Sumber-sumber Konflik

27
Tulisan ini berikut merupakan summary dari tulisan Ho-Won Jeong yang berjudul Understanding Conflict and Conflict Analysis yang diterbitkan pada tahun 2008 oleh SAGE Publications. Tulisan ini menjelaskan mengenai jenis-jenis teori struktural dan psikologis yang menjelaskan dasar konflik destruktif. Menurut Ho-Won Jeong disebabkan karena berbagai latar belakang salah satunya seperti dengan mendapatkan pemahaman terhadap sumber dari perjuangan sosial dapat menjadi awal yang tepat bagi pengelolaan dan pencegahan konflik. pemahaman akan sumber perjuangan sosial dapat digunakan untuk menjelaskan dasar konflik dan perilaku yang berkaitan dengan motivasi manusia, serta pola interaksinya dengan sosial dan lembaga. Konflik yang awalnya dianggap hal yang tidak diinginkan dan tidak rasional faktanya terdapat faktor lain yang melandasi sebuah konflik tidak hanya menyangkut perbedaan persepsi. Hal inilah yang nantinya akan dibahas di dalam bab ini mengenai jenis-jenis teori struktural dan psikologis. Konflik Realistis Versus Konflik Non-Realisitic Perbedaan kepentingan dan aspirasi yang saling bersaing merupakan hasil dari sumber konflik yang realistis seperti kekurangan material, keterbatas posisi serta situasi objektif lainnya. Sedangkan konflik yang tidak realistis sebagian besar disebabkan oleh ekspresi kemarahan, kecemasan dan rasa malu terkait dengan tingkat stres pribadi atau kelompok. Menurut Wright dan Taylor yang dikutip oleh Ho-Won Jeong, adanya perbedaan kepentingan politik dan ekonomi seringkali menjadi hal

Transcript of Sumber-sumber Konflik

Page 1: Sumber-sumber Konflik

Tulisan ini berikut merupakan summary dari tulisan Ho-Won Jeong yang berjudul

Understanding Conflict and Conflict Analysis yang diterbitkan pada tahun 2008 oleh SAGE

Publications. Tulisan ini menjelaskan mengenai jenis-jenis teori struktural dan psikologis yang

menjelaskan dasar konflik destruktif. Menurut Ho-Won Jeong disebabkan karena berbagai latar

belakang salah satunya seperti dengan mendapatkan pemahaman terhadap sumber dari

perjuangan sosial dapat menjadi awal yang tepat bagi pengelolaan dan pencegahan konflik.

pemahaman akan sumber perjuangan sosial dapat digunakan untuk menjelaskan dasar konflik

dan perilaku yang berkaitan dengan motivasi manusia, serta pola interaksinya dengan sosial dan

lembaga. Konflik yang awalnya dianggap hal yang tidak diinginkan dan tidak rasional faktanya

terdapat faktor lain yang melandasi sebuah konflik tidak hanya menyangkut perbedaan persepsi.

Hal inilah yang nantinya akan dibahas di dalam bab ini mengenai jenis-jenis teori struktural dan

psikologis.

Konflik Realistis Versus Konflik Non-Realisitic

Perbedaan kepentingan dan aspirasi yang saling bersaing merupakan hasil dari sumber

konflik yang realistis seperti kekurangan material, keterbatas posisi serta situasi objektif lainnya.

Sedangkan konflik yang tidak realistis sebagian besar disebabkan oleh ekspresi kemarahan,

kecemasan dan rasa malu terkait dengan tingkat stres pribadi atau kelompok. Menurut Wright

dan Taylor yang dikutip oleh Ho-Won Jeong, adanya perbedaan kepentingan politik dan

ekonomi seringkali menjadi hal yang sangat diperjuangkan hingga nantinya menuju kekerasan.

Tidak hanya itu, seringkali ideologi komprehensif menjadi acuan bagi rasionalisasi agresi yang

dilakukan oleh manusia. Agresivitas anggota kelompok sering didukung oleh motif

jahat. Karakter memfitnah lawan telah dibentuk untuk melepaskan frustrasi individu dalam

agresi terhadap kelompok lain. Pembantaian dan tindakan genosida menghancurkan semua, atau

sebagian, dari kategori kelompok etnis, ras, agama, atau mengizinkan kekerasan yang melebihi

batas-batas moralitas atau hukum.

Akar konflik

Pendekatan dalam menganalisa konflik kekerasan fokus terhadap bagaimana

menginterpretasikan kondisi sosial, psikologis, dan biologis dari perilaku manusia. Sumber

konflik tersebut kemudian menurun ke struktur sosial yang lebih besar dan kedalam lingkungan

Page 2: Sumber-sumber Konflik

psikologis masyarakat. Keberadaan posisi dalam sektor ekonomi dan sosial menjadi sebuah akar

konflik antara kelompok yang berbeda dalam suatu tingkatan institusional.

Penelitian menunjukan dalam faktor psikologis terdapat kesenjangan yang menunjukan

tingkatan tekanan dalam interaksi kelompok. Kekerasan yang terjadi dalam konflik bersifat

endemik dan universal. Dalam hal ini terdapat hubungan antara otoritas dan hirarki politik yang

mana menunjukan adanya status kelompok dalam suatu struktur sosial. Konlik yang bersifat

makro terjadi dikarenakan kurangnya alokasi sumber daya yang adil dan akses terhadap

kekuasaan yang tidak terbuka. Kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi, ketegangan

intrapersonal dan variabel psikis lainnya telah dianggap berasal dari kekerasan di semua tingkat

yaitu, antar individu, antar kelompok, antar masayarakat, dan internasional sehingga

mengakibatkan mudahnya timbul suatu konflik. Individu cenderung melakukan kekerasan akibat

frustasi terhadap lingkungan internal.

