teori ICU

77
BAB I PENDAHULUAN Pasien dengan gagal ginjal sering mengalami gejala klinis yang berkaitan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan gastrointestinal. Salah satu dari komplikasi tersebut adalah uremic encephalopathy. Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Prevalensi internasional tidak diketahui, namun dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD, diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah. Patofisiologi dari UE masih belum diketahui pasti namun diduga akibat peningkatan hormon paratiroid dan akumulasi komponen guanidino yang mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter di dalam otak. Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, kejang dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Diagnosis banding UE antara lain 1

description

word

Transcript of teori ICU

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien dengan gagal ginjal sering mengalami gejala klinis yang berkaitan

dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan

gastrointestinal. Salah satu dari komplikasi tersebut adalah uremic

encephalopathy. Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang

terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan

nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt.

Prevalensi internasional tidak diketahui, namun dengan bertambahnya jumlah

pasien dengan ESRD, diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah.

Patofisiologi dari UE masih belum diketahui pasti namun diduga akibat

peningkatan hormon paratiroid dan akumulasi komponen guanidino yang

mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter di dalam otak. Apatis, fatig,

iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan persepsi

sensoris, halusinasi, kejang dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke

hari, bahkan dalam hitungan jam. Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati

hipertensif, ensefalopati hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada

pasien sepsis, vaskulitis sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid,

benzodiazepin, neuroleptik, antidepresan), cerebral vascular disease, hematom

subdural.

Pemeriksaan pada UE yaitu laboratorium, EEG, Lumbal Pungsi dan

pencitraan otak digunakan terutama untuk menyingkirkan diagnosis.

Penatalaksanaan berupa dialisis dan non dialisis. Dengan pengenalan terhadap

dialisis dan transplantasi ginjal, insidens dan tingkat keparahan dari UE dapat

dikurangi.

1

Pasien dengan gagal ginjal sering memiliki tanda dan gejala yang

berhubungan dengan cairan dan elektrolit gangguan , anemia , kekurangan gizi ,

penyakit tulang dan masalah pencernaan . Satu dari mereka komplikasi adalah

ensefalopati uremik. Dengan diperkenalkannya dialisis dan transplantasi ginjal ,

insiden dan keparahan dari uremic encephalopathy telah menurun , tapi banyak

pasien gagal untuk sepenuhnya menanggapi terapi dialytic . Pada pasien dengan

gagal ginjal , ensefalopati adalah masalah umum yang mungkin disebabkan oleh

uremia , defisiensi tiamin , dialisis , transplantasi penolakan , hipertensi , cairan

dan elektrolit gangguan atau obat toksisitas. Dalam bab ini , gejala , patofisiologi

dan pengobatan uremik encephalopathy akan dibahas . Komplikasi neurologis

lainnya gagal ginjal tidak dibahas dalam bab ini.

2

BAB II

UREMIC ENCEPHALOPATHY

Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati

metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang

global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku

dan kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak.

Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang

ditandai dengan:

1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat

2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi

3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas

Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan

mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul

sederhana yaitu asam amino. Selain asam amino, hasil perombakan protein juga

menghasilkan senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N), yaitu amonia

(NH3). Asam amino tersebut merupakan produk dari perombakan protein yang

dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan senyawa toksik

yang bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi

senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Selain itu, urea juga

disintesis di hati melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada

siklus urea, kelompok asam amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi

urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-acetylglutamate. Urea kemudian

mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal

sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat.

3

Sedangkan uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan

ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik

yang berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri

berarti ureum di dalam darah.

Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat

juga terjadi pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi

secara cepat. Hingga sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang

ditetapkan sebagai penyebab segala manifestasi klinik pada uremia. 1

Gambar 1. Gejala klinis pada Uremia

4

II.3 Definisi

Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun

subakut yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik.

Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di

bawah 15 mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy sendiri memiliki arti

gejala neurologis non spesifik pada uremia. 2,3

II.4 Epidemiologi4

Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi UE

sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage

renal disease (ESRD),dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien

tersebut. Pada 1990an, lebih dari 165,000 orang diobati untuk ESRD. Pada

tahun 1970an, jumlahnya 40,000. Dengan bertambahnya jumlah pasien

dengan ESRD, diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah.

Gambar 2. Insidens ESRD

5

Mortalitas

Gagal ginjal fatal jika tidak ditangani

UE menunjukkan fungsi ginjal yang memburuk. Jika tidak ditangani, UE

dapat menyebabkan koma dan kematian.

Pasien memerlukan penanganan agresif untuk mencegah komplikasi dan

menjaga homeostasis yang tergantung pada intensive care dan dialisis. Di AS,

lebih dari 200.000 pasien menjalani hemodialisa. . RF adalah fatal jika tidak

diobati . UE mencerminkan memburuknya fungsi ginjal , dengan gejala

memburuk sebagai RF berlangsung . Jika diobati , UE berkembang menjadi koma

dan kematian. Pasien membutuhkan perawatan agresif untuk mencegah

komplikasi dan mempertahankan homeostasis . Mereka tergantung pada

perawatan intensif dan dialisis . Di Amerika Serikat , lebih dari 200.000 pasien.

Frequency

Amerika Serikat

Prevalensi UE sulit untuk menentukan. UE dapat bermanifestasi pada

pasien dengan stadium akhir ginjal Penyakit ( ESRD ) , dan langsung tergantung

pada jumlah pasien tersebut . Pada 1990-an , lebih dari 165.000 orang dirawat

karena ESRD , dibandingkan dengan 158.000 dekade sebelumnya . Pada 1970-an,

jumlah itu 40.000 . Karena jumlah pasien dengan ESRD meningkat , mungkin

begitu pula jumlah kasus UE . Secara tahunan , 1,3 per 10.000 pasien

mengembangkan ESRD.

Internasional

Prevalensi di seluruh dunia tidak diketahui . Di Eropa Barat dan di

Jepang , yaitu , negara-negara dengansistem kesehatan yang sama dengan

Amerika Serikat , statistik sejajar dengan orang-orang dari Amerika Serikat

diharapkan. Secara umum , perawatan pasien dengan UE tergantung pada

perawatan intensif mahal dan dialisis yang tidak tersedia di negara-negara

berkembang .

6

Ras

Gagal ginjal lebih sering pada ras Afrika Amerika dibandingkan ras

lainnya.RF lebih umum di Afrika Amerika daripada di ras lain . Dari semua

pasien di MedicareProgram pengobatan ESRD pada tahun 1990 , 32 %

adalah Afrika Amerika , meskipun Afrika Amerika akun hanya 12 % dari

populasi Amerika Serikat . Insiden keseluruhan ESRD adalah 4 kali lebih

besar di Afrika Amerika daripada orang kulit putih.

Jenis Kelamin

Insidens pada pria dan wanita sama banyak.

Usia

Pasien pada berbagai usia dapat mengalami gagal ginjal, namun lebih

progresif pada usia lanjut, yaitu pasien di atas 65 tahun.

II.5 Patofisiologi

Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus

sawar darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa

dijadikan satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena

jumlah ureum dan kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan

kesadaran ataupun adanya asterixis dan myoclonus.5

Perubahan yang ditemukan pada mayat pasien dengan chronic kidney

disease biasanya ringan, tidak spesifik dan lebih berhubungan dengan

penyakit yang menyertainya. Jumlah kalsium pada korteks serebri hampir

dua kali lipat dari nilai normal. Peningkatan jumlah kalsium ini mungkin

diperantarai oleh aktivitas hormon Paratiroid. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian pada anjing yang mengalami gagal ginjal akut maupun kronik,

EEG dan abnormalitas kalsium dapat dicegah dengan dilakukannya

7

paratiroidektomi. Pada manusia dengan gagal ginjal, EEG dan gangguan

psikologik juga dapat membaik dengan paratiroidektomi.6

Pada gangguan ginjal, metabolisme otak menurun sehingga

menyebabkan rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang

memungkinkan pada perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter,

menyebabkan aktivitas metabolik berkurang. Pompa Na/K ATPase

mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan penting dalam menjaga gradien

kalsium 10 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan adanya uremia, terdapat

peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi menyatakan bahwa

aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada keadaan

uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan

neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu

menjelaskan gangguan fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi

neurotransmitter yang ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. 6

Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan

jumlah glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi

perubahan metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan

gejala awal berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya bahwa terdapat

gangguan fungsi sinaps yaitu adanya studi bahwa dengan memburuknya

uremia, terjadi akumulasi komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic

acid, yang meningkat pada otak dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek

inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric acid (GABA) dan glisin pada

binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate

(NMDA). Toksin ini kemungkinan menganggu pelepasan neurotransmitter

dengan cara menghambat channel klorida pada membran neuronal. Hal ini

dapat menyebabkan myoklonus dan kejang. Sebagai tambahan,

methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase.6,7,8

8

Gambar 3. Ilustrasi efek neurotoksik dari uremia pada sistem saraf pusat

Kontribusi aluminium pada UE kronik masih belum jelas diketahui.

Sumber alumunium diperkirakan dari diet dan obat-obatan terikat fosfat.

Transpor aluminium menuju otak hampir pasti melalui reseptor transferin

pada permukaan luminal pada sel endotel kapiler otak. Jika sudah melewati

otak, aluminium dapat mempengaruhi ekspresi âA4 protein prekursor yang

melalui proses kaskade menyebabkan deposisi ekstraselular dari âA4 protein.

Secara ringkas, patofisiologi dari UE adalah kompleks dan mungkin

multifaktorial.6

Semua bentuk akut ensefalopati metabolik mengganggu fungsi ARAS

dan proyeksi untuk korteks otak, menyebabkan penurunan kesadaran Mekanisme

neurofisiologis dari encephalopathy termasuk gangguan jalur polisinaps dan

excitatoryinhibitory mengubah keseimbangan asam amino. Akumulasi metabolit,

gangguan hormonal, gangguan metabolisme perantara dan ketidakseimbangan

dalam rangsang dan penghambatan neurotransmiter telah diidentifikasi sebagai

faktor yang berkontribusi. racun uremik Hasil gagal ginjal di akumulasi zat

9

organik banyak yang mungkin bertindak sebagai neurotoksin uremik, tetapi tidak

ada satu metabolit yang telah diidentifikasi sebagai satu-satunya penyebab uremia

Gejala biasanya diatasi dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Akumulasi urea,

senyawa guanidino, asam urat, asam hipurat, berbagai asam amino, polipeptida,

poliamina, fenol dan konjugat fenol, fenolik dan indolic asam, aseton, asam

glukuronat, karnitin, myoinositol, sulfat dan fosfat telah dilaporkan dalam

literatur. Oleh beberapa sumber, zat terlarut retensi uremik dibagi menjadi tiga

kelas utama: 1) zat terlarut kecil (<500 Da) tanpa diketahui protein yang

mengikat; 2) zat terlarut dengan protein yang diketahui atau kemungkinan

mengikat dan 3) molekul tengah (≥ 500 Da). Klasifikasi ini didasarkan pada

karakteristik yang berpotensi mempengaruhi pola penghapusan mereka selama

dialisis. Konsentrasi 90 uremik zat terlarut dan rasio antara rata-rata uremik dan

konsentrasi yang normal dilaporkan oleh Vanholder dkk. (2003a). Meta-analisis

mereka menggambarkan kompleksitas retensi uremik. Tidak semua zat terlarut

dipertahankan untuk sama memperpanjang, dan retensi mereka sering tidak dalam

korelasi dengan penanda saat, urea dan kreatinin. Hal ini disebabkan berat

molekul mereka, protein mengikat, dan / atau perilaku multicompartmental Selain

itu, konsentrasi tinggi tidak selalu berhubungan dengan aktivitas biologis yang

kuat. Sebagai contoh, dua molekul dengan konsentrasi tertinggi (urea dan

kreatinin) yang dikenal untuk kegiatan biologis mereka relatif terbatas .

