Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

30
Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular Ivan Laurentius S 102011265 / D3 Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6 FK UKRIDA 2011 Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 E-mail: [email protected] Pendahuluan Penyakit-penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang dapat menyerang berbagai kelompok usia, khususnya pada anak-anak. Kondisi gizi buruk dan cakupan imunisasi yang rendah mendukung timbulnya penyakit-penyakit menular di Indonesia. Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengatasi keadaan-keadaan ini adalah melalui fasilitas Puskesmas. Program-program yang dilaksanakan puskesmas untuk meningkatkan gizi dan cakupan imunisasi masyarakat tercantum sebagai program utama dari puskesmas dalam kegiatan KIA dan upaya peningkatan gizi masyarakat. Tingkatan Pencegahan Penyakit Dalam kesehatan masyarakat ada lima tingkatan pencegahan penyakit. Kelima tingkat pencegahan tersebut antara lain adalah: peningkatan kesehatan (health promotion), perlindungan khusus (specific protection), diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment) , pembatasan kecacatan (disability of limitation), dan pemulihan kesehatan (rehabilitation). 1 1

description

BLOK26 PBL

Transcript of Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Page 1: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Ivan Laurentius S

102011265 / D3

Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6

FK UKRIDA 2011

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Penyakit-penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang dapat menyerang

berbagai kelompok usia, khususnya pada anak-anak. Kondisi gizi buruk dan cakupan

imunisasi yang rendah mendukung timbulnya penyakit-penyakit menular di Indonesia. Salah

satu bentuk upaya pemerintah dalam mengatasi keadaan-keadaan ini adalah melalui fasilitas

Puskesmas. Program-program yang dilaksanakan puskesmas untuk meningkatkan gizi dan

cakupan imunisasi masyarakat tercantum sebagai program utama dari puskesmas dalam

kegiatan KIA dan upaya peningkatan gizi masyarakat.

Tingkatan Pencegahan Penyakit

Dalam kesehatan masyarakat ada lima tingkatan pencegahan penyakit. Kelima tingkat

pencegahan tersebut antara lain adalah: peningkatan kesehatan (health promotion),

perlindungan khusus (specific protection), diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat

(early diagnosis and prompt treatment), pembatasan kecacatan (disability of limitation), dan

pemulihan kesehatan (rehabilitation).1

Lebih spesifik lagi, kelima tingkatan pencegahan penyakit tersebut digolongkan

kedalam tiga hal, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.

Peningkatan kesehatan dan perlindungan khusus merupakan pencegahan primer, sementara

diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat serta pembatasan kecacatan adalah bagian dari

pencegahan sekunder, dan pencegahan tersiernya adalah dan pemulihan kesehatan.

Pencegahan primer sasarannya adalah kelompok risiko tinggi (ibu hamil dan

menyusui, perokok, obesitas, dan pekerja seks), dengan tujuan untuk menghindarkan mereka

agar tidak jatuh sakit atau terkena penyakit. Pencegahan sekunder sasarannya adalah

penderita penyakit kronis dengan tujuan untuk memberikan penderita kemampuan untuk

mencegah penyakit bertambah parah. Sementara, pencegahan tersier sasarannya adalah

1

Page 2: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

kelompok pasien yang baru sembuh dengan tujuan agar penderita segera pulih dengan

mengurangi kecacatan seminimal mungkin.2 Pencegahan primer masuk keadalam kategori

fase pencegahan prepatogenesa (belum sakit), sementara pencegahan sekunder dan tersier

masuk kedalam kategori fase pencegahan patogenesa (kondisi sakit).

1. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)

Peningkatan kesehatan merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan pada saat

masih sehat sehingga tidak menjadi sakit dengan menggunakan pengetahuan, sikap dan

perilaku yang baik. Peningkatan kesehatan dapat membantu masyarakat dalam

mengembangkan sumber untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

mereka.3

Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya dapat dilakukan dalam bentuk:

pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan

yang sehat dan memadai, rekreasi, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, serta

pemeriksaan kesehatan periodik.5 Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, peningkatan

kesehatan juga dapat berbentuk: melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan,

memberikan nutrisi yang sesuai dengan standar, dan meningkatkan kesehatan mental.1

2. Perlindungan Khusus (Specific Protection)

Specific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan

penyakit tertentu, misalnya dengan melakukan serangkaian kegiatan imunisasi dan

peningkatkan keterampilan remaja untuk menolak menggunakan narkoba.2 Selain kedua hal

tersebut, perlindungan khusus juga dilakukan melalui upaya higiene personal, sanitasi

lingkungan, perlindungan bahaya penyakit kerja, avoidment allergic, dan nutrisi khusus

(nutrisi untuk ibu hamil dan bayi), dsb.1,4,5

3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Cepat dan Tepat (Early Diagnosis and Prompt

Treatment)

Early diagnosis and prompt tratment ini ditujukan pada individu yang telah jatuh

sakit. Tujuan utama dari diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat adalah untuk

mencegah penyebaran penyakit menular, mengobati dan menghantikan proses penyakit,

menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.2 Hal-hal yang

terkait dengan hal ini adalah diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta

2

Page 3: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

pemberantasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.1 Diagnosis dini

sangat penting untuk penyakit kanker dan penyakit-penyakit menular.

4. Pembatasan Kecacatan (Disability of Limitation)

Pada tahap ini, kecacatan yang terjadi diupayakan untik diatasi, agar tidak mengarah

pada cacat yang lebih buruk.2 Misalnya adalah dengan penyempurnaan pengobatan lanjutan

agar tidak menimbulkan komlikasi, pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan, serta

perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan.1

5. Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation)

Untuk tahap rehabilitasi ini, upaya yang dapat dilakukan antara lain pendidikan

khusus yang disesuaikan dengan kondisi klien yang direhabilitasi, penempatan klien seseuai

dengan keadaannya (selective place), terapi kerja, dan pembentukan kelompok paguyuban

khusus bagi klien yang memiliki kondisi yang sama.4

Epidemiologi Penyakit-penyakit Menular

Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi kejadian kesakitan dan

kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kejadiannya pada kelompok dan

masyarakat.6 Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui

suatu kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian,

melalui pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat

kesimpulan dan rekomendasi dalam bentuk laporan. Pengertian istilah-istilah dalam

penyelidikan epidemiologi KLB/wabah, antara lain:

Infektifitas adalah kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak, dapat

dianggap dengan menghitung jumlah minimal dari unsur penyebab untuk

menimbulkan infeksi terhadap 50% pejamu spesies sama. Dipengaruhi oleh sifat

penyebab, cara penularan, sumber penularan, serta faktor pejamu seperti umur, sex

dll.

Patogenesitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat

orang menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi

menjadi sakit. Patogenesitas sangat dipengaruhi oleh infektivitas, sehingga

penghitungannya mengunakan formulasi yang sama dengan infektifitas (patogenesitas

= infektifitas).

3

Page 4: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Dengan tingkatan penyakit berdasarkan gejala dibagi menjadi:  A = tanpa gejala, B =

penyakit ringan, C = penyakit sedang, D = Penyakit Berat, dan E =  Mati. Maka,

infektifitas = patogenesitas dapat dihitung yaitu (B+C+D+E / A+B+C+D+E) artinya

kasus infeksi dibagi dengan jumlah yang terkena infeksi. Pengertian patogenestias =

infektifitas adalah 50% pejamu spesies yang sama. Misalnya, dalam suatu kelompok

penyelidikan (individu-individu dalam suatu kelompok) telah memiliki gejala yang

sama diatas 50 % dari jumlah individu dalam suatu kelompok) maka dapat dipastikan

bahwa kelompok masyarakat dalam suatu penyelidikan epidemiologi sudah dapat

diketahui unsur penyebabnya alias sudah dapat ditetap diagnosa epidemiologi

komunitasnya.

Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat (D+E)

terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis yang jelas (B+C+D+E). Virulensi

dipengaruhi oleh dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu.

Reservoir adalah organisme hidup atau mati (misalnya tanah) dimana penyebab

infeksi biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia,

binatang, tumbuhan serta lingkungan lainnya. Reservoir merupakan pusat penyakit

menular, karena merupakan komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus

sebagai sumber penularan.

