Terjemah Makalah Fisiologi Kardiovaskuler Gangguan Tidur

17
Fisiologi Kardiovaskuler: Kontrol Otonom pada Kondisi Sehat dan Kondisi Gangguan Tidur Abstrak  Kendali otonom terhadap sirkulasi adalah penting dalam memastikan cardiac outpu yang adekuat menuju organ-organ vital melalui penyesuain heart rate (HR), tekanan darah arterial (BP), dan redistribusi aliran darah yang terus menerus dan cepat. Pada pengertian  yang lebih dalam, kendali sirkulasi neural tampaknya bekerja sama dengan ritme s irkadian,  siklus tidur-bangun, dan ritme ultradian, meliputi proses tidur rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement (NREM). Kontrol sirkulasi otonomik bekerja melalui neuron parasimpatis yang menuju jantung dan eferen neuronal simpatis yang menuju jantung, pembuluh darah, ginjal dan medulla adrenal. Stimulasi parasimpatis jantung, melalui aktivasi reseptor muskarinik jantung, berakibat pada  bradikardia, sedangkan ketika ada stimulasi simpatis pada jantung, melalui aktivasi beta 1  adrenoseptor, berakibat pada takikardia dan meningkatnay kontraktilitas. Aktivasi simpatis  pada vascular bed menginduksi baik vasokonstriksi dengan sti mulasi alpha 1  adrenoreceptor, dan vasodilatasi dengan stimulasi beta 2  adrenoreceptor. Beberapa refleks seperti barorefleks arterial, refleks kardiopulmonari, dan chemoreflexes juga berperan dalam penyesuaian yang cepat yang terjadi pada h ubungannya dengan perubahan postural, hipoksia, perubahan temperatur, dan mungkin tidur. Heart rate (HR) dan tekanan darah (blood pressure/BP) memiliki ritme 24 jam yang ditandai dengan penurunan signifikan pada jam-jam malam, kemudian diikuti perubahan sesuai aktivitas dan postur, serta karena pengaruh dari tidur dan sirkadian. Pola fisiologi ini dapat  berubah karena tidur yang kurang atau gangguan pada tidur, dengan implikasi penting terhadap kesehatan kardiovaskuler. Output neural otonomik pada sistem kardiovaskuler juga bergantung pada tingkatan tidur, dengan penurunan secara global pada dorongan simpatis pada jantung dan pembuluh, dan  peningkatan ke arah dominasi parasimpatis jantung dengan makin dalamnya stadium tidur non REM. Pada sisi lain, tidur REM diominasi oleh fluktuasi nyata antara aktivitas  parasimpatis dan simpatis, berakibat pada perubahan mendadak HR dan BP. Terakhir,  perubahan otonomik signifikan disertai dengan dorongan elektrokortikal dari tidur juga  pergerakan kaki priodik saat tidur. Perubahan HR sepertinya men dahului aktivasi kortikal dan aktivitas motor.

description

NeurologiSleep DisorderGangguan TidurFisiologi Kardiovaskuler

Transcript of Terjemah Makalah Fisiologi Kardiovaskuler Gangguan Tidur

Fisiologi Kardiovaskuler: Kontrol Otonom pada Kondisi Sehat dan Kondisi Gangguan Tidur

AbstrakKendali otonom terhadap sirkulasi adalah penting dalam memastikan cardiac outpu yang adekuat menuju organ-organ vital melalui penyesuain heart rate (HR), tekanan darah arterial (BP), dan redistribusi aliran darah yang terus menerus dan cepat. Pada pengertian yang lebih dalam, kendali sirkulasi neural tampaknya bekerja sama dengan ritme sirkadian, siklus tidur-bangun, dan ritme ultradian, meliputi proses tidur rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement (NREM).

Kontrol sirkulasi otonomik bekerja melalui neuron parasimpatis yang menuju jantung dan eferen neuronal simpatis yang menuju jantung, pembuluh darah, ginjal dan medulla adrenal. Stimulasi parasimpatis jantung, melalui aktivasi reseptor muskarinik jantung, berakibat pada bradikardia, sedangkan ketika ada stimulasi simpatis pada jantung, melalui aktivasi beta1 adrenoseptor, berakibat pada takikardia dan meningkatnay kontraktilitas. Aktivasi simpatis pada vascular bed menginduksi baik vasokonstriksi dengan stimulasi alpha1 adrenoreceptor, dan vasodilatasi dengan stimulasi beta2 adrenoreceptor. Beberapa refleks seperti barorefleks arterial, refleks kardiopulmonari, dan chemoreflexes juga berperan dalam penyesuaian yang cepat yang terjadi pada hubungannya dengan perubahan postural, hipoksia, perubahan temperatur, dan mungkin tidur.Heart rate (HR) dan tekanan darah (blood pressure/BP) memiliki ritme 24 jam yang ditandai dengan penurunan signifikan pada jam-jam malam, kemudian diikuti perubahan sesuai aktivitas dan postur, serta karena pengaruh dari tidur dan sirkadian. Pola fisiologi ini dapat berubah karena tidur yang kurang atau gangguan pada tidur, dengan implikasi penting terhadap kesehatan kardiovaskuler.Output neural otonomik pada sistem kardiovaskuler juga bergantung pada tingkatan tidur, dengan penurunan secara global pada dorongan simpatis pada jantung dan pembuluh, dan peningkatan ke arah dominasi parasimpatis jantung dengan makin dalamnya stadium tidur non REM. Pada sisi lain, tidur REM diominasi oleh fluktuasi nyata antara aktivitas parasimpatis dan simpatis, berakibat pada perubahan mendadak HR dan BP. Terakhir, perubahan otonomik signifikan disertai dengan dorongan elektrokortikal dari tidur juga pergerakan kaki priodik saat tidur. Perubahan HR sepertinya mendahului aktivasi kortikal dan aktivitas motor.Peran penting dari sistem syaraf otonomik dalam menjaga homeostasis saat tidur diperlihatkan oleh kelainan yang berkaitan dengan disregulasi otonomik, seperti obstructice sleep apnea (lihat Bab 19). Obstructive sleep apnea berhubungan dengan peningkatan aktivitas neural simpatis baik saat tidur dan terjaga, dan bisa jadi dimediasi melalui peningkatan sensitivitas kemorefleks. Dorongan simpatis dapat berperan dalam meningginya prevalensi penyakit kardiovaskuler pada pasien ini.

