tambahan galih

21
Pengukuran efisiensi lain juga tampak pada tabel 8. Masa interaksi tidak signifikan terhadap parameter yang dimaksud. Pemberian ED sebagai pengganti SK menghasilkan sebuah perbedaan yang signifikan (p<0.01) dalam rasio konversi pakan (FCR), penggunaan protein dan energi dari usia 0-21 minggu. Pemberian ED juga mengurangi (p<0.01) total pakan, total protein dan total energi yang diperlukan pada setiap produksi telur hingga usia ke 45. Suplementasi L-carnitine menghasilkan imrpovisasi yang signifikan dalam utilisasi pakan, protein dan energi untuk BW pada usia 21 minggu dan untuk produksi telur hingga 45 minggu. Komposisi Tubuh: data komposisi tubuh bisa dilihat pada tabel 9, 10 dan 11. Komposisi tubuh menunjukkan presentase dari Dry Matter (DM) dan masa total (g) lemak, protein dan ampas. Masa karkas kering (g) dihasilkan dari mengalikan persen (%) DM dengan berat karkas basah. Masa total lemak, protein dan ampas didapat dari hasil kali proporsi dari tiap komponen dalam karkas kering dengan masa karkas kering secara keseluruhan (g). Tidak ada hubungan yang signifikan antara program pakan dan L-camitine yang telah diamati pada lemak karkas (%) atau total lemak karkas pada setiap usia. Diet L-camitine tambahan tidak berpengaruh

description

tunggu ii dulu

Transcript of tambahan galih

Page 1: tambahan galih

Pengukuran efisiensi lain juga tampak pada tabel 8. Masa interaksi tidak

signifikan terhadap parameter yang dimaksud. Pemberian ED sebagai pengganti

SK menghasilkan sebuah perbedaan yang signifikan (p<0.01) dalam rasio

konversi pakan (FCR), penggunaan protein dan energi dari usia 0-21 minggu.

Pemberian ED juga mengurangi (p<0.01) total pakan, total protein dan total

energi yang diperlukan pada setiap produksi telur hingga usia ke 45. Suplementasi

L-carnitine menghasilkan imrpovisasi yang signifikan dalam utilisasi pakan,

protein dan energi untuk BW pada usia 21 minggu dan untuk produksi telur

hingga 45 minggu.

Komposisi Tubuh: data komposisi tubuh bisa dilihat pada tabel 9, 10 dan 11.

Komposisi tubuh menunjukkan presentase dari Dry Matter (DM) dan masa total

(g) lemak, protein dan ampas. Masa karkas kering (g) dihasilkan dari mengalikan

persen (%) DM dengan berat karkas basah. Masa total lemak, protein dan ampas

didapat dari hasil kali proporsi dari tiap komponen dalam karkas kering dengan

masa karkas kering secara keseluruhan (g). Tidak ada hubungan yang signifikan

antara program pakan dan L-camitine yang telah diamati pada lemak karkas (%)

atau total lemak karkas pada setiap usia. Diet L-camitine tambahan tidak

berpengaruh terhadap isi lemak karkas pada setiap usia. Namun pada usia 40

minggu terdapat peningkatan yang cukup signifikan (p=0.07) pada unggas yang

diberi tambahan lemak % L.camitine dan yang tidak. Program pemberian pakan

tidak berpengaruh terhadap lemak karkas hingga usia ke 40 minggu. Pada usia

tersebut ayam yang diberi ED mempunyai lemak dan total yang lebih rendah %

dibanding ayam SK. Lemak karkas % meningkat dari usia 22 hingga 40 minggu

pada semua kelompok percobaan.

Tidak terdapat interaksi pada protein karkas (tabel 10) sebelum usia ke 40

minggu. Baik pada program pemberian pakan maupun penambahan L-camitine

tidak berpengaruh terhadap protein karkas % atau total protein karkas pada setiap

usia sebelum 40 minggu. Terdapat sebuah penurunan dalam protein karkas %

pada semua perlakuan dari usia 22 hingga 40 minggu. Pada usia 40 minggu

Page 2: tambahan galih

terhadap interaksi yang signifikan antara program pemberian pakan dan tambahan

suplemen L-camitine untuk % protein dan total protein. Protein % lebih tinggi

untuk ternak tanpa suplemen ED dari pada yang diberi suplemen ED. Total

protein karkas lebih rendah pada pemberian ED, L-camitine (664 g) dari pada

semua kelompok percobaan yang lain. % Ash karkas dan total ash karkas (tabel

11) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dan tidak ada perbedaan di antara

semua kelompok percobaan pada setiap usia. % ash karkas menurun dari usia 22

hingga 40 minggu pada semua kelompik. Kematian (tidak ditunjukkan) tidak ada

perbedaan di antara semua kelompok percobaan.

