TF

27
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL STERILISASI RUANG Selasa, 22 September 2015 Kelompok II Selasa, Pukul 10.00 – 13.00 WIB Nama NPM Tugas Mega Hijriawati 26011013012 1 Teori Dasar Kurnia Megawati 26011013012 2 Membuat Media Agar Imas Laili Lestari 26011013012 3 Bersih-bersih Nadhira Mahda D 26011013012 4 Pengujian Nadya Nur K 26011013012 6 Pengujian Arni Praditasari 26011013012 7 Pembahasan Annisa Claudia 26011013012 8 Pembahasan Cindy Aprilianie 26011013013 0 Bersih-bersih Dhita Dwi P 26011013013 1 Pembahasan Muhammad Ismail 26011013013 2 Bersih-bersih Yonahar Masula 26011013013 4 Bersih-bersih Prasetyo Dwi A 26011013013 5 Bersih-bersih Popy Sarah C 26011013013 6 Membuat Media Agar Yogiyanto 26011013013 Membuat Media Agar

description

tf

Transcript of TF

Page 1: TF

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL

STERILISASI RUANGSelasa, 22 September 2015

Kelompok IISelasa, Pukul 10.00 – 13.00 WIB

Nama NPM TugasMega Hijriawati 260110130121 Teori DasarKurnia Megawati 260110130122 Membuat Media AgarImas Laili Lestari 260110130123 Bersih-bersihNadhira Mahda D 260110130124 Pengujian

Nadya Nur K 260110130126 PengujianArni Praditasari 260110130127 PembahasanAnnisa Claudia 260110130128 Pembahasan

Cindy Aprilianie 260110130130 Bersih-bersihDhita Dwi P 260110130131 Pembahasan

Muhammad Ismail 260110130132 Bersih-bersihYonahar Masula 260110130134 Bersih-bersihPrasetyo Dwi A 260110130135 Bersih-bersihPopy Sarah C 260110130136 Membuat Media Agar

Yogiyanto 260110130137 Membuat Media AgarHazrati Ummi S 260110130138 Tujuan, prinsip, alat bahan, prosedur,

datpeng& perhitungan, editorFebby Valentine 260110130139 Membuat Media Agar

Hasby Mahmassani 260110130095 Laporan Sementara

LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERILFAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN2015

Page 2: TF

I. TUJUAN

Untuk mengetahui adanya jasad renik hidup atau yang mempunyai daya hidup

di dalam suatu ruangan aseptis.

II. PRINSIP

1. Sterilisasi

 Sterilisasi merupakan proses atau kegiatan menghancuran atau memusnahkan

semua mikro-organisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan. Hal ini

biasanya dilakukan dengan pemanasan atau penyaringan, bahan kimia atau radiasi

(BPOM RI, 2013).

2. Metode Swab

Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi yang dapat digunakan

pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan yang sulit dijangkau

seperti retakan, sudut dan celah. Swab tersusun dari tangkai atau gagang (panjang

12-15 cm) dengan kepala swab terbuat dari kapas (diameter 0,5 cm dan 2 cm).

Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan cara mengusap permukaan

alat yang akan di uji. Penggunaan metode swab ini biasanya digunakan untuk

mengetahui jumlah mikroorganisme (per cm2) dan jumlah koliform (per cm2) pada

permukaan yang kontak dengan pangan (Waluyo, 2007)

3. Teknik Aseptis

Teknik aseptis adalah suatu sistem dalam cara bekerja atau praktek yang

menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan mikroorganisme untuk mencegah

kontaminasiterhadap kultur mikroorganisme yang diinginkan. Dasar digunakannya

teknik aseptik adalahadanya banyak partikel debu yang mengandung

mikroorganisme (bakteri atau spora) yang mungkin dapat masuk ke dalam cawan,

mulut erlenmeyer, atau mengendap di area kerja. Aseptik adalah keadaan bebas dari

mikroorganisme penyebab penyakit. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk

mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan

benda hidup atau benda mati (BPOM RI, 2013).