PENDAHULUANSistem syaraf otonom kardiovaskuler bertugas untuk mempertahankan homeostasis melalui kendali presisi pada berbagai variabel hemodinamik, meliputi heart rate, tekanan darah arterial, dan aliran darah perifer, pada setiap denyut jantung yang terjadi. Sistem syaraf otonom kardiovaskuler sepertinya sangat erat berhubungan dengan fisiologi tidur dan sirkadian, seperti yang terlihat pada kontrol otonomik yang terganggu yang terjadi bersama dengan kurang tidur dan sleep apnea. Gangguan saat tidur dapat berakibat pada perubahan kontrol sirkulasi neural. Pada sisi lain, apakah perubahan primer pada fungsi otonom dapat berakibat pada gangguan tidur belumlah dipastikan.Bab ini diawali dengan pandangan umum mengenai regulasi kardiovaskuler otonom dan pengendali sentral dan perifernya, diikuti dengan penjelasan metode yang digunakan untuk mengeksplorasi kontrol neural kardiovaskuler saat tidur pada manusia serta kelebihan dan keterbatasannya. Kemudian kami menjelaskan beberpa pengetahuan terkini pada kontrol sirkulasi neural saat tidur normal dan bagaimana ini dapat berubah sebagai konsekuensi kekurangan tidur, sleep apnea, dan disfungsi otonom seperti yang dapat terjadi pada diabetes.

SISTEM SYARAF OTONOM KARDIOVASKULER: DEFINIS DAN FUNGSISistem syaraf otonom kardiovaskuler adalah jaringan yang sangat terintegrasi yang mengendalikan fungsi visceral, yang pada tempo yang pendek (detik hingga jam), menyesuaikan sirkulasi untuk menyesuaikan dengan sikap, lingkungan, dan emosi. Peran utamanya adalah untuk memastikan output sirkadian yang adekuat pada organ vital melalui penyesuain HR, tekanan arterial, dan redistribusi yang terus menerus lagi cepat. Pada jangka waktu yang lebih lama regulasi sirkulasi neural ini sepertinya akan bersama-sama dengan ritme sirkadian, siklus tidur-bangun, dan beberapa ritme ultradian, termasuk proses tidur REM dan non-REM, seperti juga hormon yang terimplikasi pada regulasi BP jangka panjang.Kontrol neural dari sirkulasi bekerja via neuron parasimpatis pada jantung dan efern syaraf simpatis pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan medulla adrenal. Stimulasi parasimpatis pada sistem kardiovaskuler utamanya diperantarai melalui nervus vagus dengan cara aktivasi reseptor muskarinik dan berakibat pada bradikardia. Stimulasi parasimpatis pada jantung bekerja melalui aktivasi beta1 adrenoreceptor pada nodus sinoatrial (pacemaker jantung) dan pada myocardium (otot jantung) dan berakibat pada takikardia dan kontraktilitas yang meningkat. Aktivasi simpatis pada vascular bed menginduksi vasokonstriksi dengan menstimulasi alpha1 adrenoreceptor (pada distrik kulit dan splanchnicus) dan vasodilatasi dengan menstimulasi beta2 adrenoreceptor (pada otot jantung dan skelet). Aktivitas eferen parasimpatis dan simpatis ke jantung dapat juga memodulasi sifat elektrofisiologis jantung yang relevan dengan beberapa jenis aritmia, khsusunya pada proses substrat proaritmik.Organisasi central pada sistem syaraf otonom dan kaitannya dengan mekanisme modulasi otonom dijelaskan secara rinci pada Bab 19. Ringkasnya, impuls otonom pada vaskulatur dan jantung berasal dari pusat vasomotor pada batang otak, terlokalisir secara bilateral pada substansia retikuler pada medulla dan pons. Pusat vasomotor sebaliknya dimodulasi oleh regio sitem syaraf yang lebih tinggi pada pons, mesencephalon, dan diencephalon, termasuk pada hipotalamus dan berbagai lokasi korteks otak. Beberapa refleks kardiovaskuler juga penting dalam penyesuain cepat BP yang terjadi terkait perubahan postur, hipoksia, olah raga, dan perubahan temperatur moderat, dan juga berimplikasi pada perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada saat tidur. Ini meliputi barorefleksia arterial, refleks kardiopulmoner, dan kemorefleks. Sistem renin-angiotensin-aldosteron, vasopresin, dan mekanisme vasoaktif lain dapat juga berkontribusi pada regulasi kardiovaskuler saat tidur. Informasi lebih pada interaksi antara gangguan kardiovaskuler dan tidur dapat ditemukan pada bagian 14 buku ini.

Barorefleksia ArterialBarorefleksia arterial adalah regulator BP yang penting pada jangka pendek. Baroreseptor adalah reseptor sensori pada arcus aorta dan sinus caroticus yang diperkuat di regio medulla otak. Perubahan pada aferen baroreseptor aterial melepaskan penyesuaian refleks pelepasan yang mendorong atau menekan perubahan pada BP. Sebagai contoh, peningkatan increment BP akan meregangkan reseptor, berakibat pada peningkatan traffic afferen ke jaringan neuronal batang otak. Ini menginhibisi aliran keluar simpatis aferen ke jantung dan otot polos vaskuler dan meningkatkan cardiac tone parasimpatis, berakibat pada vasodilasi perifer dengan kemudian diikuti penurunan BP. Penurunan pada BP memiliki efek sebaliknya, dan akan memancing efek takikardia, meningkatkan kontraktilitas, dan vasokonstriksi perfer dengan kemudia diikuti peningkatan BP.

Refleks KardiopulmonerRefleks-refleks ini dipicu oleh stimulasi reseptor tekanan rendah yang terletak di atria, ventrikel, dan arteria pulmonaris. Reseptor kardiopulmoner adalah reseptor volume yang berfungsi melakukan mitigasi perubahan pada BP sebagai respon untuk perubahan volume darah. Pola letupan reseptor-reseptor ini berparalel dengan perubahan tekanan dalam ruang jantung atau pembuluh darah dan membantu meregulasi volume darah. Aktivasi refleks kardiopulmoner berakibat pada vasodilasi perifer, penurunan dalam keluaran simpatetis ke ginjal, dan aktivasi glandula pituitari untuk menghambat pelepasan hormon antidiuretik, berakibat pada peningkatan ekskresi urine.Refleks arterial dan kardiopulmoner terimplikasi pada regulasi BP selama perubahan postural. Asumsi posisi kanan atas menghasilkan peningkatan kaudal pada volume darah dan secara akut menurunkan stroke volume dan BP. Penyesuian sikulatori pada stress ortostatik adalah cepat dan dicirikan dengan peningkatan refleksif pada HR dan resistensi vaskuler perifer, diikuti dengan peningkatan sekresi hormon antidiuretika dan renin-angiotensin. Diam, seperti yang dihasilkan pada tidur, menghasilkan loading volume yang lebih besar pada ruang jantung dan memicu efek yang berlawanan.

