teknologi embrio pada manusia

27
Embriologi adalah salah satu cabang ilmu dasar yang mempelajari proses perkembangan individu sebelum mencapai bentuk definitif dengan terbentuknya organ-organ tubuh. Pada periode teori praformasi, dipercaya bahwa perkembangan mahluk hidup berasal dari miniatur yang sudah ada dalam oosit (aliran ovulist). Setelah ditemukannya mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek (1632-1723), teori ovulist dibantah dengan ditemukannya sperma dimana dipercaya bahwa kehidupan berasal dari miniatur yang berada dalam sperma, sementara oosit sebagai tempat tumbuh (aliran animalcultist). Kedua pendapat tersebut akhirnya dibantah dengan dibuktikan bahwa proses perkembangan terjadi secara bertahap dari uniseluler (gamet) yang kemudian terjadi fertilisasi dan perkembangan menjadi embrio dan selanjutnya menjadi fetus (teori epigenesis). Secara garis besar, embriologi dibagi menjadi tiga tahap: 1) progenesis, yang mempelajari proses gametogenesis dan fertilisasi, 2) embriogenesis, yang meliputi proses pembelahan (cleavage), blastulasi, gastrulasi dan neurulasi, 3) organogenesis, yang mempelajari proses perkembangan tiga lapis kecambah (ektoderm, mesoderm dan endoderm) yang akan berkembang menjadi seluruh organ tubuh (Gambar 1). Selain proses perkembangan normal tersebut, juga dipelajari gangguan dan kelainan bentuk perkembangan yang terjadi pada periode pralahir dan sesaat setelah lahir (malformasi kongenital) yang disebut sebagai teratologi. Dengan pengetahuan teratologi dapat dijelaskan proses kejadian-kejadian: kembar identik baik yang manghasilkan anak kembar normal maupun kembar siam, kelahiran anak tanpa tangan dan kaki, kelahiran anak tanpa

description

macam mcam tenologi embrio yang dapat diterapkan pada manusia

Transcript of teknologi embrio pada manusia

Page 1: teknologi embrio pada manusia

Embriologi adalah salah satu cabang ilmu dasar yang mempelajari proses

perkembangan individu sebelum mencapai bentuk definitif dengan terbentuknya organ-organ

tubuh. Pada periode teori praformasi, dipercaya bahwa perkembangan mahluk hidup berasal

dari miniatur yang sudah ada dalam oosit (aliran ovulist). Setelah ditemukannya mikroskop

oleh Antony van Leeuwenhoek (1632-1723), teori ovulist dibantah dengan ditemukannya

sperma dimana dipercaya bahwa kehidupan berasal dari miniatur yang berada dalam sperma,

sementara oosit sebagai tempat tumbuh (aliran animalcultist). Kedua pendapat tersebut

akhirnya dibantah dengan dibuktikan bahwa proses perkembangan terjadi secara bertahap

dari uniseluler (gamet) yang kemudian terjadi fertilisasi dan perkembangan menjadi embrio

dan selanjutnya menjadi fetus (teori epigenesis).

Secara garis besar, embriologi dibagi menjadi tiga tahap: 1) progenesis, yang

mempelajari proses gametogenesis dan fertilisasi, 2) embriogenesis, yang meliputi proses

pembelahan (cleavage), blastulasi, gastrulasi dan neurulasi, 3) organogenesis, yang

mempelajari proses perkembangan tiga lapis kecambah (ektoderm, mesoderm dan endoderm)

yang akan berkembang menjadi seluruh organ tubuh (Gambar 1). Selain proses

perkembangan normal tersebut, juga dipelajari gangguan dan kelainan bentuk perkembangan

yang terjadi pada periode pralahir dan sesaat setelah lahir (malformasi kongenital) yang

disebut sebagai teratologi. Dengan pengetahuan teratologi dapat dijelaskan proses kejadian-

kejadian: kembar identik baik yang manghasilkan anak kembar normal maupun kembar siam,

kelahiran anak tanpa tangan dan kaki, kelahiran anak tanpa anus, kelahiran anak dengan

kromosom XXY, kejadian bibir sumbing dan banyak lagi kejadian malformasi kongenital

yang terjadi pada periode pranatal yang berjalan secara alamiah maupun karena pengaruh

lingkungan (pencemaran).Pada awalnya, pengetahuan mengenai embriologi sebagai ilmu

dasar hanya mempelajari proses perkembangan yang terjadi secara normal tanpa ada

keberanian untuk melakukan suatu perekayasaan karena kekhawatiran akan menghasilkan

suatu individu abnormal.