Page 3: TF

III. TEORI DASAR

Sterilisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dilakukan jika

menginginkan suatu keadaan yang bebas dari mikroba beserta sporanya. Ada

beberapa ruangan yang diharuskan memiliki keadaan yang steril. Ruangan – ruangan

tersebut antara lain yaitu ruang operasi, ruang rotgen, ruang produksi sediaan obat

steril dan ruang pengemasan sediaan farmasi yang steril. (Ansel, 2011).

Ruangan steril adalah keadaan ruangan yang bebas dari semua bentuk kehidupan

bakteri yang patogen maupun yang nonpatogen termasuk sporanya. Untuk

memperoleh ruangan steril dibutuhkan cara-cara tertentu di dalam proses

pengendaliannya (Anonim, 2012).

Ruang yang steril menjamin kontaminasi yang minimal terhadap mikroorganisme.

Pada dasarnya suatu mikroba dapat menyebabkan masalah atau gangguan. Steril

dalam mikrobiologi ialah semua proses untuk mematikan organisme yang terdapat

pada atau di dalam suatu benda. Sedangkan Sterilisasi adalah proses menghancurkan

semua bentuk kehidupan. Dipandang dari segi mikrobiologi, sterilitas artinya bebas

dari mikroorganisme hidup. Mikroorganisme dapat dihambat atau dimatikan dengan

menggunakan alat atau proses tertentu atau dengan menggunakan bahan kimia

(Ansel, 2011).

Penyebab kontaminasinya adalah (CPOB, 2013):

Udara yang masuk ke ruangan, baik

udara dari dalam maupun dari luar.

Hasil-hasil produksi yang ada di

ruangan.

Suatu produk dapat disterilkan melalui sterilisasi akhir (terminal sterilization) atau

dengan cara aseptik (aseptic processing).

1. Terminal Sterlization (sterilisasi akhir)

Menurut PDA Technical Monograph dibagi menjadi 2, yaitu:

Page 4: TF

a. Overkill Method, yaitu metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan

uap panas pada suhu 121oC selama 15 menit. Penggunaan metode ini biasanya

dipilih untuk bahan-bahan yang tahan panas seperti zat anorganik. Dasar

pemilihan metode ini adalah karena lebih efisien, cepat, dan aman (Hafiz,

2010).

b. Bioburden Sterilitation, merupakan suatu metode sterilisasi yang dilakukan

dengan monitoring terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil

mungkin di beberapa lokasi jalur produksi sebelum menjalani proses sterilisasi

lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL 10-6. Dalam

metode ini digunakan suatu zat yang dapat mengalami degradasi kandungan

bila dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah

penggunaan Dextrose yang bila dipanaskan dapat menghasilkan senyawa

Hidro Methyl Furfural (HMF) yang merupakan suatu senyawa hepatotoksik

(Hafiz, 2010).

Proses sterilisasi memerlukan suatu siklus yang dapat menghancurkan muatan

mikroorganisme, namun tanpa menimbulkan degradasi produk. Cara sterilisasi

yang dipilih tergantung pada bahan, zat aktif, pelarut, dan bahan kemas yang

digunakan (Hafiz, 2010).

2. Aseptic processing

Metode ini merupakan metode pembuatan produk steril menggunakan saringan

dengan filter khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang

diformulasi dan dimasukkan kedalam kontainer steril dalam lingkungan

terkontrol. Suplai udara, material, peralatan, dan petugas telah terkontrol

sedemikian hingga kontaminasi mikroba tetap berada pada level yang dapat

diterima (acceptable) dalam clear zone (grade A atau grade B) (Hafiz, 2010).

Aseptic processing menggunakan meja kerja yang dinamakan LAF. Laminar Air

Flow (LAF) adalah meja kerja steril untuk melakukan kegiatan inokulasi/

penanaman. Laminar Air Flow merupakan suatu alat yang digunakan dalam

pekerjaan persiapan bahan tanaman, penanaman, dan pemindahan tanaman dari sutu

Page 5: TF

botol ke botol yang lain dalam kultur in vitro. Alat ini diberi nama Laminar Air Flow

Cabinet, karena meniupkan udara steril secara kontinue melewati tempat kerja

sehingga tempat kerja bebas dari, debu dan spora-spora yang mungkin jatuh kedalam

media, waktu pelaksanaan penanaman. Aliran udara berasal dari udara ruangan yang

ditarik ke dalam alat melalui filter pertama (pre-filter), yang kemudian ditiupkan

keluar melalui filter yang sangat halus yang disebut HEPA (High efficiency

Particulate Air FilterI), dengan menggunakan blower (Pradhika, 2010).