Bentuk KLB/Wabah didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat.

Gambar 1. Betuk KLB/Wabah yang didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat

Kasus adalah mereka dimana suatu agen infektif telah masuk dan tinggal dalam tubuh

mereka dan telah ada gejala infeksi.

4

Page 5: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Karier adalah mereka yang menyimpan agen infektif di dalam tubuhnya. Menurut

jenis dibagi menjadi: tanpa gejala (misalnya polio, hepatitis), karier dalam

penyembuhan (contoh: diphteriae), dan karier kronik (contoh: tifus).

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan

dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun

waktu tertentu.7 Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang

jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada

waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.7

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen

PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan

Penanggulangan KLB. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat

unsur:8

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.

Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).

Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan

angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.

Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih

bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali

dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.

CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 %

atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.

Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan >

2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.

Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus

dari periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita

baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas

dari penyakit yang bersangkutan.

Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan

dan keracunan pestisida.

5

Page 6: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

KLB penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat

menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi

dan dicegah penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi

secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman

KLB beserta kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan

peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh

karena itu perlu diatur dalam pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa

(SKD-KLB).

Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan

surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan

laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program

kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota,

Propinsi dan Pusat9.

Kegiatan-kegiatan dalam surveilans adalah sebagai berikut:

pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus

pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk menghasilkan informasi

penyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau institusi yang

dianggap berkepentingan, dan

menggunakan informasi yang dihasilkan dalam manajemen yaitu perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian.10

Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara

operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan

sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang

harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem survailans

epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular,

Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Lingkungan Dan Perilaku, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans

Epidemiologi Kesehatan Matra.

Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan

faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.

6

Page 7: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan

faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.

Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko

untuk mendukung program penyehatan lingkungnan.

Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan

faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.

Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan

faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.9

Program Puskesmas

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat

diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan

kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat 2010’. Upaya kesehatan

tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas

bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada

perorangan.11

Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib di

laksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.  Ada 6 Program Pokok pelayanan kesehatan

di  Puskesmas yaitu :

7

Page 8: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif)  yaitu bentuk pelayanan  kesehatan

untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan

oleh seorang dokter  secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan  yang diperoleh 

selama anamnesis dan pemeriksaan

2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan

untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan

penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).

3. Pelayanan KIA  dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di 

Puskesmas yang ditujukan  untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia

Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi

dan balita.

4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu  program

pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular

penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).

5. Kesehatan Lingkungan yaitu  program pelayanan kesehatan lingkungan di

puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya

sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk

pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat,

6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan

gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi,

penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat

Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih,

Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi

Keluarga/Masyarakat.12

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat memperoleh

pelayanan kesehatan profesional oleh petugas sektor, maupun non-profesional oleh kader.

8

Page 9: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Posyandu sendiri dikembangkan dari pos pengembangan balita, pos imunisasi, pos KB, dan

pos kesehatan. Adapun pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh posyantu meliputi: KB,

KIA, gizi imunisasi, penanggulangan diare, dsb. Sasaran dari pelayanan posyandu adalah

sebuah anggota masyarakkat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan pasangan usia

subur.

Seperti telah disebutkan diatas, di posyandu terdapat pelayan kesehatan profesional

dan non-profesional. Fungsi dari para perawat kesehatan profesional anataralain adalah:

memberikan bimbingan teknis saat pelaksaaan penimbangan, membantu menyuluh,

memberikan pelayanan imunisasi dan pengobatan sederhana, memberikan penyuluhan,

merujuk pasien ke puskesmas, dan pelayanan kontrasepsi. Sementara peran kader yang

merupakan masyarakat meliputi: mencatat pendaftaran, membantu menimbang, memberikan

penyuluhan, mengirim masyarakat ke petugas kesehatan, menemukan penderita diare

kemudian melakukan penyuluhan dan oralit, serta merujuk bayi yang belum diimunisasi agar

dibawa ke posyandu.13

Kesehatan Ibu dan Anak

1. Ibu Hamil

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:

a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan darah,

pemantauan nilai status gizi (pengukuran lingkar lengan atas), pemberian tablet besi,

pemberian imunisasi Tetanus Toksoid, pemeriksaan tinggi fundus uteri, temu wicara

(konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

serta KB pasca pesalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu oleh kader.

Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.

b. Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelas Ibu

Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan.

Kegiatan Kelas Ibu Hamil antara lain sebagai berikut:

Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui,

KB dan gizi

Perawatan payudara dan pemberian ASI

Peragaan pola makan ibu hamil

Peragaan perawatan bayi baru lahir

2. Ibu Nifas dan Menyusui

9

Page 10: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:

Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalinan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

dan ASI eksklusif dan gizi.

Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (1 kapsul segera setelah

melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama).

Perawatan payudara.

Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi

fundus uteri (rahim). Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.

3. Bayi dan Anak balita

Pelayanan Posyandu untuk bayi dan anak balita harus dilaksanakan secara

menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang pelayanan memadai,

pada waktu menunggu giliran pelayanan anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan

dilepas bermain sesama balita dengan pengawasan orangtua di bawah bimbingan kader.

Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis

pelayanan yang diselenggarakan

Posyandu untuk balita mencakup:

Penimbangan berat badan

Penentuan status pertumbuhan

Penyuluhan dan konseling

Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi

dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke

Puskesmas.14

Imunisasi

1 Pengertian dan Tujuan Imunisasi

Imunisasi merupakan usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tumbuh membuat zat anti untuk mencegah

penyakit. Sedangkan vaksin sendiri diartikan sebagai bahan yang dipakai untuk merangsang

pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin

BCG, DPT, dan campak) dan memlalui mulut (vaksin polio). Tujuan dari imunisasi ini tidak

lain bertujuan untuk menciptakan kekebalan anak agar dapat menurunkan angka mortalitas

serta mengurangi kecatatan akibat penyakit.15

10

Page 11: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

2. Sasaran Imunisasi

Yang perlu diimunisasi adalah orang-orang yang rentan terkena penyakit tertentu pada

suatu saat karena profesinya, misalnya: ibu hamil, bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja,

orang tua, manula, profesional (dokter, para medis), calon jemaah haji, dan orang-orang yang

akan berpergiaan ke luar negeri.

3. Imunisasi Wajib (Imunisasi Dasar) dan Imunisasi Pelengkap

Di Indonesia, terdapat dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi yang diwajibkan oleh

pemerintah (imunisasi dasar) dan imunisasi yang hanya dianjurkan atau hanya sebagai

pelengkap saja. Biasanya imunisasi yang merupakan imunisasi pelangkap dapat digunakan

untuk mencegah kejadian luar biasa (KLB) atau penyakit endemik dan hanya untuk

kepentingan tertentu (berpergian).15

Imunisasi yang diwajibkan merupakan sebuah Program Pengembangan Imunisasi

(PPI) yang wajib diberikan kepada bayi usia satu tahun ke bawah. Imunisasi yang diwajibkan

adalah program yang resmi dari pemerintah terutama dari Departemen Kesehatan). Setiap

anak dibawah usia 1 tahun, wajib memperoleh lima jenis imunisasi. Kelima jenis imunisasi

ini disebut dengan LIL (Lima Imunisasi Dasar Lengkap). Lima imunisasi dasar yang

diwajibkan antara lain BCG (Bacille Calmette Guerin), hepatitis B, polio, DPT (Difteri,

Pertusis, Tetanus), dan campak.16

Sementara itu, imunisasi yang hanya dianjurkan (imunisasi pelengkap) merupakan

program imunisasi non-PPI. Meskipun hanya sebagai pelengkap, sebenarnya jenis imunisasi

ini juga sangat penting bagi anak. Karena bertujuan agar sistem kekebalan tubuh anak

menjadi lebih baik lagi. Imunisasi pelengkap biasanya dilakukan oleh dokter praktik swasta

yang biayanya relatif lebih mahal. Beberapa jenis imunisasi pelengkap adalah: Hib

(Haemophilus influenzae type B), Penumokokus (PVC), Influenza, MMR (Measless/campak,

Mumps/gondong, Rubella/campak jerman), dsb.16

4. Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)Adapun jenis Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) beserta jadwalnya sebagai

berikut:

Jenis Imunisasi Penyakit yang Berusaha Dicegah Cara pemberian VaksinBCG (Bacille Calmette Guerin)

TBC (tuberkulosis), yaitu penyakit yang menyerang paru-paru, selaput otak, tulang, kelenjar getah bening, dan usus.

