TF dan ISPA

49
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thyposa yang secara klinis ditandai dengan demam yang lebih dari 7 hari, disertai gangguan kesadaran dan gangguan saluran cerna. 1.2 Penyebab Demam Tifoid Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Salmonella Thyposa yaitu kuman gramnegative, motil, tidak menghasilkan spora. Hidup baik pada suhu tubuh manusia dan matipada suhu tinggi dan antiseptik. Salmonella Thyposa mempunyai 3 macam antigen yaitu : - Antigen O = antigen somatik - Antigen H = antigen flagella - Antigen Vi = Kapsul Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman inimati pada suhu 56 o C dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu. 1

description

TF dan ISPA

Transcript of TF dan ISPA

Page 1: TF dan ISPA

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Tifoid

1.1 Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh

Salmonella thyposa yang secara klinis ditandai dengan demam yang lebih dari 7

hari, disertai gangguan kesadaran dan gangguan saluran cerna.

1.2 Penyebab Demam Tifoid

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Salmonella Thyposa yaitu kuman

gramnegative, motil, tidak menghasilkan spora. Hidup baik pada suhu tubuh

manusia dan matipada suhu tinggi dan antiseptik.

Salmonella Thyposa mempunyai 3 macam antigen yaitu :

- Antigen O = antigen somatik

- Antigen H = antigen flagella

- Antigen Vi = Kapsul

Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman

inimati pada suhu 56 o C dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan

hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam

empedu.

1.3 Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit endemik, terutama ditemukan pada

negara berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan

lingkungan yang tidak memenuhi syarat, insiden tidak berbeda antara anak laki-

laki dan anak perempuan.

1

Page 2: TF dan ISPA

1.4 Patologi Demam Tifoid

Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus

emudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai ke organ-

organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak

dalam hati dan limpa sehingga organ – organ tersebut akan membesar disertai

nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia)

dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,

menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque payer. Tukak tersebut dapat

mengakibatkan perdarahan dan perforesi usus. Gejala demam disebabkan oleh

endotoksin yang disekresi oleh basil S.typhi sedangkan gejala pada saluran

pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

1.5 Patogenesis Demam Tifoid

Penularan Salmonella thyposa adalah melalui feco-oral, dibutuhkan

sejumlah 105-109kuman untuk menyebabkan infeksi.Dimana faktor yang

mempengaruhi infeksi adalah :

a. PH, jika PH lambung asam dapat mencegah infeksi

b. Waktu pengosongan lambung

Setelah kuman berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan

limfoid usus halus (terutama plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesenterika.

Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh

limfe masuk ke darah (Bakteremia I) menuju organ retikulo endothelial sistem

terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES

dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi

5-9 hari kuman masuk kembali ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia

II) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu

yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke

rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.

2

Page 3: TF dan ISPA

Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang

susunan kimianya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula

diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala demam

tifoid.Kelainan utama terjadi di ilium terminal dan plak peyeri yang hiperplasi

(minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III) serta bila sembuh tanpa

adanya jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu

panjang usus dimana ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.

Masa tunas rata-rata 10-14 hari, gejala biasanya lebih ringan daripada

dewasa. Selama masa inkubasi ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak

enak badan , esu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kadang-kadang

penderita mengeluh batuk kering. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa

ditemukan, yaitu :

1.Demam

Terjadi karena kuman menyerang sistem retikulo endothelial dan septikemia,

bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,

suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap sore dan malam hari. Dalam

minggu kedua penderita terus berada dalam keadaan demam, anak

besar/dewasa febris continua. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan saluran cerna

Bibir kering, pecah-pecah, nafas berbau tidak sedap, lidah ditutupi selaput

putih kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.

Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).

Hati dan limpa membesar serta disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapati

konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan diare, diare karena

enterotoksinnya.

3

Page 4: TF dan ISPA

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu

apati sampai somnolen.Dapat pula ditemukan gejala-gejala berupa roseola pada

punggung dan anggota gerak. Kadang-kadang ditemukan bradikardia pada

anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.

