius terhadap kesejahteraan dan kesehatan manusia dibanding sampah domestik.39

Misalnya sampel yang diambil dari air tanah di Jakarta dan kehidupan laut di Teluk Jakarta, menunjukkan bukti adanya kontaminasi dari bahan logam beracun seperti merkuri.40 Logam berat juga dilaporkan telah mengkontaminasi secara luas sedimen-sedimen pesisir Indonesia, dimana konsentrasi tertingginya tercatat berada di kawasan pesisir utara Jawa dan kawasan pesisir timur Sumatra.41

Pertumbuhan industri dan penduduk banyak berlokasi di tepi sungai, yang menjadi tempat umum untuk membuang limbah domestik dan industri, dan banyak kasus tanpa pengolahan sama sekali. Sungai-sungai yang terkenal mengalami polusi parah adalah sungai Ciliwung42 dan Batang Arau43. Sungai Ciliwung dan Cikaniki di Jawa Barat saat ini dalam kondisi mngenaskan akibat polusi logam, organik dan fecal,dimana level limbah logam cadmium memperlihatkan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh polusi industri. Tingginya level merkuri di sedimen Sungai Cikaniki dan sampel padi yang menimbulkan resiko tinggi pada kesehatan manusia, dikaitkan dengan praktik pertambangan emas liar.44 Tetapi dari semua fakta di atas, Sungai Citarumlah yang dilaporkan dan dikenal secara luas sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.45

#3Polusi Terlihat dan Tak Terlihat di sungai-sungai indonesia

Toxic Threads

Gambar Limbah di Sungai Citarum.

Gambar sisipan Seorang anak perempuan berjalan di tepi sungai, di Citeureup.

Gambar Warga Ciwalengke menimba air dari sumur terdekat, bersumber dari air sungai.

image © Andri Tambunan / Greenpeace

Page 18: Toxic threads: Meracuni Surga

18 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab Tiga

hutan menjadi penyebab erosi tanah, siltasi (polusi sedimen) dan banjir berdampak besar bagi kondisi Sungai Citarum. Sebagai tambahan, dilaporkan juga secara luas bahwa limbah air dari saluran publik dan industri, kuantitas sampah yang besar, secara rutin ditumpahkan ke sungai.50

Sebuah penelitian terhadap kualitas air sungai pada 2010 menyimpulkan bahwa air sungai Citarum secara umum berada dalam kualitas yang sangat buruk menurut parameter umum polusi51, kecuali di bagian sungai yang telah melalui Bendungan Jatiluhur (karena telah mendapat efek pemurnian alami dari tiga danau buatan). Penelitian ini juga memperingatkan akan meningkatnya degradasi kualitas air dari tahun ke tahun, akibat meningkatnya pasokan polusi dari limbah industri serta limbah domestik yang tidak dikelola, terutama yang terjadi di kawasan Bandung. Secara umum, level polusi saat ini telah mengancam kesehatan masyarakat, dan banyak keluarga nelayan kesulitan mencari nafkah akibat menurun drastisnya populasi ikan karena polusi berat, terutama dari saluran air dan material organik lainnya.52

Citarum adalah sungai terbesar di Jawa Barat, Indonesia, bersumber dari puncak gunung vulkanik di kawasan pesisir selatan Jawa, mengalir ke arah barat laut sejauh 270km. Pada 200km pertama sungai mengalir melalui dataran bergunung-gunung dan berbukit, kemudian melalui tiga air terjun bendungan, dan pada 70km berikut mengirigasi tanah dataran yang luas sebelum berakhir di Laut Jawa di sebelah timur Jakarta.46 Karakter iklimnya dibagi dalam dua garis besar musim: musim hujan pada November hingga April, dan selebihnya adalah musim kering. Banjir adalah kejadian yang biasa, terutama di musim penghujan. Citarum memiliki peran penting di kawasan ini sebagai sumber air bagi pertanian, rumah tangga, industri, dan sebagai saluran pmbuangan. Citarum juga menyediakan energi bagi tiga bendungan listrik tenaga air, dan menurut laporan menyumbang hingga 20% pendapatan domestik kotor (gross domestic product) serta 80% permukaan airnya, melalui Kanal Tarum Barat, menyuplai sumber air minum Jakarta.47 Air dari sungai digunakan untuk irigasi ratusan ribu hektar padi dan sayuran, dan menyuplai air minum bagi kota-kota besar termasuk Bandung dan Jakarta. Hampir 40 juta orang bergantung pada sungai Citarum.48 Pada 1984, pemerintah mengidentifikasi Citarum sebagai “sungai super prioritas”.49

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan industri sejak 1980-an, polusi dari pertanian dan perusakan

Sungai Citarum Tempat Pembuangan Favorit

all i

mag

es ©

And

ri Ta

mbu

nan

/ Gre

enpe

ace

Gambar Keindahan sebelumnya : Danau Cisanti (1500m di atas permukaan laut). Cisanti merupakan salah satu sumber yang mengaliri Citarum, airnya berasal dari Gunung Wayang.

Page 19: Toxic threads: Meracuni Surga

Bab Tiga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 19

Pencemaran ini juga menyebabkan air sungai yang berada di atas Bendungan Saguling diklasifikasikan sebagai “merah” 53, tak mampu untuk menopang fungsi-fungsi biologis dan tidak bisa digunakan untuk aktivitas rekreasi, olahraga air, dan ajang budaya air54, sementara air di Bendungan Saguling sendiri tidak memenuhi standar kualitas.55

Menanggapi polusi di Sungai Citarum sendiri, Kementerian Lingkungan pada 1989 meluncurkan “Program Kali Bersih” atau “PROKASIH” dengan tujuan meningkatkan kualitas air dengan cara melakukan instalasi pengelola air limbah industri (industrial wastewater treatment plants – WWTPs) dan skema pengelolaan air limbah domestik.

Meski program ini mengklaim bahwa level polusi dari limbah cair industri telah berkurang,56 sejak program diluncurkan pada 1989, kualitas air terus mengalami penurunan dan hingga saat ini, kualitas air di Sungai Citarum belum pernah memenuhi kualitas standar yang ditetapkan.57

Menyusul kegagalan program PROKASIH, pada 2007 Pemerintah Indonesia menyusun program pemulihan terpadu, dan menyusun peta jalan –Program Terpadu Manajemen Investasi Sumber Air Citarum (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program – ICWRMIP).58 Program ini masih terus berjalan meski menghasilkan sedikit dampak positif, sementara kondisi Sungai Citarum terus menurun.

Upaya-upaya untuk membersihkan Sungai Citarum mendapat dorongan besar pada 2008, dimana Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank – ADB) menyetujui paket pinjaman senilai US$ 500 juta, awalnya difokuskan untuk penyediaan suplai air bersih dan aman serta fasilitas sanitasi bagi keluarga miskin.59

Harus digarisbawahi bahwa masalah pencemaran bahan kimia berbahaya dari limbah industri tidak secara spesifik ditangani oleh program-program di atas.

Gambar Polusi sesudahnya : (kiri) Pabrik PT. Gistex membuang limbah yang mengandung bahan berbahaya beracun ke sungai.

(bawah) Tepi Citarum dipenuhi dengan sampah.

(kanan) Sebuah pipa di daerah Padalarang yang membuang bahan kimia berbahaya ke Sungai Cihaur, anak Sungai Citarum.

Page 20: Toxic threads: Meracuni Surga

20 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab Tiga

Pencemaran Industri di Sungai CitarumMeski masalah air limbah domestik yang tidak dikelola dan sampah secara kasatmata terlihat parah, pembuangan limbah industri juga merupakan penyebab penting terhadap pencemaran Sungai Citarum. Secara kuantitas limbah industri memang lebih sedikit dibanding limbah domestik, tetapi berdasarkan kajian pemerintah air limbah industri lebih terkonsentrasi dan mengandung banyak materi-materi berbahaya.60 Ditambah lagi, banyak bahan kimia berbahaya dari air limbah industri dapat bersifat persisten, dan karenanya bisa berada di dalam sungai dalam periode yang lama setelah dibuang. Beberapa bahkan mampu untuk berakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup (bioaccumulate). Beban polutan dari industri (berdasarkan parameter umum tertentu) dilaporkan sebagai sumber tunggal terbesar pencemaran, lebih besar dibanding sumber domestik maupun pertanian.61

Sebagai contoh, kajian baru mengenai sumber-sumber pencemaran air di bagian hulu Citarum62 menemukan bahwa level pencemaran sebagian besar disebabkan oleh aktivitas industri di bagian-bagian bawah hulu sungai. Pada saat itu lebih dari 800 pabrik tekstil beroperasi di kawasan Majalaya dan sekitarnya, sebelah selatan Bandung. Meski demikian, pencemaran Citarum sudah berawal di bagian atas, di dekat hulunya, sebagian besar juga berasal dari sektor pertanian, dimana ditemukan kontaminasi dari pestisida-pestisida yang persisten dan berbahaya seperti DDT (yang di Indonesia telah dilarang penggunaannya sejak beberapa tahun lalu63) dan lindane64.

Penelitian sebelumnya terhadap pencemaran industri di Sungai Citarum secara umum berfokus pada logam berat, karena persistensi mereka dan kemampuan beberapa unsur logam untuk berakumulasi di dalam rantai makanan65, tetapi tidak mempertimbangkan

bahan kimia berbahaya, yang beberapa diantaranya beracun, persisten, atau dapat berakumulasi secara biologis.66

Penelitian baru menemukan bahwa konsentrasi logam berat tembaga, timah dan nikel di dalam ikan secara umum meningkat sepanjang sungai, dari hulu ke hilir. Sampel diambil di lima lokasi; dua diantaranya di kawasan industri yang didominasi industri tekstil. Tujuh industri logam juga diidentifikasi terdapat di kawasan bagian hulu Citarum, sebagai sumber potensial tembaga, bersama sektor pertanian. Sebagai tambahan, konsentrasi tinggi merkuri (53ppm) ditemukan dalam ikan di Bantar Panjang, yang merupakan kawasan pertanian, dibanding titik sampel lainnya. Sumber potensial merkuri di kawasan Bantar Panjang diidentifikasi adalah proses emas artisanal.67

Pencemaran logam berat jelas merupakan masalah yang harus segera ditangani, pertama-tama dengan cara mengidentifikasi sumber pencemarannya. Sumber dari industri bisa mencakup fasilitas-fasilitas proses tekstil yang banyak, juga pemrosesan logam, bahan kimia, dan fasilitas industri lainnya. Meski demikian, masalah pembuangan bahan kimia organik berbahaya oleh industri dan konsekuensi yang yang disebabkannya belum ditangani secara serius di Indonesia, baik oleh standar regulasi atau monitoring ilmiah. Bukti pencemaran bahan kimia berbahaya mungkin tidak terlalu kasat mata, tetapi dapat menimbulkan ancaman serius jangka panjang baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia.