Faktor psikis digunakan untuk menggambarkan pengalaman kelompok dan perilaku

terhadap orang lain terutama dalam kasus-kasus seperti pembunuhan genosida yang dilakukan

oleh Serbia dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina dan oleh Hutu di Rwanda. Lingkungan politik

yang tidak biasa sebagaimana kondisi sosial yang normal juga memicu terjadinya konflik seperti

pembunuhan massal. Secara keseluruhan, deskripsi substantif dari peristiwa tertentu dan

penjelasan kontekstual perilaku manusia tidak hanya dikarenakan suatu bentuk frustasi, namun

juga mengejar kepentingan pribadi dan beberapa pertimbangan yang strategis.

Sifat manusia dan determinisme

Kemajuan teknologi yang semakin pesat, tidak menjadikan konflik yang berujung pada

kekerasan kolektif makin membaik. Pemberontakan, kerusuhan, kudeta dan terorisme dan bentuk

revolusi tetap mengiringi dalam perkembangan peradaban dan budaya. Kebencian yang

mendalam dan bentuk agresi-agresi yang terjadi merupakan hasil psikologis yang ada dalam

masayarakat yang berkonflik. Didukung dengan perkembangan senjata yang semaikin maju

makin memudahkan proses terjadinya konflik kekerasan.

Kondisi psikologis agresi semacam ini diinterpretasikan oleh teori agama sebagai prilaku

yang menyimpang, dan diinterpretasikan oleh teori sosial-biologis sebagai bentuk perwujudan

hasil kerja syaraf yang menginginkan terpenuhi beberapa keinginan seperti pencarian kekayaan

Page 3: Sumber-sumber Konflik

pribadi. Dalam pandangan pesimis, konflik kekerasan mungkin tak terhindarkan dalam hubungan

manusia karena motivasi bawah sadar sendiri (seperti dinyatakan oleh para ahli teori

psikodinamik) atau dalam kombinasi dengan persaingan untuk persediaan terbatas kebutuhan

pokok.

Perdebatan tentang agresi bawaan berdasarkan naluri manusia, atau terkait dengan

kecenderungan fisiologis untuk kelangsungan hidup suatu kelompok ataupun merupakan suatu

kebiasaan dalam konteks sosial masih terjadi. Dalam teori motivasi, agresi berasal dari suatu rasa

frustasi yang timbul akibat lingkungan sosial yang. Jika agresi dianggap sebagai reaksi terhadap

stimulus eksternal, pengaktifan mekanisme fisiologis internal sebagian dapat disebabkan oleh

lingkungan sosial.

Agresi merupakan suatu bentuk usaha untuk melukai orang lain yang didorong oleh

psikologis dan fisik dengan beberapa keuntungan yang ditawarkan. Hal ini bisa tawaran dalam

bentuk keuntungan politik dan keuntungan ekonomi. Doktrin tradisional mengenai suatu naluri

mengatakan suatu agresi bukan hanya disebabkan lingkungan sosial yang tidak memadai, namun

juga dari bawaan sifat manusia yang pada dasarnya anarki. Hal ini mengadopsi prinsip The

survival of the fittest menjadi suatu legitimasi bahwa perbedaan status sosial dan kelas mendasari

hubungan hirarkis.

Internal Psychology dan Freud

Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang

tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu. Pandangan ini

menunjukkan bahwa aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik.

Freud mengemukakan tiga struktur spesifik kepribadian yaitu Id, Ego dan Superego.

Id merupakan sebuah keinginan yang dituntun oleh prinsip kenikmatan dan berusaha

untuk memuaskan kebutuhan ini. ID adalah bagian jahat dari manusia yang beresiko merugikan

orang lain dan diri sendiri. Ego merupakan sebuah pengatur agar id dapat dipuaskan atau

disalurkan dalam lingkungan sosial. Sistem kerjanya pada lingkungan adalah menilai realita

untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego. Sedangkan

Superego sendiri adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan nilai baik-

buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan Ego yaitu Id.

Page 4: Sumber-sumber Konflik

Setiap energi yang tidak terpenuhi dapat dibuang melalui berbagai macam kegiatan

substitusi atau dipindahkan ke kelompok sosial yang terpinggirkan. Sebuah impuls insting

perilaku manusia telah diterapkan tidak hanya untuk gaya pengambilan keputusan elit politik atas

tetapi juga untuk kedengkian dari budaya massa yang agresif. Energi psikis dan psikologis dasar

perlu dibatasi untuk mengontrol nafsu untuk kebencian dan kehancuran.

Intervensi lembaga-lembaga sosial seperti keluarga dan agama diperlukan untuk

mengurangi interaksi negatif dari insting. Menurut Dalai Lama, sentimen manusia diterjemahkan

ke dalam berbagai emosi positif, seperti kasih sayang, di luar emosi negatif yang terkait dengan

impuls destruktif. Persyaratan untuk cinta dan dukungan sosial dapat menyalurkan aliran energi

destruktif menjadi positif.

Memori Kolektif

Sebagai pertahanan psikologis, komitmen mendalam untuk kelompok budaya dapat

dikembangkan untuk mengatasi tekanan berhubungan dengan kecemasan. Intra-psikis, fantasi

bawah sadar dan kecemasan telah dikaitkan dengan agresi oleh trauma dan perlawanan terhadap

terhadap kondisi damai. Sumber identitas kelompok oposisi termasuk transkrip psikologis

tersembunyi dan situs simbolis yang menjelaskan kekejaman dan kemuliaan perang masa lalu.

Menurut beberapa analis, perang etnis di bekas Yugoslavia didorong oleh ideologi etnis

berakar pada trauma masa lalu yang membekas terkait dengan kekejaman Perang Dunia II di

Balkan.  Pembersihan etnis dikatakan sebagai salah satu usaha untuk menghapus dendam masa

lalu masyarakat. Ia telah mengemukakan bahwa psiko-politik trauma dapat dikurangi dengan

penyembuhan sosial, dialog antar-komunitas, kebenaran dan komisi rekonsiliasi.

