TEORI DM

24
TINJAUAN PUSTAKA DIABETES MELITUS Definisi Diabetes Melitus Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI 2011). Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2011). Epidemiologi Diabetes Melitus Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan

description

TEORI DM

Transcript of TEORI DM

Page 1: TEORI DM

TINJAUAN PUSTAKA DIABETES MELITUS

Definisi Diabetes Melitus

Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak

dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan

akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin (PERKENI 2011).

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2011).

Epidemiologi Diabetes Melitus

Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta

pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit

diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala

lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di

dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun.

Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada

tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7% (Hiswani,2009).

Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan

ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi

Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu

jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani,2009).

Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Faktor risiko diabetes mellitus antara lain:

Obesitas (kegemukan). Analisis yang dilakukan di Jakarta melihat adanya korelasi

yang bermakna antara obesitas dengan kadar gula darah. Obesitas secara tersendiri

tidak sampai menimbulkan diabetes, walaupun hal ini jelas dapat menaikkan kadar

Page 2: TEORI DM

gula darah seseorang. Mekanisme hubungan antara obesitas sebagai faktor risiko

diabetes, sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas benar. Yang sudah

diketahui adalah bahwasannya diabetes melitus mempunyai etiologi multifaktorial

dengan obesitas sebagai salah satu faktornya (Sarwono, 1996).

Merokok. Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

karena merokok dapat menimbulkan kematian. Bila pada tahun 2000 hampir 4 juta

orang meninggal akibat merokok, maka pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 7

dari 10 orang yang akan meninggal karena merokok. Di Indonesia, 70% penduduknya

adalah perokok aktif. Dilihat dari sisi rumah tangga, 57 persennya memiliki anggota

yang merokok yang hampir semuanya merokok di dalam rumah ketika bersama

anggota keluarga lainnya. Artinya, hampir semua orang di Indonesia ini merupakan

perokok pasif (Depkes.go.id, 2005).

Stressor / stres. Stres memang faktor yang dapat membuat seseorang menjadi rentan

dan lemah, bukan hanya secara mental tetapi juga fisik. Penelitian terbaru

membuktikan komponen kecemasan, depresi dan gangguan tidur malam hari adalah

faktor pemicu terjadinya penyakit diabetes khususnya di kalangan pria. Para ahli dari

Karolinska Institute Swedia menemukan, pria yang memiliki tingkat stres

psikologisnya tinggi tercatat memiliki risiko dua kali lipat menderita diabetes tipe-2

dibandingkan mereka yang tingkat stres psikologisnya rendah.

Hipertensi . Di Amerika telah meneliti hubungan antara tekanan darah dengan

diabetes tipe 2 dan menemukan bahwa wanita yang memiliki tekanan darah tinggi

berisiko 3 kali terkena diabetes dibandingkan dengan wanita yang memiliki tekanan

darah rendah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang memiliki

hipertensi, berisiko 3 kali lipat menjadi diabetes dibandingkan dengan wanita yang

memiliki tekanan darah optimal (Escardio, 2007).

Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat,

sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan

metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan keton

(ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan

Page 3: TEORI DM

ketonurea (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang

menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun,

sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah

dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan

menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan

timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria mengakibatkan

keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polifagi).

Penggunaan glukosa oleh sel yang menurun mengakibatkan produksi metabolisme

energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia dapat

mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan oksigen

ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena

suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan

terjadinya gangguan.

Gangguan pada pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun,

sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi

kabur.

Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur

dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati. Diabetes juga mempengaruhi syaraf-syaraf

perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati.

(Price, 2000)

Gejala Klinis Diabetes Melitus

Penyakit Diabtes Mellitus ini pada awalnya sering tidak dirasakan dan tidak disadari

oleh penderita. Gejala-gejala muncul tiba-tiba pada anak atau orang dewasa muda.

Sedangkan pada orang dewasa > 40 tahun, kadang-kadang gejala dirasakan ringan

sehingga mereka menganggap tidak perlu berkonsultasi ke dokter. Penyakit DM

diketahui secara kebetulan ketika penderita menjalani pemeriksaan umum (general

medikal check-up). Biasanya mereka baru datang berobat, bila gejala-gejala yang lebih

spesifik timbul misalnya penglihatan mata kabur, gangguan kulit dan syaraf, impotensi.