Hal ini menunjukkan bahwa strategi penghapusan harus dirancang

sedemikian rupa sehingga tidak hanya molekul standar, tetapi juga molekul lain

yang mungkin penting dalam memburuknya kondisi klinis, dapat dihapus secara

efisien. Urea telah digunakan sebagai penanda retensi uremik dan penghapusan

selama beberapa tahun dan penghapusan berhubungan langsung dengan

kelangsungan hidup pasien Namun demikian, ada sedikit penelitian yang

menunjukkan dampak biologis langsung urea pada konsentrasi uremik saat

ditemui dan studi menunjukkan dampak yang tidak selalu berkonsentrasi pada

fungsi organik kunci dalam status biokimia / biologis tubuh manusia. Ketika urea

ditambahkan ke dialisat selama periode beberapa bulan pada konsentrasi sebagian

besar melebihi yang saat ini ditemui di uremics dialisis, uremik simtomatologi

10

tidak konsisten diubah lebih masa penelitian, sekali lagi menunjukkan urea yang

dengan sendirinya sangat tidak penting dalam pengembangan toksisitas uremik.

Sulit untuk menjelaskan jelas paradoks antara validitas urea sebagai penanda dan

kurangnya diduga keracunan. Dari catatan, penghapusan urea tampaknya terkait

sebagai penanda pengganti hanya secara tidak langsung untuk bertahan hidup, dan

tidak untuk kualitas hidup. Salah satu kemungkinan untuk dipertimbangkan

adalah bahwa penghapusan urea dengan sendirinya tidak mempengaruhi

kelangsungan hidup, tetapi itu adalah wakil untuk penghapusan satu atau lebih zat

terlarut lainnya dengan dampak yang lebih konsisten. Salah satu pelakunya

potensi tersebut adalah kalium, lain-air kecil Senyawa yang larut dikenal untuk

secara substansial mempengaruhi kelangsungan hidup dialytic. Kemungkinan lain

adalah bahwa, bersama-sama dengan urea, zat terlarut uremik lainnya antagonis

beracun Dampak dipertahankan. Akhirnya, urea mungkin di asal lainnya, lebih

beracun gugus, seperti beberapa guanidines atau produk carbamylation. Gangguan

metabolisme lain yang mungkin atau mungkin tidak berkorelasi dengan intensitas

disfungsi serebral adalah asidosis, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia,

hypermagnesemia, hiperhidrasi dan dehidrasi. Namun, gejala klinis uremik

ensefalopati tidak berkorelasi secara tepat dengan perubahan laboratorium. Di sisi

lain, gejala biasanya diatasi dengan dialisis dan transplantasi ginjal. Senyawa

guanidino Di antara senyawa guanidino, asam guanidinosuccinic,

methylguanidine, guanidin dan kreatinin yang ditemukan sangat meningkat dalam

serum, cairan serebrospinal dan otak. Hal ini menandakan bahwa senyawa ini

dapat berkontribusi dengan gejala epilepsi dan kognitif yang menyertai uremik

encephalopathy. Aktivasi rangsang N-metil-daspartate (NMDA) reseptor dan

penghambatan bersamaan asam γ-aminobutyric penghambatan (GABA) A-ergik

neurotransmisi telah diusulkan sebagai mekanisme yang mendasari. Selain itu,

transketolase adalah enzim tergantung tiamin dari pentosa fosfat jalur yang

ditemukan terutama di struktur mielin sistem saraf dan telah dilaporkan memiliki

peran penting dalam pemeliharaan akson-silinder myelin sheats). Enzim ini

terbukti secara signifikan dihambat oleh plasma, cairan serebrospinal dan berat

molekul rendah (<500 fraksi dalton) dialisat yang diperoleh dari pasien dengan

11

uremia. Itu juga bunga yang di mata pelajaran uremik, transketolase aktivitas

eritrosit ditemukan di bawah normal tetapi meningkatkan setelah terapi dialytic .

Asam Guanidinosuccinic adalah mampu mereproduksi penghambatan ini yang

mungkin mendasari perubahan demyelinative kontribusi untuk kedua perubahan

sistem saraf pusat dan perifer di uremia kronis . Selain itu , senyawa guanidino

lainnya , seperti guanidin dan methylguanidine , telah ditunjukkan in vivo , pada

hewan percobaan , untuk menginduksi klinis perubahan sebanding dengan yang

diamati pada uremia. Methylguanidine diinduksi sindrom mirip dengan

ensefalopati uremik termasuk epilepsi dan gejala mirip dengan uremik " kedutan -

kejang " sindrom. Dalam mengurangi potensi , asam guanidinosuccinic ,

methylguanidine , guanidin dan kreatinin menghambat respon terhadap GABA

dan glisin pada neuron tikus dalam kultur sel. Urutan yang sama Potensi

epileptogenik ditemukan untuk senyawa uremik guanidin ini di perilaku Studi

(Konsentrasi asam Guanidinosuccinic di kimia ini Model epilepsi sebanding

dengan tingkat yang diamati di otak uremik. Efek pada penghambatan

neurotransmisi kekuatan , dalam kombinasi dengan yang lain Efek yang diberikan

oleh racun ini , mendasari patogenesis myoclonus dan epilepsi . Selain itu , asam

guanidinosuccinic ditunjukkan untuk menghambat transmisi sinaptik rangsang di

Wilayah CA1 dari irisan tikus hippocampal ; ini adalah efek yang mungkin

berkontribusi terhadap kognitif yang simtomatologi presentasi di uremic

encephalopathy Senyawa guanidino diproduksi sebagai hasil dari protein dan

asam amino metabolisme. Senyawa guanidino spesifik ditemukan menumpuk di

cairan biologis dan jaringan pasien uremik. Tingkat mereka telah ditentukan

dalam serum, urin dan cairan serebrospinal non-dialisis dan dialisis pasien cukup

ginjal. Empat senyawa yang sangat meningkat adalah kreatinin, guanidin, asam

guanidinosuccinic dan methylguanidine. Sebagai tambahan, akumulasi asimetris

(ADMA) dan simetris (SDMA) dimethylarginine adalah dilaporkan. Dalam kasus

asam guanidinosuccinic, peningkatan konsentrasi cairan serebrospinal dari berat

pasien uremik ditemukan setinggi 350 kali konsentrasi rata-rata di kontrol. Selain

itu, senyawa guanidino ditemukan untuk merangsang leukosit, dengan

methylguanidine dan asam guanidinoacetic signifikan meningkatkan

12

lipopolisakarida-dirangsang produksi tumor necrosis factor-_ oleh monosit normal

dan SDMA meningkatkan meledak monocytic melalui toko dioperasikan

masuknya kalsium.

Selain itu , senyawa guanidino juga memodifikasi struktur albumin

dalam sedemikian rupa sehingga pada ensefalopati, mereka mengurangi protein

pengikatan homocystein. Yang dihasilkan bebas homocysteine aktif akibatnya

memberikan kontribusi terhadap kerusakan kardiovaskular . Kognisi terganggu

dan simtomatologi epilepsi adalah manifestasi paling khas dari uremik

encephalopathy . Namun, itu tidak sepenuhnya jelas yang mana dari racun uremik

diduga bertanggung jawab untuk ini komplikasi sistem saraf pusat di uremia .

Mungkin, komplikasi yang disebabkan oleh efek gabungan dari senyawa

neurotoksik yang berbeda . Senyawa guanidino mungkin memainkan peran

penting dalam etiologi uremik ensefalopati dan mereka mungkin berkontribusi

pada hyperexcitability otak uremik. Pengaruh senyawa uremik guanidino pada

reseptor asam amino Empat yang paling meningkat senyawa guanidino uremik

disebabkan kejang klonik - tonik di tikus dewasa. Asam Guanidinosuccinic dan

methylguanidine yang nyata convulsants lebih kuat dari guanidin dan kreatinin .

konsentrasi otak sesuai dengan CD50 intraperitoneal ( dosis kejang pada 50% )

dari convulsants ini adalah 1328 nmol / g jaringan untuk kreatinin , 209 nmol / g

jaringan untuk guanidin , 56 nmol / g jaringan untuk asam guanidinosuccinic , dan

94 nmol / g jaringan untuk methylguanidine. Rupanya , otak kreatinin dan asam

guanidinosuccinic konsentrasi , sesuai dengan intraperitoneal dosis yang

menyebabkan kejang-kejang klonik pada tikus , mirip dengan konsentrasi yang

ditemukan di otak pasien uremik . Namun, kreatinin hanya diinduksi menyentak

mioklonik dan sedikit kejang, sedangkan asam guanidinosuccinic diinduksi kuat

umum kejang klonik dan tonik Konsentrasi kejang pada tikus guanidin dan

methylguanidine lebih tinggi dari yang ditemukan di otak uremik . Asam

Guanidinosuccinic sangat meningkat di uremik serum , cairan serebrospinal , dan

otak . Senyawa ini ditunjukkan oleh kelompok kami untuk menjadi eksperimental

convulsant. Selain itu, tampaknya menjadi uremik senyawa guanidino paling

mungkin untuk memainkan peran penting dalam etiologi dari hyperexcitability

13

otak uremik . Senyawa diinduksi kejang klonik dan tonik juga sebagai

epileptiform discharges electrocorticographic pada tikus dewasa. Efek

Neuroexcitatory senyawa ini mungkin disebabkan karena tindakan mereka di

hambat dan reseptor asam amino rangsang . Empat senyawa uremik guanidino

diblokir GABAand glisin - membangkitkan depolarisasi pada tikus neuron

sumsum tulang belakang dalam sel dipisahkan primer budaya. Asam

Guanidinosuccinic terbukti menjadi yang paling senyawa ampuh, sedangkan

methylguanidine, guanidin, dan kreatinin (dalam menurunkan order) diblokir

tanggapan GABA dan glisin kurang poten. Disarankan bahwa uremic yang

Senyawa guanidino mungkin menghalangi GABA dan glisin reseptor terkait

channel klorida. Kemudian studi menggunakan teknik menjepit menyarankan

bahwa asam guanidinosuccinic, methylguanidine, dan kreatinin mungkin agak

bertindak sebagai antagonis kompetitif di lokasi pengakuan pemancar dari

reseptor GABA. Tergantung pada potensi penjepit, GABA-membangkitkan luar

atau ke dalam arus seluruh sel, yang diblokir oleh reseptor GABA antagonis

bicuculline. Asam Guanidinosuccinic, methylguanidine, dan kreatinin dosis-

dependen memblokir ini Arus seluruh sel GABA-membangkitkan. Asam

Guanidinosuccinic adalah terbukti lebih kuat daripada methylguanidine atau

kreatinin, tapi semua tiga diblokir ke dalam serta GABA-membangkitkan luar saat

ini. The GABAA dan reseptor glisin antagonisme yang ditunjukkan dalam

percobaan in vitro, mungkin mendasari tindakan kejang dari uremic yang

guanidino senyawa in vivo dan mungkin berkontribusi pada simtomatologi

epilepsi di uremia . Namun, dalam kasus asam disebabkan kejang klonik

guanidinosuccinic , obat antiepilepsi seperti diazepam atau fenobarbital tidak atau

hanya sedikit melemahkan ini kejang. Kompetitif dan nonkompetitif Antagonis

reseptor NMDA , di sisi lain , tidak efektif memblokir kejang ini. Asam

guanidinosuccinic potensial NMDA- tapi tidak glutamateor kainate- kejang

diinduksi. Temuan ini menyarankan bahwa , selain blokade inhibisi GABAergic,

reseptor NMDA entah bagaimana terlibat dalam Asam guanidinosuccinic

diinduksi kejang. Aktivasi hipotetis dari reseptor NMDA oleh asam

guanidinosuccinic pertama dikuatkan oleh Reynolds dan Rothermund (. Mereka

14

menemukan bahwa kreatinin, guanidin dan methylguanidine diblokir yang ionofor

reseptor NMDA terkait dalam cara yang mirip dengan magnesium, tapi itu Asam

guanidinosuccinic mampu meningkatkan [3H] dizocilpine mengikat membran

otak tikus, dan meningkatkan intraseluler [Ca2 +] di neuron otak depan tikus.

