HUBUNGAN STUNTING (STATUS GIZI PENDEK) DAN …
Transcript of HUBUNGAN STUNTING (STATUS GIZI PENDEK) DAN …
HUBUNGAN STUNTING (STATUS GIZI PENDEK) DAN
PENGALAMAN KARIES (dmfs) PADA ANAK
DI DESA SECURAI UTARA KECAMATAN
BABALAN KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
NABILA
NIM: 140600149
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi
Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat
Tahun 2019
Nabila
Hubungan Stunting (Status Gizi Pendek) dan Pengalaman Karies (dmfs) pada
Anak di Desa Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat
xi + 43 halaman
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi bersifat
kronis. Karies pada anak kurang gizi cenderung lebih parah karena perkembangan
kelenjar saliva yang mengalami atropi sehingga fungsi buffer dan self cleansing
berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stunting (status gizi
pendek) dan pengalaman karies (dmfs) pada anak stunting di desa Securai Utara
Kecamatan Bababalan Kabupaten Langkat. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh anak prasekolah yang berada di TK Yayasan Pendidikan Mulia, TK Sirajudin
dan TK Ar-Ridhaiyah yang berjumlah 135 orang. Tinggi badan diukur menggunakan
microtoise staturemeter dan pemeriksaan karies menggunakan indeks dmfs. Hasil
penelitian menunjukkan prevalensi anak stunting 22,2%. Persentase pengalaman
karies di desa Securai Utara sangat tinggi yaitu 97,14%. Secara statistik terdapat
perbedaan yang signifikan antara pengalaman karies pada kelompok anak normal dan
stunting dengan rerata skor dmfs 7,47±3,74 pada anak normal dan 14,03±6,16 pada
anak stunting (p=0,0001). Berdasarkan usia diperoleh tidak ada perbedaan yang
signifikan dengan pengalaman karies (p=0,530), begitu juga dengan jenis kelamin
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p=0,816). Dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan stunting dan pengalaman karies pada anak di desa Securai
Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
Daftar Rujukan: 49 (1997-2018)
Kata kunci: stunting, pengalaman karies, indeks dmfs
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim pen guji skripsi
Medan, 5 Juli 2019
Pembimbing Tanda tangan
Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D .........................................
NIP. 196407121989032001
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal
TIM PENGUJI
KETUA : Simson Damanik, drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Darmayanti Siregar, drg., MKM
2. Prof. Sondang Pintauli, drg.,Ph.D
Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai
disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp.RKG selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Darmayanti Siregar, drg., MKM selaku Ketua Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji yang telah memberi pengarahan serta
memberikan dorongan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga
selesai.
3. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan perhatian dan telah rela meluangkan waktu untuk membimbing,
memberi pengarahan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis selama
penulisan skripsi ini hingga selesai.
4. Simson Damanik, drg., M.Kes selaku dosen penguji dan seluruh staf
pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi
Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas saran yang
diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.
5. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik
Penelitian di Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
persetujuan perlaksanaan penelitian ini.
6. Rini Octavia Nasution, drg., M.Kes., Sp. Perio selaku dosen penasehat
akademik yang telah banyak memberikan motivasi, nasehat dan arahan selama
penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
v
7. Ainal Syafrida S.Pd selaku kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Sirajudin
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di TK Sirajudin beserta
guru-guru yang telah membantu berjalannya penelitian.
Rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua tercinta,
Asmara Jaya dan Suci Utari serta terima kasih kepada abang dan adik tersayang Edo,
Eki, Shiddiq atas segala perjuangan, kasih sayang, doa, bimbingan, motivasi serta
dukungan baik moril maupun materiil yang selama ini diberikan kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sahabat-sahabat tersayang di
FKG USU, Icut, Helen, Desy, Alfath, Mimip, Pader, Yara, Karish, Mupi, Lady, serta
teman-teman stambuk 2014 atas bantuan, motivasi dan hiburan yang diberikan
selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 11 Juli 2019
Penulis,
( NABILA )
NIM: 140600149
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
2.1 Stunting .......................................................................................... 7
2.2 Indikator stunting ........................................................................... 8
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting di Indonesia ............. 9
2.3.1 BBLR, Panjang Lahir Rendah, Prematur .................................... 9
2.3.2 Penyakit Infeksi Sistemik ............................................................ 10
2.3.3 Pemberian ASI dan MPASI ........................................................ 10
2.3.4 Sanitasi ........................................................................................ 11
2.3.5 Status Ekonomi ........................................................................... 12
2.3.6 Status Pendidikan ........................................................................ 12
2.3.7 Merokok ...................................................................................... 13
2.3.8 Tinggi Badan Ibu......................................................................... 13
2.4 Dampak Stunting ............................................................................ 16
2.5 Karies Gigi ..................................................................................... 14
Universitas Sumatera Utara
vii
2.6 Etiologi Karies Gigi ....................................................................... 17
2.6.1 Host ............................................................................................. 17
2.6.2 Mikroorganisme .......................................................................... 18
2.6.3 Substrat ........................................................................................ 18
2.6.4 Waktu .......................................................................................... 18
2.7 Faktor Risiko Karies ...................................................................... 19
2.7.1 Oral hygiene ................................................................................ 19
2.7.2 Pola makan .................................................................................. 19
2.7.3 Jenis Kelamin .............................................................................. 19
2.7.4 Sosial Ekonomi ........................................................................... 20
2.8 Indeks Karies .................................................................................. 20
2.9 Hubungan Stunting dengan Karies ................................................. 21
2.10 Kerangka Konsep ......................................................................... 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 24
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 24
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 24
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................................... 24
3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 24
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................... 24
3.3.1 Populasi Penelitian ..................................................................... 24
3.3.2 Sampel Penelitian ....................................................................... 24
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................... 25
3.4.1 Variabel Penelitian ...................................................................... 25
3.4.2 Definisi Operasional.................................................................... 25
3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 27
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 27
3.6.1 Pengolahan Data.......................................................................... 27
3.6.2 Analisis Data ............................................................................... 28
3.7 Etika Penelitian .............................................................................. 28
3.7.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance) ........................................... 29
3.7.2 Lembar Persetujuan (Surat Izin) ................................................. 28
3.7.3 Kerahasiaan (Confidentiatlity) .................................................... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN ......................................................................... 29
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 29
4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Antropometri ........ 29
4.3 Distribusi Responden Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Usia ............................................................................................... 30
4.4 Pengalaman Karies pada Anak di desa Securai Utara ................... 30
4.5 Analisis Hubungan Status Gizi dengan Pengalaman Karies ......... 31
4.6 Analisis Hubungan Stunting dengan Pengalaman Karies
Berdasarkan Usia........................................................................... 31
4.7 Analisis Hubungan Stunting dengan Pengalaman Karies
Berdasarkan Usia........................................................................... 32
Universitas Sumatera Utara
viii
BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................................. 33
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 37
6.1 Kesimpulan ................................................................................... 37
6.2 Saran .............................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 49
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 40
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks........... 6
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan usia di TK
Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di Securai
Utara....................................................... ................................................ ....... 29
3. Prevalensi stunting pada Anak di desa Securai Utara Kecamatan
Babalan Kabupaten Langkat .................................................................. 29
4. Persentase Distribusi kelompok anak stunting berdasarkan Usia dan
Jenis Kelamin ......................................................................................... 30
5. Prevalensi karies pada anak prasekolah di TK Sirajudin, Yaspend
Mulia dan Ar-Ridhaiyah di Securai Utara ............................................. 30
6. Rerata skor pengalaman karies (dmfs) kelompok anak normal dan
stunting....................................................... ............................................ ....... 31
7. Hubungan status gizi dengan pengalaman karies (dmfs) pada anak
prasekolah di TK Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di
Securai Utara....................................................... ................................... ....... 31
8. Hubungan stunting dengan pengalaman karies (dmfs) berdasarkan
usia di TK Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di Securai
Utara....................................................... ................................................ ....... 32
9. Hubungan stunting dengan pengalaman karies (dmfs) berdasarkan
jenis kelamin di TK Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di
Securai Utara....................................................... ................................... ....... 32
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambaran anak normal dan anak stunting .................................................... 8
2. Gambaran karies ....................................................................................... 16
3. Microtoise staturemeter ........................................................................... 27
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent)
3. Lembar pemeriksaan karies (dmfs) dan status gizi stunting
4. Persetujuan Komite Etik Pelaksanaan Penelitian
5. Surat Keterangan dari TK Sirajudin
6. Surat Keterangan dari TK Ar-Ridhaiyah
7. Z-score TB/U menurut WHO
8. Raw data
9. Dokumentasi
10. Analisis Statistik
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi pendek atau stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita
(bayi di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi bersifat kronis dari keadaan yang
berlangsung lamaseperti kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola asuh atau
pola makan yang kurang baik sejak anak dilahirkan, terlebih pada 1000 HPK (hari
pertama kelahiran) sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.1-3
Menurut WHO
child growth standard balita dikatakan pendek apabila nilai z-score panjang badan
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 SD
(stunted) dan kurang dari -3 (severely stunted).4,5
Negara Indonesia mempunyai sumberdaya alam yang melimpah, akan tetapi
status gizi di Indonesia saat ini khususnya status gizi pendek justru meningkat.
Stunting akan berdampak pada gangguan fungsi seperti kemampuan kognitif serta
prestasi akademis yang buruk sehingga dapat menyebabkan minimnya pendapatan di
masa yang akan datang, sampai dengan kehilangan produktifitas.6,7
Kondisi stunting sering terabaikan karena dianggap sebagai hal yang wajar.