Pada Laminar Air Flow, terdapat dua macam filter:

1. Pre-filter, yang menggunakan saringan pertama terhadap debu-debu dan benda-

benda yang kasar. Pori-porinya kira-kira 5 mm sehingga efisiensinya dapat

mencapai 95 mm untuk objek-objek yang ≥ 5 mm.

2. HEPA filter dengan pori-pori 0.3 (m dan terdapat pada bidang keluar udara

kearah permukaan tempat kerja.

(pratiwi, 2011)

Cara menggunakan laminar air flow:

1. Sterilkan laminar air flow sebelum digunakan, dengan menggunakan alkohol 70

% pada seluruh ruang laminar air flow secara menyeluruh

2. Tutup pintu laminar air flow, lalu hidupkan lampu ultraviolet dengan menekan

tombol TLV (Tombol Lampu Ultraviolet). Tunggu selama 2-3 jam sebelum

digunakan. Kemudian matikan

3. Hidupkan tombol blomer selama ½-1 jam. Upayakan jangan ada mahasiswa

dalam ruang selama penghidupan lampu UV dan blower

4. Setelah blowering selesai, hidupkan TL (Tombol Lampu) dan masukkan seluruh

alat (cawan petri, labu erlenmeyer, rak tabung reaksi, pipet tetes, labu ukur, kasa,

gelas piala, dll) beserta bahan yang akan digunakan dalam praktikum kedalam

laminar air flow

5. Atur sedemikian rupa peletakan alat dan bahan yang akan disterilkan didalam

laminar air flow, agar meminimalisir alat-bahan tersebut dari kontaminasi

Page 6: TF

6. Pastikan TLV dan blower sudah dimatikan ketika akan menggunakan laminar air

flow.

(Pratiwi, 2011)

Untuk menentukan jumlah bakteri yang terdapat didalam ruangan steril sesuai

dengan standar ruang sterilisasi, makadilakukan percobaan perhitungan kadar

mikroba. Cara yang digunakan adalah dengan diambil sampel mikroba menggunakan

media perkembang biakan mikroba (CPOB,2013).

Angka yang tercantum dalam kolom “>0,5μm” adalah jumlah total semua

partikel berukuran sama dengan dan lebih besar dari 0,5μm. Angka yang tercantum

dalam kolom “>5 μm” adalah jumlah total semua partikel yang berukuran sama

dengan dan lebih besar dari 5μm (CPOB,2013).

Media merupakan bahan nutrisi yang disiapkan untuk pertumbuhan mikroba.

Agar-agar merupakan kompleks polisakarida, dihasilkan oleh alga laut dan digunakan

untuk pemadat pada makanan. Keunggulan agar yaitu mencair pada suhu yang sama

dengan air, namun tetap dalam keadaan cair sampain suhu 400C (Ansel, 2011).

Syarat media yang akan digunakan itu harus mengandung zat hara untuk

mikroba, mempunyai tegangan osmosis, tegangan pemukaan, pH, dan lingkungan

yang sesuai, tidak toxic, harus steril (Syafa'atin, 2010).

Terdapat dua media yang sering digunakan yaitu NA dan NB. Perbedaan

Natrium Agar (NA) dan Nutrien Broth (NB) adalah NA ada pengentalnya yaitu agar,

dan media NA digunakan untuk umum tidak untuk mikroba yang spesifik, sedangkan

NB tidak ada pengentalnya dan digunakan untuk bakteri yang spesifik (Syafa'atin,

2010).

Aplikasi uji sterilitas ruangan dalam bidang farmasi sangat penting pada industry

besar pembuatan obat. Ruangan tersebut harus steril agar obat yang diproduksi tidak

terkontaminasi oleh mikroorganisme pathogen (Ansel, 2011).