Eksperimen 2: berat badan, keseragaman dan ukuran kerangka. Data BW dari

eksperimen 2 ditunjukkan pada tabel 12. pada eksperimen 2, sebuah diet

penumbuh dari berat jenis lebih rendah digunakan pada usia 4-18 minggu. Alokasi

pemberian pakan untuk setiap kelompok disesuaikan secara mingguan disesuaikan

dengan BW mereka, dengan tujuan untuk menjaga keseragaman BW pada semua

kelompok. Pada usia ke 4 minggu, pulet (baca: anak ayam, pen) yang diberi

tambahan L-camitine lebih berat (p<0.01) dari pada pulet yang tidak diberi

suplemen dengan selisih 34 g. Pemberian pakan sama pada setiap kelompok

selama empat minggu pertama. Oleh karena itu, kemajuan pertumbuhan pada

pulet dengan suplemen L-camitine lebih efisien dalam pemberian pakan. Dari usia

25 minggu, semua kelompok menerima alokasi pakan yang sama (tabel 3). Berat

tubuh tidak berbeda antara unggas ED dan SK pada usia 4,7,14,20 atau 22

minggu. Pada usia 27 dan 40 minggu ayam ED lebih berat (p<0.05) dari pada

ayam SK sekitar 59 g dan 164 g, secara berurutan.

CV pada setiap kelompok percobaan pada berbagai usia ditunjukkan pada tabel

13. CV hampir sama pada semua kelompok. Setelah dikandangkan, CV lebih

rendah dari pada sebelum pengandangan karena semua unggas terkurung secara

individual.

Page 3: tambahan galih

Pengukuran kerangka tampakditunjukkan untuk usia 12,20 dan 28 (tabel 14).

Tidak ada hubungan yang signifikan pada setiap usia dan tidak ada perbedaan

sebagai pengaruh utama.

Performa reproduksi: Tidak ada hubungan yang signifikan yang didapatkan

untuk pengukuran parameter performa (tabel 15). Ayam yang diberi pakan SK

selama pertumbuhan membutuhkan 5.3 hari untuk mencapai SM dibandingkan

dengan ED, meskipun mempunyai BW yang sama pada usia ke 22 minggu.

Penambahan suplemen L-camitine tidak mempengaruhi usia pada SM. Ayam

yang diberi ED memproduksi 4.7 lebih (p<0.01) jumlah telur setiap ayam dari

pada ayam yang diberi SK pada usia 45 minggu . Sebuah peningkatan yang tidak

signifikan (p=0.13) 2.7 telur setiap ayam diketahui untuk yang diberi L-camitine

dengan yang tidak diberi suplemen pada usia 45 minggu. Setiap hari ayam

tersebut memproduksi 4.4 lebih (p=0.01) telur per hari dari pada ayam dengan

pakan SK pada usia 45 minggu. Suplementasi L-camitine secara signifikan tidak

meningkatkan produksi telur. Tidak ada perbedaan pengaruh penting yang tampak

pada produksi telur abnormal, meskipun suplementasi L-camitine cenderung

(p=0.07) meningkatkan jumlah telur abnormal.

Sebelumnya EW lebih tinggi 1.2 dalam SK dari pada unggas dengan pakan ED

tetapi bukan dipengaruhi oleh suplementasi L-camitine. Secara keseluruhan

berarti EW dan EW relatif tidak dipengaruhi oleh program pakan atau

suplementasi L-camitine. Fertilitas dan kemampuan bertelur (tidak ditunjukkan)

juga tidak dipengaruhi sebagai efek utamanya.