Perkembangan bioteknologi embrio memberikan peluang untuk optimalisasi proses

perkembangan sebagai upaya meningkatkan manfaat tanpa mengganggu proses fisiologis

pertumbuhan. Perkembangan bioteknologi yang sangat pesat mulai dikenal dengan upaya

perekayasaan embrio yaitu suatu upaya manipulasi proses perkembangan untuk mendapatkan

manfaat yang lebih baik. Dari penelitain-penelitian yang telah dilakukan, ternyata

perekayasaan tanpa mengganggu proses perkembangan normal hanya dapat dilakukan pada

periode gametogenesis, fertilisasi, pembelahan embrio dan blastulasi. Perekayasaan yang

Page 2: teknologi embrio pada manusia

dilakukan di luar periode tersebut akan menghasilkan individu dengan perkembangan

abnormal. Hal tersebut dapat difahami karena pada proses gastrulasi mulai terjadi diferensiasi

perkembangan menjadi tiga lapis kecambah yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm yang

masing-masing akan bertanggungjawab pada perkembangan organ tubuh secara keseluruhan.

Hal tersebut akan menjadi lebih rumit bila proses perekayasaan dilakukan pada periode

perkembangan lebih lanjut (neurulasi dan organogenesis)

Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dari tahun ke tahun bertambah maju dan

berkembang sangat pesat yang ditandai dengan berbagai penemuan. Kemajuan IPTEK

tersebut, juga berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di sektor reproduksi. Perkembangan

IPTEK di bidang reproduksi membantu mengendalikan dan mengatur laju pertumbuhan

penduduk yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Perkembangkan teknologi di bidang

reproduksi diawali dengan pemanfaatan teknologi inseminsi buatan (IB), kemudian transfer

embrio (TE), dan saat ini telah dikembangkan teknologi, fertilisasi in vitro, teknologi

criopreservasi gamet. Upaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi reproduksi tersebut

perlu dukungan peralatan yang memadai dan dana yang cukup serta tenaga ahli yang

terampil.

1. Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma disuntikkan

dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim (intrauterine

insemination) pada saat calon ibu mengalami ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung

singkat dan terasa seperti pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah

bisa dicek dengan tes kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali sampai

berhasil. (Umumnya bila setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil, dokter akan

merekomendasikan metode bantuan reproduksi lainnya)

Untuk meningkatkan peluang keberhasilan–seperti halnya pada proses bayi tabung–

calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang kesuburannya dengan hormon

dan obat-obatan lainnya. Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar

pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan

normal, hanya satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma yang diinjeksi melalui kateter

juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik

dan jumlahnya cukup.

Page 3: teknologi embrio pada manusia

inseminasi buatan itu salah satu teknik reproduksi buatan. reproduksi buatan sendiri

mencakup kloning, bayi tabung (fertilisasi in vitro), inseminasi buatan (kawin suntik),

pembastaran (perkawinan silang), rekombinasi gen, dan kultur jaringan.

Inseminasi buatan bisa membantu kehamilan bila:

Istri memiliki alergi sperma

Suami memiliki jumlah sperma sedikit atau kurang gesit

Beberapa kerugian inseminasi buatan pada manusia antara lain :

Biaya yang sangat mahal karena ketatnya aturan yang harus dipatuhi dan laboratorium

yang melaksanakannya juga masih jarang.

Jika sperma yang digunakan bukan dari suami sendiri, melainkan dari orang lain,

maka akan mengaburkan keturunan dan itu sangat dilarang agama

Adanya resiko terjadinya kesalahan yang bisa membuat kegagalan dalam proses

inseminasi buatan pada manusia

Waktu yang diperlukan untuk tahap persiapan dan pelaksanaan tergolong lama karena

harus melalui banyak pemeriksaan, baik secara fisik maupun psikis.

Keuntungan Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan dapat membantu dalam kasus ketidaksuburan disebabkan karena salah satu

alasan yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, pertama dan keuntungan utama dari metode

ini adalah membantu dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan hamil. Sperma

digunakan untuk inseminasi buatan adalah baik diperoleh dari pasangan laki-laki dari

perempuan, atau dari sebuah bank sperma. Sebelumnya teknik ini hanya digunakan bagi

pasangan untuk memiliki anak, hari ini wanita lajang dan pasangan seks yang sama memilih

untuk metode ini untuk punya anak.

Kedua, proses inseminasi buatan digunakan dalam kasus pasangan laki-laki menderita

kelainan keturunan atau genetik. Sperma yang digunakan untuk proses ini dicuci dan diuji

untuk setiap gangguan genetik atau ketidakseimbangan. Oleh karena itu, ada kemungkinan

lebih rendah dari gangguan seperti yang lulus dari orang tua untuk anak. Inseminasi buatan

lebih dekat dengan metode alami reproduksi, dibandingkan dengan metode lain seperti

Page 4: teknologi embrio pada manusia

reproduksi dibantu Dalam Vitro Fertilization (IVF). Oleh karena itu, metode ini secara luas

diadopsi oleh pasangan.

