Stunting, Sosiodemografi, Tinggi Badan Orangtua 1

6
 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan salah satu masa penting untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Masa ini merupakan salah satu masa yang paling  penting untuk meletakan dasar-dasar kesehatan dan intelektual anak untuk kehidupan yang akan datang. Indonesia, seperti negara berkembang lainnya masalah gizi pada balita adalah wasting, anemia, berat badan lahir rendah dan stunting. Stunting merupakan kondisi kr onis yang menggambarkan t erhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart  didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umu r (TB/U) dengan b atas (z-score) kurang dari -2 SD (WHO, 2010). Prevalensi stuntingtertinggi terjadi pada anak saat anak berusia 24 – 59  bulan (Raml i et al. 2009). Menurut Sudiman (2008), proses menjadi pendek atau stunting  pada anak di suatu wilayah atau daerah miskin dimulai sejak us ia sekitar 6  bulan dan muncul utamanya pada dua sampai tiga tahun awal kehidupan serta  berlangsung terus sampai usia 18 tahun. Stuntingyang terjadi dalam usia 36 bulan  pertama biasanya disertai dengan efek jangka panjang (Henningham & McGregor, 2009). Kasus kejadian stuntingmengindikasikan masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas, terhambatnya perkembangan dan fungsi motorik dan mental serta mengurangi kapasitas fisik. Anak dengan keadaan stuntingtidak mengalami potensi  pertumbuhan secara maksimal dan dapat menjadi remaja dan dewasa yang stunting(Ricci & Becker 1996). Ada berbagai macam faktor yang berhubungan dengan kejadianstunting. Sosial demografi meliputi pendapatan yang rendah, pendidikan orangtua yang rendah dan jumlah anggota dalam rumah tang ga secara tidak l angsung j uga

description

stunting

Transcript of Stunting, Sosiodemografi, Tinggi Badan Orangtua 1

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Masa balita merupakan salah satu masa penting untuk kelangsungan hidup

    dan tumbuh kembang anak. Masa ini merupakan salah satu masa yang paling

    penting untuk meletakan dasar-dasar kesehatan dan intelektual anak untuk

    kehidupan yang akan datang.

    Indonesia, seperti negara berkembang lainnya masalah gizi pada balita

    adalah wasting, anemia, berat badan lahir rendah dan stunting. Stunting

    merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan

    karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth

    Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau

    tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD

    (WHO, 2010).

    Prevalensi stuntingtertinggi terjadi pada anak saat anak berusia 24 59

    bulan (Ramli et al. 2009). Menurut Sudiman (2008), proses menjadi pendek atau

    stuntingpada anak di suatu wilayah atau daerah miskin dimulai sejak usia sekitar 6

    bulan dan muncul utamanya pada dua sampai tiga tahun awal kehidupan serta

    berlangsung terus sampai usia 18 tahun. Stuntingyang terjadi dalam usia 36 bulan

    pertama biasanya disertai dengan efek jangka panjang (Henningham & McGregor,

    2009).

    Kasus kejadian stuntingmengindikasikan masalah kesehatan masyarakat

    karena berhubungan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas,

    terhambatnya perkembangan dan fungsi motorik dan mental serta mengurangi

    kapasitas fisik. Anak dengan keadaan stuntingtidak mengalami potensi

    pertumbuhan secara maksimal dan dapat menjadi remaja dan dewasa yang

    stunting(Ricci & Becker 1996).

    Ada berbagai macam faktor yang berhubungan dengan kejadianstunting.

    Sosial demografi meliputi pendapatan yang rendah, pendidikan orangtua yang

    rendah dan jumlah anggota dalam rumah tangga secara tidak langsung juga

  • 2

    berhubungan dengan kejadian stunting (Musthaq, et al 2011). Pendapatan akan

    mempengaruhi pemenuhan zat gizi keluarga dan kesempatan dalam mengikuti

    pendidikan formal. Rendahnya pendidikan disertai rendahnya pengetahuan gizi

    sering dihubungkan dengan kejadian malnutrisi (Nasikhah, 2012).Hasil penelitian

    yang dilakukan oleh Pongou, et al. (2006) dan Ramli, et al. (2009), menyatakan

    bahwa sosial demografi yang meliputi faktor ekonomi keluarga merupakan faktor

    risiko terjadinya stuntingpada anak.

    Tinggi badan orang tua juga berkaitan dengan kejadian stunting.Ibu yang

    pendek memiliki kemungkinan melahirkan bayi yang pendek pula. Hasil

    penelitian di Mesir menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu yang tinggi

    badan

  • 3

    Penelitian ini akan mengambil Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Daerah

    Istimewa Yogyakarta sebagai wilayah kajiannya. Sebagai satu wilayah yang

    secara geografis dapat dikatakan daerah perbatasan / daerah sub-urban antara desa

    dengan kota, yang tentunya berdampak pada mobilitas penduduknya serta

    memungkinkan adanya pergeseran status sosial dan ekonomi, gaya hidup dan pola

    konsumsi pangan masyarakat. Di Kecamatan Sedayu juga masih ditemukan kasus

    stunting sebesar 16,93%, prevalensi ibu hamil KEK 11,38%, prevalensi ASI

    Eksklusif baru mencapai 54,29% dan masih ada kasus BBLR sebesar 6,45%. Hal

    tersebut tentunya akan berdampak bagi sektor kehidupan lain terutama status

    kesehatan dan keberlangsungannya.

    B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

    penelitian ini yaitu apakah faktor sosiodemografi dan tinggi badan orangtua

    merupakan faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan di

    Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta?

