Hukum & Konflik Sumber Daya Alam

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi yang lebih dikenal dengan istilah Plasma Nutfah, tersebar di hampir seluruh daratan di Indonesia. Perlindungan terhadap plasma nutfah bertujuan tidak hanya melestarikan keanekaragaman hayati/genetika pada tanaman- tanaman yang menjadi ciri khas, pula bermanfaat bagi kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya dan para pemulia tanaman lokal serta para petani lokal sebagai sumber ketahanan dan kedaulatan pangan sebagaimana yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan saat ini. Salah satu pengembangan plasma nutfah adalah melalui transgenik. Prinsip teknologi transgenik adalah memindahkan satu atau beberapa gen, yaitu potongan DNA yang menyandikan sifat tertentu dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. 1 Di beberapa negara, pengujian menunjukkan bahwa konsumsi terhadap pangan transgenik dapat membahayakan kesehatan. Sebagai contoh pada tahun 1998 peneliti Arpad Putzai menunjukkan bahwa kentang transgenik yang dimodifikasi untuk membunuh serangga menyebabkan masalah biologis yang serius pada tikus, 1 Skrispi Eva Novianty, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan Transgenik (Studi Kasus: Snack Kentang Pringles)”, FHUI: 2007, hlm. 3. 1

description

Analisa Konflik Sumber Daya Alam terhadap Kasus

Transcript of Hukum & Konflik Sumber Daya Alam

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioteknologi yang lebih dikenal dengan istilah Plasma Nutfah, tersebar di hampir seluruh daratan di Indonesia. Perlindungan terhadap plasma nutfah bertujuan tidak hanya melestarikan keanekaragaman hayati/genetika pada tanaman-tanaman yang menjadi ciri khas, pula bermanfaat bagi kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya dan para pemulia tanaman lokal serta para petani lokal sebagai sumber ketahanan dan kedaulatan pangan sebagaimana yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan saat ini.

Salah satu pengembangan plasma nutfah adalah melalui transgenik. Prinsip teknologi transgenik adalah memindahkan satu atau beberapa gen, yaitu potongan DNA yang menyandikan sifat tertentu dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Di beberapa negara, pengujian menunjukkan bahwa konsumsi terhadap pangan transgenik dapat membahayakan kesehatan. Sebagai contoh pada tahun 1998 peneliti Arpad Putzai menunjukkan bahwa kentang transgenik yang dimodifikasi untuk membunuh serangga menyebabkan masalah biologis yang serius pada tikus, diantaranya masalah sistem kekebalan, pertumbuhan organ yang terhambat, perubahan dalam lapisan usus, dan menyebabkan tumor.

Di satu sisi rekayasa genetika menawarkan kemudahan, namun di sisi lain juga menyimpan potensi bagi ketimpangan dan kekhawatiran sosial budaya. Absurdnya hukum dan norma, juga berpotensi akan nampaknya pelecehan etis dan degradasi moral. Tergambarkan sampai saat ini banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui peredaran produk pangan yang mengandung transgenik atau rekayasa genetika, meskipun sudah banyak beredar produk transgenik. Standar pelabelan yang berbeda di sistem sertifikasi Indonesia dengan pelabelan yang dilakukan di belahan dunia lainnya, tidak memberikan petunjuk yang jelas bagi terdapatnya penggunaan produk transgenik di bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Mengakibatkan kebutaan akan informasi masyarakat awam terhadap pengkonsumsian produk transgenik.Hal ini juga diakibatkan dari kerja sama instansi lembaga pemerintah yang tidak sinergi dengan pemulia tanaman, petani lokal, sistem distribusi, badan sertifikasi nasional, dan media massa, yang mana turut berkontribusi dalam pelabelan sertifikasi produk transgenik. 1.2 Pokok Permasalahan

1. Apa itu yang dimaksud dengan Rekayasa Genetika? Bagaimanakah rekayasa genetika pada tanaman dan hewan?

2. Bagaimanakah Prinsip Precautionary/Kehati-hatian berdasarkan ketentuan di bidang rekayasa genetika/transgenik menurut konvensi/kebijakan internasional dan peraturan perundang-undangan di indonesia dalam hal pelepasan organisme hasil rekayasa genetika ke alam bebas?

1.3 Tujuan Penulisan

Penyusun mengharapkan agar dapat memberikan manfaat pelajaran mengenai rekayasa genetika dan secara aplikatif melalui implementasi tindakan. Atau setidak-tidaknya turut andil dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan menerapkan pada hukum di masyarakat.BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemahaman Umum dan Pemanfaatan Rekayasa Genetika

Rekayasa genetika (Ing. genetic engineering) adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dan penerapan mutasi buatan tanpa target dapat dimasukkan ke dalam rekayasa genetika. Pengertian rekayasa genetika dalam arti sempit yaitu suatu penerapan teknik-teknik genetika molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kebermanfaatan tertentu. Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Rekayasa genetika merupakan alat yang mendasar dari bioteknologi, di mana terdapat keterlibatan banyak proses di dalamnya yang terdiri dari:

a) Tahap isolasi gen.

b) Modifikasi gen sehingga berfungsi sesuai yang diinginkan.

c) Mempersiapkan gen untuk disisipkan ke dalam organisme baru.

d) Kemudian pengembangan transgenik atau GMOs.

