TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA...

24
TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA REPOSISI/OPERASI DISLOKASI DAN PATAH TULANG TUNGKAI Oleh : Ni Made Erika Suciari dr. I Made Subagiartha Sp.An. KAKV. SH BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2017

Transcript of TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA...

Page 1: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

TATA LAKSANA ANESTESIA DAN

REANIMASI PADA REPOSISI/OPERASI

DISLOKASI DAN PATAH TULANG TUNGKAI

Oleh :

Ni Made Erika Suciari

dr. I Made Subagiartha Sp.An. KAKV. SH

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2017

Page 2: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

1. Batasan ........................................................................................................... 1

2. Masalah anestesi dan reanimasi ..................................................................... 1

2.1 Sindrom emboli lemak ............................................................................. 1

2.2 Deep venous thrombosis dan Thromboembolism ..................................... 2

2.3 Bone cement implantation syndrome ....................................................... 2

2.4 Pneumatic Torniquet ................................................................................ 3

2.5 Perdarahan luka operasi ........................................................................... 3

3. Penatalaksanaan anestesi dan reanimasi ........................................................ 4

3.1 Evaluasi Praanestesi ................................................................................. 4

3.1.1 Penilaian status presen ..................................................................... 4

3.2.2 Evaluasi Pemeriksaan Fisik dan Penunjang ................................. 5

3.2 Persiapan Praoperatif ............................................................................... 7

3.2.1 Persiapan rutin ............................................................................... 7

3.3 Premedikasi .............................................................................................. 10

3.4 Pilihan anestesinya ................................................................................... 10

3.4.1 Anestesi Regional ............................................................................ 11

3.5 Pemantauan selama anestesi .................................................................... 14

3.5.1 Pemantauan umum ........................................................................... 14

3.5.2 Pemantauan khusus .......................................................................... 16

3.6 Terapi cairan ............................................................................................ 16

3.7 Pemulihan anestesia ................................................................................. 18

3.8 Pasca bedah tungkai ................................................................................. 19

3.8.1 Tatalaksana Pasca Anestesia ............................................................ 19

3.8.2 Penanggulangan Nyeri ..................................................................... 19

3.8.3 Kriteria Pemulihan ........................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

1

1. Batasan

Tindakan anestesia yang dilakukan meliputi ORIF (Open Reduksi Internal

Fiksasi) femur, tibia, pergelangan kaki; intramedullary nailing femur dan tibia;

reduksi tertutup dan fiksasi eksternal femur dan tibia; tibia distal, tindakan

prosedur operasi di kaki dan pergelangan kaki; perbaikan femur dan tibia

nonunion dan malunion; arthroskopi pergelangan kaki, arthrotomy, arthrodesis;

rekonstruksi ligamen pergelangan kaki; amputasi syme; amputasi transmetatarsal;

memanjangkan tendon (pergelangan kaki, kaki); biopsi kaki; biopsi atau drainase

abses/eksisi tumor.1

2. Masalah anestesi dan reanimasi

2.1 Sindrom emboli lemak

Emboli lemak biasanya terjadi pada patah tulang panjang dan dapat

berakibat fatal dengan angka mortalitas mencapai 10-20%. Kondisi ini

umumnya muncul dalam waktu 72 jam pada fraktur pelvis atau tulang

panjang dengan trias dyspnea, bingung dan petechiae. Emboli lemak

timbul karena terganggunya sel lemak pada tulang yang mengalami fraktur

sehingga percikan lemak (fat globules) banyak dilepaskan dan memasuki

sirkulasi melalui robekan pembuluh darah medula. Teori lain

mengungkapkan bahwa adanya perubahan metabolisme asam lemak

mencetuskan terbentuknya agregasi sirkulasi asam lemak bebas yang

selanjutnya berkembang menjadi emboli lemak. Peningkatan kadar asam

lemak bebas dapat memilikki efek toksik pada membran alveolar-kapiler

Page 4: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

2

yang memicu pelapasan vasoaktif amin dan prostaglandin yang nantinya

dapat berkembang menjadi acute respiratory distress syndrome.2

2.2 Deep venous thrombosis dan Thromboembolism

DVT dan emboli paru bisa menyebabkan morbiditas dan mortalitas

saat berlangsungnya operasi orthopedi pada pelvis dan ekstremitas bawah.

