Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular
Embed Size (px)
description
Transcript of Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit Menular
Pengaruh Status Imunisasi dan Status Gizi terhadap Penyakit MenularIvan Laurentius S102011265 / D3Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6FK UKRIDA 2011Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510E-mail: [email protected]
PendahuluanPenyakit-penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang dapat menyerang berbagai kelompok usia, khususnya pada anak-anak. Kondisi gizi buruk dan cakupan imunisasi yang rendah mendukung timbulnya penyakit-penyakit menular di Indonesia. Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengatasi keadaan-keadaan ini adalah melalui fasilitas Puskesmas. Program-program yang dilaksanakan puskesmas untuk meningkatkan gizi dan cakupan imunisasi masyarakat tercantum sebagai program utama dari puskesmas dalam kegiatan KIA dan upaya peningkatan gizi masyarakat.
Tingkatan Pencegahan PenyakitDalam kesehatan masyarakat ada lima tingkatan pencegahan penyakit. Kelima tingkat pencegahan tersebut antara lain adalah: peningkatan kesehatan (health promotion), perlindungan khusus (specific protection), diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan kecacatan (disability of limitation), dan pemulihan kesehatan (rehabilitation).1Lebih spesifik lagi, kelima tingkatan pencegahan penyakit tersebut digolongkan kedalam tiga hal, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Peningkatan kesehatan dan perlindungan khusus merupakan pencegahan primer, sementara diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat serta pembatasan kecacatan adalah bagian dari pencegahan sekunder, dan pencegahan tersiernya adalah dan pemulihan kesehatan.Pencegahan primer sasarannya adalah kelompok risiko tinggi (ibu hamil dan menyusui, perokok, obesitas, dan pekerja seks), dengan tujuan untuk menghindarkan mereka agar tidak jatuh sakit atau terkena penyakit. Pencegahan sekunder sasarannya adalah penderita penyakit kronis dengan tujuan untuk memberikan penderita kemampuan untuk mencegah penyakit bertambah parah. Sementara, pencegahan tersier sasarannya adalah kelompok pasien yang baru sembuh dengan tujuan agar penderita segera pulih dengan mengurangi kecacatan seminimal mungkin.2 Pencegahan primer masuk keadalam kategori fase pencegahan prepatogenesa (belum sakit), sementara pencegahan sekunder dan tersier masuk kedalam kategori fase pencegahan patogenesa (kondisi sakit).
1. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)Peningkatan kesehatan merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih sehat sehingga tidak menjadi sakit dengan menggunakan pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik. Peningkatan kesehatan dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan sumber untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka.3Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya dapat dilakukan dalam bentuk: pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, serta pemeriksaan kesehatan periodik.5 Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, peningkatan kesehatan juga dapat berbentuk: melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan, memberikan nutrisi yang sesuai dengan standar, dan meningkatkan kesehatan mental.1
2. Perlindungan Khusus (Specific Protection)Specific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya dengan melakukan serangkaian kegiatan imunisasi dan peningkatkan keterampilan remaja untuk menolak menggunakan narkoba.2 Selain kedua hal tersebut, perlindungan khusus juga dilakukan melalui upaya higiene personal, sanitasi lingkungan, perlindungan bahaya penyakit kerja, avoidment allergic, dan nutrisi khusus (nutrisi untuk ibu hamil dan bayi), dsb.1,4,5
3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Cepat dan Tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment)Early diagnosis and prompt tratment ini ditujukan pada individu yang telah jatuh sakit. Tujuan utama dari diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat adalah untuk mencegah penyebaran penyakit menular, mengobati dan menghantikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.2 Hal-hal yang terkait dengan hal ini adalah diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pemberantasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.1 Diagnosis dini sangat penting untuk penyakit kanker dan penyakit-penyakit menular.