Kedua efek yang terakhir adalah indikasi dari tindakan agonis asam

guanidinosuccinic di reseptor NMDA. Kami menemukan perilaku dan bukti

elektrofisiologi bahwa asam guanidinosuccinic (tapi tidak methylguanidine)

bertindak sebagai agonis selektif di NMDA-jenis reseptor asam amino rangsang

dengan cara yang sama dengan struktural terkait L-aspartat. Asam

Guanidinosuccinic terbukti menghapuskan potensi postsynaptic rangsang direkam

dari kawasan CA1 tikus hippocampal iris . Penghambatan efek ini oleh selektif

Antagonis reseptor NMDA menunjukkan bahwa ini mungkin karena NMDA

receptormediated depolarisasi neuron hippocampus. menunjukkan bahwa injeksi

intrahippocampal asam guanidinosuccinic pada tikus menginduksi epilepsi

pembuangan electrographic, dan menyebabkan kerusakan hippocampus, yang bisa

diblok oleh pengobatan dengan NMDA antagonis reseptor ketamin. Hal ini

memang mapan bahwa penerapan NMDA agonis, bahkan dalam jumlah yang

tidak segera beracun, menyebabkan neurodegeneration. Berlebihan masuknya

kalsium melalui NMDA saluran reseptor terkait ion menyebabkan hilangnya

fungsi mitokondria dan nuklir, aktivasi protease dan enzim tergantung kalsium

lainnya, dan sel eksitotoksik ultimate kematian. Pengaruh intrahippocampal

injeksi asam guanidinosuccinic pada kedua (kognitif) perilaku dan volume

hipokampus pada tikus diteliti juga. Sebuah efek tergantung dosis signifikan

injeksi intrahippocampal asam guanidinosuccinic pada kinerja kognitif, aktivitas,

dan perilaku sosial eksplorasi diamati. Volume dari hippocampal cornu wilayah

ammonis menurun secara signifikan dan dosis-dependen setelah injeksi asam

guanidinosuccinic. Sistemik guanidinosuccinic injeksi asam meningkat cGMP

konsentrasi dalam pembentukan hippocampus. Pengetahuan tentang efek

neurotoksik dan mekanisme aksi asam guanidinosuccinic dan zat terlarut retensi

uremik lainnya bisa membantu dalam pengembangan pengobatan yang lebih

efisien dari pasien uremik

15

Mekanisme hipotetis dari neuroexcitation oleh senyawa uremik guanidino

Berdasarkan hasil dirangkum di atas , mekanisme hipotetis untuk aksi uremik

senyawa guanidino transmisi glutamatergic dalam sistem saraf pusat adalah

diusulkan oleh De Deyn dkk. Sebuah model sederhana dari Schaffer sinaps sel

agunan - piramida di wilayah CA1 dari hippocampus tikus digunakan. Dalam

bentuk berubah , mekanisme yang diusulkan mungkin juga berlaku untuk jalur

glutamatergic lainnya. Mekanisme bisa menjelaskan neuroexcitatory dan

www.intechopen.com Miscellanea pada ensefalopati - A Look Kedua 30 tindakan

convulsant asam guanidinosuccinic (dan senyawa uremik guanidino lainnya) di

hewan percobaan, tetapi juga mungkin link senyawa guanidino uremik untuk

uremiaassociated simtomatologi epilepsi. Di wilayah CA1, peristiwa sinaptik

cepat dilakukan oleh dua jenis ionotropic rangsang reseptor asam amino: a-amino-

3-hidroksil-5-metil-4- isoxazole-propionat (AMPA) dan reseptor NMDA. Kedua

jenis reseptor bereaksi terhadap endogen dirilis L-glutamat. Selama frekuensi

rendah transmisi, NMDA reseptor terkait saluran ion tegangan dependen diblokir

oleh Mg2 +. Aktivasi rendah frekuensi reseptor AMPA tidak menimbulkan Na +

masuknya, tapi ini saat depolarisasi tidak menyediakan membran depolarisasi

cukup untuk mengurangi Mg2 + blok pada reseptor NMDA. GABAergic

interneuron menengahi feedforward kuat serta penghambatan sinaptik umpan

balik. Endogen dirilis GABA mengikat GABAA reseptor, mengaktifkan saluran

ion ligan-gated dari reseptor, dan memunculkan hyperpolarizing masuknya

klorida. Efek Rangsang senyawa uremik guanidino. Mekanisme hipotetis tindakan

asam guanidinosuccinic pada transmisi sinaptik pada tikus hippocampal wilayah

CA1. Selama transmisi frekuensi rendah, neurotransmitter rangsang L-glutamat

dilepaskan oleh terminal aferen dan mengikat AMPA dan reseptor NMDA

(NMDA-R). GABAergic interneuron memberikan penghambatan sinaptik melalui

aktivasi reseptor GABA (GABA-R) dan masuknya klorida. Karena tidak cukup

membran depolarisasi, tergantung tegangan Mg2 + blok pada NMDA-R tidak

diangkat. Namun, di hadapan peningkatan tingkat guanidinosuccinic asam,

diblokir reseptor GABA, dan efek depolarisasi lainnya senyawa guanidino

uremik, blok Mg2 + dapat diangkat dari NMDA-R. Pengaktifan dari NMDA-Rs

16

memunculkan Ca2 + masuknya melalui NMDA-R ionofor dan aktivasi Ca2 + -

Peristiwa dipicu seperti aktivasi oksida nitrat sintase (NOS) yang mengarah ke

oksida nitrat (NO) produksi dan meningkatkan pelepasan glutamat

presynaptically.

asam guanidinosucinic membangkitkan aktivasi Reseptor NMDA dalam

hubungannya dengan blokade reseptor GABA ionofor . di bawah ini kondisi , sel-

sel piramidal mungkin cukup depolarized untuk mengurangi blok Mg2 + pada

reseptor NMDA . Aktivasi reseptor NMDA memunculkan Ca2 + masuknya ,

berpotensi menyebabkan kalsium - dimediasi neurotoksisitas . Produksi oksida

nitrat melalui bergantung kalsium aktivasi nitrat oksida sintase bisa menjadi salah

satu mekanisme yang terlibat dalam berkelanjutan Kegiatan rangsang berikut

aplikasi asam guanidinosuccinic . Seperti telah disebutkan, Pan et al. telah

menunjukkan NMDA reseptor -mediated kerusakan hippocampal berikut injeksi

intrahippocampal asam guanidinosuccinic pada tikus . Di otak uremik , yang

depolarisasi efek senyawa guanidino dan racun uremik lain mungkin

meningkatkan pengaruh asam guanidinosuccinic. Kehadiran bersama peningkatan

kadar uremik guanidino senyawa dapat meningkatkan blok pada reseptor GABA

karena telah menunjukkan bahwa, misalnya, co-aplikasi guanidin dan

methylguanidine hasil dalam penghambatan secara signifikan lebih besar

tanggapan GABA daripada ketika salah satu dari senyawa guanidino ini

diterapkan sendiri. Selain itu, senyawa guanidino yang terbukti memiliki lainnya

efek neurotoksik, yang juga dapat menyebabkan depolarisasi neuronal. Salah satu

seperti Efek adalah penghambatan otak Na + /K + -ATPase oleh methylguanidine.

4.3 metabolisme Energi Selain racun, bukti menunjukkan bahwa metabolisme

energi mungkin memainkan peran. Eksperimental penelitian pada hewan dan tes

in vitro menunjukkan gangguan metabolisme perantara. Di otak tikus dengan

gagal ginjal akut, kreatin fosfat, dan adenosin trifosfat kadar glukosa meningkat

dengan adanya penurunan adenosin monofosfat, difosfat dan laktat tingkat

adenosin. Dengan demikian, otak uremik di uremia eksperimental tampaknya

menggunakan trifosfat kurang adenosine dan menghasilkan kurang aadenosine

difosfat , monoposphate adenosine dan laktat . Perubahan ini terkait dengan

17

penurunan baik tingkat metabolisme otak dan konsumsi oksigen otak ( Mahoney

et al , 1984; . Van den Noort et al. , 1968) dan konsisten dengan penurunan umum

dalam penggunaan energi otak . Selain itu , sebuah penghambatan otak natrium -

kalium - ATPase ditunjukkan di uremik eksperimental hewan ( Bakar & Bates ,

1998; Minkoff et al , 1972 . ) . Ini bisa berkorelasi dengan elevasi di natrium

intraseluler dan karena itu dapat dikaitkan dengan beberapa aspek dari otak

disfungsi , terutama dengan aktivitas kejang . Studi terbaru yang lebih aktif secara

metabolik pada dan synaptosomes otak dimurnikan menunjukkan bahwa baik

natrium kalium adenosin pompa trifosfat dan beberapa kalsium pompa diubah

pada tikus uremik.

gangguan hormonal Peran gangguan hormonal dalam genesis dari

sindrom uremik harus dipertimbangkan juga. Tingkat darah dari banyak hormon

seperti hormon paratiroid, insulin, hormon pertumbuhan, glukagon, thyrotropin,

prolaktin, hormon luteinizing dan gastrin yang meningkat pada pasien dengan

uremia. Salah satu ketidakseimbangan hormon utama dalam uremia adalah

kenaikan kadar hormon paratiroid. Peran patofisiologi kemungkinan dari hormon

paratiroid dalam pengembangan komplikasi sistem saraf di uremia memiliki telah

jauh dibahas. Paratiroid hormon muncul untuk menghasilkan beberapa perubahan

sistem saraf pusat dari uremia Sebelumnya tikus parathyroidectomised, sasaran

uretral ligasi bilateral, dilindungi terhadap perubahan uremia diinduksi

somatosensori membangkitkan potensi. Pada manusia, hormon paratiroid

diproduksi efek sistem saraf pusat, bahkan tanpa adanya gagal ginjal Mekanisme

yang hormon paratiroid dapat merusak saraf pusat fungsi sistem tidak sepenuhnya

dipahami. Namun, kandungan kalsium yang meningkat jaringan yang beragam, di

antaranya otak, pada pasien dengan uremia dan sekunder hiperparatiroidisme

menunjukkan bahwa hormon paratiroid dapat entah bagaimana memfasilitasi entri

kalsium dalam jaringan ini. Sejak kalsium merupakan mediator penting dari

pelepasan neurotransmitter dan memainkan peran penting dalam metabolisme

intraseluler dan proses enzimatik, perubahan kalsium otak, mungkin mungkin

mengganggu fungsi otak dengan mengganggu setiap proses ini. Otak edema dan

perubahan dalam transportasi air juga telah terlibat. Penurunan permintaan energi

18

otak, perubahan asam amino bebas, dan kekacauan penghalang darah-otak telah

terbukti terlibat dalam kedua akut dan kronis uremik encephalopathy. Di sebuah

model tikus untuk cedera ginjal akut, itu menunjukkan bahwa sel-sel saraf yang

pyknotic meningkat secara signifikan di wilayah CA1 dari hippocampus. Selain

itu, cedera ginjal akut mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam tingkat

kemokin keratinosit yang diturunkan chemoattractant dan G-CSF di otak pada 24h

setelah iskemia. Di sisi lain, otak kadar air selama cedera ginjal akut tidak

meningkat atau bahkan menurun.

II.6 Gejala klinis

Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi

konfusi, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala ini dapat

berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Pada beberapa

pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat berlanjut secara cepat

hingga koma. Pada pasien lain, halusinasi visual ringan dan gangguan

konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu.