Faktor risiko seperti obesitas, umur lebih dari 60 tahun, prosedur

berlangsung lebih dari 30 menit, penggunaan torniquet, fraktur ekstremitas

bawah dan imobilisasi lebih dari 4 hari. Insiden DVT dapat mencapai 40-

80% pada pasien yang tidak diberikan propilaksis. Patofisiologi yang

mendasari terjadinya DVT tersebut yakni stasis vena dengan

hipercoagulable state sebagai akibat dari respon inflamasi lokalis dan

sistemik terhadap pembedahan.2

2.3 Bone cement Implantation Syndrome

Bone cement, polymethylmethacrylate sering dibutuhkan untuk

arthroplasti sendi. Semen merekat di dalam celah tulang cancellous dan

secara kuat mengikat peralatan prosthetic ke tulang pasien. Pencampuran

bubuk polymerized methylmethacrylate dengan monomer cair

methylmethacrylate menyebabkan polimerisasi dan cross-linking rantai

polimer. Reaksi eksothermik memicu pengerasan semen dan ekspansi

berlawanan dengan komponen prosthetik. Absorpsi sistemik dari

methylmethacrylate monomer yang tersisa bisa menyebabkan vasodilatasi

dan penurunan resistensi pembuluh darah sistemik. Pelepasan jaringan

thromboplastin bisa memicu agregasi platelet, pembentukan

mikrothrombus di paru dan ketidakstabilan hemodinamik. Manifestasi

Page 5: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

3

klinis dari sindrom implantasi bone cement meliputi hipoksia , hipotensi,

aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli juga

paling sering terjadi saat pemasangan prosthesis femoral untuk

arthroplasty panggul. Strategi terapi dalam mengantisipasi emboli lemak

ini adalah meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi, memantau

euvolemi, membuat lubang ventilasi di distal femur untuk membebaskan

tekanan intramedula, membuat tekanan lavage tinggi pada femur untuk

menghilangkan debris (potensi mikroemboli) atau menggunakan

komponen femur yang tidak membutuhkan semen. 2

2.4 Pneumatic Torniquet

Pemakaian torniquet pada ekstremitas mampu menekan perdarahan

sehingga memudahkan operator saat pembedahan berlangsung. Namun di

sisi lain torniquet dapat menciptakan masalah potensial seperti perubahan

hemodinamik, nyeri, perubahan metabolik, thromboembolisme arteri dan

emboli paru. Tekanan inflasi biasanya diatur kira-kira 100 mmHg lebih

tinggi dari batas bawah tekanan darah sistolik. Inflasi yang

berkepanjangan (> 2 jam) secara rutin menyebabkan disfungsi otot

transien dan bisa menghasilkan rhabdomyolisis atau kerusakan saraf

permanen. Inflasi torniquet juga berhubungan dengan peningkatan suhu

tubuh pada pasien pediatri saat mengalami operasi ekstremitas bawah.2

2.5 Perdarahan luka operasi

Pembedahan ortopedi berhubungan dengan adanya kehilangan

darah, khususnya pembedahan trauma, pembedahan punggung multiple,

Page 6: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

4

pembedahan redo arthroplasty dan pembedahan tanpa menggunakan

torniquet.

3. Penatalaksanaan anestesi dan reanimasi

3.1 Evaluasi Praanestesi

Pasien dengan trauma orthopedi dapat bervariasi mulai dari anak-

anak, dewasa hingga usia lanjut sehingga masing-masing pasien memilikki

komorbiditas dan kondisi medis yang berbeda-beda. Semua pasien yang

akan menjalani operasi wajib untuk dilakukan evaluasi pra anestesi.

Tujuan dari evaluasi praanestesi adalah untuk memperoleh informasi

terkait kondisi medis pasien yang dapat berubah respon terhadap obat

anestesi dan meningkatkan risiko komplikasi.3

3.1.1 Penilaian status presen4

Status presen pasien prabedah dapat dinilai melalui anamnesis

dengan pasien sendiri atau dengan keluarga pasien bersangkutan.