KemorefleksiaKemorefleksia memicu respon ventilasi akibat hipoksia dan hiperkapnia, dan juga memancing efek-efek kardiovaskuler yang penting. Kemoreseptor arterial perifer, yang terpenting adalah yang terletak di corpus caroticum, berespon terutama terhadap perubahan pada tekanan parsial oksigen. Stimulasi hipokesimik memicu suatu peningkatan pada output otot respirasi, meliputi hiperventilasi, dan peningkatan pada keluaran simpatis ke pembuluh darah perifer, berakibat pada vasokonstriksi. Hiperventilasi sebaliknya mengaktifkan reseptor peregangan paru, yang akan mempertahankan homeostasis pada kondisi normal. Ketika apnea, vasokonstriksi akan terpotensiasi dan terjadi secara simultan terjadi dengan aktivasi doronga vagal jantung yang berakibat pada bradikardia, yang secara keseluruhan disebut sebagai diving reflex, suatu mekanisme protektif yang akan membantu mempertahankan aliran darah ke jantung dan otak untuk membatasi permintaan oksigen jantung.Kemoreseptor sentral terletak di batang otak dan merespon perubahan pH yang terutama dibatasi oleh tekanan karbon dioksida. Stimulasi kemoreseptor sentral oleh hiperkapnea juga memicu aktivasi simpatis dan parasimpatis, tapi tanpa efek kardiovagal yang terlihat dengan hipoksia.

CARA-CARA UNTUK MENGEKSPLORASI PERUBAHAN OTONOMIK KETIKA TIDUR DAN SIGNIFIKANSI FISIOLOGISNYANadi, Tekanan Darah Arterial, dan VariabilitasnyaInterval RR, waktu yang dilampaui di antara dua gelombang R berurutan pada sinyal QRS pada elektrokardiogram (suatu ekspresi kontriksi arteri atau dilasinya) dan cardiac output (volume darah yang dipompakan oleh jantun dalam 1 menit), yang merupakan fungsi matematis dari HR, kontraktilitas jantung, dan volume darah diastolik, semua komponen yang sebagian dikendalikan oleh sistem syaraf otonom.Regulasi kardiovaskuler otonomik dapat diteliti melalui penghitungan rerata HR dan BP seperti yang diperiksa pada kondisi yang tenang (terjaga dan tidur, sebagai contoh) atau responnya terhada tantangan eksogen atau endogen (misal perubahan postural, respon terhadap perubahan respiratorik, dan bangun dari tidur).Baik HR dan BP memicu fluktuasi spontan yang dapat dijelaskan dengan standar deviasi disekitar reratanya, atau dengan ciri ritmis dan nonritmisnya. Ketika dijelaskan dengan standar deviasi pada perekaman ambulatorik 24 jam, variabilitas interval RR yang tinggi akan mengenali indeks kemampuan sistem kardiovaskuler untuk menjawab tantangan lingkungan. Sebaliknya, peningkatan variabilitas BP ditemukan bersama dengan penuaan dan hipertensi. Dari berbagai komponen siklik yang menjadi ciri variabilitas HR dan BP selama 24 jam, komponen yang terjadi pada siang hari yang terjaga hingga malam hari saat tidur telah menyita perhatian terbesar dari para peneliti. Khususnya, penurunan fisiologis HR dan BP pada malam hari. Pola ini terbukti dengan subjek yang ambulatorik/bergerak, dan bahkan pada mereka yang diam yang menjaga siklus tidur-bangun. Kontribusi faktor sirkadian versus nonrsirkadian dan bagaimana ini dapat dimodifikasi pada gangguan tidur akan didiskusikan di sini nantinya.Interval RR dan BP juga bermanifestasi terhadap osilasi jangka pendek dalam frekuensi antara 0-0,5 Hz, yang sepertinya di bawah pengaruh dari ritme otonom interinsik dan juga input respirasi. Analisis spektral dari interval RR dan variabilitas BP memberikan suatu perkiraan dalam bagaimana kekuatan (yakni varians) sinyal didistribusikan sebagai fungsi terhadap frekuensi. Tentu saja, interval RR dan variabilitas BP sepertinya diorganisir oleh tiga komponen utama, siyal respirasi frekuensi-tinggi (high frequency/HF) (lebih dari 0,5 Hz), frekuensi rendah (low-frequency/LF) (sekitar 0,1 Hz) dan frekuensi sangat rendah (very low frequency/VLF) (0,003-0,009 Hz) (Gambar 20-1 dan Tabel 20-1). Komponen HF pad variabilitas RR utamanya merefleksikan modulasi yang didorong oleh respirasi pada ritme sinsu, muncul sebagai sinus aritmia, dan telaha lama digunakan sebagai indeks dorongan vagal tonik. Mekanisme mekanis nonneural, berkaitan dengan fluktuasi respirasi pada tekanan transmural jantung, regangan atrial, dan venous return, juga adalah penentu kekuatah HF, dan dapat secara khusus penting setelah denervasi jantung seperti transplantasi jantung. Ritme LF, yang tampak memiliki genesis syaraf yang luas, merefleksikan sebagian dari modulasi simpatis pada jantung sama halnya dengan responsivitas barorefleksia terhadap variasi dari satu denyut ke denyut lain pada BP arterial, tapi juga dapat dimodulasi dengan LF atau pola pernapasan ireguler.Penting, osilasi LF pada respirasi memberi kerancuan pada interpretasi variabilitas komponen LF kardiovaskuler dalam membantu memahami karakteristik otonomik pada karakteristik kontrol kardiovaskuler. Maka dari itu, pada semua pemeriksaan untuk kontribusi relatif pada komponen LF dan HF terhadap kondisi fisiologis khusus atau pada saat sakit, adalah krusial untuk memastikan bahwa pola respirasi dibatasi pada komponen HF. Radio LF ke HF digunakan untuk memberikan suatu indeks keseimbangan simpatovagal pada sinus node, selama pengukuran ini dilakukan pada kondisi yang sangat terkendali. Terakhir, VLF telah diperkirakan merefleksikan kemoregulasi dan sistem renin angiotensin. Mengenai variabilitas BP, komponen LF pada variabilitas BP sistolik dianggap sebagai indeks untuk modulasi vaskular simpatis eferen, di maan komponen HF merefleksikan efek mekanis respirasi terhadap perubahan tekanan darah. Pengukuran HF, LF, dan VLF biasanya dilakukan dengan angka absolut (msec2), tapi LF dan HF seringkali disajikan dalam normalized unit (NU), yang merepresentasikan angka relatif untuk setiap komponen daya dalam proporsi terhadap daya total dikurangi komponen VLF (liat Tabel 20-1). Normalisasi memberikan kemampuan untuk meminimalisir efek perubahan pada daya total komponen LF dan HF.Teknik analisis spektral tradisional yang terdiri atas algoritma Fourier Transform cepat dan modeling autoregresif, yang pada sebagian besar kasus memberikan hasil yang dapat dibandingkan. Teknik-teknik ini memerlukan sinyal yang diproses untuk tetap stasioner, dan maka dari itu tak dapat diaplikasikan dalam proses di mana terdaapt aktifitas transien yang signifikan (misal, onset tidur, bangun, transisi stadium tidur, dan saat terjaga). Selain itu, metode seperti ini telah digunakan dengan kehati-hatian pada kaitannya dengan kejadian respirasi atau motorik (yakni periode pergerakan anggota gerak, bruksisme). Algoritma yang lebih maju dari prosesing sinyal dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan ini dan memberikan asesmen terhadap perubahan dinamis pada kontrol kardiovaskuler otonomik selama kejadian transien (misalnya onset tidur, bangkitan, bruksisme, dll), dan membantu menentukan kaitan temporal antara perubahan dinamik yang terjadi pada berbagai sistem, seperti EEG, dan EKG. Algoritma yang paling sering digunakan meliputi short-term Fourier Transform, distribusi Wigner-Ville, model Timing Varying Autoregressive, dan Wavelets and Wavelet Packets.Terakhir, selain sifat osilatorik periodik yang diamati pada interval RR dan BP arterial, variabilitas yang kurang spesifik terjadi pada sifat nonperiodik, yang dapat dijelaskan dengan metode berbasis teori sistem nonlinear (chaos theory and fractal analysis). Dasar fisiologis untuk kondisi dari denyut satu ke denyut lain yang non harmonis, masihlah belum jelas, walaupun sudah diajukan bahwa ini berada di bawah modulasi sentral yang lebih tinggi. Aplikasi analisis jenis ini pada fisiologi kardiovaskuler tidur masihlah terbatas.