Frustrasi dan Agresi

John Dollard memandang agresi dari frustasi tidak selalu berhubungan dengan naluri

manusia. Gangguan dari keinginan individu untuk mengejar suatu objek yang diinginkan

merupakan keadaan psikologis dari frustasi. Makanan, wilayah atau resesi ekonomi yang gagal

didapatkan menjadi kecenderungan terjadinya kekerasan. Jenis tujuan dan sarana yang tersedia

untuk kelompok dapat dicerminkan dari sifat frustasi. Keinginan yang tidak realistis dan bahkan

lebih dapat mempengaruhi rasa frustasi yang lebih kuat. Kurangnya sarana alternatif untuk

Page 5: Sumber-sumber Konflik

pencapaian tujuan yang terhambat memberikan dorongan yang kuat untuk bertindak. Kedalaman

frustasi berkolerasi dengan tingkat intensitas dan frekuensi dari hambatan. Target awal frustasi

yang memiliki daya unggul tidak harus menjadi objek dari agresi untuk menghindari kekalahan

diri, meskipun frustasi dapat ditekan bersama-sama dengan penerimaan, penarikan, penhindaran

dan penyerahan dan konsentrasi sumber lain. Pada posisi kekuasaan, target agresi dapat

dipindahkan dengan tidak tepat. Hal ini membuat anggota kambil hitam dari luar kelompok

sosial dapat untuk meningkatkan agresi.

Kegilaan kolektik dengan disertai frustasi yang luas secara sosial, ekonomi dan politik

menyebabkan kelompok minoritas sebagai kambing hitam dalam penyakit sosial. Fustrasi yang

ada berwujud distorsi, kegembiraan dan tidak ada rasa takut akan pembalasan. Serangan orang

Albania Kosovo terhadap gypsies pasca penarikan pasukan federal di Yogoslavia tahun 1999 dan

pembunuhan pengungsi Palestina pada masa pemerintahan Saddam Hussein. Untuk

mengendalikan konversi frustasi menjadi agresi, teori agresi memandang saluran olahraga dan

keterlibatan yang tidak mematikan perlu disalurkan. Dalam hal ini, terdapat pemahaman frustasi

yang tidak secara otomatis dipandang sebagai kekerasan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

respon ketidakpuasan yang berbeda pada setiap orang membuat frustasi menjadi beragam.

Pengalaman pribadi dan cerminan interaksi dengan orang lain adalah prilaku yang

dipelajari dalam pengelolahan frustasi. Hal ini telah menyarankan bahwa perilaku agresif

diperoleh dengan meniru model peran yang berpengaruh. Beberapa budaya melalui media

nasional, hiburan atau pendidikan mendorong agresi. Perang sipil etnis di Balkan menjadi contoh

agresi yang dimuliakan untuk mendapatkan kemenangan.

Pengalaman Emosional

Model pilihan rasional dari biaya dan manfaat dalam perhitungan nyata tidak dapat

menjelaskan substansi dan bagian-bagian konflik yang berlarut-larut. Kepentingan pribadi yang

muncul sebagai rasionalitas ekonomi tidak bisa menjelaskan kemarahan dan kebenaran. Proses

sosial yang menghasilkan penghinaan dan kemarahan merupakan inti dari emosi yang memanas.

Disamping itu, solidaritas dalam kelompok dapat muncul dari perasaan bangga dan pencarian

martabat kelompok. Kondisi emosional negara seperti putus asa, ketidakberdayaan keinginan

balas dendam merupakan reaksi ekstrim dari konflik. Selain itu, perjuangan bercirikan

penderitaan manusia, kesedihan dan rasa sakit.

Page 6: Sumber-sumber Konflik

Perpecahan dalam kehidupan masyarakat dihasilkan dari kondisi psikologis dari

penghinaan yang meresap dibalik perjuangan berkelanjutan. Psikiater Aljazair, Frantz Fanon

menjelaskan bahwa penindasan brutal dapat melanggar kehendak yang tertindas. Lebih jauh lagi,

penggunaan kekerasaan dari kelompok jajahan dapat membebaskan diri dari rendah diri dan

putus asa. Perlawanan kolonial masa lalu dapat dicontohkan dari perjuangan Hamas-Hizbullah

dibawah penindasan dan serangan israel, serta perlawanan pendudukan kolonial di Vietnam dan

Aljazair.

Emotional experience atau pengalaman emosional dibentuk oleh norma-norma budaya

dan konteks sosial lainnya. Hal ini mengingat bahwa perasaan kebencian dan kemarahan sosial

dapat membentuk hubungan dalam pengalaman sosial. Dalam hal ini, emosi yang baku harus

ditindaklanjuti dengan cara yang berbeda. Daya tahan dan emosi dalam mempertahankan konflik

dapat dijelaskan dari jenis dan kedalaman emosi yang baku.

Relative Deprivation

Suasana hati masyarakat yang negatif dapat muncul dari kegagalan sistem politik dalam

memenuhi harapan masyarakat sosial. Peningkatan pengangguran, produksi bahan menurun dan

beban pajak tidak proposional merupakan akibat dari penurunan kondisi hidup. Namun,

keinginan dan aspirasi tetap stabill dalam kondisi yang buruk. Ketidakpastian yang tinggi dan

kecemasan sejalan dengan pergeseran kondisi sosial-ekonomi ke kondisi resesi. Dengan

demikian, deprivasi relatif dapat muncul dari kesenjangan antara harapan masyarakat dan

kemampuannya. Kurva J. memandang bahwa harapan naik secara linear pada kecepatan yang

sama dalam kondisi kepuasan yang menurun. Harapan yang meningkat dan pembalikan tajam

kepuasan material merupakan ketidakpuasan rakyat secara luas. Kemajuan kondisi sosial-

ekonomi berkelanjutan menyertai reaksi kekerasan. Ekspektasi yang meningkat dan perbaikan

ekonomi, diikuti oleh kemunduran kehidupan pada masa Revolusi Mesir tahun 1952 dan

Revolusi Rusia 1917.