Anamnesis yang dilakukan meliputi :

a. Identitas pasien atau biodata

b. Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah

yang mungkin menimbulkan gangguan fungsi sistem organ.

c. Anamnesis umum meliputi :

1. Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita atau

sedang menderita penyakit sistemik selain penyakit

bedah yang diderita, yang bisa mempengaruhi anestesia

atau dipengaruhi oleh anestesia.

Page 7: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

5

2. Riwayat pemakaian obat yang telah atau sedang

digunakan yang mungkin berinteraksi dengan obat

anestesia, misalnya ; kortikosteroid, obat antihipertensi,

obat anti-diabetik, antibiotika golongan aminoglikosida,

digitalis, diuretika, transquilizer, obat penghambat

enzim mono-amin oksidase dan bronkodilator.

3. Riwayat operasi/anestesia terdahulu, misalnya : apakah

pasien mengalami komplikasi anestesia.

4. Kebiasaan buruk, antara lain ; perokok, peminum

minuman keras (alkohol), pemakai obat-obatan

terlarang (sedatif dan narkotik).

5. Riwayat alergi terhadap obat atau yang lain.

3.1.2 Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan

penunjang yang lain sesuai dengan indikasi4

A. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan/pengukuran status presen yang meliputi kesadaran,

frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat badan dan

tinggi badan untuk menilai status gizi/BMI.

2. Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan status :

a. Psikis : gelisah, takut, kesakitan

b. Saraf

c. Respirasi

d. Hemodinamik

e. Gastrointestinal

Page 8: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

6

f. Hepatobilier

g. Urogenital dan saluran kencing

h. Metabolik dan endokrin

i. Otot rangka

B. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya

1. Pemeriksaan rutin

Pemeriksaan rutin dibedakan menjadi pemeriksaan darah

dan urin. Komponen darah yang diperiksa yakni hemoglobin,

hematokrit, eritrosit, leukosit dan hitung jenis, trombosit, masa

perdarahan dan masa pembekuan. Pemeriksaan urin meliputi

pemeriksaan fisik, kimiawi dan sedimen urin.

2. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus diindikasikan kepada pasien yang akan

menjalani operasi besar dan pasien yang menderita penyakit

sistemik tertentu dengan indikasi tegas. Pemeriksaan yang

dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium lengkap seperti

fungsi hati, fungsi ginjal, analisis gas darah, elektrolit,

hematologi dan faal hemostasis lengkap. Pemeriksaan radiologis

pada pasien dengan rencana operasi orthopedi juga penting

dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur, diagnosis

fraktur dan rencana jenis tindakan operasi yang akan dilakukan.

Pemeriksaan spirometri diindikasikan pada pasien PPOK.

C. Menentukan prognosis pasien perioperatif

Page 9: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

7

American Society of Anesthesiologist membuat klasifikasi

status fisik praanestesia menjadi lima kelas. Tujuan klasifikasi

ASA adalah untuk mengidentifikasi derajat penyakit dan status

fisik pasien sehingga dapat menentukan prognosis pasien

perioperatif. Klasifikasi ASA dibedakan menjadi 5 kelas yaitu :4

ASA 1 Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit

sistemik

ASA 2 Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit

sistemik ringan sampai sedang.

ASA 3 Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit

sistemik berat yang disebabkan karena berbagai

penyebab tetapi tidak mengancam nyawa.

ASA 4 Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit

sistemik berat yang secara langsung mengancam

kehidupannya.

ASA 5 Pasien penyakit bedah yang disertai dengan

penyakit sistemik berat yang sudah tidak

mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak

dalam 24 jam pasien akan meninggal.