Page 7: TF

Gambar 1. Pengerjaan sediaan steril di ruang Laminar Air Flow

IV. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

- Alat Swabb

- Autoklaf

- Cawan petri

- Erlenmeyer 500 ml

- Gelas ukur 100 ml

- Oven dan Inkubator

2. Bahan

- Alkohol 70%

- Aquadestillata

- Trypticase Soy Agar

3. Gambar Alat

Page 8: TF

Alat Swab Autoklaf Cawan Petri

Erlenmeyer Gelas Ukur Oven

Inkubator

V. PROSEDUR KERJA

Disterilkan alat-alat yang akan digunakan dalam autoklaf dan oven. Kemudian

disiapkan semua reagensia yang diperlukan untuk Uji Cemaran Mikroba yaitu 8 gram

TSA lalu dilarutkan dalam 200mL aquadest, lalu dididihkan sampai larut.

Disterrilkan larutan agar dalam autoklaf pada temperature 121 ◦C selama 20 menit.

Dilakukan pemantauan lingkungan dengan menempatkan cawan media untuk bakteri

dan jamur di dalam LAF dan di luar LAF untuk kelas 10.000 selama 15 menit.

Ditutup cawan meia kemudian menginkubasi pada temperature 37◦C selama 24 jam.

Kemudian hasil yang didapatkan diinterpretasi.

Page 9: TF

VI. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

Cawan Hasil

-

LAF

Page 10: TF

Ruangan

Alat Swab

Perhitungan

40 g 1 liter

X g 200 ml = 0,02 L

40 g/ 1 L = x/ 0,02 L

X = 40 g x 0,02 L

X = 8 g

Page 11: TF

VII. PEMBAHASAN

Suatu industri yang akan melakukan produksi seperti untuk operasi, produksi

sediaan obat steril dan pengemasan obat steril, harus memastikan ruang kerja steril

dari mikroorganisme. Proses menghilangkan microorganism, baik patogen maupun

non patogen, yang terdapat dalam suatu ruangan tertentu sehingga ruangan tersebut

dapat dinyatakan steril disebut sebagai proses sterilisasi. Semua bagian ruangan baik

dinding maupun lantai disemprotkan fenol/lisol (disinfektan) dan ditunggu selama

beberapa menit. Hal ini bertujuan agar disinfektan menguap, dan jumlah

mikroorganisme yang terdapat dalam ruangan tersebut mati dan berkurag hingga

batas koloni bakteri yang sesuai dengan batas aturan.

Selain ruangan, LAF atau Laminar Air Flow juga harus dilakukan proses

sterilisasi. Sterilisasi diawali dengan menyalakan lampu UV selama 2 jam lalu

dilanjutkan dengan menyalakn blower serta lampu neon. Semua permukaan LAF

kemudian disemprotkan alokohol 70%. Alkohol yang digunakan harus dengan kadar

70% karena mikroorganisme lebih banyak yang mati pada kadar 70% daripada kadar

lain yang bahkan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya molekul air yang

mengakibatkan alkohol bisa bekerja, dimana cara kerjanya adalah alkohol

mengkoagulasi protein (merubah bentuk secara sementara). Oleh karena itu,

dibutuhkan air untuk reaksi koagulasi. Akibatnya, campuran alkohol 70% dapat

menembus lebih dalam ke banyak materi untuk didisinfeksi daripada alkohol murni.

Hasil dari proses ini adalah LAF yang bebas lemak dan kontaminan.

Selain di ruangan dan LAF, mikroorganisme juga mampu hidup di alat-alat

yang akan digunakan sehingga alat-alat yang akan digunakan selama produksi juga

perlu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi yang biasa digunakan untuk alat-alat ini adalah

sterilisasi dengan pemanasan kering, dimana mekanisme pembunuhan

mikroorganisme dengan metode sterilisasi ini didasarkan pada proses dehidrasi

kemudian dilanjutkan proses oksidasi.

Page 12: TF

Untuk beaker glass dilakukan sterilisasi di oven pada suhu 170o selama 30

menit. Sterilisasi dengan oven dilakukan untuk alat-alat laboratorium dari gelas yang

tahan panas seperti cawan petri, labu ukur, beaker glass dan masih banyak lagi.