Gambar Seorang aktivis Greenpeace mengenakan pakaian pelindung diri, mengambil sampel dari Cihaur, anak Sungai Citarum, dekat Jalan Raya Cipendeuy, Padalarang.

image © Yudhi Mahatma / Greenpeace

Page 21: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 21

Bab Tiga

Mengungkap Ancaman Tersembunyi Bahan KimiaSebuah investigasi yang dilakukan di tahun 2012 oleh Greenpeace Asia Tenggara bersama WALHI Jabar, dibantu oleh Institute of Ecology, Universitas Padjadjaran dan Lab Afiliasi Kimia, Universitas Indonesia, menelusuri dampak polusi industri terhadap Citarum. Riset tersebut mengukur kualitas air sungai dan buangan limbah di 10 lokasi, mulai dari sumber mata air yang asri, hingga hilir sungai68. Beberapa titik pembuangan limbah tak bertuan (dikenal juga sebagai “pipa siluman”, bersama dengan air sungai dan sedimennya. Sampel diuji untuk kandungan logam berat, berbagai parameter polusi air pada umumnya, serta bahan kimia organik berbahaya.

Hasil investigasi menunjukkan keberadaan bahan kimia dalam sampel limbah cair, termasuk logam berat seperti merkuri, kromium heksavalen, timbal dan cadmium. Sedimen sungai juga dianalisa dan hasilnya menunjukkan kandungan pada titik-titik sampling tertentu level kromium, tembaga dan timbal yang cukup tinggi.69

Berbagai bahan kimia organik berbahaya juga terdeteksi di sampel-sampel limbah cair dan salah satu sampel badan sungai, diantaranya :

Phthalates, termasuk DEHP, DiBP, DBP dan DEP,70

yang terdeteksi pada lima dari tujuh sampel limbah cair. DEHP, DiBP dan DBP diklasifikasi sebagai “toksik terhadap sistem reproduksi”.71

BHT72 terdeteksi pada 6 sampel limbah cair dan satu sampel badan sungai, serta ditemukan p-chlorocresol73, yang terdeteksi pada limbah cair pada satu lokasi. Kedua bahan kimia tersebut diklasifikasikan sebagai toksik bagi kehidupan akuatik.74

Hasil investigasi juga menunjukkan variasi ekstrim dari derajat keasaman pada sampel. Air dari 4 (empat) sampel limbah dan 1 (satu) badan sungai bersifat sangat basa (antara pH 9 dan 10), sebuah karakteristik dari beberapa buang limbah industri, termasuk limbah tekstil. Fasilitas tekstil teridentifikasi dekat hampir disetiap titik sampling. Lebih lanjut, salah satu sampel limbah bersifat sangat asam, pH 3. Nilai pH diatas 9 dan dibawah 6 merubah reaksi kimia alami pada ekosistem akuatik dan membahayakan biota di dalamnya. Nilai BOD75 dan COD76 juga sangat tinggi serta setiap lokasi sampling terkontaminasi surfaktan. Banyak dari surfaktan tersebut bersifat toksik, umumnya karena kemampuan mereka menurunkan tegangan permukaan air dan berdampak pada hewan yang bergantung badan air. Bahwa sumber dari polutan organik dan logam berasal dari industri tekstil tidak dapat dipastikan, namun fasilitas tekstil memang mendominasi daerah ini.

Penelitian tersebut menjadi pengingat betapa seriusnya masalah yang dihadapi Sungai Citarum. Ia mengangkat isu pembuangan limbah bahan kimia berbahaya beracun, disamping kehadiran logam berat di sedimen Sungai. Investigasi pembuangan bahan kimia berbahaya industri di seluruh Indonesia merupakan hal yang penting dilakukan, sebagai langkah awal menuju eliminasi pembuangan bahan berbahaya beracun. Di lain pihak, evaluasi apakah sistem regulasi saat ini cukup memadai, begitu pula dorongan terhadap penegakannya menjadi hal yang juga genting.

Sebagian besar sungai di Pulau Jawa tercemar secara berat oleh kombinasi dari limbah domestik yang tidak diolah dan terutama dari limbah industri yang tidak terkendali.

image © Yudhi Mahatma / Greenpeace

Page 22: Toxic threads: Meracuni Surga

2222 Greenpeace international Toxic Threads: XXXXXXXXXXXXXX

section oneal

l im

ages

© A

ndri

Tam

buna

n / G

reen

peac

e

Page 23: Toxic threads: Meracuni Surga

#4Bergerak dari Pendekatan Kontrol Menuju Pencegahan

Kebijakan publik untuk mengatasi polusi air di Indonesia bergantung pada pendekatan kontrol polusi (atur dan awasi), ketimbang pencegahan polusi. Pemerintah nasional dan provinsi menerapkan baku mutu dan berbagai ketentuan. Namun, hal tersebut hanya meliputi serangkaian parameter terbatas. Baku mutu air mengatur level maksimum polutan dengan parameter yang terbatas, yang kemudian menentukan klasifikasikan badan air sebagai kelas I, II, III atau IV sesuai dengan kegunaan.77

Baku mutu limbah industri diatur dalam regulasi 1995 untuk 21 tipe industri78. Lebih lanjut 16 jenis aktivitas industri diatur dalam keputusan mentri lain. Diluar parameter umum seperti BOD, COD, TSS,79 standard yang ditetapkan untuk industri teksil hanya berupa kromium, fenol, ammonia dan sulfida, untuk berbagai tipe proses tekstil80 . Tidak ada bahan organik kimia berbahaya lain yang didaftarkan, termasuk NP dan NPE sebagaimana yang ditemukan Greenpeace Internasional pada sampel limbah PT. Gistex atau bahan kimia lain yang biasanya terkandung dalam limbah cair produksi tekstil, seperti phthalates. Lebih lanjut, tidak ada pembatasan untuk logam-logam berat kecuali kromium.

Sistem ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ia berdasar sepenuhnya pada baku mutu atau mengijinkan keberadaan bahan berbahaya beracun sampai batas tertentu, bukan pencegahan penggunaan dan pembuangannya. Kedua, standard tersebut hanya meliputi parameter dan jenis bahan kimia dalam jumlah yang terbatas; ia tidak merefleksikan kompleksitas limbah industri dan beragam bahan kimia berbahaya yang digunakan disektor produksi tektil. Ketiga, kurangnya kapasitas untuk mendeteksi pelanggaran dari aturan yang ditetapkan pemerintah (baik melalui monitoring rutin atau sidak oleh otoritas pemerintah, laporan rutin pihak industri, maupun laporan masyarakat

atau media), serta respon cepat dan tegas saat pelanggaran terjadi. Keempat kurangnya informasi hasil monitoring pembuangan limbah yang dapat diakses dengan mudah oleh masyrakat.

Akses Kepada Informasi – Mitos vs FaktaUndang-Undang di Indonesia memberi jaminan hukum bagi setiap individu untuk memperoleh akses kepada informasi, dan keadilan, dalam upaya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan yang sehat.81 Serupa dengan di atas, regulasi mengenai kualitas air menyatakan bahwa “semua orang punya hak yang sama untuk memperoleh informasi mengenai status kualitas air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian polusi”, termasuk hasil kajian pemenuhan aturan-aturan.82 Semua perusahaan juga “wajib memberikan informasi yang benar mengenai pelaksanaan kewajiban-kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian polusi air”83 guna menegakkan ketaatan hukum dan pengelolaan bisnis/kegiatan terkait dengan aturan-aturan yang ada.84 Aturan hukum yang lebih baru85 mengenai keterbukaan informasi publik menyatakan bahwa setiap entitas masyarakat mempunyai hak mengakses informasi secara terbuka.

Tetapi faktanya, data pengawasan mengenai ketaatan hukum di bidang pembuangan air limbah tidak tersedia, data-data itu tidak dipublikasikan di media atau tersedia di internet. Tanggapan terhadap permintaan informasi beragam di antara masing-masing lembaga pemerintah baik nasional maupun lokal. Proses untuk mendapat informasi bisa menjadi sangat birokratis; termasuk mengajukan permintaan informasi secara tertulis ke berbagai lembaga yang berbeda.

Bahkan program PROPER (lihat Box 6), sebuah program pemerintah yang didesain secara khusus untuk mengurangi polusi dari industri dengan cara mempublikasikan kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai peraturan lingkungan, juga tidak melaporkan data hasil pengawasan untuk memperlihatkan apakah sebuah perusahaan sudah taat atau tidak taat terhadap peraturan-peraturan yang ada.

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 23

section oneToxic Threads

Gambar Pabrik PT Gistex membuang limbah cair industri yang mengandung bahan kimia berbahaya ke Sungai Citarum

Gambar sisipan Warga Desa Ciwalengke mencuci baju dan alat masak dengan air dari Sungai Citarum, yang menjadi tempat pembuangan limbah industri; banyak penduduk desa tersebut yang menderita penyakit kulit..

Page 24: Toxic threads: Meracuni Surga

24 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

chapter xxx

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) dimulai pada 1995, dengan tujuan mengurangi polusi industri dengan cara pengungkapan informasi kepada publik, meskipun pada kenyataanya program ini tidak mensyaratkan pengungkapan data pembuangan limbah ke lingkungan. Program ini disusun dan diuji oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Republik Indonesia, bekerja sama dengan Bank Dunia. Program ini menilai ketaatan terhadap beberapa peraturan lingkungan (pencemaran udara, pencemaran air, pengelolaan limbah berbahaya, analisis dampak lingkungan, dan pencemaran laut), berdasarkan laporan rutin perusahaan.86 Sekitar 1.750 perusahaan diharap ikut berpartisipasi pada 2009, dan dilaporkan bahwa jumlah perusahaan yang sudah taat terhadap aturan meningkat.87 Beberapa bagian dari program itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk implementasi.

Sistem peringkat dengan kode warna (emas, hijau, biru, merah dan hitam) digunakan untuk mengklasifikasi kinerja industri terhadap patokan-patokan yang telah ditentukan, memperlihatkan level kinerja berbeda dan tingkat ketaatan terhadap aturan-aturan pengendalian pencemaran. Peringkat emas dan hijau berarti kinerja yang lebih baik dibanding sekedar sudah taat aturan88, sementara peringkat hitam artinya sangat buruk atau tidak taat aturan. Biru diberikan kepada perusahaan yang sudah taat hukum. Dengan cara ini perusahaan

Box 6

Program PROPER – Transparansi setengah hati?

didorong untuk bisa mentaati standar yang telah ditentukan tanpa harus diatur (non-regulatory), misalnya dengan pengakuan masyarakat dan sosial atas upaya perusahaan untuk mengurangi pencemaran. Insentif untuk meningkatkan kinerja bagi peringkat kinerja perusahaan diberikan melalui publikasi secara nasional.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kunci utama yang PROPER gunakan untuk memacu pengurangan emisi adalah meningkatkan pengetahuan manager akan emisi pabriknya sendiri, tetapi tekanan publik juga sama pentingnya; hanya dengan memberikan informasi kepada manajer pabrik tanpa membuat informasi itu terbuka untuk publik tidak cukup untuk memotivasi pengurangan yang signifikan”.89 Namun, program PROPER ini tidak transparan. Informasi yang dipublikasikan terbatas pada hasil akhir dari penilaian pemerintah, dalam bentuk peringkat warna, sementara informasi yang menjadi dasar dari penilaian ini –seperti tipe, jumlah, konsentrasi, dan lokasi pencemaran yang terjadi dari masing-masing aktivitas—tidak dipublikasikan. Karena itu, tidak ada pengawasan publik terhadap akurasi peringkat.