Sensitivitas BarorefleksBarorefleks arterial adalah sesuat yang pening dalam mendorong perubahan jangka pendek pada BP. Ambilan pada barorefleks arterial, atau sensitivitas barorefleks, diukur dengan derajat perubahan heart rate atau traffic simpatis untuk suatu unit perubahan pada tekanan darah (BP). Dua teknik telah banyak digunakan pada riset tidur untuk menilai modulasi barorefleks spontan pada nadi: teknik sekuensial (sequence technique) dan teknik analisis spektral. Teknik pertama mengidentifikasi urutan denyut yang beriringan di mana peningkatan progresif pada tekanan darah sistolik akan diiikuti dengan pemanjangan progresif pada RR (atau sebaliknya). Kemiringan (slope) dari garis regresi di antara interval RR dan BP sistolik dalam urutan ini dianggap sebagai besaran ambilan refleks. Teknik kedua didasarka pada analisis belah lintang (cross sectional) dari segmen-segmen pendek BP sistolik dan RR serta berdasarkan asumsi bahwa gelombang frekuensi tertentu pada variabilitas RR, antara 0,04 dan 0,35 Hz, dimodulasi oleh barorefleks. Sensitivitas barorefleks diekspresikan oleh ambilan fungsi transfer terkait perubahan pada tekanan darah terhadap perubahan koherennya pada RR atau aktivitas syaraf simpatis otot (muscle sympathetic nerve activity/MSNA).

Periode PreejeksiPeriodi preejeksi (Preejection Period/PEP) adalah waktu yang dilalui di antara depolarisasi elektris dari ventrikel kiri (QRS pada EKG) dan awal dari ejeksi ventrikuler dan mewakili waktu kontrksi ventrikel kiri dengan katup jantung tertutup. PEP dipengaruhi oleh aktivitas simpatis yang bekerja via beta1 adrenoceptors dan diperpendek di bawah stimulasi. PEP dapat diturunkan seara non-invasif dari kardiografi impedansi, yang mengkonversi perubahan pada impedansi thoraks (seperti yang diukur dengan elektroda pada dada dan leher) menjadi perubahan pada volume seiring waktu dan memberikan kemampuan untuk melacak perubahan volumetrik seperti yang terjadi pada siklus jantung. Metode ini telah diaplikasikan, walaupun tak secara intensif, untuk menilai pengaruh simpatis jantung pada kondisi tenang saat tidur. Penggunaan respon simpatis transien sayangnya sangat terbatas karena eror dapat terjadi pada interpretasi dengan adanya peningkatan BP, yang dapat menginduksi suatu pemanjangan PEP (bukannya pemendekan yang diharapkan) karena lebih lamanya waktu yang diperlukan untuk mengatasi tekanan eksternal.

Perekaman Mikroangiografik pada Aktivitas Syaraf SimpatisMikroneurografi memberikan informasi langsung pada vasomotor simpatis dan aktivitas sudomotor ke otot dan kulit. MSNA, biasanya diukur pada nervus perineus, menginduksi vasokonstriksi, dan dimodulasi oleh barorefleks. MSNA juga meningkat dalam respon terhadap stimulasi kemoreseptor hipoksia dan hiperkapnea. Aktivitas syaraf simpatis kulit merefleksikan keluaran termoregulasi terkait aktivitas sudomotor dan vasomotor dan dipengaruhi oleh stimulus emosi tapi tidak dipengaruhi oleh barorefleks.Waluaupun mikroneurografi memberikan ukuran langsung untuk dorongan simpatis, ini adalah invasif dan secara teknik sangat tinggi baik untuk operator dan pasien. Selain itu, informasi yang diberikan terbatas pada aktivitas syaraf simpatis regional. Dengan heterogenitas dari inervasi yang spesifik sistem, MSNA dan aktivitas syaraf simpatis kulit mungkin tidak secara khusus merefleksikan tingkatan simpatis global.

