Well-Being ; Sosiodemografi di Getasan Tugas Akhir · 2018. 8. 23. · Well-Being; Sosiodemografi...
Transcript of Well-Being ; Sosiodemografi di Getasan Tugas Akhir · 2018. 8. 23. · Well-Being; Sosiodemografi...
Well-Being ; Sosiodemografi di Getasan
Tugas Akhir
Disusun Oleh:
Nita Agustina
462013030
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
Well-Being ; Sosiodemografi di Getasan
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam
memperoloeh gelar sarjana keperawatan
Disusun Oleh:
Nita Agustina
462013030
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
iv
i
ii
vi
iii
iv
viii
v
vi
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT i
LEMBAR PERSETUJUAN AKSES ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH iv
LRMBAR PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ...x
ABSTRAK xi
Pendahuluan 1
Latar Belakang 2
Tujuan 4
Metode 4
Jenis penelitian 4
Sampel 4
Teknik Pengambilan Data 4
Analisa Data 6
Hasil 6
Profil Sosiodemografi Responden 6
Well-Being 7
Well-Being dan Sosiodmografi 9
Pembahasan 11
Penutup 13
viii
viii
Kesimpulan 13
Daftar Pustaka 15
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Latar belakang pendidikan penduduk Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang 3
Tabel 2. Profil sosiodemografi responden 6
Tabel3.HasilujikorelasiantaraScale of Positive and Negative Experince (SPANE)
danSosiodemografi 10
Tabel4.HasilujikorelasiantaraPositive Thinking Scale (PTS)
dannSosiodemografi 10
Tabel5.HasilujikorelasiantaraScale of Psychological Well-Being (PWB)
danSosiodemografi 11
ix
ix
DAFTAR GAMBAR
Grafik 1. Hasil interprestasi Scale of Positive and Negative Experince
(SPANE) 8
Grafik 2. Hasil interprestasiPositive Thinking Scale (PTS) 8
Grafik 3.HasilinterprestasiScale of Psychological Well-Being (PWB) 9
x
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat ijin validitas dan penelitian 17
Lampiran 2. Informed consent 21
Lampiran 3. Kuesioner 24
Lampiran 4. LOA (Letter Of Acceptance) 28
xi
xi
Well-Being; Sosiodemografi di Getasan
Desi1, Nita Agustina1, Bagus Panuntun Sukma Adi2 1. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen
Satya Wacana
2. Puskesmas Bancak, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang
Email:[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil sosiodemografi, tingkat well-being dalam hal: afek
positif negatif, pemikiran positif dan kesejahteraan psikologis serta apakah terdapat hubungan antara
variabel sosiodemografi (usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, pekerjaan, pendapatan serta
status pernikahan) dengan well being pada masyarakat Dusun Bumi Ayu RT 01. Sebanyak 80
responden yang terlibat, diminta untuk mengisi tiga jenis kuesioner yang diadaptasi kedalam bahasa
Indonesia yaitu Scale of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS)
dan Scale of Psychological Well Being (PWB). Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas
responden sebanyak (67,5%) adalah perempuan dan berstatus menikah (68,7%) ada pada rentang
usia17 – 25 (31,25%) dan usia 26 – 35 sebanyak 45%. Responden berpendidikan SMP sebanyak
(35%) serta bermata pencaharian sebagi petani (37,5%), pendapatan perbulan ada pada rentang
>500.000 – 1.500.000. Sebanyak (67.5%) responden kadang-kadang memiliki afek positif negatif,
(83,75%) responden berfikir paling positif dan (58,75%) responden memiliki kesejahteraan psikologis
yang tinggi. Analisis korelasi menggunakan Pearson Product Moment didapatkan hasil bahwa sub
variabel sosiodemografi: jenis kelamin memiliki hubungan negatif yang sangat signifikan dengan afek
positif negatif serta tidak terdapat hubungan antara sosiodemografi terhadap pemikiran positif dan
kesejahteraan psikologis.
Kata kunci : Afek positif negatif,kesejahteraan psikologis, pemikiran positif, sosiodemografi, well-
being
Abstract
Well-Being;Sociodemography in Getasan
The purpose of this research was to investigate the sociodemographic profile, well-being level in terms
of: positive or negative affection, positive or negative thoughts and psychological well-being, and also
whether there was a relationship between sociodemographic variables (age, sex, educational
background, occupation, income and marital status) and the well-being of Dusun Bumi Ayu RT 01.
There were in total 80 respondents involved in this research. The respondents were asked to fill the
questionnaires of Scale of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS)
dan Scale of Psychological Well Being (PWB) which were adapted into Indonesian language. The
result of the study showed that the majority of the respondents around (67,5%) were married women
(68,7%) in the age of 17 – 25 (31,25%) and age of 26 – 35 (45%). Respondents with junior high school
education were around (35%) with the livelihood as a famer (37,5%), monthly income was in the
range of >500.000 – 1.500.000. In total of (67.5%) respondents sometimes had the positive and
negative affection, (83,75%) respondents had most positive thoughts and (58,75%) respondents had
the high level of psychological well-being. Correlation analysis usingPearson Product Moment
showed a result that sociodemography sub variable: sex had a significant negative correlation with
the positive or negative affection and there was no correlation between sociodemography toward
positive or negative thoughts and psychological well-being.
Keywords: positive and negative affect, psychological well-being, positive thinking,sociodemography,
well-being
1
I. PENDAHULUAN
Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan di dalam hidupnya,
bahkan filsuf Aristoteles menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan
utama dari eksistensi hidup manusia[1]. Setiap orang juga memiliki harapan-harapan
yang ingin dicapai sehingga terpenuhi kebahagiaan dalam hidupannya. Konsep
kebahagiaan (happiness) mempunyai arti yang hampir sama dengan konsep
kesejahteraan atau well-being[2].
Terdapat dua paradigma dan persepektif besar mengenai well-being yang
diturunkan dari dua pandangan filsafah yang berbeda[3]. Pertama well-being berawal
dari pandangan hedonism, yang memiliki makna bahwa well-being terdiri dari
kesenangan atau kebahagiaan. Pandangan kedua ialah eudaimonism, merupakan
aktualisasi dari potensi manusia, hal ini membuktikan sebuah keyakinan bahwa well-
being terdiri dari dipenuhinya atau direalisasikannya potensi-potensi yang positif [4].