Program PROPER menjadi semakin terbatas manfaatnya akibat cakupan regulasi pemerintah yang sempit; pembuangan air limbah hanya dievaluasi terkait dengan baku mutu dan parameter umum yang terbatas (lihat di bagian atas). Sebagai contoh untuk tekstil, standar ini tidak mencakup banyak jenis logam berat dan bahan kimia yang berpotensi berbahaya beracun

Banyak jenis logam berat dan bahan kimia yang berpotensi berbahaya beracun (kecuali phenols yang merupakan kategori umum) tidak ‘tertangani’ oleh program PROPER.

GOOD

POOR

Sistem pemeringkatan warna program PROPER

Page 25: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 25

Bab empat

(kecuali phenols yang merupakan kategori umum). Karena bahan-bahan kimia tersebut tidak diatur, maka emisinya dan usaha reduksinya tidak dilakukan, serta tidak menjadi pertimbangan untuk peringkat biru, hijau atau emas pada program PROPER.

Mengabaikan AturanTidak mengherankan bahwa tingkat kesadaran, partisipasi dan ketaatan pada hukum oleh industri masih sangat kecil. Jejak pendapat pada 2009 menemukan hanya 47,% (83 dari 176) fasilitas industri di Kabupaten Bandung memberlakukan IPAL sebelum melakukan pembuangan.90 Meski demikian, dari industri yang menggunakan IPAL, hanya 40% (33 perusahaan) yang memenuhi standar baku mutu air limbah.91

Baru-baru ini, total 29 perusahaan garmen dan tekstil menerima sanksi dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Tengah, karena melanggar peraturan terkait kelestarian lingkungan dan pembuangan limbah industri, yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Pemerintah menegaskan bahwa masih banyak pelanggaran peraturan lingkungan yang tidak terdeteksi. Saat musim hujan, dimana deteksi aktivitas pencemaran sulit dilakukan karena tingginya level air, kontaminasi menyebar lebih luas di kawasan yang terkena banjir. Meski demikian, detail mengenai jenis kontaminasi, dan apakah ditemukan berbahaya beracun, tidak tersedia.92

Di Jawa Barat, 14 perusahaan dari berbagai sektor industri –termasuk pembuatan garmen—menerima sanksi administratif dan kriminal karena mencemari Citarum dengan limbah berbahaya. Hanya saja, pemerintah mencatat bahwa masih ada sangat banyak kasus serupa di Sungai Citarum.93

Ada juga contoh air limbah yang dibuang secara ilegal, misalnya melalui pipa bawah tanah di Distrik Majalaya, dimana sulit bagi pihak berwajib setempat untuk menelusuri sumber pencemaran dan menentukan siapa yang melakukannya karena beberapa pabrik melakukan pembuangan dengan pipa yang sama.94

Contoh ini menggambarkan bahwa pembuangan limbah industri ke sungai-sungai di Indonesia tidak diawasi secara konsisten demi terpenuhinya standar, serta memperlihatkan bahwa pelanggaran sudah biasa terjadi, sanksi jarang dijatuhkan, dan bahwa pembuangan limbah ilegal juga terjadi. Jika praktek ini terus terjadi, bahkan dengan adanya perbaikan standar yang memasukkan bahan-bahan kimia berbahaya lebih luas dan pengawasan serta penegakan hukum yang tegas, pencemaran akibat bahan-bahan beracun akan terus terjadi. Prinsip “pengawasan pencemaran”, dimana pada “level yang bisa diterima” pencemaran masih dibolehkan, tidak cukup untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan, terutama terhadap bahan kimia beracun yang persisten atau dapat terbioakumulasi.

Diperlukan pergeseran paradigma dari pendekatan reaktif seperti sekarang ini menuju pendekatan preventif, dimana penggunaan bahan kimia berbahaya beracun dihilangkan dari sumbernya, melalui skema produksi bersih dan substitusi progresif dengan materi yang lebih aman.

Page 26: Toxic threads: Meracuni Surga

26 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab empat

Menuju Pencegahan PencemaranUndang-undang No. 32 Tahun 200995 menyediakan landasan hukum bagi penyusunan berbagai instrumen kebijakan baru dalam rangka pencegah pencemaran, dan yang paling penting meliputi prinsip “preventive” dan “pencemar harus membayar”.96 Selain itu ada juga pertanda bahwa pihak berwenang di Indonesia telah mempertimbangkan pendekatan baru berdasarkan transparansi informasi mengenai limbah bahan kimia berbahaya.

Menyusul investigasi Greenpeace dimana limbah dari pipa pembuangan tak bertuan diambil sebagai sampel dan ditandai, petugas dari BPLHD Provinsi Jawa Barat dari wilayah Kabupaten Bandung mengidentifikasi dan menandai 21 pembuangan air limbah dari 13 perusahaan, dimana pada tanda itu disebutkan nama perusahaan yang bertanggung jawab.97 Tanda itu memuat hingga empat nama perusahaan, ditambah nama dan tanda tangan anggota tim yang melakukan penandaan itu.

Pemerintah Jawa Barat juga mulai mempersiapkan daftar pertanyaan untuk semua sektor industri, untuk menciptakan inventaris bahan kimia berbahaya yang digunakan industri, dan bermaksud akan mempublikasikan inventaris itu secara online. Telah ada juga inisiatif di tingkat nasional untuk menyusun inventaris bahan-bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai “manajemen informasi nasional untuk bahan kimia berbahaya” dan membentuk sistem tanggap darurat melibatkan industri dan petugas dari pemerintah setempat..98,99 Inventaris seperti yang dimaksud akan menjadi landasan yang berguna bagi upaya identifikasi penggunaan bahan kimia berbahaya di Indonesia, dan akan menjadi langkah awal menuju pembentukan daftar prioritas bahan berbahaya beracun yang harus direduksi dan dieliminasi penggunaanya. Pengumpulan informasi semacam ini sangat penting di Indonesia; dimana juga terjadi di banyak negara di Asia, pengetahuan mengenai produksi dan impor bahan

Gambar Seorang warga desa Ciwalengke menggunakan air dari sebuah sumur untuk mencuci beras.

image © Andri Tambunan / Greenpeace

Gambar Aktivis Greenpeace menandai sebuah saluran

pembuangan pabrik-pabrik di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,

dengan sebuah tanda yang bertuliskan “Perhatian, Limbah

Berbahaya Keluar Dari Sini!!”. Greenpeace mendesak

pemerintah Indonesia untuk segera beraksi menghentikan

pencemaran bahan kimia berbahaya beracun ke Sungai

Citarum dan Sungai lain di Indonesia.

kimia, kuantitas, penggunaan, dan potensi bahayanya, masih sangat rendah.

Selain itu Kebijakan Produksi Bersih Nasional, yang disetujui pada 2003, sebagai landasan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pengawasan dan pembentukan program Produksi Bersih. Pusat Produksi Bersih Nasional (The Indonesian Centre for Clean Production - ICCP) di Serpong, Jawa Barat, Indonesia, didirikan sejak 2004. Tetapi kisah sukses yang ditangani PPBN umumnya berkisar pada penghematan energi100, bukan pada manajemen bahan kimia.101 Karenanya, program ini kurang berdampak terhadap upaya pengurangan penggunaan bahan kimia berbahaya, dan perlu partisipasi dari industri skala besar. Meski demikian, perangkat-perangkat di atas bisa menjadi modal penting untuk implementasi rencana ”Nol Pembuangan” bahan berbahaya beracun.

Page 27: Toxic threads: Meracuni Surga

© A

ndri

Tam

buna

n / G

reen

peac

e

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 27

Bab empat©

Yudhi M

ahatma / G

reenpeace

Page 28: Toxic threads: Meracuni Surga

28

© A

ndri

Tam

buna

n / G

reen

peac

e

Page 29: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 29

Merek Busana internasional dan industri Tekstil di indonesiaSetelah China dan India, Indonesia adalah negara dengan laju pertumbuhan ekonomi tercepat diantara negara-negara industri di dunia (G20), dan merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Tingkat pertumbuhan Indonesia diperkirakan akan melampaui China dan Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun, dan disebut-sebut sebagai “negara yang bertekad untuk menjadi pusat produksi dan industri di Asia Tenggara”.102 Sektor pembuatan adalah penyumbang paling penting bagi pendapatan domestik kotor (GDP) Indonesia, menyumbang lebih dari 27% pada 2003 hingga 2007, dan terkonsentrasi di Pulau Jawa, dimana ada tidak kurang dari 80% dari total industri manufaktur.103 Jawa Barat sendiri menyumbang 37% persen pada 2007, dimana Bandung merupakan kota dengan keberadaan pabrik manufaktur terbanyak.104 Banyak pabrik berlokasi di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, disebabkan oleh faktor ketersediaan lahan, infrastruktur, sumberdaya alam, dan kedekatan jarak dengan Jakarta. Berbagai industri manufaktur yang beroperasi di DAS Citarum utamanya adalah industri tekstil, elektronik, farmasi, kulit, dan makanan. Provinsi Jawa Barat juga merupakan pusat tekstil modern dan industri busana di Indonesia.

#5

section one

Box 7

Industri Tekstil di Sungai CitarumSektor pewarnaan tekstil mempunyai sejarah panjang di sepanjang DAS Citarum, dimana nama Citarum sendiri berasal dari Tarum, tanaman yang saat itu banyak ditemukan dan dijadikan bahan pewarnaan alami nila (indigo) sejak abad ke-4, dan secara tradisional digunakan oleh para pembuat batik. Hanya saja, dibutuhkan proses panjang dan rumit untuk mengekstrak pewarna dari tanaman itu yang akhirnya membuat banyak pembuat batik memilih pewarna kimia sintetis.105 Saat ini tanaman Tarum tidak lagi tumbuh di DAS Citarum, meski Tarum dan pewarna nila lainnya pernah menjadi bagian penting dari budaya setempat. Tidak ada upaya yang dilakukan untuk memproduksi pewarna nila yang lebih baru, lebih efisien dengan jalan pemanfaatan teknologi.