Data menunjukkan efisiensi penggunaan pakan ditunjukkan dalam tabel 16. tidak

ada pengaruh signifikan pada parameter yang diukur. Pemberian pakan pulet

dengan menggunakan pembatasan ED menghasilkan perkembangan signifikan

secara konsisten dalam pemberian pakan, protein dan energi untuk meningkatkan

BW selama usia 21 minggu pertama. Sebagai contoh, pulet dengan pakan ED

membutuhkan kurang dari 18.4 g protein per kg BW tambahan pada usia 21

minggu. Suplementasi L-camitine juga secara signifikan meningkatkan efisiensi

Page 4: tambahan galih

pemberian pakan, protein dan energi hingga usia 21 minggu. Unggas yang diberi

suplemen membutuhkan hampir 9 gram protein untuk setiap peningkatan kg BW

selama masa pertumbuhan. Setiap hari jumlah total pakan mengurangi protein dan

energi yang dibutuhkan pada setiap telur yang diproduksi dibandingkan dengan

pemberian pakan SK. Untuk setiap telur, ayam dengan ED mengkonsumsi 53.4 g

total protein sementara ayam SK mengkonsumsi 56.1g. Perkembangan pada

penggunaan pakan, protein dan energi untuk produksi telur dengan suplementasi

L-camitine tidak berpengaruh secara signifikan.

Komposisi badan: Data komposisi badan dari eksperimen 2 (tidak ditunjukkan)

berbeda pada beberapa kasus dari eksperimen 1. sebagai contoh, pada usia 22

minggu, pulet dengan tambahan L-camitine mempunyai % lemak karkas lebih

rendah (22.7 vs 215.0%) dan total lemak lebih rendah (214 g vs 253 g) dari pada

pulet yang tidak diberi suplemen. Perbedaan ini tidak berlangsung hingga masa

produksi dan setelah berusia 40 minggu tidak ada perbedaan lemak pada karkas.

Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam % protein karkas atau total protein

pada setiap usia. Unggas dengan suplemen L-camitine cenderung untuk memiliki

ash karkas lebih tinggi dan total ash dari pada unggas yang tidak diberi suplemen

pada setiap usia. Perbedaan signifikan (p=0.05) antara %ash karkas pada unggas

bersuplemen dan tidak didapati pada usia 22 minggu dan 40 minggu. Pada usia

22, anak ayam dengan siplemen L-camitine mempunyai 10.7% ash karkas

sementara yang tidak diberi suplemen mempunyai 9.8%. Pada usia 40 minggu

ayam bersuplemen memnpunyai ash 9.5 % ash karkas, sementara yang tidak

mendapat suplemen 8.4 %. Ini berarti sekitar 15 g perbedaan dalam total ash

karkas selama 40 minggu.

PEMBAHASAN

Program pembatasan pakan seperti yang diujicobakan di sini esensial bagi

kesejahteraan (Katanbaf dkk.,1989a) dan produktivitas (Katanbaf dkk., 1989c)

peternak ayam broiler. L-camitine berperan sebagai sebuah pembawa asam lemak

Page 5: tambahan galih

aktif melalui selaput mitochondrial untuk oksidasi telah diketahui sejak lama

(Friedman dan Fraenkel, 1955). Lysine dan methionine (bahan utamanya) secara

umum pertama dan kedua membatasi asam amino dalam nutrisi poultry sehingga

memungkinkan bahwa produksi endogen dari L-camitine tidak akan cukup untuk

mendukung perpindahan maksimal asam lemak pada individu tertentu dalam

kondisi lingkungan tertentu.

Pada kedua percobaan, alokasi pakan disesuaikan berdasarkan minggu setelah

penimbangan, dengan tujuan untuk memertahankan persamaan BW antar

kelompok. Pada kedua percobaan unggas dengan pakan SK membutuhkan lebih

banyak pakan dari pada unggas dengan ED untuk mencapai BW yang sama.

Perbedaan 65% pada rasio konversi pakan (kg pakan/kg BW), terutama pada

unggas ED tampak pada percobaan 1. dalam percobaan 2, ketika diet pembatasan

pertumbuhan digunakan dari usia 4-18 minggu, tercatat kemajuan hanya sekitar

3%. Hasil ini sama dengan yang telah dicatat oleh de Beer dan Coon (2007), yang

menunjukkan bahwa pulet dengan ED tumbuh lebih efisien dari pada pulet

dengan pakan SK. Leeson dan Summers (1985) juga menemukan bahwa pulet

dengan ED 8% lebih berat dari pada bandingannya pada usia 21 minggu diet

dilakukan. Powell dan Gehle (1976) melaporkan bahwa pulet ED mempunyai

bobot 11% lebih pada usia 22 dari pada pulet dengan pakan SK. Mereka

menambah pakan lagi unggas ED tetapi tidak cukup menjelaskan peningkatan

BW unggas tersebut. Bennett dan Leeson (1989) membandingkan pertumbuhan

pada unggas ED dan SK, dan menemukan bahwa pada usia 20 minggu terdapat

100 g perbedaan dalam BW terutama pada unggas dengan pakan ED.

