TATALAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA OPERASI …
Transcript of TATALAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA OPERASI …
TATALAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI
PADA OPERASI LIANG TELINGA
Oleh:
PRAVINAA K VISWANATHAN
dr. Kadek Agus Heryana Putra,SpAn
BAGIAN/SMF ILMU ANESTESIA DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/
RSUP SANGLAH
2017
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ..............................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
PENDAHULUAN… .............................................................................................. iii
I. Anatomi Dan Fisiologi Telinga..................................................................1
II. Liang Telinga ............................................................................................. 3
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iv
I. Batasan........................................................................................................ 4
II. Masalah ...................................................................................................... 5
III. Penatalaksanaan ..........................................................................................5
1. Evaluasi .................................................................................................5
2. Persiapan Praoperatif ............................................................................9
3. Premedikasi ...........................................................................................11
4. Pilihan Anestesinya ...............................................................................12
5. Pemantauan Selama Anestesi ...............................................................15
6. Terapi Cairan dan Transfusi Darah .......................................................15
7. Pemulihan Anestesi ...............................................................................15
8. Pasca Bedah ..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................17
4
BAB 1 PENDAHULUAN
I. Anatomi dan Fisiologi Telinga
Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia . Ia mempunyai
dua fungsi . Fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Mendengar adalah gendang telinga bergetar saat gelombang suara memasuki saluran
telinga. Ossikel, tiga tulang kecil (termasuk stapes, tulang terkecil di tubuh), melewati getaran
ke jendela oval, yang merupakan membran di pintu masuk telinga bagian dalam.
Keseimbangan dimaksudkan dengan, keseimbangan dicapai melalui kombinasi organ
sensorik di telinga bagian dalam, masukan visual, dan informasi yang diterima dari reseptor di
tubuh, terutama di sekitar persendian. Informasi yang diproses di cerebellum dan cerebral
cortex otak. Ia memungkinkan tubuh untuk mengatasi perubahan kecepatan dan arahnya ke
kepala.
Telinga, menurut anatominya dibagi menjadi 3 bagian, yakni telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam.
5
Telinga luar (Auris eksterna)
Telinga luar bibahagikan dalam dua bahagian. Ia itu daun telinga dan liang telinga.
Telinga luar termasuk saluran telinga yang dilapisi dengan rambut dan kelenjar yang
mengeluarkan lilin. Bagian telinga ini memberi perlindungan dan suara saluran. Auricle atau
pinna adalah bagian yang paling terlihat dari telinga luar dan apa yang kebanyakan orang rujuk
saat mereka menggunakan kata "telinga.
Daun telingan
Telinga luar atau auris eksterna dibahagikan menjadi 3 bagian yaitu Aurikulum (daun
telinga/ pina).Berbentuk pipih dan berlekuk, tersusun atas kerangkan tulang rawan (kartilago)
. Pada lobulus, diliputi oleh kulit yang melekat pada perikondrium. Pada proses mendengar
daun telinga ini berfungsi untuk menangkap dan mengumpulkan glombang bunyi serta
menentukan arah sumber bunyi.
6
II. Liang Telinga
Meatus akustikus eksternus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang terbentang
antaraaurikula sampai membaran timpani. Berfungsi menghantarkan gelombang suara dari
aurikula kemebran timpani. Pada orang dewasa panjang nya ± 1 inci (2,5 cm) dan dapat
diluruskan untuk memasang otoskop dengan menarik aurikula ke atas dan ke belakang. Pada
anak, aurikula cukupditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan kebelakang. Daerah meatus
yang paling sempit ± 5mm dari membran timpani.
Fungsi Liang Telinga
Liang telinga, juga disebut meatus akustik eksternal, adalah bagian yang terdiri dari
tulang dan kulit yang mengarah ke gendang telinga. Saluran telinga berfungsi sebagai pintu
masuk untuk gelombang suara, yang didorong ke arah membran timpani, yang dikenal sebagai
gendang telinga. Saat suara masuk ke telinga tengah, mereka ditularkan ke tulang kecil yang
disebut ossicles, yang terdiri dari stapes, incus, dan malleus. Suara kemudian dibawa dalam
bentuk gelombang ke telinga bagian dalam.
7
BAB 2 DAFTAR ISI
1. Batasan
Tindakan anestesi yang dilakukan pada operasi-operasi liang telinga seperti;
mastoidektomi; rekonstruksi liang telinga termasuk timpanoplasti.1 pada pasien yang
menderita penyakit liang telinga.
