Status Asmatikus

21
STATUS ASMATIKUS Overview Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya, gejala muncul beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh rasa berat di dada, sesak napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi dan penggunaan beta-agonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit. Prevalensi dan severity kasus asma semakin meningkat, sejalan dengan peningkatan kasus asma yang membutuhkan perawatan rumah sakit dan kematian akibat status asmatikus. Status asmatikus biasanya lebih sering terjadi

Transcript of Status Asmatikus

Page 1: Status Asmatikus

STATUS ASMATIKUS

Overview

Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma

tidak membaik pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat

darurat. Biasanya, gejala muncul beberapa hari setelah infeksi virus

di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen atau iritan, atau

setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah

menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh

rasa berat di dada, sesak napas yang semakin bertambah, batuk

kering dan mengi dan penggunaan beta-agonis yang meningkat (baik

inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit.

Prevalensi dan severity kasus asma semakin meningkat,

sejalan dengan peningkatan kasus asma yang membutuhkan

perawatan rumah sakit dan kematian akibat status asmatikus. Status

asmatikus biasanya lebih sering terjadi pada kelompok dengan

sosialekonomi yang rendah, karena mereka jarang kontrol ke dr.

spesialis, yang meningkatkan resiko status asmatikus.

Pasien yang terlambat mendapatkan perawatan medis,

khususnya perawatan dengan steroid sistemik, memiliki resiko

kematian yang besar. Pasien dengan kondisi penyerta (misal:

penyakit paru restriksi, CHF, deformitas dinding dada) memiliki

resiko kematian yang lebih besar karena status asmatikus, demikian

juga perokok yang biasanya terkena PPOK.

Page 2: Status Asmatikus

Diagnosis

Gambaran klinis Status Asmatikus :

Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

Sesak nafas, bicara terputus-putus.

Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan

kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.

Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih

cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali

dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.

Merencanakan pengobatan asma akut

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi

ataupun kombinasi dari gejal diatas. Derajat serangan dapat ringan

sampai dengan berat yang mengancam nyawa. Serangan bersifat

akut.

Tujuan pengobatan asma untuk :

1. menghilangkan obstruksi dengan segera.

2. mengatasi hipoksia

3. mengembalikan fungsi paru ke normal secepat mungkin

4. mencegah serangan berikutnya

5. memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi

pada awal sebelum dibawa ke dokter.

Klasifikasi derajat beratnya asma

RINGAN SEDANG BERATAktivitas Dapat berjalan

dan berbaringJalan terbatas, lebih suka

Sukar berjalan, suka

Page 3: Status Asmatikus

duduk membungkuk ke depan

Bicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kataKesadaran Mungkin

gelisahgelisah Gelisah

Frekuensi napas

< 20x/mnt 20-30 x/menit > 30 kali/menit

Nadi < 100 x/mnt 100-120 x/mnt >120x /mntOtot bantu napas dan retraksi suprasternal

- + +

Mengi Akhir ekspirasi paksa

Akhir ekspirasi

Inspirasi dan ekspirasi

APE > 80% 60-80% <60%

PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHgSa O2 >95% 91-95% <90%

Pulsus paradoxus

- ± 10-20 mmHg

>25 mmHg

Pasien asma harus dirujuk bila

Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma

Serangan asma beratAPE <60% nilai prediksi

Respon bronkodilator tidak segera

Tidak ada perubahan dalam 2-6 jam penggunaan

kortikodteroid

Gejala asma semakin memburuk

Page 4: Status Asmatikus

Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah

diagnosis ditegakkan segera diikuti dengan langkah langkah sebagai

berikut

1. Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan

menggunakan predictor index scoring system

Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1

Nadi < 120 mmHg >120 mmHg

Pernapasan <30x/menit >30x/menit

Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg

PEFR >120l/mnt <120l/mnt

Sesak napas Ringan Berat

Retraksi Tidak ada Ada

Wheezing Ringan berat

Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit

Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya

Mengatasi Keadaan Gawat

a. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.

b. Oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal prong.

c. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit

dilanjutkan maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.