Katanbaf dkk. (1989a) menunjukkan bahwa pulet diberi pakan setiap hari ke dua

atau setiap hari ketiga mempunyai tingkat sirkulasi lebih tinggi pada xanthophyll

dari pada pulet yang diberi tiap hari. Mereka menambahkan perbedaan ini untuk

mobilisasi lipid (tempat penyimpanan xanthophyll) selama masa puasa pada

kedua kelompok ini. Proses mobilisasi dan deposisi tidak efisien secara sempurna,

yang mana menjelaskan penurunan efisiensi pada unggas dengan pakan SK

dibandingkan dengan ED. Perbedaan dalam efisiensi pertumbuhan antara unggas

Page 6: tambahan galih

ED dan SK tidak sebesar ketika diet pembatasan pertumbuhan digunakan dalam

eksperimen 2.

Kedua eksperimen ini menunjukkan (tabel 8,16) bahwa pakan L-camitine pada

pakan ayam broiler selama masa pembatasan pakan, mengimprovisasi

penggunaan pakan selama masa pertumbuhan. Sementara penghematan

penggunaaan pakan secara statistik signifikan pada eksperimen 2 (p<0.01) dan

hampir signifikan dalam eksperimen 1 (p=0.08), perubahan aktual pada FCR

kurang dari 2 % pada kedua kasus. Sementara fungsi utama dari L-camitine dalam

tubuh adalah untuk pemindahan asam lemak ke dalam mitochondira untuk proses

oksidasi, perlakuan tersebut mungkin mempunyai efek yang berpengaruh terhadap

efisiensi dalam ternak broiler.

Kite dkk. (2002) mendemonstrasikan perubahan dalam bobot badan meningkat

disebabkan oleh diet suplementasi L-camitine pada broiler dimediasi oleh

meningkatnya konsentrasi plasma insulin-like growth factor -I (IGF-I). Diketahui

bahwa IGF-I berpotensi sebagai perangsang pertumbuhan. Rosebrough dan

McMurtry (1993) membuktikan bahwa variasi dalam diet protein dan energi

menghasilkan perubahan pada konsentrasi plasma IGF-I. Dalam karya Kita dkk

(2002), plasma IGF-I meningat seiring dengan meningkatnya dieet L-camitine dan

mereka menambahkan sebagian perubahan berat badan pada faktor tersebut.

Keuntungan dari L-camitine dalam rangka konversi paka dan pertumbuhan ini

masih kontroversi. Musser dkk (1999) mengungkapkan bahwa pada babi,

pemberian pakan 50 mg/kg L-camatini dalam diet dalam masa kehamilan

meningkatkan berat badan dan meningkatkan ukuran lemak pada rusuk terakhir.

Seperti halnya ternak pada study yang kami lakukan, babi-babi ini mengalami

pembatasan pakan selama masa eksperimen. Selama puasa unggas-unggas

mengandalkan oksidasi asam lemak untuk memenuhi kebutuhan energi.

Kemungkinan inilah manfaat dari proses suplementasi L-camitine. Dalam

penelitian yang lain, Ramanau dkk (2004) menemukan bahwa 125 mg/d tambahan

L-camitine tidak menyebabkan perubahan pertumbuhan babi selama menyusui.

Beberapa pengarang (Weeden dkk.,1991; Owen dkk.,2001) meneliti babi

Page 7: tambahan galih

menyatakan bahwa suplementasi L-camitine dapat mengurangi lemak karkas dan

menghemat pemberian pakan. Rabie dkk. (1997a,b) menyatakan bahwa L-

camitine mengurangi lemak perut pada ayam sementara yang lain (Leibetseder,

1995; busye dkk.,2001; Lien dan Homg, 2001) melaporkan sedikit keuntungan

dari tambahan diet L-camitine dalam pertumbuhan efisiensi atau pengurangan

lemak pada karkas.