Istilah dan penggunaan bioteknologi secara sederhana atau yang disebut dengan bioteknologi klasik telah ada sejak dahulu, contoh sederhananya adalah dalam pembuatan tempe, bir, keju dan lain sebagainya. Konsep bioteknologi ini dikenal sebagai bioteknologi tradisional/klasik, yang dilakukan tanpa adanya rekayasa genetika dengan menggunakan cara dan peralatan sederhana. Dan produksi yang dihasilkan atas produk-produk bioteknologi klasik yang berguna berkembang melalui mikroorganisme.

Berbeda dengan bioteknologi tradisional/klasik, bioteknologi modern adalah praktik bioteknologi yang diperkaya dengan teknik rekayasa genetika (suatu teknik manipulasi materi genetikal). Cirinya berkebalikan dengan bioteknologi tradisional yakni ditambah dengan menerapkan teknik Aseptis.

Terdapat berbagai macam bioteknologi tradisional/klasik dan modern yang dikembangkan, sebagai berikut:

1. Fermentasi

2. Kultur Jaringan

3. Bioteknologi dengan rekayasa genetika

Saat ini telah banyak contoh hewan-hewan hasil rekayasa genetika yang diciptakan, berikut beberapa diantaranya misal :

1. GlowFish.

Ikan bercahaya GlowFish merupakan salah satu contoh hewan transgenik yang menghasilkan bukan hanya warna hijau saja melainkan warna kuning hingga merah.

2. Lembu transgenik penghasil protein susu

3. Kelinci penghasil Bispesifik T-Cell AntibodyKelinci dapat dipakai sebagai hewan uji untuk menghasilkan dua macam antibodi spesifik, yakni molekul CD28 dan r28M yang mampu menginduksi TRC/CD3 yang mampu membunuh sel kanker. Dengan ditemukan antibodi bispesifik bagi aplikasi medis.

4. Ayam penghasil TetracyclineTerasiklin merupakan antibiotik yang diperlukan dalam dunia medis untuk mengobati pasien.

5. Sapi Penghasil Omega 3

Penelitian ini diperoleh hasil ekspresi gen berupa n-3 PUFA pada jaringan dan susu sapi.

6. Tikus Transgenik Resisten Terhadap Infeksi Bakteri

Resistensi suatu bakteri terhadap antibiotik merupakan masalah yang serius bagi dunia medis dan farmasi. Untuk itu diperlukan suatu hewan yang mampu menghasilkan antibiotik. Dalam percobaan yang menggunakan tikus digunakan suatu protein yang dihasilkan antimikroba adalah protegrin-1 (PG-1) yang merupakan derivate dari neutrofit. Adapun gen yang mengkode PG-1 adalah gen PG-1-His.

Selain bioteknologi rekayasa genetika dimungkinkan dapat diterapkan di berbagai bidang keilmuan lainnya, diantaranya adalah bidang farmasi dan kedokteran, pertanian dan pangan, industri, lingkungan.

Bidang farmasi dan kedokteran yang biasanya disebut dengan warna merah dari bioteknologi terdiri dari:

kedokteran regeneratif, terapi gen, kloning terapeutik, dan penggunaan bahan organik secara lebih tepat dan terarah untuk membuat obat yang lebih baik guna mengobati dan menyembuhkan penyakit seperti Parkinson, Alzheimer, kanker.Aplikasi bioteknologi pada bidang lingkungan diantaranya adalah pengembangan enzim untuk bioremediasi, guna membantu membersihkan bencana lingkungan seperti tumpahan minyak; dan mikroba untuk menyerap dan menyaring limbah dalam air di saluran kotoran. Aplikasi ini mempunyai spektrum warna abu-abu, dan merupakan suatu warna baru dalam aplikasi bioteknologi.Bilamana diberikan spesifik terhadap dampak positif yang menjadi pemanfaatan bagi penggunaan teknologi rekayasa genetika adalah sebagai berikut:

1. Di bidang Kedokteran Dalam dunia kedokteran, misalnya, produksi horman insulin tidak lagi disintesis dari hewan mamalia, tetapi dapat diproduksi oleh sel-sel bakteri dengan cara kloning.

2. Pentingnya Rekayasa Genetik di Bidang Farmasi Dalam dunia farmasi, gen yang mengontrol sintesis obat-obatan jika diproduksi secara alami akan membutuhkan ongkos produksi yang tinggi.

3. Pentingnya Rekayasa Genetik di bidang Pertanian Rekayasa genetik juga telah digunakan untuk menyisipkan gen ke dalam sel dari organisme-organisme lain. Para ilmuwan telah menyisipkan gen-gen dari bakteri ke dalam sel tomat, gandum, padi, dan tanaman pangan lainnya (Bernabetha, dkk. 2006.).