3.2 Persiapan Praoperatif4

3.2.1 Persiapan rutin

Persiapan pra anestesia dan reanimasi dapat dilakukan di

poliklinik dan di rumah pasien (pada pasien rawat jalan), ruang

Page 10: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

8

perawatan, ruang persiapan IBS dan kamar operasi yang akan

dijabarkan sebagai berikut :

a. Persiapan di ruang perawatan

Persiapan di ruang perawatan hampir sama dengan

persiapan di poliklinik dan di rumah pasien meliputi

persiapan psikis dan persiapan fisik. Persiapan psikis yang

dilakukan adalah (1) memberikan penjelasan kepada

pasien dan atau keluarga agar mengerti perihal rencana

anestesi dan pembedahan yang direncanakan sehingga

pasien dan keluarganya bisa tenang; (2) memberikan obat

sedatif pada pasien yang menderita stress berlebihan atau

pasien yang tidak kooperatif seperti pediatrik pada malam

hari menjelang tidur dan pada pagi hari, 60-90 menit

sebelum ke IBS. Pada persiapan fisik, perlu

diinformasikan kepada pasien untuk : (1) menghentikan

kebiasaan-kebiasaan seperti merokok minimal dua minggu

sebelum anestesia atau minimal dimulai sejak evaluasi

pertama kali di poliklinik; (2) melepas segala macam

protesis dan asesoris seperti perhiasan; (3) melakukan

puasa dengan aturan sebagai berikut :3

Tipe Makanan/Minuman Lama Puasa yang

dibutuhkan

Cairan jernih • 2 jam

• Contoh air, jus buah

Page 11: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

9

tanpa ampas buah, teh

jernih, kopi.

• Tidak termasuk alkohol

ASI 4 jam

Formula bayi 6 jam

Makanan ringan • 6 jam

• Contoh roti panggang

Makanan bergoreng/makanan

padat/makanan

berlemak/daging

8 jam

(4) membuat surat persetujuan tindakan medik; (5)

mengganti pakaian yang dipakai dari rumah dengan

pakaian khusus kamar operasi.

b. Persiapan di ruangan IBS

Persiapan yang dilakukan meliputi evaluasi ulang

status presen dan catatan medik pasien serta perlengkapan

lainnya, konsultasi di tempat apabila diperlukan, memberi

premedikasi dan memasang infus.

c. Persiapan di kamar operasi

(1) Mempersiapkan mesin anestesi dan sistem aliran

gasnya, alat pantau tekanan darah, pulse oksimeter,

EKG, tiang infus, defribilator dan obat-obat anestesia

yang diperlukan.

Page 12: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

10

(2) Mempersiapkan stetoskop, laringoskopi, endotrakeal

tube, guedel orotrakeal tube, plester untuk fiksasi,

stilet, connector dan suction.

(3) Mempersiapkan obat-obat resusitasi, misalnya :

adrenalin, atropin, aminofilin, natrium bikarbonat dan

lain-lainnya.

(4) Mempersiapkan catatan medik anestesia, selimut

penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.

3.3 Premedikasi

Bila didapatkan adanya risiko aspirasi gaster, pemberian

premedikasi sedatif dan narkotik minimal diberikan pada korban trauma.

Premedikasi seperti H2 antagonis dan antasid juga dapat diberikan.