Hasil dari pembahasan retensi N menunjukkan bahwa suplementasi L-camitine

tidak signifikan terhadap retensi N selama masa tiga minggu. Beberapa pengarang

(Ch0 dkk., 2000;Heo dkk.,2000; Owen dkk., 2001) telah menunjukkan bahwa L-

camitine dapat mengimprovisasi penggunaan N pada babi. Owen dkk. (2001)

mendemonstrasikan bahwa diet L-camitine menekan aktifitas mitochondrial

branched-chain alpha-keto acid dehygrogenase dan meningkatkan pertumbuhan

protein pada babi. Dalam catatan mereka, perubahan melalui branched-chain

alpha-keto acid dehygrogenase menurun pada hati dan mitochondria otot dengan

meningkatnya diet L-camitine. Mereka juga menemukan bahwa perubahan

melalui pyruvate carboxylase meningkat dalam mithocondria pada liver babi

dengan pakan L-camitine. Mereka berspekulasi bahwa perubahan tersebut akan

mereduksi kekurangan oksidatif dari asam amino branched-chain dan

menghasilkan lebih karbon untuk biosintesis asam amino. Mereka menambahkan

bahwa babi dengan pakan suplemen L-camitine lebih dapat menggunakan lemak

untuk energi, mengubah karbon melalui sintesis asam amino dan menyerap

branched-chain amino acid untuk sintesis protein. Sementara kita tidak

menemukan keuntungan retensi N, pengaruh kecul positif dari L-camitine pada

FCR selama 21 minggu pada kedua eksperimen, tampak bahwa tiga minggu

tidaklah cukup lama untuk benar-benar memunculkan perbedaan pada

penggunaan N. Jelas sekali bahwa jika ada pun perubahan positif, itu merupakan

perubahan yang sedikit saja.

Pada percobaan yang pertama ini, menggunakan diet pertumbuhan standar, kita

menemukan bahwa pakan SK menghasilkan keseragaman (sebagaimana diukur

dengan CV) melalui pemberian ED. Perubahan ini serupa dengan penelitian yang

Page 8: tambahan galih

dilakukan oleh Bartov dkk(1988), Bennett dan Leeson (1989) yang menyatakan

bahwa keseragaman dalam % dari unggas dalam satu kandang dengan BW kurang

lebih 15% dari keseluruhan. Mereka menemukan bahwa pulet dengan SK lebih

konsisten dalam persamaan dari pada pulet dengan pakan ED, namun

perbedaannya tidak signifikan. Dengan menggunakan program SK selama masa

pembatasan pakan tampak menghasilkan keseragaman. Hasil ini sesuai dengan

laporan terdahulu oleh de Beer dan Coon (2007). Pada eksperimen kedua, ketika

diet pembatasan pertumbuhan digunakan, CV tidak berubah dengan pakan SK.

Alokasi pakan ini antara 2 hingga 5% lebih tinggi selama masa pertumbuhan dari

pada dalam eksperimen 1. alokasi lebih tinggi mungkin dapat meningkatkan

keseragaman dalam pulet dengan ED dengan meningkatkan waktu pembersihan

dan membiarkan unggas yang lebih lemah kesempatan mendapat akses untuk

makanannya. Suplemental L-camitine tidak mempengaruhi CV pulet dalam

eksperimen kami. Perbedaaan 3 hari pada eksperimen 1 dan 5.3 hari pada

eksperimen 2, terutama pada pakan ED. Hocking (2004) menunjukkan bahwa

sebagaimana BW meningkat, usia SM menurun dalam sebuah model kurvalinier.

Namun, dalam eksperimen yang dilaporkan di sini, BW tidak berbeda antara

unggas dengan ED dan SK.Wilson dkk. (1989) menemukan bahwa usia pada SM,

yang dinyatakan sebagai 50% produksi, terlambat dalam unggas SK dibandingkan

dengan ternak ED. Katanbaf dkk.(1989b) melaporkan penemuan bahwa SM telat

hingga 5 hari dengan unggas SK dibandingkan dengan unggas ED ketika

keduanya mendapat jumlah pakan yang sama. Meskipun penemuan mereka secara

statistik tidak signifikan tetapi mereka sepaham dengan pendapat kami dan

Wilson dkk. (1989). Wilson dkk (1989) mempresentasikan data yang

mengindikasikan bahwa BW bukan hanya satu-satunya faktor yang memengaruhi

SM. Mereka menemukan dalam dua eksperimen terpisah bahwa meskipun dengan

BW tidak berbeda pada usia 24 minggu, pulet dengan program pembatasan ED

dari usia 2 minggu mencapai SM lebih dulu dari pada pulet dengan diet

menggunakan SK dari usia 8 minggu. Jumlah lemak tubuh (Bornstein dkk., 1984)

