Status Asmatikus Kelompok 5

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008) Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008) Peran paramedis dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Paramedic sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. 1

description

Askep

Transcript of Status Asmatikus Kelompok 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan

pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di

dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat

adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008)

Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara

total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat

akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan

dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan

dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan

simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau

keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,

sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008)

Peran paramedis dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Paramedic

sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong

penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering

diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan

kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita,

terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu

menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan

asma. (Medlinux, 2008)

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan

penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di

Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus

asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,

1

baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit

ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,

produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya

kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid

dkk,2007)

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia,

hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di

berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan

(morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT

1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di

Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia

sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru

2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner

International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan

prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 %

diantaranya mempunyai gejala klasik. (Muchid dkk,2007)

B. Tujuan penulisan

Tujuan umum :

Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit asmatikus pada pasien dengan

gawat darurat

Tujuan khusus :

a. Untuk mengetahui proses timbulnya penyakit asmatikus

b. Untuk mengetahui cara penanganan secara darurat pada pasien

dengan asmatikus

c. untuk dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan gawat

darurat pada pasien dengan status asmatikus.

2

C. Manfaat penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu diharapkan dapat menjadi:

a. Media informasi yang baik tentang status asmatikus

b. Penyalur informasi tentang penanganan yang tepat pada pasien status asmatikus

kegawat daruratan

D. Metode penulisan

Adapun dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode yaitu :

a. Metode kepustakaan, penulis menggunakan beberapa sumber buku yang

dijadikan referensi dalam pembuatan makalah ini

b. Internet, penulis mengakses beberapa data dari internet yang dijadikan

sumber referensi

1.5 Sistematika penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan

BAB II PEMBAHASAN terdiri atas pengertian status asmatikus, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan medic, pemeriksaan

diagnostic, asuhan keperawatan gawat darurat( Primary survey), asuhan

keperawatan(secondary survey), evaluasi.

BAB III PENUTUP terdiri atas kesimpulan dan saran

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Status asmatikus merupakan suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam

beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada

pengobatan yang lazim.

Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons

terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi,

ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi,

peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini.

Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.

Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan asma berat

kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat

untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau

antagonis β2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk.

Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian. Oleh karena

itu apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan

terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.

Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang

merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran

napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain)

2.2 Etiologi

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :

1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.

2) Pembengkakan membran bronkus.

3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

4

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus

yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic

dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya

suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor

pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan

asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus

yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini

menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan

mengalami asma gabungan.

5

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari

bentuk alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi

Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial

jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran

pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)

Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam

dan jam tangan)

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan

6

dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini

berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,

selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.

Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma

yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan

asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang

bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu

lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.3 Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap

benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi

dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

7

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,

antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang

berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup

alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan

antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang

bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan

bradikinin.

Gambar 2. mekanisme asma

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada

dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen

bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan

saluran napas menjadi sangat meningkat.

8

Gambar 3. Penyempitan saluran nafas

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru, selama ekspirasi paksa menekan

bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat

terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi

dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan

dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat

meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi

dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Karakteristik dasar dari asma (konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa

bronchial, dan pengentalan sekresi) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada

status asmatikus. Abnormalitas ventilasi–perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan

respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.

Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun,

mencerminkan respirasi asidosis.

9

2.4 Manifestasi klinis

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut

yang berat bersifat refraktor sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat

pada asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher,

mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan

makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya

gagal pernapasan.

Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan

pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak

napas mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun

yang sangat penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat

serangan terutama menentukan apakah asma tersebut termasuk dalam serangan asma

yang berat.

Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia

pertengahan atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami

serangan asma akut berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang.

Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai

berikut.

a. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu

kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.

b. Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit

c. Denyut nadi lebih dari 110x/menit

d. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi

yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit

e. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih

dari 10 mmHg.