Ketiga, ketika berbicara tentang tingkat keberhasilan inseminasi buatan, kita kembali

menemukan bahwa proses ini memiliki tangan atas antara semua prosedur lainnya. Tingkat

keberhasilan inseminasi buatan setinggi 86%. Namun, perlu dicatat bahwa ada beberapa

faktor yang terlibat di sama. Demikian pula, ketika membandingkan inseminasi intrauterin

intracervical dan inseminasi, ditemukan bahwa tingkat keberhasilan inseminasi intrauterine

lebih tinggi, dan setinggi 80%.

Salah satu keuntungan lain dari inseminasi buatan adalah biaya. Jika anda melihat pada biaya

inseminasi buatan dan bahwa metode lain, Anda akan menemukan bahwa inseminasi buatan

lebih murah. Biaya rata-rata metode lain seperti fertilisasi in vitro (IVF) lebih tinggi dari AI.

Kedua, biaya inseminasi intracervical adalah lebih rendah daripada inseminasi intrauterin. Di

sisi lain, sebagaimana disebutkan di atas, ada efek samping relatif tidak terkait dengan AI,

yang membuatnya lebih menguntungkan.

2. Fertilisasi Invitro Dan Transfer Embrio

Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah

sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung

adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak

berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan

sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. (Teknologi

ini dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards pada tahun 1977).

Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah

suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur

dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran

tuba. Pembuahan sel telur (ovum) yang dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya tekhnik

reproduksi ini ditunjukkan untuk pasangan infertile, yang mengalami kerusakan saluran telur.

Namun saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika calon ibu mempunyai lender

mulut rahim yang abnormal, mutu calon ayah kurang baik, adanya antibody pada atau

terhadap sperma, tidah kunjung hamil walaupun endometriosis telah diobati, serta pada

gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya maka program bayi tabung ini bias

dilakukan.

Page 5: teknologi embrio pada manusia

Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu ibu yang

memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang

akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk

selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran

tuba maka proses ini tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. Proses yang berlangsung

di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu embrio yang akan ditempatkan

pada rahim ibu. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan

dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung pertama yang lahir ke dunia adalah

Louise Joy Brown pada tahun 1978 di Inggris.

Langkah-langkah proses Bayi Tabung

Bila ditemukan kelainan/masalah pada pasangan suami istri, dokter spesialis akan

merujuk ke pusat layanan bayi tabung. Setelah diketahui penyulit kehamilan,

pasangan suami isteri disiapkan menjalani proses bayi tabung.

Setiap pasangan akan menerima penjelasan program Bayi Tabung dan prosedur

pelaksanaan dalam sebuah kelas/kelompok.

Peserta program harus menandatangani perjanjian tertulis: bersedia bila dokter

melakukan tindakan yang dianggap perlu semisal operasi, bersedia menghadapi

kemungkinan mengalami kehamilan kembar dan risiko lain yang dapat ditimbulkan.

Pelaksanaan program bisa dimulai berdasarkan masa haid. Calon ibu akan diberi obat-

obatan hormonal sebagai pemicu ovulasi agar menghasilkan banyak sel telur.

Perangsangan dilakukan 5-6 minggu, sampai sel telur matang dan cukup tuk dibuahi.

Selanjutnya dilakukan Ovum pick up/Opu (pengambilan sel telur) yang dilakukan

tanpa oprasi, melainkan dengan cara ultrasonografi transvaginal. Kemudian semua sel

telur diangkat dan disimpan dalam incubator. Sedangkan calon ayah akan diambil

spermanya melalui cara masturbasi. Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing

sel telur akan ditambahkan sejumlah sperma suami (inseminasi) yang sebelumnya

telah diolah dan dipilih yang terbaik mutunya. Setelah kira-kira 18-20 jam, akan

terlihat apakah proses pembuahan tersebut berhasil atau tidak. Sel telur yang telah

dibuahi sperma atau disebut zigot akan dipantau selama 22-24 jam kemudian untuk

melihat perkembangannya menjadi embrio.

Page 6: teknologi embrio pada manusia

Dari embrio tersebut, dokter akan memilih tiga atau empat embrio yang terbaik untuk

ditanamkan kembali ke dalam rahim. Empat embrio merupakan jumlah maksimal mengingat

risiko yang akan ditanggung oleh calon ibu dan juga janin. Embrio-embrio yang terbaik itu

kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus untuk dipindahkan ke dalam rahim.

Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni 14 hari setelah

pemindahan embrio. Bila saat masturbasi tak ada sperma yang keluar, berarti ada sumbatan.

