Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

22
Terrorisme dalam Pandangan Hukum Internasional Institute of Social and Political Sciences (IISIP Jakarta) Department of International Relations-Faculty of Social and Political Sciences Class of International Law 2009 Group V Members: Ari Wijanarko Adipratomo,A.A. 2004230075 / 2008231002 Nurul Aini 2008230048 Dyah Novitasari 2008230057 Erfandi 2008230049

Transcript of Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Page 1: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorisme dalam Pandangan Hukum Internasional

Institute of Social and Political Sciences (IISIP Jakarta)

Department of International Relations-Faculty of Social and Political Sciences

Class of International Law

2009

Group V

Members:

Ari Wijanarko Adipratomo,A.A. 2004230075 / 2008231002

Nurul Aini 2008230048

Dyah Novitasari 2008230057

Erfandi 2008230049

Page 2: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

I. Pendahuluan

Terorisme adalah fenomena yang sangat kompleks dan menyelesaikannya merupakan

tugas yang amat menantang. Tidak diragukan lagi bahwa aktifitas teroris telah dikutuk oleh

komunitas internasional. Berbagai upaya untuk menangani kasus terorisme telah dilakukan oleh

berbagai negara dengan mempergunakan berbagai pendekatan. Namun tetap saja, beberapa isu

kunci masih menjadi perdebatan yang tidak dapat diselesaikan. Solusi dari permasalahan

terorisme menjadi semakin kompleks dengan munculnya bentuk-bentuk terorisme baru yang

mempergunakan kekerasan. Tantangan terberat bagi komunitas internasional saat ini adalah

menerjemahkan semua bentuk pernyataan pengutukan tindakan brutal teroris tersebut kedalam

aturan-aturan baku yang mampu diimplementasikan secara legal, politis, dan militeristik yang

mampu secara efektif dan tepat sasaran dalam menyelesaikan persoalan kompleks ini. Diskusi

lebih dalam untuk menemukan sebuah formulasi tepat tidak hanya menjadi kewajiban PBB dan

negara anggotanya, namun juga seluruh komponen masyarakat dan bahkan Organisasi Non

Pemerintah (NGO).

II. Terorisme

Hingga saat ini belum terdapat sama sekali sebuah pengertian yang universal yang

diadopsi oleh publik dalam mendefinisikan terorisme. Namun terdapat beberapa pendapat yang

cukup baik dalam mendeskripsikan terorisme. Berikut merupakan pendapat beberapa pengertian

mengenai terorisme.

1. Terrorism : The use of violence such as bombing, shooting, or KIDNAPPING against

ordinary people to obtain political demands (Longman Dictionary)

Terorisme adalah penggunaan kekerasan semisal membom, menembak, atau menculik

dengan target orang biasa untuk mendapatkan tujuan yang politis1

2. “Terrorism is an anxiety-inspiring method of repeated violent action, employed by (semi-)

clandestine individual, group, or state actors, for idiosyncratic, criminal or political

reasons, whereby—in contrast to assassination—the direct targets of attacks are not the

main targets. The immediate human victims of violence are generally chosen randomly

(targets of opportunity) or selectively (representative or symbolic targets) from a target

1 Longman Advance English Dictionary – “Terrorism”

2

Page 3: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

population, and serve as message generators. Threat—and violence—based

communication processes between terrorist (organization), (imperiled) victims, and main

targets are used to manipulate the main target (audience(s)), turning it into a target of

terror, a target of demands, or a target of attention, depending on whether intimidation,

coercion, or propaganda is primarily sought” 2

Dari kedua pengertian diatas, dapat ditarik beberapa persamaan, yakni terdapatnya

beberapa elemen yang sama dalam mendeskripsikan terorisme. Unsur yang pertama adalah

adanya tujuan politik, kedua ialah tindakan yang dilakukan terencana dan menggunakan tindakan

kekerasan, ketiga adalah adanya elemen serangan acak terhadap sasaran sipil (sebagai

representative) atau symbol-simbol penting sebagai media menyampaikan pesan. Jika dicermati

dari beberapa unsur dari dua definisi diatas, maka hal yang paling disoroti adalah penggunaan

kekerasan dari terorisme. Sehingga bila definisi diatas diaplikasikan kepada sebuah kasus yang

tidak menggunakan kekerasan, maka tindakan tersebut tidak bisa digolongkan sebagai aksi