Manifestasi klinis demam enteric tergantung umur

a. Anak usia sekolah dan remaja

Mulainya gejala tersembunyi. Gejala awal demam, malaise, anoreksia, mialgia,

nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari. Walaupun diare

berkonsistensi sop kacang mungkin ada selama awal perkembangan penyakit,

konstipasi kemudian menjadi gejala yang lebih mencolok. Mual dan muntah

adalah jarang dan memberi kesan komplikasi, terutama jika terjadi pada

minggu kedua dan ketiga. Batuk dan epistaksis mungkin ada. Kelesuan berat

dapat terjadi pada beberapa anak. Demam yang terjadi secara bertingkat

menjadi tidak turun-turun dan tinggi dalam 1 minggu, sering mencapau 40 o C

(1040 F). Selama minggu kedua penyakit, demam tinggi betahan, dan

kelelahan, anoreksia, batuk dan gejala-gejala perut bertambah parah. Penderita

tampak sangat sakit, bingung dan lesu. Mengigau dan pingsan (stupor)

mungkin ada. Tanda –tanda fisik adalah bradikardi relatif, yang tidak seimbang

dengan tingginya demam. Hepatomegali, splenomegali, dan perut kembung

dengan nyeri difus amat lazim. Pada sekitar 50% popular (yaitu bintik merah)

tampak pada sekitar hari ke 7 sampai hari ke 10. Lesi biasanya, berciri khas,

eritematosa, dan diameter 1-5 mm, lesi agak timbul, dan pada penekanan pucat.

Mereka tampak pada kelompok 10 -15 lesi pada dada bagian bawah dan

abdomen dan berakhir 2 atau 3 hari. Pada penyembuhanmeninggalkan

perubahan warna kulit kecoklatan. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme

Salmonella. Ronki rales tersebar dapat terdngar pada auskultasi dada. Jika tidak

4

Page 5: TF dan ISPA

terjadi komplikasi, gejala-gejala dan tanda-tanda fisik sedikit demi sedikit

sembuh dalam 2-4 minggu, tetapi malaise dan kelesuan dapat selama 1-2 bulan

lagi. Penderita mmungkin menjadi kurus pada akhir penyakit. Demam enterik

yang disebabkan oleh Salmonella nontifoid biasanya lebih ringan, dengan lama

demam lebih pendek dan angka komplikasi lebih rendah.

b. Bayi dan anak muda (<5tahun)

Demam enterik relatif jarang pada kelompok umur ini. Walaupun sepsis klinis

dapat terjadi, penyakit pada saat datang sangat ringan, membuatnya sukar

didiagnosis dan mungkin tidak terdiagnosis. Demam ringan dan malaise salah

intepretasi sebagai sindrom virus, ditemukan pada bayi dengan demam tifoid

terbukti secara biakan. Diare lebih lazim pada anak muda dengan demam tifoid

daripada orang dewasa, membawa pada diagnosa gastroenteritis akut. Yang

lain dapat dating dengan tanda-tanda dan gejala –gejala infeksi saluran

pernapasan bawah.

c. Neonatus

Di samping kemampuannya menyebabkan aborsi dan persalinan premature,

demam enteric selama kehamilan dapat ditularkan secara vertical. Penyakit

neonatus biasanya mulai dalam 3 hari persalinan. Muntah, diare, dan kembung

sering da. Suhu bervariasi tetapi dapat setinggi 40,5 o C (105 0F). dapat terjadi

kejang-kejang. Hepatomegali, iketrus, anoreksia, dan kehilangan berat badan

mungkin nyata.

1.6 Diagnosa Kerja Demam Tifoid

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis ‘observasi

demam tifoid’. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan

laboratorium sebagai berikut : Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong

diagnosis

5

Page 6: TF dan ISPA

a. Pemeriksaan darah tepi

- Anemia, pada umunya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe,

atau perdarahan usus.

- Leukopeni, namun jarang kurang dari 3000/uL.

- Limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.