Page 5: Status Asmatikus

d. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. atau orciprenalin

0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak

berbeda bermakna9)

e. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg /

4 jam I.V. ) bisa juga memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V.

selain itu dapat digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis

terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai membaik

secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga

Prednison peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik

diberhentikan secara tappering off.

f. Antibiotik bila jelas ada infeksi

Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin / Ampicillin 2 x 1

g I.V. atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber

infeksinya.

g. Menilai hasil tindakan dan terapi

Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu

pemeriksaan faal paru, analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan

eosinofil serta monitoring EKG.

Pemeriksaan selama terapi

1 Pemeriksaan fisik lengkap

2 Pemeriksaan radiologi yaitu thoraks foto PA dan lateral

Page 6: Status Asmatikus

3 Pemeriksaan EKG

4 Pemeriksaan faal paru yaitu PEFR, FEV1, FVC

5 Analisa gas darah

6 Pemeriksaan elektrolit

7 Pemeriksaan darah lengkap , urine lengkap, feses lengkap

8 Pemeriksaan kimia darah

9 Pemeriksaan berat jenis plasma

10 Pemeriksaan sputum

11 Biakan darah bila perlu 18

12 Kadar aminofillin dalam darah ( 12 jam setelah terapi bolus )

Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :

Serangan asma akut berat

Membutuhkan perawatan rumah sakit

Tidak respon dengan pengobatan/memburuk

Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll

Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:

Mengancam jiwa

Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk

Gagal napas

Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah

Tindak lanjut

Page 7: Status Asmatikus

Bila terjadi kegagalan terapi

a. Asidosis respiratorik

Ventilasi diperbaiki

Pemberian Nabic

b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )

Pemberian O2 4- 6 L/m dengan venturi mask

c. Gagal napas akut

alat bantu napas ( ventilator mekanik )

syarat :

apneu

kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis .

respiratorik akut

Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis .

respiratorik akut

Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2

Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit

Page 8: Status Asmatikus

Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut

jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2). AGD dan pemeriksaan lain atas indikasi

Pengobatan awaloksigenasi dengan kanul nasal

inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi ( terbutalin 0,5 cc subkutan atau

adrenalin 1/1000 0,3 cc subkutan)kortikosteroid sistemik :

serangan asma berattidak responsegera dengan bronkodilator

dalam pengobatan kortikosteroid oral

Respon baikRespon baik dan stabil dalam 60 menitPemeriksaan fisik normalAPE>70% predikdi/nila terbaikSaturasi O2 >90% (95% pada anak)

Penilaian ulang setelah 1 jamPemeriksaan fisik, saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi

Serangan asma ringan Serangan asma sedang/ berat Serangan asma mengancm jiwa

Respon tidak sempurna Resiko tinggi distressPemeriksaan fisik : gejala ringan – sedangAPE> 50% tetapi <70%Saturasi O2 tidak perbaikan

Respon buruk dalam 1 jamResiko tinggi disstresPemeriksaan fisik : berat, gelisah dan kesadaran menurunAPE<30%PaCO2 > 45%PaO2 < 60%

Page 9: Status Asmatikus

Dirawat di ICUInhalasi agonis beta2 ± anti-kolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta 2 injeksi SC/IM/IVTerapi oksigen menggunakan masker venturiAminofilin dripMungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik

Dirawat di RSInhalasi agonis beta2 ± anti-kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerai oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker venturiPantau APE, sat O2, nadi, kadar teofilin

Pulang Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta2Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi penderitaMemakai obat yang benarIkuti rencana pengonatan sekanjutnya

Tidak perbaikanperbaikan

Pulang Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral/ inhalasi

Dirawat di ICUBila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Farmakologi

AGONIS BETA ADRENERGIK

Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos

bronkus menstimulasi enzym adenylate cyclase compleks

Page 10: Status Asmatikus

intracelluler, menghasilkan peningkatan produksi cyclic adenosine

monophosphates (cAMP), hal ini menyebabkan relaksasi otot polos,

menghambat degranulasi sel mast, dan stimulasi mucociliary

transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan perbedaan

action, duration of actions, dan efek samping.

Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5

ml dari pengenceran 1:1000 subkutan, telah digunakan sejak lama

sebagai terapi awal dari asma. Adrenalin merupakan non selektif

simpatomimetik yang dapat menstimulus reseptor alfa, beta-1, beta-

2. kerugiannya adalah stimulasi sistem kardiovaskular, durasi aksi

yang 19

singkat, dan mempercepat terjadinya takifilaksis. Adrenalin harus

diberikan secara hati-hati pada pasien tua, pada pasien tua, takikardia

sebelum perawatan.

Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor.

Menyebabkan takikardi dan hipotensi dalam rangka bronkodilator.

Isoproterenol biasanya diberikan aerosol (3 s/d 7 kali inspirasi dalam,

dalam bentuk solusio 1:1000 atau 1:200) bisa juga diberikan

intravena pada pasien anak dan dewasa.

Pada pasien asma muda tanpa ada kelainan kardiovaskular terapi

awal adalah adrenalin 0,2 sampai 0,5 ml dari pengenceran 1:1000

sub kutan setiap 20 menit selama 3 kali pemberian, lanjutkan dengan

0,5 ml isoproterenol dari pengenceran 1:200 nebuliser setiap 20

menit selama 3 kali pemberian. Ataupun biasa menggunakan aerosol

Page 11: Status Asmatikus

beta2 agonis (albuterol 2,5 mg, metaproterenol 15 mg, terbutalin 1,5-

2,5 mg, isoetharine 2-5 mg) diberikan secara nebuliser setiap 15

sampai 30 menit. Ketika menggunakan nebuliser encerkan dengan

normal saline sampai konsentrasi 2 tau 3 cc.

Semua beta adrenergik mempunyai efek pada kardiovaskular

(berupa takikardi, palpitasi, aritmia dan hipertensi) dan cerebral

(berupa gelisah, tremor, nausea dizziness, dan nervous).

METHILXANTHINES

Theofilin dan ethylenediamine salt aminnophyline sangat

berguna dalam terapi asma akut. Mekanisme aksi dijelaskan dengan

inhibitor cytoplasmic enzyme phosphodiesterase yang mengkatalisis

metabolisme cAMP. Efek utama theofilin adalah relaksasi otot polos

bronkhial . efek lain memperbaiki kontraksi diafragma,

meningkatkan transport mucociliar, menghambat pelepasan mediator

hipersensitivitas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal.

Theofilin ataupun aminofilin pada akut asma dapat diberikan

bolus intravena kemudian dilanjutkan dalam drip. Konsentrasi dalam

plasma harus dipertahankan pada 10 sampai 20 ug/ml, toksikasi akan

uncul bila konsentrasi dalam plasma melebihi 20 ug/ml. tanda

toksikasi meliputi CNS dan GI termasuk gelisah, nyeri kepala, mual

dan muntah, diare. Pada konsentrasi aminofilin yang sangat tinggi

pada plasam dapat menyebabkan aritmia, gangguan kesadaran dan

akhirnya meninggal.

Page 12: Status Asmatikus

Distribusi aminofilin sangat cepat melalui kompartemen

extraceluler. Dosis aminofilin 1 mg/kgBB menaikan konsentrasi

dalam serum plasma sebesar 2 ug/ml. Sekitar 85% dari dosis

theofilin di degradasi di hepar oleh Cytokrom P450 dan selebihnya

diekresikan melalui urine. Hal yang dapat menurunkan metabolisme

adalah usia tua, congestive heart failure, dan gangguan fungsi hepar

sedangkan obat-obatan yang dapat menurunkan metabolisme

aminofilin adalah propranolol, erytromisin dan cimetidin. Yang

meningkatkan metabolisme adalah kebiasaan merokok, dan

barbiturat.

KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila

beta agonis dan methyl xanthin telah tak mampu. Mekanisme aksi

melibatkan efek anti inflamasi, inhibisi asam arakhidonat

meningkatkan efek beta agonis dan menurunkan permeabilitas

endotel vaskular sehingga mencegah terjadinya edema.

Dosis terapi kortikosteroid pada asma kontroversial dan sampai saat

ini belum ada kesepakatan. Fanta dkk 1 mendemonstrasikan bahwa

kortikosteroid infus (hydrocortison, bolus 2 mg/kg bb dilanjutkan

drip 0,5 mg/kg jam infus) bersama dengan penggunaan bolus

aminofilin dan beta 2 agonis menghasilkan perbaikan yang bermakna

dengan pengukuran FEV1 dalam 12 jam perawatan.

Page 13: Status Asmatikus

Haskell dkk melakukan penelitian bahwa penggunaan

Methylprednisolone 15 mg setiap 6 jam tidak menunjukkan

keefektifan tetapi pasien yang mendapat 40mg menunjukkan

perbaikan yang bermakna pada perawatan hari kedua dan pada

pasien yang mendapat 125 mg mendapat perbaikan sejak hari

pertama.

Efek samping dari penggunaan kortikosteroid intravena dosis

tinggi adalah hiperglikemia dan akut psikosis sehingga dihindarkan

penggunaan pada penderita diabetes mellitus, perdarahan GI track,

presdisposisi untuk terjadinya infeksi. Pada terapi jangka lama

penggunaan kortikosteroid adalah meningkatkan katabolisme, retensi

garam dan air, cushing sindroma, osteoporosis dan pernah dilaporkan

adanya fraktur patologis vertebra dan necrosis kaput femur.

Olehkarena komplikasi sistemik yang begitu berat maka saat ini

mulai dikembangkan preparat inhaler ataupun nebuliser untuk

menggantikan preparat kortikosteroid sistemik.

ANTIKHOLINERGIK

Atropin dan preparat antikolinergik lain mempunyai efek

bronkodilator yang rendah. Mekanisme yang disuga kuat adalah

inhibitor vagal bronkoconstriction. Pak dan rekan meneliti pada

penderita kronik obstruksi bahwa 0,025-0,05 mg/kg BB atropin

inhalasi via nebuliser menghasilkan perbaikan jalan nafas tetapi efek

samping yang dihasilkan sangatlah besar berupa : pengeringan

Page 14: Status Asmatikus

membran mukosa, dysphoria, tachycardia, nyeri kepala dan

gangguan buang air kencing. Oleh karena efek samping yang begitu

besar saat ini dikembangkan Ipatropin bromida nebuliser

menggantikan atropin karena preparat Ipatropin bromida mempunyai

efek samping yang lebih kecil.

CHROMOLIN

Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk

profilaksis asma. Biasanya digunakan pada asma dengan faktor

pencetusnya olahraga. Cromolin tidak efektif pada serangan asma

yang bersifat akut karena pada penggunaan inhaler pernah dilaporkan

terjadi bronkhokontriksi.

ANTIBIOTIK

Antibiotik tidak rutin digunakan pada serangan asma akut,

karena antibiotik tidak dapat mengurangi efek bronkokonstriksi.

Tetapi setelah serangan asma apabila dijumpai sputum yang purulent

haruslah diperiksa secara teliti karena bisa jadi inducer dari serangan

asma adalah adanya fokus infeksi saluran nafas.

ALFA-ADRENERGIK ANTAGONIS

Walaupun alfa-adrenergik antagonis mempunyai efek

bronkodilator tetapi efek samping adanya hipotensi sangatlah besar

sehingga jarang digunakan pada serangan akut.

Page 15: Status Asmatikus

IMUNOTERAPI

Imunoterapi sangat membantu pada asma dengan trigger jelas

atau asma dengan causa alergi, terutama pada anak meskipun pada

orang dewasa penelitian yang dilakukan tidak menujukkan hasil yang

signifikan. Imunoterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen

asma akut tetapi berperan untuk mencegah reaksi anfilaksis.