terorisme. Marilah kita mengambil sebuah contoh imajinatif dimana seorang hacker melakukan

serangan terhadap pusat komputer yang mengatur persinyalan kereta api bawah tanah di sebuah

negara maju yang menyebabkan kecelakaan dan menewaskan banyak orang. Bila mengikuti dua

definisi diatas, maka tindakan hacker tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan

terorisme. Perlu ditemukan sebuah definisi baru yang mampu mengakomodasi kejahatan-

kejahatan terorisme baru dimana tindakan tersebut membuat jatuhnya korban sipil dengan

metoda menggunakan media informasi dan teknologi tanpa perlu menggunakan tindakan

kekerasan.

Disini ijinkan kami mengusulkan sebuah definisi tentang terorisme.

“Terorisme adalah sebuah bentuk kejahatan yang mempergunakan kekerasan, teknologi, intimidasi dan serangan

psikologis untuk menciptakan keresahan dan dampak psikologis yang negative, untuk mengancam dan juga untuk

mencapai tujuan-tujuan politisnya yang umumnya menimbulkan dampak negative terhadap hak atas hidup (right to

live), Kebebasan (Liberty) dan Keamanan seseorang (Security of a person) dan memiliki implikasi yang luas bagi

keamanan, ekonomi dan perdamaian global.”

2 Schmid, 1988. (http://www.undcp.org/terrorism_definitions.htm)

3

Page 4: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

Menurut buku International Relations: The changing contour of Power oleh Donald M Snow

dan Euguene Brown, ada enam karakteristik terorisme yang mudah dikenali3:

1. Terrorism involves committing criminal acts to achieved political ends. Terorisme

melibatkan aksi kriminal untuk mencapai tujuan atau tuntutan yang bersifat politis

2. Terrorist acts are random in nature. Aksi terorisme tidak dapat ditebak dan acak

3. Terrorist organizations aim to influence government actions, not to gain control of

governments. Organisasi teroris bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah,

bukan mengambil alih pemerintahan.

4. Terrorism is a tactic of the weak. Terorisme adalah taktik yang dipergunakan oleh

kelompok yang tertekan, yang biasanya kelompok minoritas yang tidak mampu atau

menemui jalan buntu untuk mencapai tujuannya melalui aksi politik normal.

5. Terrorists are sponsored and financed by governments and private interest. Organisasi

teroris disponsori dan didanai oleh pemerintah dan atau kelompok kepentingan suatu

negara.

6. Terdapat perbedaan pendapat yang mencolok atas penyebab terorisme.

Aksi menekan tindakan terorisme dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni

Counterterrorism (kontra terorisme ) dan anti terror. Counterterrorism adalah usaha aktif untuk

mencegah aksi terror dengan cara menyerang kamp-kamp basis teroris, atau menangkap dan

membunuhi pemimpinnya, sedangkan anti terror adalah upaya menjaga objek vital agar lebih

resistan terhadap peluang terjadinya serangan , semisal dengan menempatkan pemindai metal

dan pemindai bahan-bahan peledak di bandara.

Bila kita merunut kebelakang, aksi terorisme sesuai dengan definisi yang telah disebutkan

diatas sebenarnya telah terjadi semenjak ratusan tahun lalu, bahkan bisa dibilang semenjak

manusia mengenal perang. Namun, Terrorisme sebagaimana yang kita kenal saat ini digolongkan

sebagai terorisme modern. Aksi Terorisme modern internasional yang pertama tercatat terjadi

pada tanggal 22 Juli 1968, ketika tiga orang dari kelompok Popular Front for the Liberation of

Palestine (PFLP) membajak sebuah penerbangan komersil Israel El Al yang sedang terbang dari

Roma, Italia ke Tel Aviv, Israel. Aksi ini menjadi sorotan dunia internasional karena secara jelas

3 Snow, Donald and Brown , Eugene . International Relations: The Changing Contour of Power. Longman. New York. 2002. Page 162-164

4

Page 5: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

menggambarkan sebuah kegiatan yang mempunyai tujuan-tujuan politis dan menggunakan

kekerasan dalam mewujudkan tujuan tersebut.

