TEORI DM
-
Upload
faathira-ulya -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of TEORI DM
TINJAUAN PUSTAKA DIABETES MELITUS
Definisi Diabetes Melitus
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin (PERKENI 2011).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2011).
Epidemiologi Diabetes Melitus
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit
diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala
lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di
dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun.
Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada
tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7% (Hiswani,2009).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan
ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi
Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu
jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani,2009).
Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Faktor risiko diabetes mellitus antara lain:
Obesitas (kegemukan). Analisis yang dilakukan di Jakarta melihat adanya korelasi
yang bermakna antara obesitas dengan kadar gula darah. Obesitas secara tersendiri
tidak sampai menimbulkan diabetes, walaupun hal ini jelas dapat menaikkan kadar
gula darah seseorang. Mekanisme hubungan antara obesitas sebagai faktor risiko
diabetes, sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas benar. Yang sudah
diketahui adalah bahwasannya diabetes melitus mempunyai etiologi multifaktorial
dengan obesitas sebagai salah satu faktornya (Sarwono, 1996).
Merokok. Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
karena merokok dapat menimbulkan kematian. Bila pada tahun 2000 hampir 4 juta
orang meninggal akibat merokok, maka pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 7
dari 10 orang yang akan meninggal karena merokok. Di Indonesia, 70% penduduknya
adalah perokok aktif. Dilihat dari sisi rumah tangga, 57 persennya memiliki anggota
yang merokok yang hampir semuanya merokok di dalam rumah ketika bersama
anggota keluarga lainnya. Artinya, hampir semua orang di Indonesia ini merupakan
perokok pasif (Depkes.go.id, 2005).
Stressor / stres. Stres memang faktor yang dapat membuat seseorang menjadi rentan
dan lemah, bukan hanya secara mental tetapi juga fisik. Penelitian terbaru
membuktikan komponen kecemasan, depresi dan gangguan tidur malam hari adalah
faktor pemicu terjadinya penyakit diabetes khususnya di kalangan pria. Para ahli dari
Karolinska Institute Swedia menemukan, pria yang memiliki tingkat stres
psikologisnya tinggi tercatat memiliki risiko dua kali lipat menderita diabetes tipe-2
dibandingkan mereka yang tingkat stres psikologisnya rendah.
Hipertensi . Di Amerika telah meneliti hubungan antara tekanan darah dengan
diabetes tipe 2 dan menemukan bahwa wanita yang memiliki tekanan darah tinggi
berisiko 3 kali terkena diabetes dibandingkan dengan wanita yang memiliki tekanan
darah rendah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang memiliki
hipertensi, berisiko 3 kali lipat menjadi diabetes dibandingkan dengan wanita yang
memiliki tekanan darah optimal (Escardio, 2007).
Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat,
sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan
ketonurea (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang
menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun,
sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah
dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan
menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan
timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria mengakibatkan
keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polifagi).
Penggunaan glukosa oleh sel yang menurun mengakibatkan produksi metabolisme
energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia dapat
mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan oksigen
ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena
suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan
terjadinya gangguan.
Gangguan pada pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun,
sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi
kabur.
Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur
dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati. Diabetes juga mempengaruhi syaraf-syaraf
perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati.
(Price, 2000)
Gejala Klinis Diabetes Melitus
Penyakit Diabtes Mellitus ini pada awalnya sering tidak dirasakan dan tidak disadari
oleh penderita. Gejala-gejala muncul tiba-tiba pada anak atau orang dewasa muda.
Sedangkan pada orang dewasa > 40 tahun, kadang-kadang gejala dirasakan ringan
sehingga mereka menganggap tidak perlu berkonsultasi ke dokter. Penyakit DM
diketahui secara kebetulan ketika penderita menjalani pemeriksaan umum (general
medikal check-up). Biasanya mereka baru datang berobat, bila gejala-gejala yang lebih
spesifik timbul misalnya penglihatan mata kabur, gangguan kulit dan syaraf, impotensi.
Pada saat itu, mereka baru menyadari bahwa dirinya menderita DM.
Secara umum gejala-gejala dan tanda-tanda yang ditemui meliputi ;
Gejala dan tanda awal
Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat, merupakan gejala awal yang
sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan cepat capek sering dirasakan.
Banyak kecing (poliuria)
Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing dengan volume
urine yang banyak kencing yang sering pada malam hari terkadang sangat
mengganggu penderita.
Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus dan ingin minum terus. Kadang hal ini sering ditafsirkan karena udara
yang panas dan banyak kerja berat, padahal tanda-tanda ini muncul sebagai awal
gejala penyakit DM.
Banyak makan (polifagia)
Penderita sering makan (banyak makan) dan kadar glukosa darah semakin tinggi,
namun tidak dapat seluruhnya dimanfaatkan untuk masuk ke dalam sel.
Gejala Kronis
Gangguan penglihatan
Pada mulanya penderita DM ini sering mengeluh penglihatannya kabur, sehingga
sering mengganti kaca mata untuk dapat melihat dengan baik.
Gangguan syaraf tepi / kesemutan
Pada malam hari, penderita sering mengeluh sakit dan rasa kesemutan terutama pada
kaki
Gatal-gatal / bisul
Keluhan gatal sering dirasakan penderita, biasanya gatal di daerah kemaluan, atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha atau dibawah payudara, kadang sering timbul
bisul dan luka yang lama sembuhnya akibat sepele seperti luka lecet terkena sepatu
atau tergores jarum.
Rasa tebal di kulit
Penderita DM sering mengalami rasa tebal dikulit, terutama bila benjolan terasa
seperti diatas bantal atau kasur. Hal ini juga menyebabkan penderita lupa
menggunakan sandal / sepatu karena rasa tebal tersebut.