Untuk itu akan dilakukan cara lain, yaitu dengan MESA (Microsurgical Epydidimis Sperm

Aspiration);sperma diambil dari salurannya. Bisa juga dengan TESA (Testical Sperm

Extraction); sperma diambil langsung dari buah zakar. Bila sperma yang dihasilkan sangat

sedikit, maka dilakukan ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection); sperma disuntikkan ke sel

telur. Cara ini khusus bagi pasangan infertil dimana suami mempunyai sperma sangat sedikit.

Kemudia jika proses bayi tabung berhasil Ibu dipantau beberapa waktu dengan pemeriksaan

hormon kehamilan (hCG) di darah dan pemeriksaan USG.

Teknik fertilisasi invitro dan Transfer Embrio secara teknik dapat dibagi menjadi 4

yaitu :

Tahap induksi ovulasi.

Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan sel telur sebanyak mungkin yang

dilakukan dengan pemberian Follicle Stimulating Hormone (FSH). Saat ini, FSH telah

dimurnikan dan diperbanyak dengan teknologi rekombinasi DNA, misalnya nama

dagang Gonal-f®, sehingga dapat digunakan untuk membantu stimulasi pertumbuhan

sel telur pada perempuan yang kekurangan hormon FSH. Setelah dihasilkan cukup

banyak sel telur, diberikan hormon human Chorion Gonadotropin (hCG) untuk

menstimulasi pelepasan sel telur yang matang. Seperti halnya FSH, hCG juga telah

diproduksi dengan teknologi rekombinasi DNA, misalnya Ovidrel® yang dapat

diinjeksikan langsung ke jaringan di bawah kulit. Jika tidak terdapat sel telur yang

matang, maturasi satu atau lebih sel telur dapat dilakukan dengan menggunakan

metode OS (Ovarian Stimulation).

Page 7: teknologi embrio pada manusia

Gambar . Perkembangan sel telur dimulai dari proses pematangan dalam ovarium.

(Sumber: Paladin, 1971)

 

Tahap pengambilan sel telur.

Pada tahap ini, hasil pematangan sel telur dari ovarium diamati, misalnya dengan

menggunakan metode laparoskopi atau metode vaginal ultrasonik. Sel telur yang telah

matang akan diambil dari ovarium dengan menggunakan jarum yang runcing,

kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium pertumbuhan.

Fertilisasi sel telur.

Pada tahap ini, sel sperma  motil yang telah diperoleh dari metode swim-up(Henkel

dan Schill, 2003) dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel telur,

kemudian disimpan di dalam inkubator. Pemeriksaan gamet dilakukan pada interval

waktu antara fertilisasi dan maturasi. Setelah terjadi fertilisasi, embrio dibiarkan di

dalam inkubator selama 3 – 5 hari.

Gambar. Teknik Fertilisasi In Vitro dan Transplantasi Embrio

Page 8: teknologi embrio pada manusia

Tahap transfer embrio

Tahap ini merupakan tahap akhir, berupa pengembalian embrio hasil fertilisasi yang

telah mencapai tahap blastula. Embrio ditransplantasikan ke dalam rahim melalui

kateter Teflon tanpa pembiusan. Dengan cara ini pasien dapat kembali ke rumah

segera setelah transfer embrio. Untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan,

maka beberapa embrio ditransplantasikan ke dalam rahim (Corabian, 1997).

Dalam aplikasinya, teknik IVF perlu mempertimbangkan tingkat kesuksesan. Definisi

tingkat kesuksesan dalam IVF adalah jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi IVF

dibagi dengan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan untuk mendapatkan kehamilan. Ada

beberapa variasi dalam perhitungan ini. Jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi

IVF dapat dihitung yang menghasilkan kelahiran hidup saja, maupun jumlah keseluruhan

termasuk kelahiran mati. Sedangkan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan biasanya

ditentukan berdasarkan siklus IVF-ET termasuk teknik IVF itu sendiri sampai pemindahan

embrio ke dalam rahim.

Secara statistik, teknik IVF-ET dapat meningkatkan angka kehamilan pada pasien

yang mengalami masalah infertilitas penyumbatan saluran Fallopi secara signifikan jika

dibandingkan dengan teknik perawatan konvensional yang lainnya. Kehamilan spontan yang

terjadi pada pasien dengan penyumbatan saluran Fallopi memiliki tingkat kelahiran hidup

1,4%, sedangkan dengan teknik IVF sekitar 8% - 12% per siklus perawatan (Corabian, 1997).

3. Kloning

Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang

sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual

yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan. Dalam

bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk

menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel, atau organisme. Kloning pada manusia

dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya lalu disatukan dengan

sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasilnya ditanam ke rahim seperti halnya embrio bayi

tabung.