Stunting tidak mendapat perhatian yang setara dengan underweight atau wasting.7
Padahal, anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk
tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat, dan rentan
terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor
buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas karena berpotensi
menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar
ketimpangan.1,8
Stunting dapat menghambat kemampuan anak untuk dapat secara penuh
mengembangkan talentanya selama masa hidupnya. Anak sangat rentan mengalami
kekurangan nutrisi, sehingga menjadi prioritas utama untuk dilakukan intervensi.9
Mengurangi angka stunting merupakan tujuan pertama dari enam tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
2
diharapkan dapat terealisasi dalam Global Nutrition Targets 2025 dan kunci indikator
Sustainable Development Goal of Zero Hunger.10
Penelitian di Brazil dengan desain
kohort melaporkan bahwa kelompok bayi lahir prematur memiliki risiko stunting saat
usia 12 bulan sebesar 2,35 kali dan saat usia 24 bulan sebesar 2,30 kali.11
Rachmi
dkk. menemukan bayi berusia 24-59 bulan kemungkinan terhindar dari stunting
apabila berat badan kelahiran dalam rentang 2,5-3,9 kg.12
Bayi yang lahir normal juga dapat berisiko stunting jika asupan gizinya
kurang.11
Stunting disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama
akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.13
Kurangnya
pengetahuan tentang gizi juga tergambar dari banyaknya anak yang tidak
mendapatkan kolostrum yang berfungsi sebagai antibodi.14
Pemberian air susu ibu
(ASI) yang kurang dan pemberian makanan atau susu formula terlalu dini dapat
meningkatkan risiko stunting karena bayi cenderung lebih mudah terkena penyakit
infeksi seperti diare dan penyakit pernafasan.15
Bayi sampai berumur enam bulan
hanya memerlukan ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun yang disebut
dengan ASI eksklusif. Sesudah 6 bulan, bayi baru dapat diperkenalkan makanan
pendamping ASI dan Ibu tetap memberikan ASI sampai berumur 2 tahun. Susu
formula dapat diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.16
Berdasarkan penelitian Devriany, pada kelompok bayi neonatus yang
diberikan ASI eksklusif perubahan panjang badannya lebih cepat meningkat yaitu
pada hari ke-14 (3,00 cm), sedangkan perubahan panjang badan bayi neonatus yang
diberikan ASI non-eksklusif perubahan panjang badannya terlambat yaitu pada hari
ke-28 (3,00 cm).16
Menurut Wahdah, anak yang tidak diberikan ASI eksklusif lebih
berisiko mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang diberikan ASI secara
eksklusif.14
Secara global, stunting dialami oleh 165 juta anak dibawah lima tahun dalam
kondisi pendek 90% lebih berada di Asia dan Afrika. Dalam jangka 20 tahun,
penurunan yang sangat sedikit terjadi di Afrika dari 40% menjadi 38%, dan
penurunan cukup besar di Asia dari 49% menjadi 28%.6
Hasil South East Asean
Nutrition Survey (SEANUTS) pada tahun 2010-2011 menempatkan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
3
sebagai negara yang memiliki jumlah anak balita stunting terbesar, jauh diatas
Vietnam yaitu 23%, Malaysia sebesar 17%, Thailand sebesar 16%, dan Singapura
sebesar 4%.10
Selain itu, Indonesia merupakan salah satu dari 17 negara yang
memiliki masalah gizi stunting dalam Global nutrition report tahun 2014.13
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, secara nasional
prevalensi stunting pada anak balita adalah 37,2% dengan 18% sangat pendek dan
19,2% pendek.10
Apabila ditinjau dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017,
prevalensi stunting pada anak balita di Sumatera Utara adalah 28,5% dengan 12,5%
sangat pendek dan 16% pendek, padahal WHO telah menetapkan batas toleransi
prevalensi stunting yaitu jika melebihi 20% atau seperlima dari jumlah balita maka
sudah dapat dinyatakan sebagai masalah kesehatan di masyarakat.14
Perkembangan gigi geligi biasanya dimulai pada minggu ketiga dan
kedelapan masa gestasi. Gigi desidui dan permanen mengalami fase mineralisasi
sebelum atau sesaat setelah anak dilahirkan. Kekurangan gizi pada masa-masa kritis
ini dapat menyebabkan stunting serta tumbuh kembang gigi yang tidak normal dan
mengacu pada hipoplasia enamel sehingga gigi lebih rentan mengalami
demineralisasi dan karies.15
Skor karies gigi pada anak dengan gizi kurang lebih
tinggi karena perkembangan kelenjar saliva yang mengalami atropi sehingga aliran
saliva menurun, kemudian mengurangi buffer saliva dan kemampuan self cleansing
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya karies gigi.2
Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tentang prevalensi penduduk yang
bermasalah dengan gigi mulut, menunjukan bahwa prevalensi penduduk yang
bermasalah dengan gigi mulut di Sumatera Utara yaitu sebesar 19,4%, dengan nilai
DMFT 3,6 dimana nilai ini berada dibawah nasional yaitu 4,6 yang berarti kerusakan
gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per seratus orang.10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andriani dkk. diperoleh korelasi
positif antara gizi kurang dan tingkat keparahan karies gigi. Anak dengan gizi kurang
memiliki karies gigi susu dan gigi tetap yang lebih banyakdaripada anak dengan gizi
baik.2
Penelitian Rahman dkk. di Banjar menyatakan indeks dmfs rata-rata pada
kelompok anak stunting diperoleh 8,23 dengan prevalensi karies kategori tinggi dan
Universitas Sumatera Utara
4
sangat tinggi masing-masing 33,3% yang menunjukan bahwa lebih dari sepertiga
anak dari kelompok stunting memiliki tingkat karies yang sangat tinggi.2
Sejalan
dengan penelitian tersebut, Mohammed dkk. juga menunjukkan prevalensi karies
pada anak stunting berusia 4-5 tahun di Iran sebesar 72,8%.14
Menurut studi
longitudinal Delgado-Angulo dkk. di Peru, secara keseluruhan anak stunting lebih
banyak menderita karies pada penambahan gigi permanen dibandingkan anak normal
setelah diperiksa 3,5 tahun kemudian.17
Sumatera Utara memiliki 4 Kabupaten prioritas stunting di antaranya Langkat,
Padang Lawas, Nias, dan Gunung Sitoli. Berdasarkan Kabupaten, Langkat
menempati urutan kelima yaitu salah satu daerah yang memiliki prevalensi balita
stunting paling parah dengan prevalensi pendek diatas prevalensi nasional di
Sumatera Utara yaitu sekitar 55,5% dengan rincian 38% sangat pendek dan 17,5%
pendek. Kabupaten Langkat memiliki 8 kecamatan dan 10 desa stunting. Salah
satunya yaitu desa Securai Utara, dimana sebanyak 27,7% balita termasuk kategori
stunted.1,10
Usia 3-5 tahun atau usia prasekolah merupakan usia yang sangat penting
untuk tumbuh kembang anak. Pertumbuhan anak sangat pesat pada usia ini karena
anak mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.18
Pada usia ini, dapat diamati
stunting yang dapat terjadi akibat nutrisi terlebih pada 2 tahun pertama hidupnya
kurang terpenuhi sehingga gagal mengejar tumbuh kembang selama masa balita.19
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan status
gizi pendek (stunting) dengan pengalaman karies (dmfs) pada anak balita di Desa
Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara status gizi stunting dengan pengalaman
karies (dmfs) di desa Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat?
Universitas Sumatera Utara
5
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prevalensi stunting pada anak di desa Securai Utara
Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
2. Untuk mengetahui prevalensi karies pada anak di desa Securai Utara
Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat
3. Untuk mengetahui rerata skor pengalaman karies (dmfs) pada anak di desa
Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat
4. Untuk menganalisis hubungan status gizi stunting dengan pengalaman
karies (dmfs) pada anak di desa Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten
Langkat
5. Untuk menganalisis hubungan status gizi stunting dengan pengalaman
karies (dmfs) berdasarkan usia pada anak di desa Securai Utara Kecamatan Babalan
Kabupaten Langkat
6. Untuk menganalisis hubungan status gizi stunting dengan pengalaman
karies (dmfs) berdasarkan jenis kelamin pada anak di desa Securai Utara Kecamatan
Babalan Kabupaten Langkat
1.4 Hipotesis Penelitian
Tidak terdapat hubungan stunting dengan pengalaman karies di desa Securai
Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi adanya hubungan pengalaman karies (dmfs) dan
stunting dalam perkembangan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.
2. Sebagai data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai stunting dengan pengalaman karies (dmfs).
3. Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman praktis peneliti di bidang
penelitian kesehatan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
6
4. Sebagai bahan masukan dalam evaluasi kebijakan dan pengambilan
keputusan terkait masalah gizi kurang atau stunting pada anak oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
Stunting dapat diidentifikasi dengan cara membandingkan tinggi seorang anak
dengan standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan jenis
kelamin yang sama. Anak dikatakan pendek jika tingginya berada dibawah -2 SD dari
standar WHO. Anak-anak yang mengalami stunting berpotensi untuk tumbuh
menjadi dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan
terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, stunting merupakan prediktor
buruknya kualitas sumber daya manusia yang dapat menurunkan kemampuan
produktivitas suatu bangsa di masa yang akan datang.9
Stunting terjadi akibat defisiensi nutrisi pada masa 1000 hari pertama
kelahiran (HPK).24
Praktik pemberian makan bayi dan anak sangat penting demi
keberlangsungan hidup dan perkembangan seorang anak. ASI memberikan manfaat
kesehatan yang nyata bagi anak pada dua tahun pertama kehidupan maupun
setelahnya. Sejalan dengan standar global, Pemerintah Indonesia, WHO dan UNICEF
merekomendasikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan, dilanjutkan
dengan pemberian makanan pendamping ASI dan terus menyusui hingga anak
berusia dua tahun atau lebih.4
Berdasarkan laporan Nutrition in the First Days of the World’s Mothers masa
ini disebut masa windows critical karena jika nutrisi ibu pada masa kehamilan tidak
tercukupi dan anak tidak diberi Air Susu Ibu (ASI) eksklusif serta Makanan
Pendamping ASI (MPASI) serta nutrisi yang cukup sampai usia 2 tahun maka anak
akan berpotensi mengalami stunting, sebab pada masa ini terjadi perkembangan otak
atau kecerdasan dan pertumbuhan badan yang cepat.22
Stunting disebabkan oleh growth faltering dan catch up growth yang tidak
memadai, mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal.
Bayi yang lahir normal juga dapat berisiko stunting jika asupan gizinya kurang.13
Universitas Sumatera Utara
8
Namun terdapat potensi biologis yaitu catch-up growth untuk mengejar pertumbuhan
melalui masa kanak-kanak terutama ketika pertumbuhan telah tertunda melalui
perbaikan asupan energi dan protein yang cukup, sanitasi dan air bersih.25
Menurut
Desmond, 93% anak stunting mengalami kenaikan z-score TB/U dan 75%
mengalami catch up serta pulih dari kondisi stunting saat mencapai 5 tahun.26
2.2 Indikator Stunting
Antropometri telah dipergunakan secara luas sebagai indikator pertumbuhan
dan perkembangan anak yang sangat umum digunakan karena hemat biaya, mudah,
dan memiliki korelasi kuat dengan status nutrisi anak.27
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter, sedangkan parameter adalah ukuran tunggal dari ukuran tubuh
manusia. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lalu dan keadaan sekarang. Pengukuran tinggi badan atau panjang badan pada anak
dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi/panjang badan dengan presisi 0.1 cm.11
Status gizi dapat dinilai dengan cara mengkonversikan tinggi badan setiap
anak ke dalam nilai terstandar z-score menggunakan baku antropometri WHO 2005.