Gangguan fungsi seksual
Gangguan ereksi / disfungsi seksual / impotensi sering dijumpai pada penderita laki-
laki yang terkena DM, namun pasien DM sering menyembunyikan masalah ini karena
terkadang malu menceritakannya pada dokter.
Keputihan
Pada penderita DM wanita, keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering
dikeluhkan, bahkan merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. Hal ini terjadi
karena daya tahan penderita DM kurang, sehingga mudah terkena infeksi antara lain
karena jamur.
Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah
sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai
dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler
(Sudoyo,Aru W, 2011).
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini
(PERKENI, 2011) :
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes
melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa
darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2011).
Tabel 1. Kriteria diagnosis diabetes melitus.
Sumber : PERKENI, 2011
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan
gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes
melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil
pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W,
2011).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu
(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT
juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes
melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes
melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2011).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2011).
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus.
Sumber : PERKENI, 2011.
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa
tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus,
TGT, dan GDPT.
Sumber : Sudoyo, Aru W, 2011.
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa
terganggu.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Medikamentosa
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2011). Dalam melakukan
pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan
macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Sudoyo, Aru W, 2011).
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (PERKENI, 2011) :
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan
berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.
Penambah sensitivitas terhadap insulin: Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan
sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
Penghambat glukoneogenesis: Metformin
Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2011) :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makansuapan pertama
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh
sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untik
keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru W, 2011).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2011) :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI,
2011):
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
Tabel 3. Farmakokinetik insulin berdasarkan waktu kerja.
Komplikasi akut Diabetes Mellitus
a. Hipoglikemi
b. Ketoasidosis
- Ketoasidosis diabetikum (KAD)
- Hiperosmolar non ketotik (HONK)
Kriteria diagnostik KAD:
- klinis: adanya riwayat diabetes mellitus sebelumnya, kesadaran menurun, nafas kussmaul dan
berbau aseton, adanya tanda-tanda dehidrasi.
- faktor pencetus yang biasa menyertai: infeksi akut, IMA dan stroke.
- Lab: Gula darah > 250mg/dl, asidosis metabolik (pH <7,3, bikarbonat < 15 meq/L), ketosis
(ketonemia dan ketouria).
Kriteria diagnostik HONK:
- Orang tua umur > 40 tahun.
- Adanya hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320 Osm.
- Tanpa disertai asidosis dan ketosis
Komplikasi kronik Diabetes Melitus
1. Komplikasi Vaskuler
a. microvaskuler
- Mata : Retinopati
Neurophati (non poliferatif/ poliferatif)
Macular edema
Katarak
Glaukoma
- Neuropati : sensorik dan motorik (mononeuropati dan polineuropati)
- Autonomik
2. Komplikasi nonvaskuler
-Gastrointestinal: diare, gastroparesis
- Genitourinary: disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde
- manifestasi dermatologik
3.Ulkus Diabetikum
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Alamat : Sp 2 Air Manjulo
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Luka di kaki kanan yang tidak sembuh sejak 2 bulan terakhir
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 7 hari yang lalu, tidak tinggi, ada menggigil, ada berkeringat.
Pasien merasa lemas dan mudah lelah.
Tukak pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 bulan yang lalu berisi cairan
jika ditekan keluar nanah
Pasien ada keluhan berat badan yang semakin turun, mudah haus, sering BK malam hari,
sering merasa lapar dan mudah ngantuk
Pasien sudah dikenal menderita diabetes mellitus tipe II sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita malaria
Riwayat Penyakit Keluarga
- Orangtua pasien menderita penyakit yang sama
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 170/100mmHg
Nadi : 98x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 37,9
Pemeriksaan Fisik
o Kepala : normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
o Mata : pupil isokor, diameter pupil 3mm, konjuntiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
o THT : Tidak Ada kelainan
o Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid
o KGB : tidak ada pembesaran KGB
o Paru
Inspeksi : normochest, gerakan simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : bronkovesikuler, Wheezing (-), Ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba di LMCS RIC V
Perkusi : Batas Jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
o Abdomen
Inspeksi : tidak tampak distensi
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani Auskultasi : BU (+) N
o Ekstremitas : Atas: refleks fisiologis (+) kanan kiri tidak meningkat, refleks patologis
(-/-), edema, deformitas, dan atrofi tidak ada
Bawah: refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), edema (+/-),
deformitas, dan atrofi tidak ada
Status lokalis ekstremitas bawah kanan:
Inspeksi: tampak kaki pedis dextra bengkak, hiperemis (+), luka (+)
Palpasi: nyeri tekan (+)
Hasil Laboratorium
Hematologi
Hb : 12,3 gr/dl Leukosit : 10.900/mm
Trombosit : 336.000/mm
GDR: I : 579 gr/dl II : Hi> 600
III : 384 IV : 272
EKG: tidak tampak kelainan
Diagnosis
Diabetes Melitus tipe II
Gangren diabetik
Hipertensi stage II
Penatalaksanaan
Sikap : Bedrest
Diet DM 1700 kkal dalam 4 porsi
IVFD NaCl 500cc/8 jam
Paracetamol tab 4x500mg
Ceftriaxon inj 1x2 gr (skin test)
Insulin sliding scale dengan novorapid tiap 6 jam
I, II, dan III: 20 unit, IV: 12 unit
Rencana
o Cek GR tiap 6 jam, test widal, test malaria
o Konsul ke bagian bedah
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi II. Jakarta: EGC
Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.