Tingkat ketidakpuasan yang bermacam merupakan ketidakseimbangan dari pemenuhan

harapan. Dalam hal ini, perbedaan pertumbuhan antara antisipasi dan kondisi nyata

memunculkan rasa frustasi. Selain itu, peningkatan ekspektasi dan penurunan yang cepat

menimbulkan ketidakstabilan yang lebih besar. Struktur yang tidak fleksibel membuat institusi

Page 7: Sumber-sumber Konflik

enggan dalam engakomodasi permintaan baru. Persepsi prilaku yang tidak adil dan harapan yang

tidak terpenuhi dapat memunculkan protes populer, seperti permintaan orang Afrika-Amerika

dalam mobilitas sosial dan partisipasi politik yang lebih besar pada tahun 1960. Perbedaan

harapan dan kepuasan juga muncul setelah runtuhnya pemerintahan Komunis di Eropa Timur

tahun 1980-an. Rasa perbedaan yang tidak adil dapat muncul dari penurunan relatif referent

group. Walaupun kelompok lain memiliki keuntungan, perasaan frustasi suatu kelompok tetap

terjadi sebagai akibat penurunan bertahap dan kerugiaan. Perasaan keutungan kelompok yang

lebih kecil dari kelompok saingan dapat membesarkan ketidakpuasan suatu kelompok.

Persepsi dari perbedaan antara realitas dan harapan diekspresikan melalui kekerasan

sebagai sarana instrumental. Derajat kekurangan, yaitu ringan, sedang atau intens berhubungan

dengan besarnya kekerasan dan lamanya kekerasan. Selain itu, kekerasaan dari kemampuan

mobilisasi muncul dari perasaan aspirasi yang tidak terpenuhi. Hal ini berakhir pada sifat

kekerasan yang dibentuk dari paksaan antara pemerintah dan kelompok pembangkang. Salah

satu syarat munculnya kekerasan adalah perasaan yang tidak setara berkepanjangan dan

kombinasi dari kehancuran sarana. Konflik kelompok dan tekanan sosial muncul karena sistem

penghargaan dan stratifikasi sosial yang tidak adil. Keterbatasan individu dalam sistem muncul

dari kelemahan pendapatan dan tidak adanya kemajuan kerja. Lebih jauh lagi, perbedaan antara

status formal dan pencapaian aktual dapat menimbulkan frustasi.

Perubahan negatif dalam materi mungkin dapat dipindahkan kedalam ketersediaan

prestasi dibidang lain, seperti pendidikan jika hasutan konflik komparatif diminimalisirkan.

Dalam kritik yang paling penting, deprivasi relatif memiliki perbedaan pada setiap individu

dalam persepsi terhadap kelompok dari standar perbandingan dan tingkat kepuasan. Dalam hal

ini, rendahnya penghargaan sosial dan prestise juga dapat menyebabkan kurangnya perasaan

yang kuat pribadi untuk memahami kekurangan kolektif.

Kebutuhan Manusia

Ketidakpuasan eksistensial dan kebutuhan yang mendalam merupakan asal dari sumber-

sumber konflik yang keras. Perbedaan budaya dan pendidikan menimbulkan interpretasi yang

berbeda mengenai kebutuhan manusia sebagai elemen ontologis dan penting. Dorongan

kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam teori konflik antar kelompok, menimbulkan perjuangan

Page 8: Sumber-sumber Konflik

otonomi dan kemerdekaan. Selain itu, kondisi fisik dan psikologis (harga diri, pengakuan dan

penghargaan) dalam penindasan kebutuhan dasar, menimbulkan konflik etnis dan identitas.

Perilaku manusia dalam interaksi sosialnya berjuang tanpa menyerah untuk memenuhi

kebutuhan individu dan kelompok. Keamanan dan keselamatan (dari ketakuatan dan kecemasan),

rasa memiliki dan cinta, pengakuan dan penerimaan dari orang lain, martabat dan perasaan

pemenuhan pribadi merupakan kebutuhan penting untuk kelangsungan hidup. Ahli psikologi,

Abraham Maslow memandang kebutuhan dasar seperti makanan, air dan tempat tinggal menjadi

hal yang harus dipenuhi terlebih dahulu dalam piramida kebutuhan, sebelum kebutuhan harga

diri.

Disamping kebutuhan pemenuhan kebutuhan material yang berlaku umum, rasa terhadap

ancaman identitas dan keamanan juga menjadi sumber dari konflik yang paling keras. Dalam hal

ini, pengembangan kapasitas untuk melakukan pilihan dalam semua aspek kehidupan perlu

dilakukan jika memungkinkan. Pilihan dan akses ke peluang sosial dan ekonomi dapat

diwujudkan dengan alokasi sumber daya yang adil kepada semua anggota masyarakat. John W.

Burton dan ahli resolusi konflik lainnya memandang pengakuan dari setiap kelompok bahasa,

tradisi dan agama merupakan kebutuhan utama dalam masalah ini. Konflik Israel-Palestina

berhubungan dengan kebutuhan identitas dan keamanan yang belum ditangani, terkait masalah

teritorial divisi, pengembalian pengungsi, alokasi air dan masalah lainnya.