Tindakan mastoidektomi dilakukan untuk mengeluarkan sel udara mastoid sebagai
pengobatan infeksi telinga tengah atau bagian dari prosedur implantasi koklear.Sel udara
mastoid terletak di tulang mastoid yang berada pada bagian tengah dan dalam telinga. Karena
letaknya berdekatan dengan rongga yang terhubung pada telinga tengah, sel ini cenderung
dapat menyebarkan infeksi ke bagian telinga yang lebih dalam, bahkan hingga ke tulang
tengkorak. Dulu, mastoidektomi merupakan metode pengobatan utama. Namun berkat
kemajuan perkembangan antibiotik, penyakit menular di area telinga dapat ditangani tanpa
membuang sel mastoid.Tujuan rekonstruksi adalah selain dari memperbaiki fungsi
pendengaran juga untuk kosmetik. Operasi dilakukan dengan bedah mikro telinga.
Timpanoplasti adalah tindakan operasi telinga untuk memperbaiki gendang telinga
(membran timpani) dengan atau tidak disertai memperbaiki telinga tengah serta tulang
pendengaran . Gendang telinga yang diperbaiki adalah gendang telinga yang berlubang,karena
trauma atau infeksi. Telinga yang terinfeksi biasanya disertai dengan keluhan telinga berair
yang biasa disebut dengan “congekan”.
Gambar 1. Gendang telinga yang berlubang Gambar 2. Gendang telinga yang
8
berlubang (keluar cairan) (kering dan tidak keluar cairan)
I. Masalah anestesi dan reanimasi
Kesulitan yang mungkin dialami adalah ,rongga liang telinga relatif sempit dan gelap
,Ancaman sumbatan jalan nafas selama operasi, Perdarahan luka operasi, Operasi berlangsung
lama, Perubahan tekanan pada liang telinga tengah khususnya pada operasi timpanoplasti,
kemungkinan besar terjadinya muntah pasca operasi.
II. Penatalaksanaan anestesi dan reanimasi
1. Evaluasi Praanestesi
1.1 Penilaian status pasien sesaat sebelum operasi
Pasien dengan keluahan di liang telinga dapat bervariasi mulai dari anak-anak, dewasa
hingga usia lanjut sehingga masing-masing pasien memilikki komorbiditas dan kondisi
medis yang berbeda-beda. Semua pasien yang akan menjalani operasi wajib untuk
dilakukan evaluasi pra anestesi. Tujuan dari evaluasi praanestesi adalah untuk memperoleh
informasi terkait kondisi medis pasien yang dapat berubah respon terhadap obat anestesi
dan meningkatkan risiko komplikasi.
Persiapan anestesi umumnya diawali dengan evaluasi persiapan
psikologi/mental pada pasien. Kunjungan prabedah (preoperatif visit) merupakan salah
satu cara yang dapat digunakan untuk melihat dan memeriksa kondisi pasien, setidaknya 1
hari sebelum operasi dilaksanakan.
1.2 Penilaian status presen
Status presen pasien prabedah dapat dinilai melalui anamnesis dengan pasien sendiri atau dengan
keluarga pasien bersangkutan. Anamnesis yang dilakukan meliputi :
a. Identitas pasien atau biodata
b. Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah yang mungkin
menimbulkan gangguan fungsi sistem organ.
9
c. Anamnesis umum meliputi :
1. Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita atau sedang
menderita penyakit sistemik selain penyakit bedah yang diderita,
yang bisa mempengaruhi anestesia atau dipengaruhi oleh anestesia.
2. Riwayat pemakaian obat yang telah atau sedang digunakan yang
mungkin berinteraksi dengan obat anestesia,misalnya; kortikosteroid,
obat antihipertensi, obat anti-diabetik, antibiotika
golongan
aminoglikosida, digitalis, diuretika, transquilizer, obat penghambat enzim
mono-amin oksidase dan bronkodilator.
3. Riwayat operasi/anestesia terdahulu, misalnya : apakah pasien
mengalami komplikasi anestesia.
4. Kebiasaan buruk, antara lain ; perokok, peminum minuman keras
(alkohol), pemakai obat-obatan terlarang (sedatif dan narkotik).