Premedikasi narkotik secara titrasi dibutuhkan untuk pasien yang

mengalami nyeri saat pergerakan atau saat pasien dipindahkan.1,4

3.4 Pilihan anestesinya

Pemilihan anestesi yang akan dikerjakan pada pasien yang akan

mengalami pembedahan perlu mempertimbangkan berbagai faktor seperti

umur, jenis kelamin, status fisik dan jenis operasi. Pada pasien bayi dan

anak pilihan anestesinya adalah anestesi umum karena pasien anak

cenderung kurang kooperatif. Pilihan anestesi pada orang dewasa bisa

diberikan anestesi umum atau analgesia regional, tergantung jenis operasi

yang akan dikerjakan. Pada perempuan dimana faktor emosional dan rasa

malu yang lebih dominan, maka pilihan anestesi umum dapat menjadi

pilihan, sebaliknya pada laki-laki bisa dilakukan anestesi regional. Status

Page 13: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

11

fisik pasien seperti penyakit sistemik dan komplikasi dari penyakit primer

yang diderita juga menjadi pertimbangan penting dari tindakan anestesi

yang akan dipilih. Apabila ditinjau dari jenis operasi, terdapat 4

permasalahan dalam menentukan pilihan anestesi yakni lokasi, posisi,

manipulasi dan durasi operasi.4 Pada kasus orthopedi, pilihan anestesi

yang sering dilakukan adalah anestesi regional, baik teknik anesesi blok

epidural maupun blok subarachnoid, keduanya sama-sama bermanfaat dan

dapat digunakan.1,3

3.4.1 Anestesi Regional

Anestesi regional dapat menjadi pilihan pada prosedur

operasi yang melibatkan panggul hingga tungkai bawah seperti

fiksasi internal untuk fraktur (hemiarthroplasty, plating) dan

pergeseran panggul total akibat penyakit sendi (osteoarthritis,

rheumatoid arthritis). Blok sentral neuraxial merupakan teknik

yang sering dipakai.6

Anestesi regional merupakan tindakan analgesia yang

dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetika lokal pada

lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang

menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat

temporer. Anestesi regional dibedakan menjadi blok sentral (blok

neuroaksial) dan blok perifer (blok saraf). Blok sentral meliputi

blok spinal, blok epidural dan kaudal. Blok perifer meliputi blok

pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena. Pada kasus

orthopedi tungkai bawah, pilihan anestesi yang sering dilakukan

Page 14: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

12

adalah anestesi regional, baik teknik anesesi blok spinal epidural

maupun blok spinal subaraknoid, keduanya sama-sama bermanfaat

dan dapat digunakan.1,3

a. Blok Spinal Epidural

Blok spinal epidural merupakan blokade saraf dengan

menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural).

Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan durameter.

Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar

tengkorak dan dibawah dengan selaput sakrokoksigeal. Obat

anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar

spinal yang terletak di bagian lateral. Awal kerja anestesia

epidural lebih lambat dibanding spinal, sedangkan kualitas

sensorik-motorik juga lebih lemah. Pada teknik ini, pasien

diposisikan lateral dekubitus. Tusukan jarum epidural biasanya

dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena jarak antara

ligamentum flavum-durameter pada ketinggian ini adalah yang

terlebar. Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural adalah

lidokain (xylokain, lidonest) 1-2% dengan mula kerja 10 menit

dan relaksasi otot baik. Anestetik lokal yang lain yang daat

digunakan adalah bupivakain 0,5% dengan efek analgesia

sampai 8 jam.7

b. Blok Spinal Subaraknoid

Blok spinal subaraknoid adalah blok regional yang

dilakukan dengan menyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam

Page 15: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

13

ruang subaraknoid melalui tindakan fungsi lumbal. Prosedur ini

diawali dengan memposisikan pasien lateral dekubitus.

Seanjutnya fungsi lumbal dilakukan dengan jarum spinal pada

celah interspinosum lumbal 3-4 atau 4-5 sampai keluar cairan

likuor. Obat anestetik lokal yang dapat digunakan adalah

hiperbarik lidokain 5% atau bupivakain 0,5%.4

Keuntungan dan kelemahan anestesi regional6

Keuntungan Kelemahan

Menurunkan kehilangan darah

intraoperatif

Masalah praktis : kesulitan

dalam memposisikan pasien

khususnya pasien tua dan pasien

dengan nyeri, serta sulit dalam

melakukan blok karena

pengapuran ligamen atau

deformitas tulang belakang

Penanganan analgesia

postoperatif yang lebih mudah

Regional anestesia tidak sesuai

digunakan pada pasien yang

tidak kooperatif..

Menjaga fungsi mental pada

orang tua

Blok sentral neuraxial

kontraindikasi pada pasien yang

sedang dalam terapi

antikoagulan, juga perlu berhati-

hati pada pasien dengan

thrombophylaxis dengan

Page 16: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

14

menyesuaikan waktu

pemasangan dan pelepasan

kateter epidural.

Menurunkan insiden komplikasi

respirasi perioperatif

Risiko yang berkaitan dengan

blok saraf pusat meliputi

hipotensi, kurang hati-hatinya

injeksi intratekal atau

intravaskular, total spinal blok,

gagal dan inadekuat blok.

Mobilisasi awal dengan

menurunkan risiko DVT dan

thromboemboli paru.