10

Gejalanya lain status asmatikus adalah sebagai berikut:

Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheesing

Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan

Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan

Sianosis, takikardi, gelisah, pulsus paradoksus

Fase ekspirium memanjang disertai wheesing (di apeks dan hilus)

2.5 Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus:

Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : Saatnya

serangan dan obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan

dosisnya)

Pemberian obat bronchodilator

Penilaian terhadap perbaikan serangan

Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab dan modifikasi pengobatan

penunjang selanjutnya.

Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan

obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan,

sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan

dilakukan secara tepat berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai

respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja

terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat

terjadinya komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah

tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi

pada pemberian drips aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat

menentukan kapan penderita mesti dikirim ke unit perawatan intensif.

11

Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD

dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut :

1) Pemberian terapi oksigen dilanjutkan

Terapi oksigen dilakukan mengatasi dispena, sianosis, dan hipoksemia. Oksigen aliran

rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan.

Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2

dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan

kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan

perawatan di rumah sakit.

2) Agonis β2

Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat

diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas.

Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler /

volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau

terbutalin.

3) Aminofilin

Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per

drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip

aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila

penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi

diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila

terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi,

aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang

berbahaya.

4) Kortikosteroid

Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya

keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg

dengan dosis keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan

12

sebagai alternative adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 –

10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per

oral yaitu prednison atau predmisolon 30 – 60 mg/ hari.

5) Antikolonergik

Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan

agonis β2 secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak

diperlukan bila pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.

6) Pengobatan lainnya

a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit

Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum,

dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai

terapi awal untuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan

Natrium Bikarbonat.

b) Mukolitik dan ekpetorans

Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat

ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan,

demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.

c) Fisioterapi dada

Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya

dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama

eksaserbasi akut yang terjadi.

d) Antibiotic

Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent

dengan neutrofil leukositosis.

e) Sedasi dan antihistamin

Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan

intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan

asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang

mengakibatkan sumbatan bronkus.

13

2.6 Pemeriksaan diagnostik

Spirometri : Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak 20 %

Pemeriksaan Radiologi : Pada umumnya normal. Dilakukan

tindakan bila ada indikasi patologi di paru, misalnya:

Pneumothorak, atelektasis, Dll.

Analisa Gas darah : Hipoxemia, Hiperkapnia, Asidosis

Respiratorik.

Pemeriksaan Sputum : Adanya eosinofil , Kristal charcot Leyden,

Spiral Churschmann , Miselium Asoergilus Fumigulus

Pemeriksaan darah : Jumlah eosinofil meningkat.

Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam

mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah

mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah (respirasi

asidosis), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan

akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang

menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit.

Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi

mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan

gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu

letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak

berespons terhadap pengobatan awal.

Pemeriksaan gas darah arteri

dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi

pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien

tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis (CO2 rendah)

adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik.

14

Peningkatan PCO2 (ke kadar normal atau kadar yang menandakan

respirasi asidosis) seringkali merupakan tanda bahaya serangan

gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai

pH darah rendah.

Arus puncak ekspirasi

APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan

merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya

penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dugaan atau nilai

tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui

dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.

Pemeriksaan foto thoraks

Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang

ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga

mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan

pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis

thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang

interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini

akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.

Elektrokardiografi

Tanda -tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi

perbaikan klinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ),

takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda

hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.

15

2.7 Asuhan keperawatan(Primary survey)

Airway(jalan nafas)

Pengkajian:

Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum

pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga

status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena

kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.

