status asmatikus.docx

25
REFERAT STATUS ASMATIKUS Disusun oleh : Intan Ratna K Pembimbing : dr. Imam Ghozali, Sp.An

Transcript of status asmatikus.docx

Page 1: status asmatikus.docx

REFERAT

STATUS ASMATIKUS

Disusun oleh :

Intan Ratna K

Pembimbing :

dr. Imam Ghozali, Sp.An

KEPANITRAAN KLINIK SMF ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2015

Page 2: status asmatikus.docx

PENDAHULUAN

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan

penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di

Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok.

Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas

tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk

penyakitini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan

kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,

peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan

kematian.

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10

penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan

emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai

penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,

prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis

kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.

Page 3: status asmatikus.docx

TINJAUAN PUSTAKA

STATUS ASMATIKUS

A. Definisi

Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak

responsif dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian

nebulasi B agonis (bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan

respon yang baik. Serangan pada status asmatikus dapat terjadi dari yang

ringan sampai yang berat tergantung dari tingkat obstruksi pada bronkus yang

disebabkan oleh bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi pada saluran

pernapasan. Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas,

retensi dari karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.

B. Patogenesis

Gambar 1. asma terjadi karena penyempitan, peradangan dan konstriksi otot

bronkus6

Page 4: status asmatikus.docx

Gambar 2. Respon kekebalan tubuh6

Pada asma dijumpai adanya inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas.

Oleh karena itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan

tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf

otonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh

APC (Antigen Presenting Cells = sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil

olahan allergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel T

penolong inilah yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau

sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti

mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit

untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi

seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor

(PAF), bradikinin, tromboksan (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ

sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular,

edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub

epitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN).

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas

menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat

terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan

Page 5: status asmatikus.docx

bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).

Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan

pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini

diperlukan otot-otot bantu napas.

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.

Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler

yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin

merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan

oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi.

Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2

menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan

asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh

mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini

menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta

terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai

dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia)

dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang

berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh

darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa

melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk

hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan

menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi.

2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak setara

dengan sirkulasi darah paru.

3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan

mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap

yang sangat lanjut.

C. Gejala Klinis

Page 6: status asmatikus.docx

Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

Sesak nafas, bicara terputus-putus.

Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab

penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.

Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi

lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah

kemudian jatuh ke dalam koma.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

Riwayat keluarga (atopi)

Riwayat alergi / atopi

 Penyakit lain yang memberatkan

Perkembangan penyakit dan pengobatan

D. Klasifikasi derajat beratnya asma

Page 7: status asmatikus.docx

E.

Penegakan diagnosis

a. Anamnesis

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi ataupun

kombinasi dari gejala dibawah ini :

Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

RINGAN SEDANG BERAT

Aktivitas Dapat berjalan

dan berbaring

Jalan terbatas,

lebih suka

duduk

Sukar berjalan,

suka

membungkuk

ke depan

Bicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah gelisah Gelisah

Frekuensi

napas

< 20x/mnt 20-30 x/menit > 30 kali/menit

Nadi < 100 x/mnt 100-120 x/mnt >120x /mnt

Otot bantu

napas dan

retraksi

suprasternal

- + +

Mengi Akhir ekspirasi

paksa

Akhir ekspirasi Inspirasi dan

ekspirasi

APE > 80% 60-80% <60%

PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

Sa O2 >95% 91-95% <90%

Pulsus

paradoxus

- ± 10-20 mmHg >25 mmHg

Page 8: status asmatikus.docx

Sesak nafas, bicara terputus-putus.

Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab

penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.

Riwayat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah digunakan,

respon obat, waktu mula terjadinya dan penyebab serangan dan ada /

tidaknya risiko tinggi untuk keadaan fatal yaitu :

riwayat serangan asma yang membutuhkan ventilasi mekanis

riwayat perwatan di RS/ ke UGD dalam 1 tahun terakhir

saat serangan, masih dalan glukokortikosteroid oral atau baru berhenti

salbutamol

riwayat tidak patuh dengan pengobatan

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.

Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.

Responsif terhadap pemberian bronkodilator

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan umum

o Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat.

Pasien dengan eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan

saturasi oksigen. Fase ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa

ditemukan.

o Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan

makanan atau minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas

yang meningkat.

o Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa

dilihat

o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa

berbicara dengan ayat penuh.

Page 9: status asmatikus.docx

o Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika

hipoksemia memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi.

Dengan meningkatnya obstruksi pada unit paru, hipoksemia

memburuk lalu hiperkarbia terjadi. Kedua hipoksemia dan

hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan merupakan

tanda akhir dari respiratory compromise.

Pemeriksaan sistem respiratorik

o Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi.

Wheezing, terjadi akibat udara melalui saluran pernafasan yang

menyempit akibat obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena

turbulensi udara.

o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada

tergantung keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang

lemah)bisa ditemukan pada pasien yang sudah terjadi impending

respiratory failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau

terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat

penting karena penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah

hipoksia. Keuntungan penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah

didapatkan, tidak invasive, menunjukkan monitoring yang berterusan,

dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia akibat gangguan

ventilasi/perfusi mismatch.

2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk

memonitor kadar kalium serum. Obatan yang digunakan untuk

mengobati status asmatikus bisa menyebabkan hipokalemia. Nilai pH

yang rendah bisa menyebabkan peningkatan transien dari kalium.

3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen

beta-agonis, seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun,

Page 10: status asmatikus.docx

akibat penyimpanan yang tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada

anak-anak yang lebih muda.