Contoh tanaman yang telah menggunakan Teknologi Rekayasa yaitu:

1) Kedelai Transgenik Kedelai dihasilkan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tahan terhadap herbisida dan memiliki kualitas hasil yang tinggi.

2) Jagung Transgenik Di Amerika Serikat, dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) untuk menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang disebut corn borer. 3) Kapas Transgenik Kapas dapat menurunkan jumlah penggunaan insektisida. Digunakan gen cry (gen toksin) dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat toleransi terhadap herbisida, gen yang menunda pemasakan buah.

4) Tomat transgenik pada pertanian konvensional.

5) Kentang Transgenik Mulai pada tanggal 15 Mei 1995, pemerintah Amerika menyetujui komersialisasi kentang hasil rekayasa genetika yang disebut Monsanto dengan sebutan kentang New` Leaf. Jenis kentang hybrid tersebut mengandung materi genetik yang memungkinkan kentang mampu melindungi dirinya terhadap serangan Colorado potato beetle.

4. Pentingnya Rekayasa Genetika di Bidang Peternakan Teknik rekayasa genetika dapat juga digunakan untuk menyisipkan gen ke dalam hewan, yang kemudian memproduksi obat-obatan penting untuk manusia.

5. Pentingnya Rekayasa Genetika di Bidang Industri Penelitian rekayasa genetika di bidang industri sedang meningkat cepat. Berbagai usaha yang sedang giat dilakukan misalnya:

a. Menciptakan bakteri yang dapat melarutkan logam-logam langsung dari dalam bumi.

b. Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan kimia, misalnya penghasil bahan pemanis yang digunakan pada pembuatan berbagai macam minuman.

c. Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan mentah kimia seperti etilen yang diperlukan untuk pembuatan plastik.

d. Chakrabarty, seorang peneliti yang bekerja untuk perusahaan General Electric mencoba untuk menciptakan suatu mikroorganisme yang mampu menggunakan minyak tanah sebagi sumber makanan dengan maksud agar mikroorganisme demikian itu akan sangat berharga dalam dunia perdagangan, karena dapat membersihkan tumpahan minyak tanah.

6. The Human Genome Project. Sebuah usaha kolaboratif berskala besar untuk mengkodekan semua pasangan basa nukleotida yang berjumlah 3 miliar dalam genom manusia diluncurkan pada tahun 1980-an. Teknologi rDNA dapat menjadi strategi dalam peningkatan produksi pangan dengan keunggulan-keunggulan sebagai berikut : a. Mereduksi kehilangan dan kerusakan pasca panenb. Mengurangi resiko gagal panen c. Meningkatkan rendemen dan produktivitas d. Menghemat pemanfaatan lahan pertanian e. Mereduksi kebutuhan jumlah pestisida dan pupuk kimia f. Meningkatkan nilai gizi g. Tahan terhadap penyakit dan hama spesifik, termasuk yang disebabkan oleh virus. Berbagai keunggulan lain dari tanaman yang diperoleh dengan teknik rekayasa genetika adalah sebagai berikut : 1) Menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang keras seperti lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu lingkungan yang ekstrim. Bila berhasil dilakukan modifikasi genetika pada tanaman, maka dihasilkan asam lemak linoleat yang tinggi yang menyebabkan mampu hidup dengan baik pada suhu dingin dan beku. 2) Toleran terhadap herbisida yang ramah lingkungan yang dapat mengganggu gulma, tetapi tidak mengganggu tanaman itu sendiri. Contoh kedelai yang tahan herbisida dapat mempertahankan kondisi bebas gulmanya hanya dengan separuh dari jumlah herbisida yang digunakan secara normal 3) Meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat atau daya alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang lebih tinggi serta daya simpan yang lebih panjang. Misalnya, kentang yang telah mengalami teknologi rDNA, kadar patinya menjadi lebih tinggi sehingga akan menyerap sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian akan menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak yang lebih rendah. 4) Sifat-sifat yang lebih dikehendaki, misalnya kadar protein atau lemak dan meningkatnya kadar fitokimia dan kandungan gizi. Kekurangan gizi saat ini telah melanda banyak negara di dunia terutama negara miskin dan negara berkembang. Kekurangan gizi yang nyata adalah kekurangan vitamin A, yodium, besi dan zink. Untuk menanggulanginya, dapat dilakukan dengan menyisipkan den khusus yang mampu meningkatkan senyata-senyawa tersebut dalam tanaman.

Contohnya telah dikembangkan beras yang memiliki kandungan betakaroten dan besi sehingga mampu menolong orang yang mengalami defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan gizi pada masyarakat.

Pemanfaatan rekayasa genetika lebih lanjut bagi kehidupan, sebagai berikut:

Meningkatnya derajat kesehatan manusia, dengan diproduksinya berbagai hormon manusia seperti insulin dan hormon pertumbuhan.

Tersedianya bahan makanan yang lebih melimpah.

Tersedianya sumber energi yang terbaharui.

Proses industri yang lebih murah.

Berkurangnya polusi.