- Trombositopeni terutama pada demam tifoid berat.

b. Pemeriksaan urine

Proteinuria ringan dapat terjadi karena pengaruh demam.

c. Pemeriksaan tinja

Kelainan pada tinja umumnya tidak menyolok. Adanya lendir dan darah

pada tinja merupakan peringatan agar waspada akan bahaya perdarahan usus atau

perforasi.

d. Pemeriksaan sum-sum tulang

Tidak rutin dilakukan. Terdapat gambaran sum-sum tulang berupa

hiperaktifitas RES dengan adanya sel macrofag, sedangkan sistem eritropoesis,

granulopoesis dan trombopoesis berkurang. Pemeriksaan laboratorium untuk

membuat diagnosis:

a. Isolasi bakteri

Pada minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.Typhi

dari dalam darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan

yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil.

Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sum-sum tulang mempunyai

sensitivitas yang tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan

tetapi prosedur ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai dalam praktek

sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen

6

Page 7: TF dan ISPA

empedu yang diambil ari duodenum dan memberikan hasil yang cukup

baik.

b. Pemeriksaan Widal

Reaksi serologis Ag dan Ab terutama Antigen O. Baik pada

minggu II/III, titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan

kenaikan yang progressive digunakan untuk membuat diagnosis.

anoreksia, dan kehilangan berat badan mungkin nyata.

1.7 Diagnosa Banding

Selama stadium awal demam enterik, diagnosis klinis dapat terkelirukan

dengan gastroenteritis, sindrom virus, bronchitis, atau bronkopneumonia.

Selanjutnya diagnosis banding meliputi sepsis denganbakteri patogenlain, infeksi

yang disebakan mikroorganisme intraseluler, seperti tuberkulosis, bruselosis,

tularemia, leptospirosis dan penyakit Ricketsia; infeksi virus, seperti

mononukleosis infeksiosa dan hepatitis anikterik; dan keganasan seperti leukemia

dan limfoma.

1.8 Penatalaksanaan

Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi demam tifoid dan

diberikan pengobatan sebagai berikut :

Perawatan

Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta

pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, dan tirah baring.

Diet

Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,

kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan

penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar

sesuai dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, 7

Page 8: TF dan ISPA

protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang

rendah/bebas selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita

gangguan kesadaran maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.

Obat-obatan

Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum

tulang dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek samping :

Obat lain :

Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis

Ampicillin (200 mg/kg/24 jam)

Amoxicillin 100 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari

Seftriakson 80 mg/kg BB/hari, ivatau im, sekali sehari selama 5 hari.

Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.

Tabel 1.1 Terapi antibiotik

1.9 Pencegahan

Usaha pencegahan dapat dibagi atas :

Usaha terhadap lingkungan

8

Page 9: TF dan ISPA

Pengadaan sarana air bersih dan pengaturan pembuangan sampah

serta peningkatan kesadaran individu terhadap hygiene lingkungan dan

pribadi.

Usaha terhadap Manusia

Memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi,

bakteri Salmonella typhi mati apabila dipanasi dalam suhu 57 oC dalam

beberapa menit.

1.10 Komplikasi Demam Tifoid

Dapat terjadi pada :

Usus halus, berupa perdarahan usus.

Perdarahan sedikit periksa dengan

Benzidin Test

Perforasi banyak pada minggu ke III udara

dalam rongga peritoneum.

Peritonitis.

Di luar usus berupa meningitis, kolestitis,

enselopati.

1.11 Prognosa

Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi

segera, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotipe Salmonella

penyebab, dan munculnya komplikasi Buruk pada :

Hiperpireksia atau debris kontinua

Kesadaran sangat menurun

Terdapat komplikasi yang berat, berupa perdarahan usus,perforasi atau

meningitis, endokarditis, dan pneumonia.

Gizi yang buruk

9

Page 10: TF dan ISPA

B. ISPA

Definisi ISPA

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas, yang

benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA

meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.

Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung

sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang

telinga tengah dan selaput paru.

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun

demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan

antibiotik dapat mengakibat kematian.

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA

dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia

dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak

berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan

napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari

sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak

dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang

ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,

semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik.

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan

yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran

pernapasannya.

Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan

bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar

pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang

disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada

10

Page 11: TF dan ISPA

bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering

terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi

dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada

anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban

immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing,

serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.