Disuntikkan(biasanya dilengan atas)

Hepatitis B Hepatitis B, yakni penyakit yang Disuntikkan

11

Page 12: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

menyerang hati, dapat juga menyebabkan sirosis (hari mengkerut) dan kanker hati.

(biasnaya di daerah paha)

Polio Polio, yaitu penyakit yang mengakibatkan kelumpuhan, baik lumpu satu kaki saja atau kedua kakinya.

Diteteskan di mulut

DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)

Difteri adalah salah satu penyakakit yang disebabkan bakteri. Tetanus adalah penykit akibat bakteri yang masuk melalui luka kulit, dapat menyebabkan kontraksi hebat pada otot. Pertusis adalah batuk rejan atau batuk seratus hari.

Disuntikan

Campak Campaak adalah penyakit yang menyebabkan kulit kemerahan dan demam.

Disuntikan

Tabel 1. Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)16

Tabel 2. Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006.15

Secara lebih lengkap, pemberian imunisasi BCG diberikan sejak lahir, dan apabila

usia >3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. BCG baru dapat diberikan

apabila uji tuberkulin negatif. Sementara imunisasi Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam

setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1bulan dan kemudian pada rentan waktu 3-6 bulan. Untuk

polio diberikan pada saat kunjungan pertama dan secara berkala dilakukan pada 2, 4, 6, 18

bulan, lalu pada usia 5 tahun. Imunisasi DPT dapat diberikan pada usia >= 6 minggu, secara

terpisah atau dikombinasi dengan Hepatitis B (Hepatitis-combo/DPT-HB). Untuk campak-1

diberikan pada usia 9 bulan, sedangkan campak-2 diberikan pada usia 6 tahun.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa cakupan

imunisasi dasar di seluruh provinsi di Indonesia rata-rata untuk tiap jenis imunisasi adalah:

BCG 77,9%, polio 66,7%, DPT-HB 61,9%, dan campak 74,4%; sedangkan berdasarkan

kelengkapannya, hanya 53,8% anak usia 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar

lengkap.

12

Page 13: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

5. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)

Reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan

pasca-imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization (AEFI). Secara khusus

KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik

karena efek aksin, efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, dsb.

Walaupun saat ini reaksi KIPI dapat diminimalkan, tetap saja petugas imunisasi maupun

dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang

dapat terjadi.17 Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan reaksi KIPI terhadap beberapa

jenis imunisasi:

Imunisasi Efek Samping

DPT Difteri: umumnya demam dalam 24-48 jam, sakit, kemerahan dan

bengkak pada daerah injeksi, rewel, mengantuk, serta anoreksia.

Tetanus: sama seperti difteri ditambah urtikaria dan malaise, adanya

benjolan pada daerah injeksi.

Pertusis: sama seperti tetanus, namun dapat terjadi kehilangan

kesadaran, kejang demam, dan reaksi alergi sistemik.

Haemophilus

influenzae tipe b

Reaksi lokal ringan seperti eritema, nyeri, dan demam ringan

Polio Paralisis karena vaksinasi jarang terjadi dalam 2 bulan imunisasi

MMR Mumps (gondong): secara esensial tidak ada efek samping.

Rubella (campak jerman): anoreksia, malaise, ruam, dan demam

sampai 10 hari.

Meassles (campak): Anoreksia, malaise, ruam, dan demam sampai 10

hari

Tabel 4. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)15

6. Rantai Vaksin (Cold Chain)

Rantai Vaksin atau Cold Chain adalah pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur

untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. Peralatan

rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai

dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan.