dan masa badan tak berlemak (Soller dkk.,1984) juga menunjukkan untuk kritis

Page 9: tambahan galih

pada inisiasi pengembangan reproduksi. Dalam percobaan yang dilaporkan di sini,

pulet dengan pakan SK memiliki (tidak signifikan) total protein karkas lebih

ringan pada usia 22 minggu. Ini mungkin menjelaskan perbedaan antara usia yang

sama pada SM. Cairan yang berhubungan dengan perbedaan antara cara

pemberian pakan dapat juga memainkan sebuah peran penting dalam

keterlambatan SM dalam unggas dengan SK.

Perubahan dalam produksi telur melalui 45 minggu pada ternak unggas dengan

pengaturan pakan juga dilaporkan oleh de Beer dan Coon (2007). Dalam

eksperimen 1 ternak dengan pakan ED memproduksi 5.0 lebih settable telur dari

pada yang diberi pakan SK. Wilson dkk (1989) melaporkan produksi lebih rendah

pada unggas dengan program pakan SK dari usia 8 minggu dibandingkan dengan

unggas dengan diet pakan ED dari usia 2 minggu. Dalam penelitian mereka, BW

tidak berbeda pada kedua kelompok. Perubahan total produksi telur pada unggas

ED pada usia 45 minggu dijelaskan sebagian dengan pengeraman lbih dulu pada

unggas tersebut. Peak (tidak ditunjukkan) tidak berbeda antara dua cara pemberian

pakan, namun agak telat pada unggas SK. Cara pemberian pakan tidak

berpengaruh terhadap produksi telur abnormal. Hasil ini serupa dengan laporan

terdahulu oleh Katanbaf dkk. (1989c) dan de Beer dan Coon (2007), EW

terdahulu lebih tinggi (eksperimen 2) pada SK dari pada unggas dengan ED. EW

tertentu juga lebih tinggi (eksperimen 1) pada unggas dengan SK. Wilson dkk.

(1989) melaporkan bahwa unggas yang memakan SK dari usia 8 minggu

memproduksi telur lebih banyak secara signifikan dari pada unggas dengan pakan

ED dari usia dua minggu. Mereka juga menemukan sebuah peningkatan yang

tidak signifikan yaitu 0.3 g dalam EW dengan pemberian pakan dua kali sehari

selama dua minggu dibandingkan dengan pemberian pakan setiap hari.

Peningkatan ini ditemukan disamping kenyataan bahwa ayam ED dengan berat

125 g lebih di kandang dan 97 g lebih pada ayam SM dari pada ayam SK. Leeson

dan Summers (1985) melaporkan bahwa EW mempunyai 0.3 g lebih besar untuk

unggas SK dibanding ED, bahkan selama 20 minggu unggas BW 100 g lebih

besar dari unggas ED. Fenomena ini merupakan sebuah hasil dari keterlambatan

Page 10: tambahan galih

SM dan jumlah total telur yang lebih sedikit pada ayam SK. Berat ayam sangat

berkorelasi pada berat telur tetapi tidak berbeda antara pentaturan pakan.

De Beer dan Coon (2007) juga melaporkan bahwa pengaturan pakan tidak

berpengaruh pada fertilitas ternak. Penemuan ini sesuai dengan literatur yang

terbit sebelumnya (Leeson dan Summers, 1985; Katanbaf dkk., 1989c; Wilson

dkk., 1989).