Adanya pestisida alami hasil dari tanaman rekayasa genetik

Namun, di seluruh dunia tidak sedikit para ilmuan yang memperlakukan kehidupan seperti taman bermainnya. Di balik pintu tertutup mereka menciptakan monster yang mengerikan, dan paling aneh yang mungkin dibayangkan, dan sangat sedikit orang yang tampaknya peduli. Sebagaimana yang terjadi di Cina terhadap ulat bollworm sekarang menjadi resisten terhadap racun yang tumbuh di dalam kapas rekayasa genetik, sejauh dunia mau memandang bahwa sekarang ulat bollworm telah bermutasi.

Dari penyimpangan tersebut yang akan berdampak terhadap kehidupan, terbukti bahwa tidak semua rekayasa genetik berdampak positif terdapat juga dampak negatif yang ditimbulkan dari rekayasa genetika, sebagai berikut:1. Dampak rekayasa genetika terhadap kesehatan

Gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh penggunaan hasil rekayasa genetika pada manusia yang telah dibuktikan adalah reaksi alergis.

2. Dampak rekayasa genetika terhadap lingkungan

Dampak negatif dari rekayasa genetika terhadap lingkungan dapat muncul diakibatkan oleh sisa-sisa hasil rekayasa yang tidak dibersihkan secara maksimal.

3. Dampak rekayasa genetika terhadap religi dan etika

Dampak negatif rekayasa genetika secara religi dan etika dikarenakan dalam rekayasa genetika memungkinkan untuk dihasilkan suatu produk yang dalam tubuh manusia yang sakit tidak dapat dihasilkan. Sebagai contoh, penggunaan obat insulin yang diproduksi dari transplantasi sel pankreas babi ke sel bakteri, serta xenotransplantation yang menggunakan katup jantung babi ditransplantasikan ke jantung manusia memberikan kekhawatiran terhadap mereka yang beragama Islam.Meski banyak pro dan kontra terhadap rekayasa genetika, dan termasuk kepada pelarangan secara politis lantaran dianggap pangan tak layak, sekelompok lingkungan dan konsumen telah sukses melakukan lobi terhadap pelabelan pangan rekayasa genetika di beberapa negara union Eropa dan lainnya seperti Australia, Brasil, Cina, Jepang, Korea, dan New Zealand. Di beberapa negara telah mengakseptasi standar positif terhadap toleransi ini bahkan oleh Union Eropa terdapat kewajiban untuk dilakukannya kebijakan label rekayasa genetika sejak Januari 2000 bilamana bahan produk memiliki sedikitnya 1% rekayasa genetika (Rousu and Huffman).

Sedangkan di Amerika Serikat tidak terdapat pelabelan bahan pangan rekayasa genetika dan tidak memiliki standar definisi sendiri. Meskipun pelabelan itu sendiri telah menjadi kewajiban diperkenalkan pada tahun 2000 melalui Kongres Gedung Putih (H.R. 3377) dan Senat (S. 2080), namun terdapat perdebatan antara proyeksi 5% atau 1%. Oleh karena konsumen di Amerika Serikat akan membayar lebih mahal kepada produk-produk yang tidak terindikasikan pada pelabelan itu, atau dengan kata lain konsumen berani untuk membayar lebih terhadap produk-produk non-rekayasa genetika ketimbang mengkonsumsi produk-produk yang terindikasi persentase rekayasa genetika.2.2 Prinsip Precautionary/Kehati-hatian Berdasarkan Ketentuan di Bidang Rekayasa Genetika/Transgenik menurut Konvensi/Kebijakan Internasional dan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Dalam Hal Pelepasan Organisme Hasil Rekayasa Genetika Ke Alam BebasPada dasarnya prinsip pemuliaan tanaman dan hewan, baik yang modern melalui penyinaran untuk menghasilkan mutasi maupun pemuliaan tradisional sejak zaman Mendel, adalah sama, yakni pertukaran materi genetik. Menurut seorang pakar bioteknologi Universitas Gajah Mada, Hari Hartiko, Ph.D mengartikan bahwa bioteknologi sebagai seperangkat yang bertujuan untuk merubah materi genetik pada tanaman, hewan, dan juga mikroba yang dilakukan oleh manusia. Dalam hal ini, bioteknologi dimaksudkan sebagai teknologi yang memanfaatkan makhluk hidup yang direkayasa untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kesejahteraan manusia (Hartiko,1955: 2).

Oleh karenanya menurut Hartiko bahwa penerapan bioteknologi ternyata telah memberikan kemungkinan kemanfaatan yang tidak terbatas. Hasil menipulasi gen memungkinkan suatu jasad mampu menghasilkan suatu produk yang sebelumnya tidak mungkin terjadi, para pakar berlomba menggunakan daya hayal mereka untuk memproduksi bahan yang mempunyai nilai tinggi melalui rekayasa genetika. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengembangan bioteknologi tidak berarti tanpa resiko, bahkan apabila kita tidak dapat memilih pengembangan bioteknologi secara tepat, maka akan menimbulkan dampak negatif yang besar terutama pada keanekaragaman hayati (bio-diversity).