Selang 53 tahun kemudian, tepatnya tanggal 11 September 2001, dunia internasional

kembali dikejutkan dengan sebuah aksi terorisme yang fenomenal. Tiga pesawat penerbangan

komersil Amerika Serikat dibajak, dua diantaranya ditabrakan ke menara kembar Twin Towers

World Trade Center (WTC) dan gedung Pentagon. Dikenal dengan sebutan Tragedy 911,

kejadian ini menjadi titik tolak persepsi dunia internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat

untuk memerangi terorisme.

III. Hukum Internasional dan Terrrorisme

Kita semua sangat mafhum betapa tindak terorisme telah meyebabkan kerugian baik

material maupun psikologis bagi banyak pihak. Berangkat dari fakta inilah kemudian banyak

pihak memiliki common ground atau common problems untuk timbulnya common interest yakni

mengatasi terorisme dan permasalahan yang ditimbulkannya. Keinginan mengatasi dampak

terorisme ini tertuang dalam berbagai peraturan dan perjanjian internasional. Perjanjian paling

awal yang dapat ditelusuri untuk mengatasi permasalahan terorisme modern adalah Convention

for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, atau lebih dikenal dengan Hague Convention

tahun 1970 hingga yang terbaru yakni Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) Nomor 1368 tanggal 12 September 2001 yang berkaitan dengan tragedi 911. Terlepas

dari faktor kepatuhan negara-negara dan juga pelaksanaan hukum internasional ini, Hukum

Internasional sangat penting peranannya mengingat pentingnya permasalahan terorisme ini.

Sebagaimana kita ketahui, dalam kerangka Hukum Internasional, sebuah produk hukum

internasional (perjanjian internasional) hanya berlaku apabila negara itu tunduk pada perjanjain

tersebut atau sering dikenal dengan istilah consent to be bound. Sangatlah sulit untuk melihat

ketundukan suatu negara terhadap perjanjian internasional mengingat setiap negara memiliki

sovereignty yang setara dan setiap negara harus saling menghormati kedaulatan tersebut.

Berikut merupakan beberapa perjanjian internasional yang berkaitan dengan tindak terrorisme :

5

Page 6: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

1. Convention on Offences and Certain Other Acts Committed On Board Aircraft

(“Tokyo Convention,” 1963). (September 14, 1963)

Konvensi ini mengatur apabila terjadi sebuah aksi pembajakan sebuah maskapai asing di

negara lain, maka pesawat tersebut menjadi subjek hukum negara dimana pesawat itu

dibajak. Dan menjadi urusan juridiksi hukum bandara negara tersebut. Mengatur pula

tentang hak dan kewajiban kapten pesawat, negara dimana pesawat yang dibajak terdaftar

dan negara tempat pembajakan terjadi serta permasalahan ekstradisi.

2. Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (“Hague Convention,”

1970 / Air Law 1970)4

Banyak negara merasa perlu untuk menekan tindak terorisme yang mempengaruhi atau

mentargetkan industri penerbangan. Terlebih dirasa perlu untuk menetapkan standar hukuman

untuk para pelanggar. Setiap negara yang meratifikasi perjanjian ini diwajibkan untuk membuat

suatu peraturan untuk menaungi permasalahan ini dimana setiap negara yang meratifikasi

perjanjian ini wajib mmembuat paying hukum yang akan mengatur sangsi dan aturan yang

berhubungan dengan aksi kekerasan terhadap penumpang atau awak pesawat.

3. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation

(“Montreal Convention,” 1971)5

Mengatur sistematika ekstradisi pembajak (terroris).

4 "Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft." Encyclopædia Britannica. 2009. Encyclopædia Britannica Online. 22 Nov. 2009 <http://www.britannica.com/EBchecked/topic/251657/Convention-for-the-Suppression-of-Unlawful-Seizure-of-Aircraft>.

5 "Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation." Encyclopædia Britannica. 2009. Encyclopædia Britannica Online. 22 Nov. 2009 <http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1421710/Convention-for-the-Suppression-of-Unlawful-Acts-Against-the-Safety-of-Civil-Aviation>.

6

Page 7: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

4. Convention on the Prevention and Punishment of Crimes Against Internationally Protected

Persons (1973)6

Konvensi ini berangkat dari pemikiran bahwa ancaman terhadap agen-agen diplomatik dapat

menciptakan sebuah ancaman serius bagi terciptanya hubungan baik antar negara, ,maka agen-

agen diplomatik harus dilindungi dari tindak kejahatan pihak-manapun terhadap agen-agen

diplomatik.