13

Page 14: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Sarana rantai vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi

vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-

masing.

Lemari Es

Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar program (buka atas).

Posko potensial secara bertahap juga dilengkapi dengan lemari es.

Mini Freezer

Sebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap puskesmas diperlukan 1 buah

freezer.

Vaccine Carrier

Vaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan vaksin

ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan ke

lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga diperlukan vaccine carrier

yang dapat mempertahankan suhu relatif lebih lama.

Thermos

Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap thermos

dilengkapi dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk

mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat cocok digunakan

untuk daerah yang transportasinya mudah dijangkau.

Cold Box

Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat seperti

listrik padam untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila

diperbaiki memakan waktu lama.

Freeze Tag/Freeze Watch

Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu

membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai lapangan / posyandu dalam upaya

peningkatan kualitas rantai vaksin.

Kotak dingin cair (Cool Pack)

Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar

ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu +2ºC dalam lemari

es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.

Kotak dingin beku (Cold Pack)

14

Page 15: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar

ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5ºC − 15ºC dalam freezer

selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.15,18

Status Gizi Buruk

Secara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons

imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi

menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan higiene

perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan

pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit

infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu

membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara (intermediate factor)

kaitan gizi dengan penyakit infeksi

Sebagai contoh, kekurangan energi-protein (KEP) berkaitan dengan gangguan

imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen,

sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin (cytokines). Kekurangan zat gizi

tunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B6,

dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas. Selain itu, kelebihan zat gizi atau

obesitas juga menurunkan imunitas.

Gangguan pada berbagai aspek imunitas, termasuk fagositosis, respons proliferasi sel

ke mitogen, serta produksi T-lymphocyte dan sitokin telah ditemukan pada kondisi

kekurangan gizi. Sampai saat ini, mekanisme yang melaluinya kekurangan gizi

mengakibatkan gangguan fungsi imunitas masih terus mendapat perhatian serius para ahli

gizi, imunolog, ahli biologi, dan ahli di bidang lain yang terkait.

Fungsi imunitas yang dinilai adalah komponen, komplemen, delayed-hypersensitivity,

thymus-dependent lymphocytes, secretory IgA, microbicidal capacity of neutrophils, dan

leukocyte terminal transferase. Beberapa penelitian baik pada tikus maupun manusia telah

menghasilkan informasi penting berkenan hubungan antara susu terfermentasi dengan

imunitas. Pemberian susu terfermentasi dapat mendorong pembentukan antiobodi dan

respons imunitas seluler pada orang sehat. Fungsi imunitas yang paling dipengaruhi adalah

imunitas erperantara sel dan aktivitas sitokin.

Walaupun ada bukti bahwa kekurangan gizi dapat mempengaruhi patogen akan tetapi,

pada umumnya dampak kekurangan gizi pada penyakit infeksi dikaitkan dengan menurunnya

15

Page 16: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

fungsi imunitas tubuh. Kekurangan energi-protein, misalnya, antara lain, menyebabkan

penurunan pada proliferasi limposit, produksi sitokin, dan respons antibodi terhadap vaksin.19

Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)

UPGK adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi

dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini dibimbing pemerintah melalui departemen terkait

yaitu kesehatan, pertanian, BKKBM, Agama , dan lain-lain.

Pengertian secara lebih rinci bahwa UPGK :

merupakan usaha keluarga untuk mempergaiki gizi seluruh anggota keluarga

dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak

masyarakat and petugas berbagai sektor sebagai pembimbing dan Pembina.

merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan bagian

integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk

melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga/masyarakat.

Langkah-langkah kegiatan UPGK meliputi 3 komponen besar yaitu :

Penyuluhan Gizi Masyarakat

Tujuan kegiatan ini adalah terjadinya proses perubahan, pengertian, sikap dan

perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan pemanfaatan pelayanan gizi yang tersedia

dimasyarakat.

Pelayanan Gizi Melalui Posyandu

Tujuan pelayanan ini adalah menurunnya angka kurang kalori protein (KKP) dan

kebutaan karena kekurangan vitamin A pada balita serta anemia gizi pada bayi hamil.