Pada saat itu, mereka baru menyadari bahwa dirinya menderita DM.

Page 4: TEORI DM

Secara umum gejala-gejala dan tanda-tanda yang ditemui meliputi ;

Gejala dan tanda awal

Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah

Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat, merupakan gejala awal yang

sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan cepat capek sering dirasakan.

Banyak kecing (poliuria)

Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing dengan volume

urine yang banyak kencing yang sering pada malam hari terkadang sangat

mengganggu penderita.

Banyak minum (polidipsia)

Rasa haus dan ingin minum terus. Kadang hal ini sering ditafsirkan karena udara

yang panas dan banyak kerja berat, padahal tanda-tanda ini muncul sebagai awal

gejala penyakit DM.

Banyak makan (polifagia)

Penderita sering makan (banyak makan) dan kadar glukosa darah semakin tinggi,

namun tidak dapat seluruhnya dimanfaatkan untuk masuk ke dalam sel.

Gejala Kronis

Gangguan penglihatan

Pada mulanya penderita DM ini sering mengeluh penglihatannya kabur, sehingga

sering mengganti kaca mata untuk dapat melihat dengan baik.

Gangguan syaraf tepi / kesemutan

Pada malam hari, penderita sering mengeluh sakit dan rasa kesemutan terutama pada

kaki

Gatal-gatal / bisul

Keluhan gatal sering dirasakan penderita, biasanya gatal di daerah kemaluan, atau

daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha atau dibawah payudara, kadang sering timbul

bisul dan luka yang lama sembuhnya akibat sepele seperti luka lecet terkena sepatu

atau tergores jarum.

Page 5: TEORI DM

Rasa tebal di kulit

Penderita DM sering mengalami rasa tebal dikulit, terutama bila benjolan terasa

seperti diatas bantal atau kasur. Hal ini juga menyebabkan penderita lupa

menggunakan sandal / sepatu karena rasa tebal tersebut.

Gangguan fungsi seksual

Gangguan ereksi / disfungsi seksual / impotensi sering dijumpai pada penderita laki-

laki yang terkena DM, namun pasien DM sering menyembunyikan masalah ini karena

terkadang malu menceritakannya pada dokter.

Keputihan

Pada penderita DM wanita, keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering

dikeluhkan, bahkan merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. Hal ini terjadi

karena daya tahan penderita DM kurang, sehingga mudah terkena infeksi antara lain

karena jamur.

Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.

Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang

diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang

dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah

plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah

sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai

dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler

dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan

WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler

(Sudoyo,Aru W, 2011).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini

(PERKENI, 2011) :

Page 6: TEORI DM

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk

kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang

baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes

melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,

baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada

hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa

darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2011).

Tabel 1. Kriteria diagnosis diabetes melitus.

Sumber : PERKENI, 2011

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan

penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan

gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes

Page 7: TEORI DM

melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil

pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W,

2011).

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes

melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu

(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT

juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes

melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes

melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2011).

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2011).

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan

diagnosis diabetes melitus.

Sumber : PERKENI, 2011.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan

diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa

tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus,

TGT, dan GDPT.

Page 8: TEORI DM

Sumber : Sudoyo, Aru W, 2011.

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa

terganggu.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Medikamentosa

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2011). Dalam melakukan

pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan

macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Sudoyo, Aru W, 2011).

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (PERKENI, 2011) :

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid

Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan

berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan

berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

Page 9: TEORI DM

keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari

2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin: Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan

sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal

jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada

gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan

pemantauan faal hati secara berkala.

Penghambat glukoneogenesis: Metformin

Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama

dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-

vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping

mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah

makan.

Page 10: TEORI DM

Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2011) :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makansuapan pertama

Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh

sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin

disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untik

keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru W, 2011).

Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2011) :

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional

Page 11: TEORI DM

yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI,

2011):

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

Tabel 3. Farmakokinetik insulin berdasarkan waktu kerja.