Secara etimologis, kata kloning berasal dari bahasa Yunani “klon” artinya potonganyang

digunakan untuk memperbanyak tanaman. Sedangkan secara terminologis, kloningadalah

proses pembuatan sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan selatau

Page 9: teknologi embrio pada manusia

molekul asalnya.Dalam bidang genetika kloning merupakan replikasi segmen DNA tanpa

melalui prosesseksual (Rekombinasi DNA). Proses ini membuka peluang baru dalam

terobosan teknologiuntuk mengubah fungsi dan prilaku makhluk hidup sesuai dengan

keinginan dan kebutuhanmanusia.Secara teoritis prosedur dan mekanisme kloning terhadap

makhluk hidup melaluiempat (4) tahap yaitu isolasi fragmen DNA, penyisipan fragmen DNA

ke dalam vektor,transformasi dan seleksi hasil kloning.

Isolasi fragmen DNA

Isolasi fragmen DNA yang spesifik dapat dilakukan dengan metode PCR (polymerase

chainreaction) yaitu teknik amplikasi fragmen DNA yang spesifik secara in vitro. Secara

umumDNA yang digunakan untuk PCR adalah total DNA genom yang diekstraksi dari sel

dan tidak membutuhkan tingkat kemurnian tinggi. Urutan DNA yang akan diamplikasi secara

spesifik akan ditentukan oleh primer-primer yang tersusun dari nukleotida (1) Material yang

diperlukan untuk proses PCR adalah DNA yang mengandung rangkaian urutanyang akan

diperbanyak (duplikasi DNA) yaitu primer, DNA polimerase dan campuran dariempat

macam deoksiribonukleotida-trifosfat (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) serta MgCl2.

Penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor

Proses penyisipan atau penyambungan molekul fragmen DNA dengan molekul DNA vektor

disebut ligasi. Biasanya ligasi terjadi antara ujung gugus fosfat dengan gugus hidroksil.Ligasi

antara fragmen DNA yang memiliki ujung lengket (cohesive ends) yangkomplementer jauh

lebih efesien dibandingkan dengan ujung tumpul (blunt ends). Efisiensiligasi juga

dipengaruhi oleh adanya deoksiadenosin tunggal pada ujung. Efisiensi ligasi

dapatditingkatkan, bila fragmen DNA yang memiliki deoksiadenosin tunggal pada ujung

bertemudengan vektor yang memiliki timidin pada ujung.

Transformasi DNA

Transformasi adalah proses pemindahan molekul DNA donor dari lingkungan luar sel.Vektor

kloning yang merupakan pembawa gen yang akan dikloning ditransformasi ke dalamsel

inang. Transformasi dapat dilakukan secara alami maupun buatan. Pada prosestransformasi

alami, DNA yang berbentuk untai ganda dan memiliki untaian basa spesifik terhadap protein

membran masuk ke dalam bakteri melewati membran sel bakteriterhidrolisis. Pada

transformasi buatan, sel bakteri dibuat menjadi sel kompeten secara paksasehingga selubung

sel bakteri bersifat permeabel dan memungkinkan DNA dapat berikatan dengan sel dan

Page 10: teknologi embrio pada manusia

masuk ke dalam sitoplasma, kemudian berinteraksi dengan genom sel bakteri.(3)Sel

kompeten adalah sel inang yang memiliki kompetensi untuk dimasuki vektor

kloning.Perlakuan untuk memasukkan sel kompeten dapat dilakukan dengan menggunakan

metodekejutan panas (heat shock) atau kejutan pulsa listrik (metode electroporation).

Seleksi hasil kloning

Penyeleksian koloni bakteri untuk mendapatkan kloning yang diinginkan dengan cara X-

galatau pemotongan dengan enzim restriksi. Seleksi dengan X-gal dapat digunakan untuk

mengidentifikasi plasmid rekombinan dengan komplementasi. Sedangkan

pemotongandengan enzim restriksi dapat digunakan untuk menyeleksi plasmid rekombinan

hasil kloning.Hasil pemotongan tersebut dielektroforesis dan memperlihatkan pita fragmen

DNA sisipanyang terpisah dari pita vektor kloning.

Dalam tataran aplikasi, rentetan proses kloning dapat dilakukan dengan mengikuti

beberapalangkah berikut ini :

Mempersiapkan sel stem, yaitu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai

seltubuh. Sel ini diperoleh dari makhluk hidup yang hendak dikloning.

Sel stem diambil inti selnya yang mengandung informasi genetik kemudiandipisahkan

dari sel.

Mempersiapkan sel telur, yaitu sebuah sel yang diambil dari makhluk hidup

dewasakemudian intinya dipisahkan.

Inti sel dari sel stem diimplimentasikan ke sel telur.

Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah

membelahmenjadi embrio.

Sel embrio yang terus membelah (blastosis) mulai memisahkan diri dan

siapdiimplementasikan ke dalam rahim.

Embrio tumbuh dalam rahim menjadi janin dengan kode genetik persis sama

dengansel stem donor.