Tanda-tanda bahaya

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh

dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam

kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,

meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang

ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan

tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan

tanda-tanda laboratoris.

Tanda-tanda klinis

• Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi

dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau

hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

• Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi

dan cardiac arrest.

• Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

bingung, papil bendung, kejang dan coma.

• Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris

• hypoxemia,

• hypercapnia dan

• acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

11

Page 12: TF dan ISPA

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun

adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,

sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:

kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah

volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing,

demam dan dingin.

PENATALAKSANAAN KASUS ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang

benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya

kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk

yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan

antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat

batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula

petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan

penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi

langkah atau tindakan sebagai berikut :

Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan

mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan

anak.

Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila

menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak

tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka

baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat

gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka

sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia

dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

Klasifikasi ISPA

12

Page 13: TF dan ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai

berikut:

Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada

kedalam (chest indrawing).

Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit

ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan

untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2

bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding

pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan

umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan

kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding

dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat

diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).

Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2

-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun

adalah 40 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding

dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

Pengobatan

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigendan sebagainya.

13

Page 14: TF dan ISPA

Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita

tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik

pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan

di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat

penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila

pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)

disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai

radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik

(penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan

perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat

pada lampiran.

Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya

yang menderita ISPA.

o Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan

dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6

jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,

dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

o Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan

tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau

madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

o Pemberian makanan

14

Page 15: TF dan ISPA

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-

ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian

ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

o Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)

lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,

kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

o Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu

tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan

hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari

komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang

sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama

perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk

membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang

mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang

diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk

penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak

dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Immunisasi.

Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.

Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

Immunisasi.

Pelaksana pemberantasan

15

Page 16: TF dan ISPA

Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.

Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di

wilayah kerjanya.

Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum

penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif

masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-

kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan

kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah sakit.

16

Page 17: TF dan ISPA

BAB IIILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. D

Umur : 9 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : -

Pendidikan : Sekolah Dasar

Status Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Karang Ploso

Suku : jawa

Tanggal Periksa/RM : 24 Januari 2012 / 12.64.75

II. IDENTITAS AYAH

Nama Ayah : Tn. F

Umur Ayah : 40 thn

Pekerjaan Ayah : Swasta

III.IDENTITAS IBU

Nama Ibu : Ny. Y

Umur Ibu : 32 tahun

Pekerjaan Ibu : Swasta

A. ANAMNESA

1. Keluhan Utama : Panas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSI Malang pada tanggal 29 Februari 2012 jam

08.25 dengan keluhan panas sejak 4 hari yang lalu (26 Februari 2012). Panas

17

Page 18: TF dan ISPA

turun naik terutama malam hari dan saat aktivitas. Sebelum di bawa ke RSI,

pasien sempat berobat ke dokter, diberi obat penurun panas tetapi panas turun

hanya setelah minum obat (5-6 jam), setelah itu panas lagi. Panas disertai

batuk, pilek, nafsu makan (+) meskipun porsinya lebih sedikit dari biasanya.

Pasien juga mengeluh perutnya sakit dan pasien juga muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Sakit Serupa : Pasien pernah mengalami penyakit yang

sama.

Riwayat Mondok : Pernah MRS karena penyakit yang sama.

Riwayat Sakit Gula : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Sakit Kejang : Disangkal

Riwayat Alergi Obat : Disangkal

Riwayat Alergi : Pasien mengatakan alergi terhadap debu.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Sakit Gula : Disangkal

Riwayat Jantung : Disangkal

Riwayat Penyakit Tumor : Disangkal

Riwayat Alergi : (+) pada ibu

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat Merokok : Disangkal

Riwayat Minum Alkohol : Disangkal

Riwayat Olahraga : (+) pasien adalah atlet renang

(KONI) dan berlatih setiap pagi

sebelum sekolah.

Riwayat Pengisisan Waktu Luang : Pasien mengikuti

ekstrakurikuler, les dan mengaji.