Pada gagal ginjal akut, clouded sensorium selalu disertai berbagai

gangguan motorik, yang biasanya terjadi pada awal ensefalopati. Pasien

mulai kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch dapat meliputi satu bagian otot,

seluruh otot, atau ekstremitas,aritmik, asinkron pada kedua sisi tubuh pada

saat bangun ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi,

tremor aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang. Dapat juga terjadi

phenomena motorik yang tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitch-

convulsive syndrome.

19

Gambar 4. Asterixis

Jika keadaan uremia memburuk, pasien dapat jatuh dalam keadaan

koma. Jika asidosis metabolik yang mengikuti tidak dikoreksi, akan terjadi

pernapasan Kussmaul yang berubah sebelum kematian, menjadi pernapasan

Cheyne-Stokes.9

Tabel 1. Gejala dan Tanda Ensefalopati Uremikum10

Ringan Sedang BeratAnoreksia Muntah GatalMual Lamban Gangguan

orientasiInsomnia Mudah lelah Kebingungan“restlessness” Mengantuk Tingkah laku anehKurang atensi Perubahan pola tidur Bicara peloTidak mampu menyalurkan ide

Emosional Hipotermia

20

Penurunan libido Paranoia MioklonusPenurunan kognitif AsterixisPenurunan abstraksi KejangPenurunan kemampuan seksual

Stupor

Koma

Uremik encephalopathy dapat menyertai setiap bentuk gagal ginjal akut

atau kronis. Gambaran klinis tampaknya terkait dengan laju perkembangan gagal

ginjal. Di pasien dengan gagal ginjal akut gejala umumnya lebih jelas dan

kemajuan lebih cepat dari pada pasien dengan gagal ginjal kronis.Gejala mulai

diam-diam dan sering tidak diperhatikan oleh pasien tetapi mereka anggota

keluarga atau pengasuh. Kebanyakan ensefalopati reversibel, membuat cepat

pengakuan dan pengobatan penting. Setelah hemodialisis, peningkatan yang

signifikan dari uremik ensefalopati terjadi, namun tingkat azotemia berkorelasi

buruk dengan tingkat disfungsi neurologis.

Status Mental Ensefalopati adalah disfungsi otak global, sering dengan

tidak adanya struktur primer penyakit otak. Namun demikian, dalam beberapa

konteks itu juga dapat menyebabkan cedera otak permanen, sementara dalam

kasus lain itu adalah reversibel. Hal ini dapat disebabkan oleh cedera langsung ke

otak, atau penyakit jauh dari otak. Dalam istilah medis dapat merujuk ke berbagai

gangguan otak dengan sangat berbeda etiologi, prognosis dan implikasi. Uremik

ensefalopati biasanya menyajikan dengan perubahan status mental berfluktuasi

dari berkabut sensorik ringan sampai delirium dan koma. Gangguan perhatian

dapat diuji dengan sederhana tugas samping tempat tidur seperti pengurangan

serial atau penamaan bulan tahun secara terbalik . Lain Temuan umum termasuk

siklus tidur-bangun yang terganggu , penurunan kewaspadaan , hypervigilance ,

halusinasi , kesalahan persepsi sensorik , memori terganggu dan disorientasi .

Pemikiran Proses ini sering tidak teratur dan percakapan bingung . Apatis,

kelelahan, lekas marah dan inattentiveness biasanya gejala awal saat

kebingungan , gangguan sensorik persepsi , halusinasi dan pingsan muncul

21

kemudian . Tingkat kewaspadaan mencerminkan beratnya ensefalopati itu, koma

menjadi tahap yang paling serius.

Hubungan gejala selain perubahan status mental, gejala terkait lainnya

sering hadir. Kekeruhan dari sensorium yang hampir selalu dikaitkan dengan

kelemahan difus ringan dan berbagai gangguan motorik. Tremor adalah umum,

tetapi gerakan involunter lain seperti fasikulasi, multifokal mioklonus, chorea,

asteriksis atau kejang terlihat pada pasien berbagai waktu. Tremor biasanya kasar

dan tidak teratur pada tingkat 8-10 Hz. Asterixis atau mengepakkan tremor adalah

masalah dramatis, dengan gerakan menyentak yang timbul dari penyimpangan

dari postur memegang, sebagai tangan terentang. Hal ini hampir selalu bilateral.

Sepihak asteriksis menunjukkan lesi struktural okultisme. Myoclonus multifokal

ditandai dengan tiba-tiba, non-berirama, otot berkedut kotor, khususnya yang

melibatkan wajah dan otot proksimal. Selain kompleks gejala umum ensefalopati,

sakit kepala, tanda-tanda motorik fokus dan yang "uremik kedutan kejang"

sindrom dapat diamati. Tanda-tanda neurologis fokal seperti hemiparesis,

dysarthria, kelainan visual atau asimetri refleks cenderung bersifat sementara dan

alternatif dari sisi ke sisi. Lain gejala umum termasuk polineuropati uremik,

pruritus -sering mengarah ke diri diinduksi lesions- kulit, dan gelisah-kaki

sindrom. Semua tanda-tanda ini berfluktuasi dari hari ke hari atau kadang-kadang

dari jam ke jam.

Penyelidikan laboratorium untuk ensefalopati termasuk hitung darah

lengkap, elektrolit panel dan pemeriksaan glukosa, urea, kreatinin, enzim hati dan

amonia. Tidak nilai laboratorium, termasuk evaluasi spesifik fungsi ginjal,

berkorelasi baik dengan gejala klinis dan tanda-tanda uremia. Pungsi lumbal

sering mengungkapkan protein tinggi dan kadang-kadang pleositosis ringan.

Sebuah tusukan lumbal terutama dilakukan untuk mengecualikan penyebab

infeksi ensefalopati. CT atau MRI kepala hanya ditunjukkan ketika fokus tanda-

tanda yang hadir pada pemeriksaan fisik dan untuk mengecualikan adanya

subdural hematoma, stroke iskemik atau hidrosefalus. Elektroensefalografik

(EEG) temuan di uremik encephalopathy tidak spesifik tetapi berkorelasi dengan

gejala klinis dan, oleh karena itu, mungkin nilai diagnostik. Selain itu, dapat

22

berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari kebingungan seperti infeksi atau

kelainan struktural. Yang paling umum Temuan EEG adalah perlambatan umum

dari latar belakang yang normal. Frontal intermiten aktivitas theta berirama dan

paroksismal, bilateral, tegangan tinggi gelombang delta juga sering .. Kadang-

kadang bilateral kompleks lonjakan-gelombang atau gelombang triphasic di

daerah frontal ditemukan (Gambar. 1). Kejang sering merupakan manifestasi

tahap akhir dari gagal ginjal kronis. Kejang biasanya umum tonik-klonik kejang.

Namun demikian, kejang fokal motorik yang tidak biasa. Epilepsia partialis

continua dapat terjadi tanpa kejang umum.

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis tanpa gejala neurologis ,

gangguan kognitif pengolahan dapat diungkapkan oleh potensi terkait event .

Kenaikan P3 latency dan penurunan di P3 amplitudo ditemukan.

II. 7 Diagnosis

Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan

kemajuannya setelah dilakukan terapi yang adekuat. Pemeriksaan

laboratorium pada UE antara lain darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum,

kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin yang

tinggi. Darah lengkap diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat

berperan dalam beratnya perubahan status mental. Sementara jika ditemukan

leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa

diperiksa untuk menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya.

Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan

infeksi. Pada ensefalopati uremik, LCS sering abnormal, kadangkala

menunjukan pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm3) dan meningkatnya

konsentrasi protein (biasanya <100mg/dl).

EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun berhubungan

dengan gejala klinis. Selain itu, EEG dapat berguna untuk menyingkirkan

penyebab lain dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas struktural.

23

Gambaran EEG yang sering ditemukan adalah perlambatan secara general.

Ritme tetha pada frontal yang intermiten dan paroksisimal, bilateral, high

voltage gelombang delta juga sering ditemukan. Kadangkala kompleks spike-

wave bilateral atau gelombang trifasik pada regio frontal dapat terlihat. 3,11,12

Gambar 5. Hasil elektroensefalografi pada pasien uremic encephalopathy, didapatkan perlambatan general dengan gelombang delta dan theta dan spikes bilateral12

Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk

menyingkirkan adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya

menunjukkan atrofi serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan

chronic kidney disease.11

Uremik encephalopathy dapat menyertai setiap bentuk gagal ginjal akut

atau kronis . Gambaran klinis tampaknya terkait dengan laju perkembangan gagal

ginjal . Di pasien dengan gagal ginjal akut gejala umumnya lebih jelas dan

kemajuan lebih cepat dari pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Gejala mulai

diam-diam dan sering tidak diperhatikan oleh pasien tetapi mereka anggota

24

keluarga atau pengasuh . Kebanyakan ensefalopati reversibel , membuat cepat

pengakuan dan pengobatan penting . Setelah hemodialisis , peningkatan yang

signifikan dari uremik ensefalopati terjadi , namun tingkat azotemia berkorelasi

buruk dengan tingkat disfungsi neurologis.

Status Mental Ensefalopati adalah disfungsi otak global, sering dengan

tidak adanya struktur primer penyakit otak . Namun demikian , dalam beberapa

konteks itu juga dapat menyebabkan cedera otak permanen , sementara dalam

kasus lain itu adalah reversibel . Hal ini dapat disebabkan oleh cedera langsung ke

otak , atau penyakit jauh dari otak . Dalam istilah medis dapat merujuk ke

berbagai gangguan otak dengan sangat berbeda etiologi , prognosis dan implikasi .

Uremik ensefalopati biasanya menyajikan dengan perubahan status mental

berfluktuasi dari berkabut sensorik ringan sampai delirium dan koma . Gangguan

perhatian dapat diuji dengan sederhana tugas samping tempat tidur seperti

pengurangan serial atau penamaan bulan tahun secara terbalik . Lain Temuan

umum termasuk siklus tidur-bangun yang terganggu , penurunan kewaspadaan ,

hypervigilance , halusinasi , kesalahan persepsi sensorik , memori terganggu dan

disorientasi . Pemikiran Proses ini sering tidak teratur dan percakapan bingung .

Apatis, kelelahan, lekas marah dan inattentiveness biasanya gejala awal saat

kebingungan , gangguan sensorik persepsi , halusinasi dan pingsan muncul

kemudian . Tingkat kewaspadaan mencerminkan beratnya ensefalopati itu, koma

menjadi tahap yang paling serius .

Gejala Associated Selain perubahan status mental , gejala terkait lainnya

sering hadir . Kekeruhan dari sensorium yang hampir selalu dikaitkan dengan

kelemahan difus ringan dan berbagai gangguan motorik . Tremor adalah umum ,

tetapi gerakan involunter lain seperti fasikulasi , multifokal mioklonus , chorea ,

asteriksis atau kejang terlihat pada pasien berbagai waktu . Tremor biasanya kasar

dan tidak teratur pada tingkat 8-10 Hz . asterixis atau mengepakkan tremor adalah

masalah dramatis , dengan gerakan menyentak yang timbul dari penyimpangan

dari postur memegang , sebagai tangan terentang . Hal ini hampir selalu bilateral .

Sepihak asteriksis menunjukkan lesi struktural okultisme . Myoclonus multifokal

25

ditandai dengan tiba-tiba , non - berirama , otot berkedut kotor , khususnya yang

melibatkan wajah dan otot proksimal.

Selain kompleks gejala umum ensefalopati , sakit kepala , tanda-tanda motorik

fokus dan yang " uremik kedutan kejang " sindrom dapat diamati. Tanda-tanda

neurologis fokal seperti hemiparesis , dysarthria , kelainan visual atau asimetri

refleks cenderung bersifat sementara dan alternatif dari sisi ke sisi. Lain gejala

umum termasuk polineuropati uremik , pruritus -sering mengarah ke diri diinduksi

lesions- kulit , dan gelisah - kaki sindrom . Semua tanda-tanda ini berfluktuasi

dari hari ke hari atau kadang-kadang dari jam ke jam.

