Status Pasie1

42
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.R Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Wanita Alamat : Tiban Komplek Pajak No. MR : 28-95-63 Agama : Islam Tanggal masuk : 28 Maret 2011 Tanggal operasi : 31 Maret 2011 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Seluruh tubuh berwarna kuning sejak 1 bulan smrs Riwayat Penyakit Sekarang : 1bulan smrs os mulai merasakan tubuhnya mengalami perubahan, kuning pertama kali muncul pada mata. Pada saat ini keluhan mual muntah dan nyeri perut sudah ada namun tidak terlalu mengganggu os. 1

Transcript of Status Pasie1

Page 1: Status Pasie1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.R

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : Tiban Komplek Pajak

No. MR : 28-95-63

Agama : Islam

Tanggal masuk : 28 Maret 2011

Tanggal operasi : 31 Maret 2011

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Seluruh tubuh berwarna kuning sejak 1 bulan smrs

Riwayat Penyakit Sekarang :

1bulan smrs os mulai merasakan tubuhnya mengalami

perubahan, kuning pertama kali muncul pada mata. Pada saat ini

keluhan mual muntah dan nyeri perut sudah ada namun tidak

terlalu mengganggu os.

2 minggu smrs os mengalami perdarahan pervaginam,

warna merah kegelapan, dalam jumlah banyak. Pada saat ini baru

diketahui bahwa os sedang hamil, dan akhirnya dilakukan kuretase,

jaringan yang keluar sedikit. Os mendapat transfusi 2 labu ketika

dirawat.

1

Page 2: Status Pasie1

Pada tanggal 28 Maret os datang ke IGD RSOB dengan

keluhan tubuh makin kuning dan mual muntah serta nyeri perut

sangat mengganggu pasien sehingga memutuskan berobat ke

RSOB.

2 hari dirawat di rs, nyeri perut tidak membaik, kemudian os,

dikonsulkan ke bagian bedah untuk dicari penyebabnya. Dari

bagian bedah tidak ditemukan masalah. Kemudian dikonsulkan ke

bagian kebidanan atas indikasi post kuretase 2 minggu smrs.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes

mellitus, asma, tuberculosis, hepatitis dan allergi obat serta

makanan.

Riwayat penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga

disangkal pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Berat badan : 50 kg

Tanda Vital :

- Tekanan darah : 90/60 mmHg

- Suhu : 37,7oC

- Nadi : 104x/menit, reguler

- Pernapasan : 24x/menit

2

Page 3: Status Pasie1

Status Generalis

i. Pemeriksaan Kepala

- Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)

- Telinga : serumen (-)

- Mulut : Gigi geligi tidak ada kelainan, mukosa mulut

normal, massa (-), sianosis (-),

- Hidung : mukosa hidung normal, epitaksis (-),massa (-)

ii. Pemeriksaan Leher

- KGB dan tiroid tidak teraba membesar

- massa (-)

iii. Pemeriksaan Dada

- Paru : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki

(-/-)

- Jantung : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-),

gallop (-)

iv. Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : perut buncit, tidak ada dilatasi vena, tidak ada

skar bekas operasi

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palpasi : nyeri tekan (+), massa (-), ballotement (-)

- Perkusi : tidak dilakukan

v. Pemeriksaan ekstremitas

- Akral hangat

- Edema

- Motorik : normal

- Reflex : normal

3

+ +

+ +

- -

- -

Page 4: Status Pasie1

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap (31 Maret 2011)

- Hemoglobin : 9,3 g/dL

- Hematokrit : 28,1%

- Leukosit : 18.000/mm3

- Thrombosit : 755.00/mm3

- CT : 6 menit 30 detik

- BT : 1 menit 15 detik

- Gol. Darah : O

- Ureum : 194,8 mg/dl

- Kreatinin : 5,94mg/dl

- Na : 130 meq/l

- K : 3,1 meq/l

- Cl : 105 meq/l

V. DIAGNOSIS KERJA

Kehamilan Ektopik Terganggu + ekstra uterine fetal death

(EUFD) dan gagal ginjal akut (ARF)

VI. RENCANA

- Rencana pembedahan : laparotomi eksplorasi.