4. Kriopreservasi

Page 11: teknologi embrio pada manusia

Teknologi kriopreservasi oosit, sperma dan embrio banyak dikembangkan pada

berbagai spesies hewan dan manusia bersamaan dengan kemajuan pesat teknologi produksi

embrio baik secara in vivo maupun in vitro. Walaupun viabilitas sperma, oosit dan embrio

segar lebih baik daripada setelah pembekuan, namun teknologi ini berkembang pesat untuk

menangani ketersediaan gamet (sperma dan oosit) pada saat in vitro fertilisasi serta kelebihan

embrio hasil produksi in vivo maupun in vitro. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan

oosit dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga bisa dimanfaatkan dalam kondisi

tertentu.

Pada program ART (Assisted Reproduction Technique), pasien dengan kondisi

Policystic Ovary (PCO) dimana tidak memungkinkan dilakukan transfer embrio (TE) pada

siklus yang sedang berjalan, maka strategi pembekuan oosit setelah fertilisasi (tahap 2PN)

maupun pembekuan embrio tahap pembelahan (cleavage) dan blastosis menjadi solusi untuk

dilakukan transfer embrio dimasa datang pada kondisi yang lebih baik. Sampai saat ini

teknologi pembekuan embrio telah menjadi program rutin pada banyak klinik infertilitas

untuk kepentingan transfer embrio dikemudian hari tanpa menimbulkan pengaruh negatif

terhadap bayi yang dilahirkan. Penyimpanan embrio dalam bentuk beku sebagai salah satu

bank genetika merupakan upaya penyimpanan embrio yang aman untuk bisa dimanfaatkan

dimasa datang atau untuk keperluan mendadak. Hal ini sangat diperlukan mengingat bahwa

gamet mempunyai daya tahan hidup yang relatif singkat.

Solusi untuk masalah ini adalah pengawetan gamet wanita dalam suhu dingin.

Sterilitas iatrogenik yang timbul setelah pemberian kemoterapi atau radioterapi pada kondisi

neoplasma dapat dihindari dengan pengawetan dari oosit, sama seperti penyimpanan sperma

dalam suhu dingin. Hal ini disebabkan karena gambaran biologis dari oosit, dan telah muncul

sejumlah pertanyaan mengenai induksi dari aneuploidy setelah gamet terpapar dengan

cryoprotectant dan pembekuan serta proses pencairan. Oosit, faktanya, dihambat saat ovulasi

pada metafase dari pembelahan meiosis kedua, dimana 23 kromosom dikromatid terikat

dengan mikrotubulus dari benang meiosis. Pada fase ini, dimana oosit amat peka terhadap

perubahan suhu dan akhirnya mengalami depolimerisasi dari benang mikrotubulus yang

disebabkan karena cryoprotectant atau es kristal yang terbentuk selama proses pembekuan

dan pencairan, pemisahan normal dari kromatid pada saat fertilisasi dapat mengalami

kerusakan, maka dari itu menyebabkan aneuploidy setelah pengeluaran dari badan polar

kedua. Terdapat lima langkah penting pada prosedur penyimpanan dengan suhu dingin ini :

Page 12: teknologi embrio pada manusia

Paparan awal dengan cryoprotectant, bahan yang digunakan untuk mengurangi

kerusakan seluleryang disebabkan karena kristalisasi air.

Mendinginkan suhu sampai dibawah 0ºC.

Penyimpanan

Pencairan kembali.

Dilusi dan menyingkirkan cryoprotectan, mengembalikan fisiologi dari

microenvironment, sehingga membuat oosit ini mampu dikembangkan lebih

jauh.

Momen paling kritis untuk mempertahankan kehidupan seluler adalah pada fase awal

dari pembekuan dengan suhu yang sangat rendah dan pengembalian akhir ke kondisi

fisiologis awal. Apabila suhu rendah yang cukup telah dicapai (normalnya -196ºC, suhu dari

nitrogen cair), penyimpanan, bahkan untuk periode waktu yang cukup lama, tidak akan

memberikan pengaruh apapun pada survival rate dari oosit tersebut. Pada suhu ini, faktanya,

tidak tersedia cukup energi untuk kebanyakan reaksi fisiologis dan molekul air akan

terbentuk dalam struktur kristal. Kerusakan dari DNA yang disebabkan karena radiasi kosmik

merupakan satu-satunya kerusakan gamet dan embrio yang disimpan pada suhu demikian.