Hukum dan norma sosial dilembagakan untuk memaksa dan memanipulasi prilaku

individu dalam kehidupan sosial. Norma tradisional yang tidak respon terhadap kebutuhan

masyarakat menimbulkan tantangan terhadap legitimasi negara. Mobilitas keluar dilakukan oleh

kelompok identitas dan individu jika kebutuhan tidak dapat dicapai dalam hubungan sosial yang

ada. Dalam hal ini, konflik terjadi ketika kurangannya respon institusional dan penolakan

pengembangan. Hal ini menimbulkan pergerakan unit analisis dari negara ke kelompok identitas

sebagai akibat dari kebutuhan manusia. Selain itu, tanpa memuaskan kebutuhan ontologis

manusia, kebutuhan yang melekat dalam tatanan dan hukum tidak bisa menimbulkan kondisi

takut dan mengancam bagi masyarakat.

Konflik Fungsional dan Disfungsional

Page 9: Sumber-sumber Konflik

Karl Marx dengan teorinya berpendapat bahwa perubahan dalam hubungan manusia

menyebabkan manusia keluar dari konflik. Kekuatan ekonomi (kekuatan produksi) dalam

pandangan Marxis merupakan elemen penting penetapan panggung kelas dan konflik sosial.

Dalam hal ini, Max Weber dengan pandangan fungsionalis berpendapat bahwa hubungan timbal

balik yang kompleks antara lembaga ekonomi dan sosial merupakan penjelasan dari stabilitas

dan ketertiban. Weber juga berpendapat bahwa situasi konflik yang mendasar dapat dihubungkan

dengan fungsi suatu masyarakat.

Perspektif konsensus ekulibrium masyarakat berbeda dengan perspektif Marxis.

Perspektif ini menganggap konflik sebagai disfungsional dalam pertimbangan ketegangan dan

gangguan di dalam sistem yang harmonis. Aturan, norma dan fungsi yang dibentuk berfungsi

sebagai penegah. Dalam proses interaksi antara komponen yang berbeda, penyesuaian dalam

sistem intergral masyarakat tercipta dari segmen fungsi yang dilakukan masyarakat. Selain itu,

keseimbangan fungsi keamanan fungsi politik dilegitimasi oleh nilai-nilai.

Pembagian kerja secara alami dan deferensiasi sosial menjadi dasar dari perpecahan

distribusi kekuatan politik dan ekonomi. Dalam hal ini, penyeimbangan kekuatan dan aturan baru

universal dari kelompok yang beragam dalam sistem dapat menjadi upaya pencapaian koherensi

sosial. Disfungsional dan patologis dari konflik dapat dihindari dengan kohesi internal yang

dibuat oleh mekanisme regulasi dari institusi konflik.

Perubahan Sosial

Marxist memandang setiap individu dalam kategori tertentu tidak dapat menghindarkan

diri dari pertentangan antar individu. Kelompok masyarakat dibagi berdasarkan perekonomian,

sehingga aspek perekonomian sangat penting dalam memahami hubungan sosial. Menurut Karl

Marx, keadaan saling mempengaruhi antara kekuatan sosial membawa pengaruh terhadap

perubahan. Kunci utama untuk memahami pertarungan sosial adalah menghapuskan struktur

kelas dalam masyarakat yang didasarkan pada pembagian kerja dalam perekonomian. Marxist

memandang konsensus utama dalam masyarakat dapat diwujudkan dengan masyarakat tanpa

kelas.

Analisa Marxist mengenai perubahan struktural didasarkan atas revolusi sosial.

Kepentingan individu dan kesadaran terbentuk dari posisi relatif dalam hirarki sosial, dalam hal

Page 10: Sumber-sumber Konflik

ini tergantung pada status sosial individu. Situasi ini dapat dilihat dari tuntutan pekerja yang

menginginkan upah atau bayaran yang adil, sementara itu pemilik modal menginginkan bayaran

yang rendah. Motivasi ekonomi menempatkan setiap kelompok dalam pertentangan kepentingan.

Sistem kapitalisme membuat kepemilikan modal terfokus pada sekelompok kecil masyarakat.

Industri yang dijalankan masyarakat yang memiliki modal yang besar dapat menyingkirkan

kelompok bisnis kecil. Sistem ini memberikan keuntungan politik dan ekonomi terhadap suatu

kelompok dengan mengorbankan kelompok masyarakat lainnya.

Dahrendorf mengungkapkan bahwa dalam suatu masyarakat konflik structural lebih

mudah digambarkan daripada hubungan antarkelas. Berbagai perpecahan sosial menjadi dasar

munculnya konflik. Perbedaan kekuasaan merupakan struktur dasar yang mencerminkan

bagaimana suatu masyarakat diatur. Pertimbangan ekonomi menjadi penting apabila hal tersebut

memberikan pengaruh yang kuat terhadap pertarungan politik. Perbedaan kekuasaan tercermin

dari masyarakat dan organisasi didalamnya. Kekuasaan tersebut secara langsung berhubungan

dengan usaha dalam melakukan suatu perubahan. Menurut Dahrendorf, perbedaan kepentingan

terbentuk atas dasar pembagian struktural atas dominasi dan subdominasi. Konflik merupakan

proses dialektika yang mendorong transformasi dalam masyarakat dengan menggabungkan

elemen-elemen yang saling berlawanan. Institusi sosial dapat direkonstruksi dengan masuknya

elit-elit baru dalam institusi tersebut.

Konflik yang Tertanam dalam Struktur Sosial

Konflik bersifat silikal, inheren dan endemic ketika struktur menciptakan situasi

persaingan antara kekuasaan dan status. Fragmentasi dan polarisasi setiap kepentingan

mencerminkan pengelompokan structural yang berakar dari perbedaan kategori sosial seperti

agama, bahasa dan afiliasi politik suatu etnis. Kepentingan dibagi dan dipengaruhi oleh berbagai

kelompok yang didasarkan pada asosiasi professional, liga olahraga, kelompok sosial dan

institusi ekonomi. Pengaruh tersebut mengurangi potensi perpecahan sosial yang diartikan

kedalam kategori pertentangan yang permanen. Kebersamaan dari bebagai jenis kepentingan

yang berbeda berdampak pada segmentasi kepentingan individu atau sebaliknya dapat

terkonsentrasi menjadi isu superordinat.