Penyelidikan laboratorium untuk ensefalopati termasuk hitung darah

lengkap, elektrolit panel dan pemeriksaan glukosa, urea, kreatinin, enzim hati dan

amonia. Tidak nilai laboratorium, termasuk evaluasi spesifik fungsi ginjal,

berkorelasi baik dengan gejala klinis dan tanda-tanda uremia. Pungsi lumbal

sering mengungkapkan protein tinggi dan kadang-kadang pleositosis ringan.

Sebuah tusukan lumbal terutama dilakukan untuk mengecualikan penyebab

infeksi ensefalopati. CT atau MRI kepala hanya ditunjukkan ketika fokus tanda-

tanda yang hadir pada pemeriksaan fisik dan untuk mengecualikan adanya

subdural hematoma, stroke iskemik atau hidrosefalus. Elektroensefalografik

(EEG) temuan di uremik encephalopathy tidak spesifik tetapi berkorelasi dengan

gejala klinis dan, oleh karena itu, mungkin nilai diagnostik. Selain itu, dapat

berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari kebingungan seperti infeksi atau

kelainan struktural. Yang paling umum Temuan EEG adalah perlambatan umum

dari latar belakang yang normal. Frontal intermiten aktivitas theta berirama dan

paroksismal, bilateral, tegangan tinggi gelombang delta juga sering .. Kadang-

kadang bilateral kompleks lonjakan-gelombang atau gelombang triphasic di

daerah frontal ditemukan (Gambar. 1). Kejang sering merupakan manifestasi

tahap akhir dari gagal ginjal kronis . Kejang biasanya umum tonik-klonik kejang .

Namun demikian , kejang fokal motorik yang tidak biasa . Epilepsia partialis

continua dapat terjadi tanpa kejang umum.

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis tanpa gejala neurologis ,

gangguan kognitif pengolahan dapat diungkapkan oleh potensi terkait event .

26

Kenaikan P3 latency dan penurunan di P3 amplitudo ditemukan.

II.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif, ensefalopati

hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien sepsis, vaskulitis

sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid, benzodiazepin, neuroleptik,

antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural. Kejang dapat

terjadi pada UE, ensefalopati hipertensif, emboli serebral, gangguan elektrolit

dan asam-basa, tetanus.9,11

II.9 Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi

sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis

buruk tanpa dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan

hemodialisis atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1

sampai 2 hari dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan

kognitif dapatmenetap meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah

sifat non-spesifik sehingga dialisis juga dapat menghilangkan komponen

esensial. Transplantasi ginjal juga dapat dipertimbangkan.12

Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan

fungsi renal. Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau

dengan pemberian absorbent secara oral. Studi menunjukkan untuk

menurunkan toksin uremik dengan diet rendah protein, atau pemberian

prebiotik.atau probiotik seperti bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal

juga penting untuk eliminasi toksin uremik.12

Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam

menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine

untuk kejang myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau

absens; ethosuximide, untuk status epileptikus absens; Fenobarbital, untuk

27

status epileptikus konvulsif.13 Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk

kejang myoklonik pada end stage renal disease. 14

Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas

GABA dengan berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga

memfasilitasi GABA untuk berikatan dengan reseptor spesifiknya.

Terikatnya BZD menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel

klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi

selular.15

Gambar 6. Mekanisme kerja Benzodiazepine15

Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis

dengan target Hb 11 sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan

meningkatnya fungsi kognitif dan menurunkan perlambatan pada EEG.11

II.10 Prognosis

28

Dengan penatalaksaan yang tepat, tingkat mortalitas rendah. Dengan

pengenalan terhadap dialisis dan transplantasi ginjal, insidens dan tingkat

keparahan dari UE dapat dikurangi.

II.11 Disequilibrium syndrome

Dialysis disequilibrium syndrome terjadi pada pasien yang menjalani

hemodialisis. Gejalanya antara lain sakit kepala,mual, muntah, penglihatan

kabur, disorientasi, delirium, hipertensi, tremor dan kejang.Kondisi ini

biasanya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa jam. Hal ini terjadi

karena adanya reverse urea effect. Urea dibersihkan lebih lama dari otak

daripada darah, sehingga menyebabkan perbedaan osmotik dan menyebabkan

serebral edema transien.12

II.12 Dialysis encephalopathy

Beberapa pasien yang menjalani dialisis dalam waktu lama dapat mengalami

dialysis encephalopathy atau dialysis dementia. Keadaan ini subakut,

progresif dan seringkali fatal. Gejalanya antara lain disartria, apraksia,

perubahan kepribadian, psikosis, mioklonus, kejang dan demesia. Pada

sebagian besar kasus, keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam 6

bulan.12

II.13 hubungan enselopaty uremicum dengan gangguan kognitif

Faktor risiko vaskular tradisional seperti hipertensi, diabetes mellitus,

hiperlipidemia, merokok dan penyakit kardiovaskular dengan infark miokard dan

fibrilasi atrium telah dikaitkan dengan penurunan kognitif pada pasien dengan

CKD [5] (Gambar 1). Faktor risiko vaskular non-tradisional termasuk

hyperhomocysteinemia, kelainan hemostatik atau hypercoaguable negara,

29

peradangan dan stres oksidatif juga terkait dengan penurunan kognitif pada pasien

dengan gagal ginjal [4]. Mekanisme yang mungkin terdiri langsung efek

prothrombotic pada sistem vaskular yang mengarah ke besar-kapal dan penyakit-

kapal kecil. Selanjutnya, endotel disfungsi dimediasi oleh hyperhomocysteinemia

dikaitkan dengan leukoaraiosis iskemik [9]. Akhirnya, hyperhomocysteinemia

memiliki neurotoksisitas langsung melalui overstimulasi reseptor N-methyl-D-

aspartat [10]. Selain itu, faktor risiko nonvascular mungkin lebih berkontribusi

untuk penurunan kognitif pada pasien dengan CKD. Anemia di CKD telah

dikaitkan dengan gangguan kognitif, dan pengobatan anemia menunjukkan efek

progresif meningkatkan fungsi kognitif pada pasien CKD [11]. Beberapa obat

yang diperlukan pada pasien CKD dan dosing optimal beberapa obat tidak jelas;

pasien ini karena itu lebih rentan terhadap sisi efek dan interaksi antara obat [5].

Tidur gangguan yang sering terjadi pada pasien dengan stadium akhir CKD,

mengakibatkan gangguan konsentrasi, berlebihan kelelahan siang hari dan

disfungsi kognitif mungkin [12]. Akhirnya, metabolisme multifaktorial dan

kelainan biokimia dalam sistem saraf pusat di ginjal Kegagalan mungkin lebih

lanjut akun untuk gangguan kognitif. Hiperparatiroidisme sekunder yang

mengarah ke peningkatan serapan kalsium mengganggu metabolisme

neurotransmiter seperti asam gamma-aminobutyric otak, norepinefrin dan

asetilkolin [13]. Derangements asam amino (terutama glutamin, glisin, aromatik

dan rantai cabang amino asam) yang menyebabkan ketidakseimbangan

neurotransmiter berikutnya - Asam terutama gamma-aminobutyric, dopamin dan

serotonin - berkontribusi gangguan kognitif [14]. Racun uremik seperti senyawa

guanidin (kreatinin, guanidin, dan sebagainya) juga memiliki efek neurotoksik

oleh aktivasi reseptor N-methyl-D-aspartat dan bersamaan penghambatan reseptor

asam gamma-aminobutyric [15]. Ikhtisar studi utama Studi cross-sectional

Mayoritas studi cross-sectional yang lebih besar dilaporkan peningkatan risiko

penurunan kognitif di hadapan CKD. Heart Estrogen / Progestin Replacement

Study diperiksa 1.015 lebih tua perempuan dengan mendirikan koroner.

penyakit arteri dan menemukan sekitar 15 sampai 25% peningkatan risiko

untuk kognisi global, fungsi eksekutif, bahasa dan memori per 10 ml / menit /

30

1,73 m2 pengurangan di eGFR [16]. Ketiga Nasional Kesehatan dan Survei

Pemeriksaan Gizi diamati pembelajaran miskin / konsentrasi (rasio odds (OR) 2,4,

95% CI 1,3-5,6) dan penurunan perhatian visual (OR 2,7, 95% CI 1.0 7,4) dalam

hubungan dengan CKD moderat (eGFR 30 untuk 59 ml / menit / 1,73 m2) di

antara 4.849 anak muda, sehat, peserta beragam etnis [17]. Alasan untuk

Perbedaan geografis dan rasial di Stroke Study dilaporkan untuk pasien dengan

CKD antara 23.405 peserta bahwa setiap 10 ml / menit / 1,73 m2 penurunan

eGFR dikaitkan dengan peningkatan prevalensi 11% dari kognitif penurunan nilai

(OR 1,1, 95% CI 1,0-1,2) [18]. Itu Maine-Syracuse Longitudinal Study melihat di

antara 923 Gambar 1 Patofisiologi penurunan kognitif pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis. Etgen Alzheimer Penelitian & Terapi, Halaman 2 dari 7

individu bebas dari demensia bahwa kinerja global yang dan fungsi kognitif

tertentu yang terkena dampak negatif awal CKD [19] Studi ginjal Insufficiency

Cohort kronis berkontribusi dua analisis . Menggunakan enam kognitif yang

berbeda tes , yang substudy pertama dengan 825 peserta ( usia rata-rata 65 tahun )

dilaporkan peserta dengan CKD canggih ( eGFR < 30 ml / menit / 1,73 m2 )

yang , setelah beberapa penyesuaian , lebih cenderung memiliki klinis yang

signifikan gangguan kognitif pada kognisi global ( OR 2,0 , 95 % CI 1,1-3,9 ) ,

penamaan ( OR 1,9 , 95 % CI 1,0-3,3 ) , perhatian ( OR 2,4 , 95 % CI 1,3-4,5 ) ,

fungsi eksekutif ( OR 2,5 , 95 % CI 1,9-4,4 ) dan tertunda memori ( OR 1,5 , 95 %

CI 0,9-2,6 ) dibandingkan dengan mereka dengan ringan sampai sedang CKD

( eGFR 45-59 ml / menit / 1,73 m2 ) [ 20 ] . Itu Penelitian ginjal Insufficiency

Cohort utama kronis ditemukan antara 3.591 peserta prevalensi lebih tinggi dari

kognitif penurunan mereka dengan eGFR lebih rendah ( OR 1,5 , 95 % CI 1.1

2,1 ) , independen dari faktor risiko tradisional vaskular . Namun, hubungan ini

tidak lagi signifikan setelah penyesuaian untuk konsentrasi hemoglobin [ 21 ]

Studi longitudinal Mayoritas calon studi terbaru menemukan hubungan antara

CKD dan penurunan kognitif (Tabel 1). Cardiovascular Health Study melaporkan

Kognisi bahwa peningkatan kreatinin 1,0-2,0 mg / dl adalah terkait dengan 26%

peningkatan risiko vaskular-jenis demensia [22]. Kesehatan, Aging, dan

Komposisi Tubuh Studi menunjukkan bahwa lebih stadium lanjut CKD dikaitkan

31

dengan peningkatan risiko kognitif penurunan [23]. Intervensi Proyek Jerman di

Penyakit serebrovaskular dan Demensia di Komunitas yang studi Ebersberg

menemukan bahwa sedang sampai parah gangguan fungsi ginjal dikaitkan dengan

insiden gangguan kognitif setelah 2 tahun di kohort besar subyek yang lebih tua

[24]. Di Northern Manhattan Study, penurunan fungsi ginjal diperkirakan oleh

dua yang berbeda formula dikaitkan dengan penurunan kognitif yang lebih besar,

bahkan pada mereka dengan CKD ringan [25]. Rush Memory dan Aging Project

menunjukkan bahwa gangguan dasar fungsi ginjal dikaitkan dengan tingkat yang

lebih cepat dari penurunan kognitif, terutama di semantik, episodik dan memori

kerja, tetapi tidak dalam kemampuan visuospasial atau kecepatan persepsi [26.