Peripheral Arterial Tone (PAT) dan Pulse Transit TimePeripheral Arterial Tone (PAT), seperti yang diukur dari jari, memberikan indeks tak langsung akan mekanisme vasokonstriktorik simpatis yang diarahkan ke vascular bed perifer. Ini didasarkan pada pengukuran perubahan volume pulsatil pada vascular bed pada ujung jari, yang menurun secara sekunder akibat vasokonstriksi yang diperantarai oleh alfa-adrenergik. Maka dari itu, suatu penurunan sinyal dapat menjadi pemicu dorongan simpatis, walaupun faktor lain dapat juga terlibat. PAT adalah pengukuran non-invasif dan dapat dimonitor secara terus menerus saat tidur. PAT telah diajukan sebagai alat ukur untuk perubahan otonomik yang terjadi dengan bangkitan pada oran dewasa dan anak-anak, dan dengan kombinasi bersama actigraphy dan oksimetri telah digunakan untuk diagnosis sleep apnea.Pulse transit time (PTT) merujuk pada waktu yang diperlukan untuk satu gelombang pulsasi bergerak di antara dua lokasi arterial. Praktiknya, adalah estimasi noninvasif dari PTT, gelombang R pada EKG umumnya digunakan utnuk mengindikasikan titik awal dari pengukuran dan waveform perifer (diperiksa secara fotopletismografi di jari) untuk mengindikasikan akhir dari pengukuran. PTT bersifat sensitif terhadap aktivitas syaraf dari waktu ke waktu dan memendek ketika BP meningkat dan memanjang ketika BP turun. Penting, PTT mengarahkan beberapa komponen fisiologis yang sulit dikendalikan, dan perbandingan antar subjek tiddaklah disarankan. Hanya perubahan PTT relatif intraindividual dari kondisi baseline (melalui pembacaan sinyal) yang disarankan. Seperti PAT, PTT juga dapat dimonitor secara terus menerus dan telah digunakan pada pemeriksaan respon simpatis pada saat bangkitan dan respirasi, khsususnya pada anak-anak.

Katekolamin SistemikPengukuran plasma katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) memberikan perkiaan untuk aktivitas simpatis global. Walau demikian, norepinefrin darah hanya merefleksikan suatu presentase kecil (8-10%) dari pelepasan neurotransmitter saat aktivasi simpatis. Lebih jauh lagi, pembersihan yang cukup cepat dari katekolamin dari aliran darah dapat membatasi kemampuan untuk mendeteksi perubahan kecil pada aktivitas simpatis. Akibatnya, hanya sampling yang cukup sering saat tidur yang dapat mendeteksi perubahan terkait siklus bangun-tidur dan stadium tidur. Pengukuran ekskresi urin dari katekolamin dan metabolitnya adalah suatu pendekatan yang lebih sederhana untuk memberikan perkiraan dari sekresi kumulatif katekolamin seiring waktu dan telah digunakan secara luas di setting klinik dan riset tidur. Ekskresi katekolamin urin sangat bergantung pada fungsi ginjal. Maka dari itu, suatu koreksi angka katekolamin yang diekskresikan untuk menyesuaikan dengan fungsi ginjal (kreatinin urin) adalah hal yang disarankan.

PERUBAHAN OTONOMIK KARDIOVASKULER TERKAIT TIDURPerubahan Pagi-Malam pada Kontrol Sirkulasi NeuralNadi dan BP secara fisiologis menurun saat pagi-malam dibandingkan dengan siang hari pada subjek bergerak, sama halnya dengan subjek yang ditahan pada posisi supine selama 24 jam. Khususnya, pola 24 jam BP yang normal terdiri dari penurunan tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 10% saat tidur dibandingkan saat siang, suatu penurunan yang sering disebut dengan dipping. Postur dan aktivitas sangat mempengaruhi nadi dan BP saat siang, di mana postur dan tidur mempengaruhi nadi dan BP pada malam hari. Walau demikian, dipping kardiovaskuler yang terkait dengan tidur adalah terbukt bahkan pada subjek yang memertahankan posisi supine selama 24 jam, yang menggarisbawahi pentingnya tidur dalam menginduksi penurunan pada nadi dan BP siang hari. Penelitian yang menginvestigasi perubahan otonomik terkait siklus bangun-tidur mencatat bahwa indikator fungsi parasimpatis, seperti interval RR dan komponen HF dari variabilitas RR, mulai berubah 2 jam sebelum onset tidur di mana indikator unuk aktivitas simpatis jantung dan perifer seperti rasio LF:HF, periode preejeksi, MSNA, dan katekolamin mulai menurun setelah onset tidur dan terus menurun dengan makin dalamnya tidur. Bangun pagi memicu suatu aktivasi bertahap dari sismte simpatoadrenal, dengan peningkatan nadi, BP, dan katekolamin plasma, dengan peningkatan lebih lanjut terjadi dengan perubahan postural dan aktivitas fisik.Penelitian yang dilakukan pada kondisi supine mengenai deprivasi tidur selama 24 jam menunjukkan bahwa penurunan nokturnal untuk indikator HR dan kardiovagal masih terlihat, di mana penurunan pada pemanjangan BP dan PEP nokturnal (yakni penurunan aktivitas simpatis) akan menumpul. Maka dari itu, mungkin bahwa nadi dan mekanisme parasimpatis sangat terkendali di bawah pengaruh sirkadian dan dapat diimplikasi oleh mekanisme persiapan tidur, di mana dorongan simpatis ke jantung dan pembuluh darah sangat berkaitan dengan siklus bangun-tidur.

Respon Fisiologis pada Tidur NREM dan REMPada subjek sehat, regulasi kardiovaskuler otonomik sangat bergantung pada tahap tidur dan pola otonomik yang beragam yang terutama mendominasi di tidur NREM melawan REM. Ketika tidur NREM bergerak dari stadium 1 ke stadium 4, interval RR, komponen HR dari variabilitas RR yang diperantari oleh respirasi, dan PEP meningkat, sedangkan komponen BP, LF pada varibilitas BP sistolik, dan MSNA secara signifikan menurun bila dibandingkan dengan saat terjaga. Perubahan ini menunjukkan suatu peningkatan pada dorongan kardiovagal dan penurunan pada aktivitas simpatis perifer dan jantung (Gambar 20-2). Sensitivitas barorefleks juga terlihat meningkat selama tidur NREM bila dibandingkan dengan terjaga; walau demikian, reponsnya beragam. Maka, bila dibandingkan dengan terjaga, ambilan barorefleks akan meningkat dalam responnya untuk meningkatkan BP bukannya menurunkannya pada tidur NREM. Mekanisme ini mungkin bekerja untuk memastikan dan mempertahankan tekanan darah dan nadi yang rendah ketika tidur NREM.SEbaliknya, tidur REM adalah kondisi instabilitas otonomik, didominasi oleh fluktuasi nyata antara pengaruh parasimpatis dan simpatis, yang memberikan perubahan yang mendadak dan nyata pada nadi dan BP. Rerata BP dan nadi lebih tinggi saat tidur REM dibanding tidur NREM, karena dorongan vasomotor simpatis. Eksitasi kardiovaskuler pada tidur REM juga direfleksikan dengan peningkatan signifikan pada komponen frekuensi rendah, dan peningkatan rasio LF HF yang mengarah ke dominasi simpatis.