18

Page 19: TF dan ISPA

6. Riwayat Kehamilan Ibu

An.D merupakan anak ketiga. Ibu pasien mengatakan saat hamil, tidak

ada permasalahan pada kandungannya .

7. Riwayat Kelahiran

Persalinan normal di RS. Kelahiran lewat bulan (Postterm) . Berat anak

waktu lahir 5 kg dan panjang 53 cm.

8. Riwayat Imunisasi

BCG : sudah usia 2 bln

Hepatitits B : sudah sebanyak tiga kali d ( 0 bln, 2 bln dan 6 bln)

Polio : sudah sebanyak lima kali (0 bln, 2 bln, 4bln, 6bln, 18 bln)

Campak : sudah 9 bulan

DPT : sudah sebanyak empat kali (2bln, 4bln, 6bln, 18 bln.)

9. Riwayat pertumbuhan dan Perkembangan :

An. D mengalami tumbuh kembang yang pesat, pada umur 36 hari

An.D sudah mulai tengkurap, sudah mulai duduk pada usia 6 bulan, berjalan

merambat (Berpegangan pada dinding) pada usia 7 bulan dan berjalan pada

umur 8 bulan. An. D juga pada usia 11 bulan sudah mulai berbicara dan

menirukan suara- suara. An.D merupakan anak berkebutuhan khusus, pernah

diterapi saat umur 1,5 tahun. Pada umur 3 tahun sudah bisa membaca tetapi

masih belum bisa menulis.

10. Riwayat Gizi:

Pasien makan sehari-hari biasanya 3 kali sehari dengan nasi yang

cukup dengan sayur dan lauk pauk berupa tahu, tempe dan kadang-kadang

dengan telur, ayam atau daging. Pasien suka makan sayur, terutama wortel.

11. Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien seorang Pelajar Sekolah Dasar kelas 3 dan merupakan anak

berkebutuhan khusus. Pasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Ayah

dan ibu pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Biaya Rumah Sakit

ditanggung sendiri. Ekonomi keluarga Tn. F menengah ke atas.

19

Page 20: TF dan ISPA

Hubungan pasien dengan orangtuanya dan kakaknya baik. Pasien

tinggal di bersama kakak dan orangtuanya. Hubungan pasien dengan orangtua

dan kakaknya baik.

a. Anamnesa Sistem

1. Kulit : Gatal (-), kering (-)

2. Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), rambut todak rontok, luka

kepala (-), benjolan (-).

3. Mata : Pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan

kabur (-), ketajaman penglihatan normal, hiperemis

(+/+), isokor (+/+).

4. Hidung : Tersumbat (-) , mimisan (-)

5. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar

cairan (-)

6. Mulut : Sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-),

mukosa lidah putih (+), Kotor (+)

7. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-)

8. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk lama (+)

9. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

10. Gastrointestinal : Mual (-), muntah (+), diare (-), nafsu makan menurun

(-), nyeri perut (+).

11. Genitourinaria : BAK ± 2 kali/ hari, kencing malam hari (-), kuning

jernih.

12. Neurologik : Kejang (-), lumpuh (-), kesemutan pada kaki (-)

13. Psikiatri : Emosi stabil (+), mudah marah (-)

14. Muskuloskeletal : Kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

15. Ekstremitas atas : Bengkak (-), sakit (-), luka (-), akral hangat.

16. Ekstremitas bawah: Bengkak (-), sakit (-), luka (-), akral hangat.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum: Tampak kesakitan, Composmentis , GCS 456

2. Vital Sign :

20

Page 21: TF dan ISPA

- BB : 25 Kg

- TD : -

- Nadi : 98 x/ menit

- RR : -

- Suhu : 380C

3. Kulit : Kulit sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat

(-), kulit gatal dan mengelupas (-), kulit kering (-)

4. Kepala : Simetris, normocephal, rambut tidak rontok, rambut tidak

mudah dicabut, luka pada kepala (-), benjolan/borok (-).