Sedikit laporan yang telah diterbitkan tentang pengaruh L-camitine pada performa

ternak. Rabie dkk. (1997c) menemukan tidak ada perubahan pada performa

pengeraman ayam ketika menambahkan 50-500 mg/kg L-camitine pada diet

terhadap ayam yang sedang bertelur. Yalcn dkk. (2006) juga menemukan tidak

ada manfaat pakan L-camatine untuk ayam yang sedang mengeram. L-camitine

tidak berpengaruh terhadap usia SM, jumlah atau produksi telur. Sementara

pengaruh L-camitine terhadap total produksi telur tidak signifikan. Unggas

dengan suplemen L-camitine menghasilkan 3.9 dan 2.7 lebih total telur pada usia

45 minggu dari pada unggas tanpa suplemen dalam eksperimen 1 dan 2.

konsistensi hasil dan nilai P yang berhubungan (p=0.12 ; p=0.13) untuk total

produksi telur dalam kedua eksperimen menyatakan bahwa L-camatine mungkin

mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada produksi telur. Baumgartner

(2003) melaporkan bahwa Suplementasi L-camitine pada 20 mg/kg dari usia 26

hingga 65 minggu menghasilkan kira-kira 8 telur tambahan setiap ayam dibanding

dengan ayam tanpa suplemen pada kontrol ayam yang sedang bertelur. Dalam

laporan yang sama terdapat data yang menunjukkan bahwa 25 mg/kg tambahan L-

camitine menghasilkan peningkatan 4.5 anak ayam per ayam. Dalam 40 minggu

percobaan yang lain, jumlah telur subur per unggas dan berat telur meningkat

berkat tambahan L-camitine. Tidak ada mekanisme untuk mengembangkan

performa tersebut. Hal ini juga dicatat dalam laporan yang sama bahwa 50 mg/kg

L-camitine tidak mempengaruhi berat tubuh ternak selama periode produksi.

Dalam eksperimen 1, EW meningkat karena tambahan L-camitine. Peningkatan

dalam EW pada unggas dengan suplemen tidak signifikan pada eksperimen 2

(p=0.13). penemuan dalam eksperimen 1 kontras dengan Rabie dkk. (1997c),

Page 11: tambahan galih

yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam EW untuk ayam bertelur

bersuplemen dengan L-camitine yang berbeda tingkatannya, tetapi penelitian

mereka hanya mengungkap periode dari usia 65 hingga 73 minggu. Tidak ada

prioritas penambahan L-cemitine pada saat itu di percobaan mereka. Suplementasi

L-camitine terdapat pada seumur hidup unggas dalam penelitian ini. Mereka

menemukan bahwa berat kuning telur berkurang dan berat albumen meningkat

sebagai respons terhadap suplemen L-camitine. Analisis berat cangkang, albumen

dan kuning telur (tidak ditunjukkan) ari unggas pada penelitian ini menunjukkan

tidak ada perubahan pada proporsi setiap komponen. Penelitian sebelumnya oleh

de Beer dan Coon (2009) dan Roncero dan Goodridge (2992) menunjukkan

bahwa suplementasi L-camitine meningkatkan sintesis asam lemak de novo pada

liver unggas yang diberi suplemen. Peningkatan dalam lipogenesis ini tampak

selama masa pertumbuhan dan selama produksi. Dimungkinkan bahwa produksi

asam lemak meningkat dan pembungkusan berikutnya pada kuning telur tersebut

memiliki kepadatan lipoprotein lebih rendah (VLDL) untuk ekspor dari liver yang

dapat berguna bagi proses pembentukan kuning telur.

Pada kedua eksperimen ini, fertilitas tidak berubah oleh penambahan L-camitine.

Rinaudo dkk (1991) menyatakan bahwa meningkatnya L-camitine dalam embrio

dapat bermanfaat bagi perkembangan ayam. Catatan ini didukung oleh karya

Leibetseder (1995) yang menunjukkan bahwa kemampuan bertelur meningkat

dari 83 ke 87 % dan 82.4 hingga 85.3% dalam kelompok ayam broiler yang diberi

suplemen 50 dan 100 mg L-camatine secara berkelanjutan. Eksperimen ini juga

menunjukkan tidak ada perubahan kemampuan bertelur sebagai sebuah hasil dari

L-camitine. Ini bertolak belakang dengan penemuan Thiemel dan Jelbnek (2004),

yang melaporkan sebuah peningkatan kemampuan bertelur sekitar 8.89 % setelah

penambahan 30 mg/kg L-camatine pada diet ayam petelur.