Peningkatan Pemanfaatan Tanaman Perkarangan

Keadaan gizi buruk pada anak akan berpengaruh pada kesehatan anak. Hal ini daapt

menyebabkan menurunnya system

Salah satu kegiatan pelayanan gizi di posyandu adalah pemberian makanan tambahan

( PMT ) kepada anak balita yang dilaksanakan oleh kader-kader PKK atau kaderdesa lainnya

dengan bimbingan teknis oleh petugas gizi puskesmas.15,18

Kartu Menuju Sehat (KMS)

16

Page 17: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal

anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. Dengan KMS gangguan

pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan

tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat KMS di

Indonesia digunakan sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pemantauan

pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari (1) penilaian pertumbuhan anak

secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan

status pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan; dan (2) menindaklanjuti

setiap kasus gangguan pertumbuhan. Tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan biasanya

berupa konseling, pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan rujukan.15

Fungsi utama KMS ada tiga, yaitu;

Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik

pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang

anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan

anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil

risiko anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat

badan tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko

mengalami gangguan pertumbuhan.

Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat pelayanan

kesehatan dasar anak terutama berat badan anak, pemberian kapsul vitamin A,

pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.

Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS dicantumkan pesan-pesan dasar perawatan anak

pemberian makanan anak, perawatan anak bila menderita diare.

Langkah-langkah pengisian Kartu Menuju Sehat

1. Memilih KMS sesuai jenis kelamin

2. Mengisi identitas anak dan orang tua pada halaman muka KMS

3. Mangisi bulan lahir dan bulan penimbangan anak

4. Meletakkan titik berat badan dan membuat garis pertumbuhan anak

5. Mencatat setiap kejadian yang dialami anak

6. Menentukan status pertumbuhan anak

7. Mengisi catatan pemberian imunisasi bayi

8. Mengisi catatan pemberian kapsul vitamin A

9. Isi kolom pemberian ASI eksklusif

17

Page 18: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

Gambar 2. Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kesimpulan

Status imunisasi dan status gizi memengaruhi kesehatan anak terhadap infeksi

penyakit menular. Keadaan gizi berpengaruh pada sistem imunitas anak; bila gizi buruk

sistem imunitas menurun dan demikian sebaliknya. Imunisasi memberikan kekebalan pada

penyakit menular yang bersangkutan. Maka dari itu, seorang anak perlu memiliki status gizi

yang baik serta imunisasi yang lengkap untuk mengurangi risiko terhadap penyakit menular.

Daftar Pustaka

1. Rajab, Wahyudin. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.

2. Maulana DJH. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.

3. Kusnanto. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2004.h.96.

4. Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.

5. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam

Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.

6. Muninjaya AAG. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

1999. h. 115 – 38.

7. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Republik Indonesia No.

949/Menkes/SK/VIII/2004 Tentang Pedoman Penyelengaraan Sistem Kewaspadaan

Dini Kejadian Luar Biasa. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.

18

Page 19: Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular

8. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999

tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1999.

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2003.

10. Buchari, Lapau. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;

2009.

11. Depkes. Kebijakan Dasar Puskesmas. Dalam Kepmenkes no 128 tahun 2004.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2010.

12. Ali A. Program Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.Dinas Kesehatan Kabupaten

Polewali Mandar.Sulawesi Barat. 2012.

13. Suryanah. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 1996.h.109-11.

14. Gunawan S. Kepala Direktorat Epim Depkes RI. Pertemuan Nasional Program

Imunisasi. Jakarta; 1989.

15. Hidayat, AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.

Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.h.54-60.

16. Eveline, Djamaludin N. Panduan pintar merawat bayi dan balita. Jakarta: KAWAH

media; 2010.h.72-5.

17. Cahyono JBSB, Lusi RA. Verawati, Sitorus R, Utami RCB, Dameria K. Vaksinasi,

cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI);

2010.h.37.

18. Suparmanto SAS. Petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan posyandu.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.h.30-62.

19. Siagian A. Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi [disertasi]. Medan: Universitas

Sumatera Utara; 2004.

19