5. Mata : Hiperemis(+/+), sklera ikterik (-/-),

radang/konjungtivitis/uveitis (-/-), isokor (+/+), katarak (-/-)

6. Hidung : Nafas cuping hidung (-), simetris, saddle nose (-), sekret (+),

perforasi (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-)

7. Telinga : Daun telinga simetris, membran tympani (intak), nyeri tekan

mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping

telinga dalam batas normal.

8. Mulut : Simetris, mulut kering (-), sianosis (-), bibir pucat (-), bibir

kering (-), lidah kotor (+), mukosa lidah putih (+), papil lidah

atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-), gusi berdarah

(-).

9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher : JVP tidak meningkat, trakea di tengah, pembesaran, kelenjar

tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).

11. Thorax : Simetris, bentuk normochest, retraksi interkostal (-), retraksi

subkostal (-), spider nevi (-), venectasi (-), pembesaran

kelenjar limfe (-)

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi :

21

Page 22: TF dan ISPA

batas kiri atas : ICS II 1 cm lateral Linea Para Sternalis

Sinistra

batas kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dekstra

batas kiri bawah : ICS V 1 cm lateral Linea Medio Clavicularis

Sinistra

batas kanan bawah : ICS IV Linea Para Sternalis Dekstra (batas

jantung kesan tidak melebar).

Auskultasi : Bunyi Jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler

+ +

+

+ +

suara tambahan

- -

-

- -

12. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

22

Page 23: TF dan ISPA

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tak teraba

13. Ektremitas : palmar eritema (-/-)

Akral hangat

Oedem

Ulkus

14. Sistem genetalia: dalam batas normal

15. Pemeriksaan Neurologik

Kesadaran : GCS 456

Fungsi Luhur : Dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal

Fungsi Sensorik : Dalam batas normal fungsi sensorik

23

+ +

+ +

- -

- -

- -

- -

N N

N N

Page 24: TF dan ISPA

fungsi motorik : Dalam batas normal

Kekuatan Tonus Reflek RP

16. Pemeriksaan Psikiatrik

Penampilan : sesuai umur, perawatan diri terkesan baik

Kesadaran : kualitatif tidak berubah ; kuantitatif compos mentis

Afek : appropriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : Bentuk : realistik

Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

Arus : koheren

Insight : baik

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah lengkap

Hb : 13,8 g/dL

Leukosit : 3.500/mm3

LED : -

Trombosit : 213.000 /mm3

PCV : 40,3 %

Eritrosit : 4,76 juta/mm3

HT :

- Eosinophil : 2 %

- Basophil : 2 %

- Stab neutrofil : -

- Segmen : 29

- Lymposit : 55 %

24

2 2

2 2

Page 25: TF dan ISPA

- Monosit : 12 %

Widal : Typhus O : (+) 1/320

Typhus H : (-)

Paratyph A : (-)

Paratyph B : (-)

D. RESUME

Pasien datang ke ruang IGD RSI Malang dengan keluhan panas sejak 4

hari yang lalu (26 Februari 2012). Panas turun naik, terutama saat malam hari

dan saat aktivitas. Saat sakit pasien berobat ke dokter keluarga, demikian juga

saat sakit sekarang, namun panasnya tetap. Panas disertai batuk, pilek, pasien

juga mengeluh perutnya sakit, pasien juga sempat muntah 1 kali saat di RS.

Pasien alergi terhadap debu. Selama di RS demam pasien menurun, nafsu

makan baik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan K/U tampak sakit,

composmentis. Hasil pemeriksaan darah lengkap : Widal (+), Typhus O (+)

1/320, peningkatan Basofil (2), penurunan Segmen (29), peningkatan Lymfosit

(55), Peningkatan monosit (12).

E. DIAGNOSA

Typhoid Fever dan ISPA.

F PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa

a. BKTKTP rendah serat

b. Bed rest

c. KIE memperbanyak minum air putih 2-3 L/hari.