Hal ini juga yang disemangatkan dan dicetuskan pada prinsip-prinsip pada Agenda 21 bagi Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan, menyatakan bahwa the development and implementation of biotechnological product must be done very carefully and with acute concern for human safety and protection of environment. Artinya, dalam hal pengembangan serta implementasi produk-produk bioteknologi harus dilakukan secara sangat hati-hati dan dengan perhatian yang serius demi keselamatan umat manusia dan juga demi melindungi lingkungan hidup.Prinsip kehati-hatian inilah yang menjadi dasar terhadap penggunaan produk-produk bioteknologi bagi pelepasan organisme hasil rekayasa genetika ke alam bebas. Sebagaimana diutarakan oleh Hira P. Jhamtani melalui Kompas, tanggal 15 September 2000 bahwa terdapat peringatan dari kelompok masyarakat sipil seperti LSM agar lebih kepada pendekatan kehati-hatian. Peringatan ini dapat dianggap sebagai penolakan, namun tidak didasari dengan argumentasi ilmiah. Oleh karena seorang pakar biologi molekuler pernah mengatakan bahwa bentuk penolakan itu dianggap sebagai scientifically illiterate atau tidak paham mengenai ilmu pengetahuan.Dikatakan pula bahwa tak lama dengan pemberitaan itu dilepas, terdapat 328 ilmuwan dari 38 negara menyampaikan sebuah surat terbuka kepada seluruh pemerintahan dunia yang disampaikan kepada Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kongres Amerika Serikat, mengenai perlunya kehati-hatian dalam pelepasan organisme pelepasan organisme hasil rekayasa genetika ke alam bebas. Mengutip pada berbagai temuan ilmiah, para ilmuwan menyampaikan beberapa imbauan, yaitu: (1) moratorium semua pelepasan tanaman dan produk hasil rekayasa genetika ke alam, baik secara komersial atau di ladang uji coba terbuka, paling tidak untuk lima tahun; (2) penarikan dan pelarangan pemberian paten bagi proses kehidupan, organisme hidup, benih, garis sel dan gen; (3) penyelidikan publik yang komprehensif terhadap masa depan pertanian dan ketahanan pangan untuk semua orang.

Dikutip pula dari pandangan Myhr dan Traavik (1999), informasi ilmiah yang tersedia saat ini belum memadai untuk melakukan penilaian resiko yang andal mengenai pelepasan transgenik. Pengetahuan mengenai probabilitas dan dampak ekologis dari transfer gen secara horizontal dari transgenik ke organisme lain masih kurang. Oleh karena kompleksnya dan keterbatasan interaksi dan dampak pada sistem ekologi juga dapat menghambat identifikasi resiko yang penting.Bagaimana pun menurut Vandana Shiva, adalah salah seorang tokoh gerakan lingkungan hidup dan pemerhati masalah pengembangan bioteknologi, menjelaskan bahwa pengembangan bioteknologi pada tanaman dan keanekaragaman sifat genetik tunggal secara luas telah menimbulkan epidemi penyakit pada jamur dan jagung di tahun 1970 (Shiva, 1994). Salah satu bahaya pelepasan organisme hasil rekayasa genetika ke alam bebas adalah kemungkinan tercemarnya jenis-jenis asli atau liar oleh gen-gen dari tanaman transgenetik. Keadaan ini dapat mengancam keanekaragaman hayati karena organisme yang telah berubah dengan akibat-akibat pada lingkungan dan kesehatan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Sekali dilepaskan dan berkembang biak, gen-gen hasil rekayasa genetika tidak dapat diisolasi kembali dari lingkungan.

Larangan tersebut dengan alasan bahwa produk tersebut tidak berwawasan lingkungan, sebagai contohnya adanya pengujian penelitian vaksin oleh WINSTAR terhadap produk bioteknologi berbahaya yang dilakukan di India dan Argentina (Shiva, 1994) produk bioteknologi pertanian modern tersebut diuji-coba di dua negara tersebut, karena kedua negara tersebut mendapat tekanan dari pemerintah Amerika Serikat untuk memberi izin melakukan uji coba pelepasan tanaman hasil rekayasa genetika tersebut. Selain Amerika Serikat, negara-negara industri maju yang tergabung di dalam G-7 juga menekankan negara-negara berkembang agar bersedia dijadikan sebagai ajang uji coba pelepasan tanaman sekaligus pemasaran dari tanaman-tanaman GMO (Genetically Modified Organism).Oleh dua orang ilmuwan dari Norwegia mengatakan bahwa ada ketidakpastian ilmiah tentang pelepasan transgenik terjadi pada tiga tingkat: (1) ketidakpastian berkaitan dengan informasi mengenai perilaku transgenik yang diusulkan akan dilepas ke lingkungan; (2) kompleksitas ekologis atau skala ekosistem yang membuat prediksi tentang hasil akhir tentang hubungan sebab-akibat menjadi sulit dilakukan; (3) terbatasnya metode deteksi dan pemantauan efek. Setelah suatu transgenik dilepas ke lingkungan, sangat penting melakukan pembandingan terhadap hasil yang diramalkan dengan hasil yang sebenarnya, termasuk kedalam probabilitas yang kemungkinan dapat menjadi efek negatif dan/atau positif.