Variabilitas RR dan EEG CouplingPenelitian yang menilai kaitan sepanjang malam antara profil variabilitas RR dan EEG menunjukkan kedalaman tidur. Adanya ritme ultradian 80-120 menit pada LF yang dinormalisasi, denan angka yang tinggi saat tidur REM dan angka yang rendah saat slow-wave sleep (SWS) baru-baru ini dijelaskan. Osilasi ini sangat berkaitan persis dengan osilasi pada aktivitas gelombang delta, yang merefleksikan pendalaman tidur dan pendangkalannya. Serupa, telah dilaporkan bahwa komponen HF dari variabilitas RR yang dinormalisasi akan koheren dengan semua gelombang spektral EEG, dengan ambilan yang minimal (rasio amplitudo HF/amplitudo EEG lebih tinggi) untuk aktivitas delta dan akan mencapai minimum (beberapa rasio adalah lebih rendah) dengan aktivitas beta. Dua osilasi digabungkan dengan peningkatak fase selama beberapa menit, dengan perubahan aktivitas jantung mendahului perubahan EEG. Walaupun pada mekanisme yang mendasari penggabungan ini tidak diketahui, telah muncul hipotesis bahwa mungkin terdapat sistem generator sentral yang mensinkronisasi proses osilatorik pada fungsi otonomik dan tidur, di mana fungsi kardiovaskuler dapat mengantisipasi perubahan stadium tidur.

Respon Otonomik Terkait dengan Bangkitan dari Tidur dan dari Pergerakan Kaki PeriodikBangkitanBangkitan elektrokortikal dari tidur (yakni desinkronisasi EEG dengan kemunculan EEG voltase rendah, frekuensi tinggi) entah secara spontan, dipicu oleh stimulus eksogen, atau dalam konteks gangguan tidur dalam hal pernapasan, berakibat pada peningkatan transien pada nadi, BP, dan MSNA. Respon tipikal jantung adalah bifasik dengan takikardi yang beralngsung 4 hingga 5 detik diikuti oleh bradikardia, dengna peningkatan HR sebelum bangkitan kortikal. Menggunakan analisis varian-waktu tampak bahwa kondisi pada simpatoeksitasi seperti yang terlihat dengan komponen LF pada variabilitas RR dan variabilitas BP tetap secara nyata meningkat di atas angka dasar lama setelah HR, BP, dan MSNA kembali ke angka dasarnya. Ini bisa sangat relevan pada kondisi yang dicirikan dengan beberapa kali bangun sepanjang malam, yang berakibat pada pengaruh simpatis yang tertahan pada sistem kardiovaskuler.Stimulus auditorik ketika tidur dapat berakibat pada modifikasi otonomik dan respirasi bahkan pada keadaan tanpa aktivasi EEG berlebih (bangkitan otonomik), atau dalam kaitan dengan pola EEG berbeda dari bangkitan yang konvensional, seperti kompleks K atau letupan gelombang delta tak diikuti dengan desinkronisasi EEG (bangkitan subkortikal). Observasi-observasi tersebut menyatakan bahwa terdapat suatu rentang respon bangkitan parsial yang mempengaruhi respon otonomik dengan manifestasi EEG berbeda dari bangkitan klasik dan bahkan tanpa respon EEG. Pola EEG yang berbeda dan respon jantung yang terkait mengindikasikan spektrum arsikal dari peningkatan kekuatan dari letupan delta amplitudo tinggi yang lemah menjadi ritme alfa voltase rendah yang lebih kuat.

Pergerakan Kaki Periodik Saat TidurPergerakan kaki periodik (periodic leg movement/PLM) dijelaskan sebagai ekstensi ritmis repetitif pada jempol kaki dan dorsofleksi ankle, dengna terkadang fleksi pada lutut dan pinggul. PLM dapat terjadi ketika terbangun (PLM wakefulness/PLMW) seperti halnya ketika tidur (PLM sleep/PLMS). PLM ketika tidur terjadi beberapa kali pada beberapa gangguan tidur (seperti pada sindroma restless leg, narkolepsi, gangguan kondisi tidur REM, dan sleep apnea) dan pada pasien dengan gangal jantung kongestif tapi juga sering ditemukan pada subjek sehat asimtomatis khususnya pada usia tua. Pada konteks sleep apnea, PLMS dapat muncul bersama dengan (dan lebih sering lagi sulit dibedakan dari) pergerakan kaki terkait respirasi, yang merupakan bagian dari respon bangkitan pada akhir obstruksi pernapasan (pada sleep apnea yang obstruktif) aau pada puncak ventilasi (pada sleep apnea sentral). Sekitar 30% PLMS memang berkaitan dengan bangkitan kortikal, di mana lebih dari 60% berkaitan dengan kompleks Katau letupan gelombang delta.Apa yang menyebabkan PLMS masihlah belum diketahui. Walau demikian, penelitian perubahan kardiovaskuler terkait PLMS dan kaitan temporalnya dengan kejadian EEG memberikan pendalaman bau terhadap mekanisme fisiologis pada PLMS. Suatu respon otonom stereotipik menemani PLMS, terdiri dari peningkatan cepat pada nadi dan BP arterial diikuti dengan bradikardia signifikan nan cepat dan kembali ke angka BP dasar (Gambar 20-4). Perubahan kardiovaskuler seperti ini muncul entah ada kaitan atau tidak antara PLMS dengan bangkitan; walau demikian, besaran respon kardiovaskuler adalah lebih besar ketika PLMS berkaitan dengan bangkitan kortikal. Selain itu, amplitudo respon kardiovaskuler PLM adalah lebih besar saat tidur bila dibandingkan dengan yang berakitan dengan PLM spontan atau terstimulasi ketika terbangun. Observasi tersebut menunjukkan bahwa intensitas reson kardiovaskuler yang diamati dengan PLMS adalah terkait derajat aktivasi pusat otak (batang otak hingga aktivasi kortikal) yang menyertai PLMS dan jauh lebih rendah dari respon somatomotor (yakni, bukanlah motor sensori klasik).Penelitian memeriksan kaitan temporal antara kejadian motor kaki dan aktivasi otonomik dan kortikal secara konsisten melaporkan bahwa perubahan pada nadi dan aktivitas EEG didahului oleh pergerakan kaki beberapa detik sebelumnya. Khususnya, nadi dan EEG gelombang delta muncul dahulu, diikuti oleh aktivitas motorik dan akhirnya aktivasi progresif, dari frekuensi EEG yang lebih cepat ( yakni frekuensi alfa, beta, dan sigma) Penelitian terkini yang meneliti time course dinamik perubahan variabilitas RR dan perubahan EEG dalam kaitan dengan PLMS memastikan bahwa komponen LF dari varibilitas RR untuk menjadi perubahan fisiologis pertama yang terjadi, diikuti oleh perubahan EEG dalam frekuensi delta, dan maka kemduian terjadi pergerakan kaki dengan atau tanpa frekuensi EEG yang lebih cepat. Data ini mendukung hipotesis awal yang menunjukkan adanya hirarki integratif dari respon bangkitan terutama yang melibatkan respon otonomik dengan simpatoeksitasi, dan kemudian melaju ke arah sinkronisasi EEG (ditandai dengan letupan gelombang delta) dan akhirnya bangun. Pada sudut pandang ini, pergerakan kaki adalah bagian dari proses aktivasi periodik sama yang bertanggung jawab untuk perubahan kardiovaskuler dan EEG ketika tidur.Signifikansi klnis PLMS telah menjadi suatu subjek perdebatan. Temuan terkini mengaitkan adanya PLMS menuju kesehatan dan keluaran kardiovaskuler yang lebih buruk. Penelitian terkini pada subjek kohort yang besar dengan gagal jantung kongesif menguak bahwa PLMS adalah prediktor independen kuat untuk mortalitas akibat jantung, setelah koreksi terhadap beberapa perancu. Mekanisme yang mendasari hal ini masih belum diketahui. Keluaran simpatetis sentral yang meningkat atau konsekuensi kardiovaskuler akibat peningkatkan BP repetitif ketika tidur dapat berimplikasi pada hubungan ini.