- Rencana anestesi :

o Persiapan Operasi

Persetujuan operasi tertulis ( + )

Puasa

Infus RL 20 tetes / menit

o Jenis Anestesi : General anestesi

o Teknik Anestesi : Semi closed inhalasi dengan ET No.

7,0 dengan cuffed

o Premedikasi : fentanyl 75 mcg

4

Page 5: Status Pasie1

o Induksi : Recofol 50 mg

o Maintenance : N20 : 02 = 2 L : 2L; Sevofluran 1-2 vol

%

o Pelumpuh otot : Tramus 40 mg, Norcuron 3 mg

o Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5

menit, kedalaman anestesi, cairan, perdarahan

o Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

LAPORAN ANESTESI

5

Page 6: Status Pasie1

Pasien, Ny.R, 30 tahun, dengan diagnosis prabedah KET + EUFD

dan ARF, diantar ke ruang operasi untuk menjalani operasi CITO yaitu

operasi laparotomi eksplorasi yang dilakukan pada tanggal 31 Maret 2011

dengan menggunakan General Anestesi, ASA 4. Pasien ini termasuk ASA

4 karena pasien datang dengan keadaan sakit berat, compos mentis

namun keadaan umum lemah.

Operasi dilaksanakan pukul 03.46-05.16 WIB dan lama operasi 90

menit. Dengan dokter anastesi adalah dr. M.Gusno, Sp.An dan dokter

operator adalah dr. Amuransyah, SpOG. Anestesi yang digunakan adalah

recofol, ketalar, N2O-O2-sevoflurane dan relaksasi menggunakan tramus

dan norcuron.

Pasien diantar ke ruang operasi pukul 03.25. Kemudian dilakukan

pemasangan alat-alat monitoring seperti tensimeter, elektroda EKG dan

pulse oksimetri yang berguna untuk memantau keadaan pasien selama

anestesi. Pada pasien ini sudah terpasang IV line. Keadaan umum pasien

sebelum operasi adalah :

- TD : 95/55 mmHg

- Nadi : 103x/menit

- Suhu : afebris

- SpO2 : 98%

- BB : 50kg

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 31 Maret 2011 didapatkan

leukositosis, namun hasil lain tidak menunjukkan kelainan. Kemudian

disiapkan peralatan serta obat-obat anestesi sebelum dilakukan

pemasangan OTK. Pada pasien ini dipilih menggunakan OTK karena

adanya kemungkinan operasi yang cukup lama. Setelah semua telah siap,

pukul 03.30 dimasukkan premedikasi (IV line) berupa :

- Fentanyl 75 µg

6

Page 7: Status Pasie1

Dosis fentanyl 1-3 µg/kgBB. Fentanyl mempunyai efek

analgesik yang berguna untuk mengurangi rasa nyeri dan

membuat pasien tertidur.

Selain efek di atas, premedikasi juga bertujuan untuk

meminimalkan jumlah obat anestesi yang akan diberikan dan

memperlancar induksi anestesi.

Kemudian pukul 03.35 dimasukkan induksi anestesi berupa

- Tramus 40 mg (atracurium)

Atracurium termasuk golongan muscle relaxant non depolarisasi

intermediate acting. Dosis 0,5-0,6 mg/kgBB. Pemberian muscle

relaxant bertujuan untuk merelaksasikan otot sehingga

memudahkan dan mengurangi cedera akibat tindakan intubasi,

dan memudahkan pernapasan kendali selama anestesi.

- Recofol 50 mg

Merupakan golongan barbiturat, yang berefek menurunkan

kesadaran sehingga pasien tertidur dan apnoe. Dosis recofol 2-

3 mg/kgBB.

Setelah pemberian induksi anestesi, pasien disungkup dengan sungkup

muka yang telah terpasang pada mesin anestesi yang menghantarkan

gas sevoflurane dengan volume 3 vol% dengan perbandingan O2 dan N2O

masing-masing ½ L/menit, sambil melakukan bagging selama 2 menit. Hal

ini dilakukan untuk sambil menunggu muscle relaxant bekerja.