Page 11: Sumber-sumber Konflik

Keterlibatan pada beberapa hubungan dapat meminimalkan kemungkinan untuk

pengembangan konflik superordinat disekitar masalah monolitik. Keterlibatan dalam satu

pertempuran besar atas kepentingan tertentu dapat dihindari dengan adanya berbagai kelompok

yang mengejar segmentasi dan kepentingan saling bertentangan. Kelompok agama dan sosial

dapat menjadi moderat atau membendung kekerasan dengan menciptakan kenyamanan

psikologis dan keharmonisan sosial. Berbagai lapisan kelompok terlibat dalam berbagai struktur

konflik dan beragam kepentingan dapat menyeimbangkan perbedaan dalam interaksi

berkesinambungan. Suatu kelompok yang mendominasi pada suatu daerah bisa saja menjadi

kelompok yang lebih rendah didaerah lain. 

Pembentukan Identitas

Setiap kelompok memiliki identitas yang berperan penting dalam memelihara batas-batas

fungsi. Identitas berhubungan dengan norma, kepercayaan, kebiasaan, dan tradisi yang

mempengaruhi interaksi suatu kelompok dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Hogg,

pembentukan identitas didasari oleh “categorization that perceptually homogenizes ingroups vis-

à-vis outgroups”. Ancaman-ancaman kepada identitas menambah potensi terjadinya konflik

destruktif dalam hubungannya dengan keteguhan batas-batas kelompok. Identitas dianggap dapat

membangun hubungan melalui unsur psikologis negara. Peran individu dan interaksi situasional

merupakan unsur yang diperlukan untuk memperkuat identitas.

Perspektif konstruktivis memandang batasan-batasan dalam kelompok terbentuk dari

konteks sosial yaitu proses artikulasi identitas dengan filter persepsi. Identitas kelompok

digunakan sebagai sumber daya budaya yang membantu meningkatkan rasa emosional dan

menjadi tempat untuk memobilisasi kekuatan. Budaya yang berada dalam hati dan pikiran

masyarakat merupakan senjata politik yang memiliki efek yang kuat. Keluarga, pendidikan dan

berbagai pola sosial memberikan kontribusi terhadap regenerasi simbol-simbol kuno dan sejarah.

Nilai-nilai budaya melahirkan bahasa yang berperan dalam kemunculan ideologi nasional.

Melalui budaya, kebiasaan etnolinguistik memberikan dukungan terhadap pemeliharaan batas-

batas antar etnis. Kebijakan diskriminasi bahasa dapat membuat suatu kelompok masyarakat

kesulitan mendapat kesempatan politik dan kemajuan ekonomi. Salah satu contohnya adalah

penghapusan bahasa Tamil dari official status Sri Lanka pada akhir periode 1950-an.

Page 12: Sumber-sumber Konflik

Konstruksi identitas sosial tidak hanya berhubungan dengan usaha mendorong perbedaan

parokial yang jelas tetapi juga berhubungan dengan pembentukan kelompok masyarakat yang

lebih luas. Kasus Turki dan Afrika Selatan dapat dijadikan contoh pada kondisi tersebut.

Identitas Turki sebagai negara muslim dipandang menghalangi asimiliasi negara tersebut

kedalam forum Uni Eropa sedangkan di Afrika Selatan terdapat pergolakan kekuasaan politik

antara kelompok kulit putih dan masyarakat pribumi selama periode aphartheid. Konflik utama

dalam masyarakat multikultural berakar dari kurangnya penghormatan terhadap perbedaan-

perbedaan terutama karena nilai-nilai kelompok yang dominan lebih ditekankan. Berbagai

dimensi yang menjadi batas antar kelompok dapat dilihat dari ciri sosial-budayanya seperti

bahasa, agama, usaha memperkuat integrasi dan motivasi terhadap kekuasaan.

Politisasi Identitas

Pertentangan nilai atau prinsip menyentuh berbagai elemen budaya dan politik. Dasar

sebuah identitas memiliki percabangan sosio-kultural ketika nilai positif dan negatif ditetapkan

berdasarkan warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa, atau pekerjaan dalam membenarkan

hubungan antar kelompok. Pada beberapa kelompok masyarakat, tingginya evaluasi politik yang

subjektif seringkali digabungkan kedalam kategori objektif dengan menggunakan status khusus

atau kekayaan. Tujuan dari kategorisasi sosial mencakup upaya suatu kelompok untuk membuat

sebuah landasan moral yang lebih tinggi dalam mempertahankan dominasi terhadap kelompok

lain. Persaingan untuk status sosial yang lebih tinggi menghasilkan perjuangan politik.

Keunggulan yang tidak sah suatu kelompok atas yang lain merupakan potensi konflik dimana

terdapat distribusi kekayaan dan kekuasaan yang tidak proporsional. Sikap emosional dan

dorongan primitif berdasarkan rasa permusuhan tergambar dalam kompetisi kelompok-kelompok

tersebut dalam meraih kekuasaan. Kelompok dominan bahkan berusaha untuk mempertahankan

perbedaan sosial dengan mempengaruhi status kelompok bawahan.

Identitas dapat diadaptasikan kedalam intensifikasi konflik atau manajemen permusuhan.

Pada masyarakat multi-etnis, terdapat orientasi kompetitif yang dirasakan terhadap kelompok

lain sehingga memunculkan sikap etnosentris. Identitas nasional dapat dimanipulasi sehingga

menjadi suatu hal yang negatif. Salah satu buktinya adalah kemunculan gerakan hyper-

nationalism yang menyebabkan terjadinya genosida dan pembersihan etnis.