Sebagai bagian bahkan tujuan hidup setiap individu, maka tentunya tingkat
kesejahteraan seseorang perlu dievaluasi. Hal ini dimaksukan agar kesejahteraan
yang dimiliki dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Semakin tinggi tingkat
kesejahteraan, memungkinkan semakin bahagia pula seorang individu. Hal ini dapat
terjadi sebab kebahagiaan seseorang dapat dicapai manakala ia lebih sering
mengalami afek positif, mempunyai pikiran yang positif terhadap dirinya maupun
lingkungan disekitarnya, serta memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
terhadap kehidupannya[5].
Diener dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kesejahteraan (well-being)
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sosiodemografi, penilaian terhadap
pengalaman hidup, religious, kepribadian, dan dukungan sosial. Yang termasuk
dalam faktor sosiodemografi meliputi pendapatan, pengangguran, status pernikahan,
pendidikan, umur dan jenis kelamin, ada tidaknya anak[6].
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor Sosial Demografi
dan Aktivitas Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Keluarga Pemulung di Kota
Denpasar” menunjukkan bahwa aspek sosial demografi mempengaruhi
kesejahteraan pemulung. Faktor pendapatan menjadi faktor dominan dalam
mempengaruhi variabel kesejahteraam di kota Denpasar [7].
2
Penelitian lainnya berjudul “Religiositas, Keberadaan Pasangan dan
Kesejahteraan Sosial (Social Well Being) Pada Lansia Binaan PMI (Palang Merah
Indonesia) Cabang Semarang” menunjukkan bahwa keberadaan pasangan hidup
berkorelasi negatif dengan kesejahteraan sosial sebesar -0,052 dengan religiositas.
Hal ini berarti bahwa keberadaan pasangan tidak meningkatkan kesejahteraan sosial
maupun religiositas pada lansia[8].
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Antara Produktivitas
Pekerja dan Tingkat Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga Di Jawa
Tengah Tahun 2009” menyebutkan hasil bahwa baik tingkat pendidikan maupun
produktivitas pekerja dapat mempengaruhi well-being seseorang dan keluarganya.
Disimpulkan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat
kesejahteraan, dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan tidak lantas
membuat kesejahteraan keluarga semakin tinggi pula. Sementara pekerjaan,
dikatakan sebagai hal yang sangat penting karena penghasilannya dapat digunakan
untuk mencukupi kebutuhan hidup, artinya, pekerjaan dapat berpengaruh negatif
terhadap tingkat well-being seseorang jika kebutuhan hidup tidak tercukupi. Dengan
demikian ada hubungan yang positif antara produktivitas kerja dengan kesejahteraan
keluarga, karena semakin tinggi produktivitas kerja seseorang maka semakin besar
pula penghasilannya sehingga semakin tinggi pula kesejahteraan keluarganya [9].
Selanjutnya, penelitian “Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Dewasa
Muda Ditinjau Dari Pola Attachment” menyebutkan bahwa terdapat perbedaan
kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan, pada perempuan cenderung dapat
menerima diri apa adanya, menyadari dan mengembangkan potensinya, dapat
menentukan arah dan tujuan hidupnya sedangkan laki-laki berlawanan dari
perempuan dan cenderung memiliki sudut pandang sendiri yang negatif, mereka
melihat dunia hanya dari kaca mata mereka saja. Dengan kata lain, perempuan lebih
banyak memiliki kesejahteraan psikologis ketimbang pria[10].
Berbicara tentang well-being dan sosiodemografi, Badan Pusat Statistik
menyebutkan indeks kebahagiaan penduduk Indonesia tahun 2014 berada pada
angka 68,28 dengan skala 0 sampai 100. Angka tersebut menunjukkan adanya
peningkatan kesejahteraan subjektif penduduk Indonesia dibandingkan tahun 2013
(indeks kebahagiaan 2013 sebesar 65,11). Pada tahun 2014, pendapatan rumah
tangga merupakan aspek yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap
2
kebahagiaan seseorang dibandingkan dengan aspek kehidupan lainnya, yaitu
sebesar 14,64 persen. Jika dilihat dari tabel Indeks Kebahagiaan pada tahun 2014,
Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan ke 13 dari 33 Provinsi di Indonesia.
Sementara Indeks Kebahagian menurut klasifikasi wilayah di Jawa Tengah rata-rata
70,01% yang terdiri dari 73,36% di perkotaan dan 68,31% di pedesaan. Sedangkan
jika dilihat dari jenis kelamin, Indeks Kebahagiaan di Jawa Tengah adalah 67,81%
(67,63% laki-laki dan 67,96% perempuan). Penduduk berstatus belum menikah dan
menikah cenderung relatif sama indeks kebahagiaannya, sekitar 68 %. Sedangkan
yang berstatus cerai hidup 63,38% dan cerai mati 66,30%[11].
Kecamatan Getasan merupakan salah satu kecamatan yang masuk dalam
kategori wilayah pedesaan di Jawa Tengah dengan luas wilayah sebesar 95.020,674
Ha. Menurut BPS Kabupaten Semarang, Kecamatan Getasan terdiri dari 13
Desa/Kelurahan yaitu Tajuk, Batur, Kopeng, Tolokan, Wates, Getasan, Sumogawe,
Samirono, Jetak, Polobogo, Manggihan, Ngrawan, Nogosaren. Pada akhir tahun
2015 jumlah penduduk Kecamatan Getasan tercatat 49.407 jiwa, yang terdiri dari
24.373 laki-laki dan 25.034 perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan
dari 13 Desa/Kelurahan tercatat sebagai berikut :
Tabel. 1.1. Latar belakang pendidikan penduduk Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang.