Sulit untuk mengatur oksigenasi

pasien dan ventilasi dibawah

pengaruh anestesi regional.

3.5 Pemantauan selama anestesia

3.5.1 Pemantauan Umum

Pemantauan selama anestesia penting dilakukan untuk

meningkatkan kualitas penatalaksanaan pasien. Selama pemberian

anestesia/analgesia, tenaga anestesia yang berkualifikasi harus berada di

dalam kamar bedah yang bertujuan agar dapat memantau pasien dan

memberikan antisipasi segera terhadap perubahan abnormal yang terjadi.

Pemantauan pasien selama anestesia berdasarkan standar ASA dijelaskan

sebagai berikut :4

a) Jalan nafas

Page 17: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

15

Jalan nafas selama anestesia dipantau secara kontinu baik

dengan teknik sungkup maupun intubasi trakea. Apabila pasien

bernafas spontan, pemantauan dilakukan melalui gejala/tanda

seperti : terdengar suara nafas tambahan, gerakan kantong reservoir

terhenti atau menurun, tampak gerakan dada paradoksal.

Sedangkan pada nafas kendali yang dipantau adalah tekanan inflasi

terasa berat, tekanan inspiratif meningkat dan lain-lainnya. Hal lain

yang juga perlu dievaluasi adalah memeriksa kadar oksigen gas

inspirasi melalui pulse oxymeter, memeriksa oksigenasi darah

dengan melihat warna darah luka operasi dan permukaan mukosa,

secara kualitatif dengan alat oksimeter denyut dan pemeriksaan

analisis gas darah untuk menilai tekanan parsial O2 dan CO2.4

b) Ventilasi

Ventilasi pernapasan pasien dipantau dengan cara :

mengamati gerak naik turunnya dada, gerak kembang kempisnya

kantong reservoar atau auskultasi suara nafas, memantau “end tidal

CO2” terutama pada pasien dengan risiko tinggi (kraniotomi) dan

mengaktifkan sistem alarm jika ventilasi dilakukan dengan alat

bantu nafas mekanik sehingga dapat terdengar sinyal jika nilai

ambang tekanan dilampaui.4

c) Sirkulasi

Fungsi sirkulasi pasien dipastikan dalam kondisi terpantau

dengan baik yang dilakukan dengan cara menghitung denyut nadi

secara manual pada orang dewasa dan dengan stetoskop prekordial

Page 18: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

16

pada bayi dan anak. Selanjutnya dilakukan pengukuran tekanan

darah secara non invasif menggunakan tensimeter air raksa dan

secara invasif menggunakan kateter vena sentral pada pasien

dengan risiko tinggi dan bedah ekstensif untuk menilai status

volume intravaskuler dan tekanan vena sentral. Pemantauan fungsi

sirkulasi pasien juga dilakukan dengan memantau EKG dari

monitor, pulse oksimeter dan produksi urin secara kontinu.4

d) Suhu Tubuh

Mempertahankan suhu tubuh dengan mengukur secara

kontinu pada daerah sentral tubuh melalui esofagus atau rektum

dengan termometer khusus yang dihubungkan dengan alat pantau

yang mampu menayangkan secara kontinu.4

3.5.2 Pemantauan Khusus

Pemantauan arterial/CVP line diindikasikan pada pasien dengan

gangguan hemodinamik atau resiko tinggi.1

3.6 Terapi cairan

Terapi cairan merupakan aspek penting dari manajemen

perioperatif yang harus dikhususkan pada masing-masing individu. Terapi

cairan optimal diawali dengan penilaian klinis pasien untuk menentukan

jumlah cairan dan kecepatan cairan yang harus diadministrasikan. Terapi

cairan harus diperhitungkan pada 3 aspek yakni defisit cairan yang sudah

hilang, kebutuhan cairan maintenance dan kebutuhan cairan yang akan

hilang. Pilihan cairan terapi meliputi larutan kristaloid dan koloid.6

Page 19: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

17

1. Kebutuhan cairan pemeliharaan

Kebutuhan ini diperlukan untuk untuk mengganti cairan yang

hilang dari urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan kehilangan

yang insensible dari traktus respratori. Estimasi kebutuhan cairan

pemeliharaan dapat dihitung melalui rumus berikut ini :