5. International Convention Against the Taking of Hostages (“Hostages Convention,” 1979)7

Konvensi ini mengatur bahwa negara yang meratifikasi dan menandatangani perjanjian ini untuk

mengatur yuridiksi dan hukum yang menbahwa semua perbuatan menawan orang lain atau

mengancam untuk membunuh, melukai atau menahan orang lain tanpa alasan jelas dan atau

diluar kemauan orang itu akan dikenakan sanksi hukuman. Dan negara berhak melakukan setiap

tindakan yang memungkinkan baik secara eksplisit atau implisit untuk menciptakan kondisi bagi

pembebasan sandera.

6. Convention on the Physical Protection of Nuclear Material (“Nuclear Materials

Convention,” 1980)8

Konvensi tentang Perlindungan Fisik Bahan Nuklir ditandatangani di Wina dan di New York

pada tanggal 3 Maret 1980. Konvensi adalah satu-satunya usaha yang mengikat secara hukum

internasional di bidang perlindungan fisik bahan nuklir.Konvensi ini menetapkan langkah-

langkah yang berhubungan dengan pencegahan, deteksi dan hukuman terhadap pelanggaran yang

berkaitan dengan bahan nuklir.

Sebuah Konferensi Diplomatik pada bulan Juli 2005 telah bersidang untuk mengubah Konvensi

dan memperkuat ketentuan-ketentuannya. Konvensi yang telah diubah membuat konvensi ini

6 http://www.sassu.org.uk/html/profiles/Bilateralregional/Jointstatments/BIREGter/BIREGter8.pdf

7 http://treaties.un.org/doc/db/Terrorism/english-18-5.pdf

8 http://www.iaea.org/Publications/Documents/Conventions/cppnm.html

7

Page 8: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

mengikat secara hukum untuk Negara-Negara yang memiliki fasilitas nuklir untuk tujuan damai

agar dapat melindungi fasilitas nuklir dan bahan-bahan dalam negeri yang secara damai

digunakan, juga mengatur penyimpanan serta transportasi. Konvensi Ini juga menyediakan

jaringan untuk memperluas kerjasama antara Negara-negara untuk dapat mengambil langkah-

langkah cepat untuk mencari dan memulihkan bahan nuklir yang dicuri atau diselundupkan,

mengurangi konsekuensi radiologis apabila terjadi sabotase, dan mencegah dan memberantas

kejahatan terkait.

7. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts of Violence at Airports Serving International

Civil Aviation, supplementary to the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against

the Safety of Civil Aviation, (1988)9

Membahas masalah tindakan kriminal yang mengancam keselamatan awak pesawat dan

penumpang pesawat sipil yang dilakukan di Bandara. Protokol ini merupakan suplemen dari

konvensi Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Civil Aviation.

8. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime

Navigation (1988)10

Keprihatinan tentang tindakan melanggar hukum yang mengancam keselamatan kapal dan

keamanan penumpang dan awak mereka tumbuh selama tahun 1980-an. Banyak negara

termotivasi untuk bernegosiasi dan kemudian mengadopsi perjanjian ini. Kekhawatiran ini

beranjak dari makin banyaknya laporan dari kru kapal yang diculik, kapal yang dibajak, sengaja

dikandaskan, atau diledakkan oleh bahan peledak. Menurut ketentuan-ketentuan Konvensi, setiap

orang yang melakukan pelanggaran dan dengan sengaja melakukan, upaya untuk melakukan,

mengancam untuk melakukan;, atau telah melakukan penyitaan; atau menjalankan kontrol atas

kapal dengan kekerasan; atau ancaman kekerasan ;atau segala bentuk intimidasi; atau melakukan

salah satu tindakan membahayakan atau cenderung membahayakan bagi keamanan navigasi

kapal itu;atau sebuah tindak kekerasan terhadap seseorang di kapal; menghancurkan atau

merusak kapal atau kapal kargo; menempatkan atau menyebabkan untuk ditempatkan di sebuah

kapal substansi sebuah perangkat atau mungkin untuk menghancurkan kapal atau menyebabkan

9 http://www.imo.org/Conventions/mainframe.asp?topic_id=259&doc_id=68610 http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/maritime.pdf

8

Page 9: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

kerusakan pada kapal atau muatannya; menghancurkan atau serius merusak fasililitas navigasi

maritim ;atau serius mengganggu operasi mereka;atau mengkomunikasikan informasi yang dia

tahu tidak benar. Semua hal tersebut juga merupakan pelanggaran terhadap konvensi. Konvensi

berlaku jika kapal navigasi atau dijadwalkan untuk menavigasi di dalam, melalui, atau dari

perairan di luar batas luar laut teritorial dari sebuah Negara, atau pada lateral batas-batas laut

teritorial dengan berdekatan dengan negara asal. Dalam semua kasus-kasus lain, Konvensi juga

berlaku bila pelaku atau tersangka pelaku ditemukan di wilayah suatu negara lain di perairan

dimana terjadi pelanggaran.

9. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Fixed Platforms

Located on the Continental Shelf (1988)11

Protokol ini membahas masalah pembajakan kilang minyak laut lepas pantai dan pengaturan

juridiksi dan pihak yang menangani bila terjadi tindak terorisme pada kilang minyak dan gas

yang terletak di laut internasional

10. Convention on the Marking of Plastic Explosives for the Purpose of Detection (1991)12

Mengatur peredaran bahan peledak plastic, dan pengawasan tentang pemilikan dan transfer

bahan peledak plastic.

11. International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing (1997 UN General

Assembly Resolution)13

Menetapkan kewajiban negara dalam untuk mendefinisikan tindak terorisme internasional merupakan

sebuah pelanggaran hukum, menuntut orang yang dicurigai melakukan pelanggaran seperti itu,

11 http://www.imo.org/Conventions/mainframe.asp?topic_id=259&doc_id=686

12 http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/pexplo.pdf

13 http://www.un.org/law/cod/terroris.htm

9

Page 10: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

mengekstradisi orang tersebut atas permintaan, dan menyediakan bantuan hukum timbal balik atas

permintaan.

12. International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism (1999) Cyber-

terorisme14

Mengatur pengawasan terhadap dan Internasional dan pencegahan terhadap upaya

upaya mendanai tindak terorisme.

Bila kita kaji kembali kedua belas konvensi dan protocol yang diadopsi oleh PBB tersebut,

pada prinsipnya semuanya mengatur tanggung jawab Negara yang meratifikasinya untuk

menjawab persoalan terorisme. Secara teoritis, setiap negara yang telah menandatangani

perjanjian , resolusi atau protocol internasional untuk menangani terorisme memiliki sebuah

kewajiban mematuhi aturan dari protocol atau peranjian dan resolusi internasional tersebut

sebagaimana yang tecantum dalam pasal 25 dari piagam PBB “The members of the United

Nations agree to accept and carry out the decisions of the Security Council in accordance with

the Present Charter”. Salah satu resolusi DK PBB adalah resolusi nomor 1368 tanggal 12

September 2001 juga berisikan :

“Calls those state to work together urgently to bring justice the perpetrators, organizers and

sponsors of these terrorist attacks and streesses that those responsible for aiding, supporting or

harbouring the perpetrators, organizers and sponsors of these acts will be held accountable”15

Bila kita amati secara mendalam, terlebih pada kata call “those state to work together

urgently to bring justice…will be held accountable” maka dapat kita simpulkan bahwa secara

umum setiap negara memiliki juridiksi universal berkaitan dengan tindak terorisme dan wajib

memerangi terorisme dengan segala cara atau by any means. Tetapi beberapa negara semisal

China yang juga anggota tetap Dewan Keamanan PBB secara terang-terangan menolak

kerjasama dengan negara-negara semisal Libya, Iran dan Jerman dalam upaya penanganan

terorisme.

14 http://www.un.org/law/cod/finterr.htm 15 http://www.imo.org

10

Page 11: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

Namun pengertian Univesal Jurisdiction tidak secara otomatis berarti sebuah negara

dapat dengan mudahnya melaksanakan aksi serangan bersenjata ke negara lain dengan

melanggar kedaulatan mereka dan dengan dalih menyerang teroris. Hal ini yang disoroti oleh

banyak ahli Hukum Internasional, terlebih pasca 911. Satu hari setelah serangan 911 di New

York dan Pentagon, keluarlah resolusi UN Security Council atau Dewan Keamanan PBB no

1368 tanggal 12 September 2001 yang kembali mereafirmasi prinsip self defence dari Piagam