NO PENDIDIKAN JUMLAH (ORANG)
1 Belum Tamat SD 8.749
2 SD/Sederajat 19.445
3 SLTP/Sederajat 7.960
4 SLTA/Sederajat 3.881
5 SMK 234
5 Diploma I/II 163
6 Diploma III/Akademi 230
7 SI 506
8 SII/SIII 28
JUMLAH 41.196
Sementara untuk pendapatan, rata-rata penduduk di Kecamatan Getasan
berpenghasilan antara Rp. 750.000 sampai dengan Rp. 1.200.000 perbulan, dengan
mayoritas bekerja sebagai petani/pekebun dan sebagian kecil berwiraswasta baik di
daerah Kecamatan Getasan ataupun di luar daerah, bahkan ada yang mencari mata
pencaharian diluar daerah. Selain pekerja yang bekerja di luar daerah, banyak juga
3
dari penduduk Getasan (anak hingga remaja) yang sekolah di luar daerah seperti ke
kecamatan Ngablak (Magelang) dan Kota Salatiga[12]. Dari keberagaman data
sosiodemografidi daerah pedesaan tersebut, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi
hubungan sosiodemografi terhadap well-being pada masyarakat Getasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentidikasi dan mendeskripsikan profil
sosiodemografi (usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan,
pendapatan per bulan, dan status perkawinan), tingkat well-being yang diukur dari 3
aspek yaitu afek positif dan negatif, pemikiran positif dan kesejahteraan psikologis,
serta adakah hubungan antara sosiodemografi dengan well-being pada masyarakat
Kecamatan Getasan.
II. METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan pendekatan
korelasional deskriptif. Responden penelitian ditentukan menggunakan Stratified
Random Sampling yaitu memperhatikan strata (tingkatan) di dalam populasi mulai dari
tingkat Desa, Dusun hingga Rukun Tetangga (RT). Pada setiap tingkatan tersebut,
sampel ditentukan secara acak dengan cara pengundian. Darinya didapatkan Desa
Sumogawe, Dusun Bumi Ayu RT 01, Kecamatan Getasan yang menjadi lokasi
penelitian. Penduduk yang memenuhi kriteria sebagai responden berjumlah 112 orang,
yang kemudian dilabeli sebagai populasi penelitian. Selanjutnya pengambilan jumlah
sampel ditentukan menggunakan rumus Slovinsehingga didapatkan sejumlah 87
responden yang kemudian diberi kuisioner. Dari 87 kuisioner yang disebar hanya 80
kuisioner yang terisi dengan lengkap dan 7 kuisioner dianggap tidak valid. Responden
berjumlah80 orang dengan rincian 26 orang laki-laki dan 54 orang perempuan yang
masuk katergori remaja awal (12 tahun), bisa baca tulis dan sehat secara fisik dan
psikis, namanya tercantum dalam surat Kartu Keluarga (KK).
Untuk mengukur well-being, penelitian ini menggunakan tiga kuesioner yaitu
Scale of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS)
dan Scale of Psychological Well Being (PWB) yang ketiganya dikembangkan oleh
Ed Diener and Robert Biswas-Diener tahun 2009. Ketiga kuesioner tersebut telah
diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Sebelum digunakan, ketiganya diuji
reliabilitas dan validitasnya, dan dari hasil uji tersebut diperoleh: Scale of Positive
and Negative Experince (SPANE) koefisien reliabilitas Alpa: 0,745 dengan validitas
4
pernyataan (korelasi total pernyataan) yang berkiasar antara 0,475 – 0,682. Positive
Thinking Scale (PTS) koefisien reliabilitas Alpa: 0,756 dengan validitas pernyataan
(korelasi total pernyataan) yang berkiasar antara 0,526 – 0,733. Scale of
Psychological Well Being (PWB) koefisien reliabilitas Alpa: 0,789 dengan validitas
pernyataan (korelasi total pernyataan) yang berkiasar antara 0,678 - 0,915. Ini berarti
ketiga instrument tersebut dapat dinyatakan valid dan dapat digunakan.
Scale of Positive and Negative Experince (SPANE) merupakan kuesioner yang
digunakan untuk mengukur seberapa sering afek positif dan negatif muncul pada
beberapa minggu terakhir. Kuesioner ini terdiri dari 12 pernyataan masing-masing 6
pernyataan positif dan 6 pernyataan negatif. Rentang skor tiap pertanyaan ialah 1
untuk pilihan sangat tidak setuju sampai 5 untuk pilihan sangat setuju, dan untuk
pernyataan negatif, skor dihitung terbalik.Responden dinyatakan selalu memiliki
perasaan positif apabila skor akhir ada pada rentang 17-26. Selanjutnya, skor 7-16
diinterpretasikan sering memiliki perasaan positif, skor -3 hingga 6 dinyatakan
kadang-kadang memiliki perasaan positif, skor -13 sampai -4 berarti jarang memiliki
perasaan positif, dan tidak pernah memiliki perasaan positif jika skor akhir berkisar
pada -24 sampai -14. Selanjutnya,Positive Thinking Scale (PTS), yang merupakan
alat ukur seberapa banyak seseorang didominasi oleh pikiran positif atau negatif.
Kuesioner ini terdiri dari 22 pernyataan, yang terbagi menjadi 11 pernyataan negatif
dan 11 pernyataan positif. Pada pernyataan negatif, diberi skor 0 jika responden
menjawab “TIDAK” dan 1 apabila menjawab “YA”. Sementara untuk 11
peryataanpositif diberi skor 1 jika jawabannya “YA” dan 0 untuk jawaban “TIDAK”.
Responden dinyatakan memiliki pemikiran paling negatif apabila skor akhir pada
rentang 0-11 dan skor 12-22 dininterprestasikan memiliki pemikiran paling positif.
Selanjutnya untukScale of Psychological Well-Being (PWB), digunakan untuk
mencari tahu tingkat kesejahteraan psikologis seseorang. Meliputi 8 pernyataan
positif yang harus diberi skor 1 (untuk jawaban sangat tidak setuju) sampai 5 (untuk
jawaban sangat setuju). Responden dinyatakan memiliki kesejahteraan psikologis
yang tinggi apabila skor akhir pada rentang 36-40. Selanjutnya, skor 29-35
diinterprestasikan memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi, skor 22 hingga 28
dinyatakan memiliki kesejahteraan psikologis sedang, skor 15 sampai 21 berarti
memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah, dan memiliki kesejahteraan
psikologis yang sangat rendah jika skor akhir berkisar pada 8 sampai 14.