Perdebatan rekayasa genetika ini memang harus menjadi perhatian dan kecermatan bersama, tampak pada contoh rekayasa genetika yang terjadi di Skotlandia, seorang ilmuwan dari Rowett Institute, Dr. Arpad Pusztai yang melalukan penelitian laboratorium yang dibiayai oleh pemerintah Skotlandia mengungkapkan dalam sebuah wawancara TV, hasil sementara penelitian laboratorium yang mengarah kepada prediksi bahwa suatu kentang transgenik berbahaya bagi tikus-tikus muda. Kemudian ia dipecat dari jabatannya, tidak dapat mengakses datanya sendiri dan tidak dijinkan untuk berbicara masalah tersebut kepada siapa pun.

Pada Februari 1999, sekitar 20 ilmuwan melancarkan protes pembelaan atas Dr. Arpad Pusztai (The Express, 13 Februari 1999), namun 19 ilmuwan dari Royal Society Inggris menuduh Pusztai membahayakan ilmu yang benar. Meski banyak ilmuwan lain telah menerbitkan hasil penelitian yang menyarankan bahwa produk transgenik perlu diwaspadai. Bahkan, Persatuan Dokter Inggris mengeluarkan laporan interim bulan Mei 1999 melalui himbauan bahwa diadakannya moratorium tak terbatas untuk produk dan tanaman transgenik agar penelitian tentang bahaya pangan transgenik dengan lebih baik, termasuk masalah alergi baru dan menyebarnya gen yang resisten terhadap antibiotik.

Dalam hal ini terjadi pada kasus pelanggaran hukum dengan dilayangkannya gugatan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan dan Yayasan Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat terhadap Menteri Pertanian Republik Indonesia atas pelanggaran hukum terhadap keluarnya SK tentang Pelepasan Secara Terbatas Kapas Transgenik Bt DP 5690B sebagai varietas unggulan dengan nama NuCOTN 35B (Bollgard).

Hal ini diakibatkan adanya masalah lingkungan hidup yang merugikan masyarakat yakni dengan adanya pernyataan bahwa kapas transgenik tidak tumbuh dengan baik, hasil yang tidak sesuai dengan janji, dan harga benih naik dua kali lipat dari kontrak yang telah ditandatangani. Selain itu, kapas transgenik Bt, yang telah disuntikkan gen toksin insektisida dari Bacillus thuringiensis (Bt), bakteri tanah alami yang biasa digunakan sebagai pestisida biologi sejak awal 1960, yang dikloning dan dimasukkan ke dalam tanaman. Kemudian tanaman memproduksi sendiri toksin di beberapa bagian maupun seluruh tanaman.

Terungkap hasil penanaman kapas Bt itu dengan pengetahuan petani akan kapas transgenik Bt sangat kurang, bahwa kehadiran kapas trangenik dapat mengandung endotoxin Bt karena dalam transgenik kapas mengandung residu yang dapat menghancurkan jasad mikro di dalam tanah, sehingga kesuburan tanah berkurang. Dan merusak diversifikasi tanaman sekaligus mengikis keanekaragaman pertanian sepanjang masa dan melahirkan gulma super, serta dampak jangka panjang akibat sumber daya lahan yang menyebabkan ketergantungan pupuk kimia dan kesubran tanah terganggu akibat matinya jasad mikro.

Kasus lainnya adalah jagung transgenik Bt Corn yang telah dimasukkan gen yang tahan terhadap serangan serangga penggerek batang dan tongkol, juga tahan terhadap insektisida pembasmi rumput. Dan di sisi yang lain dilakukan teknik budidaya jagung hibrida konvensional juga masih menggunakan pendekatan lama, petani harus terus memantau pertumbuhan tanaman jagung hampir setiap saat jika tidak inign produktivitasnya berkurang. Meski usia tanam keduanya sama, tanaman jagung transgenik daunnya tampak lebih hijau dan segar meskipun bulir jagung mulai berisi penuh dan tinggal satu-dua minggu menunggu jagung kering panen. Di antara tanaman jagung hibrida transgenik juga tidak banyak ditumbuhi gulma alias rumput liar. Lahan jagung juga terlihat bersih sehingga pertumbuhan tanaman jagung lebih optimal karena tidak harus berebut nutrisi dengan rumput liar. Namun, kondisi yang terjadi sebaliknya terdapat pada tanaman jagung hibrida konvensional. Selain banyak tumbuh rumput liar, warna daun lebih kuning, batang dan tongkol jagung juga banyak diserang ulat penggerak batang dan tongkol. Berat jenis bulir jagung juga berkurang dan akibatnya produktivitas turun.