PBB pasal 51. Apa yang disoroti tajam oleh ahli Hukum Internasional ialah karena Amerika

kemudian menggunakan dua keputusan PBB tadi sebagai alat untuk melegitimasi serangan

mereka ke Afghanistan. Namun sebenarnya bila kita menggaris bawahi konsep self defence

sebagaimana yang tercantum dalam pasal 51 piagam PBB, “Nothing in the present Charter shall

impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs

against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures

necessary to maintain international peace and security……”16 . Tidak ada kata dalam piagam

tersebut yang melegitimasi serangan ke negara lain dengan mudahnya dengan dalih

mempertahankam diri. Arti dari armed attack sebagaimana yang dimaksud dalam piagam PBB

sangatlah terbatas, yang hanya bermakna serangan bersenjata dengan alusista militer. Namun,

dalam serangan 911, yang terjadi mereka tidak mempergunakan alusista militer. PBB

menyarankan dijaga secara penuhny keamanan dan perdamaian internasional. Salah satu

kewajiban dari setiap anggota PBB sebagaimana yang tecantum dalam pasal 2 paragraf 4 dari

piagam PBB adalah menghindari semaksimal mungkin penggunaan kekuatan militer atau

tekanan-tekanan lainnya dalam pencapaian tujuan mereka, terlebih kepada negara berdaulat.

“All members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against

the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner

inconsistent with the purposes of the United Nations.” 17

Jika dikaji lebih jauh lagi, tidak ada satu perumusan definisi tentang terorisme dalam standar

hukum internasional yang diadopsi oleh PBB, baik dalam perjanjian INternasional maupun

resolusi-resolusi yang dikeluarkan DK atau Majelis Umum. Maka dari itu, instrument hukum

yang memuat persoalan terorisme secara langsung menyebut situasi dan kejadian atau insiden

yang spesifik.

16 www.un.org 17 http://www.imo.org

11

Page 12: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

Sinngkatnya, kejahatan terorisme dapay dikatakan mengancam atau berakibat negative terhadap

hak atas hidup (right to live), Kebebasan (Liberty) dan Keamanan seseorang (Security of a

person) dan memiliki implikasi yang luas bagi keamanan dan perdamaian global.

Dalam kerangka Hukum Internasional tersebut, ada beberapa prinsip dasar yang mesti dipatuhi

oleh Negara dalam menjalankan kewajiban internasionalnya dan mencegah dan menjawab

problem-problem yang berkaitan dengan kejahatan internasional terorisme, setidaknya ada empat

unsur utama. Pertama, pada suatu kejadian yang melanggar hukum pidana (Offenses against

penal law) harus terdapat bukti dan alasan pembenar yang kuat (Reasonable Grounds) baik

dalam melakukan pencegahan (reasonable preventive measures) maupun mengatasi kejahatan

dengan mengacu pada kebutuhan-kebutuhan yang memang diperlukan (necessity principles).

Kedua, sebagaimana yang telah kami sampaikan diatas, semua tindakan Negara tidak

diperkenankan berdasar pertimbangan diskriminasi dan tidak berpijak pada fakta yang cukup

kuat (firm). Ketiga, adanya perlakuan yang benar dan adil (fair treatment) berdasarkan standar

internasional yang berlaku di setiap level atau disetiap tahapan atau proses hukum yang

dilakukan untuk tindak kejahatan terorisme.

IV. KESIMPULAN

Terorisme telah menjadi isu global yang memiliki dampak yag sangat besarkepada hampir

sleuruh negara di dunia. Perlu ditemukan oenyembuh untuk menyelesaikan masalah ini. Harus

ditemukan sebuah solusi yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak yang terlibat atau

terkena dampak dari terorisme. Penyelesaian permaslaahan terorisme tetap harus mengutamkan

penyelesaian secara damai, sesuai dengan pasal 33 yang mengatakan

“The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, concilliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice”18

Lalu apakah keuntungan dari pelaksanaan negosiasi secara damai tersebut?

Pertama, dengan penyelesaian masalah dengan cara cara damai, maka akan tercipta jalur komunikasi antara pihak-pihak terkait

18 ibid

12

Page 13: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

Kedua, 2. The principal supportive states may influence the refugee group to refrain from violence while the process is under way.

Ketiga, kelompok pengungsi yang memiliki potensi menjadi militant untuk mencapai tujuan politik mereka, kemungkinan akan segan dan akan mempraktekkan pengendalian diri sendiri.