Ketika oosit didinginkan pada suhu diantara -5ºC sampai -15ºC, pembentukan es pertama kali

diinduksi oleh media ekstraseluler sebagai proses yang dinamakan dengan seeding. Saat suhu

menurun, maka jumlah es akan meningkat dan terlarut pada media ekstraseluler. Hasilnya

adalah pembentukan gradien osmotik. Sebagai hasil dari gradien ini, air akan tertarik dari

sitoplasma ke media ekstraseluler, dan sel akan menjadi lebih kecil. Apabila proses ini

berjalan cukup lambat, maka aliran air keluar dari sel akan menurunkan kemungkinan

nukleasi es dalam sel, pada suhu sekitar -15ºC. Untuk sel dengan rasio surface atau volume

yang rendah, seperti gamet, diperlukan suhu pembekuan yang rendah agar didapatkan aliran

air yang cukup untuk mengalir keluar dari sel. Dengan cara seperti ini, kristal es intraseluler

yang terbentuk akan menjadi cukup sedikit untuk menimbulkan kerusakan pada komponen

intraseluler.

Keberhasilan proses pembekuan tergantung dari jenis embrio melalui upaya

pemilihan media pembekuan (krioprotektan) yang tepat, pengaturan suhu baik saat

pendinginan (cooling), penyimpanan (storage), dan pencairan (warming) dan manipulasi

embrio sebagai upaya pengeluaran air sebanyak mungkin dari dalam embrio untuk

menghindari terbentuknya kristal es.

Page 13: teknologi embrio pada manusia

5. Stem cell

Pengembangan bioteknologi tentang stem cell atau sel punca telah lama diketahui dan

diteliti penggunaannya dalam bidang medis, begitu juga dengan minat terhadap stem cell atau

sel punca telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir di dunia, termasuk di Indonesia.

Hal ini karena potensi dari sel punca tersebut yang dapat mengobati berbagai macam

penyakit. Dalam penelitian sel punca telah terbukti dalam mengobati penyakit jantung,

diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, kanker, berbagai penyakit darah dan AIDS.

Teknologi ini merupakan kemajuan yang akan menjadi terobosan baru dalam

pengobatan, misalnya apabila sel saraf putus maka dengan stem cell kondisi itu dapat

diperbaiki. Juga apabila seseorang menderita luka bakar yang sangat parah dapat sembuh

cepat dengan memanfaatkan teknologi ini. Selain itu juga dalam penelitian yang berbeda sel

punca manusia telah terbukti dapat mengatasi kebutaan pada tikus.Stem cell atau sel punca

sendiri ialah sel induk dari semua sel dalam tubuh yang belum terspesialisasi yang memiliki

dua sifat, yaitu kemampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel lain dan kemampuannya

untuk meregenerasi dirinya sendiri. Jika ditinjau dari asalnya maka stem cell dapat dibagi

dalam stem cell embrio dan stem cell bukan embrio. Sedangkan stem cell sesuai potensinya

untuk berkembang lebih lanjut dapat dibagi dalam sel totipoten, pluripoten, dan multipoten.

Aspek bioetika penggunaan berbagai jenis sel tersebut juga berbeda.

Banyak harapan yang timbul dari penelitian stem cell embrio, karena sel itu

mempunyai potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang menyusun berbagai

jenis organ tubuh. Sel yang juga disebut stem cell totipoten (SCT) itu, ditemukan pada

jaringan embrio dan pada jaringan tertentu makhluk dewasa, seperti sumsum tulang merah

dan sel kelamin. Manfaat yang diperoleh dari penggunaan SCT dalam bidang kedokteran

amat besar, namun sumber SCT tersebut merupakan suatu masalah etika yang perlu

mendapat perhatian, karena SCT terbaik diperoleh dari inner cell mass dari blastosis.

Blastosis adalah embrio yang berkembang setelah sekitar 5 hari pasca fertilisasi

(pembuahan). Pada saat itu, embrio tersebut telah berkembang dari sel tunggal menjadi bola

sel kosong, dengan ‘gumpalan’ sel pada rongganya. Dalam proses pemanenan stem cell,

terjadi kerusakan pada embrio yang menyebabkan embrio tersebut akan mati.

Di negara-negara yang membolehkan melakukan praktik bayi tabung, embrio yang

sudah tidak dipakai setelah proses bayi tabung selesai dapat digunakan sebagai sumber stem

Page 14: teknologi embrio pada manusia

cell, karena pada proses bayi tabung biasanya diperoleh blastosis yang melebihi keperluan.

Blastosis yang berlebihan itu dapat disimpan beku (deepfreeze) atau dibuang. Sebagian

ilmuwan berpendapat ketimbang sisa blastosis dibuang lebih baik dipakai sebagai sumber

SCT. Namun sebagian lain berpendapat bahwa walaupun tujuan memperoleh SCT baik,

dalam proses perolehannya terjadi pemusnahan embrio manusia. Ada pula yang berpendapat

bahwa jika kegiatan pengambilan SCT dari embrio diizinkan, hal itu akan membuka jalan ke

arah hal yang bertentangan dengan kemanusiaan seperti ‘peternakan embrio’ (embryo farms),

pengklonan bayi, penggunaan janin untuk ‘suku cadang’, dan komersialisasi kehidupan

manusia.