25

Page 26: TF dan ISPA

2. Medikamentosa

26

dr. Nanda Citra AyuSIP : 207.121.0019

Praktek/Rumah : Hari Praktek : Jl. Tirto Taruno Gg. XV Senin-Jum’atMalang 17.00-20.00 WIB085236676869

Malang, 29 februari 2012

R/ Ringer Asering inf ml 500 fl No.IIICumAbocath G 20 No.IS i.m.m

Ӄ

R/ Terfacef inj mg 625 fl No.IS i.m.m

Ӄ

R/ Romilar tab mgS. 3 dd tab 1 pc

ӃR/ Dumin syr fl No.I

S 3 dd cth II pcӃ

Pro : An. D Umur : 9 tahunAlamat : Karang Ploso, Malang BB : 25 kg

Page 27: TF dan ISPA

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Ringer Asering(Ringer Asetat/RA)

Indikasi:

o Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis)

o gastroenteritis akut

o demam berdarah dengue (DHF)

o luka bakar

o syok hemoragik

o dehidrasi berat

o trauma

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

o Na 130 mEq

o K 4 mEq

o Cl 109 mEq

o Ca 3 mEq

o Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

o Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang

mengalami gangguan hati

o Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih

baik dibanding RL pada neonatus

o Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada

anestesi dengan isofluran

o Mempunyai efek vasodilator

27

Page 28: TF dan ISPA

o Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada

1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga

memperkecil risiko memperburuk edema serebral

3.2 Terfacef Injeksi

Kandungan

Ceftriaxone / Seftriakson.  

Indikasi

Septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-zat yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut), meningitis (radang selaput otak), infeksi

perut (saluran pencernaan, kandung empedu, peritonitis/radang selaput

perut), tulang, sendi, dan jaringan lunak, pencegahan infeksi pada

pembedahan, infeksi saluran kemih dan ginjal, infeksi pernapasan, infeksi

gonokokal.

Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap Sefalosporin.

Perhatian

Hipersensitif terhadap Penisilin.

Riwayat syok anafilaktik, diare.

Terapi jangka panjang dapat menyebabkan superinfeksi mikroorganisme

yang tidak sensitif terhadap Seftriakson.

Hamil dan menyusui, bayi prematur yang baru lahir.

Ceftriaxone tidak dianjurkan untuk digunakan secara bersamaan dengan

obat lain yang mengandung calcium, meskipun dengan rute pemberian

yang berbeda. Produk obat yang mengandung calcium tidak boleh

diberikan dalam jangka waktu 48 jam setelah pemberian terakhir

ceftriaxone.

Interaksi obat :

Aminoglikosida.  

28

Page 29: TF dan ISPA

Efek Samping

Reaksi pada darah, kelainan saluran pencernaan, reaksi kulit.

Indeks Keamanan Untuk Wanita Hamil

B: Baik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin

maupun penelitian terkendali pada wanita hamil atau hewan coba tidak

memperlihatkan efek merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana tidak

ada penelitian terkendali yang mengkonfirmasi risiko pada wanita hamil

semester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trisemester selanjutnya).

Kemasan

Vial 1 gram x 1.  

Dosis

Dewasa dan anak berusia lebih dari 12 tahun (atau berat badan lebih dari

50 kg) :1-2 gram sekali sehari. Infeksi berat : dapat ditingkatkan sampai 4

gram sekali sehari.

Anak berusia 15 hari - 12 tahun : 20-80 mg/kg berat badan sekali sehari.

Bayi baru lahir berusia kurang dari 2 minggu : 20-50 mg/kg berat badan

sekali sehari.

3.3 Romilar

Kandungan

Per tablet Dextromethorphan HBr 15 mg. Per 5 mL. Sirup eksp Dextromethorphan HBr 15 mg, ammon CI 90 mg, pantothenol 50 mg.

Indikasi

Tablet Mengatasi batuk kering. Sirup Mengatasi batuk berdahak.

Kontra Indikasi

Efek Samping

-

Perhatian

Anak<2 thn. Drag:DM, batuk berdahak,Hamil,laktasi

29

Page 30: TF dan ISPA

Dosis

Drag Dws & anak >12 thn 1 drag 3 x/hr. Sir eksp Dws & anak >12 thn 10 mL, 6-12 thn 5 mL, <6 thn 2.5 mL. Dosis diberikan 3-4 x/hr.