DAMPAK PENUAAN PADA RESPON SIRKULASI NEURAL TERHADAP TIDUR NORMALPenuaan berakibat pada perubahan morfologis dan fungsional yang nyata pada sistem kardiovaskuler dan kontrol otonomiknya. Di antara perubahan ini, dorongan simpatis sentral dasar tampak meningkat (meningkat dalam katekolamin plasma, komponen MSNA dan LF pada variabilitas RR) tai responsivitas HR pada stimulus simpatis akan terpengaruh, setidaknya sebagian karena kurangnya sensitivitas reseptor jantung terhadap katekolamin. Peningkatan dorongan simpatis pusat pada subjek yang lebih tua direfleksikan ketika tidur dengan penurunan variabilitas RR dan pengaruh prasimpatik yang relatif lebih rendah, yang sepertinya mengaitkan pada hilangnya slow-wave sleep (SWS).Respon jantung terhadap bangkitan EEG dan PLMS juga berubah seiring waktu. Khususnya, peningkatan HR akan terkurangi dan bradikardia kurang nyata pada mereka yang lebih tua ketika dinbandingkan dengan subjek yang lebih muda. Takikardi yang melemah dapat terjadi sebagian karena penurunan terkait usia pada respon jantung terhadap stimulasi simpatis, di mana gangguan pada mekanisme barorefleksia, yang terjadi pada orang tua, dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pada bradikardia yang menumpul.

EFEK TIDUR YANG TERGANGGU DAN DISFUNGSI OTONOM PRIMER PADA PERUBAHAN OTONOM PAGI-MALAMEfek Kurangnya Tidur dan Gangguan Tidur pada BP Waktu MalamSeperti yang disebut sebelumnya, nadi dan BP secara fisiologis menurun saat malam bila dibandingkan dengan siang hari, suatu fungsi yang umumnya disebut sebagai dipping. Bertahannya BP sistolik malam hari dan kurangnya dipping BP sistolik adalah penting secara klinis dan telah dikaitkan dengan perkursor untuk ateroskelosis, termasuk radang dan disfungsi endotelial. Kurangnya dippin sistolik, dan juga baru-baru ini, kurangnya dipping nadi, telah dikaitkan dengan mortalitas kardiovaskuler, setelah koreksi beberapa variabel perancu, termasuk angka siang hari. Kurang tidur dan gangguan tidur telah dipicu oleh beberapa faktor potensial yang mendasari abnormalitas ini.Penelitian terkontrol menunjukkan bahwa ketika penurunan/pencegahan tidur parsial (hanya tidur 4 jam) level katekolamin dan BP malam hari tetap tinggi sedang keterjagaan nokturnal malam hari dipertahankan, dan kemudian menurun yang normalnya berkaitan dengan tidur berikutnya. Pada penelitian ini, peningkatan BP dan katekolamin terlihat lebih muncul setelah penurunan tidur dan pada kondisi terkontrol, khsusunya pada subjek hipertensif. Penelitian pada pekerja laki-laki, menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan hari kerja normal dengan 8 jam tidur, kerja lembur dan tidur hanya 4 jam menginduksi BP yang lebih tinggi pada hari berikutnya, diikuti dengan komponen LF yang lebih tingggi dari variabilitas nadi yang tinggi dan peningkatan ekskresi norepinefrin urin. Maka dari itu, sepertinya bahwa kurang tidur: 1) berkaitan dengan adanya aktivitas simpatis dan menurunkan dipping BP nokturnl fisiologis, sepanjang keterjagaan nokturnal dipertahankan; 2) dapat memicu aktivasi simpatis ketika bangun pagi; dan 3) menginduksi aktivasi simpatis yang bertahan dengan peningkatan BP pada hari berikutnya.Pada kohort dengan subjek normotensif dan hipertensif tanpa gangguan tidur, tak adanya dipping berkaitan dengan indikator tidur yang buruk dan berfragmen. Ini termasuk waktu bangun pasca tidur yang lebih lama setelah onset tidur dan frekuensi bangun yang lebih tinggi. Suatu penurunan pada dipping SBP nokturnal juga telah ditemukan pada subjek normotensif dengan isomnia primer. Pada subjek ini, walau demikian, SBP malam hari yang lebih tinggi dan dipping yang menumpul terjadi pada kondisi tanpa kriteria tidur buruk yang didefinisikan secara konvensional, tapi berakitan dengan peningkatan aktivitas EEG pada frekuensi beta, suatu fitur yang umum dijumpai pada insomnia, di maan muncul dari hiperaktivasi sistem syaraf pusat ketika tidur. Peningkatan BP malam hari telah dilaporkan pada subjek dengan sleep apnea moderat hingga berat, dengan derajat perubahan BP yang proporsional dengan keparahan sleep apnea.

