Status Asmatikus
-
Upload
rizka-kartikasari -
Category
Documents
-
view
48 -
download
0
Transcript of Status Asmatikus
STATUS ASMATIKUS
Overview
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma
tidak membaik pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat
darurat. Biasanya, gejala muncul beberapa hari setelah infeksi virus
di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen atau iritan, atau
setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah
menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh
rasa berat di dada, sesak napas yang semakin bertambah, batuk
kering dan mengi dan penggunaan beta-agonis yang meningkat (baik
inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit.
Prevalensi dan severity kasus asma semakin meningkat,
sejalan dengan peningkatan kasus asma yang membutuhkan
perawatan rumah sakit dan kematian akibat status asmatikus. Status
asmatikus biasanya lebih sering terjadi pada kelompok dengan
sosialekonomi yang rendah, karena mereka jarang kontrol ke dr.
spesialis, yang meningkatkan resiko status asmatikus.
Pasien yang terlambat mendapatkan perawatan medis,
khususnya perawatan dengan steroid sistemik, memiliki resiko
kematian yang besar. Pasien dengan kondisi penyerta (misal:
penyakit paru restriksi, CHF, deformitas dinding dada) memiliki
resiko kematian yang lebih besar karena status asmatikus, demikian
juga perokok yang biasanya terkena PPOK.
Diagnosis
Gambaran klinis Status Asmatikus :
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan
kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih
cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali
dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.
Merencanakan pengobatan asma akut
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi
ataupun kombinasi dari gejal diatas. Derajat serangan dapat ringan
sampai dengan berat yang mengancam nyawa. Serangan bersifat
akut.
Tujuan pengobatan asma untuk :
1. menghilangkan obstruksi dengan segera.
2. mengatasi hipoksia
3. mengembalikan fungsi paru ke normal secepat mungkin
4. mencegah serangan berikutnya
5. memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi
pada awal sebelum dibawa ke dokter.
Klasifikasi derajat beratnya asma
RINGAN SEDANG BERATAktivitas Dapat berjalan
dan berbaringJalan terbatas, lebih suka
Sukar berjalan, suka
duduk membungkuk ke depan
Bicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kataKesadaran Mungkin
gelisahgelisah Gelisah
Frekuensi napas
< 20x/mnt 20-30 x/menit > 30 kali/menit
Nadi < 100 x/mnt 100-120 x/mnt >120x /mntOtot bantu napas dan retraksi suprasternal
- + +
Mengi Akhir ekspirasi paksa
Akhir ekspirasi
Inspirasi dan ekspirasi
APE > 80% 60-80% <60%
PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHgSa O2 >95% 91-95% <90%
Pulsus paradoxus
- ± 10-20 mmHg
>25 mmHg
Pasien asma harus dirujuk bila
Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma
Serangan asma beratAPE <60% nilai prediksi
Respon bronkodilator tidak segera
Tidak ada perubahan dalam 2-6 jam penggunaan
kortikodteroid
Gejala asma semakin memburuk
Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah
diagnosis ditegakkan segera diikuti dengan langkah langkah sebagai
berikut
1. Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan
menggunakan predictor index scoring system
Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1
Nadi < 120 mmHg >120 mmHg
Pernapasan <30x/menit >30x/menit
Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg
PEFR >120l/mnt <120l/mnt
Sesak napas Ringan Berat
Retraksi Tidak ada Ada
Wheezing Ringan berat
Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit
Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya
Mengatasi Keadaan Gawat
a. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.
b. Oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal prong.
c. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit
dilanjutkan maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.
d. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. atau orciprenalin
0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak
berbeda bermakna9)
e. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg /
4 jam I.V. ) bisa juga memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V.
selain itu dapat digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis
terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai membaik
secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga
Prednison peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik
diberhentikan secara tappering off.
f. Antibiotik bila jelas ada infeksi
Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin / Ampicillin 2 x 1
g I.V. atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber
infeksinya.
g. Menilai hasil tindakan dan terapi
Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu
pemeriksaan faal paru, analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan
eosinofil serta monitoring EKG.
Pemeriksaan selama terapi
1 Pemeriksaan fisik lengkap
2 Pemeriksaan radiologi yaitu thoraks foto PA dan lateral
3 Pemeriksaan EKG
4 Pemeriksaan faal paru yaitu PEFR, FEV1, FVC
5 Analisa gas darah
6 Pemeriksaan elektrolit
7 Pemeriksaan darah lengkap , urine lengkap, feses lengkap
8 Pemeriksaan kimia darah
9 Pemeriksaan berat jenis plasma
10 Pemeriksaan sputum
11 Biakan darah bila perlu 18
12 Kadar aminofillin dalam darah ( 12 jam setelah terapi bolus )
Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :
Serangan asma akut berat
Membutuhkan perawatan rumah sakit
Tidak respon dengan pengobatan/memburuk
Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll
Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:
Mengancam jiwa
Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
Gagal napas
Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah
Tindak lanjut
Bila terjadi kegagalan terapi
a. Asidosis respiratorik
Ventilasi diperbaiki
Pemberian Nabic
b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )
Pemberian O2 4- 6 L/m dengan venturi mask
c. Gagal napas akut
alat bantu napas ( ventilator mekanik )
syarat :
apneu
kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis .
respiratorik akut
Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis .
respiratorik akut
Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2
Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit
Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut
jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2). AGD dan pemeriksaan lain atas indikasi
Pengobatan awaloksigenasi dengan kanul nasal
inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi ( terbutalin 0,5 cc subkutan atau
adrenalin 1/1000 0,3 cc subkutan)kortikosteroid sistemik :
serangan asma berattidak responsegera dengan bronkodilator
dalam pengobatan kortikosteroid oral
Respon baikRespon baik dan stabil dalam 60 menitPemeriksaan fisik normalAPE>70% predikdi/nila terbaikSaturasi O2 >90% (95% pada anak)
Penilaian ulang setelah 1 jamPemeriksaan fisik, saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi
Serangan asma ringan Serangan asma sedang/ berat Serangan asma mengancm jiwa
Respon tidak sempurna Resiko tinggi distressPemeriksaan fisik : gejala ringan – sedangAPE> 50% tetapi <70%Saturasi O2 tidak perbaikan
Respon buruk dalam 1 jamResiko tinggi disstresPemeriksaan fisik : berat, gelisah dan kesadaran menurunAPE<30%PaCO2 > 45%PaO2 < 60%
Dirawat di ICUInhalasi agonis beta2 ± anti-kolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta 2 injeksi SC/IM/IVTerapi oksigen menggunakan masker venturiAminofilin dripMungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik
Dirawat di RSInhalasi agonis beta2 ± anti-kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerai oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker venturiPantau APE, sat O2, nadi, kadar teofilin
Pulang Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta2Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi penderitaMemakai obat yang benarIkuti rencana pengonatan sekanjutnya
Tidak perbaikanperbaikan
Pulang Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral/ inhalasi
Dirawat di ICUBila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
Farmakologi
AGONIS BETA ADRENERGIK
Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos
bronkus menstimulasi enzym adenylate cyclase compleks
intracelluler, menghasilkan peningkatan produksi cyclic adenosine
monophosphates (cAMP), hal ini menyebabkan relaksasi otot polos,
menghambat degranulasi sel mast, dan stimulasi mucociliary
transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan perbedaan
action, duration of actions, dan efek samping.
Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5
ml dari pengenceran 1:1000 subkutan, telah digunakan sejak lama
sebagai terapi awal dari asma. Adrenalin merupakan non selektif
simpatomimetik yang dapat menstimulus reseptor alfa, beta-1, beta-
2. kerugiannya adalah stimulasi sistem kardiovaskular, durasi aksi
yang 19
singkat, dan mempercepat terjadinya takifilaksis. Adrenalin harus
diberikan secara hati-hati pada pasien tua, pada pasien tua, takikardia
sebelum perawatan.
Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor.
Menyebabkan takikardi dan hipotensi dalam rangka bronkodilator.
Isoproterenol biasanya diberikan aerosol (3 s/d 7 kali inspirasi dalam,
dalam bentuk solusio 1:1000 atau 1:200) bisa juga diberikan
intravena pada pasien anak dan dewasa.
Pada pasien asma muda tanpa ada kelainan kardiovaskular terapi
awal adalah adrenalin 0,2 sampai 0,5 ml dari pengenceran 1:1000
sub kutan setiap 20 menit selama 3 kali pemberian, lanjutkan dengan
0,5 ml isoproterenol dari pengenceran 1:200 nebuliser setiap 20
menit selama 3 kali pemberian. Ataupun biasa menggunakan aerosol
beta2 agonis (albuterol 2,5 mg, metaproterenol 15 mg, terbutalin 1,5-
2,5 mg, isoetharine 2-5 mg) diberikan secara nebuliser setiap 15
sampai 30 menit. Ketika menggunakan nebuliser encerkan dengan
normal saline sampai konsentrasi 2 tau 3 cc.
Semua beta adrenergik mempunyai efek pada kardiovaskular
(berupa takikardi, palpitasi, aritmia dan hipertensi) dan cerebral
(berupa gelisah, tremor, nausea dizziness, dan nervous).
METHILXANTHINES
Theofilin dan ethylenediamine salt aminnophyline sangat
berguna dalam terapi asma akut. Mekanisme aksi dijelaskan dengan
inhibitor cytoplasmic enzyme phosphodiesterase yang mengkatalisis
metabolisme cAMP. Efek utama theofilin adalah relaksasi otot polos
bronkhial . efek lain memperbaiki kontraksi diafragma,
meningkatkan transport mucociliar, menghambat pelepasan mediator
hipersensitivitas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal.