Interaksi

Alkohol

Kemasan

Tablet 15mg x 24 x 6

3.4 Dumin syrup

Komposisi:

Dumin sirup : Setiap 5 ml sirup mengandung 120 mg Parasetamol

Indikasi:

Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala,sakit gigi,dan menurunkan

demam.

Kontra Indikasi:

Penderita dengan gangguan funsi hati yang berat.

Penderita hipersensitif terhadap obat ini.

Uraian:

Parasetamol merupakan obat yang memiliki khasiat meredakan

sakit/nyeri dan menurunkan suhu demam. Parasetamol dimetabolisir oleh hati

dan dikeluarkan melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir

lambung atau menimbulkan perdarahan pada saluran cerna. Diduga

mekanisme kerjanya adalah menghambat pembentukan prostaglandin.

Cara Kerja Obat:

Analgesik - antipiretik

Sebagai analgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang

rasa sakit.

30

Page 31: TF dan ISPA

Sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat pengatur

panas di hipotalamus.

Dosis:

0 - 1 tahun: 1/2 sendok takar (2.5 ml) 3 - 4 kali sehari.

1 - 2 tahun: 1 sendok takar (5 ml) 3 - 4 kali sehari.

2 - 6 tahun: 1 - 2 sendok takar (5 - 10 ml) 3 - 4 kali sehari.

6 - 9 tahun: 2 - 3 sendok takar (10 - 15 ml) 3 - 4 kali sehari.

9 - 12 tahun: 3 - 4 sendok takar (15 - 20 ml) 3 - 4 kali sehari.

Atau seseuai petunjuk dokter. Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau

tidak

Efek Samping:

Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan

kerusakan hati.

Reaksi hipersensitivitas.

Perhatian:

Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita penyakit ginjal.

Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri

tidak menghilang, segera hubungi Unit Pelayanan Kesehatan.

Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol,

dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati.

Penyimpanan:

Simpan pada suhu 15°C - 30º C,terhindar dari cahaya.

Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

31

Page 32: TF dan ISPA

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.1.1 Demam Tifoid (Typhoid Fever)

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh

Salmonella thyposa yang secara klinis ditandai dengan demam yang lebih dari 7

hari, disertai gangguan kesadaran dan gangguan saluran cerna. Dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis ‘observasi demam tifoid’. Untuk

memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai

berikut : pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan urine, pemeriksaan tinja,

pemeriksaan sum-sum tulang, pemeriksaan Widal. Pada minggu II/III, titer yang

bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progressive

digunakan untuk membuat diagnosis.

Selama stadium awal demam enterik, diagnosis klinis dapat terkelirukan

dengan gastroenteritis, sindrom virus, bronchitis, atau bronkopneumonia.

Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi demam tifoid dan diberikan

pengobatan sebagai berikut : penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,

observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, dan

tirah baring. Diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur kasar dan

akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Makanan disesuaikan

baik kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta

32

Page 33: TF dan ISPA

diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari makanan yang

iritatif.

Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum

tulang dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efe. Usaha pencegahan dapat dibagi

atas usaha terhadap lingkungan dan usaha terhadap Manusia

Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi

segera, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya.

4.1.2 ISPA

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.

Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung

sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang

telinga tengah dan selaput paru.

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan

antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat

batuk yang kurang bermanfaat. Beberapa hal yang perlu dikerjakan untuk

mengatasi ISPA antara lain mengatasi panas (demam), mengatasi batuk,

pemberian makanan, pemberian minuman. Pencegahan dapat dilakukan dengan :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik, immunisasi, menjaga kebersihan prorangan

dan lingkungan, mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

4.2 Saran

Perlu lebih mendalami farmakologi obat agar pemberian penatalaksanaan

pada pasien bisa diberikan semaksimal mungkin, sehingga tidak merugikan

pasien.

33

Page 34: TF dan ISPA

DAFTAR PUSTAKA

Brusch JL. Typhoid Fever. www.emedicine.com last update July 24th 2006 ( diakses tanggal 16 Desember 2010).

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan

Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-

UNAIR 1980.

Rendie, J, et.al . Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Binarupa

Aksara. Jakarta. 1994.

Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-

UNAIR. 1980.

34