Hilangnya Variasi Diurnal dalam Fungsi Otonomik pada Diabetes Mellitus: Apa yang Muncul Pertama?Neuropati otonomik kardiovaskuler adalah komplikasi serius dari diabetes mellitus, dan akibat dari kerusakan serabut otnom yang terlibat pada kontrol HR dan BP, pada adanya gangguan metabolisme glukosa. Pada subjek dengan diabetes insulin dependen (atau DM tipe 2) periodisitas 24 jam variabilitas nadi dan RR hilang, dengan penurunan mekanisme simpatis pada siang hari dan fungsi parasimpatis yang tumpul selama malam hari. Pada subjek dengan derajat berbeda untuk abnormalitas glukosa tanpa memicu diabetes, variabilitas RR dan komponen spektral sepertinya serupa dengan kontrol pada siang hari, tapi akan secara signifikan berubah saat tidur, dengan normalized LF yang jauh lebih tinggi dan HF yang lebih rendah, proporsional dengan derajat resistensi insulin. Resistensi insulin (suatu keadaan dimana terdapat efek biologis pada insulin) dan overaktivitas simpatis diketahui terkait dengan kemungkinan untuk mempotensiasi satu sama lain, dengan insulin meningkatkan aktivitas simpatis dan mekanisme neuroadrenergik yang bekerja untuk meningkatkan availabilitas glukosa plasma dan untuk mereduksi sensitivitas insulin perifer. Data ini menunjukkan bahwha perubahan primer pada sistem syaraf otonom dapat terjadi ketika tidur pada subjek ini sebelum munculnya diabetes terjadi dan berkaitan dengan tingkatan resistensi insulin. Walau demikian, satu penelitian juga mengamati bahwa fungsi otonomik malam hari yang berubah secara selektif juga terjadi pada orang tua nondiabetik, orang tua anak yang DM tipe 2, entah mereka mengidap resistensi insulin atau tidak, menunjukkan bahwa mekanisme parasimpatis malam hari yang terganggu, yang sepertinya berasal dari genetika, akan dapat abnormalitas metabolik.DM tipe 2 adalah penyakit kompleks yang muncul dari interaksi antara faktor lingkungan pada latar belakang kerentanan genetika. Kurang tidur yang kronis, entah karena pembatasan tidur atau sleep apnea, telah menunjukkan sebagai salah satu faktor yang merubah penanganan glukosa dan peningkatan kemungkinan pembentukan DM tipe 2. Hanya sedikit yang dipahami mengenai kaitan dan interaksi antara gangguan tidur tersebut dan disfungsi otonomik dini pada subjek dengan keparahan yang beragam dalam hal abnormalitas glukosa dan orang tuanya yang sehat.AKTIVASI SIMPATIS PADA SLEEP APNEA OBSTRUKTIFSistem syaraf simpatis tampaknya memainkan peranan penting dalam patofisiologi jantung pada sleep apnea (lihat juga Bab 119 pada volume ini). Bahkan ketika pasien dengan sleep apnea obstruktif dalam keadaan terjaga dan bernapas normal serta tak adanya penyakit kardiovaskuler yang muncul seperti hipertensi atau gagal jantung, pasien-pasien ini memiliki bukti untuk gangguang regulasi kardiovaskuler simpatis. Khususnya, pasien-pasien ini memiliki aktivitas syaraf simpatis otot yang tinggi, peningkatan angka katekolamin, nadi yang lebih cepat, dan penurunan variabilitas nadi. Lebih jauh lagi, bahkan pada mereka yang normotensif, mereka memiliki variabilitas tekanan darah yang berlebihan.Ketika tidur, karena aktivasi kemorefleksia perifer dan sentral karena hipoksia dan hiperkapnia, aktivitas simpatis meningkat jauh lebih tinggi. Pada setting apnea, efek inhibitorik pada aferen thoracica tidak ada, yang berakibat pada potensiasi lebih jauh untuk aktivasi simpatis. Konsekuensi dari vasokonstriksi berakibat pada peningkatan tekanan darah seperti yang dijelaskan sebelumnya. Aktivitas simpatis secara mendadak berubah pada onset pernapasan akibat efek inhibitorik pada aferen thoracica (Gambar 20-5). Ini mungkin menjelaskan bagaiman hipoksia intermiten kronik pada orang normal akan menyebabkan hipertensi.Pada sebagian kecil pasien dengna sleep apnea obstruktif, diving reflex, yang dijelaskan sebelumnya, akan teraktivasi. Maka dari itu pasien-pasien tersebut dapat mengalami bradiarritimia karena apnea obstruktif walaupun tak ada abnormalitas sistem konduksi interinsik. Bradikardia secara sekunder diakibatkan oleh aktivasi vagal jantung karena kombinasi hipoksia dan apnea.

RINGKASANSistem syaraf otonom sangat erat berkaitan dengan perubahan kondisi neural pusat. Ini khususnya benar untuk tidur fisiologis dan gangguan tidur. Jelas bahwa walaupun berbagai stadium psikologis beraktibat pada perubahan terstruktur pada kontrol sirkulasi neural, gangguan tidur, seperti yang terlihat pada pengurangan tidur, tindakan untuk mengganggu variasi psikologis terkait tidur pada regulasi otonom terhadap nadi dan tekanan darah. Pengentahun kita pada area umum ini sangatlah terbatasi oleh peralatan yang ada dalam pelaksanaan pemeriksaan komprehensif dan langsung pada sistem syaraf otonom pada manusia. Walaupun mikroneurografi menyediakan media pemeriksaan langsung pada aktivitas syaraf simpatis pada pembuluh-pembuluh darah, pengukuran ini sendiri memiliki keterbatasan. Pilihan lain yang tersedia utamanya adalah yang memonitor level katekolamin darah dan urine. Ukuran seperti variabilitas nadi dan tekanan darah, meski memberi pemahaman, hanya memberi sedikit informasi tak langsung mengenai kontrol kardiovaskuler otonom, dan terbatas karena kesulitan dalam perolehan data, efek perancu dari obat dan pola napas yang abnormal, serta inkonsistensi dalam interpretasi. Metode baru yang mendukung cara-cara standar sangatlah diperlukan. Maka dari itu, walaupun pembahasan pada bab ini bertujuan untuk membahas beberapa pengetahuan terkini mengenai kontrol sirkulasi neural ketika tidur normal ataupun tidur yang terganggu, data yang tersedia terbatas sebagian karena masalah metodologis dna juga karena kesulitan-kesulitan nyata dalam melakukan penelitian fisiologi tidur manusia yang terjadi pada waktu malam hari.

Mutiara KlinikSistem syaraf otonom adalah mediator untuk interaksi kardiovaskular dengan central yang terjadi ketika tidur dan fungsi normalnya terlihat penting dalam menjaga kesehatan. Di samping keterbatasan metodologis yang dikenal (sangat sulit secara teknis dan memerlukan interpretasi yang hati-hati akan keluarannya seperti yang terlihat pada Tabel 20-1), memperluas monitoring polimografis tidur dengan memasukkan perekaman nadi dan tekanan darah dapat berkontribusi untuk pemahaman yang lebih baik mengenai fisiologi dan patologi dalam modulasi otonomik kardiovaskuler. Pertimbangan ini mendorong titik potensial untuk inovasi pada penatalaksanaan gangguan medis yang mungkin, sebagian, berkaitan dengan tidur (yakni hipertensi, diabetes, pergerakan kaki periodik, pernapasan terganggu saat tidur).