5
Untuk menguji Hipotesis Nol (H0) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, latar belakang
pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan per bulan)dengan well being; Afek
positif negatif, pemikiran positif dan kesejahteraan psikilogis, maka hasil penelitian
ini akan di analisa menggunakan uji non parametrik“Korelasi Pearson Product
Moment” dengan taraf signifikansi 0,05. Disimpulkan tidak ada hubungan antar dua
variabel jika p-value lebih besar dari taraf signifikansi.
III. HASIL
1. Deskripsi Profil Sosiodemografi Responden.
Kriteria yang masuk dalam profil sosiodemografi di penelitian ini meliputi usia,
jeniskelamin, status pernikahan, latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan, dan
pendapatan per bulan.
Tabel 1.1 Profil sosiodemografi responden
Karakteristik
Jumlah Responden (n=80)
(f) (%)
a. Usia
12 - 16 tahun 12 15%
17 - 25 tahun 25 31,25%
26 - 35 tahun 36 45%
36 - 45 tahun 2 2,5%
46 - 55 tahun 5 6,25%
b. Jenis kelamin
Laki-laki 26 32,5%
Perempuan 54 67,5%
c. Pendidikan
Tidak Sekolah 15 18,75%
SD 14 17,5%
SMP 28 35%
SMA 13 16,25%
Diploma 1 1,25%
S1 9 11,25%
S2 0 0%
d. Pekerjaan
Tidak Bekerja 16 20%
Wirasawasta 14 17,5%
Wirausaha 5 6,25%
PNS 7 8,75%
Pensiunan 4 5%
Petani 30 37,5%
6
Lainnya 4
5%
e. Pendapatan
< 500.000,- 16 20%
500.001 - 1.500.000 32 40%
1.500.001 - 2.500.000 25 31,25%
2.500.001 - 3.500.000 5 6,25%
> 3.500.000 2 2,5%
f. Status Pernikahan
Tidak Menikah 19 23,75%
Menikah 55 68,75%
Cerai Hidup 2 2,5%
Cerai Mati 4 5%
Nikah Siri 0 0%
Tabel diatas menjelaskan bahwa terdapat 54 orang (67,5%) yang berjenis kelamin
perempuan dan sisanya yaitu 26 orang (32,5%) berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak
36 orang (45%) berusia antara 26-35 tahun, terbanyak kedua ialah pada rentang usia
17-25 tahun (25 orang atau 31,25 %). Latar belakang pendidikan masyarakat yaitu
SMP sebesar 28 orang (35%), dan yang tidak sekolah sebanyak 15 orang (18,75%).
Untuk pekerjaan sebanyak 30 orang (37,5%) bekerja sebagi petani dan16 orang
(20%) tidak bekerja, pada karakteristik pendapatan, total ada 48 responden yang
berpenghasilan di bawah atau sama dengan Rp. 1.500.000/bulan. Jumlah tersebut
tentunya masih di bawah UMR Kabupaten Semarang (Rp. 1.745.000), bahkan 16
dari 48 responden tersebut memiliki penghasilan kurang atau sama dengan Rp.
500.000/bulan dan masuk dalam kategori pendapatan sangat rendah. Sementara
responden yang berpendapatan sedang ada 25 orang (31,25%), disusul dengan
responden yang punya penghasilan tinggi dan sangat tinggi berjumlah total 7 orang.
Sebagian besar responden yang sudah menikah sejumlah 55 orang (68,75%), dan
yang belum menikah ada 19 orang (23,75%).
2. Well Being
Well-being merupakan sebuah konsep kebahagiaan yang terdiri dari banyak aspek.
Kebahagiaan adalah kesatuan utuh dari pengalaman emosi, pikiran dan perasaan
yang bersifat subjektif (evaluasi diri).
7
2.1. Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)
Scale of Positive and Negative Experince (SPANE) digunakan untuk mengukur afek
responden dalam 5 kategori. Setelah dilakukan pengambilan dan analisa data kepada
seluruh responden dalam penelitian ini, didapatkan hasil sebagai berikut.
Grafik 2.1.1 Hasil interprestasi Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)
Bahwa dari 80 responden tidak ada yang selalu memiliki afek positif dan tidak juga
yang merasa tidak pernah memiliki afek positif. Lebih dari setengah partisipan yaitu
sejumlah 67,5% atau 54 orang merasa kadang kadang memiliki afek positif dan
kadang kadang memiliki afek negatif. Sedangkan masing-masing 13 responden
(16,25%) merasa jarang memiliki afek positif dan sering memiliki afek positif.
2.2. Positive Thinking Scale (PTS)
Positive Thinking Scale (PTS) merupakan instrumen yang terdiri dari pernyataan
positif dan negatif yang bertujuan untuk mengukur pemikiran positif responden.
Berikut adalah hasil perhitungannya.
Grafik 2.2.1 Hasil interprestasiPositive Thinking Scale (PTS)
013
54
1300
16.25
67.5
16.25
0
Selalu memiliki
afek positif
Sering memiliki
afek positif
Kadang-kadang
memiliki afek
positif
Jarang memiliki
afek positif
Tidak pernah
memiliki afek
positif
jumlah prosentase
13
67
16.25
83.75
Berfikir paling negatif Berfikir paling positif
jumlah prosntase
8
Dari data di atas rata-rata responden merasa berfikir paling positif sejumlah 67 orang
83,75% dan sisanya sebesar 13 orang 16,25% merasa berfikir paling negatif.
2.3. Scale of Psychological Well-Being (PWB)
Untuk mentukan kesejahteraan psikologi digunakan Scale of Psychological Well-
Being (PWB). Skala ini memiliki 5 kategori yaitu sanggat tinggi, tinggi, sedang,
rendah dan sangat rendah, berikut merupakan hasil dari Scale of Psychological Well-
Being (PWB).
Grafik 2.3.1Hasil interprestasi Scale of Psychological Well-Being (PWB)
Sejumlah 80 responden tidak ada yang merasa memiliki kesejahteraan psikologi yang
sangat rendah namun ada 1 orang 1,25% merasa memiliki perasaan psikologi yang
rendah hal ini terjadi karena lebih dari 50% menunjukan bahwa sebesar 47 orang
58,75% responden merasa memiliki kesejahteraan psikologi yang tinggi dan 9 orang
11,25% merasa memiliki kesejahteraan psikologi yang sangat tinggi. Responden
yang merasa memiliki psikologi sedang hanya berjumlah 23 orang 28,75%.