4. Pembatasan Kecacatan (Disability of Limitation)Pada tahap ini, kecacatan yang terjadi diupayakan untik diatasi, agar tidak mengarah pada cacat yang lebih buruk.2 Misalnya adalah dengan penyempurnaan pengobatan lanjutan agar tidak menimbulkan komlikasi, pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan, serta perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan.1
5. Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation)Untuk tahap rehabilitasi ini, upaya yang dapat dilakukan antara lain pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kondisi klien yang direhabilitasi, penempatan klien seseuai dengan keadaannya (selective place), terapi kerja, dan pembentukan kelompok paguyuban khusus bagi klien yang memiliki kondisi yang sama.4
Epidemiologi Penyakit-penyakit MenularEpidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi kejadian kesakitan dan kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kejadiannya pada kelompok dan masyarakat.6 Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan rekomendasi dalam bentuk laporan. Pengertian istilah-istilah dalam penyelidikan epidemiologi KLB/wabah, antara lain: Infektifitasadalah kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak, dapat dianggap dengan menghitung jumlah minimal dari unsur penyebab untuk menimbulkan infeksi terhadap 50% pejamu spesies sama. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan, sumber penularan, serta faktor pejamu seperti umur, sex dll. Patogenesitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat orang menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi menjadi sakit. Patogenesitas sangat dipengaruhi oleh infektivitas, sehingga penghitungannya mengunakan formulasi yang sama dengan infektifitas (patogenesitas = infektifitas).Dengan tingkatan penyakit berdasarkan gejala dibagi menjadi: A = tanpa gejala, B = penyakit ringan, C = penyakit sedang, D = Penyakit Berat, dan E = Mati. Maka, infektifitas = patogenesitas dapat dihitung yaitu (B+C+D+E / A+B+C+D+E) artinya kasus infeksi dibagi dengan jumlah yang terkena infeksi. Pengertian patogenestias = infektifitas adalah 50% pejamu spesies yang sama. Misalnya, dalam suatu kelompok penyelidikan (individu-individu dalam suatu kelompok) telah memiliki gejala yang sama diatas 50 % dari jumlah individu dalam suatu kelompok) maka dapat dipastikan bahwa kelompok masyarakat dalam suatu penyelidikan epidemiologi sudah dapat diketahui unsur penyebabnya alias sudah dapat ditetap diagnosa epidemiologi komunitasnya. Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat (D+E) terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis yang jelas (B+C+D+E). Virulensi dipengaruhi oleh dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu. Reservoir adalah organisme hidup atau mati (misalnya tanah) dimana penyebab infeksi biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan serta lingkungan lainnya. Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena merupakan komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai sumber penularan. Bentuk KLB/Wabah didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat.
Gambar 1. Betuk KLB/Wabah yang didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat
Kasus adalah mereka dimana suatu agen infektif telah masuk dan tinggal dalam tubuh mereka dan telah ada gejala infeksi. Karier adalah mereka yang menyimpan agen infektif di dalam tubuhnya. Menurut jenis dibagi menjadi: tanpa gejala (misalnya polio, hepatitis), karier dalam penyembuhan (contoh: diphteriae), dan karier kronik (contoh: tifus).
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.7 Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.7Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:8 Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu). Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya. CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan > 2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya. Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan dan keracunan pestisida.
KLB penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi dan dicegah penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu diatur dalam pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).
Surveilans Epidemiologi KesehatanSistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat9.Kegiatan-kegiatan dalam surveilans adalah sebagai berikut: pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk menghasilkan informasi penyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau institusi yang dianggap berkepentingan, dan menggunakan informasi yang dihasilkan dalam manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian.10
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem survailans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungnan. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.9
Program PuskesmasPuskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.11
Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib di laksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6 Program Pokok pelayanan kesehatan di Puskesmas yaitu :1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan oleh seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).3. Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di Puskesmas yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi dan balita.4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).5. Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat,6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.12
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan profesional oleh petugas sektor, maupun non-profesional oleh kader. Posyandu sendiri dikembangkan dari pos pengembangan balita, pos imunisasi, pos KB, dan pos kesehatan. Adapun pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh posyantu meliputi: KB, KIA, gizi imunisasi, penanggulangan diare, dsb. Sasaran dari pelayanan posyandu adalah sebuah anggota masyarakkat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan pasangan usia subur.Seperti telah disebutkan diatas, di posyandu terdapat pelayan kesehatan profesional dan non-profesional. Fungsi dari para perawat kesehatan profesional anataralain adalah: memberikan bimbingan teknis saat pelaksaaan penimbangan, membantu menyuluh, memberikan pelayanan imunisasi dan pengobatan sederhana, memberikan penyuluhan, merujuk pasien ke puskesmas, dan pelayanan kontrasepsi. Sementara peran kader yang merupakan masyarakat meliputi: mencatat pendaftaran, membantu menimbang, memberikan penyuluhan, mengirim masyarakat ke petugas kesehatan, menemukan penderita diare kemudian melakukan penyuluhan dan oralit, serta merujuk bayi yang belum diimunisasi agar dibawa ke posyandu.13
Kesehatan Ibu dan Anak 1. Ibu HamilPelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan darah, pemantauan nilai status gizi (pengukuran lingkar lengan atas), pemberian tablet besi, pemberian imunisasi Tetanus Toksoid, pemeriksaan tinggi fundus uteri, temu wicara (konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca pesalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu oleh kader. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.b. Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelas Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan Kelas Ibu Hamil antara lain sebagai berikut: Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui, KB dan gizi Perawatan payudara dan pemberian ASI Peragaan pola makan ibu hamil Peragaan perawatan bayi baru lahir
2. Ibu Nifas dan MenyusuiPelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup: Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalinan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif dan gizi. Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama). Perawatan payudara. Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi fundus uteri (rahim). Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.