Sektor pembuatan tekstil masih menjadi hal yang sangat penting hingga saat ini. Pewarna kimia sintetis secara besar-besaran digunakan untuk menggantikan Tarum, dikombinasikan dengan penggunaan bahan kimia sintetis lain yang beberapa diantaranya berbahaya beracun. Sekitar 60% dari total produsen tekstil nasional berada di DAS Citarum106. Pabrik tekstil juga paling mendominasi DAS Citarum dibanding sektor lainnya, ia mewakili 46% dari keseluruhan industri.107 Meski demikian, industri tekstil modern juga berperan dalam rusaknya sungai Citarum.

section oneToxic Threads

chapter sixGambar Peritel Adidas. Pacific Place Mall, Jakarta.

Page 30: Toxic threads: Meracuni Surga

30 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

Bab Lima

Industri tekstil modern telah ada di Indonesia bertahun-tahun lamanya108, sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat109 – dimana banyak terdapat produksi di hulu berskala besar —dibanding denganmanufaktur dan pemasaran berpangsa pasar khusus di Pulau Bali.110 Didominasi oleh benang sintetis, terutama polyester, menjadi penyumbang penting bagi ekonomi dan lapangan pekerjaan. Selain masalah seperti mesin yang sudah usang dan rendahnya tingkat kompetisi di kawasan regional, sektor tekstil masih menjanjikan potensi ekonomi yang besar.111 Diperkirakan 11% dari total pekerja industri berasal dari sektor tekstil112, pada 2011 mencapai 1,3 juta orang. 113

Pada 2010 tekstil menyumbang 8,9% terhadap total ekspor Indonesia114, dan tekstil, produk kulit, serta sepatu menyumbang 9% pendapatan domestik bruto Indonesia pada 2010.115 Indonesia adalah salah satu dari 10 negara dengan nilai ekspor pakaian terbesar dunia, naik dari posisi 10 pada 1990 dan 2000116 ke posisi 8 di 2011, berdasarkan data WTO.117 Indonesia juga eksportir tekstil terbesar ke-11 pada 2011, naik 16% dari 2010.118

Banyak merek busana terkemuka dunia menggunakan Indonesia sebagai lokasi manufaktur untuk menopang ekspor global mereka dan sekitar 61% garmen jadi diekspor ke pasar internasional. Beberapa tahun terakhir, nilai ekspor naik. Menurut Kementerian Perdagangan, ekspor tekstil dan garmen naik 19,7% atau senilai US$1 miliar antara 2010 dan 2011. Pasar garmen dan tekstil terbesar Indonesia adalah Amerika Serikat, 36% dari total ekspor, dimana 15% lain diekspor ke Uni Eropa dan 5% ke Jepang.119 Tenunan, pakaian dalam, dan pakaian rajutan atau sulaman menyumbang hampir 60% dari total ekspor tekstil antara 2007 hingga 2011. Akhir-akhir ini, ada peningkatan jumlah ekspor barang yang punya nilai tambah seperti jaket, celana panjang, gaun, dan busana resmi, baik untuk pria maupun wanita, dibanding dengan bahan-bahan dasar. 120

Pembuangan bahan-bahan kimia berbahaya ke badan air oleh produsen busana bagi merek-merek busana global di Indonesia semakin lazim, meski hingga saat ini belum ada jumlah pastinya. Sebagai tambahan dari temuan investigasi Greenpeace

terhadap pembuangan air limbah dari PT Gistex (lihat Bab 2), ada bukti lain yang menunjukkan bahan kimia berbahaya yang persisten seperti NP/NPE kemungkinan besar juga dibuang oleh pabrik tekstil lain di Indonesia. Enam dari delapan sampel dari perusahaan pembuatan di Indonesia yang diuji sebagai bagian dari investigasi Greenpeace International pada 2012121 terbukti mengandung NPE. Ini termasuk busana yang dijual oleh Armani, Gap, Esprit, Mango, dan Marks & Spencer. Adanya kandungan bahan kimia berbahaya seperti NPE di sebuah produk secara umum menjadi indikasi bahwa bahan itu digunakan dalam proses pembuatan, besar kemungkingan bahwa bahan itu dibuang ke dalam sistem air lokal sebagai bagian dari air limbah proses. Tidak mungkin mengidentifikasi lokasi persis pembuatan mana yang melakukan itu hanya dari meneliti produk. Meski demikian, temuan ini menunjukkan bahwa NPE digunakan oleh sebagian industri tekstil di Indonesia, juga secara global, dalam proses pembuatan sebuah produk untuk merek-merek internasional ternama.

Berbagai merek-merek pakaian internasional terkemuka menjadikan Indonesia sebagai basis manufaktur untuk eksport global mereka dan sekitar 61% dari pakaian yang dihasilkan di eksport ke pasar internasional.

Gambar Peritel GAP. Senayan City Mall, Jakarta.

Page 31: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: XXXXXXXXXXXXXX 31

Bab enam

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 31

© A

ndri Tambunan / G

reenpeace

Page 32: Toxic threads: Meracuni Surga

32 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

chapter five

Setiap merek bertanggung jawab memastikan bahwa rantai produksi global mereka –baik langsung maupun tak langsung—tidak menyebabkan pelepasan bahan-bahan kimia berbahaya ke lingkungan. Kurangnya pengawasan atau ketidak pedulian mengenai bahan kimia berbahaya yang dibuang oleh pemasok mereka di seluruh dunia sama sekali tidak bisa diterima. Merek bertanggung jawab pada konsumen dan masyarakat setempat yang dipaksa berbagi sumber air dengan industri, untuk menjaga dan memastikan sumber air masyarakat tidak diperlakukan sebagai selokan pembuangan pribadi.

Antara Februari dan Maret 2013, Greenpeace International mengirim surat 122 melalui kurir kepada pemasok asal Indonesia PT Gistex Group, juga kepada kantor pusat merek-merek internasional, meminta komentar mengenai hubungan bisnis dengan PT Gistex Group (dan/atau perusahaan yang dikendalikan/dikontrol PT Gistex Group) :

Adidas, Ascena Retail Group (termasuk Lane Bryant), Brooks Brothers, C&A, Duro Industries, Esprit, Gap (termasuk Banana Republic, Old Navy), Guess, H&M, Lecien, Limited Brands (termasuk Mast Industries), Macy’s, Manhyo KK, Marks & Spencer, Marubeni, Nordstrom, S Oliver, Otto Sumisho, Pacific Brands Workwear, JC Penney (termasuk Liz Claiborne), Philip van Heusen (termasuk Tommy Hilfiger), Specialty Fashion Group, Sun Capital Partners (termasuk Kellwood), The Row LLC, Toray Industries, Triumph International, WalMart, Walt Disney, dan Yamamoto Sada.

Dalam responnya kepada Greenpeace bulan Maret 2013, PT Gistex Group menyatakan bahwa “PT Gistex selalu menaruh perhatian pada lingkungan dan masyarakat. Pabrik kami dilengkapi dengan sistem pengelolaan air limbah untuk menghindari pencemaran lingkungan “123

C&A, Philips van Heusen, Limited Brands dan S Oliver masing-masing menyatakan tidak ada hubungan bisnis yang mereka ketahui, antara perusahaan dan produk mereka dengan PT Gistex Group dan/atau perusahaan yang dikendalikan/ dikontrol PT Gistex Group).

Triumph Internasional menyatakan “…. Triumph Internasional tidak memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan yang anda rujuk, PT Gistex Textile Division, maupun perusahaan afiliasinya… “. Walt Disney Company menyatakan “…. sebagai

Kaitan Merek Multinasional dan Merek Domestik

Page 33: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace International

Section xxx

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 33

chapter five

tanggapan terhadap pertanyaan awal anda, melalui pencarian di internet, kami mengidentifikasikan terdapat enam fasilitas yang kami yakini dimiliki dan dikontrol PT. Gistex. Data kami menunjukkan bahwa lima dari enam fasilitas tersebut TIDAK PERNAH DIOTORISASI oleh The Walt Disney Company untuk produksi produk bermerek Disney. Otorisasi fasilitas yang ke-enam, PT Gistex Garment Division .. BERAKHIR tahun 2010..” Walmart menjawab bahwa PT. Gistex Textile Division “saat ini bukan pemasok terotorisasi untuk Walmart. Data kami mengindikasikan bahwa mereka tidak lagi aktif di tahun 2009 dan tidak ada pesanan kepada mereka sejak itu…”. Esprit mengindikasikan bahwa ada satu buah pesanan terakhir lewat PT. Gistex Group di bulan Maret 2011.

Meski sudah mendapat beberapakali permintaan, Adidas Group masih belum memberi Greenpeace penjelasan gamblang dan lengkap secara tertulis mengenai hubungan bisnis masa lalu atau saat ini dengan semua bagian PT Gistex Group. 124 Contohnya, saat Greenpeace Internasional terus menerus meminta informasi dari Adidas Group mengenai hubungan bisnis apapun dengan semua bagian PT Gistex Group, Adidas Group hanya membantah mempunyai hubungan bisnis dengan PT Gistex Textile Division. Sementara berdasarkan daftar pemasok terbarunya (1 Januari 2012) yang dipublikasikan di website, menyebutkan nama PT Gistex Garment Division, lebih lanjut hubungan dengan Divisi Garmen tersebut diakui karyawan Adidas pada Greenpeace secara verbal.125

Brooks Brothers mengakui hubungan bisnis dengan PT Gistex Group “…saat ini kita tidak bekerja dengan bagian proses basah dari pabrik ini tetapi dengan pabrik pembuatan garmen mereka. Bahan kami dicetak dan diimpor dari pabrik lain di Indonesia …”126

H&M di situsnya127 mencantumkan PT Gistex Garment Division dalam daftar pemasok mereka saat ini, dan mengkonfirmasi akurasinya pada Greenpeace

Pada intinya, Adidas Group, Brook Brothers, Gap Inc., H&M dan Marubeni pernah memiliki hubungan bisnis baru-baru ini, dengan minimal satu bagian dari PT. Gistex Group, perusahaan yang terasosiasi dengan fasilitas yang melakukan pencemaran (PT. Gistex Textile Division) di Indonesia, dimana Greenpeace telah melakukan sampling di tahun 2012.

Sementara tidak ada dari kelompok retail Ascena Retail Group, Duro Industries, Gap, Guess, Lecien,

Macy’s, Manhyo KK, Marks & Spencer, Marubeni, Nordstrom, Otto Sumisho, Pacific Brands Workwear, JC Penney, The Row LLC, Specialty Fashion Group, Sun Capital Partners, Toray Industries, maupun Yamamoto Sada, yang menanggapi permintaan dari Greenpeace (via kurir) untuk berkomentar hingga tenggat akhir laporan ini 9 April 2013”.