Page 13: Sumber-sumber Konflik

Nasionalisme dan negara

Anderson berpendapat Nasionalisme bergantung pada kebanggaan primordial individu

yang membuat suatu kelompok terhubung dengan tanah airnya dan perasaan bersama. Solidaritas

berasal dari ikatan yang terbentuk dari kesamaan budaya, kenangan, leluhur, dan ideologi.

Berbeda dari sifat negara yang berusaha mengejar tujuan politik dan sosial, nasionalisme

mengembangkan sentimen loyalitas. Setiap individu memiliki keterikatan psikologis yang lebih

kuat pada sebuah bangsa dari pada suatu negara. Pada suatu negara terdiri dari satu bangsa,

mayoritas masyarakatnya mendukung legitimasi negara. Sebuah negara bangsa dianggap sebagai

basis utama identitas politik dan loyalitas penduduk. Benturan antara identitas daerah dengan

kesetiaan pada negara sering terjadi pada masyarakat di negara yang multicultural, contohnya

bangsa Welsh yang lebih setia kepada Wales daripada kerajaan Inggris atau bangsa Walloon

yang lebih erat kepada Wallonia dibandingkan dengan Belgia.

Sedikit negara yang masyarakatnya terdiri dari kelompok etnis yang murni. Pada negara

yang memiliki beragam etnis, pertentangan antara kelompok minoritas terhadap mayoritas tidak

dapat dihindari. Batas-batas politik dan teritorial buatan melahirkan banyak negara-negara

modern pasca-kolonial seperti India, Pakistan, Sudan, dan Burundi. Klaim historis mengenai

kenegaraan menjadi sumber berbagai bentrokan antara pemerintah dengan kelompok etnis.

Kelompok minoritas di Kashmir, Chechnya, dan sebagian besar di bekas Republik Yugoslavia

contohnya telah menentang otoritas pusat. Pada krisis tertentu yang melibatkan seluruh

masyarakat, seperti di Rwanda, Serbia, dan Kroasia, berbagai teknologi media dibentuk ulang

sebagai alat propaganda untuk mendorong pembunuhan massal.

Disintegrasi Yugoslavia menjadi enam negara bagian yang terpisah menghasilkan sumber

ketidakstabilan karena kurangnya kesepakatan tentang batas-batas antara kelompok-kelompok

nasional yang sebelumnya terintegrasi di bawah sistem federal. Di Kosovo dan Bosnia-

Herzegovina, beragam anggota kelompok etnis tetap berada di daerah mereka dengan sedikit

kontak dengan kelompok lain. Lima belas negara yang baru lahir dari perpecahan Uni Soviet

menciptakan pembagian dan ketegangan baru. Kebanyakan etnis minoritas telah dipengaruhi

oleh aturan nasionalistik elit negara baru. Isolasi atau segregasi kelompok etnis minoritas yang

tersebar di berbagai unit geografis menunjukkan kerentanan terhadap kekerasan sistematis atau

acak. Dalam suatu tatanan, untuk membangun basis sosial berdasarkan dukungan pemerintah

Page 14: Sumber-sumber Konflik

pusat, elit dari negara yang baru lahir mencoba untuk mengurangi identifikasi dan loyal terhadap

sistem sosial tradisional yang tertanam dalam kehidupan komunal. Periode ketidakstabilan

pembentukan negara sering berakhir dengan pemerintahan otokratis seperti di Kazakhstan,

Turkmenistan, Tajikistan dan Uzbekistan, yang memprovokasi gerakan pemberontakan.

Hiper-nationalism sering memicu terjadinya bentuk kekerasan paling brutal. Perasaan

emosional yang kuat dimobilisasi menjadi pembenaran kekejaman internal. Secara khusus,

masyarakat dapat didorong untuk melakukan kekerasan kepada kelompok lain yang menolak

untuk berasimilasi kepada negara. Pemimpin politik dapat menghasut perang antar negara

dengan memanfaatkan aspirasi kelompok nasional yang belum terpenuhi untuk memperluas

wilayah. Sejak awal abad kedua puluh, sebagian besar korban jiwa dari kekerasan konflik

disebabkan hiper-nationalism.

Sistem Negara Kontemporer

Perselisihan antar negara merupakan persaingan kompetitif untuk mengejar kepentingan

ekonomi atau militer dalam kekuasaan politik, penjelasan konflik kontemporer muncul dari

keinginan kelompok-kelompok etnis atau nasionalis memisahkan diri. Signifikansi geopolitik

dan geo-ekonomi, misalnya, yang melekat pada persaingan atas cadangan minyak, telah

mendorong campur tangan dari negara-negara besar di berbagai bagian dunia. Perbedaan agama

dan bahasa sering muncul kepermukaan sebagai penyebab dari permusuhan etnis dan

perselisihan teritorial.

Persaingan geografis dan historis, misalnya, antara India dan Pakistan, telah dibuat oleh

aturan kolonial dan pasca-kolonial. Seiring dengan pembentukan negara baru, telah terjadi

banyak kekerasan politik dengan skala yang berbeda, mulai dari perubahan rezim yang

merugikan dan pemberontakan revolusioner untuk perang etnis dan genosida. Perpecahan negara

yang terjadi sering disebabkan kekerasan antar-komunal, seperti perjuangan Muslim terhadap

Muslim lainnya di Irak dan perang antara Muslim dan non Muslim di Sudan.

Diskriminasi pemerintah terhadap minoritas

Perubahan yang signifikan terjadi dalam sistem global disertai dekolonisasi wilayah yang

dikuasai Eropa di Afrika dan Asia, khususnya antara tahun 1950 dan 1975. Menurut Marshall

Page 15: Sumber-sumber Konflik

dan Gurr, jumlah negara merdeka lebih dari dua kali lipat dari 79 negara independen pada 1950

menjadi 161 di tahun 2003, akibat konflik etnis. Afiliasi kelompok etnis secara langsung

berkaitan dengan mobilisasi politik dan persaingan untuk kekuasaan negara di Ethiopia.