Diagnose keperawatan :

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum

Intervensi :

a. Amankan pasien ke tempat yang aman

R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk

pasien

b. Kaji tingkat kesadaran pasien

R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesadaran pasien

c. Segera minta pertolongan

R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih

intensif

d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien

R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya

penumpukan sekret

e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien

setengah telungkup dan membuka mulutnya

R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas

f. Lakukan teknik maneuver(head till, chin lift, jaw trust)

R/ membuka jalan nafas untuk memudahkan pasokan O2

g. Lakukan suction

16

R/ memudahkan masuknya O2 tanpa adanya hambatan(penumpukan secret

pada jalan nafas)

h. Lakukan pemasangan gudel jika terjadi sumbatan pafda jalan nafas(lidah jatuh

ke belakang)

R/ pada pasien tidak sadar cenderung mengalami lidah jatuh ke belakang dan

hal ini menyebabkan sumbatan pada jalan nafas sehingga dilakukan tindakan

ini untuk membuka jalan nafas

Evaluasi

1) Tidak tampak sumbatan(secret) pada jalan nafas

2) Kebutuhan O2 terpenuhi.

3) Pasien mampu mempertahankan kepatenan jalan nafas.

Breathing(pernafasan)

Pengkajian :

Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha

napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada

status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas.

Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Akibat

ventilasi perfusi yang tidak seimbang ini menyebabkan pengurangan PaO2.

Kurangnya O2 dalam tubuh ini dapat menyebabkan terjadinya hipoksia karena

pada klien dengan asma terjadi gangguan pada ekspirasi sehingga klien susah

untuk mengeluarkan CO2, dan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan CO2

dalam tubuh atau hiperkapnea biasanya 60 – 65 mmHG. Peningkatan ini

menyebabkan terjadinya penurunan pH sehingga dapat terjadi asidosis respiratori.

Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak

mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam

bergerak. Namun pada status asmatikus biasanya suara pernapasan berkurang

dan dapat terjadi mengi menjadi hilang. Karena itu perlu pantau adanya mengi.

Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit..

17

Diagnose keperawatan :

Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas

Intervensi :

a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien

R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien

b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta

pipi ke mulut pasien

R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien

c. Pantau ekspansi dada pasien

R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien

d. Kaji frekuensi pernafasan pasien

R/ mengetahui perubahan frekuensi nafas

e. Berikan O2 pada pasien

R/ membantu memenuhi kebutuhan O2

Evaluasi

1) Tampak sesak berkurang.

2) Tidak ada suara napas tambahan(wheezing)

3) Suara napas kembali teratur.

4) Tampak pasien tidak menggunakan otot bantu pernapasan.

18

Circulation(sirkulasi)

Pengkajian :

Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh

oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal

ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.

Peningkatan denyut nadi ini bisa mencapai 140x/menit dan hal ini menyebabkan

penurunan cardiac output sehingga pasien mengalami hipotensi dan terjadi

hipoventilasi. Selain itu hipoventilasi ini dapat disebabkan bila FEV1 > 40 % atau >

20 %. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE )

kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang

dari 120 lt/menit. Adanya hipoksia dan hiperkapnia ini dapat menyebabkan

sianosis dan gejala keseimbangan asam basa dapat terjadi asidosis respiratori

dimana terjadi penurunan pH karena tidak dapat dikompensir oleh sistem buffer

dalam darah.

Diagnose Keperawatan :

perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen

Intervensi :

a. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit )

R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba

b. Jika tidak tampak adanya ekspansi dada dan tidak teraba arteri karotis segera

berikan teknik RJP

R/ membantu usaha pernapasan pasien

19

c. Berikan terapi cairan awal Ringer Laktat dan Natrium Bikarbonat

R/ Terapi cairan meminimalkan resiko dehidrasi dan Natrium Bikarbonat

meningkatkan pH ke tingkat yang dikehendaki.

d. Lakukan pemasangan intubasi untuk respiratori

R/ jika pasien mengarah kepada kegagalan pernapasan akan diminimalkan

dengan pemasangan respiratori ini.

e. Berikan sedatif

R/ memberikan relaksasi pada otot pada saat pemasangan inhalasi dan

kecemasan pasien dapat diminimalkan

Evaluasi

1) Tidak tampak adanya sianosis

2) Tidak teraba akral dingin

3) Tekanan darah kembali normal,120/80

DISABILITY

Pengkajian :

Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus

mengalami penurunan kesadaran sampai koma. Hal ini dapat dinilai dari pupil

terhadap cahaya. Jika terjadi kerusakan yang ireversibel reaksi pupil terhadap

cahaya biasanya dilatasi ataupun negatif. Ini merupakan tanda – tanda terjadinya

hipoksemia serebri. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat

mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu

kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan

kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien

unrespon. Karena itu pasien memerlukan pantauan 24 jam penuh oleh tim medis

khususnya dokter yang akan merawat pasien.