Ketentuan akan prinsip precautionary/kehati-hatian pada tindakan pelepasan organisme hasil rekayasa genetika ke alam bebas tidak terdapat secara spesifik diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun prinsip ini hanya diatur didalam ketentuan United Nation Convention on Biological Diversity (Protokol CBD) dalam hal keanekaragaman hayati yang diratifikasi oleh UU No. 5/1994 tentang pengesahan protokol ini, pasal 19 ayat 3 memiliki analisa pokok-pokok usulan antara lain:

a) Analisis resiko dan persyaratan keselamatan hayati yang berkaitan dengan produk-produk bioteknologi baik GMO maupun produk makanan, atau obat hasil rekayasa genetika. Analisis resiko harus mencakup lingkungan-lingkungan di luar uji coba pertama kali dilakukan. Beban pengujian untuk membuktikan keamanan produk harus dipikul pihak yang mengintroduksi;

b) Analisis resiko dan keselamatan hayati bagi pelepasan GMO secara sengaja ke alam dan pencagahan terlepasnya GMO tanpa disengaja dari keadaan terisolir (laboratorium). Hal ini harus dilihat kasus-perkasus;

c) Pengaturan keselamatan untuk pengembangan penelitian dan pemanfaatan GMO serta bioteknologi di dalam negeri dengan menggunakan prinsip pencegahan (Precautionary Approach);

d) Persyaratan alih teknologi yang berkaitan dengan proses berbahaya dalam bioteknologi;

e) Keterbukaan dan akses informasi mengenai GMO bagi seluruh jabatan pemerintah dan masyarakat. Hal ini untuk memberi label terhadap produk produk GMO dengan mencantumkan pula kemungkinan kemungkinan reaksi produk tersebut pada orang-orang yang peka;

f) Ketentuan tentang perlunya prosedur informasi (Prior Informed Consent) berkaitan dengan alih teknologi dan pelaksanaan GMO. Pihak yang mengintroduksi GMO harus mencantumkan informasi lengkap mengenai analisis produk dan kegiatan di negara asal;

g) Penanganan dampak sosio ekonomi dan produk produk bioteknologi; dan

h) Penanganan dampak pelepasan GMO terhadap ekosistem.Tujuan dari diusulkannya protokol keselamatan hayati yang telah diratifikasi melalui UU No. 5/1994 ini secara umum adalah melindungi sumber daya hayati Indonesia dari pencemaran biologi dan melindungi kesehatan masyarakat dari pemanfaatan bioteknologi yang belum teruji. BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dari berbagi penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa rekayasa genetika merupakan suatu teknik yang sangat dibutuhkan pada saat zaman modern saat ini, di samping dapat mempermudah dalam kebutuhan manusia, juga sekiranya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan manusia, maka penggunaan perlu ditingkatkan. Namun jika dilihat dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, patutnya untuk berhati-hati dalam menerapkan ilmu atau teknologi ini. Karena akan sangat berbahaya dan merugikan manusia pula, hewan dan makhluk hidup lainnya dalam mata rantai ekosistem. Bagaimana pun seiring dengan perkembangan dan terobosan inovasi pada teknologi rekayasa genetika, tak terhindarkan bahkan menolak terhadap perkembangan bioteknologi yang tengah ada saat ini. Terlebih lagi pada saat ini Indonesia dituntut dalam visi dan misi pemerintahan sekarang, yakni perihal ketahanan dan kedaulatan pangan perlunya peranan rekayasa genetika demi kebutuhan yang terus meningkat tiap tahunnya.Terlebih lagi dalam pandangan mengenai prinsip kehati-hatian (precautionary principle) sangat diperlukan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dan hal ini pun diakui dalam butir 15 Deklarasi Rio tahun 1993 dan Protokol Cartagena (turunan dari Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati) tentang Keamanan Hayati untuk rekayasa genetika yang telah disepakati pada Januari 2000. Prinsip kehati-hatian disini bukan dimaksudkan bagi penghentian ilmiah tetapi kepada penghentian sementara komersialisasi produk. Artinya, perlu diadakan perkembangan lebih lanjut mengingat perlunya memastikan bahwa produk rekayasa genetika yang dilepas nantinya aman bagi lingkungan dan masyarakat.

Ketidakmampuan pemerintah dalam mendayagunakan perjanjian transgenik yang diatur dalam beberapa literatur hukum menjadikan deadlock bagi petani Indonesia untuk menjadi lebih maju ketimbang alih teknologi yang selama ini digembar-gemborkan sebagai masyarakat terampil. Sedangkan masyarakat terampil tidak perlu diragukan bahwa Indonesia dengan keanekaragaman budaya dan letak geografisnya memberikan daya dan upaya masyarakat lebih unggul ketimbang bangsa lain. Hal ini ditunjang pula dengan keanekaragaman hayati/genetika yang terkandung di dalam bumi sebagai sumber daya alam terbarukan. Sepatutnya tiada lagi alih teknologi bagi bangsa Indonesia.