Selanjutnya status gizi anak dilihat berdasarkan nilai z-score dari ambang batas yang
Gambar 1. Gambaran anak normal dan anak stunting1
Universitas Sumatera Utara
9
telah ditentukan.9
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) stunting adalah anak
dengan nilai z-score kurang dari -2 SD (stunted) dan kurang dari -3 SD (severely
stunted).5
Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi anak balita berdasarkan indeks5
Indeks Kategori Status Gizi Z-score
Panjang Badan menurut
Umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur
(TB/U) Anak Umur 0-60
bulan
Normal ≥-2 SD sampai 2 SD
Stunting <-2 SD
Indeks PB/U atau TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya
kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Seperti kemiskinan,
perilaku hidup tidak sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari
sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek.11
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stunting di Indonesia
Banyak faktor yang berpotensi menyebabkan stunting di Indonesia, di
antaranya yaitu berat badan lahir rendah (BBLR), panjang lahir rendah, prematur,
infeksi, ASI dan MPASI, sanitasi, status ekonomi, status pendidikan, merokok, dan
tinggi badan Ibu.12
2.3.1 BBLR, Panjang Lahir Rendah, Prematur
Ibu dengan gizi kurang sejak trimester awal akan melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah.11
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 g berisiko
mengalami Intraurine Growth Restriction (IUGR) yang dapat menyebabkan growth
faltering dan mengacu pada kejadian stunting.12
Bayi yang berukuran kecil untuk usia kehamilannya mengalami kegagalan
tumbuh sejak dalam kandungan. Bayi prematur dengan berat lahir rendah, berat dan
panjang badannya selain dipengaruhi oleh status gizi ibu, juga dipengaruhi oleh usia
Universitas Sumatera Utara
10
kehamilan. Bayi tersebut memiliki ukuran panjang, berat dan lingkar kepala yang
kurang dari ukuran normal.11
2.3.2 Penyakit Infeksi Sistemik
Infeksi dapat menurunkan asupan makanan, mengganggu penyerapan zat gizi,
menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung, meningkatkan kebutuhan metabolik
atau menurunnya proses katabolik zat gizi sehingga akan mempengaruhi pola
konsumsi yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi balita. Kehadiran zinc
dalam tubuh akan sangat mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, sehingga berperan
penting dalam pencegahan infeksi oleh berbagai jenis bakteri patogen.28
Kekurangan
asupan zinc dapat menyebabkan anak mengalami penyakit infeksi seperti diare dan
juga infeksi saluran pernafasan, sedangkan anak yang mengalami diare akan
kehilangan asupan zinc dari dalam tubuh melalui saluran cerna.29
Semba menemukan hubungan yang kuat antara diare pada satu minggu
terakhir dengan kejadian stunting pada anak 6-59 bulan di daerah pedesaan. Diare
akan mengganggu fungsi penyerapan didalam usus sehingga dapat mengakibatkan
balita mengalami pertumbuhan yang terhambat.30
2.3.3 Pemberian ASI dan MPASI
Kualitas dan kuantitas MPASI yang baik merupakan komponen penting
dalam makanan balita karena mengandung sumber zat gizi makro dan mikro yang
berperan dalam pertumbuhan linier.11
ASI mengandung protein yang merupakan
bahan utama dalam proses pertumbuhan, walaupun kandungan protein dalam ASI
lebih rendah dibandingkan susu formula, namun kualitas protein ASI sangat tinggi.13
Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6
bulan tidak mendapatkan ASI secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak
menerima MPASI.1
Pengaruh ASI eksklusif yaitu ASI sebagai anti infeksi.11
Bayi yang mendapat
ASI didalam tinjanya akan terdapat antibodi terhadap bakteri E.Coli dalam
Universitas Sumatera Utara
11
konsentrasi yang tinggi sehingga memperkecil resiko bayi tersebut terserang penyakit
infeksi.31
MPASI mulai diperkenalkan ketika balita berusia 6 bulan. Selain berfungsi
untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta
membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap
makanan maupun minuman.1
Pemberian MPASI lebih dini daripada seharusnya mengakibatkan anak lebih
mudah merasa lapar karena anak masih membutuhkan ASI sebagai asupan gizinya
sehingga anak akan mengonsumsi lebih banyak MPASI. Semakin sedikit ASI yang
diperoleh anak maka anak lebih mudah terserang penyakit yang dapat menghambat
pertumbuhan anak.14
Makanan MPASI yang direkomendasikan antara lain buah-
buahan seperti pisang, jeruk, pepaya karena mengandung vitamin dan mineral yang
baik untuk anak. Buah beri mengandung antioksidan dan flavonoid yang bermanfaat
untuk otak bayi. 32
2.3.4 Sanitasi
Masalah anak pendek di kabupaten atau kota sangat berhubungan dengan
faktor kesehatan lingkungan yang tidak baik. Jika kondisi kesehatan lingkungan ini
dikaitkan dengan status gizi, terutama prevalensi pendek pada anak balita dan juga
anak usia 5-18 tahun. Perbaikan akses sanitasi dan penyediaan air bersih akan
menurunkan masalah pendek pada balita sebesar 20,58% atau 27,55% pada anak
pendek 5-18 tahun.9
Sanitasi yang buruk akan mendukung terjadinya diare.30
Mencuci tangan dapat
mengurangi risiko terjadinya diare hingga 40-48%. Sehingga mencuci tangan dengan
sabun merupakan tindakan protektif terhadap stunting.33
Pengaruh penggunaan sabun
cuci tangan terhadap prevalensi stunting yaitu 25,8% pada yang menggunakan sabun
cuci tangan dan 31,6% pada yang tidak menggunakan sabun cuci tangan.34
Selain itu,
dengan mencuci tangan risiko mengidap pneumonia berkurang. Mencuci tangan juga
dapat membunuh cacing yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui faecal-oral.33
Universitas Sumatera Utara
12
Satu dari lima rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB)
diruang terbuka.1
Prevalensi stunting secara signfikan lebih tinggi pada rumah dengan
kakus (24%) dibandingkan dengan yang tidak memiliki kakus (35,3%).33
Selain itu,
satu dari tiga rumah tangga belum memiliki akses ke air bersih.1
Prevalensi stunting
pada anak yang mengonsumsi minuman yang tidak terawat 38,2%, lebih tinggi
daripada anak yang mengonsumsi minuman terawat yaitu 27,3%.33
2.3.5 Status Ekonomi
Status ekonomi keluarga dapat menjadi faktor yang meningkatkan risiko
terjadinya stunting. Penelitian Hana dan Martha pada Kecamatan Pati Kabupaten Pati
menemukan sebanyak 62% ayah sampel pada kelompok stunting memiliki pekerjaan
dengan gaji rendah seperti karyawan pabrik, kuli, petani, bahkan ditemukan juga ayah
yang tidak bekerja. Lebih dari separuh sampel kelompok stunting tinggal di rumah
dengan kondisi yang minim, seperti lantai dari tanah dan dinding dari
kayu/bambu/bata yang belum diplester. Kondisi ekonomi seperti ini membuat balita
stunting sulit mendapatkan asupan zat gizi yang adekuat sehingga sulit untuk
mengejar ketertinggalan pertumbuhan (catch up) dengan baik.11
2.3.6 Status Pendidikan
Tingkat pendidikan ini pada umumnya akan berpengaruh pada kesempatan
kerja, dimana pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk mendapatkan
kesempatan kerja yang lebih baik. Hal lain adalah tingkat kemampuan untuk
menerima informasi juga cenderung penduduk yang berpendidikan lebih tinggi akan
lebih mudah untuk diajak berkonsultasi. Semakin tinggi proporsi penduduk yang
berpendidikan tinggi di kabupaten atau kota maka semakin rendah pula prevalensi
stunting pada anak balita dan anak usia sekolah 5-18 tahun.7
Status pendidikan Ibu berkaitan erat dengan pengetahuan tentang gizi.11
Semakin tinggi pendidikan Ibu maka semakin besar pula kemungkinan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat mendukung kesehatan anak seperti
imunisasi lengkap, konsumsi vitamin A, dan konsumsi garam beriodium.29 Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
13
lama pendidikan Ibu juga berhubungan dengan status gizi balita menurut z-score
indeks TB/U.11
Prevalensi anak stunting dengan Ibu tidak lulus SD yaitu 43,4% dan lulusan
SD 31%, jauh perbedaannya apabila dibandingkan dengan Ibu yang menyelesaikan
pendidikannya hingga SMA yaitu 23%.29
Penelitian lain juga menemukan 17,24%
Ibu pada anak kelompok normal memiliki pendidikan setingkat akademi/perguruan
tinggi sementara pada kelompok stunting hanya 6,9% yang memiliki pendidikan
setingkat akademi/perguruan tinggi.11
2.3.7 Merokok
Faktor kemiskinan sangat berpengaruh pada angka prevalensi stunting dan
angka ini diperburuk dengan orang tua yang merokok. Secara keseluruhan, orang tua
perokok menyebabkan penambahan sekitar 16 persen kejadian stunting dibanding
dengan orang tua bukan perokok.9
Prevalensi stunting untuk kelompok miskin juga
berbeda mencolok pada orang tua yang perokok (18,1%) dan bukan perokok (9,9%).
Polusi udara di ruang tertutup dapat menyebabkan infeksi pernafasan, dimana infeksi
dapat menyebabkan kekurangan nutrisi pada anak.35,36
2.3.8 Tinggi Badan Ibu
Tinggi badan memiliki hubungan positif dengan berat lahir dan panjang lahir
pada negara berpendapatan menengah kebawah. Setiap peningkatan 0,7-1,0 cm tinggi
badan berhubungan dengan peningkatan 1,0 cm panjang lahir.28
Rachmi dkk.
menemukan hubungan yang kuat antara tinggi badan Ibu yang pendek dengan
stunting pada anak usia 24-59 bulan.29
Menurut Riskesdas 2013, 31,3% ibu hamil di Indonesia mempunyai tinggi
badan <150 cm.10
Studi stunting di Bogor pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa
bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan tinggi badan <150 cm mengalami laju
pertumbuhan yang selalu berada di bawah laju pertumbuhan bayi dari ibu dengan
tinggi badan ≥150 cm. Bayi dengan tinggi badan Ibu <150 cm berisiko 1,4 kali
mengalami stunting.28
Universitas Sumatera Utara
14
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Walaupun demikian, komposisi genetik bukan merupakan
faktor utama yang menentukan tinggi badan seseorang, karena kendala lingkungan
dan gizi merupakan persoalan yang jauh lebih penting.35
2.4 Dampak Stunting
Secara luas, dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pendek
atau stunting tersebut dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.
Dampak jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,
gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh, sedangkan
dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit, dan risiko tinggi untuk menculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ekonomi.9,21
1. Dampak Jangka Pendek
Stunting dan kekurangan nutrisi lainnya merupakan faktor yang sangat
berperan terhadap disabilitas, penyakit, serta kematian anak. Kekurangan nutrisi
diperkirakan menjadi penyebab dibalik 35% kematian anak.14
Kekurangan nutrisi
seperti vitamin A, zat besi, dan seng dapat meningkatkan risiko kematian.Anak
severely stunted memiliki risiko kematian empat kali lipat dari anak normal.19
Selain itu, pada Ibu dengan tinggi badan pendek, pinggul cenderung lebih
sempit. Ketidakseimbangan antara lebar pinggul dengan besarnya kepala anak dapat
menyebabkan proses persalinan terhambat yang dapat mengakibatkan anak
mengalami birth asphyxia. Hal ini dapat meningkatkan risiko kematian perinatal.7
Wanita dengan tinggi badan <145 cm dianggap stunted. Maternal stunting
dapat menghalangi aliran darah dan pertumbuhan uterus, plasenta, serta janin. IUGR
yang terjadi saat kehamilan dapat menyebabkan kematian janin. Meskipun janin
dapat bertahan hidup, bayi yang mengalami IUGR cenderung menderita
Universitas Sumatera Utara
15
keterlambatan perkembangan intelektual dan neurologis yang defisit tinggi badannya
dibawaserta hingga dewasa.7
2. Dampak Jangka Panjang
Stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan
produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross
Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain
itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality,
sehingga mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga
menyebabkan kemiskinan antar-generasi.1
Pendek atau stunting di masa anak-anak berhubungan erat dengan penyakit
tidak menular di masa dewasanya kelak. Mereka yang pendek dan gemuk mempunyai
risiko 3,4 kali untuk terkena penyakit diabetes mellitus dibandingkan dengan mereka
yang tidak pendek dan tidak gemuk.9
Seiring bertambahnya usia, anak stunting sangat riskan mengalami obesitas
dan penyakit kronis lainnya terutama dengan terjadinya urbanisasi dengan transisi
perubahan gaya hidup dan pola makan. Transisi ini dapat menjadi tantangan baru
dalam bidang ekonomi dan sosial pada negara dengan low dan middle income
terutama stunting yang terdapat pada populasi yang lebih miskin.21
Stunting juga menyebabkan penurunan kualitas performa anak di sekolah dan
kapasitas fisik untuk bekerja pada orang dewasa. Hal ini dapat berdampak pada
pendidikan, pendapatan, dan produktifitas di masa mendatang. Terdapat hubungan
positif antara stunting dengan putus sekolah, selain itu stunting juga merupakan salah
satu prediktor tinggal kelas.21
Anak yang mengalami stunting pada 2 tahun pertama
kehidupan, pada usia 8 dan 11 tahun mempunyai skor tes kognitif yang lebih rendah
terutama bila severely stunted.1
Pada tahun 2013, gambaran standar tinggi anak usia 5 tahun adalah 110
sentimeter, namun tinggi rata-rata anak Indonesia umur 5 tahun, kurang 6,7
sentimeter untuk anak laki-laki dan kurang 7,3 sentimeter untuk anak perempuan.