3. Well-being dan Sosiodemografi
Penelitian ini menguji ada dan tidaknya hubungan antara variabel sosiodemografi
terhadap well-being; perasaan positif atau negatif, pemikiran positif dan
kesejahteraan psikologis digunakan uji korelasi.
3.1 Scale of Positive and Negative Experince (SPANE) dan Sosiodemografi
Ada tidaknya hubungan antara variabel sosiodemografi terhadap well-being:
perasaan positif atau negatif dapat dilihat pada tabel berikut.
9
47
23
1 011.25
58.75
28.75
0 0
Memiliki
kesejahteraan
psikologi yang
sangat tinggi
Memiliki
kesejahteraan
psikologi yang
tinggi
Memiliki
kesejahteraan
psikologi sedang
Memiliki
kesejahteraan
psikologi yang
rendah
Memiliki
kesejahteraan
psikologi yang
sangat rendah
jumlah prosentase
9
Tabel 3.1.1 Hasil uji korelasi antara Scale of Positive and Negative Experince
(SPANE) dan Sosiodemografi
Variabel Pengujian Statistik
(Analisis Korelasi Pearson) Interpretasi (α=0.05)
SPANE and Jenis Kelamin r = -0,234 p-value= 0,037 Signifikan
SPANE and Usia r = 0,044 p-value= 0,695 TidakSignifikan
SPANE and Pendidikan r = 0,120 p-value= 0,290 Tidak Signifikan
SPANE and Pekerjaan r = -0,175 p-value= 0,121 Tidak Signifikan
SPANE and Pendapatan r = -0,023 p-value= 0,838 Tidak Signifikan
SPANE and Status Pernikahan r = 0,065 p-value= 0,569 Tidak Signifikan
Berdasarkan hasil dari kedua uji statistik pada tabel 3.2.1 pada variabel jenis kelamin
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,037. Oleh karena nilai probabilitas lebih kecil
dari taraf signifikansi (p-value=0,037<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa variabel
jenis kelamin dengan Scale of Positive and Negative Experince (SPANE) berhubungan
signifikan. Namun variabel usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status
pernikahan tidak berhubungan dengan Scale of Positive and Negative Experince
(SPANE) karena nilai probabilitas lebih besar dari taraf signifikansi, dengan rentang
nilai p-value antara 0,182 sampai dengan 0,898.
3.2Positive Thinking Scale (PTS) dan Sosiodemografi
Untuk mengetahui ada tidaknya pemikiran positif terhadap variabel sosiodemografi
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1.2 Hasil uji korelasi antara Positive Thinking Scale (PTS) dan
Sosiodemografi.
Variabel Pengujian Statistik
(Analisis Korelasi Pearson)
Interpretasi
(α=0.05)
PTS and Jenis Kelamin r = -0,016 p-value= 0,886 Tidak Signifikan
PTS and Usia r = -0,138 p-value= 0,223 TidakSignifikan
PTS and Pendidikan r = 0,177 p-value= 0,115 Tidak Signifikan
PTS and Pekerjaan r = 0,003 p-value= 0,979 Tidak Signifikan
PTS and Pendapatan r = -0,070 p-value= 0,540 Tidak Signifikan
PTS and Status Pernikahan r = 0,119 p-value= 0,294 Tidak Signifikan
10
Tabel di atas memaparkan bahwa variabel sosiodemografi (jenis kelamin, usia,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan status pernikahan) tidak menunjukan
hubungan yang signifikan karena p-value dari masing-masing sub-variabel
sosiodemografi lebih besar dari taraf signifikansi 0.05.
3.3 Scale of Psychological Well-Being (PWB) dan Sosiodemografi
Berikut merupakan hasil uji korelasi terhadap variabel sosiodemografi dengan
kesejahteraan psikologis.
Tabel 3.1.3 Hasil uji korelasi antara Scale of Psychological Well-Being (PWB) dan
Sosiodemografi
Variabel Pengujian Statistik
(Analisis Korelasi Pearson) Interpretasi (α=0.05)
PWB and Jenis Kelamin r = 0,193 p-value= 0,086 Tidak Signifikan
PWB and Usia r = -0,107 p-value= 0,334 TidakSignifikan
PWB and Pendidikan r = -0,071 p-value= 0,534 Tidak Signifikan
PWB and Pekerjaan r = 0,088 p-value= 0,435 Tidak Signifikan
PWB and Pendapatan r = -0,007 p-value= 0,948 Tidak Signifikan
PWB and Status Pernikahan r = 0,062 p-value= 0,585 Tidak Signifikan
Tabel di atas memaparkan bahwa variabel sosiodemografi (jenis kelamin, usia,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan ststus pernikahan) tidak menujukan hubungan
yang signifikan karena p-value dari masing-masing sub-variabel sosiodemografi lebih
besar dari taraf signifikansi 0.05.
IV. PEMBAHASAN
Dusun Bumiayu RT 01 merupakan salah satu dusun yang berada di Desa
Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Daerah ini memiliki luas
799,99Ha, yang terdiri dari 538,00 Ha lahan pertanian dan sisanya yaitu sebesar 261,98
Ha merupakan lahan pemukiman warga.Hal inilah yang kemudian menjadi alasan
mengapa banyak warga setempat yang berprofesi sebagai petani. Hal ini sesuai
dengan data dari BPS dalam “Kecamatan Getasan Dalam Angka 2016” yang
menyebutkan bahwa lapangan pekerjaan yang paling menyerap tenaga kerja di Desa
Sumogawe adalah petani sebesar 49,32%, dengan rasio pekerja terhadap penduduk
11
sejumlah 57,29%. Bahkan dari segi usia, hasil penelitianini memiliki interpretasi yang
sama dengan data BPS bahwa mayoritas penduduk Desa Sumogawe ada pada rentang
usia produktif yaitu 20-49 tahun. Begitu pula dengan banyaknya responden yang lebih
pada perempuan dibanding laki-laki[12].