Keempat, negara-negara “pemberantas” teroris dengan menunjukan itikad mereka untuk bernegosiasi, akan mampu membangun kredibilitas mereka di dunia internasional.

Selain saran diatas, juga diperlukan sebuah konsistensi sikap atas permasalahan terorisme dalam hukum internasional, sehingga dapat dihindarkan metode standar ganda guna menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Ada tiga jenis remedi untuk permasalahan terorisme yang sering diusulkan oleh para ahli hukum, yaitu:

1. Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa teroris harus diperlakukan seperti layaknya pelaku kriminal dan hukuman yang ketat harus dijalankan sesuai dengan ketentuan mengenai terorisme.

2. Pendapat lain mengatakan bahwa sebaiknya perjanjian mengenai ekstradisi diperbanyak dan ketentuan mengenai pengecualian atas penyerangan atas dasar politis dipersempit atau bahkan dihapuskan.

3. Bahwa negara yang mendukung terorisme harus dihukumWalaupun banyak tersedia berbagai solusi penyelesaian atas permasalahan terorisme, semua kembali kepada keinginan dari negara-negara di dunia untuk benar-benar mengatasi permasalahan terorisme, karena kunci akan permasalahan terorisme adalah kesepakatan dan konsistensi dari negara-negara di dunia untuk menyelesaikannya.

V. SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN TERORISME

1. Diupayakannya penyelesaian masalah secara damai antara pihak yang dicap kelompok teroris dengan pemerintah

2. Perlunya banyak negara yang terlibat dalam upaya mediasi dan conduct good offices dalam menyelesaikan masalah terorisme

3. Perlunya will dari negara-negara untuk bekerjasama secara kolektif dan melepaskan diri dari comfortable position dan masuk ke wilayah ranah yang agak kurang bersahabat untuk mencapai win-win solution.

4. Perlunya seluruh negara mematuhi dan meratifikasi 12 protokol, perjanjian dan piagam internasional yang berkaitan dengan terorisme dan memberikn payung hukum yang jelas yang termasuk di dalamnya sanksi , penegakan dan pengawasannya diatur secara ketat dan keras layaknya hukum kriminal lainnya sehingga timbul efek jera. Dan dalam

13

Page 14: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

pelaksanaan dan penegakkan hukumnya terdapat garansi akan pelaksanaan yang adil, netral, non diskriminatif dan berpijak pada fakta yang kuat

5. Perlunya pendidikan perdamaian kepada kalangan muda untuk menghilangkan kebencian mendalam antar kelas dan antar kelompok

6. Perlunya dikotomi antara Agama dan Terorisme dan perlunya dibangun dialog inter-relligi. (Karen Armstrong: Terrorism and Extremism can Spring from any Faith, it is not the problem of the Religious Teaching, but rather a social Problems. There is no single fait in this world that permits retaliation, killing of innocent and terroism)19

19 Karen Armstrong. Video quote from : BBC Documentary Muhammad the Legacy of Prophet

14

Page 15: Terrorism Dalam Pandangan Hukum Internasional.2docx

Terrorism and International Law

REFERENSI

Buku :Longman Advance English Dictionary – “Terrorism”

Snow, Donald and Brown , Eugene . International Relations: The Changing Contour of Power. Longman. New York. 2002. Page 162-164

Website“Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation ."

Encyclopædia Britannica. 2009. Encyclopædia Britannica Online. 22 Nov. 2009 <http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1421710/Convention-for-the-Suppression-of-Unlawful-Acts-Against-the-Safety-of-Civil-Aviation>.

"Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft." Encyclopædia Britannica. 2009. Encyclopædia Britannica Online. 22 Nov. 2009 <http://www.britannica.com/EBchecked/topic/251657/Convention-for-the-Suppression-of-Unlawful-Seizure-of-Aircraft>.

http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/maritime.pdf

http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/pexplo.pdf

http://www.sassu.org.uk/html/profiles/Bilateralregional/Jointstatments/BIREGter/BIREGter8.pdf

Schmid, 1988. (http://www.undcp.org/terrorism_definitions.htm)

http://treaties.un.org/doc/db/Terrorism/english-18-5.pdf

http://www.iaea.org/Publications/Documents/Conventions/cppnm.html

http://www.imo.org/Conventions/mainframe.asp?topic_id=259&doc_id=686

Video:Karen Armstrong. Video quote from : BBC Documentary Muhammad the Legacy of Prophet

15