3. Bayi dan Anak balitaPelayanan Posyandu untuk bayi dan anak balita harus dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan pengawasan orangtua di bawah bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup: Penimbangan berat badan Penentuan status pertumbuhan Penyuluhan dan konseling Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.14
Imunisasi1 Pengertian dan Tujuan ImunisasiImunisasi merupakan usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tumbuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit. Sedangkan vaksin sendiri diartikan sebagai bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan campak) dan memlalui mulut (vaksin polio). Tujuan dari imunisasi ini tidak lain bertujuan untuk menciptakan kekebalan anak agar dapat menurunkan angka mortalitas serta mengurangi kecatatan akibat penyakit.15
2. Sasaran ImunisasiYang perlu diimunisasi adalah orang-orang yang rentan terkena penyakit tertentu pada suatu saat karena profesinya, misalnya: ibu hamil, bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja, orang tua, manula, profesional (dokter, para medis), calon jemaah haji, dan orang-orang yang akan berpergiaan ke luar negeri.
3. Imunisasi Wajib (Imunisasi Dasar) dan Imunisasi PelengkapDi Indonesia, terdapat dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) dan imunisasi yang hanya dianjurkan atau hanya sebagai pelengkap saja. Biasanya imunisasi yang merupakan imunisasi pelangkap dapat digunakan untuk mencegah kejadian luar biasa (KLB) atau penyakit endemik dan hanya untuk kepentingan tertentu (berpergian).15Imunisasi yang diwajibkan merupakan sebuah Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang wajib diberikan kepada bayi usia satu tahun ke bawah. Imunisasi yang diwajibkan adalah program yang resmi dari pemerintah terutama dari Departemen Kesehatan). Setiap anak dibawah usia 1 tahun, wajib memperoleh lima jenis imunisasi. Kelima jenis imunisasi ini disebut dengan LIL (Lima Imunisasi Dasar Lengkap). Lima imunisasi dasar yang diwajibkan antara lain BCG (Bacille Calmette Guerin), hepatitis B, polio, DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), dan campak.16Sementara itu, imunisasi yang hanya dianjurkan (imunisasi pelengkap) merupakan program imunisasi non-PPI. Meskipun hanya sebagai pelengkap, sebenarnya jenis imunisasi ini juga sangat penting bagi anak. Karena bertujuan agar sistem kekebalan tubuh anak menjadi lebih baik lagi. Imunisasi pelengkap biasanya dilakukan oleh dokter praktik swasta yang biayanya relatif lebih mahal. Beberapa jenis imunisasi pelengkap adalah: Hib (Haemophilus influenzae type B), Penumokokus (PVC), Influenza, MMR (Measless/campak, Mumps/gondong, Rubella/campak jerman), dsb.16
4. Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)Adapun jenis Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) beserta jadwalnya sebagai berikut:
Jenis ImunisasiPenyakit yang Berusaha DicegahCara pemberian Vaksin
BCG (Bacille Calmette Guerin)TBC (tuberkulosis), yaitu penyakit yang menyerang paru-paru, selaput otak, tulang, kelenjar getah bening, dan usus.Disuntikkan (biasanya dilengan atas)
Hepatitis BHepatitis B, yakni penyakit yang menyerang hati, dapat juga menyebabkan sirosis (hari mengkerut) dan kanker hati.Disuntikkan (biasnaya di daerah paha)
PolioPolio, yaitu penyakit yang mengakibatkan kelumpuhan, baik lumpu satu kaki saja atau kedua kakinya.Diteteskan di mulut
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)Difteri adalah salah satu penyakakit yang disebabkan bakteri. Tetanus adalah penykit akibat bakteri yang masuk melalui luka kulit, dapat menyebabkan kontraksi hebat pada otot. Pertusis adalah batuk rejan atau batuk seratus hari.Disuntikan
CampakCampaak adalah penyakit yang menyebabkan kulit kemerahan dan demam.Disuntikan
Tabel 1. Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL)16
Tabel 2. Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006.15
Secara lebih lengkap, pemberian imunisasi BCG diberikan sejak lahir, dan apabila usia >3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. BCG baru dapat diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Sementara imunisasi Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1bulan dan kemudian pada rentan waktu 3-6 bulan. Untuk polio diberikan pada saat kunjungan pertama dan secara berkala dilakukan pada 2, 4, 6, 18 bulan, lalu pada usia 5 tahun. Imunisasi DPT dapat diberikan pada usia >= 6 minggu, secara terpisah atau dikombinasi dengan Hepatitis B (Hepatitis-combo/DPT-HB). Untuk campak-1 diberikan pada usia 9 bulan, sedangkan campak-2 diberikan pada usia 6 tahun.Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa cakupan imunisasi dasar di seluruh provinsi di Indonesia rata-rata untuk tiap jenis imunisasi adalah: BCG 77,9%, polio 66,7%, DPT-HB 61,9%, dan campak 74,4%; sedangkan berdasarkan kelengkapannya, hanya 53,8% anak usia 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
5. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)Reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization (AEFI). Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik karena efek aksin, efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, dsb. Walaupun saat ini reaksi KIPI dapat diminimalkan, tetap saja petugas imunisasi maupun dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi.17 Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan reaksi KIPI terhadap beberapa jenis imunisasi:
ImunisasiEfek Samping
DPTDifteri: umumnya demam dalam 24-48 jam, sakit, kemerahan dan bengkak pada daerah injeksi, rewel, mengantuk, serta anoreksia.Tetanus: sama seperti difteri ditambah urtikaria dan malaise, adanya benjolan pada daerah injeksi.Pertusis: sama seperti tetanus, namun dapat terjadi kehilangan kesadaran, kejang demam, dan reaksi alergi sistemik.
Haemophilus influenzae tipe bReaksi lokal ringan seperti eritema, nyeri, dan demam ringan
PolioParalisis karena vaksinasi jarang terjadi dalam 2 bulan imunisasi
MMR Mumps (gondong): secara esensial tidak ada efek samping.Rubella (campak jerman): anoreksia, malaise, ruam, dan demam sampai 10 hari.Meassles (campak): Anoreksia, malaise, ruam, dan demam sampai 10 hari
Tabel 4. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)15
6. Rantai Vaksin (Cold Chain)Rantai Vaksin atau Cold Chain adalah pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. Sarana rantai vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lemari Es Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar program (buka atas). Posko potensial secara bertahap juga dilengkapi dengan lemari es. Mini FreezerSebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap puskesmas diperlukan 1 buah freezer. Vaccine CarrierVaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan vaksin ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat mempertahankan suhu relatif lebih lama. Thermos Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya mudah dijangkau. Cold BoxCold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila diperbaiki memakan waktu lama. Freeze Tag/Freeze WatchFreeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai lapangan / posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin. Kotak dingin cair (Cool Pack) Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu +2C dalam lemari es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening. Kotak dingin beku (Cold Pack) Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5C 15C dalam freezer selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.15,18
Status Gizi BurukSecara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara (intermediate factor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi Sebagai contoh, kekurangan energi-protein (KEP) berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin (cytokines). Kekurangan zat gizi tunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas. Selain itu, kelebihan zat gizi atau obesitas juga menurunkan imunitas.Gangguan pada berbagai aspek imunitas, termasuk fagositosis, respons proliferasi sel ke mitogen, serta produksi T-lymphocyte dan sitokin telah ditemukan pada kondisi kekurangan gizi. Sampai saat ini, mekanisme yang melaluinya kekurangan gizi mengakibatkan gangguan fungsi imunitas masih terus mendapat perhatian serius para ahli gizi, imunolog, ahli biologi, dan ahli di bidang lain yang terkait. Fungsi imunitas yang dinilai adalah komponen, komplemen, delayed-hypersensitivity, thymus-dependent lymphocytes, secretory IgA, microbicidal capacity of neutrophils, dan leukocyte terminal transferase. Beberapa penelitian baik pada tikus maupun manusia telah menghasilkan informasi penting berkenan hubungan antara susu terfermentasi dengan imunitas. Pemberian susu terfermentasi dapat mendorong pembentukan antiobodi dan respons imunitas seluler pada orang sehat. Fungsi imunitas yang paling dipengaruhi adalah imunitas erperantara sel dan aktivitas sitokin.Walaupun ada bukti bahwa kekurangan gizi dapat mempengaruhi patogen akan tetapi, pada umumnya dampak kekurangan gizi pada penyakit infeksi dikaitkan dengan menurunnya fungsi imunitas tubuh. Kekurangan energi-protein, misalnya, antara lain, menyebabkan penurunan pada proliferasi limposit, produksi sitokin, dan respons antibodi terhadap vaksin.19
Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)UPGK adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini dibimbing pemerintah melalui departemen terkait yaitu kesehatan, pertanian, BKKBM, Agama , dan lain-lain.Pengertian secara lebih rinci bahwa UPGK : merupakan usaha keluarga untuk mempergaiki gizi seluruh anggota keluarga dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat and petugas berbagai sektor sebagai pembimbing dan Pembina. merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga/masyarakat.