Meski demikian informasi ekspor memperlihatkan bahwa PT Gistex Group (dan/atau perusahaan yang dikendalikan/ dikontrolnya) pernah memiliki hubungan bisnis dengan Gap Inc (termasuk anak perusahaannya ‘Old Navy’ dan ‘Banana Republic’) serta Marubeni Corporation.128

Hingga 1 Maret 2013, situs publik PT Gistex mencantumkan logo dari Mary & Kate Ashley, Esprit, Gap, Guess, Kellwood, Marubeni, dan S Oliver, serta menyebut C&A, Esprit, Kellwood, Lane Bryant, Lecien, Liz Claiborne (dibawah kontrol JC Penney), Manhyo KK, Mast Industries (dibawah kontrol Limited Brands), Otto-Sumisho, Toray, Charles Vogele, Yamasada dan Yamamotosada sebagai ‘konsumen terkini’.

Beberapa perusahaan yang terkait dengan PT Gistex telah membuat pernyataan publik mengenai pentingnya menghindari pencemaran lingkungan atau bahwa mereka telah membuat komitment Detox.129 Menurut situs mereka masing-masing, beberapa perusahaan tampak khawatir terhadap dampak lingkungan dari produksi produk mereka. Meski demikian, investigasi ini menemukan bahwa pemasok masa lalu atau sekarang mereka masih terus melepaskan bahan kimia beracun ke dalam air dan sistem sungai di sekitarnya.

GAP : “Untuk Gap Inc, tanggung jawab lingkungan artinya jauh lebih besar dibanding sekedar menjadi “hijau” atau menjual produk-produk hijau. Kami memandang hal itu sangat terkait dengan setiap aspek bisnis kami, mulai dari pembuatan pakaian-pakaian kami hingga bagaimana mereka dikemas dan dikirimkan ke toko-toko kami.”130

Marubeni : “Menjaga lingkungan global adalah salah satu nilai paling dasar dari aktivitas bisnis Marubeni.”131

Merek-merek lain, seperti Brooks Brothers132, tidak mempublikasikan posisi mereka terkait tanggung jawab lingkungan.

Page 34: Toxic threads: Meracuni Surga

34

all i

mag

es ©

And

ri Ta

mbu

nan

/ Gre

enpe

ace

Page 35: Toxic threads: Meracuni Surga

Investigasi ini menjadi gambaran bagaimana bahan kimia berbahaya beracun dibuang ke sungai-sungai di Indonesia. Meski pabrik yang ada di laporan ini tidak bisa mewakili seluruh industri tekstil di Indonesia –karena industri ini sangat besar—pencemaran itersebut menjadi simbol masalah yang lebih besar, seperti puncak dari sebuah gunung es.

Laporan ini secara gamblang memperlihatkan bahwa peraturan di Indonesia yang ada saat ini gagal dalam menyediakan perlindungan terhadap pencemaran yang sudah meluas. Standar-standar yang ada tidak cukup komprehensif atau ketat, dengan penegakah hukum yang lemah.

Pembuangan bahan kimia berbahaya dan persisten tetap bisa terjadi meski sudah ada skema pengelolaan air limbah. Strategi baru harus diadopsi guna menghentikan pembuangan limbah semacam ini –sebuah strategi yang mampu memastikan proses eliminasi penggunaan bahan kimia berbahaya langsung dari sumbernya secara cepat dan transparan, serta menyediakan substitusi alternatif bahan yang aman. Perusahaan dan merek global juga punya tanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih dari standar pemerintah yang masih longgar, serta secara aktif mendorong pemerintah untuk memperbaiki regulasi terkait bahan berbahaya beracun.

Peran dari Merek-merekIndustri tekstil mempunyai peran penting dalam pembangunan dan industrialisasi di banyak negara belahan bumi selatan. Merek-merek besar, dengan rantai pasokan di berbagai negara, mempunyai posisi unik dalam memberi pengaruh positif pada upaya mengurangi dampak lingkungan dari industri tekstil – serta membantu upaya dan penghentian

penggunaan bahan kimia berbahaya beracun di seluruh sektor industri.

Transparansi informasi antara pemasok, merek dan masyarakat, serta peran pemasok dalam inventarisasi dan penyusunan daftar komprehensif bahan kimia adalah sangat penting; bagi proses eliminasi penggunaan B3. Kriteria sifat dasar bahan kimia dan klasifikasinya dalam daftar prioritas elimiinasi harus benar-benar transparan. Pemerintah harus meminta industri kimia menyediakan informasi karakteristik dasar bahan kimia, dimana informasi tersebut diteruskan pada seluruh rantai suplai. Tindakan ini juga memungkinkan rantai produksi mendapat lebih banyak informasi saat memutuskan bahan kimia apa yang akan digunakan.

Merek-merek dapat membantu mengubah perilaku pemerintah terkait pengungkapan informasi bahan kimia berbahaya yang digunakan dan dibuang industri. Dengan memastikan bahwa tersedia informasi bagi publik mengenai penggunaan dan pembuangan bahan berbahaya beracun oleh pemasok mereka dan menciptakan tekanan untuk menghentikan penggunaan bahan kimia tersebut. Merek global bisa memberi contoh keuntungan yang didapat dari sistem yang baru dan lebih terbuka.

Menyusul kampanye Detox Greenpeace yang dimulai pada 2011, beberapa merek pakaian olahraga dan fashion – termasuk beberapa ritel dan merek-merek mewah – merespon tantangan Detox Greenpeace135 dengan membuat komitmen136 untuk mencapai Nol Pembuangan Bahan Berbahaya Beracun di tahun 2020.

Setiap merek atau pemasok harus memastikan komitmen mereka untuk Detox ditingkatkan secara berkesinambungan. Sehingga mereka tetap bisa dipercaya seiring meningkatnya urgensi masalah pencemaran air secara global. Saat tenggat waktu untuk mencapai nol pembuangan B3 semakin dekat,

saatnya Men-detox Badan air di indonesia

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 35

section one

#6

Toxic Threads

Gambar limbah cair industri dibuang ke Sungai Citarum oleh pabrik PT Gistex.

Gambar sisipan Penduduk Desa Citeureup mencari ikan di Sungai Citarum

Page 36: Toxic threads: Meracuni Surga

kebutuhan akan adanya implementasi skema yang lebih kongkrit semakin mendesak, juga kebutuhan untuk menciptakan daftar bahan kimia yang akan tereliminasi pada tahun 2020. Komitmen harus didampingi oleh langkah-langkah nyata dilengkapi tenggat waktu untuk elemen-elemen implementasi kunci (lihat box 8)

Langkah-langkah nyata yang diambil untuk menghentikan pembuangan bahan kimia berbahaya oleh pabrik tekstil juga harus dilakukan oleh seluruh sektor industri yang berkontribusi terhadap pencemaran air di Indonesia. Ini juga membutuhkan peran Pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan pengelolaan bahan kimia yang komprehensif, sehingga bahan kimia berbahaya beracun bisa diatur dan akhirnya dieliminasi penggunaan dan pembuangannya

Greenpeace meminta pemerintah untuk:

1) Membuat sebuah komitmen politik untuk menuju “Nol Pembuangan”137 , semua Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam satu generasi138. Berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam manajemen bahan kimia. Komitmen menekankan pada prinsip subtitusi dan meliputi pertanggung jawaban produsen139 agar dapat mendorong inovasi, serta mengeliminasi penggunaan materi toksik.

2) Membuat rencana implementasi untuk:

(a) Menyusun sebuah daftar Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang dinamis untuk prioritas ditindak lanjuti segera.140

Sebagaimana telah dimandatkan oleh regulasi saat ini, merupakan sebuah urgensi untuk segera membentuk Komisi Bahan Berbahaya Beracun141 . Komisi ini bertanggung jawab untuk mengevaluasi bahan kimia yang terdapat di pasaran dan merekomendasikan bahan-bahan yang harus dimasukan dalam daftar bahan berbahaya beracun, baik yang dibatasi maupun dilarang.

Daftar bahan kimia barbahaya beracun dapat berasal dari evaluasi inventarisasi bahan kimia nasional melalui penggunaan metodologi penjaringan yang komprehensif, transparan, serta berdasar karakteristik materi berbahaya beracun. Sehingga, proses inventarisasi yang saat ini sedang didiskusikan pemerintah harus meliputi semua bahan kimia yang

Box 8

Langkah-Langkah Kunci untuk Men-Detox Rantai TekstilUntuk mengatasi pencemaran air akibat bahan kimia berbahaya beracun secara efektif, semua merek harus:

• Membuat komitmen yang kredibel dan ambisius untuk menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya beracun, dari rantai produksi global mereka dan dari semua produk, pada 1 Januari 2020. “Kredibel” berarti tanpa makna ganda dari tiga prinsip fundamental – “precaution/kehati-hatian”, eliminasi menyeluruh (“nol pembuangan” bahan B3), serta “hak untuk tahu”.

• “Walk the talk”, Melakukan langkah nyata praktek terbaik dari “Nol Pembuangan” B3, dengan cara:

- Memastikan semua pemasok mereka mengungkap pembuangan bahan kimia berbahaya. Data harus secara gamblang mengidentifikasi lokasi pabrik dan pembuangan, bahan demi bahan (chemical by chemical), pabrik demi pabrik (facility by facility), minimal pertahun, lebih sering lebih baik (per tiga bulan, misalnya). Data juga harus dibuka kepada publik dalam format yang mudah diakses serta bahasa setempat (contohnya dengan menggunakan sistem informasi internet yang kredibel133 );

- Menyusun dan mempublikasikan daftar baru kimia yang akan tereliminasi di tahun 2020. Daftar tersebut haruslah komprehensif, transparan, berdasarkan pendekatan terbaik evaluasi kriteria bahan berbahaya beracun134;

- Mengumumkan target-target tenggat waktu eliminasi jangka pendek/segera bagi bahan kimia berbahaya dengan prioritas tertinggi, ditopang dengan penerbitan laporan perkembangan investigasi perkembangan dan kewajiban-kewajiban rantai suplai terkontrak; serta

- Menampilkan substitusi bahan kimia berbahaya beracun dengan alternatif yang lebih aman, menjadikannya studi kasus yang bisa diakses oleh publik.

Page 37: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 37

Bab enam

beredar di pasaran, bukan saja yang sudah diregulasi sebagai bahan berbahaya beracun

Perijinan pembuangan limbah harus membatasi lebih banyak lagi jenis B3, dengan fokus pengurangan secara bertahap hingga pada akhirnya mencapai eliminasi pembuangan bahan kimia berbahaya beracun, sesuai dengan target “Nol Pembuangan” di atas.