Menurut Priyambodo (2007), panas kering tidak hanya merusak mikroorganisme

tetapi juga merusak pirogen. Temperatur yang lebih tinggi memungkinkan waktu

sterilisasi lebih pendek daripada waktu yang ditentukan. Sebaliknya, suhu yang lebih

rendah memerlukan waktu yang lebih panjang. Hal yang perlu diperhatikan adalah

bahwa di antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang cukup, untuk

menjamin agar pergerakan udara tidak terhambat.

Alat-alat yang akan disterilisasi pertama-tama dicuci dan dikeringkan. Untuk

alat yang mempunyai mulut seperti labu ukur pipet tetes, tabung reaksi, erlenmeyer,

gelas ukur dan labu ukur ditutup dengan kapas dan dilanjutkan dengan

pembungkusan alat dengan kertas sedangkan untuk batang pengaduk dibungkus

seperti biasa. Tujuan dari pembungkusan yaitu agar alat-alat tidak terkontaminasi

dengan bakteri luar dan alat tidak pecah karena pada umumnya alat terbuat dari karca.

Menurut Rahma (2015), udara didalam oven akan menjadi panas dan terjadi aliran

konversi panas merata di seluruh bagian oven. Ketika udara panas mengenai alat atau

bahan yang akan disterilisasi maka sel mikroba akan dehidrasi diikuti proses oksidasi

atau pembakaran sehingga terjadi kematian bakteri.

Untuk kaca arloji, spatel logam dan batang pengaduk disterilisasi dengan

menggunakan api langsung selama 20 menit. Pembakaran dengan cara ini dlakukan

pada Pada alat-alat terbuat dari bahan yang tahan panas api langsung dan memiliki

permukaan yang rata. Biasnya terbuat dari logam atau gelas, misalnya spatel, batang

pengaduk, dan alat alat kedokteran lainnya. Pembakaran langsung akan akan

membasmi seluruh mikroorganisme termasuk spora. Menurut Rahma (2015), panas

yang cukup tinggi dari api langsung merupakan panas oksidasi yang akan mematikan

bakteri dan spora yang ada.

Page 13: TF

Untuk cawan petri, erlenmeyer 250 mL dan 500 mL, disterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit. Menurut Aini (2015), mekanisme

penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan

koagulasi beberapa protein esensial pada organisme tersebut. Adanya uap air yang

panas dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif

rendah. Kematian oleh pemanasan kering timbul karena sel mikroba mengalami

dehidrasi diikuti oleh pembakaraan pelan-pelan atau proses oksidasi. Karena tidak

mungkin mendapatkan uap air dengan temperature di atas 100◦C pada kondisi

atmosfer, maka tekanan digunakan untuk mencapai temperatur yang lebih tinggi.

Menurut Stefanus (2006), autoklaf ditujukan untuk membunuh endospora,

yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri dan tahan terhadap pemanasan,

kekeringan serta antibiotik. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100oC, yang

merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121oC, endospora

dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dibunuh hanya

dalam waktu 6-30 detik pada suhu 60oC.

Tahap yang harus dilakukan selanjutnya adalah pengujian ruangan dalam

cawan petri yang berisi nutrient agar (TSC) dengan menggunakan metode papar dan

metode apus. Untuk mengerjakan prosedur ini, dicukupkan 2 praktikan yang bekerja

supaya pencemaran yang terjadi dapat diminimalisir. Praktikan yang akan menguji

ruangan diharuskan menggunakan masker dan headcap untuk mencegah

bertambahnya pencemaran mikroba dari rambut, mulut serta hidung yang tersebar

melalui nafas praktikan. Selain itu, tangan serta bagian-bagian lain yang akan

digunakan untuk bekerja harus disemprotkan alkohol 70% terlebih dahulu agar steril.

TSC agar dibuat dengan melarutkan dalam aquadest di atas penangas air. Hal

ini dilakukan untuk meningkatkan kelarutan TSC dalam air sehingga akan lebih cepat

larut. Suhu yang meningkat akan meningkatkan kecepatan serta energi kinetik

partikel agar untuk saling bertumbukan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam

Page 14: TF

cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukkan

larutannya bersifat endoterm. Selama proses pembuatan agar dilakukan dekat dengan

spiritus agar tetap aseptis. Teknik aseptis yakni adalah proses tanpa kontaminasi

untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan.