Berdasarkan analisa data hubungan antara afek positif dengan variabel
sosiodemografi, hanya jenis kelaminlah yang memiliki hubungan signifikan dengan
afek responden. Sementara jika dilihat dari jenis kelamin sebagian besarresponen
adalah perempuan. Hasil penelitian Maccoby dan Jacklin mengatakan bahwa
perempuan lebih menggunakan emosi (perasaan) daripada rasional dalam bertindak,
sehingga perempuan nampaknya lebih halus dan hati-hati serta cenderung berperilaku
pasif, pasrah dan tidak agresif[1].
Sementara itu, pengalaman perasaan responden baik positif maupun negatif,
tidak berhubungan dengan usia, jenis pekerjaan, latar belakang pendidikan, jumlah
pendapatan dan status pernikahan responden. Hal ini bisa dimungkinkan terjadi karena
pengaruh dari daerah tempat tinggal mereka, yaitu pedesaan. Selain karena terhindar
dari hiruk pikuk perkotaan, dinamika kehidupan di desa dengan budaya Jawa sebagai
identitas asli, tentunya masih kental juga dengan cara hidup yang sederhana dan
menikmati suasana kebersamaan dengan lingkungan sekitar. Seperti yang disimpulkan
dari hasil Adi Rahman yang berjudul “Perubahan Budaya Bergotong Royong
Masyarakat Di Desa Santan Tengah Kecamatan Marangkayu” menyebutkan salah satu
ciri khas masyarakat desa adalah gotong-royong atau dalam bahasa Jawa lebih dikenal
dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus diminta pertolongan sekalipun,
mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangga yang
sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka sendiri tidak memperhitungkan kerugian
materil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak,
bathi sanak” yang berarti lebih baik baik kehilangan materi tetapi mendapat
keuntungan bertambah saudara[13]. Penjelasan di atas didukung dengan hasil 83.75 %
responden memiliki pemikiran paling positif.
Hasil penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
faktor-faktor sosiodemografi dengan pemikiran positif, meskipun Baron dan Byrne
mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pemikiran seseorang sehingga terjadi emosi dan agresi [14]. Laki-laki dan perempuan
memiliki pola pikir dan pandangan yang berbeda dalam merasakn situasi dan kondisi.
Wanita bersikap dan berfikir lebih mengedepankan afek afektif dalam mengambil
12
keputusan, sedangkan laki-laki lebih mengedepankan pertimbangan kognitif dalam
mengambil keputusan[15]. Hal ini dirasa masih ada kaitannya dengan penjelasan
sebelumnya yaitu status responden sebagai “orang jawa” yang tinggal di pedesaan.
Hidup rukun, saling menghargai dan saling mendukung, merupakan nilai-nilai budaya
yang ditanamkan sejak lahir dan punya pengaruh besar terhadap pola pikir seseorang.
Tidak hanya pemikiran positif, nilai-nilai budaya yang dianut pun punya pengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis seseorang.
Masyarakat yang tinggal di desa sangatlah menghargai kualitas dan kuantitas
interaksi sosial. Tidak heran jika antar tetangga saling mengenal. Interaksi sosial punya
peranan untuk perkembangan psikologis dan pengendalian emosi. Ketika seseorang
mampu mengedalikan emosi yang ada dalam dirinya maka dapat dikatakan ia memiliki
kesejahteraan psikologis yang cukup tinggi atau bahkan sangat tinggi[16].
Seperti halnya perasaan positif dan negatif, pun tidak ditemukan hubungan yang
signifikan antara faktor-faktor sosiodemografi dengan kesejahteraan psikologis. Hal
ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Blancflower dan Oswald (dalam
Huppert,2009) yang menerangkan bahwa semakin bertambahnya usia, maka tingkat
kesejahteraan psikologis seperti penguasaan lingkungan akan meningkat pula. Selain
itu, individu pun akan semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya sehingga
tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan[17]. Tentunya perbedaan hasil ini dapat
dipengaruhi faktor-faktor eksternal dari kedua variabel seperti situasi dan kondisi
lingkungan tempat tinggal responden. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
Sugianto yang mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis tidak berhubungan
signifikan dengan variabel-variabel demografi, seperti jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan serta yang lain karena berbagi macam budaya serta harapan dan tujuan
hidup yang berbeda-beda pada setip orang, bahkan kepercayaan dan lingkungan
menjadi hal yang penting dalam kesejahteraan psikologis[18].
V. KESIMPULAN
Mayoritas penduduk dusun Bumi Ayu RT01 adalah perempuan dengan rentang
usia yang masih produktif (20-40 tahun) dan sebagian besar berstatus menikah.
Sedangkan dari latar belakng pendidikan sebesar 35% tamatan SMP, dengan selisih
2,5% adalah mereka yang bermata pencaharian sebagi petani. Bahkan dari
karakteristik pendapatan, masyarakat masih termasuk berpendapatan rendah (<
500.000 – 1.500.000). Lebih dari 50% masyarakat Dusun Bumi Ayu RT01 kadang-
13
kadang memiliki afek positif serta memiliki pemikiran paling positif. Hal ini didukung
dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi pada masyarakat Dusun Bumi
Ayu RT01. Hasil analisis menunjukan bahwa sub variabel sosiodemografi (jenis
kelamin) berhubungan secara signifikan terhadap afek positif negatif, namun untuk
variabel sosiodemografi (usia, latar belakang pendidikan, pekerjaan, pendapatan serta
status pernikahan) tidak berhubungan dengan pemikiran positif dan kesejahteraan
psikologis.
VI. SARAN
Penelitian ini hanya terdiri dari dua variabel (sosiodemografi dan well being),
faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan well-being seperti nilai-nilai
budaya, efikasi diri, sikap, dan kondisi lingkungan tidak diujikan dalam penelitian ini.
Sehingga pada penelitian-penelitian selanjutnya tentang well-being dapat
dikembangkan dengan menambahkan variabel-variabel lainnya.
14
14
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Desta Israwanda, Anisa Kartika Wulan, Luthfia Khoirunnisa WP. Subjective
well being ditinjau dari jenis kelamin dan self efficacy pada mahasiswa baru.
2014;56–87.