(b) Menyusun target-target jangka menengah untuk mencapai target utama di atas; dan

(c) Menyediakan informasi terkait pembuangan, hilang di proses, serta emisi bahan kimia berbahaya beracun di sepanjang proses produksi. Informasi dari PRTR (Pollutant Release Transfer Register/Daftar Pembuangan dan Transfer Polutan) dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pengurangan emisi bahan berbahaya.142

Semua perijinan, data ilmiah dan informasi pembuangan, hilangan di proses dan emisi bahan kimia berbahaya beracun (chemical by chemical) dari industri (facility by facility) harus dapat segera diakses masyarakat dan dengan mudah. PROPER, yang diklaim di Indonesia sebagai program keterbukaan informasi, harus direformasi agar mencakup semua informasi pembuangan, hilang di proses dan emisi bahan kimia berbahaya ke lingkungan, melebihi cakupan regulasi yang sangat terbatas saat ini. Paling minimum, PROPER harus membuka data yang menjadi dasar penentuan peringkat warna kinerja perusahaan. Data tersebut harus dapat diverifikasi pihak ketiga dan mengundang pengawasan masyarakat yang maksimal.

3) Membuat langkah untuk memastikan tersedianya prasarana dan kebijakan untuk mendukung implementasi serta keikutsertaan industri dalam komitmen ‘Nol Pembuangan’ B3), termasuk :

- identifikasi prioritas bahan kimia yang harus dibatasi dan kemudian dieliminasi penggunaannya; - kebijakan dan regulasi yang mewajibkan audit dan perencanaan; - bantuan teknis dan insentif finansial yang sesuai; serta - riset dan dukungan terhadap inovasi di bidang Produksi Bersih & Green Chemistry

Pada akhirnya, sangat penting untuk memastikan penegakan hukum dari regulasi, baik yang sudah

ada maupun yang akan dibuat lebih ketat lagi; melalui peningkatan kontrol, penambahan petugas inspeksi, serta transparansi yang lebih besar prihal inspeksi dan pemberian sangsi.

Peran “Suara Publik”Sebagai warga dan konsumen dunia kita juga bisa menggunakan pengaruh kita untuk mendorong terciptanya masa depan bebas toksik.

Sebagai warga dunia secara kolektif kita bisa:

• Memilih untuk mengurangi pembelian produk pakaian baru, dan sebagai gantinya lebih banyak membeli pakaian bekas. Cara ini juga termasuk memakai kembali dan memodifikasi pakaian yang kita punya dan menjadikannya ‘pakaian baru’, atau saling bertukar pakaian dengan kawan-kawan.

• Mempengaruhi produsen merek pakaian untuk bertanggung jawab demi kelestarian bumi dan masyarakat. Saat ini adalah saat dimana perusahaan harus melakukan hal yang tepat demi melindungi generasi mendatang. Semua merek harus didorong untuk memenuhinya; Apakah mereka sudah mengeluarkan komitmen, Kapan mereka akan menghentikan penggunaan semua bahan toksik dari rantai produksi, serta Apakah mereka sudah transparan dalam memberi informasi mengenai operasi bisnis mereka dan para pemasoknya. Ini adalah air kita, produk-produk itu adalah milik kita, sudah menjadi hak kita untuk tahu apa yang ada di dalam air dan di dalam produk itu.

• Mendorong pemerintah untuk melakukan aksi nyata membatasi produksi, impor dan penjualan produk-produk yang mengandung bahan kimia berbahaya beracun.

Jangan buang-buang waktu lagi. Dengan beraksi bersama kita bisa mendesak pemerintah dan produsen busana untuk segera men-Detox sungai kita, men-Detox pakaian kita, dan terutama sekali, men-Detox masa depan kita.

Untuk mengetahui bagaimana suara Anda bisa membawa perubahan, kunjungi: www.greenpeace.org/detox

Page 38: Toxic threads: Meracuni Surga

38 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

© A

ndri

Tam

buna

n / G

reen

peac

e

Page 39: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 39

endnotes

Endnotes

1 Business Vibes; Industry Insight (2013). Textile Industry in Indonesia, http://www.businessvibes.com/blog/industry-insight-textile-industry-indonesia, exports in terms of monetary value.

2 http://www.encyclopedia.com/article-1G2-1839300306/indonesians.html 12 February 2013

3 Biography, Tisna Sanjaya, http://www.sinsinfineart.com/artists/Contemporary/TisnaSanjaya/biography/

4 Republic of Indonesia (2003a). Water Resources Management Towards Enhancement of Effective Water Governance in Indonesia, For the 3rd World Water Forum, Kyoto – Japan, March 2003, Section 3.2 Current Status of Country Water Resources, Section 3.2 Current Status of Country Water Resources, p.7.http://www.worldwatercouncil.org/fileadmin/wwc/Library/Publications_and_reports/country_reports/report_Indonesia.pdf

5 The Citarum is described in many reports and articles as one of the most polluted rivers or places in the world, see for example:

Fullazaky MA (2010). Water quality evaluation system to assess the status and the suitability. Environ Monit Assess (2010) 168:669–684. Also see Chapter 3.

6 The West Java Province Environmental Control Agency (BPLHD) (2010). Original Title: Status Lingkungan Hidup Daerah. Translated: Regional Environmental Status. Sections: Industrial activities with water contamination possibility.

7 PUSDATIN Ministry of Industry (2012) Company Directory (Table C2, Toxic out of control)

8 Brigden K, Labunska I, Santillo D & Wang M (2013). Organic chemical and heavy metal contaminants in wastewaters discharged from two textile manufacturing facilities in Indonesia. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Polluting-Paradise

9 Greenpeace International (2011a). Dirty Laundry: Unravelling the corporate connections to toxic water pollution in China. July 2011 http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/toxics/water/Dirty-Laundry-report/ Greenpeace International (2011b). Dirty Laundry 2: Hung Out to Dry: Unravelling the toxic trail from pipes to products. August 2011. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/Dirty-Laundry-2/ Greenpeace International (2012a). Dirty Laundry: Reloaded. How big brands are making consumers unwitting accomplices in the toxic water cycle. 20 March 2012. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Dirty-Laundry-Reloaded/ Greenpeace International (2012b). Toxic Threads: The Big Fashion Stitch-Up. November 2012. http://www.greenpeace.org/international/big-fashion-stitch-up Greenpeace International (2012c). Toxic Threads: Putting Pollution on Parade. December 2012. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Putting-Pollution-on-Parade/ Greenpeace International (2012d). Toxic Threads: Under Wraps. December 2012. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Toxic-Threads-Under-Wraps/

10 Greenpeace (2011a), op cit. Previous research also found that persistent hazardous chemicals such as perfluorinated chemicals and alkylphenols, which Greenpeace detected in wastewaters discharged from textile manufacturing sites, are widely present in the Yangtze River ecosystem.

A Greenpeace study found bioaccumulation of these chemicals in two fish species. The two species sampled are on the daily menu of local communities. Brigden K, Allsopp M & Santillo D (2010). Swimming in chemicals: Perfluorinated chemicals, alkylphenols and metals in fish from the upper, middle and lower sections of the Yangtze River, China, Amsterdam. Greenpeace International. http://www.greenpeace.to/publications/swimming-in-chemicals.pdf

11 Greenpeace International (2012c) & (2012d) op cit.

12 Greenpeace International (2012a). The study found that NPE residues in clothes are readily washed out when laundered.

13 Greenpeace International (2012d) – Toxic Threads: Under Wraps. December 2012. http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Toxic-Threads-Under-Wraps/

14 Email correspondence between Adidas Group head office and Greenpeace International between 25 February and 27 March 2013 on file with GPI

15 Adidas Group 2012 Annual Report (accessed 28 March 2013) via http://www.adidas-group.com/en/investorrelations/assets/pdf/annual_reports/2012/GB_2012_En.pdf page 117

16 H&M website:http://about.hm.com/AboutSection/en/About/Sustainability/Commitments/Responsible-Partners/Supply-Chain/SupplierList.html

17 IPE, or the Institute of Public & Environmental Affairs, is an environmental NGO in China: http://www.ipe.org.cn/en/pollution/index.aspx

18 Right-to-know is defined as practices that allow members of the public access to information – in this case, specifically about the use and releases of hazardous chemicals. Implementing right-to-know requires full facility-level public disclosure, i.e. reporting, to the public – for example, on the internet or an equivalent, easily-accessible format. The data should clearly identify each facility, its location and its respective discharges, chemical by chemical, facility by facility, at least year by year, but preferably more frequently (e.g. quarterly).

19 See, for example, the recent report Sustainable Apparel’s Critical Blind Spot, IPE (2012) - pp 18. http://www.ipe.org.cn/about/report.aspx

20 PUSDATIN Ministry of Industry (2012) op cit.

21 Gistex, Indonesia Integrated Textile Industry, 32 Years Anniversary, 1975 - 2007

22 http://www.gistexgroup.com/ Accessed 22 January 2013

23 http://www.gistexgroup.com/location.php Accessed 23 January 2013

24 http://www.gistexgroup.com/textile.php# Accessed 23 January 2013

25 Republic of Indonesia (2009). Article 104 of Law No. 32 of 2009, which states that: “Anyone dumping waste and/or materials into the environment without a licence as referred to in Article 60, shall be punished with imprisonment of 3 (three) years and a fine of not more than Rp3.000.000.000, 00 (three billion rupiah).”

According to Article 1, point 24, “Dumping (disposal) is the activity of throwing, placing, and/or entering the waste and/or materials in specific quantity, concentration, time, and locations with specific requirements to specific environmental media.” The dumping of waste and/or materials can only be done with the consent of the Minister, governor or regent/mayor in accordance with their authority and can only be performed at a predetermined location.

Gambar Peritel Banana Republic. Senayan City Mall, Jakarta

Page 40: Toxic threads: Meracuni Surga

40 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

endnotes

26 Government Decree Regulation No. 82 (2001), on Water Quality Management and Pollution Control and Ministry of Environment Decree (1995), Kep-51/Menlh/10/1995, Limit standard for Effluent of Industrial Activity, 23 October 1995. Limits for Textiles are: Parameters are: BOD5, COD, TSS, Phenol, Chromium (total), Ammonia, Suphides, Oil and Fat, pH and Maximum waste debit 150 m3 per ton textile product

27 http://akubisnishijau.files.wordpress.com/2011/02/hasil_proper_2010.pdf Accessed 5 February 2013

28 Sekretariat PROPER, PROPER 2011, Gistex is no. 547 on the Blue list. http://www.menlh.go.id/DATA/Press_release_PROPER_2011_OK.pdf Accessed 5 February 2013. The following categories include the regulations that must be complied with for a “blue” rating: 1. Air Pollution Control 2. Water Pollution Control 3. Hazardous Waste Management 4. Environmental Impact Assessment and 5. Marine Pollution Control. PROPER, SOP and Criteria http://proper.menlh.go.id/proper%20baru/Eng-Index.html

29 Antara Jawa Barat.com, 13 November 2009. Warga Korban Cerobong Asap Minta Ganti Rugi. http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/18568/lihat/kategori/94/Kesra; accessed 5th February 2013.