Setelah itu, TSC agar disterilisasi kembali dalam autoklaf. TSC agar

kemudian dituangkan ke cawan petri dan diputar-putar hingga homogen, setelah itu

didiamkan sekitar 10 menit agar lebih dingin. Cawan petri diputar perlahan-lahan

agar tidak terkonsentrasi di satu titik sehingga menjadi homogen. Penuangan TSC

tidak dilakukan secara kuantitatif sehingga terdapat perbedaan volume TSC pada

keempat cawam petri. Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan

mikroorganisme karena perbedaan jumlah nutrisi yang ada pada cawan petri. Setelah

didiamkan selama 10 menit cawan petri dibalikkan terlebih dahulu untuk melihat

apakah media yang digunakan telah siap atau belum, ditakutkan adanya media yang

belum mendingin dan terjatuh saat dibalikkan, kemudian cawan petri diberi label.

Cawan petri yang telah berisi media yang telah dingin dibagi menjadi 4

kelompok yakni cawan petri untuk LAF dan ruangan background menggunakan

metode papar, cawan petri untuk LAF menggunakan metode swabb dan cawan petri

sebagai media negatif (-). Cawan petri yang diletakkan di dalam LAF dan ruangan

background dari LAF dilakukan dengan menggunakan metode papar. Menurut Riani

(2010), mikroorganisme udara di dalam suatu ruangan dapat diuji secara kuantitatif

menggunakan agar cawan yang dibiarkan terbuka selama beberapa waktu tertentu di

dalam ruangan tersebut atau dikenal dengan metode cawan terbuka. Kedua cawan

petri ini dibiakan terbuka selama 15 menit. Setelah itu cawan petri kembali ditutup.

Cawan dengan metode papar ini dilakukan dengan tujuan menangkap bakteri yang

aktif berada di udara yang menempel pada partikel-partikel di sekitar LAF maupun

ruangan.

Page 15: TF

Cawan ketiga diletakkan di LAF dengan menggunakan metode swab. Metode

swab adalah metode pengujian sanitasi menggunakan alat swab. Swab tersusun dari

tangkai atau gagang (panjang 12-15 cm) dengan kepala swab terbuat dari kapas

(diameter 0,5 cm dan 2 cm). Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan

cara mengusap permukaan alat yang akan di uji sebanyak 5 kali. Penggunaan metode

swab ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme (per cm2)

pada permukaan (Lukman&Soejoedono, 2009). Metode swab ini dilakukan untuk

mengetahui banyaknya koloni dalam keadaan pasif yang berada di LAF. Swab

dilakukan sebanyak dua kali dari arah berbeda. Sedangkan cawan petri keempat yang

digunakan sebagai media negatif tanpa adanya aktivitas apapun.

Setelah itu, cawan petri diinkubasikan pada temperature 37oC selama 24 jam.

Menurut Waluyo (2009) inkubasi dilakukan karena jumlah mikrobia maksimal yang

dapat dihitung akan tumbuh optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi.

Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat

dilihat langsung oleh mata. Inkubasi memberikan keadaan optimal seperti suhu untuk

pertumbuhan bakteri.

Hasil dari percobaan ini setelah cawan petri dikeluarkan dari incubator dapat

dilihat pada gambar data pengamatan. Menurut Lisyastuti (2010), kelompok mikroba

yang paling banyak di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi)

dan juga mikroalga. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk

vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). Pada cawan

petri negatif terdapat kontaminan yakni berupa jamur dan bakteri sebanyak 4 koloni.

Hal ini menyatakan bahwa percobaan yang dilakukan sudah terkena kontaminan

sejak awal penuangan media, sehingga perhitungan koloni yang ada untuk ketiga

cawan petri lainnya tidak bisa dikatakan valid.

Cawan pertama yakni cawan LAF dengan metode papar menghasilkan 6

koloni dengan jenis bakteri yang berbeda dilihat dari warna koloninya dan jamur

Page 16: TF

yang berasal dari media seperti yang terdapat pada cawan petri negatif. Terdapat dua

warna dari koloni pada cawan tersebut yakni putih susu dan kuning. Pada cawan

ruangan dengan metode papar menghasilkan 13 koloni dengan 3 warna koloni yang

berbeda, tetaoi pada cawan ini tidak terdapat jamur seperti pada cawan negatif dan

LAF. Cawan yang terakhir yakni cawan Swab menghasilkan 6 koloni dengan dua

warna koloni.