Beberapa penelitian menemukan bahwa penambahan L-camatine pada diet

menghasilkan menurunan lemak abdominal pada ternak (Rabie dkk., 1997a,b)

sementara yang lain (Barker dan Sell, 1994; Leibetseder, 1995; ien dan

Homg,2001) menemukan tidak ada pengaruh pada lemak abdominal. Laporan

Page 12: tambahan galih

dengan perhatian terhadap pertumbuhan broiler juga bertentangan. Dalam

eksperimen 1 lemak karkas tidak dipengaruhi oleh suplementasi L-camitine.

Dalam eksperimen 2, akan tetapi, %lemak karkas secara signifikan lebih rendah

terhadap unggas berusia 22 minggu dengan suplemen L-camitine. Bahkan,

perbedaan antara dua eksperimen merupakan sebuah gambaran dari kepadatan

nutrisi dalam diet pertumbuhan tidaklah jelas. Isi protein karkas umumnya tidak

dipengaruhi oleh suplementasi L-camitine pada kedua eksperimen yang kami

lakukan.

Dalam eksperimen 1, L-camitine tidak mempengaruhi % ash karkas atau total ash.

Dalam eksperimen 2, unggas dengan suplemen L-camitine secara konsisten

mempunyai % ash dan total ash karkas lebih tinggi. Pengaruh L-camitine pada %

ash karkas signifikan pada usia 22 dan 40 minggu. Cho dkk. (200) menemukan

bahwa ash karkas meningkat dengan inklusi dari L-camitine pada diet babi.

Benvenga dkk. (2001) menunjukkan bahwa L-camitine meningkatkan kepadatan

mineral pada tulang manusia dengan hyperthyroid seperti simptom. Perlakuan

terhadap pasien hypertyroid dengan camitine menghasilkan sebuah perubahan

dalam gejala tanpa menurunkan tingkat serum thyroid hormone, dengan

menghambat masuknya hormon thyroid ke dalam sell nukleus. Mekanisme L-

camitine meningkatkan ash karkas pada eksperimen 2 tidak jelas. Dua eksperimen

tersebut menunjukkan bahwa pengaruh komposisi L-camitine pada karkas

tidaklah konsisten. Laporan yang kontradiktif pada berbagai literatur sudah cukup

banyak. Sepertinya faktor lain, seperti suhu lingkunga, tingkat nutrisi diet (lysine)

dan tingkat suplementasi mempengaruhi afeksi dari L-camitine.

Kematian tidak disebabkan oleh penambahan L-camitine sebagaimana dilaporkan

pada percobaan ini. 50 mg/kg lebih dari total 45 minggu suplemen L-camitine

menunjukkan tidak ada efek beracun terhadap unggas.

Hasil penelitian ini menggarisbawahi penurunan efisiensi penggunaan pakan

untuk pertumbuhan dan produksi telur dalam SK dibandingkan dengan ayam

dengan pakan ED. Ketidakefisienan berhubungan dengan perputaran mobilisasi

penyimpanan nutrisi selama masa puasa berhubungan dengan program SK. Total

Page 13: tambahan galih

dan settable produksi telur juga lebih dipengaruhi oleh ED dari pada pakan SK

bahkan dengan BW tidak berbeda antara perlakuan pemberian pakan di dalam

eksperimen. Dapat disimpulkan bahwa suplementasi L-camitine mempunyai

manfaat tersendiri bagi ternak dalam program pemberian pakan SK, juga pada

kebutuhan nyata untuk memobilisir dan mengoksidasi sejumlah besar asam lemak

selama masa puasa. Kekurangan umum pada interaksi antara program pemberian

pakan dan L-camitine menunjukkan bahwa ini bukanlah penyebabnya. Pemberian

tambahan L-camitine tidak melemahkan pengaruh pemberian pakan SK.

Suplementasi L-camitine mengubah ukuran efisiensi tertentu, cara pemberian

pakan tersendiri. Penggunaan batasan rendah diet pertumbuhan bukan penyebab

dari perlakuan pemberian pakan atau L-camitine pada performa ternak, tetapi

beberapa perubahan pada komposisi tubuh telah tercatat. Manfaat improvisasi

keseragaman berhubungan dengan program SK ialah pada penghematan biaya

pemberian pakan dan mengembangkan performa pada ternak ED. Keberlanjutan

suplemen L-camitine dapat menghasilkan keuntungan hingga efisiensi dan

performa ayam broiler.