Theofilin ataupun aminofilin pada akut asma dapat diberikan
bolus intravena kemudian dilanjutkan dalam drip. Konsentrasi dalam
plasma harus dipertahankan pada 10 sampai 20 ug/ml, toksikasi akan
uncul bila konsentrasi dalam plasma melebihi 20 ug/ml. tanda
toksikasi meliputi CNS dan GI termasuk gelisah, nyeri kepala, mual
dan muntah, diare. Pada konsentrasi aminofilin yang sangat tinggi
pada plasam dapat menyebabkan aritmia, gangguan kesadaran dan
akhirnya meninggal.
Distribusi aminofilin sangat cepat melalui kompartemen
extraceluler. Dosis aminofilin 1 mg/kgBB menaikan konsentrasi
dalam serum plasma sebesar 2 ug/ml. Sekitar 85% dari dosis
theofilin di degradasi di hepar oleh Cytokrom P450 dan selebihnya
diekresikan melalui urine. Hal yang dapat menurunkan metabolisme
adalah usia tua, congestive heart failure, dan gangguan fungsi hepar
sedangkan obat-obatan yang dapat menurunkan metabolisme
aminofilin adalah propranolol, erytromisin dan cimetidin. Yang
meningkatkan metabolisme adalah kebiasaan merokok, dan
barbiturat.
KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila
beta agonis dan methyl xanthin telah tak mampu. Mekanisme aksi
melibatkan efek anti inflamasi, inhibisi asam arakhidonat
meningkatkan efek beta agonis dan menurunkan permeabilitas
endotel vaskular sehingga mencegah terjadinya edema.
Dosis terapi kortikosteroid pada asma kontroversial dan sampai saat
ini belum ada kesepakatan. Fanta dkk 1 mendemonstrasikan bahwa
kortikosteroid infus (hydrocortison, bolus 2 mg/kg bb dilanjutkan
drip 0,5 mg/kg jam infus) bersama dengan penggunaan bolus
aminofilin dan beta 2 agonis menghasilkan perbaikan yang bermakna
dengan pengukuran FEV1 dalam 12 jam perawatan.
Haskell dkk melakukan penelitian bahwa penggunaan
Methylprednisolone 15 mg setiap 6 jam tidak menunjukkan
keefektifan tetapi pasien yang mendapat 40mg menunjukkan
perbaikan yang bermakna pada perawatan hari kedua dan pada
pasien yang mendapat 125 mg mendapat perbaikan sejak hari
pertama.
Efek samping dari penggunaan kortikosteroid intravena dosis
tinggi adalah hiperglikemia dan akut psikosis sehingga dihindarkan
penggunaan pada penderita diabetes mellitus, perdarahan GI track,
presdisposisi untuk terjadinya infeksi. Pada terapi jangka lama
penggunaan kortikosteroid adalah meningkatkan katabolisme, retensi
garam dan air, cushing sindroma, osteoporosis dan pernah dilaporkan
adanya fraktur patologis vertebra dan necrosis kaput femur.
Olehkarena komplikasi sistemik yang begitu berat maka saat ini
mulai dikembangkan preparat inhaler ataupun nebuliser untuk
menggantikan preparat kortikosteroid sistemik.
ANTIKHOLINERGIK
Atropin dan preparat antikolinergik lain mempunyai efek
bronkodilator yang rendah. Mekanisme yang disuga kuat adalah
inhibitor vagal bronkoconstriction. Pak dan rekan meneliti pada
penderita kronik obstruksi bahwa 0,025-0,05 mg/kg BB atropin
inhalasi via nebuliser menghasilkan perbaikan jalan nafas tetapi efek
samping yang dihasilkan sangatlah besar berupa : pengeringan
membran mukosa, dysphoria, tachycardia, nyeri kepala dan
gangguan buang air kencing. Oleh karena efek samping yang begitu
besar saat ini dikembangkan Ipatropin bromida nebuliser
menggantikan atropin karena preparat Ipatropin bromida mempunyai
efek samping yang lebih kecil.
CHROMOLIN
Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk
profilaksis asma. Biasanya digunakan pada asma dengan faktor
pencetusnya olahraga. Cromolin tidak efektif pada serangan asma
yang bersifat akut karena pada penggunaan inhaler pernah dilaporkan
terjadi bronkhokontriksi.
ANTIBIOTIK
Antibiotik tidak rutin digunakan pada serangan asma akut,
karena antibiotik tidak dapat mengurangi efek bronkokonstriksi.
Tetapi setelah serangan asma apabila dijumpai sputum yang purulent
haruslah diperiksa secara teliti karena bisa jadi inducer dari serangan
asma adalah adanya fokus infeksi saluran nafas.
ALFA-ADRENERGIK ANTAGONIS
Walaupun alfa-adrenergik antagonis mempunyai efek
bronkodilator tetapi efek samping adanya hipotensi sangatlah besar
sehingga jarang digunakan pada serangan akut.
IMUNOTERAPI
Imunoterapi sangat membantu pada asma dengan trigger jelas
atau asma dengan causa alergi, terutama pada anak meskipun pada
orang dewasa penelitian yang dilakukan tidak menujukkan hasil yang
signifikan. Imunoterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen
asma akut tetapi berperan untuk mencegah reaksi anfilaksis.