2. Lu L. Culture, self, and subjective well-being: Cultural psychikigical and
social change perspectives. Psychologia 2008;23625379(1):290–303.
3. Dustin P. Griffin JSG. Locus of control and psychological well-being :
Separating the measurement of internal and external constructs -- A Pilot
Study. Psychology 2014;1–12.
4. Dewi EK. Kajian teoritik, peranan empati pada psychological well-being.
Semin Psikol Kemanus 2015;978–9.
5. Diener E, Wirtz D, Biswas-diener R, Tov W, Kim-prieto C, Choi D, et al.
New Measures of Well-Being. Soc Indic Res Ser 2009;39.
6. Mami lutfita S. Harga diri, dukungan sosial dan psychological well being
perempuan dewasa yang masih lajang. Indones J Psikol 2015;4(3):216–24.
7. Marhaeni AAIN. Analisis pengaruh faktor sosial demografi dan aktivitas
ekonomi terhadap kesejahteraan keluarga pemulung di kota denpasar. Ekon
dan Bisnis 2015;4:282–95.
8. Indriana Y, Desiningrum DR, Kristiana IF. Religiositas, keberadaan pasangan
dan kesejahteraan sosial (social well being) pada lansia binaan pmi cabang
semarang. Psikologi 2011;10:184–92.
9. Widyastuti A. Analisis hubungan antara produktivitas pekerja dan tingkat
pendidikan pekerja terhadap kesejahteraan keluarga di jawa tengah tahun
2009. Econ Dev Anal J 2012;1(2):2252–6560.
10. Fransisca Iriani N. Gambaran kesejahteraan psikologis pada dewasa muda
ditinjau dari pola attachment. Psikol Vol 2008;3(1):44–64.
11. Lumaksono A, Saefudin D, Hastoto E, Wibowo S S. Statistik 70th indonesia
merdeka. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2015.
12. Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. Kecamatan getasan dalam angka
2016. Semarang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang; 2016.
13. Rahman A. Perubahan Budaya Bergotong Royong Masyarakat di Desa Santan
Tengah Kecamatan Marangkayu. Sosiatri-Sosiologi 2016;4(1):86–99.
15
14. Susetyo yuli F. Hubungan berfikir positif dan jenis kelamin dengan
kecenderungan agresi reaktif remaja. 2009;51–63.
15. Rinaldi. Resiliensi pada masyarakat kota padang ditinjau dari jenis kelamin.
Psikologi 2010;3, No 2:99–105.
16. Suharyat Y. Hubungan antara sikap, minat dan perilaku manusia. Psikol
Kemanus 2009;2:50–68.
17. Kristin Y. Perbedaan kesejahteraan psikologis pada wanita lajang ditinjau dari
tipe wanita lajang. 2013;2(1):1–16.
18. Angela FB. Hubungan faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, tempat
tinggal) dengan kualitas hidup penduduk di kelurahan kinilow kecamatan
tomohon utara kota tomohon tahun2017. Psikologi 2017;2:1–9.
16
Lampiran 1. Surat ijin Validitas dan penelitian.
17
18
19
20
Lampiran 2. Informed consend
PENELITIAN
WELL BEING; SOSIODEMOGRAFI DI GETASAN
LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
“Well-Being; Sosiodemografi di Getasan”
Undangan:
Peneliti meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai
partisipan penelitian. Silahkan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada pertanyaan,
jangan sungkan atau ragu untuk menanyakannya.
Eligibilitas:
Partisipan dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Dukuh RT02 yang memiliki
kriteria:
1. Masuk katergori diatas remaja awal (12 tahun)
2. Bisa baca tulis dan sehat secara fisik dan psikis
3. Namanya tercantum dalam surat Kartu Keluarga (KK) dan ada di
tempat pada saat pengambilan data berlangsung, dan
4. Bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian.
Tujuan penelitian:
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi terhadap well-
being pada masyarakat Getasan.
Keterlibatan Partisipan:
Selama penelitian ini, peneliti membutuhkan kesediaan Anda untuk meluangkan
waktu. Peneliti akan menemui Anda dengan maksud:
21
1. Meminta Anda membaca dan menandatangani lembar persetujuan partisipasi
dalam penelitian.
2. Meminta Anda untuk membaca dan mengisi kuesioner yang diberikan oleh
peneliti dengan jujur dan lengkap tidak ada pernyataan yang terlewat.
Jika ada sesuatu yang membuat Anda terganggu selama penelitian, Anda bisa
menceritakan dengan peneliti dalam rangka mencari solusi terbaik.
Penjelasan Prosedur:
Peneliti akan melakukan pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Data
yang didapat akan dijaga kerahasiaannya. Kuesioner berisi pertanyaan tentang Well-
Being (kebahagiaan) dan Sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, latar
belakang pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan per bulan). Untuk menjaga
kebenaran dalam penelitian ini, Anda bisa membaca kembali/ mengoreksi kuesioner
yang sudah diisi. Semua informasi yang Anda berikan benar-benar dijaga
kerahasiaannya.
Manfaat dan Resiko:
Peneliti mengharapkan ketulusan Anda untuk berpartisipasi. Penelitian ini nantinya
diharapkan bermanfaat untuk:
1. Teoretis : Memberikan informasi bagi perkembangan ilmu kesehatatan
mental, serta mendorong munculnya penelitian lain yang dapat mengungkap
sisi lain yang belum dapat diungkap oleh peneliti mengenai Well Being; Studi
Sosiodemografi Di Getasan
2. Praktis :
a. Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini diharapakan dapat memberikan
informasi, sehingga masyarakat lebih bijaksana dalam berfikir dan
mentukan tindakan.
b. Perawat menindaklanjuti perannya yang salah satunya sebagai advokat,
dimana perawat dapat membimbing klien dalam mentukan persetujuan
atas tindakan keperawatan jika dilihat dari kondisi sosiodemografi pada
klien.
Penelitian ini tidak memiliki resiko yang akan membahayakan Anda secara fisik.
Jaminan kerahasiaan:
22
Kerahasiaan Anda akan peneliti jaga. Peneliti tidak akan menyebutkan nama Anda.
Peneliti hanya akan memberikan nama samaran atau inisial. Semua informasi yang
Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya sehingga identitas Anda tetap terlindungi.