Ketika memasuki usia 19 tahun, tinggi kurang 13,6 sentimeter untuk anak laki-laki
dan kurang 10,4 sentimeter untuk anak perempuan dari semestinya.9 Kejadian gagal
Universitas Sumatera Utara
16
tumbuh yang terjadi pada usia balita akan berlanjut ke usia berikutnya. Besar
kemungkinan ketika mereka menginjak usia 19 tahun, maka tinggi badan optimal
tidak tercapai. Mereka akan menjadi manusia dewasa yang pendek dengan
keterbatasan untuk berproduktivitas optimal. Data menunjukkan masih tingginya
persentase perempuan usia 15-19 tahun yang tidak lagi meneruskan sekolah dan
masuk pada usia reproduksi yang selanjutnya melahirkan lagi anak-anak yang kurang
gizi.9
2.5. Karies Gigi
Karies merupakan suatu penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yaitu email,
dentin, dan sementum disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya deremineralisasi
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya.38
Demineralisasi
terjadi ketika asam organik diproduksi, sehingga solubilitas hidroksiapatit pada
jaringan lunak gigi meningkat.39
Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri
dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal
dan menimbulkan rasa nyeri.38
2.6 Etiologi Karies Gigi
Etiologi atau penyebab karies dibedakan atas faktor penyebab primer yang
langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang
Gambar 2. Gambaran karies
Universitas Sumatera Utara
17
berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang mempengaruhi biofilm. Karies terjadi
disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies
dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies.38
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan
rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet ditambah faktor waktu. Untuk
terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu
tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan
waktu yang lama.38
2.6.1 Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai host terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis. Morfologi gigi mengacu pada jumlah dan bentuk cusp,
ridge, groove, bahkan ukuran gigi secara keseluruhan.38,39
Malnutrisi dikorelasikan sebagai faktor host yang dikaitkan dengan
perkembangan lesi karies, terutama kelainan struktur gigi dan kelenjar saliva.
Terdapat beberapa mekanisme yang dikaitkan dengan stunting sebagai faktor host.
Pertama, defisiensi imun yang memiliki peran penting dalam etiologi penyakit infeksi
kronis multifaktorial seperti karies. Kedua, teori dimana malnutrisi dapat
menyebabkan efek lokal berupa hipoplasia enamel yang dihubungkan dengan
perkembangan karies. Efek lokal lainnya berupa hipofungsi kelenjar saliva yang
dapat meningkatkan risiko karies dengan berkurangnya laju aliran saliva, kapasitas
buffer, dan berkurangnya kontituen terutama protein pada saliva dan yang ketiga,
perubahan waktu erupsi gigi.2
2.6.2 Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
Universitas Sumatera Utara
18
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Bakteri yang terlibat dalam perkembangan
lesi karies, terutama Streptococcus mutans, Streptococcus sobrinus, dan
Lactobacillus sp. Pada penderita karies aktif, jumlah lactobacillus pada plak gigi
berkisar 104-10
5 sel/mg plak.
38
Walaupun demikian, Streptococcus mutans diakui sebagai penyebab utama
karies oleh karena sifatnya yang asidogenik (memproduksi asam) dan asidurik
(resisten terhadap asam). Asam ini menyebabkan pH lokal turun hingga di bawah
ambang kritis (pH 5,5) sehingga terjadilah demineralisasi jaringan gigi. Jika kalsium,
fosfat, dan dan karbonat terus dibiarkan berdifusi keluar dari gigi, maka lama
kelamaan akan terbentuk lubang.38
2.6.3 Substrat
Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan
lain yang aktif menyebabkan timbulnya karies.38
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat teterutama sukrosa cenderung mengalami karies pada gigi.37
Perlekatan
plak yang disebabkan karbohidrat bersifat lengket sehingga terbentuk deposit.
Interaksi antara makanan yang berpotensi kariogenik, frekuensi makan dan jenis diet
dapat mempengaruhi proses terjadinya karies.38
2.6.4 Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.36
Insidens karies pada anak stunting mungkin lebih tinggi
daripada anak normal, sebab pada anak stunting terjadi kelainan struktur gigi yaitu
Universitas Sumatera Utara
19
hipoplasia yang berpotensi membuat suasana rongga mulut menjadi kariogenik akibat
meningkatnya proses demineralisasi dari enamel protektif yang tipis.40
2.7 Faktor Risiko Karies
2.7.1 Oral Hygiene
Salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insidens karies
dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan
gigi.38
Berdasarkan teori, pada anak stunting dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar
saliva yang dapat mengurangi laju aliran saliva sehingga meningkatkan risiko karies
akibat fungsi self cleansing berkurang. Oral hygiene pada anak stunting cenderung
lebih buruk.40
2.7.2 Pola Makan
Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai
memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30
menit setelah makan. Di antara waktu makan, saliva akan bekerja menetralisir asam
dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak memiliki
kesempatan untuk proses remineralisasi.38
2.7.3 Jenis Kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMFT yang
lebih tinggi daripada pria.38
Indeks DMFT lebih tinggi pada perempuan (5,0)
dibanding laki-laki (4,1).10
Walaupun demikian, oral hygiene wanita lebih baik
sehingga komponen M (missing) lebih banyak pada pria. Sebaliknya, pria mempunyai
komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.38
Wanita pada umumnya lebih rentan terhadap masalah kesehatan gigi karena
adanya perubahan hormonal yang mereka alami. Perubahan hormonal tersebut
mempengaruhi aliran darah ke jaringan gusi dan juga mempengaruhi respons tubuh
Universitas Sumatera Utara
20
terhadap toksin yang dihasilkan oleh plak dan bakteri (mikroorganisme) sehingga
menyebabkan timbulnya karies. Selain itu, gigi anak perempuan lebih dulu erupsi
dibanding gigi anak laki-laki. Erupsi gigi yang lebih cepat mungkin mengakibatkan
gigi lebih lama terpapar dengan makanan kariogenik41
2.7.4 Sosial Ekonomi
Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan
sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok
sosial ekonomi tinggi.38
Pendapatan keluarga yang lebih tinggi akan memudahkan
dalam mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Orang tua yang berpenghasilan memadai mampu memberikan pelayanan kesehatan
yang lebih baik kepada anaknya.40
Sebaliknya, anak stunting yang dibesarkan dalam
keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang akan sulit dalam memenuhi kebutuhan
pokoknya sehingga sulit untuk mendapat pelayanan kesehatan.11
2.8 Indeks Karies
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Untuk mendapatkan data
tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan
pemeriksa sama atau seragam.38
Indeks DMF diperkenalkan oleh Klein dan Palmer untuk mengukur
pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan
pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Untuk gigi permanen dan susu
hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) atau
DMFS (decayed missing filled surface) sedangkan deft (decayed extracted filled
tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu.38
Untuk mengukur skor dmfs, permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi
anterior dengan empat permukaan yatu fasial, lingual, distal, dan mesial sedangkan
gigi posterior dengan lima permukaan yaitu fasial, lingual, distal, mesial, dan oklusal.
Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang
Universitas Sumatera Utara
21
hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung empat
permukaan dan tiga permukaan untuk gigi anterior.38
2.9 Hubungan Stunting dengan Karies
Status nutrisi berdampak pada perkembangan gigi dan jaringan lunak dan
kerentanan terhadap terhadap infeksi, terutama karies. Kekurangan nutrisi dapat
mempengaruhi perkembangan gigi, terutama integritas enamel dan gigi, jaringan
lunak serta komposisi saliva. Nutrisi berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut
dan begitupula sebaliknya kesehatan rongga mulut mempengaruhi nutrisi. Karies
dapat merubah anatomi gigi sehingga fungsi pengunyahan berkurang sehingga
berdampak pada kekurangan nutrisi.40
Karies merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi terbanyak di dunia.24
Andriani dkk. menjelaskan adanya hubungan positif antara malnutrisi dengan
keparahan karies gigi desidui dan permanen.2 Malnutrisi dikorelasikan sebagai faktor
host yang dikaitkan dengan perkembangan lesi karies, terutama kelainan struktur gigi
dan kelenjar saliva. Kelainan struktur gigi yaitu hipoplasia berpotensi membuat
suasana rongga mulut menjadi kariogenik akibat meningkatnya proses demineralisasi
dari enamel protektif yang tipis. Malnutrisi dapat menyebabkan keterlambatan gigi
susu untuk tanggal sehingga erupsi gigi permanen terhambat. Keterlambatan gigi
susu untuk tanggal ini menyebabkan gigi susu lebih lama terekspos sehingga lebih
memungkinkan untuk mengalami karies.40
Waktu erupsi gigi memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan
skeletal. Kekurangan nutrisi pada tahun pertama kehidupan dapat menimbulkan
metabolic shift yang kemudian mempengaruhi tumbuh kembang nantinya, termasuk
perkembangan gigi. Akibatnya, kekurangan nutrisi pada masa kehamilan tidak hanya
berpengaruh pada proses tumbuh kembang, namun juga berpengaruh terhadap erupsi
gigi desidui dan permanen. Perkembangan gigi geligi biasanya dimulai pada minggu
ke-6 dan minggu ke-8 pada masa gestasi. Gigi desidui dan permanen memasuki fase
mineralisasi sebelum atau setelah masa kelahiran. Kaninus permanen dan premolar
satu berada pada masa yang rentan pada masa post natal, dimana premolar dua dan
Universitas Sumatera Utara
22
molar berada pada masa rentan dua atau tiga tahun setelahnya. Kekurangan nutrisi
pada masa-masa kritis ini dapat menyebabkan stunting serta tumbuh kembang gigi
yang tidak normal.19
Fungsi normal kelenjar saliva diperlukan untuk mempertahankan kesehatan
rongga mulut. Defisiensi vitamin A dihubungkan erat dengan atrofi kelenjar saliva,
yang berpotensi mengurangi kemampuan pertahanan rongga mulut terhadap infeksi
dan kemampuan buffer asam plak. Hipofungsi kelenjar saliva dikaitkan dengan
malnutrisi, yang kemudian berdampak pada penurunan laju aliran saliva, kapasitas
buffer, dan penurunan konstituen saliva terutama protein.45
Laju aliran saliva memiliki hubungan secara langsung dengan terjadinya
karies melalui oral clearance yang membantu menyingkirkan patogen (virus,
bakteria, jamur) dari gigi dan permukaan mukosa.40,44
Buffer berfungsi menetralisasi
pH setelah makan, meminimalisasi waktu untuk terjadinya demineralisasi. Dibawah
pH kritis, materi anorganik gigi akan terlarut. Kurangnya protein dan defisiensi
mikronutrien seperti vitamin, zink, dan zat besi, dapat mempengaruhi jumlah dan
komposisi saliva sehingga menyebabkan keterbatasan efek protektif saliva.40
Dalam saliva tidak hanya terdapat antibodi berupa immunoglobulin A
sekretori (sIgA) yang beperan dalam melindungi gigi geligi, juga terdapat komponen-
komponen alamiah non spesifik seperti protein kaya prolin, laktoferin,
laktoperoksidase, lisozim, serta faktor–faktor agregasi dan aglutinasi bakteri yang
juga memiliki peranan dalam melindungi gigi dari karies.2
Selain itu saliva juga kaya
akan kalsium dan fosfat yang terlibat secara aktif dengan proses remineralisasi
enamel.38
Universitas Sumatera Utara
23
2.10 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Status gizi
-Normal
-Stunting
Pengalaman karies (dmfs)
Universitas Sumatera Utara
24
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasi analitik dengan rancangan
cross-sectional, untuk mengobservasi status gizi sebagai faktor risiko dan
pengalaman karies (dmfs) sebagai faktor efek dalam satu saat.46
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Securai Utara, Kecamatan Babalan,
Kabupaten Langkat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019-Maret 2019.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah anak prasekolah yang berada di TK
Yayasan Pendidikan Mulia, TK Sirajudin dan TK Ar-Ridhaiyah yang berjumlah 135
orang. Jumlah anak di TK Yayasan Pendidikan Mulia yaitu 45 orang, TK Sirajudin
60 orang dan TK Ar-Ridhaiyah 30 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah anak 3-5 tahun di desa Securai Utara, Kecamatan
Babalan, Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel dengan metode total sampling.