4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan

karbondioksida didalam darah yang mengindikasikan terjadinya

hipoksia dan hipoksemia. Serta untuk mengetahui apakah telah terjadi

asidosis atau alkalosis dengan mengukur Ph dan HCO3-.

5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa

mengindikasikan ada infeksi bakteria; tapi dengan penggunaan beta-

agonis dan kortikosteroid bisa mengubah komposisi dari sel darah putih

dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.

6. Pemeriksaan faal paru

1. Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan

kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi

paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat

bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan

instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk

mendapatkan nilai  yang akurat, diambil nilai tertinggi dari  2-3 nilai

yang reproducible dan acceptable.  Obstruksi jalan napas diketahui

dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau  VEP1 < 80%  nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%

atau  VEP1 < 80% nilai prediksi.

Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1  15% secara spontan, atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat

membantu diagnosis asma

Menilai derajat berat asma

 

2. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Page 11: status asmatikus.docx

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak

expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah,

mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di

berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun

instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/

dipahami baik oleh dokter maupun penderita,

sebaiknya  digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk

memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan

ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi

yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma

Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE  15% setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator),  atau bronkodilator oral 10-14

hari, atau respons terapi  kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan

variabiliti APE harian selama  1-2 minggu. Variabiliti juga dapat

digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat klasifikasi)

F. Tatalaksana

Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and

Prevention Program (NAEPP) of America Expert Panel, penanganan atau

perawatan terhadap seseorang anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang

intensif dengan medikasi dan intervensi lingkungan. Rawat inap di rumah sakit

merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien rawat jalan.

Penanganan pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:

Oksigen

Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi ventilasi dan perfusi .

Bisa diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi

hipoksemia yang signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk

memberikan sebanyak-banyaknya 98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen

adalah untuk mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Page 12: status asmatikus.docx

Beta-agonis inhalasi

Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma.

Obat-obat ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk

memediasi terjadinya bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak

reseptor beta. Dengan menstimulasi reseptor ini, otot salur pernafasan

berelaksasi, pembersihan mukosiliar meningkat, dan produksi mukus

menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi inhalasi biasanya

merupakan cara yang paling efektif.

Kortikosteroid

Kortikosteroid seperti metilprednisolon, prednisolon atau prednisone,

merupakan terapi yang penting dalam pengobatan status asmatikus. Ia

digunakan untuk mengurangi inflamasi salur pernafasan yang berat dan

edema pada asma. Selain itu kortikosteroid dikatakan membantu meningkat

efek obat beta-agonis. Kortikosteroid bisa diberikan secara intravena atau

oral. Walaupun kebanyakan dokter memberikan kortikosteroid secara

intravena pada kasus status asmatikus , terdapat penelitian yang mengatakan

bahwa pemberian kortikosteroid secara oral adalah sama efektif dengan

pemberian kortikosteroid secara intravena.

Antikolinergik

Agen antikolinergik menghalang terjadinya bronkokonstriksi dengan

menghambat cyclic guanosine monophosphate (GMP). Ia juga

mengakibatkan menurunnya produksi mukus dan meningkatkan

pembersihan mukosiliar.

Pasien dirujuk ke RS apabila :

Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma

Page 13: status asmatikus.docx

Serangan asma beratAPE <60% nilai prediksi

Respon bronkodilator tidak segera

Tidak ada perubahan dalam 2-6 jam penggunaan kortikodteroid

Gejala asma semakin memburuk

Mengatasi Keadaan Gawat

a. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.

b. Oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal prong.

c. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan

maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.

d. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6

jam subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna9)

e. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam

I.V. ) bisa juga memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat

digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari,

kortikosteroid diberikan sampai membaik secara klinis dan laboratoris.

Disamping parenteral diberikan juga Prednison peroral 3 x 10 mg per hari

sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.

f. Antibiotik bila jelas ada infeksi

Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin / Ampicillin 2 x 1 g I.V.

atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber infeksinya.

g. Menilai hasil tindakan dan terapi

Dengan keadaan klinis (scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan

faal paru, analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan eosinofil serta

monitoring EKG.

Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :

Serangan asma akut berat

Membutuhkan perawatan rumah sakit

Tidak respon dengan pengobatan/memburuk

Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll.

Bila terjadi kegagalan terapi

a. Asidosis respiratorik

Page 14: status asmatikus.docx

Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut

jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2). AGD dan pemeriksaan lain atas indikasi

Ventilasi diperbaiki

Pemberian Nabic

b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )

Pemberian O2 4- 6 L/m dengan venturi mask

c. Gagal napas akut

alat bantu napas ( ventilator mekanik )

syarat :

apneu

kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis . respiratorik akut

Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik akut

Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2

Algoritma penatalaksanaan asma di rumah saki

Page 15: status asmatikus.docx

Dirawat di ICUInhalasi agonis beta2 ± anti-kolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta 2 injeksi SC/IM/IVTerapi oksigen menggunakan masker venturiAminofilin dripMungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik

Dirawat di RSInhalasi agonis beta2 ± anti-kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerai oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker venturiPantau APE, sat O2, nadi, kadar teofilin

Pulang Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta2Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi penderitaMemakai obat yang benarIkuti rencana pengonatan sekanjutnya

Page 16: status asmatikus.docx

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: status asmatikus.docx

1. Lazarus SC. Airway Remodeling in Asthma. American Academi of

Allergy, Asthma and Immunology 56th Annual Meeting, 2000. Available

from  http//www.medscape.com.

2. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Asma. Available

at :http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html.

3. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir

Indo 1988.

4. WHO. Bronchial asthma. Available

at :http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs206/en/.