30 For more detailed information and references see Brigden et al (2013) op cit.

31 EU (2003). Directive 2003/53/EC of the European Parliament and of the Council of 18 June 2003, amending for the 26th time Council Directive 76/769/EEC relating to restrictions on the marketing and use of certain dangerous substances and preparations (nonylphenol, nonylphenol ethoxylate and cement), which entered into force January 2005. It is now entry number 46 of annex 17 of Commission Regulation (EC) No 552/2009 of 22 June 2009 amending Regulation (EC) No 1907/2006 of the European Parliament and of the Council on the Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals (REACH) as regards Annex XVII. Official Journal L 164. 26.6.2009: 7-31.

32 For more detailed information and references see Brigden et al (2013) op cit.

33 Ibid.

34 Water Environment Partnership in Asia: State of Water – Indonesia. http://www.wepa-db.net/policies/state/indonesia/indonesia.htm

35 Blue Planet Project. Our right to water; an exposé on foreign pressure to derail the human right to water in Indonesia, p.7. http://www.blueplanetproject.net/documents/RTW/RTW-Indonesia-1.pdf

36 Republic of Indonesia (2003a), op cit.

37 Republic of Indonesia (2003b), Section 3.2 Current Status of Country Water Resources, p.7, op.cit.

38 Roosmini D, Hadisantosa F, Salami IRS, Rachmawati S, (2009), Heavy metals level in Hypocarcus Pargalis as biomarker in upstream Citarum River, West Java, Indonesia, p31-36, in South East Asian Water Environment, 2009 IWA Publishing. http://books.google.co.uk/books/about/Southeast_Asian_Water_Environment_3.html?id=6pahUcse7TcC

39 Republic of Indonesia (2003b) op cit.

40 Ibid.

41 Arifin Z, Puspitasari R & Miyazaki N (2012). Heavy metal contamination in Indonesian coastal marine ecosystems; a historical perspective, Coastal Marine Science 35(1): 227-223, 2012 http://repository.dl.itc.u-tokyo.ac.jp/dspace/bitstream/2261/51708/1/CMS350132.pdf

42 Trofisa D (2011). The evaluation of pollution burden and pollution carrying capacity of Ciliwung river in the segment Bogor city segment. Original title : Kajian beban pencemaran dan daya tampung pencemaran sungai Ciliwung di segmen kota Bogor. Department of Forest natural resources conservation and ecotourism. Faculty of Forestry. Bogor Institute of Technology. Unpublished/Thesis

43 Hong et al (2012). Pollution sources, beneficial uses and management of Batang Arau and Kuranji River in Padang. Journal of Applied Science in Environmental Sanitation, Vol. 7 (3): 221-230

44 Sikder MT, Yasuda M, Yustiawati, Suhaemi MS, Takeshi S & Shunitz T (2012). Comparative Assessment of Water Quality in the Major Rivers of Dhaka and West Java, International Journal of Environmental Protection, pp. 1, 12, 13, http://www.ij-ep.org/paperInfo.aspx?ID=103

45 The Citarum is described in many reports and articles as one of the most polluted rivers or places in the world, see for example: Fullazaky MA (2010) op cit. Finding a cure for Indonesia’s sick river http://articles.cnn.com/2010-03-18/tech/eco.citarum.indonesia_1_water-source-water-basin-polluted?_s=PM:TECH 6th February 2013. World’s most polluted places: http://www.huffingtonpost.com/2010/08/31/photos-most-polluted-plac_n_693008.html#s130751&title=Bandung_Indonesia 11 most polluted rivers in the world, http://www.takepart.com/photos/10-most-polluted-rivers-world#citarum-river--west-java-indonesia Citarum River Basin: Roadmap to better water management, leaflet: http://citarum.org/upload/upload/Citarum%20leaflet%20English_Final_small.pdf 7th February 2013.

46 Fullazaky MA (2010) op cit.

47 Ibid.

48 Citarum River Basin: Roadmap to better water management, leaflet, op cit.

49 Citarum is a super priority river for Indonesia based on collective decision of Interior Minister No.19/1984; Forestry Minister No 059/1984; General Work Minister No 124/1984

50 Citarum River Basin: Roadmap to better water management, leaflet, op cit.

Fullazaky MA (2010) op cit, p.669

Jakarta Post (2011), Integrated effort to restore Citarum, 12 April 2011, http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/12/integrated-effort-restore-citarum.html

ICWRMIP Cita-Citarum. 2010.Roadmap untuk Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum, March 2010. http://upload.citarum.org/knowledge/document/Roadmap-Framework-Ind-March-2010.pdf. accessed: 20/02/2013

51 Fullazaky MA (2010) op cit, p.683, the status of water degradation is expressed in term of Water Quality Index (WQI)

Page 41: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 41

endnotes

52 Fullazaky MA (2010) op cit, p.672.

53 Fullazaky MA (2010) op cit, assessed in terms of Water Quality Aptitude (WQA) for different uses.

54 Fullazaky MA (2010) op cit, p.683. The principle pollutants affecting the water quality status int eh upstream areas of Saguling Dam are: organic matter, suspended particles, phosphorus matter, and microorganisms

55 Institute of Ecology (2004). Annual report of Saguling Dam.

56 ICWRMIP Cita-Citarum (2010). Roadmap untuk Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum, March 2010, Page 4 & 5. http://upload.citarum.org/knowledge/document/Roadmap-Framework-Ind-March-2010.pdf. accessed: 20/02/2013

57 Kementerian Lingkungan Hidup (2011a). Laporan pengkajian kriteria mutu air, lampiran PP no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Deputi bidang pembinaan sarana teknis lingkungan dan peningkatan kapasitas

58 Coordination meeting report of Citarum River, 2010. Cita-citarum. http://upload.citarum.org/knowledge/document/Laporan_Koordinasi_Citarum_14_Jan_10_2.pdf

59 IWA Publishing (2008). Indoneisa: ADB funds Citarum river cleanup (10/12/08) http://www.iwapublishing.com/template.cfm?name=news227

60 The West Java Province Environmental Control Agency (BPLHD) (2010) op cit.

61 Farida W, Winurdiastri R, Wangsaatmaj S & Boer L (2006). The Water Quality Measurement, Through PROKASIH Program as Water Environment Management Policy, In Citarum River, West Java Province, Indonesia. West Java Environmental Protection Agency. http://www.wepa-db.net/pdf/0712forum/paper30.pdf

62 Parikesit, Salim H, Triharyanto E, Gunawan B, Sunardi, Abdoellah OS & Ohtsuka R (2005). Multi-Source Water Pollution in the Upper Citarum Watershed, Indonesia, with Special Reference to its Spatiotemporal Variation. Environmental Sciences 12 3 (2005), 121 – 131, MYU Tokyo. http://122.249.91.209/myukk/free_journal/Download.php?fn=ES587_full.pdf

63 Republic of Indonesia (2001). Regulation PP 74, 2001 p. 53 Table 1, Banned Substances & p. 54 Table 2 Restricted Substances.

64 Parikesit et al (2005) op cit.

65 Terangna (1991). Water pollution. The course of the environmental impact assessment. Institute of Ecology, Padjadjaran University.

66 Chemicals that cause particular concern when released into the environment display one or more of the following properties:

persistence (they do not readily break down in the environment); bioaccumulation (they can accumulate in organisms, and even increase in concentration as they work their way up a food chain); and toxicity. Chemicals with these properties are described as PBTs (persistent, bioaccumulative and toxic substances). Organic chemicals with these properties are sometimes referred to as persistent organic pollutants (POPs), for example under the global Stockholm Convention. . Despite initial dilution in large volumes of water or air, such pollutants can persist long enough in the receiving environment to be transported over long distances, to concentrate in sediments and organisms, and some can cause significant harm even at what may appear to be very low concentrations.

67 Roosmini D et al (2009), op.cit.

68 Greenpeace Southeast Asia (2012). Walhi Jawa Barat (“Toxics Out of Control”). A snapshot of toxic chemicals at the river body and the anonymous industrial discharge points. Case study Citarum River, Published November 2012. http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/469211/Full%20report%20_Bahan%20Beracun%20Lepas%20Kendali.pdf

69 As Indonesia has no standards for heavy metals in river sediments, the results were compared to the sediment criteria proposed by USEPA Region V (Table D.5 in Greenpeace Asia Tenggara, Walhijawa Barat (2012) op.cit.

70 Bis(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), Di-isobutyl phthalate (DiBP), Dibutyl phthalate (DBP), Diethyl phthalate (DEP)

71 Classified as “toxic to the reproductive system, category 2” in the EU: Annex I of Directive 67/548/EEC

72 2,6-bis (dimethyl ethyl-4 methyl) phenol, also known as butylated hydroxyltoluene (BHT)

73 4-chloro-3methyl-phenol (p-chlorocresol)

74 Classified as toxic to aquatic life by Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals

75 BOD – Biochemical Oxygen Demand measures the amount of oxygen used by microorganisms in the oxidation of organic matter.

76 COD – Chemical Oxygen Demand – The “Chemical Oxygen Demand (COD) test is commonly used to indirectly measure the quantity of organic compounds in wastewater or surface water (e.g. lakes and Rivers), making COD a useful measure of water quality.

77 Government Decree Regulation No. 82 (2001), on Water Quality Management and Pollution Control.

78 Ministry of Environment Decree (1995), Kep-51/Menlh/10/1995, Limit standard for Effluent of Industrial Activity, 23 October 1995

79 TSS – Total Suspended Solids – measure of the suspended solids in waste water, effluent, or water bodies, determined by tests for “total suspended non-filterable solids”.

80 Ministry of Environment Decree (1995), Kep-51/MENLH/10/1995, Limit standard for Effluent for Textile Industry. Parameters are: BOD5, COD, TSS, Phenol, Chromium (total), Ammonia, Suphides, Oil and Fat, pH and Maximum waste debit 150 m3 per ton textile product

81 Indonesian Government. Act No. 32 of 2009 on the Protection and Management of the Environment. Article 65, paragraph (2).