EXPOSURE

Pengkajian :

Control pemaparan lingkungan merupakan komponen akhir dari primary suervey,

lakukan pengukuran suhu untuk mengetahui perubahan suhu tubuh pasien dan

20

seluruh pakaian dibuka untuk pemeriksaan secara menyeluruh. Setelah tindakan

pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure dilakukan,

maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan

pertolongan yang lebih intesif.

2.8 Asuhan keperawatan (secondary survey)

Penatalaksanaan lanjutan

Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap

respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising

mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE,

fotothoraks, AGD, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah

diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.

Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap

pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5 hari

pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral dan

aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6 – 8 x/ hari atau

preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10, steroid oral ( predmison,

predmisolon ) diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin diteruskan.

Tanda – tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit. Masukan

cairan penting untuk melawan dehidrasi, mengencerkan sekresi, dan untuk

memudahkan ekspektorasi. Cairan intravena diberikan sesuai dengan yang

diharuskan, hingga 3 sampai 4 L/hari, kecuali bila ada kontraindikasi.

Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus – menerus, penting

dilakukan dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus

dapat diatasi. Energy pasien harus dihemat dan ruangan harus tenang serta

bebas dari iritan pernapasan, termasuk bunga, asap, tembakau, parfum, atau

bau bahan pembersih. Bantal nonalergik harus digunakan.

21

Indikasi perawatan intensif

Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yang

diberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan

intensif. Adapun penderita yang memerlukan perawatan intensif yaitu

a. Terdapat tanda- tanda kelelahan

b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun

c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg ) sesudah

pemberian oksigen.

2.9 Evaluasi

Tidak ada sesak waktu istirahat

Bising mengi tidak ada atau minimal

Retraksi otot bantu napas minimal

Tidur sudah normal

APE > 70 % dari nilai normal atau nilai tertinggi yang dicapai sebelumnya

22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penatalaksanan asma akut berat dan status asmatikus harus dilakukan dengan

cepat, tepat dan akurat karena keadaan ini selalu dapat mengancam jiwa penderita.

Untuk dapat melakukan penangan yang baik diperlukan pengetahuan dan

kemampuan yang cukup dalam mengenal gejala dan tanda serangan penyakit,

memberikan pengobatan awal, merawat penderita di ruangan, serta pengobatan lepas

rawat yang semuanya itu bertujuan untuk dapat mencegah kematian, mengembalikan

keadaan klinis dan fungsi paru ketingkat yang lebih baik dan mencegah kekambuhan dini

penderita.

Pengelolaan penderita asma akut berat dan status asmatikus, apalagi yang

menunjukkan tanda yang sudah mengacam jiwa penderita, hendaknya dilaksanakan di

unit pelayanan kesehatan yang memiliki tenaga medic yang sudah berpengalaman dan

fasilitas yang memadai.

3.2 Saran

Bagi institusi

Hendaknya lebih menyiapkan fasilitas penunjang dan buku-buku yang dapat

membantu mahasiswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen

pembimbing terutama referensi tentang askep status asmatikus pada

penanganan gawat darurat

Bagi dosen pembimbing

Hendaknya meneruskan tugas semacam ini kepada mahasiswa agar

mahasiswa dapat mengetahui penanganan tepat yang dapat membantu

pasien yang dalam keadaan gawat serta dengan adanya tugas semacam ini

23

maka mahasisiwa dapat menjadi media penyalur informasi yang baik kepada

masyarakat.

Bagi mahasiswa

Hendaknya lebih berpartisipasi aktif dalam mengerjakan tugas yang

diberikan.

24

25