a. 10 kg pertama : 4ml/kg/jam

b. 11-20 kg : 40 ml/jam + 2 ml/jam untuk setiap kg diatas 10

c. 21 kg dan >21 kg : 60 ml/jam + 1ml/jam untuk setiap kg

diatas 20 kg

2. Defisit cairan yang hilang

Defisit cairan yang hilang tergantung dari lama waktu puasa

sebelum pembedahan yang diperoleh dari kebutuhan cairan

pemeliharaan normal dikalikan dengan jumlah jam puasa. Defisit cairan

puasa meningkat ketika terdapat cairan yang hilang seperti perdarahan,

muntah, diuresis, diare, sekuestrasi cairan dan meningkatnya jumlah

cairan insensible yang hilang.

3. Kebutuhan cairan yang akan hilang

Jumlah cairan yang hilang selama operasi sangat tergantung dari

jenis operasi yang dilakukan. Perhitungan cairan yang hilang berdasarkan

jenis operasi yang dilakukan yaitu :

a. Operasi besar : 6-8 ml/kgbb/jam

b. Operasi sedang : 4-6 ml/kgbb/jam

c. Operasi kecil : 2-4 ml/kgbb/jam

Page 20: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

18

Pedoman koreksi cairan :

a. Pada dewasa

- Perdarahan >20% dari perkiraan volume darah berikan

transfusi

- Perdarahan <20% dari perkiraan volume darah berikan

kristaloid sebanyak 2-3 kali jumlah perdarahan atau

koloid yang jumlahnya sama dengan dengan perkiraan

jumlah atau campuran kristaloid dan koloid.

b. Pada anak

- Perdarahan <10% dari perkiraan volume darah berikan

transfusi

- Perdarahan <20% dari perkiraan volume darah berikan

kristaloid sebanyak 2-3 kali jumlah perdarahan atau

koloid yang jumlahnya sama dengan dengan perkiraan

jumlah atau campuran kristaloid dan koloid.

Pedoman koreksi cairan :6

Setelah menghitung kebutuhan cairan pemeliharaan perhari dan

defisit puasa maka selanjutnya pada jam pertama berikan 50% defisit +

cairan pemeliharaan/jam. Pada jam kedua berikan 25% defisit+cairan

pemeliharaan perjam. Pada jam ketiga berikan 25% defisit + cairan

pemeliharaan per jam.

3.7 Pemulihan Anestesia

Prosedur pemulihan diawali dengan membersihkan dan

menghisap cairan, lendir atau bekuan darah yang ada dalam pipa

Page 21: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

19

endotrakeal. Selanjutnya mengganti pipa lumen ganda dengan pipa

endotrakeal yang biasa dan menhentikan aliran nafas gas atau obat

anestesia inhalasi dan berikan oksgen 100% (4-8 liter) selama 2-5 menit.

Obat antikolinesterase yaitu neostigmin dan dikombinasikan dengan

atropin diberikan untuk memulihkan pernafasan pasien. Setelah pasien

bernafas spontan dan adekuat maka dapat dilakukan ekstubasi pada

pasien. Pada kasus yang diduga akan terjadi depresi nafas pasca bedah,

tidak dilakukan ekstubasi pipa endotrakeal dan pasien langsung dikirim

ke ruang terapi intensif untuk tindakan perawatan dan terapi lebih

lanjut.4

3.8 Pasca bedah tungkai bawah

3.8.1 Tatalaksana pasca anesthesia

Tatalaksana pasca anesthesia yaitu evaluasi kesadaran, respirasi,

sirkulasi, fungsi ginjal dan saluran kemih, fungsi saluran cerna, fungsi

motorik, suhu tubuh, nyeri.

3.8.2 Penanggulangan nyeri

Manajemen nyeri pada pasien trauma orthopedi membutuhkan

pendekatan multmodal. Analgesia yang tidak adekuat dapat

menimbulkan komplikasi terkait dengan kesembuhan, fungsi imum dan

disfungsi otonom. Nyeri berkepanjangan dapat berkembang menjadi

nyeri kronis yang lebih sulit untuk diobati dan dapat menurunkan

kualitas hidup pasien. Tujuan dari manajemen nyeri pada pasien trauma

adalah untuk menurunkan respon stres dan meredakan nyeri dengan

mempertahankan stabilitas kardiovaskular dan hemostasis jaringan.