5. Riwayat alergi terhadap obat atau yang lain.
1.3 Evaluasi status generalis
Setelah melakukan penilaian terhadap status pasien, dokter spesialis anestesi
diharapkan dapat melakukan penilaian terhadap status generalis pasien dengan cara
melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai indikasi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu status presen (kesadaran, tinggi, berat badan, respirasi
rate, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan VAS) dan status fisik umum (psikis, saraf, respirasi,
hemodinamik, penyakit darah, gastrointestinal, hepato-biller, urogenital dan saluran kencing,
metabolik dan endokrin, otot rangka, dan integumen).1,2
Penilaian tambahan seperti status mallapati harus dilakukan dengan tujuan melihat
apakah terdapat obstruksi airway atau tidak agar tidak menjadi penyulit pada saat dilakukan
10
intubasi pada pasien.1,2
A. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya
1. Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan rutin dibedakan menjadi pemeriksaan darah dan urin. Komponen
darah yang diperiksa yakni hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan
hitung jenis, trombosit, masa perdarahan dan masa pembekuan.
Pemeriksaan urin meliputi pemeriksaan fisik, kimiawi dan sedimen urin.
2. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus diindikasikan kepada pasien yang akan menjalani operasi
besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik tertentu dengan indikasi
tegas. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium
lengkap seperti fungsi hati, fungsi ginjal, analisis gas darah, elektrolit,
hematologi dan faal hemostasis lengkap. Pemeriksaan liang telinga dapat
dilakukan denagn bantuan otoskop.Pemeriksaan selanjutnya adalah
membrane timpani. Normal membrane timpani bentuknya sedikit cekung
dan mengkilap. Pemeriksaan mastoid bertujuan untuk melihat adanya
pembengkakan pada daerah mastoid. Pemeriksaan pendengaran
dilaksanakan dengan bantuan garputala untuk mengetahui apakah pasien
mengalami gangguan apa tidak radiologis pada pasien dengan rencana
endoskopi saluran kemih bawah juga penting dilakukan untuk
mengidentifikasi lokasi batu, jenis batu seperti yang radioopak dan
radiolusen dan rencana jenis tindakan operasi yang akan dilakukan.
C. Menentukan prognosis pasien perioperatif
American Society of Anesthesiologist membuat klasifikasi status fisik
praanestesia menjadi lima kelas. Tujuan klasifikasi ASA adalah untuk
11
mengidentifikasi derajat penyakit dan status fisik pasien sehingga dapat
menentukan prognosis pasien perioperatif. Klasifikasi ASA dibedakan
menjadi 5 kelas yaitu :
1. ASA 1
Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.
2. ASA 2
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan-sedang
yang tidak mengancam nyawa.
3. ASA 3
Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik sedang berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa.
4. ASA 4
Pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik beratyang secara langsung
mengancam kehidupan. Tidak selalu berhasil dikoreksi oleh pembedahan.
5. ASA 5
Pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
dilakukan pembedahan maupun tidak pasien akan meninggal dalam 24 jam.
2. Persiapan Praoperatif
2.1.1 Persiapan rutin
Persiapan pra anestesia dan reanimasi dapat dilakukan di poliklinik dan di rumah pasien (pada
pasien rawat jalan), ruang perawatan, ruang persiapan IBS dan kamar operasi yang akan
dijabarkan sebagai berikut :
12
a. Persiapan di ruang perawatan
Persiapan di ruang perawatan hampir sama dengan persiapan di poliklinik dan di
rumah pasien meliputi persiapan psikis dan persiapan fisik. Persiapan psikis yang
dilakukan adalah (1) memberikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarga agar
mengerti perihal rencana anestesi dan pembedahan yang direncanakan sehingga pasien
dan keluarganya bisa tenang; (2) memberikan obat sedatif pada pasien yang menderita
stress berlebihan atau pasien yang tidak kooperatif seperti pediatrik pada malam hari
menjelang tidur dan pada pagi hari, 60-90 menit sebelum ke IBS.
Pada persiapan fisik, perlu diinformasikan kepada pasien untuk : (1)
menghentikan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok minimal dua minggu sebelum
anestesia atau minimal dimulai sejak evaluasi pertama kali di poliklinik; (2) melepas
segala macam protesis dan asesoris seperti perhiasan; (3) melakukan puasa dengan aturan
sebagai berikut :
13
Tipe Makanan/Minuman Lama Puasa yang
dibutuhkan
Cairan jernih • 2 jam
• Contoh air, jus buah
tanpa ampas buah, teh
jernih, kopi.