Diskriminasi etnis dan ras, misalnya, terhadap Roma dari Bulgaria dan terhadap suku-suku asli

di Brasil, menggambarkan pola sosial dan pertikaian dalam masing-masing masyarakat.

Perbedaan etnis yang ekstrim terdapat di India, Cina, Burma, Ethiopia, Uganda, Pakistan,

Indonesia, dan negara-negara merdeka bekas Uni Soviet, yang bertentangan dengan homogenitas

etnis di Korea, Jepang, Swedia, dan Denmark. Pembubaran Uni Soviet pada 31 Desember 1991

menciptakan divisi baru dalam setiap daerah dengan menempatkan satu kelompok etnis yang

memimpin sebuah negara yang baru merdeka. Kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1972

membawa etnis Bengali di Pakistan menjadi kelompk mayoritas yang berkuasa. Upaya negara

baru tersebut untuk mengendalikan kelompok-kelompok minoritas mengakibatkan timbulnya

ketegangan dengan suku yang tinggal di Jalur Bukit Chittagong.

Beberapa kelompok etno-nasional merupakan kelompok kecil dan secara geografis

terpisah. Bebeda dari kelompok etno-nasional, kelompok-kelompok seperti Kurdi memiliki basis

dukungan yang kuat dengan konsentrasi geografis. Para Druze, yang tradisional sebagai cabang

dari Islam tersebar di seluruh Lebanon, Suriah, dan Israel. Druze telah resmi diakui sebagai

sebuah komunitas separatis agama yang memiliki sistem pengadilan sendiri. Dalam banyak

kasus, kebijakan pemerintah secara substansial membatasi praktek kelompok minoritas dan

pilihan politik. Terutama, represi yang terus membatasi mobilisasi kelompok dalam mendukung

otonomi, seperti Tibet dan Uighur di bagian Barat Cina. Represi yang paling parah dari etnis

minoritas juga ditemukan di Birma, Sudan, dan bekas republik Soviet seperti Uzbekistan.

Kelompok dominan menetapkan agenda politik yang dibuat dengan mengorbankan hak

masyarakat lain. Diskriminasi politik atau ekonomi terhadap kelompok etnis konstituen dengan

elit negara merupakan pusat konflik etnis. Variasi yang luas mengenai jumlah dan ukuran

penindasann terhadap kelompok minoritas oleh entitas negara mencirikan dinamika konflik

masyarakat multi-etnis. Di negara-negara seperti Cina, kesejahteraan kelompok minoritas

semakin didesak oleh perubahan ekonomi yang pesat, eksploitasi lingkungan, dan transfer

kebangsaan Han yang dominan ke daerah-daerah etnis yang sebelumnya otonom.

Page 16: Sumber-sumber Konflik

Perubahan status kelompok minoritas sangat jarang terjadi kecuali muncul niat

memisahkan diri dari negara federal. Gerakan separatis damai dapat terjadi dalam kasus tertentu

seperti pembagian Cekoslovakia menjadi dua negara. Perselisihan perbatasan dapat muncul dari

pemisahan ini meskipun telah ditetapkan daerah provinsi, wilayah, atau daerah sub-negara.

Gerakan separatis etnis atau agama dapat pula melakukan perlawanan militer seperti gerakan

Karen dan Arakan di Burma, Mindano-Filipina, Aceh-Indonesia, dan Patani-Thailand.

Pengekangan terhadap otonomi politik kelompok minoritas nasional membuat negara tetangga

yang berdekatan juga bisa terlibat langsung dalam konflik. Penindasan Hongaria di Slovakia dan

tindakan Rusia atas Estonia, Lithuania, dan Ukraina telah menghasilkan ketegangan yang

membara antara negara tuan rumah kelompok minoritas dan negara-negara yang berdekatan.

Terorisme

Penduduk sipil telah menjadi sasaran kekerasan dieksekusi secara sistematis dan

disengaja sebagai kerusakan jaminan. Terorisme merupakan pemaksaan kekuatan melalui

serangan yang tidak bermoral, teror mematikan dan taktik intimidasi. Teorisme dianggap sebagai

bagian dari kekerasan bermotif politik. Karakteristik dan pola tindakan terorisme bersifat tidak

teratur. Karakter yang controversial ini juga tercermin dalam ungkapan populer "pejuang

kemerdekaan hanya satu selain itu teroris". Menurut Richardson, sebagai bentuk politik

kekerasan, terorisme sering menargetkan symbol-simbol yang berpengaruh dalam struktur untuk

menarik perhatian dalam agenda politik. Terosisme dan pemerintah berada dalam pola asymetris

power, sehingga Teroris sering melakukan serangan mendadak dan situasional untuk

medapatkan suatu keuntungan.

Sebagai sarana kebijakan represif, pemerintah juga dapat menggunakan cara yang tidak

manusiawi terhadap pihak-pihak tertentu dalam upaya untuk memaksa suatu tatanan, hal tersebut

pernah diterapkan oleh Idi Amin yang memerintah Uganda antara 1971 dan 1979. Pemerintah

dapat meneror populasi di negara mereka sendiri atau negara lainnya. Tindakan lain yang dapat

dilakukan pemerintah adalah membatasi akses kebutuhan dasar manusia serta menggunakan

senjata berat yang ditujukan terhadap penduduk sipil. Kondisi tersebut terjadi dalam serangan

Rusia terhadap daerah sipil Chechnya dan serangan Israel terhadap wilayah pemukiman.Efek

psikologis terhadap masyarakat yang disebabkan aksi terorisme lebih penting daripada kerusakan

fisik yang ditimbulkannya. Menurut Soeters, The perceptual response to the terrorist act obtains

Page 17: Sumber-sumber Konflik

peculiar social prominence in the collective consciousness projected, in large part, by surprise,

indiscriminate violence beyond ethical boundaries.