    C. Tujuan penelitian

    1. Tujuan umum : Untuk mengetahui apakah faktor sosiodemografi dan tinggi badan

    orangtua sebagai faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan di

    Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

    2. Tujuan khusus : a. Mengetahui jumlah anggota keluarga sebagai faktor risiko kejadian stunting.

    b. Mengetahui pendidikan orangtua sebagai faktor risiko kejadian stunting.

    c. Mengetahui pekerjaan orangtua sebagai faktor risiko kejadian stunting.

    d. Mengetahui pendapatan orangtua sebagai faktor risiko kejadian stunting.

    e. Mengetahui seberapa besar tinggi badan orangtua sebagai faktor risiko

    kejadian stunting.

  • 4

    D. Manfaat penelitian 1. Bagi pemerintah daerah

    Sebagai salah satu bahan acuan untuk perencanaan dan pengembangan

    program utamanya masalah stunting.

    2. Bagi dinas kesehatan

    a. Sebagai salah satu bahan masukan bidang gizi untuk melakukan

    program penanggulangan stunting.

    b. Sebagai acuan untuk melaksanakan evaluasi program bidang gizi

    sebelumnnya utamanya masalah stunting.

    3. Bagi institusi pendidikan

    Menambah referensi mengenai kaitan faktor sosiodemografi dengan

    kejadian stunting.

    Menambah referensi mengenai kaitan tinggi badan orangtua dengan

    kejadian stunting.

    4. Bagi penulis

    Menambah wawasan mengenai faktor sosiodemografi serta kaitannya

    dengan kejadian stunting serta menambah pengalaman belajar di lapangan.

    E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dalam penelitian dapat dilihat berikut ini:

    1. Ricci JA & Becker S. (1996) yang meneliti faktor risiko kejadian wasting

    dan stuntingpada anak di Cebu, Filiphina, dengan judul :Risk Factor for

    Wasting and Stunting among Children in Metro Cebu, Philippines. Hasil

    penelitian ini menujukkan bahwa pada prinsipnya, stunting dan wasting

    pada bayi kurang dari 6 bulan berada pada kontrol ibunya seperti ASI dan

    berat lahir. Setelah 6 bulan, karakteristik sosial ekonomi keluarga muncul

    bersamaan dengan variabel perilaku dan biologis dan memiliki keterkaitan

    erat dengan kejadian malnutrisi. Perbedaan dengan penelitian Ricci JA &

    Becker S. adalah desain penelitian yang dipakai. Persamaannya yaitu

    variabel terikat dan variabel bebasnya.

  • 5

    2. Abdelaziz, et al.,(2012), yang meneliti faktor risikososial ekonomi

    terhadap kejadiangizi buruk pada anakusia 6 bulandan 2tahun di Kairo,

    Mesir, dengan judul : Socioeconomic risk factors of malnutrition among

    Egyptian children between 6 months and 2 years of age, Cairo, Egypt.

    Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan ayah,

    pendidikan ibu serta besarnya keluarga utamanya dengan anak lebih dari 3

    memberikan dampak pada kejadian malnutrisi. Perbedaan dengan

    penelitian Abdelaziz, et., al, 2012 yaitu variabel yang ditelitinya tentang

    sosioekonomi, sedangkan persamaannya yaitu desain penelitiannya case

    control.

    3. Nasikhah (2012), yang meneliti faktor yang terkait stunting pada balita

    dengan judul : Faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 24-36 bulan

    di kecamatan Semarang Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan ada

    34,45% balita stunting dimana 64,5% adalah perempuan. Selain itu, tinggi

    badan ibu, tinggi badan ayah, pendidikan yang rendah serta pendapatan

    perkapita yang rendah turut berkorelasi dengan tingginya kejadian stunting

    di Semarang Timur. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan

    Nasikhah, 2012 adalah pada lokasi penelitian dan umur anak yang diteliti

    sedangan kesamaaannya yaitu variabel terikat dan variabel bebasnya.

    4. Norliani, et al.,(2005) dengan judul : Tingkat Sosial Ekonomi, Tinggi

    Badan Orangtua dan Panjang Badan Lahir dengan Tinggi Badan Anak

    Baru Masuk Sekolah. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat pendapatan

    keluarga, pendidikan ayah dan ibu, tinggi badan ayah dan ibu dan panjang

    badan waktu lahir berhubungan dengan kejadian stunted pada anak

    sekolah. Penelitian ini menggunakan rancangan case control study.

    Persamaan penelitian ini adalah variabel independen yaitu tinggi badan

    orang tua. Perbedaan terletak pada subjek yang diukur.

    5. Rahayu, LS.,(2011) dengan judul : Hubungan Tinggi Badan Orangtua

    dengan Perubahan Status Stunting dari usia 6-12 bulan ke usia 3-4 tahun.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kejadian stuntingpada usia 6-12

    bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan tinggi badan ayah, tinggi

  • 6

    badan ibu, BBLR, panjang badan lahir, prematur, pendidikan ayah dan

    pendidikan ibu, sedangkan pada usia 3-4 tahun kejadian

    stuntingberhubungan secara signifikan dengan tinggi badan ayah, tinggi

    badan ibu, tingkat pendidikan ayah dan pendidikan ibu Persamaan

    penelitian ini yaitu pada variabel independennya yang meneliti hubungan

    tinggi badan orangtua dengan status stunting. Perbedaannya yaitu pada

    tujuan penelitian dan rancangan penelitiannya cohort retrospektif.