Komplikasi akut Diabetes Mellitus

a. Hipoglikemi

Page 12: TEORI DM

b. Ketoasidosis

- Ketoasidosis diabetikum (KAD)

- Hiperosmolar non ketotik (HONK)

Kriteria diagnostik KAD:

- klinis: adanya riwayat diabetes mellitus sebelumnya, kesadaran menurun, nafas kussmaul dan

berbau aseton, adanya tanda-tanda dehidrasi.

- faktor pencetus yang biasa menyertai: infeksi akut, IMA dan stroke.

- Lab: Gula darah > 250mg/dl, asidosis metabolik (pH <7,3, bikarbonat < 15 meq/L), ketosis

(ketonemia dan ketouria).

Kriteria diagnostik HONK:

- Orang tua umur > 40 tahun.

- Adanya hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320 Osm.

- Tanpa disertai asidosis dan ketosis

Komplikasi kronik Diabetes Melitus

1. Komplikasi Vaskuler

a. microvaskuler

- Mata : Retinopati

Neurophati (non poliferatif/ poliferatif)

Macular edema

Katarak

Glaukoma

- Neuropati : sensorik dan motorik (mononeuropati dan polineuropati)

- Autonomik

2. Komplikasi nonvaskuler

-Gastrointestinal: diare, gastroparesis

- Genitourinary: disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde

- manifestasi dermatologik

3.Ulkus Diabetikum

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Page 13: TEORI DM

Nama : Ny. N

Umur : 62 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Status : Menikah

Alamat : Sp 2 Air Manjulo

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Luka di kaki kanan yang tidak sembuh sejak 2 bulan terakhir

Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 7 hari yang lalu, tidak tinggi, ada menggigil, ada berkeringat.

Pasien merasa lemas dan mudah lelah.

Tukak pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 bulan yang lalu berisi cairan

jika ditekan keluar nanah

Pasien ada keluhan berat badan yang semakin turun, mudah haus, sering BK malam hari,

sering merasa lapar dan mudah ngantuk

Pasien sudah dikenal menderita diabetes mellitus tipe II sejak 3 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita malaria

Riwayat Penyakit Keluarga

- Orangtua pasien menderita penyakit yang sama

Page 14: TEORI DM

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Komposmentis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 170/100mmHg

Nadi : 98x/menit

Napas : 20x/menit

Suhu : 37,9

Pemeriksaan Fisik

o Kepala : normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

o Mata : pupil isokor, diameter pupil 3mm, konjuntiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)

o THT : Tidak Ada kelainan

o Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid

o KGB : tidak ada pembesaran KGB

o Paru

Inspeksi : normochest, gerakan simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : sonor

Auskultasi : bronkovesikuler, Wheezing (-), Ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba di LMCS RIC V

Perkusi : Batas Jantung dalam batas normal

Page 15: TEORI DM

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

o Abdomen

Inspeksi : tidak tampak distensi

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani Auskultasi : BU (+) N

o Ekstremitas : Atas: refleks fisiologis (+) kanan kiri tidak meningkat, refleks patologis

(-/-), edema, deformitas, dan atrofi tidak ada

Bawah: refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), edema (+/-),

deformitas, dan atrofi tidak ada

Status lokalis ekstremitas bawah kanan:

Inspeksi: tampak kaki pedis dextra bengkak, hiperemis (+), luka (+)

Palpasi: nyeri tekan (+)

Hasil Laboratorium

Hematologi

Hb : 12,3 gr/dl Leukosit : 10.900/mm

Trombosit : 336.000/mm

GDR: I : 579 gr/dl II : Hi> 600

III : 384 IV : 272

EKG: tidak tampak kelainan

Diagnosis

Diabetes Melitus tipe II

Gangren diabetik

Hipertensi stage II

Penatalaksanaan

Page 16: TEORI DM

Sikap : Bedrest

Diet DM 1700 kkal dalam 4 porsi

IVFD NaCl 500cc/8 jam

Paracetamol tab 4x500mg

Ceftriaxon inj 1x2 gr (skin test)

Insulin sliding scale dengan novorapid tiap 6 jam

I, II, dan III: 20 unit, IV: 12 unit

Rencana

o Cek GR tiap 6 jam, test widal, test malaria

o Konsul ke bagian bedah

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: TEORI DM

1. Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi II. Jakarta: EGC

Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia.