TA_BAB XII
-
Upload
riana-trisna-dewi -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
description
Transcript of TA_BAB XII
Pengungkapan dan Sarana Interpretif
Pengungkapan
Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan,
dan secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam roses akuntansi, yaitu
penyajian informasi dalam bentuk statemen keungan.
Terdapat beberapa sumber yang mengemukakan pengertian pengungkapan, diantaranya
adalah Evans (2003). Dia menyatakan bahwa pengertian dari pengungkapan adalah
Penyediaan informasi dalam statemen keuangan termasuk statemen keuangan itu sendiri,
catatan atas statemen keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan dengan
statemen keuangan. Pengertian pengukapan oleh Evans ini terbatas hanya pada hal-hal
yang menyangkut pelaporan keuangan, pernyataan manajemen atau informasi di luar
ingkup pelaporan keuangan tidak termasuk. Semantara itu, Wolk, TEarney, dan Dodd
memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merfleksi perubahan
harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Pengungkapan juga sering dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa yang
dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Hal ini sejalan dengan
gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya.
Masalah teoritis yang terdapat did ala pengungkapan adalah sebagai berikut:
Untuk siapa informasi diungkapkan?
Mengapa pengungkapan harus dilakukan?
Seberapa banyak dan informasi apa yang diungkapkan?
Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?
Siapa Dituju
Rerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan piha yang
dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama untuk
mereka.
Informasi yang diungkapkan untuk kepentingan publik secara umum harus dilindungi dan
dilayani, dan juga informasi kualitatif juga dituntut disediakan, sehingga pengungkapan
cenderung meluas.
Fungsi atau Tujuan Pengungkapan
Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yag dipandang peru
untukmencapai tujuan pelaporankeuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang
mempunyai kepentingan berbeda-beda. Pengungkapan dapat dibagi menjadi beberapa
tujuan, yaitu: tujuan melindungi, tujuan informatif, dan tuuan ebuthan khusus.
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih
untuk mendapatkan informasi atau mengolahnya sendiri hingga memperoleh substansi
ekonomik dari informasi tersebut, dengan kata lain Pengungkapan ditujukan untuk
melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang terbuka. Sementara itu, tujuan
informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas memiliki
tingkat kecanggihan tertentu. dengan demikian, Pengungkapan ditujukan untuk
menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan
pemakai. Keluasan pengungkapan untuk tujuan informatif ini ditentukan BAPEPAM
bekerja sama dengan penyusun standar. Bentuk tujuan pengungkapan yang ketiga adalah
tujuan kebutuhan khusus. Tujuan kebutuhan khusus ini merupakan gabungan dari tujuan
perlindungan publik dan tujuan informatif.
Keluasan dan Kerincian Pengungkapan
Keluasan dan kerincian pengungkapan berkaitan dengan masalah seberapa banyak
informasi harus diungkapkan yang disebut dengan tingkat pengungkapan yang disebut
dengan tingkat pengungkapan. Evans (2003) mengidentifkasi tiga tingkat pengungkapan
yaitu memadai, wajar atau etis, dan penuh.
Tingkat memadai merupakan tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statemen
keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan utnuk pengmabilan keputusan.
Tingkatan yang kedua, tingkat wajar, merupakan tingkat yang harus dicapai agar semua
pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasional yang sama. Tingkatan yang
terakhir yaitu tingkat penuh (full disclosure). Tingkat ini menuntut penyajian secara
penuh semua informasi yang berpaut dengan pengambilan keputusan yang diarah.
Beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan dalam pengungkapan adalah (1) tujuan, (2)
kos penyediaan, (3) keberlebihan informasi (overload), (4) keengganan manajemen, dan
(5) wajib atau sukarela.
Mempercayakan pengungkapan sepenuhnya kepada manajemen sama saja dengan
menyerahkan informasi kepada pasar. Terdapat beberapa rgumen yang mendukung
perlunya regulasi dalam penyediaan informasi, yaitu penyalahgunaan, eksternalitas,
kegagalan pasar, asimetri informasi, dan keengganan manajemen. Di Indonesia, pihak
yangmenjdi regulator adalah BAPEPAM (melalui Peraturan BAPEPAM) dan profesi/IAI
(melalui standar akuntansi). BAPEPAM berkepentingan dengan tingkat pengungkapan
dan apa yang harus diungkapkan terutama untuk kepentingan pendaftaran publik dan
penawaran publik perdana.
Apa yang Diungkap?
Pengungkapan meliputi statemen keuagan itu sendiri dan semua informasi pelengkap.
Dengan kata lain, apa yang diungkapkan Berkaitan dengan berbagai proposal tentang
komponen-komponen yang harus disampaikan. Dalam pengungkapan informasi kepada
pihak lain, terdapat beberapa model yang dapat digunakan, yaitu model Inti, model
FASB, model Komite Jenkins, model William, dan peraturan SEC/BAPEPAM.
Motode Pengungkapan
Metode pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana secara teknis informasi
disajkan kepada pemakai dalam satu perangkat statemen keuangan beserta informasi lain
yang berpaut. Motode ini biasanya ditentkan secara spesifik dalam standar akuntansi atau
peraturan lain.
Informasi dapat disajikan dalam pelaporan keuangan sebagai antara lain pos statemen
keuangan, catatan kaki (catatan atas statemen keuangan), penggunaan istilah teknis
(terminologi), penjelasan dalam kurung, lampiran, penjelasan auditor dalam laporan
auditor, dan komunikasi manajemen dalam bentuk surat atau pernyataan resmi.
Sarana Interpretif
Pengungkapan dapat dikatakan sebagai sarana interpretif dalam tataran praktis untuk
menambah kebermanfaatan dan keberpautan informasi akuntansi yang disajikan melalui
media statemen keuangan. Sarana interpretif dalam tataran praktis mengandung
pengertian bahwa butir-butir pengungkapan telah diakui sesuai dengan standar akuntansi
yang mengaturnya sehingga sesuai dengan tujuan pelaporan keuangan itu sendiri.
Dalam tataran praktis, terdapat suatu rerangka atau struktur akuntansi pokok atau
pelaporan keuangan pokok yang membatasi pengungkapan sesuai dengan tujuan
pelaporan keuangan. Tanpa rerangka pokok tersebut akan banyak hal yang akan dituntut
untuk diungkapkan, dilampirkan, atau dimasukkan dalam pelaporan keuangan. Rerangka
pokok juga diperlukan untuk membatasi tanggungjawab auditor dalam menetapkan
kewajaran statemen keuangan. Pelaporan keuangan pokok itu sendiri diartikan sebagai
pelaporan yang langsung ditentukan oleh standar akuntansi atas dsar pertimbangan
keterandalan dan keberpautan.
Sarana interpretif adalah upaya-upaya untuk meningkatkan kebermanfaatan rerangka
akuntansi pokok dengan berbagai usulan untuk mengatasi kelemahan kos historis sebagai
basis penilaian. Terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan teori ini, yaitu
dengan berjalannya waktu, nilai berubah sementara kos tidak, dan apakah rerangka
akuntansi pokok diganti atau sekadar ditambah sarana interpretif. Kos dapat didefinisikan
sebagai penghargaan sepakatan pada saat suatu objek diperoleh dan menjadi data dasar
dalam akuntansi, sedangkan nilai didefinisikan sebagai persepsi terhadap manfaat suatu
objek setiap saat dan dinyatakan dalam satuan moneter.
Hal yang menjadi permasalahan adalah, perlukah kos direvisi terus secara periodik?
Karena suatu persepsi selalu berubah dengan berjalannya waktu. Terdapat pro dan kontra
terhadap permasalahan ini. Argumen yang mendukung hal tersebut menyatakan bahwa
keberpautan keputusan sebagai salah satu kualitas informasi baik untuk kepentingan
manajemen maupun pihak luar. Untuk kepentingan manajemen, perhitungan laba tiap
perioda hendaknya mencerminkan dengan jelas perubahan ekonomik penting termasuk
rugi dan untung yang belum terealisasi yang terjadi akibat penurunan dan kenaikan nilai
faktor-faktor jasa yang masih belum digunakan. Untuk kepentingan pihak luar, angka
laba yang dihasilkan akan mendekati laba ekonomik, sehingga neraca akan menunjukkan
nilai perusahaan pada saat itu.
Argumen yang menyanggah revisi terhadap kos, diantaranya adalah Paton dan Littleton
(1970) yang menyatakan bahwa adanya perubahan nilai tidak berarti bahwa rerangka
akuntansi pokok berbasis kos tidak lagi bermanfaat sehingga harus diganti. Tujuan utama
akuntansi adalah pengukuran laba periodik dengan menggunakan proses menandingkan
kos dan pendapatan secara sistematik.
Revisi Kos Fasilitas Fisis
Dalam beberapa hal khusus, penilain kembali fasilitas fisis yang berakibat revisi terhadap
kos tercatat tidak dapat dihindari. Beberpa hal khusus yang menghendaki penilaian
kembali adalah perusahaan akan dibeli, kuasi reorganisasi, penggadaian aset, peraturan
pemerintah yang mengharuskan revaluasi, terjadinya musibahyang menghendaki
penilaian untuk menentukan jumlah ganti rugi/asuransi, penilaian aset untuk keperluan
penentuan nilai asuransi aset, penentuan nilai aset untuk keperluan pajak.
Terdapat juga pro dan kontra terhadap revisi kos fasilitas fisik ini. alasan yang dikemukan
oleh pihak yang mendukung revisi adalah adanya distorsi informasi ekonomik dan
distorsi dana penggantian. Distorsi informasi ekonomik adalah kos tercatat menghasilkan
biaya yang tidak efektif/tidak bermanfaat secara ekonomik sehingga mendistorsi daya
melaba yang sesungguhnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan distorsi dana
penggantian adalah kondisi tingkat harga-harga barang menurun akuntansi depresiasi atas
dasar kos historis cenderung menghasilkan akumulasi dana yang berlebihan untuk tujuan
penggantian.
Disisi lain, alasan-alsan yang dikemukan oleh pihak yang menyanggah revisi adalah
prosedur tidak praktis, penilaian tidak terandalkan, depresiasi bukan akumulasi dana, dan
revisi dimungkinkan sebagai pelengkap dan pencatatan dilakukan dengan akun kontra
atau penambah.
Pengurangan Nilai Buku Fasiitas Fisis
Berkaitan dengan revisi kos fasiitas fisis adaah pengurangan atau penghapusan sebagian
kos atau nilai buku karena alasan teknis atau ekonomik tertentu dan bukan semata-mata
karena penurunan harga ata devaluasi. Pengurangan dapat dilakukan kalau suatu kondisi
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan asset untuk mendatangkan laba atau kas
di masa datang.
PSAK No. 48 memberikan pedoman untuk mengidentifikasi adanya penurunan
kemampuan suatu aset. Secara teknis, suatu aset dikatakan mengalami penurunan
kemampuan bilamana nilai tercatat (nilai buku) aset melebihi apa yang disebut jumlah
rupiah atau jumlah terperoleh kembali. Sedangkan secara substantif, pada setiap tanggal
neraca perusahaan harus mempertimbangkan berbagai kondisi eksternal dan internal yang
memberi indikasi bahwa penurunan emampuan telah terjadi.
Kalau fasilitas fisis tertentu tidak digunakan karena alasan musim atau lainnya maka
pengangguran sementara fasilitas tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan
pengurangan besar kos aset. Demikian juga halnya dengan pengurangan intensitas
penggunaan sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk pengurangan kos menjadi
rugi.