Universitas Sumatera Utara
25
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas / Independent : Status gizi
b. Variabel Tergantung / Dependent : pengalaman karies (dmfs)
3.4.2 Definisi Operasional
No Variabel
Definisi
Operasional
Cara/ Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Status gizi Status gizi adalah
kondisi kesehatan
seseorang yang
dipengaruhi oleh
intake nutrisi dan
pemanfaatannya
untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
TB/U adalah
tinggi badan anak
yang dicapai pada
umur tertentu.
Z-score adalah
nilai simpangan
tinggi badan
dibandingkan
nilai tinggi badan
populasi normal
menurut baku
pertumbuhan
WHO.
a. Pengukuran
tinggi badan
anak
menggunakan
microtoise
staturemeter.
b. Pengukuran
z- score menurut
baku pertumbu-
han WHO
Tinggi badan
Umur
1. Stunting=
< -2,0 SD
2. Normal=
≥-2,0 SD
sampai
dengan 2 SD
Nominal
2 Pengala
man ka
ries (dmfs)
Penjumlahan skor
karies pada tiap
permukaan gigi
untuk menggam-
barkan pengala-
man karies pada
gigi desidui.
Permukaan yang
diperiksa adalah
gigi anterior de-
Membersihkan
kavitas dari
kotoran dan
jaringan karies
dengan eskavator
dan kapas.
Pemeriksaan
dmfs pada
rongga mulut
anak mengguna
Skor dmfs Rasio
Universitas Sumatera Utara
26
3.5 Metode Pengumpulan Data
Prosedur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dapat dilakukan setelah mendapat surat persetujuan pelaksaanan
dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, kepala desa yang akan dilakukan penelitian.
2. Microtoise staturemeter ditempatkan setinggi dua meter pada permukaan
bidang vertikal yang datar dan keras seperti dinding.
3. Anak diminta untuk melepas alas kaki dan hal lainnya yang dapat
mengganggu pengukuran seperti rambut yang diikat.
No Variabel
Definisi
Operasional
Cara/ Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
2 Pengala
man ka
ries (dmfs)
ngan empat
permukaan
(fasial, lingual,
mesial, distal) dan
posterior dengan
lima permukaan
(fasial, lingual,
mesial, distal,
oklusal)
a. d = decay yaitu
gigi susu yang
mengalami karies,
tambalan
sementara, radiks
yang tersisa.
b. m= missing
yaitu semua gigi
yang hilang atau
dicabut karena
karies
c. f = filling yaitu
semua gigi
dengan tumpatan
permanen
-kan kaca mulut
dan sonde sambil
mengisi lembar
pemeriksaan.
Skor dmfs
diperoleh dengan
menjumlahkan
skor d+m+f.
Skor dmfs Rasio
Universitas Sumatera Utara
27
4. Anak diinstruksikan untuk berdiri tegak dengan bahu sejajar, kedua kaki
dirapatkan dengan posisi kepala, bahu, bokong, tumit dan betis menempel pada
dinding, kedua tangan berada disamping. Posisi kepala anak sejajar dengan lantai.
5. Periksa kembali posisi anak. Apabila sudah benar, headpiece diturunkan dan
diletakkan tepat di atas kepala anak kemudian tinggi badan anak dicatat dengan
ketelitian 0,1 cm yang paling mendekati.
6. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan rongga mulut untuk
mengetahui skor dmfs pada subjek penelitian. Pemeriksaan dilakukan dengan alat
sonde, kaca mulut, dan lampu senter.
7. Hasil pemeriksaan dicatat dalam lembar pemeriksaan yang telah disiapkan
oleh peneliti.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan
program komputer:
a. Editing (Penyuntingan Data): Untuk memastikan semua variabel terisi.
b. Coding (Pengkodean Data): mengklasifikasikan jawaban dengan memberi
kode pada masing-masing jawaban.
Gambar 2. Microtoise staturemeter
Universitas Sumatera Utara
28
c. Entry Data (Pemasukkan Data): Data yang sudah dikode kemudian
dimasukkan dalam program computer untuk dilakukan analisis.
d. Cleaning Data (Pembersihan Data): Untuk memastikan tidak ada
kesalahan dalam melakukan entry data.
3.6.2 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan melakukan perhitungan statistik:
a. Uji t-independent
Untuk menguji perbedaan pengalaman karies anak normal dan stunting
serta untuk menguji hubungan jenis kelamin dengan karies.
b. Uji one way anova
Untuk menguji hubungan usia dengan karies.
3.7 Etika Penelitian
3.7.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance)
Peneliti mengajukan surat permohonan atas kelayakan etik disertai dengan
proposal penelitian yang ditujukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan
(KEPK) di Fakultas Kedokeran Universitas Sumatera Utara.
3.7.2 Lembar Persetujuan (Surat Izin)
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada
orangtua dari sampel kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan
yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal yang
berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju dimohon untuk
menandatangani persetujuan penelitian.
3.8 Kerahasiaan (Confidentiality)
Sampel pada penelitian ini akan diberi jaminan atas data yang diberikan agar
identitas subjek pada sampel penelitian ini dapat dirahasiakan dan tidak akan
dipublikasikan tanpa izin dari subjek penelitian.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Hasil karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan usia pada anak di
desa Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat menunjukkan jumlah
responden terbanyak adalah laki-laki yaitu 64,4% dan perempuan 35,6%.
Berdasarkan usia, jumlah responden terbanyak adalah usia 4 tahun 53,3%, diikuti usia
3 tahun 26,7% dan usia 5 tahun 20% (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan usia di TK Sirajudin,
Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di Securai Utara (n=135)
Karakteristik Responden n %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
87
48
64,4
35,6
Usia (tahun)
3
4
5
36
72
27
26,7
53,3
20,0
4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Antropometri
Hasil karakteristik responden berdasarkan indeks antropometri menunjukkan
terdapat 30 orang (22,2%) anak stunting, sedangkan yang normal sebanyak 105 orang
(77,8%) (Tabel 3).
Tabel 3. Prevalensi stunting pada anak di desa Securai Utara Kecamatan Babalan
Kabupaten Langkat (n=135)
Kelompok Anak n %
Normal 105 77,8
Stunting 30 22,2
Universitas Sumatera Utara
30
4.3 Distribusi Responden Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Dari 30 orang anak stunting, kebanyakan berusia 3 tahun (60%), sedangkan
yang 4 tahun sebanyak 26,7% dan 5 tahun sebanyak 13,3%. Pada kelompok anak
stunting, responden terbanyak adalah anak laki-laki sebanyak 21 orang (70%) dan
anak perempuan sebanyak 9 orang (30%) (Tabel 4).
Tabel 4. Persentasi distribusi kelompok anak stunting berdasarkan jenis kelamin dan
usia (n=30)
Karakteristik Responden n %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
21
9
70,0
30,0
Usia (tahun)
3
4
5
18
8
4
60,0
26,7
13,3
4.4 Pengalaman Karies pada Anak di Desa Securai Utara
Prevalensi karies pada kelompok anak normal adalah 97,14% sedangkan yang
tidak mengalami karies hanya 2,86%, sementara pada kelompok anak stunting
semuanya mengalami karies (100%) (Tabel 5).
Tabel 5. Prevalensi karies pada anak prasekolah di TK Sirajudin, Yaspend Mulia dan
Ar-Ridhaiyah di Securai Utara. (n=135)
Kategori n Karies Tidak Karies
n % n %
Normal 105 102 97,14 3 2,86
Stunting 30 30 100 0 0
Rerata decayed (d) pada kedua kelompok paling tinggi pada kelompok anak
stunted yaitu 13,63 ± 5,73 dan pada kelompok anak normal yaitu 7,12 ± 3,51. Rerata
missing (m) lebih tinggi pada kelompok anak stunting (0,40 ± 1,30) daripada
kelompok anak normal (0,26 ± 1,02), sedangkan filling (f) tidak ditemukan pada
kelompok anak stunting. Secara keseluruhan, rerata dmfs pada kelompok anak
Universitas Sumatera Utara
31
stunting lebih tinggi, yaitu 14,03± 6,16 daripada kelompok anak normal 7,47± 3,74
(Tabel 6).
Tabel 6. Rerata skor pengalaman karies (dmfs) kelompok anak normal dan stunting
4.5 Analisis Hubungan Status Gizi dengan Pengalaman Karies
Hasil analisis hubungan status gizi dengan pengalaman karies menggunakan uji
t independent menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengalaman karies
(dmfs) pada kelompok anak normal dan stunting dengan nilai p=0,0001 (p<0,05)
(Tabel 7).
Tabel 7. Hubungan status gizi dengan pengalaman karies pada anak prasekolah di TK
Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di Securai Utara (n=135)
Kelompok Anak n Rerata dmfs p
Normal 105 7,47±3,74 0,0001
Stunting 30 14,03±6,16
*p<0,05= Uji statistik bermakna
4.6 Analisis Hubungan Stunting dengan Pengalaman Karies Berdasarkan
Usia
Hasil analisis hubungan stunting dengan pengalaman karies berdasarkan usia
menggunakan uji one way Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengalaman karies (dmfs) pada kelompok anak stunting berdasarkan
usia dengan nilai p=0,530 (p>0,05). Pengalaman karies (dmfs) pada kelompok anak
stunting dengan usia 3 tahun sebanyak 18 orang dengan rerata dmfs 13,00 ± 6,84,
usia 4 tahun sebanyak 8 orang dengan rerata 15,25 ± 4,77, dan 5 tahun sebanyak 4
orang dengan rerata dmfs 16,25 ± 5,67 (Tabel 8).
Kelompok
Anak n
decayed(d) missing(m) filling(f) dmfs
D D D D
Normal 105 7,12± 3,51 0,26± 1,02 0,01± 0,09 7,47± 3,74
Stunting 30 13,63± 5,73 0,40± 1,30 0,00 ± 0,00 14,03± 6,16
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 8. Hubungan stunting dengan pengalaman karies berdasarkan usia pada anak
prasekolah di TK Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di Securai
Utara (n=30)
Usia (tahun) n Rerata dmfs ± SD p
3
4
5
18
8
4
13,00 ± 6,84
15,25 ± 4,77
16,25 ± 5,67
0,530
*p<0,05= Uji statistik bermakna
4.7 Analisis Hubungan Stunting dengan Pengalaman Karies Berdasarkan
Jenis Kelamin
Hasil analisis hubungan stunting dengan pengalaman karies berdasarkan jenis
kelamin menggunakan uji t independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengalaman karies (dmfs) pada kelompok anak stunting berdasarkan
jenis kelamin dengan nilai p=0,816 (p>0,05). Pengalaman karies (dmfs) pada anak
laki-laki sebanyak 21 orang dengan rerata dmfs 13,86 ± 5,52, pada anak perempuan
sebanyak 9 orang dengan rerata 14,44 ± 7,82 (Tabel 9).