Langkah-langkah kegiatan UPGK meliputi 3 komponen besar yaitu : Penyuluhan Gizi MasyarakatTujuan kegiatan ini adalah terjadinya proses perubahan, pengertian, sikap dan perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan pemanfaatan pelayanan gizi yang tersedia dimasyarakat. Pelayanan Gizi Melalui PosyanduTujuan pelayanan ini adalah menurunnya angka kurang kalori protein (KKP) dan kebutaan karena kekurangan vitamin A pada balita serta anemia gizi pada bayi hamil. Peningkatan Pemanfaatan Tanaman Perkarangan
Keadaan gizi buruk pada anak akan berpengaruh pada kesehatan anak. Hal ini daapt menyebabkan menurunnya system Salah satu kegiatan pelayanan gizi di posyandu adalah pemberian makanan tambahan ( PMT ) kepada anak balita yang dilaksanakan oleh kader-kader PKK atau kaderdesa lainnya dengan bimbingan teknis oleh petugas gizi puskesmas.15,18
Kartu Menuju Sehat (KMS)Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat KMS di Indonesia digunakan sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari (1) penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan; dan (2) menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan. Tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan biasanya berupa konseling, pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan rujukan.15Fungsi utama KMS ada tiga, yaitu; Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil risiko anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko mengalami gangguan pertumbuhan. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat pelayanan kesehatan dasar anak terutama berat badan anak, pemberian kapsul vitamin A, pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi. Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS dicantumkan pesan-pesan dasar perawatan anak pemberian makanan anak, perawatan anak bila menderita diare.
Langkah-langkah pengisian Kartu Menuju Sehat 1. Memilih KMS sesuai jenis kelamin 2. Mengisi identitas anak dan orang tua pada halaman muka KMS3. Mangisi bulan lahir dan bulan penimbangan anak4. Meletakkan titik berat badan dan membuat garis pertumbuhan anak5. Mencatat setiap kejadian yang dialami anak6. Menentukan status pertumbuhan anak 7. Mengisi catatan pemberian imunisasi bayi8. Mengisi catatan pemberian kapsul vitamin A9. Isi kolom pemberian ASI eksklusif
Gambar 2. Kartu Menuju Sehat (KMS)
KesimpulanStatus imunisasi dan status gizi memengaruhi kesehatan anak terhadap infeksi penyakit menular. Keadaan gizi berpengaruh pada sistem imunitas anak; bila gizi buruk sistem imunitas menurun dan demikian sebaliknya. Imunisasi memberikan kekebalan pada penyakit menular yang bersangkutan. Maka dari itu, seorang anak perlu memiliki status gizi yang baik serta imunisasi yang lengkap untuk mengurangi risiko terhadap penyakit menular.
Daftar Pustaka1. Rajab, Wahyudin. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.2. Maulana DJH. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.3. Kusnanto. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.96.4. Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.5. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.6. Muninjaya AAG. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999. h. 115 38.7. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 Tentang Pedoman Penyelengaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.8. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1999.9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2003.10. Buchari, Lapau. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009.11. Depkes. Kebijakan Dasar Puskesmas. Dalam Kepmenkes no 128 tahun 2004. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2010.12. Ali A. Program Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar.Sulawesi Barat. 2012.13. Suryanah. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.h.109-11.14. Gunawan S. Kepala Direktorat Epim Depkes RI. Pertemuan Nasional Program Imunisasi. Jakarta; 1989.15. Hidayat, AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.h.54-60.16. Eveline, Djamaludin N. Panduan pintar merawat bayi dan balita. Jakarta: KAWAH media; 2010.h.72-5.17. Cahyono JBSB, Lusi RA. Verawati, Sitorus R, Utami RCB, Dameria K. Vaksinasi, cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI); 2010.h.37.18. Suparmanto SAS. Petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan posyandu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.h.30-62.19. Siagian A. Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi [disertasi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2004.13