Penggunaan sevoflurane dipilih karena induksi dan pulih dari anestesinya

lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan

tidak merangsang jalan napas, selain itu efek terhadap kardiovaskular

cukup stabil dan jarang menimbulkan aritmia.

Setelah itu dilakukan intubasi OTK dengan ETT kingking no.7, cuff (+).

Setelah suara nafas terdengar simetris dikedua lapangan paru, mesin

7

Page 8: Status Pasie1

ventilator diset menjadi IPPV dan volume tidal diatur menjadi 500cc.

Beberapa saat setelah itu tekanan darah pasien mengalami penurunan

akibat induksi anestesi.

Pukul 03.35, diberi norcuron 3 mg sebagai musle relaxant karena ingin

saat itu pasien birasakan kurang relaksasi. Pukul 03.38 tekanan darah

mengalami penurunan dari 95/65 mmHg menjadi 78/45 mmHg diberikan

efedrin 10 mg dengan tujuan menaikkan tekanan darah

Kemudian pukul 03.44 sevoflurane diturunkan dengan volume 2 vol

% dengan perbandingan O2 dan N2O masing-masing 1/2 L/menit.

Pukul 03.46 operasi dimulai dan mulai dilakukan monitoring tanda-

tanda vital tiap 5 menit. Pada saat ini diberikan ketalar 100 mcg untuk

memberikan efek sedative pada pasien ini dan memberikan analgetik, dan

tujuan lain dari pemberian ketalar ini karena efek yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Pada 03.50 diberikan 50 mcg ketalar.

Pada pukul 04.10, pertengahan operasi diberikan kalnex 500

mg,untuk membantu proses pembekuan darah. Pukul 04.15 tekanan

darah turun lagi menjadi 78/45 mmHg diberikan efedrin 10 mg.

Pukul 04.30 sevoflurane dihentikan karena untuk mencegah pasein

tidur terlalu dalam dan menybabkan tekanan darah semakin turun.

Pukul 04.35 diberikan 10 mg efedrin dan diberikan transfuse whole

blood 350 cc mengingat perdarahan yang banyak dan Hb pre anastesi

kurang dari 10 g/dl.

Pada pukul 05.15 operasi selesai. Pasien diberikan ketalar dan

efedrin yang di drip

Pada operasi ini total cairan yang diberikan 2350 cc, yaitu RL

1000cc dan Haemacell 1000 cc. Cara menghitung jumlah cairan adalah :

- Cairan maintenance :

8

Page 9: Status Pasie1

10 kg x 4 cc = 40cc

10 kg x 2 cc = 20 cc

3 0 kg x 1 cc = 3 0 cc +

= 90 cc

- Operasi besar : BB x 8 cc = 50 x 8 cc = 400cc

- Puasa : Puasa x Maintenance = 5 jam x 110 cc = 550 cc

Jumlah cairan pada jam I = maintenance + operasi+ 50% jam

puasa

= 90 cc + 400 cc + 275 cc = 765 cc

Jam II= maintenance + operasi+ 25% jam puasa

= 90 cc + 400 cc + 138,5 cc = 628,5 cc

Jadi total cairan yang harus diberikan = 765 cc + 628,5 cc = 1393,5

cc 1500 cc

Jumlah perdarahan pada operasi ini + 500 cc.

Total cairan yang diberikan pada pasien ini sejumlah 2350 cc, berupa 2

kolf Ringer Asetat x 500cc dan 2 kolf Heamacell x 500cc, dan transfusi

whole blood, karena adanya perdarahan masif pada intraoperasi.

Pemberian Asering atau Ringer Asetat yang merupakan cairan kristaloid

isotonik, memiliki komposisi elektrolit yang lengkap dan mirip dengan

plasma tubuh. Pemberian cairan ini bertujuan sebagai pengganti plasma,

untuk mengganti atau memperbaiki/ mencegah insufisiensi sirkulasi akibat

defisiensi volume plasma / darah, baik absolute mahupun relative.

Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dan dimetabolisir

di otot. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan

pada dehidrasi berat dengan syok dan kondisi asidosis. Selain itu,

pemberian loading cairan pada saat induksi anestesi bertujuan untuk

9

Page 10: Status Pasie1

mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemi sentral, yang

umum terjadi setelah pemberian anestesi umum maupun regional.

Pemberian Haemacell adalah sebagai pengganti plasma dari

jenis koloid, kelebihannya adalah menurpakan cairan iso-osmotik dan

dapat mempertahankan keseimbangan cairan akibat berat molekulnya

yang besar. Ianya tidak mengganggu hemostasis dan tidak terjadi

akumulasi pada RES.

Monitoring Selama Anestesi

Jam Tensi Nadi Sa02 Keterangan

03.30 95/55 104 99 MR tramus 40 mg

Induksi recofol 50 mg I.V, O2 6 L /

menit dan intubasi. Terpasang infus

RL

03.35 100/62 95 99N20 : 02 = 2 : 2 total flow 1 L / menit,

sevofluran 3 vol % Norcuron 3 mg

Efedrin 10 mg

03.40 80/45 108 99

03.45 95/50 121 99 Operasi dimulai dan monitoring tanda

– tanda vital tiap 5 menit.

Sevofluran 2 vol %

Ketalar 100 mcg

03.50 88/53 110 99 Ketalar 50 mcg

03.55 88/53 102 99

10

Page 11: Status Pasie1

04.00 89/54 102 99

04.05 84/58 115 99

04.10 80/51 118 99 Kalnex 500 mg

04.15 74/49 118 99 Efedrin 10 mg

04.20 80/50 121 99

04.25 66/40 122 99

04.30 64/38 117 99 Sevofluran stop

04.35 64/39 110 99 Efedrin 10 mg

04.40 69/45 112 99

04.45 86/52 112 99 Efedrin 10 mg

Transfusi wholeblood 350 cc

04.50 86/54 113 99

04.55 90/50 104 99

05.00 90/50 103 99

05.05 90/55 103 99

05.10 93/55 103 99

05.15 94/55 102 99 Operasi selesai

05.20 94/54 103 99

11

Page 12: Status Pasie1

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit

secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali

(reversible). Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari hipnotik,

analgesia, dan relaksasi otot. Anestesi umum adalah bentuk anestesi

yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat

disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan.1,2

Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi

kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat

anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak,

sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan

sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui

stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu

dan mencegah terjadinya kelebihan dosis.3

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,

pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini

didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat

anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang

tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah,

tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran

pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat

dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran

cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987). Obat

anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai

sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya

analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai

kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang

merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah

dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas.5

12

Page 13: Status Pasie1

Pada anestesi umum dikenal stadium anestesi dari Guedel,

stadium ini untuk mengetahui kedalaman anestesi dan lebih jelas bila

digunakan eter. Stadium anestesi terdiri dari:2

a. Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi)

Stadium ini berlangsung mulai induksi anestesi hingga

hilangnya kesadaran. Rasa nyeri belum hilang sama sekali

sehingga hanya dapat dilakukan pembedahan kecil. Akhir

stadium ini ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata.

b. Stadium II (stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium)

Dimulai dari hilangnya kesadaran dan hilangnya reflek bulu

mata sampai ventilasi kembali teratur. Terdapat depresi

ganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol atau

reaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan.

c. Stadium III (stadium pembedahan)

Mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi. Dibagi 4

plana.

Plana 1 : dari timbulnya pernafasan teratur thoracoabdominal,

anak mata terfiksasi kadang – kadang eksentrik,

pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi

meningkat, reflek faring dan muntah negative, tonus

otot mulai menurun

Plana 2 : ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal

menurun, frekuensi nafas meningkat, anak mata

terfiksasi di tengah, pupil mulai midriasis, reflek

cahaya mulai menurun dan reflek kornea negative.

Plana 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena

terjadi kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak

ada, pupil melebar, anak mata sentral, reflek laring

13

Page 14: Status Pasie1

dan peritoneum negative, tonus otot makin

menurun.

Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot

diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir

plana, tonus otot sangat menurun, pupil midriasis

dan reflek sfingter ani dan kelenjar air mata

negative.

d. Stadium IV (stadium paralysis atau kelebihan obat.)

Mulai henti nafas (paralisis diafragma) hingga henti jantung.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan

menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai

premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

1. Persiapan Pra Anestesi

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan

(elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra

anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan

pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi

pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik

elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan

tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:1,2,3

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi

yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.

c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American

Society Anesthesiology):

ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir,

tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris.

Angka mortalitas 2%.

14

Page 15: Status Pasie1

ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai

dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau

proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga

aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang

mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan

operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina

menetap. Angka mortalitas 68%.

ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan

operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan

hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.

Angka mortalitas 98%.

ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil

(didonorkan)

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency)

terdiri dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

Pemeriksaan praoperasi anestesi 2,3

I. Anamnesis

1. Apakah pasien pernah dibius sebelumnya?

2. Apakah pasien merokok ?

Merokok harus dilarang dalam 24 jam sebelum agen

anestesi diberikan, karena dapat terjadi kadar

karbosihemoglobin yang dapat menyebabkan pengurangan

kapasitas darah pembawa oksigen secara bermakna.

3. Apakah pasien mengkonsumsi alkohol ?

15

Page 16: Status Pasie1

Riwayat minum alkohol berlebihan yang menahun penting

diketahui, karena adanya resistensi penderita terhadap

depresan sistem saraf pusat yang mungkin meningkat.

4. Apakah pasien menderita penyakit hipertensi, diabetes mielitus,

atau ginjal?

5. Apakah pasien menderita penyakit jantung atau menggunakan

pacu jantung?

6. Apakah pasien menggunakan gigi palsu?

II. Pemeriksaan Fisik

1. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat,

terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan

sesudah pembedahan.

2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi

pernafasan, serta suhu tubuh.

3. Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk

mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi

palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi ortopedi dan

dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai

dari visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi

protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk

menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan

intubasi. Penilaiannya yaitu:

i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior

oropharynk, tonsilla palatina dan

tonsilla pharingeal

ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding

posterior uvula

iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula

iv. Mallampati IV : palatum durum saja

4. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung

16

Page 17: Status Pasie1

5. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi

6. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites,

hernia, atau tanda regurgitasi.

7. Ekstrimitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal,

sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di

tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional.

Macam-macam Teknik Anestesi

Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk

anestesik yang menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak

mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di

depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak

diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap

ke udara terbuka.

Semi open drop method: Hampir sama dengan open drop,

hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan

masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali

sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan

volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume

udara semenit.

Semi closed method : Udara yang dihisap diberikan

bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian

dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat

ditentukan. Udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara

luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan

memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat

dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari

100% kebutuhan.

17

Page 18: Status Pasie1

Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed

hanya udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat

mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat

digunakan lagi.

2. Premedikasi Anestesi

Dewasa ini dengan kemajuan teknik anestesi, tujuan

premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan

mengurangi jumlah obat-obatan yang digunakan, tetapi terutama

untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi.

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.

Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :1

a. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.

b. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

c. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

d. memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin

e. mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron

f. memperlancar induksi, misal : pethidin

g. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

h. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium,

sulfas atropin.

i. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas

atropin dan hiosin.

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan

fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan

prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi

yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan

umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat

pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi

sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh

18

Page 19: Status Pasie1

terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam

operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan2

Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat

digunakan sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di

bawah ini:2,3

a. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.

b. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal

diazepam dan midazolam

c. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.

d. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.

e. Antihistamin, misal prometazine.

f. Antasida, misal gelusil

g. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine

Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut,

dalam pemakaian sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat

untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, misalnya kombinasi

narkotik, benzodiazepin, dan antikolinergik. Sebaiknya obat-obat

premedikasi dilakukan 30 menit sampai 60 menit sebelum induksi.5

3. Obat-obatan Premedikasi1,2,3,5

Pada kasus ini digunakan obat premedikasi :

Fentanyl

Fentanyl adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x

morfin. Lebih larut lemak dibanding petidin dan menembus sawar

jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan

distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi

fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.

Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidoksilasidan sisa

metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

19

Page 20: Status Pasie1

Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek

analgesinya. Dosis 1-3 µg/kgBB digunakan untuk induksi anestesia

dan pemeliharaan anestesia dengan kombinasi benzodiazepin dan

anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Efek tak

disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat

dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah

peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,

aldosteron dan kortisol.

4. Induksi

Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai

tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan

tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau

memperdalam stadium anestesi setelah induksi.

Pada kasus ini digunakan obat induksi :

a. Propofol

Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang

berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.

Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.

Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi

secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan,

tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat

dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan

opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.

Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi

efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan

curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi

trakea.

20

Page 21: Status Pasie1

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,

metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun.

Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan

konvulsi pasca operasi yang minimal.

Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini

didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi

sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya

tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik.

Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan

jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol

memiliki efek antiemetik. 3,6

Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi

pernafasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem

kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi,

hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing,

euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri

sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain. Dosis yang

dianjurkan adalah 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.4,6

b. Ketamin

Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar

dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan

kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk

sistem somatik tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin dapat

meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai

20%.

Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB

(1-4,5 mg/kgBB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam

5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis

ulangan setengah dari semula. Ketamin IM untuk induksi diberikan 10

21

Page 22: Status Pasie1

mg/kgBB (6,5-13 mg/kgBB), stadium operasi terjadi dalam 12-25

menit.

5. Pemeliharaan

a. N2O-O2

Andrews (1868) menggunakan N2O bersama-sama O2 utnuk

anestesiologi. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau

manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.

Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai dengan O2 minimal

25%.Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat,

sehinga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang

persalinan. Pada anestesia inhalasi jarang digunakan sendirian,

tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesik lain seperti

halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesia setelah N2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga

terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk

menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-

10 menit

b. Sevoflurane

Sevoflurane merupakan halogenasieter. Induksi dan pulih

dari anestesi lebih cepat dibadingkan dengan isofluran. Baunya

tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas, sehingga

digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang

menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti

isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar.

6. Obat Pelumpuh Otot

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular

sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut

mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat

22

Page 23: Status Pasie1

penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin,

dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal

kurarin.

Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan

mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta

memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan

ventilasi kendali.4,5

Obat pelumpuh otot yang digunakan adalah :

Atracurium besilat (tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif

baru yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari

tanaman Leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan

atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu antara lain adalah:

a. Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui

suatu reaksi kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman.

Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal.

b. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.

c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang

bermakna.

Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang

dipakai. Pada umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi

adalah 2-3 menit, sedang lama kerja atracurium dengan dosis

relaksasi 15-35 menit.

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan

(sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian

antikolinesterase. Nampaknya atracurium dapat menjadi obat

terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung

dan ginjal yang berat.1,6

23

Page 24: Status Pasie1

Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang

mengandung 50 mg atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat

bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan

terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv

7. Intubasi Endotrakeal

Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,

sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah

dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :

a. Mempermudah pemberian anestesi.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.

c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.

d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

e. Pemakaian ventilasi yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

8. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan

harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi

cairan perioperatif bertujuan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang

selama operasi.

b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi

yang diberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :

a. Pra operasi

24

Page 25: Status Pasie1

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,

muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada

ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka

bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24

jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius

kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

b. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.

Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

Ringan = 4 ml / kgBB / jam.

Sedang = 6 ml / kgBB / jam

Berat = 8 ml / kgBB / jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana

perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan

dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang

hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat

dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan

dosis 1-2 kali darah yang hilang.

c. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan

defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari

pasien.4,7

9. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca

operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar

atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca

atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan

sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan

perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi

25

Page 26: Status Pasie1

atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan

karena operasi atau pengaruh anestesinya.

Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang

perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah

anestesi dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa

dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete score

Tabel 1. Aldrete Scoring System

No

.