Tabel 9. Hubungan stunting dengan pengalaman karies berdasarkan jenis kelamin
pada anak prasekolah di TK Sirajudin, Yaspend Mulia dan Ar-Ridhaiyah di
Securai Utara (n=30)
Jenis Kelamin n Rerata dmfs ± SD p
Laki-Laki
Perempuan
21
9
13,86±5,52
14,44±7,82 0,816
*p<0,05= Uji statistik bermakna
Universitas Sumatera Utara
33
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di desa Securai Utara, subjek penelitian berjumlah 135
orang yang terdiri dari usia 3-5 tahun. Karakteristik responden terbanyak berdasarkan
jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 64,4% dan perempuan 35,6%. Berdasarkan
usia, responden terbanyak yaitu usia 4 tahun (53,3%), diikuti usia 3 tahun (26,7%),
dan 5 tahun (20%) (Tabel 2). Hasil ini kontras dengan penelitian Delgado-Angulo
yang melaporkan lebih banyak anak perempuan mengalami stunting.19
Namun, hasil
ini sejalan dengan riskesdas yang menunjukkan prevalensi stunting pada anak laki-
laki (19,3%) lebih tinggi dibanding anak perempuan (19,1%).10
Hal ini juga didukung oleh penelitian Beal T dkk yang menyatakan bahwa
jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor determinan stunting di Indonesia.
Namun mekanismenya belum dapat diketahui secara pasti.26
Hal ini mungkin
disebabkan adanya kepercayaan bahwa anak laki-laki menghabiskan ASI lebih cepat
sehingga diberikan MPASI lebih dini daripada seharusnya. Akibatnya anak lebih
mudah merasa lapar, yang mana anak akan mengonsumsi lebih banyak MPASI,
semakin sedikit ASI yang diperoleh anak maka anak lebih mudah terserang penyakit
yang dapat menghambat pertumbuhan anak.47
Prevalensi responden dengan status gizi normal yaitu 77,8% dan stunting
22,2% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak di desa
Securai Utara mengalami penurunan dari tahun lalu (27,7%). Selain itu, prevalensi ini
juga lebih rendah daripada hasil penelitian Muhammad di Iran yang memperoleh
prevalensi stunting sebesar 33,3%.18
Pada anak stunting responden terbanyak adalah anak laki-laki sebanyak 21
orang (70%) dan anak perempuan sebanyak 9 orang (30%). Dari 30 anak stunting
kebanyakan berusia 3 tahun (60%), sedangkan yang usia 4 tahun sebanyak 26,7% dan
5 tahun sebanyak 13,3% (Tabel 4). Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa seiring
bertambahnya umur, persentase anak stunting semakin menurun. Ada beberapa
Universitas Sumatera Utara
34
kemungkinan penyebabnya, yaitu responden pada setiap kelompok usia tidak tersebar
merata. Menurut penelitian Adair dkk, ada beberapa potensi biologis yaitu catch-up
growth untuk mengejar pertumbuhan melalui masa kanak-kanak terutama ketika
pertumbuhan telah tertunda melalui perbaikan asupan energi dan protein yang cukup,
sanitasi dan air bersih.25
Menurut Desmond, 93% anak stunting mengalami kenaikan
z-score TB/U, 75% mengalami catch up dan pulih dari kondisi stunting saat
mencapai 5 tahun.26
Prevalensi karies pada anak di desa Securai Utara sebesar 97,14% dan yang
tidak mengalami karies hanya 2,86% (Tabel 5). Persentase ini lebih tinggi daripada
penelitian Vanishree di India dengan prevalensi karies sebesar 65,7%.11
Sama seperti
hasil penelitian Gupta, pada penelitian ini decay merupakan komponen yang paling
banyak ditemukan dengan rerata decay pada kelompok anak normal 7,12 ± 3,51 dan
13,63 ± 5,73 pada kelompok anak stunting (Tabel 6). Data ini menunjukkan
rendahnya tingkat kesadaran untuk melakukan perawatan gigi pada kelompok anak
usia 3-5 tahun di Desa Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
Setelah decay komponen terbanyak diikuti dengan komponen missing, sementara
filling merupakan komponen yang paling sedikit ditemukan.48
Berdasarkan teori, ada beberapa faktor yang memengaruhi tingginya decay,
yaitu kebersihan rongga mulut, komposisi dan frekuensi diet, status sosioekonomi,
kandungan immunoglobulin di dalam saliva untuk melawan bakteri, dan asupan
fluoride.30
Hal ini mungkin karena atropi kelenjar saliva pada anak malnutrisi
sehingga antibodi berupa immunoglobulin A sekretori (sIgA) yang beperan dalam
melindungi gigi geligi, serta komponen-komponen alamiah non spesifik seperti
protein kaya prolin, laktoferin, laktoperoksidase, lisozim, serta faktor–faktor agregasi
dan aglutinasi bakteri yang memiliki peranan dalam melindungi gigi fungsinya
menjadi berkurang sehingga gigi lebih berisiko untuk mengalami karies.2
Kekurangan
terutama protein dan defisiensi mikronutrien septerti vitamin, zinc, zat besi, dapat
mempengaruhi jumlah dan komposisi saliva sehingga membatasi efek protektifnya
pada rongga mulut.40
Universitas Sumatera Utara
35
Kemudian sedikitnya komponen filling sangat berkaitan dengan pengetahuan
orang tua mengenai kesehatan gigi dan mulut. Hal ini disebabkan orang tua anak
memiliki persepsi yang salah dimana gigi susu akan digantikan oleh gigi tetap
nantinya sehingga orang tua tidak menganggap menjaga kesehatan gigi susu
merupakan sesuatu yang penting. Adapun tingkat ekonomi berpengaruh terhadap
sikap mencari perawatan. Pada kebanyakan kasus tindakan ekstraksi lebih menjadi
pilihan dibandingkan penambalan.48
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi dan pengalaman karies
(dmfs) memiiki hubungan yang signifikan dengan p=0,0001 (p<0,05). Hasil yang
diperoleh yaitu rerata dmfs 14,03 ± 6,16 pada kelompok anak stunting dan 7,47 ±
3,74 pada kelompok anak normal (Tabel 7). Hasil ini sesuai dengan penelitian
Muhammad yang memperoleh hubungan yang signifikan antara stunting dan
pengalaman karies (dmfs) pada taman kanak-kanak dengan rerata dmfs 4,4 ± 5,6 pada
kelompok anak normal dan 5,3 ± 6,5 pada kelompok anak stunting.18
Menurut
Delgado-Angulo, secara keseluruhan kelompok anak stunting lebih banyak
mengalami karies dibanding anak normal selama follow up 3,5 tahun. Pada kelompok
anak stunting ditemukan 61-79% lebih banyak lesi karies baru dibanding dengan
kelompok normal pada keadaan dimana determinan karies seperti faktor demografik,
frekuensi asupan gula, kualitas oral hygiene, telah dikontrol.19
Penelitian ini menunjukkan usia dan pengalaman karies (dmfs) memiliki
hubungan yang tidak signifikan dengan p=0,530 (p>0,05). Hasil yang diperoleh yaitu
rerata dmfs usia 3 tahun 13,00 ± 6,84, rerata dmfs usia 4 tahun 15,25 ± 4,77 dan
rerata dmfs usia 5 tahun 16,25 ± 5,67 (Tabel 8). Begitupula dengan jenis kelamin dan
pengalaman karies (dmfs) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan
p=0,816 (p>0,05). Hasil yang diperoleh yaitu rerata dmfs anak perempuan 14,44 ±
7,82 dan rerata dmfs anak laki-laki 13,86 ± 5,52 (Tabel 9). Hal ini disebabkan faktor
risiko karies yaitu anak stunting sebagai faktor host. Terdapat beberapa mekanisme
yang dikaitkan dengan stunting dan manifestasi karies. Pertama, defisiensi imun yang
memiliki peran penting dalam etiologi penyakit infeksi kronis multifaktorial,
termasuk karies. Kedua, teori dimana malnutrisi dapat menyebabkan efek lokal
Universitas Sumatera Utara
36
berupa hipoplasia enamel yang dihubungkan dengan perkembangan karies. Efek lokal
lainnya berupa hipofungsi kelenjar saliva yang dapat meningkatkan risiko karies
dengan berkurangnya laju aliran saliva, kapasitas buffer, dan berkurangnya kontituen
terutama protein pada saliva dan yang ketiga, perubahan waktu erupsi gigi.2
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yaitu karies akan meningkat sesuai
dengan peningkatan umur, namun hubungannya menjadi tidak signifikan akibat
kondisi spesifik yang ditemukan pada anak stunting.38,49
Selain itu, hubungan yang
tidak signifikan mungkin dipengaruhi oleh rancangan penelitian ini yang bersifat
cross sectional. Kondisi stunting dan karies keduanya bersifat kronis sehingga
diperlukan penelitian longterm untuk menganalisis hubungan stunting dengan
pengalaman karies lebih lanjut.
Status nutrisi berdampak pada perkembangan gigi dan jaringan lunak dan
kerentanan terhadap terhadap infeksi, terutama karies. Kekurangan nutrisi dapat
mempengaruhi perkembangan gigi, terutama integritas enamel dan gigi, jaringan
lunak serta komposisi saliva. Nutrisi berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut
dan begitupula sebaliknya kesehatan rongga mulut mempengaruhi nutrisi.40
Universitas Sumatera Utara
37
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
a. Prevalensi stunting pada anak di desa Securai Utara Kecamatan Babalan
Kabupaten Langkat yaitu 22,2%.
b. Prevalensi karies pada anak di desa Securai Utara Kecamatan Babalan
Kabupaten Langkat sangat tinggi yaitu 97,14%.
c. Rerata skor pengalaman karies (dmfs) di desa Securai Utara Kecamatan
Babalan Kabupaten Langkat yaitu 7,47 ± 3,74 pada kelompok anak normal dan 14,03
± 6,16 pada kelompok anak stunting.
d. Status gizi dengan pengalaman karies (dmfs) memiliki hubungan yang
singifikan, dimana rerata dmfs pada kelompok anak stunting adalah 14,03 ± 6,16,
sedangkan rerata dmfs pada kelompok anak normal adalah 7,47 ± 3,74 (p=0,0001).
e. Usia dan pengalaman karies (dmfs) pada anak stunting menunjukkan hubungan
yang tidak signifikan (p=0,530).
f. Jenis kelamin dan pengalaman karies (dmfs) pada anak stunting menunjukkan
hubungan yang tidak signifikan (p=0,816).
6.2 Saran
1. Disarankan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut mengenai hubungan
stunting dan karies menggunakan metode atau alat yang lebih tepat sehingga data
lebih akurat.
2. Data yang diperoleh agar dapat digunakan sebagai masukaan bagi program
dalam penyusunan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak balita.
3. Bagi para dokter gigi agar lebih memperhatikan hubungan sistemik dengan
manifestasi rongga mulut, berkolaborasi dengan bidang ahli kesehatan lainnya.
4. Adanya keterlibatan semua elemen masyarakat terutama ibu-ibu PKK dan
pengaktifan kembali secara maksimal fungsi Posyandu di desa.
Universitas Sumatera Utara
38
5. Perlunya diadakan penelitian longitudinal untuk dapat mempelajari efek
stunting terhadap pengalaman karies lebih lanjut.
6. Sebagai dokter gigi untuk ikut berperan dalam mengedukasi masyarakat
terutama Ibu mengenai pentingnya ASI dan MPASI bagi kecukupan nutrisi anak
dalam pencegahan stunting sebagai faktor risiko karies.
Universitas Sumatera Utara
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Ringkasan: 100 kabupaten/kota
prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting). Jakarta Pusat: Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017.
2. Rahman T, Adhani R, Triawanti. Hubungan antara status gizi pendek (stunting)
dengan tingkat karies gigi. Dentino 2016; 1(1): 88-93.
3. Wahyudi R, Sufriano. Pertumbuhan dan perkembangan balita stunting. JIM Fkep
2018; 4(1): 56-62.
4. Indonesia Ministry of National Development Planning and the United Nations
Children’s Fund. SDG baseline report on children in Indonesia. Jakarta:
BAPPENAS and UNICEF, 2017.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri
penilaian status gizi anak. Jakarta, 2011:2-41.