• Tidak termasuk alkohol
ASI 4 jam
Formula bayi 6 jam
Makanan ringan • 6 jam
• Contoh roti panggang
Makanan bergoreng/makanan
padat/makanan
berlemak/daging
8 jam
(4) membuat surat persetujuan tindakan medik; (5) mengganti pakaian yang dipakai
dari rumah dengan pakaian khusus kamar operasi.
b. Persiapan di ruangan IBS
Persiapan yang dilakukan meliputi evaluasi ulang status presen dan
catatan medik pasien serta perlengkapan lainnya, konsultasi di tempat
apabila diperlukan, memberi premedikasi dan memasang infus.
c. Persiapan di kamar operasi
(1) Mempersiapkan mesin anestesi dan sistem aliran gasnya, alat
pantau tekanan darah, pulse oksimeter, EKG, tiang infus,
defribilator dan obat-obat anestesia yang diperlukan.
14
(2) Mempersiapkan stetoskop, laringoskopi, endotrakeal tube, guedel
orotrakeal tube, plester untuk fiksasi, stilet, connector dan suction.
(3) Mempersiapkan obat-obat resusitasi, misalnya : adrenalin, atropin,
aminofilin, natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
(4) Mempersiapkan catatan medik anestesia, selimut penghangat
khusus untuk bayi dan orang tua.
3. Premedikasi
Setelah penilaian preoperatif selesai dan telah menghasilkan status fisik pasien,
selanjutnya menentukan penggunaan obat premedikasi yang akan digunakan. Beberapa
hal yang harus dipertimbangkan sebagai penentu obat yang akan digunakan yaitu;
macam operasi, posisi pasien sewaktu dilakukan operasi, perkiraan lama operasi dan
sebagainya. Tujuan utama dari premedikasi atau pemberian obat-obatan sebelum
operasi yaitu, membuat pasien terhindar dari perasaan cemas dan gelisah serta rasa
nyeri yang akan terjadi pada saat pembedahan.1,6
Terdapat 3 golongan obat yang digunakan ketika premedikasi yaitu golongan obat
sedasi yang bertujuan menurunkan tingkat kesadaran pasien secara cukup sehingga
menimbulkan rasa kantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi
verbal, antikolinergik yang bertujuan untuk menghambat aktivitas kholinergik atau
parasimpatis dan golongan analgesik yang bertujuan untuk meredakan rasa nyeri.
Obatobatan yang dapat digunakan sebagai premedikasi adalah sebagai berikut :
1. Sedatif :
Diazepam 5-10 mg/kgBB
Diphenhidramine 1 mg/kgBB
Promethazine 1 mg/kgBB
Midazolam 0,1-0,2 mg/kgBB
15
2. Analgetik Opiat :
Petidin 1-2 mg/kgBB
Morfin 0,1-0,2 mg/kgBB
Fentanil 1-2 µg/kgBB
3. Antikolinergik
SulfasAtropin 0,1 mg?kgBB
4. Anti Emetik
Odansentron 4-8 mg (iv) dewasa
Metoklopramid 10 mg (iv) dewasa
4. Pilihan Anestesi
Operasi liang telinga bertujuan untuk menyingkirkan penyakit dari telinga tengah
dan rongga mastoid atau untuk rekonstruksi dan remobilisation dari membran timpani
dan rantai tulang pendengaran atau keduanya. Terdapat dua cara anestesi yang dapat
digunakan yaitu anetsesi lokal dan anestesi umum.7
4.1 Anestesia lokal
Prosedur anestesia ini dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesia lokal
pada daerah atau di sekitar lokasi pembedahan yang menyebabkan hambatan konduksi
impuls aferen yang bersifat temporer. Anestesi lokal pada umumnya digunakan untuk
prosedur pembedahan telinga seperti stapedektomi dan pembedahan telinga tengah
tanpa disertai dengan komplikasi dimana lama prosedur pembedahan kurang dari 2
jam.7
Pembedahan liang telinga membutuhkan perhatian khusus pada bagian wajah
untuk menjaga N. Fasialis yang berada di sekitar tulang temporal. Keuntungan
penggunaan anestesia lokal yaitu mampu mengevaluasi perubahan pendengaran dan
16
nervus facialis pada saat operasi berlangsung. Anestesia lokal dapat menembus
gendang telinga dengan menggunakan metode iontophoresis, dimana arus dilewatkan
melalui larutan anestesi yang telah ditanamkan ke dalam meatus auditori eksternal.7
Anestesia lokal bekerja dengan memblok saraf sensoris telinga atau N.