82 Government Regulation (2001) No. 82 on Water Quality and Water Pollution Control, Article 30 (2).

83 Government Regulation (2001). op cit. Article 32.

84 Government Regulation (2001), op cit, explanation of Article 32.

85 Republic of Indonesia (2008). Public Information Disclosure Regulation No. 14, 2008, set by the President of Republic of Indonesia”. http://ccrinepal.org/files/documents/legislations/12.pdf

86 Asian Environmental Compliance and Enforcement Network (2010), Public Disclosure of Industrial Pollution in Indonesia, 26 February 2010, http://www.aecen.org/good-practices/public-disclosure-industrial-pollution-indonesia

87 PROPER; the company’s environmental rating program http://proper.menlh.go.id/proper%20baru/Eng-Index.html

Page 42: Toxic threads: Meracuni Surga

42 Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga

endnotes

88 The criteria for green and gold ratings are: Environmental Management System, energy efficiency, reduction of emissions, re-use and reduction of hazardous waste, implementation of 3 R in solid non-hazardous waste, water conservation and reduction of water contamination burden, biodiveristy protection, community empowerment implementation

89 Afsah S, Blackman A & Ratunanda D (2000). How Do Public Disclosure Pollution Control Programs Work? Evidence from Indonesia, October 2000 • Discussion Paper 00–44

90 Setiawati N (2009). Kajian Akumulasi Logam Berat dalam Sedimen Dasar Sungai Citarum Hulu

91 The Wastewater Quality Standards are set by the Governor’s Decree of West Java, No. 6 Year 1999 on Industrial Wastewater Limit Standard in West Java.

92 Indotextiles.com (2013). 29 industry garment and textile in Central Java pollute the environment. Contributed by editor, 30 January 2013.http://www.indotextiles.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=2527

93 Bisnis.com (2012). Environmental Pollution: 14 Companies Pollutant Citarum Jabar Taxable Sanctions, 18 December 2012. http://www.bisnis.com/articles/pencemaran-lingkungan-14-perusahaan-pencemar-citarum-jabar-kena-sanksi

94 Pikiran Rakyat S (2012). Pipa Ilegal Pembuangan Limbah Pabrik Mengalir ke Citarum. http://www.pikiran-rakyat.com/node/194171

95 Law No. 32 of 2009 on the Protection and Management of the Environment

96 This law affirms these important principles relating to water, hazardous and toxic materials and waste pollution control. The term “precautionary principle” based on UUPPLH (Protection and Management of the Environment) is explained as follows: “that uncertainty about the impact of a business and/or activity because of the limitations of science and technology is not a reason for postponing measures to minimise or avoid the threat of pollution and/or environmental damage.”

The polluter pays principle based on UUPPLH is described as, “any person in charge of the business and/or activities causing pollution and/or damage to the environment must bear the costs of environmental restoration.”

97 BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah / Regional EPA) province of West Java, Presentation meeting on Preparation of Industrial performance in Citarum Watershed, 4 February 2013.

98 Chemical Watch (2012). Chemicals News on Indonesia, Interest in inventories grows in East Asia. Countries look to follow China and Japan, 22 November 2012 / Asia Pacific

99 Another national initiative is a draft “Bill of Chemical Law”, which will revise the Ministry of Industry’s Decree 87/2009, and which will apply to a wide range of chemicals, including pesticides as well as industrial chemicals and sets rules for chemicals classification, safety data sheets and labelling. The bill is expected to be approved by the House of Representatives – the lower house of the People’s Consultative Assembly – in 2013. Chemical Watch (2012), Asian countries push ahead with plans for inventories. CW Briefing, November 2012 / Asia Pacific

100 Indonesia Centre for Clean Production (PPBN/ICCP). Electricity Saving of PT. International Chemical Industry with Modification Heater PVC Shrink, Changes of Curling Motor Engine, Modification of Heather Asphalt, Installation of Ballast Electric on lamps, Serpong, Indonesia – PPBN’s (ICCP’s) brochure on MeLOK (no date, received October 2012).

101 Indonesia Centre for Clean Production (PPBN/ICCP), Optimization on injection of Chemicals for anti- foam in the Desalination Plant in PT PT. Indonesia Power Business Unit – PPBN’s (ICCP’s) brochure on MeLOK (no date, received October 2012).

102 Manufacturing Indonesia (2013). http://www.pamerindo.com/events/1

103 Wahyudi ST & Mohd Dan Jantan MD (2010). Regional Patterns of Manufacturing Industries: a Study of Manufacturing Industries in Java Region, Indonesia, Philippine Journal of Development Number 68, First Semester 2010, Volume XXXVII, No. 1, p.96 http://www3.pids.gov.ph/ris/pjd/pidspjd10-1indonesia.pdf

104 Wahyudi & Mohd Dan Jantan (2010) op cit, p.96, p.99, p.113.

105 Ci Tarum, producers of natural dyes. http://en.citarum.org/node/276 accessed 29/1/2013

106 Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (2011). Citarum River Basin Status Map. http://www.citarum.org/upload/knowledge/document/Citarum_Basin_Status_Map_2011.pdf, accessed 25/2/2013

107 PUSDATIN Ministry of Industry (2012), op cit.

108 Global Business Guide Indonesia (2013). Manufacturing Indonesia’s Garment and Apparel Sector http://www.gbgindonesia.com/en/manufacturing/article/2012/indonesia_s_garment_and_apparel_sector.php

109 Global Business Guide Indonesia (2013), op cit.

110 Vickers A (2012). Clothing Production in Indonesia: A Divided Industry, Institutions and Economies. Vol. 4, No. 3, October 2012, pp. 41-60, http://ijie.um.edu.my/filebank/published_article/4116/Fulltext3.pdf

111 Business Vibes; Industry Insight (2013) Textile Industry in Indonesia, http://www.businessvibes.com/blog/industry-insight-textile-industry-indonesia

112 Business Vibes; Industry Insight (2013) op cit.

113 Global Business Guide Indonesia (2013) op cit.

114 Business Vibes; Industry Insight (2013) op cit. Exports in terms of monetary value.

115 Global Business Guide, Indonesia (2013 op cit.

116 Vickers A (2012), op cit.

117 World Trade Organisation (2012). Table 11.69, Leading exporters and importers of clothing, 2011, International Trade Statistics 2012, Merchandise Trade. http://www.wto.org/english/res_e/statis_e/its2012_e/its12_merch_trade_product_e.htm

118 World Trade Organisation (2012). Table 11.64, Leading exporters and importers of textiles, 2011, op.cit.

119 Global Business Guide Indonesia (2013), op cit.

120 Global Business Guide Indonesia (2013), op cit.

121 Greenpeace International (2012b) op cit.

122 “During February and March, 2013, the courier company, Fedex, confirmed delivery of letters Greenpeace sent to the head offices of the PT Gistex Group, as well as the head offices of fashion/textile brands. These letters requested comment, re: the testing of samples from the aforementioned PT Gistex Group, and what business relationship the aforementioned fashion/textile brands had with any part of the PT Gistex Group. Greenpeace also had email and telephone communications with some of these fashion/textile brands”.

Page 43: Toxic threads: Meracuni Surga

123 Correspondence between PT Gistex Group and Greenpeace International between March 20 and 27 2013, on file with Greenpeace International.

124 Email correspondence between Adidas Group head office and Greenpeace International between 25 February and 27 March 2013 on file with GPI

125 http://www.adidas group.com/en/sustainability/assets/factory_list/2012_Jan_Licensee_Factory_List.pdf Row 165 PT Gistex Garment Division address, accessed 28 March 2013.

http://www.adidas-group.com/en/sustainability/assets/factory_list/2012_Jan_Global_Factory_List.pdf Row 705 PT Shinko Toyobo Gistex Garment Division address, accessed 28 March 2013

126 Correspondence with complete response from Brook Brothers from 19 March 2013, on file with Greenpeace International.

127 http://about.hm.com/AboutSection/en/About/Sustainability/Commitments/Responsible-Partners/Supply-Chain/SupplierList.html, accessed 26/3/2013

128 Indonesian export data. Accessed March 2013 via panjiva.com

129 Adidas Group website. http://www.adidas-group.com/en/sustainability/Stakeholders/Engagements/Civil_society/default.aspx H&M website: http://about.hm.com/AboutSection/en/About/Sustainability/Commitments/Use-Resources-Responsibly/Chemicals/Zero-Discharge.html

130 Gap Inc website. Environment http://www.gapinc.com/content/gapinc/html/csr/environment.html

131 Marubeni website. http://www.marubeni.com/csr_env/environment/index.html 13/3/13

132 http://www.brooksbrothers.com/about-us/social-compliance/ca-transparency-act,default,pg.html

133 For example, IPE in China. www.ipe.org.cn/En/pollution/index.aspx

134 For example at least the precautionary and transparency levels of the Green Screen assessment criteria http://www.cleanproduction.org/library/GreenScreen_v1_2-2e_CriteriaDetailed_2012_10_10w_all_Lists_vf.pdf

135 http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/toxics/water/detox/

136 See for example: Limited Brands (Victoria’s Secret): http://www.limitedbrands.com/assets/Environment/Limited%20Brands%20GP%20Detox%20Solution%20Commitment.pdf Benetton: http://www.benettongroup.com/sites/all/temp/benetton_group_detox_commitment_1.pdf G Star Raw: http://www.g-star.com/media/documents/G-Star%20Detox%20Solution%20Commitment%2029%20January%202013.pdf Valentino: http://www.valentinofashiongroup.com/docs/VFG_Detox_Solution_Commitment.pdf

137 “Discharge” means all discharges, emissions and losses. In other words, all pathways of releases.

138 Typically, one generation is understood to be 20 to 25 years.

139 For example, “no data, no market” provisions.

140 Based on the eight basic intrinsic properties of hazardousness – persistence; bioaccumulation; toxicity; carcinogenic, mutagenic and reprotoxic; endocrine disruption; and equivalent concern.

141 Government Regulation No. 74, 2001 concerning Hazardous and Toxics Materials Management, currently being revised. Chapter I, Article 1 Chapter III, article 9, Chapter IV , article 21, concerning a Hazardous Materials Commission (komisi B3/tim teknis B3)

142 PRTRs have been shown to be effective in reducing the release of hazardous substances. For example, the Japanese PRTR, which was introduced in 2001 and covers 462 designated chemical substances (Class I) in 23 sectors and 34,830 facilities, shows a reduction of 24.5% in total annual releases (and waste transfers) of hazardous substances between 2001 and 2008. However, there was no significant reduction for facilities releasing smaller quantities of designated chemical substances (Class II), which are not required to disclose their releases publicly, see: Nakachi S (2010). The Pollutant Release and Transfer Register (PRTR) in Japan and Korean Toxic Releases Inventory (TRI)– an evaluation of their operation, Tokyo: Toxic Watch Network, p.13 http://toxwatch.net/en/news/sep2010-prtr-in-japan-and-korean-tri-an-evaluation-of-their-operation%e3%80%80/

Greenpeace international Toxic Threads: Mencemari Surga 43

endnotes

Page 44: Toxic threads: Meracuni Surga

Greenpeace international Ottho Heldringstraat 5 1066 AZ Amsterdam

The Netherlands

Greenpeace is an independent global campaigning organisation that acts to change attitudes and behaviour,

to protect and conserve the environment and to promote peace.

greenpeace.org