6. Dewey KG, Begum K. Long-term consequences of stunting in early life. Maternal
and Child Nutrition 2011; 7(3): 5–18.
7. Onis MD, Blossner M, Borghi E. Prevalence and trends of stunting among pre-
school children, 1990–2020. Public Health Nutrition 2011: 1-7.
8. Trihono, Atmarita, Tjandrarini DH. Pendek (stunting) di Indonesia, masalah dan
solusinya. Jakarta: Balitbangkes 2015; 1-114.
9. Barba C. SEANUTS. In: Proceedings of the Regional Conference Current
Updates on Childhood Nutrition & Development. Kuala Lumpur, 2012: 1-25.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar 2013.
Jakarta: Departemen kesehatan RI, 2013: 150-6.
11. Anugeraheni HS, Kartasurya MI. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia
12-36 bulan di kecamatan Pati kabupaten Pati. J Nutr College 2012; 30-7.
12. Beal T, Tumilowicz A, Sutrisna A, Izwardy D. A review of child stunting
determinant in Indonesia. Matern Child Nutr 2018; e12617: 1-10.
Universitas Sumatera Utara
40
13. Ningrum EM, Utami T. Hubungan status gizi stunting dan perkembangan balita
12-59 bulan. In: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-hasil Penelitian
Pengabdian Masyarakat.Purwokerto, 2017: 1-10.
14. Wahdah S, Juffrie M, Huriyati E. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur
6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. J Gizi dan Dietetik Indonesia 2015; 3(2): 119-30.
15. Devriany A, Wardani Z, Yunihar. Perbedaan Status Pemberian ASI Eksklusif
terhadap Perubahan Panjang Badan Bayi Neonatus. J MKMI 2018; 14(1): 1-8.
16. International Food Policy Research Institute. Global nutrition report 2016 from
promise to impact: ending malnutrition by 2030,2016.
17. Direktorat Gizi Masyarakat. Buku saku pemantauan status gizi 2017. Jakarta:
Departemen kesehatan RI, 2017: 58-9.
18. World Health Organization. Global nutrition policy review: what does it take to
scale up nutrition action?, 2013.
19. Heinrich-Weltzien R, Zorn C, Morse B, et al. Relationship between malnutrition
and the number of permanent teeth in Filipino 10 to 13 years old. BioMed Res
2013; 2013: 1-8.
20. Muhammad NO, Al-Obaidi WA, Amen FM. Prevalence of dental caries, gingival
status, and enamel defect and its relation to nutritional status among kindergarten
children in Sulaimani city. IOSMR JDS 2015; 12(2): 84-94.
21. Delgado-Angulo EK, Hobdell MH, Bernabe E. Childhood stunting and caries
increment in permanent teeth: a three and a half year longitudinal study in Peru.
Int J Paediatr Dent 2013; 23(2): 1-9.
22. Rahmaulina ND, Hastuti D. Hubungan pengetahuan Ibu tentang gizi dan tumbuh
kembang anak serta stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak
usia 2-5 tahun.J Ilmu Keluarga dan Konsumen 2008; 1(2): 1-11.
23. Talwar I, Airi P. Physical growth and nutritional status of children aged 6-8 years
of Panchkula city (Haryana), India. Human Biology Review 2015; 4(1): 1-26.
24. United Nation’s Childrens Funds (UNICEF). Improving child nutrition the
achievable imperative for global progress 2013.
Universitas Sumatera Utara
41
25. Adair L, Gulkey D. Age specific determinants of stunting in filipino children. J
Nutrition 1997; 127(2): 314-20.
26. Desmond C. Catch-up growth in stunted children: definitions and predictors. PloS
ONE 2017; 12(2): 1-12.
27. Ling LW, Wong HM, Peng SM, McGrath P. Anthropomethric measurements and
dental caries in children: a systematic review of longitudinal studies. Adv Nutr
2015; 6(1): 52-63.
28. Rachmi CN, Agho KE, Li M, Baur LA. Stunting, underweight, and overweight in
children aged 2.0-4.9 years in indonesia: prevalence trends and associated risk
factors. PloS ONE 2016; 11(5): 1-17.
29. Anindita P. Hubungan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, kecukupan
proteim dan zinc dengan stunting (pendek) pada bayi usia 6-35 bulan di
kecamatan tembalang kota semarang. JKM 2012; 1(2): 617-26.
30. Semba RD, Moench-Pfanner R, Sun K, et al. Consumption of micronutrient-
fortified milk and noodles is associated with lower risk of stunting in preschool-
aged children in Indonesia. Food Nutr Bull 2011; 32(4): 347-53.
31. Fitri L. Hubungan BBLR dan asi eksklusif dengan kejadian stunting di puskesmas
lima puluh Pekanbaru. J Endurance 2018; 3(1): 131-7.
32. Andriani E, Kurnia R. Pengaruh tingkat pendidikan dan status pekerjaan ibu
terhadap pemberian jenis makanan pendamping asi (mpasi) pada anak usia 6-24
bulan di kecamatan telagasari tahun 2018. J Unsika 2018; 3(2): 10
33. Saxton J, Rath S, Nair N, et al. Handwashing, sanitation, and family planning
practices are the strongest underlying determinants of stunting in rural
indigenous communities of Jharkhand and Odisha Eastern India: a cross-sectional
study. Matern Child Nutr 2016; 12: 869-84.
34. Torlesse H, Cronin AA, Sebayang SK, Nandy R. Determinants of stunting in
Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent
role for the water, sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC
Public Health 2016; 16: 669.
Universitas Sumatera Utara
42
35. Utami NH, Rachmalina R, Irawati A, et al. Short birth length, low birth weight
and maternal short stature are dominant risks of stunting among children aged 0-
23 months: evidence from bogor longitudinal study on child growth and
development, indonesia. Mal J Nutr 2018; 24(1): 11-23.
36. Hizni A, Julia M, Gamayanti IL. Status stunted dan hubungannya dengan
perkembangan anak balita di wilayah pesisir pantai utara kecamatan
Lemahwungkuk kota Cirebon. J gizi klinik indonesia 2010; 6(3): 131-7
37. Supriatna A, Fadilla RPN, Nawani AP. Description of dental caries on mixed
dentition stage of elementary school in cieber community health center.
Padjajaran J Dent 2017; 29(3): 153-7.
38. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan
pemeliharaan. Revisi. Medan: USU Press, 2012: 5-15.
39. Wang X, Willing MC, Marazita ML, et al. Genetic and environmental factors
associated with dental caries in children: the Iowa fluoride study. Caries Res
2012; 46(3): 177-84.
40. Sheetal A, Hiremath VK, Patil AG, et al. Malnutrition and its oral outcome a
review. J Clinical and Diagnostic Research 2013; 7(1): 178-180.
41. Noor RF, Subekti A, Yodong, Sutomo B. Penyebab tingginya karies gigi pada
wanita usia 15 – 44 tahun di desa Gondosari wilayah kerja puskesmas gondosari
kabupaten kudus. J kesehatan gigi 2015; 2(1): 38-46.
42. Susi, Bachtiar H, Azmi U. Hubungan status sosial ekonomi orang tua dengan
karies pada gigi sulung anak umur 4 dan 5 tahun. Majalah Kedokteran Andalas
2012; 36(1):96-105.
43. Norfai RE. Hubungan pengetahuan dan kebiasaan menggosok gigi dengan
kejadian karies gigi di sdi darul mu’minin kota Banjarmasin Tahun 2017.
Dinamika kesehatan 2017; 8(1): 213.
44. Tucker AS, Miletich I. Salivary glands development, adaptations, and disease.
Switzerland: KARGER 2010; 14: 1-20.
45. Chouhan S, Sinha NK, Khan MA, et al. Malnutrition and oral health. National J
of Multidisciplinary Research and Development 2017; 2(2): 1-6
Universitas Sumatera Utara
43
46. Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis.Jakarta: Sagung Seto,
2002: 98.
47. Tumilowicz A, Habicht JP, Pelto G, et al. Gender perceptions predict sex
differences in growth patterns of indigenous Guatemalan infants and young
children. Am J Clin Nutr 2015; 102: 1249-58.
48. Gupta D. Dental caries and their treatment needs in 3-5 year old preschool
children in rural district of India. N Am J Me Sci 2015; 7(4): 143-50.
49. Putri RM, Maemunah N, Rahayu W. Kaitan karies gigi dengan status gizi anak
pra sekolah. J care 2017;5(1):28-37.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANGTUA/WALI SUBJEK
PENELITIAN
Kepada Yth
Ibu/Bapak/Wali
Di tempat
Bersama ini saya yang bernama,
Nama : Nabila
NIM : 140600149
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara memohon
kesediaan ibu/bapak agar mengizinkan ananda yang bernama………………………...
untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “Hubungan
Stunting (Status Gizi Pendek) dan Pengalaman Karies (dmfs) pada Anak di Desa
Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stunting (status gizi
pendek) dengan pengalaman karies anak. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi kepada orangtua mengenai bagaimana stunting dapat
mempengaruhi kondisi gigi anak serta pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut
anak sejak dini karena mempengaruhi status gizi anak.
Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Anak akan diperiksa tinggi badannya menggunakan Microtoise Staturemeter.
2. Anak akan diperiksa tingkat keparahan karies (kerusakan pada gigi), alat yang
digunakan adalah kaca mulut, sonde dan senter.
Ibu/Bapak perlu mengetahui bahwa kesehatan gigi dan mulut merupakan satu
komponen yang dapat mempengaruhi kesehatan secara umum. Kesehatan gigi dan
mulut juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan dari anak. Keadaan mulut yang tidak baik misalnya banyak gigi yang
rusak dan tidak dirawat akan mengganggu fungsi pengunyahan sehingga akan
Universitas Sumatera Utara
membuat anak malas dan susah ketika makan, maka hal tersebut akan mempengaruhi
status gizi anak.
Saya berharap Ibu/Bapak mengijinkan anak Ibu/Bapak untuk jadi subjek
dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, tinggi badan anak akan diukur dengan
Microtoise Staturemeter dan rongga mulut anak akan diperiksa untuk melihat
kondisi gigi dan karies pada anak. Pemeriksaan ini akan dilakukan langsung oleh
peneliti menit.
Keuntungan menjadi subjek penelitian ini adalah memperoleh data mengenai
kondisi rongga mulut anak secara spesifik dan saran dalam upaya pemeliharaan
kebersihan rongga mulut pada anak dengan bantuan orangtua atau walinya. Adapun
kerugian dalam penelitian ini adalah mengambil waktu orangtua dan anak dan
ketidaknyamanan yang dialami anak ketika membuka mulut dalam pemeriksaan
rongga mulut anak. Pemeriksaan ini tidak dikenakan biaya.
Apabila Ibu/Bapak bersedia, maka lembar persetujuan menjadi subjek
peneletian yang terlampir harap ditandatangi dan dikembalikan kepada peneliti.
Surat kesediaan ini tidak bersifat mengikat. Ibu/bapak dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini selama penelitian ini berlangsung. Demikianlah penjelasan tentang
penelitian ini, semoga keterangan yang saya sampaikan dapat dimengerti oleh
Ibu/Bapak. Atas kesedian Ibu/Bapak dalam penelitian ini saya ucapkan terimakasih.
Langkat,………………
Nabila
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
082277879576
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Alamat :
Telepon/HP :
Selaku dari orangtua dari anak :
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian dengan sadar, tanpa
paksaan dan mengerti apa yang akan dilakukan, diperiksa dan didapatkan pada
penelitian yang berjudul :
“Hubungan Stunting (Status Gizi Pendek) dan Pengalaman Karies (dmfs)
pada Anak di Desa Securai Utara Kecamatan
Babalan Kabupaten Langkat”
Dengan penuh kesadaran atau tanpa paksaan, mengizinkan anak saya untuk
berpartisipasi sebagai subjek penelitian ini.