Vesikulokoklea, penggunaan lidokain 4% dapat menjadi pilihan. Penambahan efinefrin
pada lokal anestesi meningkatkan intensitas dan durasi dari efek dan memberikan
vasokonstriksi lokal, yang dapat menurunkan perdarahan. Dosis aman bagi efinefrin
adalah 0,1 mg (10 ml dalam konsentrasi 1:10.000) dan bila perlu dapat diulang setelah
20 menit.6,7
Anestesia lokal jarang digunakan pada operasi yang melibatkan daerah sekitar
labirin. Pusing, mual bahkan muntah merupakan salah satu kelemahan pada anestesia
lokal sehingga dapat membuat prosedur jarang dilakukan.7
4.1.1 Anestesia Umum
Prosedur anestesia ini dilakukan dengan cara membuat pasien berada dalam
suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri
di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia.1,7
Operasi liang telinga umumnya menggunakan anestesia umum yang terbagi
menjadi dua, yaitu operasi telinga minor dan operasi telinga mayor. Operasi telinga
minor, seperti myringotomy dan polypectomy, dapat menggunakan teknik anestesia
umum menggunakan inhalasi atau intravena, induksi dan pemeliharaan induksi dengan
agen inhalasi menggunakan masker wajah. Penggunaan intubasi tidak diperlukan
kecuali memiliki faktor-faktor lain yang memiliki indikasi tertentu.1,7
Operasi telinga mayor seperti tympanoplasty pada umumnya menggunakan
teknik operasi hipotensi terkontrol. Pendarahan harus dikurangi seminimal mungkin
17
untuk mendapatkan hasil fungsional yang baik. Jumlah darah seminimal mungkin tetap
dapat menunda dan mengganggu prosedur rekonstruksi, sehingga memerlukan suction
secara konstan. Efek dari suction konstan ini dapat mengganggu sistem fisiologis yang
secara permanen dapat merusak mekanisme halus telinga bagian dalam.7
Penggunaan metode microsurgery dengan hipotensi terkontrol menjadi pilihan
yang tepat pada operasi rekonstruksi liang telinga mayor. Teknik hipotensi merupakan
suatu teknik pada anestesia umum dengan menggunakan agen hipotensi kerja cepat
yang bertujuan menurunkan tekanan darah serta perdarahan saat operasi berlangsung,
sehingga membuat pembuluh darah dan jaringan terlihat. Prosedur ini dapat diterapkan
dengan aman pada kebanyakan pasien, termasuk anak-anak dan beberapa jenis prosedur
operasi. Posisi pasien selama pembedahan telinga yaitu posisi supinasi dengan ekstensi
kepala yang ekstream dan posisi leher yang di putar.7
Pemakaian Gas Anestesi N2O
N2O memiliki berat molekul yang lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen
yang menyebabkan nitrous oxide lebih sulit larut dalam darah. Perbedaan tersebut
membuat nitrous oxide berdifusi menjadi gas dan memenuhi rongga-rongga udara yang
terdapat di dalam tubuh, seperti rongga liang telinga tengah. Akumulasi udara pada
rongga telinga tengah dan nirous oxide akan menyebabkan peningkatan jumlah udara
yang melebihi normal sehingga akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga liang
telinga tengah. Menghirup 70% nitrous oxide menyebabkan tekanan telinga tengah naik
mencapai 0,1-0,2 kPa (10-20 mmH2O) min-1 dan mencapai tekanan maksimum sekitar
3,9 kpa (400 mmH2O) min-1 dalam waktu sekitar 30 menit. Tekanan maksimum normal
telinga pada umumnya dibatasi oleh pembukaan pasif dari tabung tuba eusthacia.7
18
Pemakaian gas N2O pada operasi timpanoplasti dihindari karena akan
mempengaruhi tekanan pada liang tengah yang dapat mengakibatkan pergeseran pada
membran timpani dan penempatan graft, selain itu berbagai macam efek dapat terjadi
akibat tekanan yang berubah seperti serous otitis, disartikulasi stapes, dan gangguan
pendengaran. 7
5. Pemantauan selama anestesia
Dokter spesialis anestesi yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah
selama pemberian obat anestesia berlangsung. Observasi ketat harus dilakukan yaitu
terhadap jalan napas, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu. EKG harus selalu
terpasang untuk memantau irama jantung pasien saat operasi berlangsung.1,8
Alat penunjang lainnya yaitu pulse oksimetri sangat berguna untuk menghitung
frekuensi dan kualitas denyut nadi perifer serta saturasi oksigen. Pemantauan juga
dilakukan pada N. Fasialis yang berada di sekitar tulang temporal.1,7,8
6. Terapi cairan dan transfusi darah
Pembedahan liang telinga pada umumnya tidak mengalami banyak perdarahan atau
pendarahan minimal. IV line atau cairan pengganti biasanya disiapkan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya perdarahan. Cairan pengganti atau IV line akan
diberikan apabila perdarahan yang terjadi <20% dari perkiraan volume darah pasien
dan apabila >20% pasien akan diberikan transfusi darah.6,7,8
7. Pemulihan Anestesi
Sebelum pasien sadar penuh, lakukan observasi seketat yang telah dilakukan
selama anestesi. Tekanan darah, nadi dan pernapasan di evaluasi setiap 5-10 menit.