Data yang didapatkan akan diolah menggunakan program SPSS berupa data ststistik.
Semua informasi menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan di
Jurnal Penelitian.
Hak untuk Berpartisipasi dan Mengundurkan Diri:
Anda memiliki hak jika sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian ini. Jika ada
pertanyaan, Anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya melalui nomor kontak
yang tertera di bawah dokumen ini.
Partisipan memahami semua informasi di atas dan dengan ini menyatakan kesediaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Tanda Tangan Partisipan Tanggal
Inisial: ______ peneliti menyetujui perekaman wawancara.
Peneliti telah menjelaskan penelitian ini kepada partisipan di atas sebelum meminta
persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian ini.
Tanda Tangan Peneliti Tanggal
Mahasiswa peneliti: Dosen Pembimbing:
Pembimbing I:
Desi, S.Kep, MSN.
(Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UKSW)
Pembimbing II:
dr. Bagus Panuntun Sukma Adi
(Puskesmas Bancak, Kecamatan Bancak,
Kabupaten Semarang)
Nita Agustina
Mahasiswa Fak. Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UKSW
Tlp: 0856-4708-0231
e-mail : [email protected]
23
Lampiran 2
Lampiran 2
Lampiran 3. Kuesioner
Identitas Responden
No responden:
Nama/ Inisial:
Alamat:
A. VARIABEL SOSIODEMOGRAFI
Dibawah ini adalah faktor sosiodemografi Bapak/Ibu/Saurara/I, berikan tanda centang
(√) pada kotak sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu/Saurara/I.
1 Usia 12- 16 tahun 26- 35 tahun 46 –
55 tahun
17- 25 tahun 36- 45 tahun 56 –
65 tahun
> 65 tahun
2 Jenis Kelamin Laki- laki
Perempuan
3 Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah
SD Diploma
SMP Sarjana ( S1)
SMA Pasca Sarjana ( S2)
4 Pekerjaan Tidak Berkeja PNS
Lainnya
Wirausaha Pensiunan
Wiraswasta Petani/ Pekebun
5 Pendapatan Perbulan < Rp. 500.000
Rp. 500.001 – Rp. 1.500.000
Rp 1.500.001 s/d 2.500.000
Rp 2.500.001 s/d 3.500.000
> Rp. 3.500.000
6 Status Perkawinan Belum Menikah
Menikah
Cerai Hidup
Cerai Mati
Nikah Siri
24
B. a VARIABEL WELL-BEING:
I. Skala Pengalaman Positif dan Negatif
Berikut terdapat beberapa perasaan. Anda diminta untuk mengemukakan perasaan
anda selama 4 minggu terakhir ini, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah
satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:
No Skala Sangat
Jarang/
tidak
Jarang Terkadang Sering Sangat
Sering/
selalu
1 2 3 4 5
1 Positif
2 Negatif
3 Baik
4 Buruk
5 Nyaman
6 Tidak
menyenangkan
7 Senang
8 Sedih
9 Takut
10 Menyenangkan
11 Marah
12 Puas
25
II. Skala Berfikir Positif
Berikut terdapat sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai
dengan diri anda, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan
jawaban yang tersedia,yaitu:
"Ya" atau "Tidak"
No Skala Skor
Ya Tidak
1 Menurut saya lingkungan tempat tinggal saya memiliki
banyak permasalahan
2 Lingkungan sekitar saya merupakan tempat yang baik/
layak.
3 Banyak orang baik di sekeliling saya.
4 Ketika saya memikirkan diri saya , saya merasa
memiliki banyak kekurangan
5 Saya menganggap diri saya sebagai orang yang
memiliki banyak kelebihan
6 Saya optimis tentang masa depan saya.
7 Saya sering merasa curiga apabila ada orang yang
berbuat baik kepada saya
8 Ketika saya mendapat masalah/ musibah saya lebih
sering berfikir positif
9 Terkadang saya saya merasa beruntung terhadap hidup
yang saya jalani.
10 Ketika saya mendapat keberuntungan, mungkin orang
lain lebih beruntung dari saya.
11 Saya sering membandingkan diri saya dengan orang
lain.
12 Saya sering kepikiran tentang kesempatan-kesempatan
yang saya lewatkan.
13 Saya merasa lebih banyak mengalami hal-hal yang
membahagiakan di “masa lalu” saya.
14 Saya suka mengenang masa lalu yang menyenangkan.
15 Saya menyesali banyak hal dari masa lalu saya.
16 Saya ikut merasa bahagia jika orang lain bahagia/
sukses.
17 Ketika mengenang masa lalu entah mengapa saya
merasa banyak mengalami hal-hal buruk.
18 Banyak masalah di sekitar (dunia) tetapi bagi saya
hidup itu indah saat dijalani dengan baik.
26
19 Jika ada masalah saya selalu kepikiran
20 Saya sering merasa khwatir ketika hal-hal baik yang
terjadi pada saya akan berubah menjadi hal-hal buruk
bagi saya.
21 Ketika saya melihat orang lain bahagia/sukses, itu
membuat saya minder dan mengasihi diri sendiri.
22 Saya selalu berprasangka baik terhadap orang lain.
III. Skala Kesejahteraan Psikologis
Berikut terdapat sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan.
Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri
anda, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang
tersedia, yaitu:
1 = Sangat tidak setuju ( STS )
2 = Tidak Setuju ( TS)
3 = Netral (N)
4 = Setuju (S)
5 = Sangat setuju (SS)
NO Skala STS TS N S SS
1 Saya menjalani kehidupan dengan penuh
makna dan berarti
2 Hubungan sosial saya dengan orang lain
sangat baik dan bermanfaat.
3 Saya menyenangi kegiatan/ aktivitas saya
sehari-hari
4 Apa yang saya lakukan turut terlibat
dalam membuat orang lain bahagia.
5 Saya mampu melakukan aktivitas-
aktivitas yang penting bagi saya.
6 Saya orang yang baik dan kehidupan saya
pun baik.
7 Saya sangat yakin dengan masa depan
saya.
8 Orang-orang menghargai saya.
27
Lampiran 4. LOA (Letter Of Acceptance)