Kriteria Skor

1 Aktivitas

motorik

Mampu menggerakkan ke-4

ekstremitas atas perintah atau secara

sadar.

Mampu menggerakkan 2 ekstremitas

atas perintah atau secara sadar.

Tidak mampu menggerakkan

ekstremitas atas perintah atau secara

sadar.

2

1

0

2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk

Nafas kurang

adekuat/distress/hipoventilasi

Apneu/tidak bernafas

2

1

0

3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari

semula

Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari

semula

Tekanan darah berbeda >50% dari

semula

2

1

0

4 Kesadaran Sadar penuh 2

26

Page 27: Status Pasie1

Bangun jika dipanggil

Tidak ada respon atau belum sadar

1

0

5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula

Pucat

Sianosis

2

1

0

Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang

perawatan.

27

Page 28: Status Pasie1

PEMBAHASAN

Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis,

pemeriksaan fisik akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi

medis, bedah maupun anestesi.

A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK

Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang, dimana

kebutuhan cairan dapat meningkat, sehingga pasien dapat mengalami

dehidrasi. operasi. Dapat terjadi sepsis.

B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH

1. Cito yang jika tidak segera dilakukan pembedahan, bisa

mengancam jiwa pasien

2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.

3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)

Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan

teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu

dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI

1. Pemeriksaan pra anestesi

Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :

Puasa lebih dari 5 jam (pasien sudah puasa selama 6 jam)

Pemeriksaan laboratorium darah

Permasalahan yang ada adalah :

Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum

dilakukan anestesi dan operasi.

Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai

dengan keadaan umum penderita.

28

Page 29: Status Pasie1

Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi

pada penderita perlu dilakukan :

Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.

Puasa paling tidak 5 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga

bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.

Persiapan kantung darah mengingat hb pasien yang rendah dan

tidak memungkinkan dilakukan tranfusi darah

Infus dipasang dua jalur

Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada

operasi ini diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit, amnesia

dan mencegah resiko aspirasi. Teknik anestesinya semi closed

inhalasi dengan pemasangan endotrakheal tube, dan perencanaan

ini sudah tepat karena bila dengan face mask bahaya aspirasi dan

terganggunya jalan napas lebih besar

Selama operasi dipasang ET teknik cepat.

2. Premedikasi

a. Untuk memberikan efek sedatif dan mencegah resiko aspirasi pada

pasien diberikan fentanyl 75 mcg

3. Induksi

Digunakan recofol 30 mg I.V. karena memiliki efek induksi yang cepat,

dengan distribusi dan eliminasi yang cepat.

a. Untuk memberikan efek analgesik yang kuat diberikan Ketalar 100

mg I.V. dan dilanjutkan dengan pemberian tramus 40 mg dan

norcuron 3mg sebagai pelemas otot.

Namun dalam operasi, tekanan darah pasien semakin menurun

sehingga diputuskan hanya diberikan induksi ketalar dan

maintenance O2. Ketalar berfungsi sebagai sedative hipnotis dan

dapat menaikkan tekanan darah pasien.

29

Page 30: Status Pasie1

4. Maintenance

Penggunaan sevofluran hihentikan dan hanya diberi O2 untuk

mencegah pasien tidur yang semakin dalam dan dapat

menyebabkan tekanan darah semakin turun.

5. Terapi Cairan

Untuk pemenuhan cairan pada pasien ini sudah sesuai dengan

prosedur, namun pada pasien ini perlu adanya restriksi cairan

karena pasien sedang memiliki masalah pada ginjalnya. (ARF)

30

Page 31: Status Pasie1

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, S, dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi kedua.

Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

2. Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar

untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Departemen Pendidikan Nasional,

Jakarta

3. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. 2002. Ilmu Anestesi. dalam: Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 2. edisi ketiga. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta.

4. Atkinson, R. S. dkk. A Synopsis of Anesthesiology, Tenth Edition.

P. G. Asian Economy, Singapura, 1988.

5. Edward, M., Mikhail, M. 1996. Clinical Anesthesiology, Second

Edition a Lange Medical Book.

6. Gan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi ke- 4. FKUI.

Jakarta.

31