Page 22: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

20

Beberapa pilihan obat ananlgesik pada pasien post-operatif dengan trauma

ortopedi :

a) Acetaminophen

Merupakan obat anagesik sekaligus obat antipiretik. Obat ini relatif

aman dibandingkan dengan obat anti-inflamasi lainnya. Acetaminophen

merupakan adjuvant penting terhadap opioid karena dapat menurunkan

jumlah opioid yang dibutuhkan sehingga menurunkan efek samping dari

penggunaan dosisi opioid yang berlebihan.

b) Opioid

Merupakan obat utama yang digunakan untuk manajemen nyeri

akut. Tipe opioid yang sering digunakan adalah morfin, meperidine,

kodein, fentanyl,, oksikodon, methadon dan buprenorphine. Opioid secara

signifikan dapat menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien.

Pemberian opioid secara titrasi paling sering digunakan pada kasus

trauma.

c) Ketamin

Merupakan turunan phencyclidine merupakan inhibitor non

kompetitif terhadap reseptor NMDA. Ketamin dapat menimbulkan efek

disosiatif yang menyebabkan pasien amnesia dan sebagai analgesia yang

intense dalam mempertahankan fungsi vital batang otak.Ketamin juga

dapat menurunkan kebutuhan dosis opioid.

3.8.3 Kriteria Pemulihan

Pada pasien pasca anestesia dan kriteria pengeluaran dari ruang pemulihan

menggunakan Skor Aldrete yaitu :

Page 23: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

21

Objek Kriteria Nilai

Aktivitas

Mampu menggerakan

empat ekstremitas

2

Mampu menggerakan

dua ekstremitas

1

Tidak mampu

menggerakan

ekstremitas

0

Respirasi Mampu nafas dalam dan

batuk

2

Sesak atau pernafasan

terbatas

1

Henti nafas 0

Tekanan Darah Berubah sampai 20%

dari prabedah

2

Berubah 20-50% dari

pra bedah

1

Berubah >50% dari pra

bedah

0

Kesadaran Sadar baik dan orientasi

baik

2

Sadar setelah dipanggil 1

Tidak ada tanggapan

terhadap rangsangan

0

Warna Kulit Kemerahan 2

Pucat agak suram 1

Sianosis 0

Penilaian dilakkukan ketika pasien masuk ke ruang pemulihan selanjutnya

dilakukan pencatatan setiap 5 menit sampai tercapai nilai dengan total 10 untuk

mengembalikan pasien ke ruangan.

Page 24: TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA …erepo.unud.ac.id/id/eprint/14570/1/90b98cd4648a5b355c18ea239df… · aritmia, hipertensi pulmonal dan menurunnya curah jantung. Emboli

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Jaffe RA, Samuel, Stanley L, Schmiesing, Clifford A, Golianu et al.

Anesthesiologist’s Manual of Surgical Procedures. Lippincott Williams &

Wilkins; 2009.

2. Butterworth JF, Mackey DC and Wasnick JD. Clinical Anesthesiology.

McGraw-Hill Education; 2013.

3. Jessica A. Lovich-Sapola and Charles E. Smith (2012). Anesthesia for

Orthopedic Trauma, Orthopedic Surgery, Dr Zaid Al-Aubaidi (Ed.), ISBN:

978-953-51-0231-1, InTech, Available from:

http://www.intechopen.com/books/orthopedic-surgery/anesthesia-

considerations-for-orthopedic-traumasurgery [Akses : 14 Maret 2017]

4. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. PT

Indeks; 2017.

5. Longnecker DE, Brown DL, Newman MF and Zapol WM.

Anesthesiology. The McGraw-Hill Companies; 2012.

6. Lee CY. Manual of Anaesthesia. McGraw-Hill Education; 2006.

7. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, M.R. Petunjuk praktis anestesiologi

edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: Jakarta.2009.