Menurut Pedoman CPOB (2013), LAF untuk produk steril termasuk pada

zona Kelas A batas cemaran mikroba yang diperbolehkan berdasarkan metode cawan

papar adalah <1 CFU/m3 menurut nilai rata-ratanya. Seharusnya percobaan ini

dilakukan lebih dari satu cawan agar bisa menentukan rata-rata dari koloni yang ada.

Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa LAF masih blm steril untuk dijadikan tempat

untuk produksi karena banyaknya koloni yang tumbuh. Sedangkan untuk ruangan

background kelas A yakni kelas B batas cemaran mikroba yang diperbolehkan

berdasarkan metode cawan papar menurut CPOB (2013) adalah 5 CFU/m3.

Sedangkan koloni yang ada pada percobaan adalah 13 koloni, hal ini jelas tidak

masuk dalam kategori kelas B. Dapat dinyatakan bahwa ruangan pada laboratorium

masih masuk ke dalam golongan kelas C. Pada cawan Swab yang menghasilkan 6

koloni juga diluar batasan cemaran mikroba yang diperbolehkan oleh CPOB yakni <1

CFU/plate (BPOM, 2013). Hal ini membuktikan bahwa laboratorium yang digunakan

untuk memproduksi produk steril masih jauh dibawah ketentuan pedoman CPOB

sehingga produk yang akan dibuat kedepannya tidak dapat dipastikan merupakan

produk yang steril.

VIII. KESIMPULAN

Terdapat jasad renik hidup atau yang mempunyai daya hidup di dalam suatu

ruangan aseptis yang dapat diminimalisir dengan sterilisasi. Dimana sterilisasi

merupakan proses menghancuran atau memusnahkan semua mikro-organisme

termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan. Hal ini biasanya dilakukan

dengan pemanasan atau penyaringan, bahan kimia atau radiasi

Page 17: TF

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Penuntun Mikrobiologi Farmasi Terapan. Makassar: Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

Ansel. 2011. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta: UI-PRESS.

Badan POM RI.2013.Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan

Obat Yang Baik Aneks 1 Pembuatan Produk Steril.Tersedia online di

www.pom.go.id/files/pedoman_cpob.pdf (diakses pada 26 September 2015)

CPOB.2013. Aneks 1 Pembuatan Produk Steril. Jakarta: BPOM RI

Hafiz. 2010. Sterilisasi. Tersedia online di

http://www.scribd.com/doc/24620541/sterilisasi (diakses pada tanggal 26

september 2015)

Lisyastuti, E. 2010. Jumlah Koloni Mikroorganisme Udara dalam Ruang dan

Hubungannya Dengan Kejadian Sick Bilding Syndrome (SBS) Pada Pekerja

Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) di Kawasan Puspitek

Serpong Tahun 2010. Tesis. FKM UI.

Lukman & Soejoedono. 2009. Uji Sanitasi Dengan Metode RODAC. Penuntun

Praktikum Hygiene Pangan Asal Ternak. Bogor: Bagian Kesehatan

Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB

Pradhika. 2010. Bab III Sterilisasi, tersedia online di

http://ekmon-saurus.com/2010/11/bab-3-sterilisasi.html (diakses pada tanggal

26 september 2015)

Pratiwi, S. T. 2011. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka

Utama

Page 18: TF

Rahma, Mushtafa. 2015. Sterilisasi. Tersedia online di:

http://dokumen.tips/documents/bab-i-sterilisasi-55cd8b15e0b3e.html (diakses

pada 25 September 2015).

Riani, et al. 2010. Uji Patogenitas dan Vierulensi Aeromonas hydrophila Stanier pada

Ikan Nila (Oreochromis Niloticus Lin,) Melalui Postulat Koch. Tersedia

online di

http://www.sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyI

d/2552/hal_245-255_wibowomangunwardoyo_hendi.pdf (diakses pada 26

September 2015)

Stefanus, L. 2006. Formulasi Steril. Indonesia: ANDI

Syafa'atin, DRA. 2010. Panduan Laboratorium Mikrobiologi. Bandung:UPI.

Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.