Jalan nafas harus dikembalikan dengan keadaan stabil dan terjaga, serta ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat dan juga hemodinamik baik. Suhu tubuh harus dievaluasi agar
tidak terjadi hipotermi pada pasien pasca operasi.1,7
19
8. Pasca Bedah
Risiko yang mungkin terjadi setelah pembedahan liang telinga yaitu rasa nyeri
akibat pembedahan dan post operative nausea and vomitting (PONV).
Penanganan Nyeri
Penangan nyeri pasca bedah dilakukan dengan memberikan obat sesuai dengan
kondisi status pasien. Pasien rawat jalan dapat diberikan acetaminophen 15 mg/kgBB
untuk pediatri dan acetaminophen + codein po untuk dewasa. Pasien rawat inap dapat
diberikan iv line PCA (morfin sulfine 2-5 mg iv setiap 10-15 menit).6,8
Penanganan Post Operative Nausea and Vomitting (PONV)
PONV merupakan resiko paling umum yang terjadi pada pasien dengan operasi
liang telinga tengah. Terjadinya mual dan muntah pasca operasi biasanya disebabkan
oleh vestibular telinga yang terkena efek akibat pembedahan, sehingga vestibular
memberikan sinyal terhadap pusat muntah yang terdapat di medulla oblongata.
Pemberian obat antiemetik iv diberikan kepada pasien untuk mencegah kemungkinan
mual dan muntah yang terjadi setelah operasi, seperti domperidon dengan dosis 3 kali
sehari 10-20 mg untuk dewasa dan lansia. 6,8
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G, Senapathi TG. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks.
2010.
2. Medicine stuff: persiapan anestesi dan premedikasi [Internet]. Medicine stuff. 2017
[cited 15 march 2017]. Available from :
http://www.medicinestuff.com/2014/02/persiapananestesi-dan-premedikasi.html?m=1
3. American Society of Anesthesiologists - American Society of Anesthesiologists
[Internet]. Asahq.org. 2017 [cited 15 March 2017]. Available from:
https://www.asahq.org/
4. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anesthesia. 6th Ed. Churchill Livingstone,; 2015
May 22.
5. Jaffe Richard A. Anesthesiologist’s Manual of Surgical Procedures. 5th Ed. Schmiesing
C A, Golianu Breanda. Philadelpia: Lippincott Willian & Walkins, 2014. 820p
6. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Kleinman W, Nitti GJ, Nitti JT, Raya J, Bedford
RF, Bion JF, Butterworth J, Cohen NH. Clinical anesthesiology. 5th Ed. New York:
McGraw-hill; 2002.
7. Morrison, J., Mirakhur, R., Craig, H. and Dundee, J. (1985). Anaesthesia for eye, ear,
nose and throat surgery. 1st ed. Edinburgh: Churchill Livingstone.
8. Donlon Jr JV. Anesthesia for eye, ear, nose, and throat surgery. In: Miller RD, ed
Anesthesia . 5th ed. New York Chruchil Livingstone, 2000 ; 2173-98.
9. Snell Richard S. Anatomi Telinga in Anatomi Klinik, Ed 6, EGC 2006, hal : 782– 792