Nature advance online publication pada tanggal 23 Agustus 2006 memuat laporan

Klimanskaya dkk. (2006) yang memberi secercah harapan kepada para peneliti stem cell.

Mereka menulis tentang pembuatan galur stem cell yang berasal dari salah satu sel blastosis

stadium 8 sel. Sel punca dapat diekstraksi tanpa mematikan embrio tersebut, karena embrio

memiliki 8 sel yang tergolong dalam inner cell mass. Kultur sel punca dapat dilakukan hanya

dengan satu sel saja, yang kemudian apabila sel telah berhasil di kultur, sel dapat

dikembalikan ke embrio tersebut. Maka blastosis yang tinggal 7 sel kemudian ditanam ke

dalam rahim agar dapat berkembang normal. Namun kesulitan cara ini adalah tenggang

waktu antara pengambilan sel dan hasil uji menjadi lebih lama dan dapat mempengaruhi

keberhasilan penanaman blastosis. Kemudian alternatif lain dari sumber stem cell ialah stem

cell dari darah tali pusat (umbilical cord blood stem cell) yang sekarang lebih dikembangkan

di dunia kedokteran. Darah tali pusat termasuk stem cell dewasa. Selain dari darah tali pusat,

stem cell dewasa bisa didapat dari sumsum tulang dan darah tepi. Hanya saja, pengambilan

stem cell dari darah tali pusat lebih disukai, karena berisiko lebih kecil dan tidak menyakiti

penderita. Selain itu, stem cell dari darah tali pusat mempunyai kemampuan proliferasi

(pertumbuhan dan pertambahan sel) yang tinggi. Tingkat kecocokan pencangkokan stem cell

darah tali pusat juga lebih baik dibandingkan dengan stem cell yang berasal dari sumsum

tulang, karena transplantasi cord blood tidak memerlukan tingkat kecocokan 100%, dan

secara etis tentu tidak masalah. Selain itu, yang dapat memanfaatkan stem cell tersebut tidak

hanya pemiliknya, tetapi juga bisa digunakan oleh saudara kandung dan orang tua, asalkan

mempunyai kecocokan dalam struktur gen dan golongan darah.

Page 15: teknologi embrio pada manusia

Kesimpulan

Embriologi adalah salah satu cabang ilmu dasar yang mempelajari proses

perkembangan individu sebelum mencapai bentuk definitif dengan terbentuknya organ-organ

tubuh. Perkembangan bioteknologi embrio memberikan peluang untuk optimalisasi proses

perkembangan sebagai upaya meningkatkan manfaat tanpa mengganggu proses fisiologis

pertumbuhan. Perkembangan IPTEK di bidang reproduksi membantu mengendalikan dan

mengatur laju pertumbuhan penduduk yang dapat meningkatkan kesejahteraan.

Perkembangkan teknologi di bidang reproduksi diawali dengan pemanfaatan teknologi

inseminsi buatan (IB), kemudian transfer embrio (TE), dan saat ini telah dikembangkan

fertilisasi in vitro, teknologi criopreservasi gamet, stem cell.

Page 16: teknologi embrio pada manusia

DAFTAR PUSTAKA

Corabian, P. 1997. In vitro fertilization and embrio transfer as a treatment for

infertility - Technology Assessment Report. Alberta Heritage

Foundation for Medical Research.

Dulioust, E. Busnel, M. C., Carlier, M., Roubertoux, P., Auroux, M., 1999.

Embrio cryopreservation and development: facts, questions and

responsibility. Human Reproduction. 14, 1141-1145.

ESHRE Task Force on Ethics and Law. 2001. The moral status of the pre-

implantation embrio. Human Reproduction. 16, 1046-1048.

Gissler, M., Klemetti, R., Sevón, T., and Hemminki, E., 2004. Monitoring of

IVF birth outcomes in Finland: a data quality study. BMC Medical

Informatics and Decision Making. 4, 3.

Henkel, R. R. and Schill, W. B., 2003. Sperm preparation for ART. Reprod

Biol Endocrinol. 1, 108.

Hadiwardoyo, A. P. 1989. Etika Medis. Kanisius. Yogyakarta.

Koivurova, S., Hartikainen, A. L., Gissler, M., Hemminki, E., Sovio, U.,

Järvelin, M. R., 2002. Neonatal outcome and congenital

malformations in children born after in-vitro fertilization. Human

Reproduction. 17, 1391-1398.

Paladin, 1971. Human Reproduction from the Science Journal.  Granada.

London.

Page 17: teknologi embrio pada manusia

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIDANG

EMBRIOLOGI MANUSIA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Reproduksi Embrilogi Hewan

Oleh :

Zulinda

Hafis Irvan Rivaldi

Eka Yulianti

Setyawati Dwi Kusumaningrum

Program Studi Pendidikan Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA

2015

Page 18: teknologi embrio pada manusia