The Osaki-Tajiri Proyek dariJepang menunjukkan CKD akan sangat terkait

dengan Insiden demensia bahkan setelah beberapa penyesuaian untuk faktor risiko

kardiovaskular termasuk anemia [27]. Itu Maine-Syracuse Longitudinal Study

diamati penurunan di eGFR nilai dikaitkan dengan penurunan global yang

kemampuan kognitif, memori episodik verbal dan abstrak penalaran dari waktu ke

waktu [28]. Cardiovascular Health Penelitian menunjukkan risiko yang lebih

tinggi dari memburuknya kognitif Fungsi pada orang dewasa yang lebih tua

dengan fungsi ginjal yang lebih rendah [29]. Namun, beberapa penelitian

melaporkan tidak signifikan atau hanya hasil yang signifikan parsial. The

osteoporosis Fraktur di Pria Studi menemukan hubungan independen antara

ringan sampai sedang gangguan fungsi ginjal dan miskin fungsi eksekutif pada

awal tapi tidak dengan kognitif global yang gangguan atau risiko penurunan

kognitif pada pria yang lebih tua [30]. Studi Rancho Bernardo menghasilkan

sebuah asosiasi antara fungsi kognitif berkurang pada follow-up hanya untuk

albuminuria dasar dan hanya untuk laki-laki, tapi tidak untuk wanita maupun

untuk dasar eGFR [31. Di Perancis Tiga studi C , tidak ada peningkatan risiko

penurunan kognitif atau demensia dikaitkan dengan tingkat EGFR rendah,

meskipun penurunan lebih cepat dari fungsi ginjal dikaitkan dengan global yang

kognitif penurunan dan insiden demensia vaskular dengan komponen [ 32 ] .

Alasan untuk Geographic dan Perbedaan ras dalam penelitian Stroke melaporkan

bahwa gangguan eGFR tidak berhubungan secara independen dengan gangguan

32

kognitif jika dibandingkan dengan diawetkan eGFR kecuali albuminuria

ditambahkan ke stratifikasi [ 33 ].

II.14 penyesuaian antiobitik ketika terapi dialisis

Obat Dosis penyesuaianAcyclovir 1500 mg in 3 dosesAmikacin 500 mg od (7.5 mg/kg)Netilmicin 150 mg od (3mg/kg)Tobramycin 120 mg od (3mg/kg)Vancomycin 500 – 1000 mg od (15 mg/kg)Teicoplanin 300 mg od (5 – 6 mg/kg)Cefotaxime 2000 mg bd (100 mg/kg)Ceftazidime 1000 mg bd (50 mg/kg)Ceftriaxone 2000 mg od 50 mg/kg)Ciprofloxacin 200 mg odImipenem 500 mg tdsMetronidazole 500 mg tdsPiperacillin tazobactum 4500 mg tds (300 mg/kg

Piperacillin)Cefuroxime 1500 mg bd (75 mg/kg)Amoxycillin clavulunate 1250 mg bd (50 mg/kg)Fluconazole 400 mg odGentamicin 120 mg od 3 mg/kg)linezolid 600 mg bd (10mg/kg/dose)Meropenem 1000 mg tds (40 mg/kg/dose)Penicillin 2MU tds (50000

Units/kg/dose)

II.15 patofisiologi obat yang memperberat ensefalopaty

Penyebab ensefalopati akibat obat yang belum sepenuhnya dipahami.

Beberapa mekanisme ensefalopati akibat obat dibahas di bawah (tabel 3). 3.1

sitotoksik dan neurotoksik efek Ada beberapa efek sitotoksik farmasi dan sisi

neurotoksik yang dapat menyebabkan encephalopathy. Kenaikan glutamin dan

glutamat puncak kompleks dalam spektroskopi MR menunjukkan misalnya cedera

exitotoxic dalam neuron dan astrosit dalam akut IVIG induced encephalopathy

dan merupakan salah satu mekanisme yang mungkin menginduksi neurotoksisitas.

33

3,2 gangguan elektrolit Ada gangguan elektrolit seperti hipo-atau hipernatremia

yang dapat mempromosikan druginduced encephalopathy. Hiponatremia mungkin

efek samping dari obat-obatan seperti oxcarbazepine atau diuretik. Hiponatremia

berat umumnya disebabkan oleh sindrom tidak pantas antidiuresis (SIADH), yang

juga dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti siklofosfamid, vinkristin,

vinblastine, thiothixene, thioridazine, haloperidol, inhibitor monoamine oxidase,

trisiklik antidepresan, selective serotonin reuptake inhibitor dan bromocripitine.

Hypopotassemia berperan dalam patogenesis kejang dan tingkat tinggi mortalitas

pada teofilin encephalopathy

Interaksi enzim hati dan hiperamonemia asam valproat dapat

menghambat enzim diferensial dari siklus urea, menginduksi hiperamonemia

Selain itu. ada potensi kerusakan pada tingkat enzim yang dapat menyebabkan

hiperamonemia: (1) carbamylphosphat synthetase-, (2) ornithin-

transcarbamylase-, (3) N-acetylglutamat-synthetase-, (4) argininosuccinat-

synthetase- dan (5) defisiensi arginino-succinat-liase. Sebagai kejadian cacat

enzim ini rendah, valproik-asam ensefalopati sangat jarang memiliki keturunan

yang menyebabkan. Tingkat tinggi amoniak dapat menyebabkan nekrosis hati

selain ensefalopati. Hiperamonemia dapat diinduksi oleh obat digambarkan dalam

tabel 2. Data penelitian terbaru menunjukkan bahwa hiperamonemia diamati pada

pasien di bawah pengobatan valproik-asam berdasarkan penghambatan langsung

hepatik aktivitas sintase N-acetylglutamate oleh valproyl- CoA. Hiperamonemia

dapat menginduksi ensefalopati dengan menghambat glutamat serapan oleh

astrosit, sehingga memicu kerusakan saraf dan edema serebral. Selain itu,

peningkatan glutamat ekstraseluler mengurangi ukuran astroctyes, sehingga

menghambat fungsi mereka. Mengurangi sintesis glutation menyebabkan neuron

dan sel glia untuk menjadi lebih rentan terhadap stres oksidatif. Akhirnya, over-

produksi glutamin mengarah ke pembengkakan pada astrosit diikuti oleh edema

serebral dan tekanan otak lebih tinggi.

Obat yang menginduksi hiperamonia

5-Fluouracil Advani & Fakih et al., 2011

34

Acetazolamide Kim et al., 2007

Carbamazepine Adams et al., 2009

Haloperidol Rubenstein et al., 1990

Lamotrigine Fan et al., 2008

Primidone Katano et al., 2002

Valproate acid Aires et al., 2011

Zonisamide Shaikh et al., 2009

Sebuah porfiria intermiten akut sebagai salah satu bentuk porfiria hati

akut dapat hadir sebagai berdifusi encephalopathy. Selain itu, model tikus

memiliki menunjukkan bahwa griseofulvin menginduksi porfiria hati ditandai

dengan kejiwaan perilaku kadang-kadang diamati pada obat-induced

ensefalopati . Obat-obatan seperti barbiturates, bernegride, kloramfenikol,

chlordiazepoxide, klorokuin, klorpropamid, danazol, diazepam, persiapan ergot,

estrogen, etanol berlebih, griseofulvin, halotan, hydantoins, imipramine, ketamine,

meprobamate, metildopa, methyprylon, methsuximide, nikethamide, kontrasepsi

oral, pentazocine, phensuximide, fenilbutazon, progestogen, pirazinamid, turunan

pirazolon, sulfonamid, derivatif teofilin, tolbutamid, troxidone dan asam valproik

telah dilaporkan memperburuk porfiria akut. Sehingga obat ini harus diberikan

dengan hati-hati pada pasien dengan ensefalopati terkait dengan porfiria.

SEBUAH mekanisme lebih lanjut mengarah ke ensefalopati berdasarkan

peningkatan P450 neuronal Kegiatan CYP2E1 diinduksi oleh acetaminophen

dalam model hewan. menunjukkan bahwa acetoaminophen dapat menghasilkan

konsentrasi-dependent apoptosis neuronal pada neuron kortikal tikus melalui

mekanisme mitokondria-dimediasi Obat-Induced Encephalopathy 45 yang

meliputi sitokrom c rilis dan caspase 3 aktivasi.

Efek pada reseptor otak memainkan peranan penting sebagai

pathomechanisms mendasari di druginduced encephalopathy. The neurotoxicty di

metronidazol ensefalopati didasarkan pada RNA dan DNA mengikat metabolit

intermediate metronidazol, modulasi reseptor GABA penghambatan di serebelar

dan sistem vestibular, Interaksi dengan reseptor GABA berperan dalam efek racun

35

intrinsik asam valproik encephalopathy. Topiramate dapat menimbulkan efek

toksik langsung pada sistem saraf pusat (SSP). Terapi dikombinasikan dengan

asam valproat menghasilkan efek ini dengan mengurangi metabolisme topiramate

karena interaksi asam valproik dengan Efek sitokrom-P450. Gabapentin dapat

menyebabkan ensefalopati reversibel klinis dicirikan oleh asteriksis. Salah satu

mekanisme calon ensefalopati ini agonistik yang interaksi gabapentin pada

reseptor GABA otak dalam hubungannya dengan peningkatan tindakan hambat.

Sefalosporin-diinduksi ensefalopati tampaknya melibatkan GABA A

penghambatan reseptor.

Penyakit berat atau malnutrisi memiliki pengurangan asam glucuron

sebagai konsekuensinya. ini sehingga mungkin untuk menghambat

glucoronidation asam valproate, menghasilkan lebih tinggi Konsentrasi kumulatif

asam valproik, lamotrigin dan oxcarbazepine dalam darah. 3,6 vasogenik dan

edema otak sitotoksik Vasogenik dan edema otak sitotoksik sebagai mekanisme

yang mendasari obat-induced ensefalopati tersebar luas. Metronidazol

encephalopathy mungkin disebabkan oleh vasogenik dan edema otak sitotoksik.

Sebagian besar lesi di metronidazol encephalopathy sesuai dengan bidang edema

vasogenik menurut difusi pencitraan tertimbang. Beberapa lesi terletak di corpus

callosum dan sesuai dengan sitotoksik edema. Sitotoksik edema juga mekanisme

kandidat di IVIG diinduksi ensefalopati. Sebuah intramyelinic edema di selubung

myelin diamati pada IVIG diinduksi encephalopathy (Wada et al., 2005). Banyak

obat-induced saham ensefalopati kesamaan posterior reversible Sindrom

Leukoensefalopati (PRES) mungkin karena edema vasogenik

The PRES telah dijelaskan setelah asupan imunosupresan seperti

tacrolimus , cyclosporine atau dalam hubungan dengan ensefalopati hipertensi

akut dan eklampsia. Hal ini ditandai dengan sindrom kapiler - kebocoran di otak

yang disebabkan oleh hipertensi , retensi cairan , imunosupresan , dan kemoterapi

yang mempengaruhi endotelium pembuluh darah . Gejala klinis adalah sakit

kepala , muntah , kebingungan , kejang , kebutaan kortikal dan gejala visual

lainnya . Neuroimaging mengungkapkan sinyal bilateral perubahan di posterior

mater putih menunjukkan edema

36

Gliosis ringan dari materi putih dan lesi iskemik di daerah temporal

yang diamati pada analisis postmortem pasien . Studi patologis - anatomis

menunjukkan perubahan dalam otak dan lobus temporal dari didominasi para

piramida dan Purkinje sel pada tikus setelah pemberian kronis asam valproate.

mereka penelitian melaporkan kerusakan pada astrosit hipokampus dan

neokorteks . Semua ini kelainan tampaknya menghilang tiga bulan setelah

penghentian obat .

Faktor lain yang berkontribusi terhadap pengembangan ensefalopati

akibat obat adalah genetik kerentanan. Warisan genetik individual's termasuk

etnis dan jenis kelamin pengaruh kerentanan terhadap risiko ensefalopati akibat

obat. Setiap polimorfisme genetik dapat mempengaruhi metabolisme, ekskresi

atau tindakan obat tergantung pada satu atau beberapa gen atau oleh perubahan

dalam ekspresi gen. Misalnya, beberapa mutasi dapat mempromosikan

pengembangan ensefalopati, yaitu mutasi pada ETHE1, matriks mitokondria

sulfur dioksigenase menyebabkan ensefalopati ethlymalonic. Di sebuah pasien

dengan missens langka varian metionin sintetase c.2756A> G (D919G), sebuah

methotrexate encephalopathy diamati mungkin karena efek modifikasi dari

methotrexate pada metabolisme homosistein. Sebuah studi klinis terbaru

menunjukkan bahwa polimorfisme genetik dari gen timidilat sintetase manusia

berkontribusi terhadap 5- fluorouracil terkait hyperammonemic encephalopathy.

Sebuah GABA Sebuah modifikasi reseptor disebabkan oleh sistem gugur

transporter taurin mengakibatkan rasa malu striatal pada tikus. Ini studi hewan

menunjukkan bahwa cacat genetik berakhir di kurangnya taurin sebagian

menjelaskan patofisiologi dari ensefalopati hepatik (Sergeeva et al., 2007).

Mitokondria disfungsi mendasari berbagai jenis ensefalopati, misalnya,

mitokondria miopati, ensefalopati, asidosis laktat, dan episode stroke seperti

(MELAS). Sebagai contoh, mutasi DNA mitokondria (mtDNA) G13513A

pengkodean ND5 ,Obat-Induced Encephalopathy 47 pernapasan rantai kompleks

1 menyebabkan mitokondria ensefalopati dengan asidosis laktat. Oleh karena itu,

suplementasi dengan mitokondria pernapasan rantai kofaktor koenzim Q10 telah

37

ditunjukkan untuk memajukan penyembuhan berikut heroin yang diinduksi

encephalopathy.

II.16 komplikasi neurologis pada pasien dengan dialisis

dialisis demensia

Dialisis demensia adalah subakut , penyakit progresif dan mematikan yang

telah terjadi pada pasien kronis didialisis untuk periode melebihi 3 tahun ,

terutama di pusat-pusat dengan tidak tepat tingkat aluminium tinggi di dalam air

yang digunakan untuk dialisis. Manifestasi khas dysarthria , sifat bisu dan wajah

meringis . Manifestasi klinis yang paling sering adalah gangguan dalam pidato

( 90 % ) , dalam kognisi ( 66 % ) , dalam gerakan ( 75 % sampai 93 % ) dan

perubahan kepribadian . Kapan tidak diakui , itu dapat berkembang sampai mati

dalam 6 bulan . Itu Gejala pertama biasanya intermiten dan ditandai dengan gagap

, keraguan berbicara dan pada waktu pidato penangkapan. gangguan bicara

diintensifkan selama dan segera setelah dialisis . Sebagai gangguan berlangsung ,

gejala menjadi lebih konstan , pidato lebih dysarthric dan aphasic ; demensia dan

mioklonik jerk biasanya menjadi jelas pada kali ini. Khas elektroensefalografik

( EEG ) temuan menunjukkan pola patologis termasuk semburan tegangan tinggi

memperlambat di lead frontal . Pasien dengan demensia dialisis memiliki

perubahan spongiform di luar 3 lapisan korteks , dengan tingkat aluminium tinggi

di korteks serebral . Lain Perubahan meliputi hilangnya neuron , akumulasi

lipofuscin pigmen dan degenerasi neurofibrillary di korteks motor dan dalam

merah , dentate dan inti olivary . dialisis demensia harus dibedakan dari depresi

dan atrofi serebral . Diazepam adalah efektif dalam mengurangi mioklonus dan

kejang dan meningkatkan pidato ; menjadi kurang efektif dalam tahap-tahap

selanjutnya . Peningkatan waktu dialisis dan transplantasi ginjal tidak mengubah

perjalanan penyakit , sedangkan penghapusan meningkat tingkat aluminium

dengan deferoxamine telah terbukti pengobatan yang efektif , walaupun dengan

efek samping yang relevan Pada 1980-an , penggunaan secara progresif lebih luas

dari terbalik osmosis untuk pengolahan air dialisis nyata berkurang aluminium

tingkatan dalam dialisat , dengan pengurangan besar dalam kejadian dialisis

demensia. Namun, itu harus diingat bahwa dalam beberapa kasus aluminium hadir

38

dalam fosfat pengikat telah ditemukan untuk menginduksi osteomalacia dan

ensefalopati oleh akumulasi dalam jaringan tulang dan otak.

Pedoman sarankan menghindari penggunaan aluminium garam sebagai

pengikat fosfat untuk mencegah osteomalacia dan encephalopathy, tetapi mereka

masih digunakan di beberapa dialisis unit pada pasien dengan kontrol fosfat yang

tidak memadai sindrom disequilibrium Sindrom disequilibrium didefinisikan

sebagai sistem saraf pusat gangguan yang ditandai dengan gejala-gejala

neurologis karena edema serebral . Gejala dihasilkan oleh berlebihan kliring cepat

molekul berukuran kecil , seperti urea . Sebuah spesifik peningkatan permeabilitas

membran otak di uremia dapat mengizinkan masuknya lebih besar dari racun

uremik ke dalam otak. Secara khusus , ada 2 teori utama: Yang pertama adalah

membalikkan efek urea , menunjukkan bahwa pergeseran urea antara ruang

intraseluler otak dan plasma tidak langsung , menyebabkan konsentrasi yang lebih

tinggi dari urea dalam otak dan terkemuka edema serebral . Teori kedua

menganggap bahwa setelah hemodialisis , pasien memiliki metabolisme paradoks

transient asidosis dalam sistem saraf pusat , menggusur natrium dan kalium dari

anion organik , membuat mereka osmotik aktif dan menyebabkan edema

serebral .gejala bervariasi dari sakit kepala ringan , mual dan kram otot untuk

kejang atau delirium ; mereka biasanya muncul 3-4 jam setelah memulai dialisis

tapi mungkin menampakkan diri 24/08 jam kemudian .

Sindrom ini biasanya diri terbatas , mereda dalam jam, tapi delirium

dapat bertahan selama beberapa hari . Faktor risiko yang hemodialisis pertama

perawatan , uremia berat pada akhir pasien rujukan , usia,sudah ada gangguan

saraf dan asidosis metabolik . Dikasus yang parah , pasien mungkin meninggal

karena edema serebral . Pengobatan sindrom disequilibrium terdiri dari langkah-

langkah pencegahan selama hemodialisis yang meliputi lambat , mulai lembut

hemodialisis , tingkat peningkatan natrium dialisat dan administrasi

substansi yang aktif secara osmotiks .

39

Ensefalopati Wernicke

Ensefalopati Wernicke diinduksi oleh defisiensi tiamin .Manifestasi klinis

yang ophthalmoplegia , ataksia dan diubah kesadaran . Pasien hemodialisis berada

di risiko kekurangan tiamin karena asupan makanan yang rendah dan dipercepat

kerugian selama pengobatan dialisis . melalui pembuluh darah administrasi tiamin

bisa membalikkan sindrom ini.

Central pontine myelinolysis

Didefinisikan juga sebagai sindrom demyelinization osmotik , pusat

mielinolisis pons diinduksi oleh koreksi cepat hiponatremia menyebabkan cairan

ekstraselular relatif hipertonik dengan kerusakan sekunder pada pontine dan

extrapontine Sel-sel otak . Gejala awal yang progresif gangguan cara berjalan ,

instabilitas postural , halusinasi dan disfungsi kognitif ringan , maju ke

paraparesis atau quadriparesis , disfagia , dysarthria , diplopia dan kehilangan

kesadaran . Sebuah koreksi lambat izin hiponatremia menghindari sindrom.

Disarankan hiponatremia yang harus diperbaiki pada tingkat tidak lebih dari 8-10

mmol / L natrium per hari untuk mencegah pontine sentral myelinolysis . Oleh

karena itu , koreksi hemodialisis hiponatremia juga harus dilakukan dengan hati-

hati , beradaptasi natriumtingkat dialisat ke level serum pasien .

Uremik encephalopathy

Uremik ensefalopati ditandai dengan dysarthria, ketidakstabilan dari gaya

berjalan, asteriksis, tindakan tremor, mioklonus multifokal melibatkan otot

pertama dalam 1 lokus dan kemudian di lain, dari muka dengan anggota badan

proksimal, dan mengaburkan sensorial. Fluktuasi tanda-tanda klinis dari hari ke

hari adalah karakteristik. Asterixis dan mioklonus mungkin begitu kuat bahwa

otot tampak fasciculate; Manifestasi lain termasuk kejang dan uremik berkedut

sebagai spontan atau laten (dimanifestasikan oleh tanda Trousseau) karpopedal

kejang biasanya tidak responsif untuk suntikan kalsium dan terjadi meskipun

metabolik asidosis . Ini mungkin berhubungan dengan ginjal akut atau kronis

kegagalan, sama-sama mempengaruhi laki-laki dan perempuan. Kejang lebih

40

sering terjadi pada akut (40%) daripada di ginjal kronis kegagalan (10%).

Patogenesis uremic encephalopathy telah dikaitkan dengan uremia sendiri,

defisiensi tiamin, hipertensi, cairan dan elektrolit gangguan atau keracunan obat.

Secara khusus, akumulasi metabolit, gangguan hormonal dan

keseimbangan berubah rangsang dan penghambatan neurotransmiter telah

digambarkan sebagai faktor risiko Hasil gagal ginjal di akumulasi berbagai

organik zat-zat yang neurotoksin potensial . meningkat tingkat glisin , asam

organik ( fenilalanin ) dan triptofan bebas , serta penurunan tingkat gamma-

aminobutyric asam , mungkin faktor etiologi yang relevan . Transketolase , hadir

di neuron mielin , adalah enzim tergantung tiamin yang mempertahankan

selubung mielin : pada pasien uremik enzim ini secara substansial terhambat .

Kalsium adalah penting mediator neuronal , sehingga perubahan dalam kalsium

otak mungkin mungkin mengganggu fungsi otak. kelainan EEG di uremik

ensefalopati terutama spesifik . EEG mungkin memiliki nilai diagnostik terutama

dalam studi serial: umumnya Hasil di tegangan rendah yang tidak teratur dengan

melambatnya posterior dominan alpha ritme dan sesekali theta semburan dengan

kelebihan delta dan gelombang theta dan kadang-kadang bilateral kompleks

lonjakan gelombang . Pencitraan otak dapat memberikan berguna informasi ,

sementara studi - potensi membangkitkan terbatas nilai. Otak kelainan histologis

termasuk fibrosis meningeal , perubahan glial , edema , degenerasi pembuluh

darah dan fokus dan menyebar degenerasi saraf . Demielinasi fokus , infark kecil

sekunder hipertensi atau nekrosis fokal juga hadir . Gejala biasanya ditingkatkan

dengan dialisis atau transplantasi ginjal.

Gangguan serebrovaskular : aterosklerosis

Penyakit serebrovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada pasien CKD. Pasien hemodialisis adalah rentan untuk

mengembangkan atherosclerosis dan stroke iskemik . Aterosklerosis pada pasien

CKD umumnya lebih menyebar , mempengaruhi situs yang lebih distal dari pada

populasi umum , mungkin karena kombinasi tradisional dan uremiarelated

faktor risiko. Jaringan dan pembuluh darah kalsifikasi sekunder kronis ginjal

penyakit - mineral dan gangguan tulang ( CKD - MBD ) diketahui meningkatkan

41

kekakuan arteri , memburuknya gejala aterosklerosis. Akhirnya , CKD pasien

memiliki prevalensi tinggi hyperhomocysteinemia faktor independen risiko

aterosklerosis.

Gangguan serebrovaskular : hemoragik

Stroke hemoragik mungkin termasuk intraserebral , subarachnoid atau

perdarahan subdural . Uremia menyebabkan disfungsi trombosit dan diubah

interaksi dinding platelet - kapal yang dihasilkan dalam kecenderungan

perdarahan. Intradialytic antikoagulasi sendiri juga dapat menjadi penyebab

penting komplikasi hemoragik . Strategi dialytic untuk mengurangi resiko

pendarahan termasuk penggunaan heparinization regional atau minimal. Heparin

bebas dialisis diindikasikan untuk pasien yang secara aktif perdarahan atau baru-

baru ini menderita pendarahan otak.

Sindrom Leukoensefalopati posterior

Sindrom Leukoensefalopati posterior adalah neurologis khas komplikasi

dari uremia , terutama yang mempengaruhi materi putih otak.

Komplikasi neurologis dialisis

temuan radiologis yang aneh dalam otak posterior , yang dapat menyebar

ke ganglia basal , batang otak , dan otak kecil , merangsang sakit kepala, mual ,

muntah , gangguan penglihatan ,fokus defisit neurologis dan kejang . Lesi

posterior Leukoensefalopati yang terbaik divisualisasikan dengan magnet

resonansi ( MR ) pencitraan . Gambar MR T2 - tertimbang , di ketinggian gejala ,

khas menunjukkan hyperintensity difus selektif melibatkan parieto - oksipital

putih masalah. Temuan pada neuroimaging merupakan ciri khas dari edema

subkortikal tanpa infark . Patogenesis adalah masih belum jelas , dengan beberapa

faktor etiologi potensial yang berbeda : hipertensi , obat , uremia sendiri dan

cairan / elektrolit gangguan . Sindrom Leukoensefalopati posterior sering

42

dikaitkan dengan peningkatan mendadak tekanan darah . Diagnosis dini dan

pengobatan agresif hipertensi dapat membuat sindrom sepenuhnya reversibel.

BAB III

43

KESIMPULAN

Meskipun pengenalan terhadap berbagai prosedur dialisis sudah ada sejak

beberapa dekade terakhir, komplikasi neurologis uremia tetap rumit dan

berbahaya. Komponen guanidino memiliki relevansi yang tinggi dalam uremic

encephalopathy. Molekul tersebut dianggap memiliki efek neuroeksitatorik dan

menyebabkan kejang. Walaupun onset dari uremic encephalopathy seringkali

samar, diagnosis dini sangat penting dalam penatalaksanaan. Penatalaksanaan

pilihan pada uremic encephalopathy adalah dialisis karena terbukti memperbaiki

prognosis.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijdicks EFM. Neurologic complications of critical illness. Edisi 2. Oxfor

Univ Press. 2002.175

2. Burn, D.J., Bates, D. Neurology and the kidney. J. Neurol. Neurosurg.

Psychiatry Vol.65, No.6 810-821

3. Deguchi T, Isozaki K, Yousuke K, Terasaki T, Otagiri M. Involvement of

organic anion transporters in the efflux of uremic toxins across the blood-

brain barrier. J Neurochem. Feb 2006;96(4):1051-9.

4. De Deyn PP, Vanholder R, Eloot S, et al. Guanidino compounds as uremic

(neuro)toxins. Semin Dial. Jul-Aug 2009;22(4):340-5.

5. Ropper AH, Samuels MA. Principles of neurology. Edisi 9. McGrawHill.

2009.

6. Weiner HL,Levitt LP. Buku saku neurologi. Edisi 5. Jakarta: EGC. 2006.

Hlm 214.

7. Seifter JL, Samuels MA. Uremic encephalopathy and other brain

disorders associated with renal failure. Seminars in neurology/volume 31,

number 2 2011. Pg 139-141.

8. Annemie Van Dijck, Wendy Van Daele and Peter Paul De Deyn (2012).

Uremic Encephalopathy, Miscellanea on Encephalopathies - A Second

Look, Dr. Radu Tanasescu (Ed.), ISBN: 978-953-51-0558-9, InTech

9. Krishnan V, Murray P. Pharmacological issues in the critically ill. Clin Chest Med 2003;24:671-88

10. Zhang C, Glenn DG, Bell WL, O'Donovan CA. Gabapentin-induced myoclonus in end-stage renal disease. Epilepsia 2005;46:156-8.  

11. Neal MJ. At a glance: Farmakologi Medis. Edisi 5. Jakarta: Penerbit

Erlangga. 2006. Hlm 54;57

12. Weathers AL, Lewis SL: Rare and Unusual ... Or Are They? Less

Commonly Diagnosed Encephalopathies Associated with Systemic

Disease. Semin Neurol 2009, 29(2):136-153.

45

13. Frontera JA: Metabolic encephalopathies in the critical care unit.

Continuum (Minneap Minn) 2012, 18(3):611-639.

14. Topczewska-Bruns, J., Pawlak, D., Chabielska, E., Tankiewicz, A.,

Buczko, W. (2002). Increased levels of 3-hydroxykynurenine in different

brain regions of rats with chronic renal insufficiency. Brain Res. Bull. Vol.

58, No.4 423-428.

15. Torremans, A., Marescau, B., Van, D.D., Van, G.C., Van, M.F., Van

Bogaert, P.P., D'Hooge, R., de, V.J., De Deyn, P.P. (2005). GSA:

behavioral, histological, electrophysiological and neurochemical effects.

Physiol Behav. Vol. 84, No.2 251-264.

16. Van den Noort, S., Eckel, R.E., Brine, K., Hrdlicka, J.T. (1968). Brain

metabolism in uremic and adenosine-infused rats. J. Clin. Invest Vol. 47,

No.9 2133-2142.

17. Vanholder, R., Argiles, A., Baurmeister, U., Brunet, P., Clark, W., Cohen,

G., De Deyn, P.P., Deppisch, R., scamps-Latscha, B., Henle, T., Jorres, A.,

Massy, Z.A., Rodriguez, M., Stegmayr, B., Stenvinkel, P., Wratten, M.L.

(2001). Uremic toxicity: present state of the art. Int. J. Artif. Organs Vol.

24, No.10 695-725.

18. Vanholder, R., De Smet, R. (1999). Pathophysiologic effects of uremic

retention solutes. J. Am. Soc. Nephrol. Vol. 10, No.8 1815-1823.

19. Vanholder, R., De Smet, R., Glorieux, G., Argiles, A., Baurmeister, U.,

Brunet, P., Clark, W., Cohen, G., De Deyn, P.P., Deppisch, R., Descamps-

Latscha, B., Henle, T., Jorres, A.,Lemke, H.D., Massy, Z.A., Passlick-

Deetjen, J., Rodriguez, M., Stegmayr, B., Stenvinkel, P., Tetta, C.,

Wanner, C., Zidek, W. (2003a). Review on uremic toxins: classification,

concentration, and interindividual variability. Kidney Int. Vol. 63, No.5

1934-1943.

20. Vanholder, R., De, S.R., Glorieux, G., Argiles, A., Baurmeister, U.,

Brunet, P., Clark, W.Cohen, G., De Deyn, P.P., Deppisch, R., scamps-

Latscha, B., Henle, T., Jorres, A., Lemke, H.D., Massy, Z.A., Passlick-

Deetjen, J., Rodriguez, M., Stegmayr, B., Stenvinkel, P., Tetta, C.,

46

Wanner, C., Zidek, W. (2003b). Review on uremic toxins: classification,

concentration, and interindividual variability. Kidney Int. Vol. 63, No.5

1934-1943.

21. Yokoi, I., Toma, J., Mori, A. (1984). The effect of homoarginine on the

EEG of rats. Neurochem. Pathol. Vol. 2, No.4 295-300 Yonezawa, T.,

Iwanami, H. (1966). An experimental study of thiamine deficiency in

nervous tissue, using tissue culture technics. J. Neuropathol. Exp. Neurol.

Vol. 25, No.3 362-372.

22. Schmid G, Bahner U, Peschkes J, Heidland A. Neurotransmitter and

monoaminergic amino acid precursor levels in rat brain: effects of chronic

renal failure and malnutrition. Miner Electrolyte Metab. 1996;22(1-3):115-

8.

23. Ni Z, Smogorzewski M, Massry SG. Derangements in acetylcholine

metabolism in brain synaptosomes in chronic renal failure. Kidney Int.

1993;44(3):630-7.

24. De Deyn PP, Macdonald RL. Guanidino compounds that are increased in

cerebrospinal fluid and brain of uremic patients inhibit GABA and glycine

responses on mouse neurons in cell culture. Ann Neurol. 1990;28(5):627-

33.

25. D’Hooge R, Pei YQ, De Deyn PP. N-methyl-D-aspartate receptors

contribute to guanidinosuccinate-induced convulsions in mice. Neurosci

Lett. 1993;157(2):123-6.

26. D’Hooge R, Raes A, Lebrun P, Diltoer M, Van Bogaert PP, Manil J, et al.

N-methyl-D-aspartate receptor activation by guanidinosuccinate but not by

methylguanidine: behavioural and electrophysiological evidence.

Neuropharmacology. 1996;35(4):433-40.

27. Ringoir S, Schoots A, Vanholder R. Uremic toxins. Kidney Int Suppl.

1998;24:S4-9.

28. Moe SM, Sprague SM. Uremic encephalopathy. Clin Nephrol.

1994;42(4):251-6.

29. Vanholder R. Uremic toxins. Adv Nephrol Necker Hosp. 1997;26:143-63.

47

30. De Deyn PP, D’Hooge R, Van Bogaert PP, Marescau B. Endogenous

guanidino compounds as uremic neurotoxins. Kidney Int Suppl.

2001;78:S77-83.

31. D’Hooge R, Manil J, Colin F, De Deyn PP. Guanidinosuccinic acid

inhibits excitatory synaptic transmission in CA1 region of rat hippocampal

slices. Ann Neurol. 1991;30(4):622-3.

32. Giovannetti S, Cioni L, Balestri PL, Biagini M. Evidence that guanidines

and some related compounds cause haemolysis in chronic uraemia. Clin

Sci. 1968;34(1):141-8.

33. D’Hooge R, De Deyn PP, Van de Vijver G, Antoons G, Raes A, Van

Bogaert PP. Uraemic guanidino compounds inhibit gamma-aminobutyric

acid-evoked whole cell currents in mouse spinal cord neurones. Neurosci

Lett. 1999;265(2):83-6.

34. Mori A. Biochemistry and neurotoxicology of guanidino compounds.

History and recent advances. Pavlov J Biol Sci. 1987;22(3):85-94.

Review.

35. D’Hooge R, Pei YQ, Marescau B, De Deyn PP. Convulsive action and

toxicity of uremic guanidine compounds: behavioral assessment and

relation to brain concentration in adult mice. J Neurol Sci. 1992;112(1-

2):96-105.

36. Di-Pietro PB, Dias ML, Scaini G, Burigo M, Constantino L, Machado RA,

et al. Inhibition of brain creatine kinase activity after renal ischemia is

attenuated by N-acetylcysteine and deferoxamine administration. Neurosci

Lett. 2008;434(1):139-43.

37. Barbosa PR, Cardoso MR, Daufenbach JF, Goncalves CL, Machado RA,

Roza CA, et al. Inhibition of mitochondrial respiratory chain in the brain

of rats after renal ischemia is prevented by N-acetylcysteine and

deferoxamine. Metab Brain Dis. 2010;25(2):219-25.

38. Galluzzi L, Blomgren K, Kroemer G. Mitochondrial membrane

permeabilization in neuronal injury. Nat Rev Neurosci. 2009;10(7):481-

94.

48