3.2 Saran

Agar penerapan teknologi berwawasan lingkungan dapat memberikan dampak positif secara meluas dan menyeluruh dengan meminimalisir terhadap hambatan dan tantangan, sebagaimana telah disampaikan pada kesimpulan di atas. Maka, bagaimana semestinya kita menyikapinya sebagai berikut:

1) Menyadari pandangan dan pendekatan dalam pengelolaan lingkungan dalam perspektif yang sama, yakni dari segi warga negara, pemerintahan (termasuk didalamnya adalah pemerintah daerah), para shareholders dan stakeholders, investor asing/pemerintahan asing, untuk turut menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati yang dimiliki sebagai ciri khas nasional agar berkesinambungan dan tak punah.

2) Penguatan terhadap regulasi, tidak hanya pada segi normatif, juga hukum yang memberikan nilai sosiologis dan antropologis. Senantiasa terjadi sinergi antar lapisan/elemen yang terkait dengan pemanfaatan lingkungan.

3) Perkuat manajemen organ pemerintahan agar senantiasa terjaga untuk sadar bahwa kepentingan yang diharapkan adalah kepentingan bersama, tidak pada golongan tertentu maupun pribadi. Hal ini demi kesinambungan dan kelangsungan anekaragam hayati bagi generasi di masa yang akan datang.

4) Menciptakan industri yang ramah lingkungan. Dalam berbagai macam modifikasi rancangan yang proses produksi dan produknya ramah lingkungan.

5) Terus mengembangkan diri dengan penelitian dan tidak lagi transfer knowledge, namun innovative technology dengan tetap menjaga kelestarian anekaragam hayati melalui pengembangan industri ramah lingkungan.

6) Upaya produksi dan produk ramah lingkungan perlu terus dilakukan penelitian dan pengembangan, juga patutnya miliki nilai ekonomis yang baik.Selain daripada itu, perlunya kesempatan terbuka bagi para petani untuk lebih unggul patutnya ditunjang dengan dukungan di berbagai bidang seperti lahan, modal, bibit, dan payung hukum yang dapat meningkatkan semangat berinovasi sendiri untuk memberikan dukungan bagi masyarakat Indonesia, terutama para petani Indonesia. Kasus-kasus transgenik yang terjadi di dunia dan Indonesia merupakan contoh bagi bangsa Indonesia.

Kesalahan itu patutnya diperbaiki dalam tata kebijakan pemerintah yang lebih mendukung kepada kegiatan pertanian tradisional, bilamana memang masyarakat Indonesia menganggap sebagai masyarakat agraris ketimbang masyarakat maritim. Oleh karena keahlian dirinya dalam menjaga mata rantai ekonomi lokal, sosial-budaya, dan teknologi merupakan cerminan dalam bangsa Indonesia yang memiliki falsafah Pancasila.

Skrispi Eva Novianty, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan Transgenik (Studi Kasus: Snack Kentang Pringles), FHUI: 2007, hlm. 3.

Ilyani S. Andang, Menggugat Keamanan Pangan Rekayasa Genetik, Jakarta: Warta Konsumen, 2002, hlm. 24.

Teknik aseptis adalah suatu cara kita pada waktu bekerja (praktik) yang selalu menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi terhadap kultur mikroorganisme yang diinginkan. Contoh dari bioteknologi modern ini yaitu tumbuhan yang kuat atau tahan terhadap hama dan penyakit serta buahnya sifatnya tahan lama, bakteri penghasil antibiotik ataupun insulin.

Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Fermentasi merupakan bentuk penerapan atau aplikasi tertua dari bidang bioteknologi klasik/tradisional. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alkohol yang berlangsung secara anaerob.

Kultur jaringan merupakan teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan (artifisial). Yang dimaksud secara buatan adalah dilakukan di luar individu yang bersangkutan. Karena hal tersebut teknik ini disebut kultur in-vitro, yang berkebalikan dari in-vivo (di dalam tubuh). Dikatakan in-vitro (bahasa Latin, berarti di dalam kaca) karena jaringan dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri yang terbuat dari kaca, baik tumbuhan maupun hewan (termasuk manusia). Yang perlu diperhatikan bahwa masing-masing jaringan memerlukan komposisi media tertentu, baik dari tumbuhan maupun hewan (termasuk manusia).

Rekayasa Genetika merupakan kegiatan yang menerapkan teknik-teknik biologi molekular untuk memanipulasi susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Dua enzim yang penting dan tidak boleh dilupakan dalam rekayasa genetika yaitu enzim yang berfungsi untuk memutus rantai DNA (endonuklease) dan enzim yang menyambungkan pita DNA (ligase).

Mae-Wan Ho., Rekayasa Genetik: Impian atau Petaka, Yogyakarta: Insist Press, 2008, hlm. xxiv.

Ibid, hlm. xxvi.

Diakses melalui: HYPERLINK "https://prezi.com/prkqeciigpf_/analisis-kasus-lingkungan-kapas-transgenik/" https://prezi.com/prkqeciigpf_/analisis-kasus-lingkungan-kapas-transgenik/, pada tanggal 29 Mei 2015.

Diakses melalui: HYPERLINK "http://www.antaranews.com/berita/335733/varietas-transgenik-dapat-rusak-lingkungan" http://www.antaranews.com/berita/335733/varietas-transgenik-dapat-rusak-lingkungan, pada tanggal 29 Mei 2015.

12019