Langkat, …………….
Yang menyetujui
Orangtua/Wali Subjek
(………………..)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3
No Kartu :
Tanggal Pemeriksaan :……............
HUBUNGAN STUNTING (STATUS GIZI PENDEK) DENGAN
PENGALAMAN KARIES (dmfs) PADA ANAK
DI DESA SECURAI UTARA KECAMATAN
BABALAN KABUPATEN LANGKAT
LEMBAR PEMERIKSAAN
I. Data Responden
Nama Anak :
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan 1.
Tanggal lahir :
Usia :………Tahun……Bulan 2.
II. Pemeriksaan Karies
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
Universitas Sumatera Utara
3. Decayed (d) = 3.
4. Missing (m) = 4.
5. Filling (f) = 5.
6. ∑dmfs = 6.
III. Pemeriksaan Kategori Stunting:
7. Tinggi badan (sentimeter) : 7. 1.
8. Z- Score =
= 8.
9. Kategori tinggi badan menurut umur (TB/U) 9.
1. Normal : Z-score ≥-2,0 SD sampai dengan 2 SD
2. Pendek : Z-score <-2SD
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
Lampiran 6
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8
Nama Jenis kelamin Umur TB z-score Status Gizi dmfs
Chelsea P 3 87 -2,29 Stunting 26
Ferdi L 5 112,5 0,5 Normal 15
M. Ibnu Khairi L 5 115 1,03 Normal 14
Yasmin P 4 110 1,52 Normal 6
Zaki Al Rajiq L 4 112 1,99 Normal 15
Ahqa Maulana L 5 113 0,61 Normal 15
Andari P 4 110 1,52 Normal 8
Derlu L 4 109 1,29 Normal 4
M. Haikal L 5 97 -2,26 Stunting 17
Gindar L 4 110 1,52 Normal 1
Alfa L 4 111 1,76 Normal 12
Derlin L 5 107,5 -0,55 Normal 14
Afran L 4 92 -2,65 Stunting 15
Rabil Efendi L 3 86 -2,56 Stunting 12
M. Alfansyah L 4 105 0,36 Normal 10
M. Habib L 4 110,5 1,64 Normal 9
Reza Syakiawan L 4 111 1,76 Normal 12
Arfa Rizzhie L 4 104 0,25 Normal 10
Arfa Riza L 4 105 0,36 Normal 12
Marco L 4 112 1,99 Normal 13
Arya Purnama L 4 108 1,06 Normal 9
Faza Alfarizi L 5 107 0,66 Normal 14
Andalia L 4 109 1,29 Normal 11
Risal L 5 98,5 -2,44 Stunting 7
Zafelia Alfaro L 4 111 1,76 Normal 13
Fitri P 4 112 1,99 Normal 7
Silva Dwi Anggraini P 4 105 0,36 Normal 5
Zukhaira P 4 106 0,6 Normal 6
Rafael L 3 87,5 -2,16 Stunting 6
Mesi Ananda L 4 111 1,76 Normal 3
Galang Pratama L 4 106 0,6 Normal 14
Aura Zahra P 4 110 1,52 Normal 12
Fahri Al Farawi L 3 108 1,84 Normal 1
Wahyu L 4 104 0,25 Normal 11
Mutiara Nayla P 5 107 0,66 Normal 14
Muhammad Al Fariz L 4 112 1,99 Normal 7
Priscilla Paramita P 5 111 0,19 Normal 14
Universitas Sumatera Utara
Rafah L 5 104,5 -1,18 Normal 13
Bunga Hana P 3 106 2,7 Normal 2
Hasana Shaki P 4 107 0,83 Normal 11
Jihan Khaira P 5 117 1,45 Normal 8
Pinkan P 4 112 1,99 Normal 9
Razza L 4 110,5 1,64 Normal 7
Anisa P 3 86 -2,56 Stunting 13
Vanesa P 3 83 -3,34 Stunting 6
Zuhaira P 3 99 0,86 Normal 3
Aji Ramadan L 5 116 1,24 Normal 6
M. Raffa L 3 109 1,48 Normal 4
Keyia Ayunda P 4 113 2,22 Normal 5
Riko Aldiano L 4 108 1,06 Normal 6
M. Zikri L 3 85 -2,82 Stunting 6
Aska Pradita L 3 97 0,52 Normal 10
Karisma L 4 108 1,06 Normal 3
Kayla Putra L 3 90 -1,51 Normal 8
M. Akbar L 4 106 0,6 Normal 7
Randita L 3 84 -3,08 Stunting 17
Akira Humaira L 4 92 -2,65 Stunting 12
Ramadhan L 5 113 0,61 Normal 7
M. Fahri L 5 96 -2,97 Stunting 22
Afwan L 3 83 -3,34 Stunting 14
M. Agil L 3 96 0,07 Normal 6
Kenzi L 3 88 -2,03 Stunting 49
Asqa L 4 108 1,06 Normal 8
Pikri L 4 90 -3,12 Stunting 15
Nazwa P 3 105 1,43 Normal 4
Fadhil L 4 111 1,76 Normal 5
Alifah P 5 113,5 0,86 Normal 5
Gandhil L 4 109 1,29 Normal 6
Tatan P 4 108 1,06 Normal 5
Fikri Abdaul L 5 110 -2,07 Normal 9
Jias Atalia L 5 99,5 -2,23 Stunting 12
Reza Aditya L 3 101 1,38 Normal 2
Agi Ariata P 5 114 1,07 Normal 11
Narsila P 3 83 -3,34 Stunting 4
Fahmi Al Fatah L 3 103 1,91 Normal 3
Zahima P 4 91 -2,89 Stunting 12
Bayu L 4 110 1,52 Normal 2
Universitas Sumatera Utara
Govin Hibar L 5 115 1,03 Normal 9
Natasia P 3 87 -2,29 Stunting 21
Cania P 4 94 -2,19 Stunting 16
Al Bahari L 4 104 0,25 Normal 4
Ahka Maulana L 5 110 -0,03 Normal 10
Jasmine Attahaya Khanza P 3 100 1,12 Normal 2
Nayra Zasmin P 3 101 1,38 Normal 3
Alqi Rafael L 3 102 1,65 Normal 3
Mhd Arzaki Hutasoit L 4 108 1,06 Normal 4
Nayla P 5 111 0,19 Normal 11
Raisa P 4 108 1,06 Normal 9
Ausa L 3 87 -2,29 Stunting 4
Riski Ramadhan L 3 101 1,38 Normal 7
Sinta Apriliani P 4 110 1,52 Normal 4
Denis Bayu Ananda L 4 108 1,06 Normal 8
Balqis Ramadhani P 4 106 0,6 Normal 12
Alifa Azzahara P 4 108 1,06 Normal 11
Dwi P 4 107,5 1,11 Normal 5
Aswa Sabrina P 4 106 0,6 Normal 6
Haikal L 3 87 -2,29 Stunting 10
Rahel Farisya P 4 110 1,52 Normal 4
Anuar Akbar L 4 92,5 -2,54 Stunting 24
Ababil Alvaro L 5 113,5 0,71 Normal 8
Andaka Khairul L 4 109 1,29 Normal 10
Aulia Sari P 4 112 1,89 Normal 9
Afiqa Adriana P 5 119 1,87 Normal 2
Irfan Pratama L 4 111 1,76 Normal 8
Mutiara Nayla P 4 106 0,6 Normal 12
Rafif Pradila L 3 87,5 -2,16 Stunting 22
Deta L 3 86 -2,56 Stunting 16
Ipul L 4 108 1,06 Normal 10
Angga Pratama L 4 107 0,83 Normal 10
Raidan Alfarezi L 5 115 1,03 Normal 11
Afika Putri Kholiza P 4 106 0,6 Normal 10
Putra Ragel L 4 107 0,83 Normal 7
Zidan L 4 103 0,06 Normal 8
Alfino Nugraha L 4 107 0,83 Normal 4
Agil Nakula L 5 114 0,82 Normal 10
Muhammad Ehsan L 4 106 0,6 Normal 8
Muhammad Rafa L 4 109 1,29 Normal 5
Universitas Sumatera Utara
Naura Salsabila P 4 110 1,52 Normal 1
M. Alfathir L 4 93 -2,42 Stunting 21
Siti Muslimah P 3 87 -2,29 Stunting 23
Padly April Leo P 4 113 1,84 Normal 7
Embun Afrilia Siregar P 4 105 0,53 Normal 7
Febi Kartika P 4 92 -2,65 Stunting 14
Nur Zani L 3 85 -2,82 Stunting 14
Adit L 3 84 -3,08 Stunting 13
Noval L 3 106 1,7 Normal 9
Aura Dwi Cantika P 4 110 1,52 Normal 9
Fara Zahira P 3 107 1,96 Normal 8
Faisal Akbar L 4 107 0,83 Normal 9
Nizam L 5 115 1,03 Normal 11
Dedek Safira P 4 109 1,29 Normal 8
Kalista P 3 103 1,91 Normal 10
Saputra L 5 112 0,4 Normal 9
Ahmad Faris L 4 106 0,6 Normal 9
Agus L 3 103 1,91 Normal 7
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9
Dokumentasi Prosedur Penelitian
1. Pemeriksaan Tinggi Badan Menggunakan Microtoise staturemeter
Tenaga Peneliti: Icut, Helen, Nabila
2. Pemeriksaan skor dmfs
Tenaga Peneliti: Erlinda, Istaria, Putri
Universitas Sumatera Utara
3. Foto Bersama Ibu Kepala Sekolah dan Adik-Adik di TK Ar-Ridhaiyah dan
Sirajudin
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9
Hasil Analisis Perhitungan Statistik
1. Rerata Skor Pengalaman Karies
Group Statistics
StatusGizi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
decay Normal 105 7,12 3,518 ,343
Stunted 30 13,63 5,738 1,048
Group Statistics
StatusGizi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
missing Normal 105 ,26 1,029 ,100
Stunted 30 ,40 1,303 ,238
Group Statistics
StatusGizi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
filling Normal 105 ,01 ,098 ,010
Stunted 30 ,00 ,000 ,000
2. Perbedaan Karies pada Anak Normal dan Stunted
Group Statistics
StatusGizi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Skordmfs Normal 105 7,47 3,742 ,365
Stunted 30 14,03 6,167 1,126
Universitas Sumatera Utara
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skordmfs
Equal
variances
assumed
11,168 ,001 -
7,231 133 ,000 -6,567 ,908 -8,363 -4,770
Equal
variances
not
assumed
-
5,548 35,312 ,000 -6,567 1,184 -8,969 -4,164
3. Analisis Hubungan Stunting dengan Pengalaman Karies Berdasarkan Usia
Descriptives
Skordmfs
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
3 tahun 18 13,00 6,843 1,613 9,60 16,40 4 26
4 tahun 8 15,25 4,773 1,688 11,26 19,24 7 22
5 tahun 4 16,25 5,679 2,839 7,21 25,29 12 24
Total 30 14,03 6,167 1,126 11,73 16,34 4 26
Universitas Sumatera Utara
ANOVA
Skordmfs
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 50,717 2 25,358 ,651 ,530
Within Groups 1052,250 27 38,972
Total 1102,967 29
4. Analisis Hubungan Stunting dengan Pengalaman Karies Berdasarkan Jenis
Kelamin
Group Statistics
JenisKelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Skordmfs L 21 13,86 5,525 1,206
P 9 14,44 7,828 2,609
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skordmfs
Equal
variances
assumed
1,967 ,172 -
,235 28 ,816 -,587 2,498 -5,704 4,530
Equal
variances
not
assumed
-
,204 11,570 ,842 -,587 2,874 -6,876 5,701
Universitas Sumatera Utara