Statistik - Kti Bph

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut perlu adanya kesadaran akan kesehatan. Dimulai sedini mungkin yaitu sejak dalam kandungan, agar bayi tersebut dapat lahir secara sehat, selamat dan mampu menjadi generasi yang cerdas untuk masa depan yang berkualitas. Menurut World Health Organization (WHO) bahwa terdapat kematian bayi khususnya neonates sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di Negara berkembang sebesar 99%. (Manuaba, 1998). Menurut laporan WHO pada tahun 2000, Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup kemudian tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup (Wijaya, 2010). Data AKB menurut World Health Organization (WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup untuk tahun 2012. Dari data tersebut, AKB dunia menduduki criteria sedang. Survey WHO (Badan Kesehatan Dunia) 2002 dan 2004 menyebutkan kematian bayi yang baru lahir disebabkan asfiksia (27%), BBLR (24%), Tetanus (10%), dan sisanya infeksi pendarahan dan masalah asupan. Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian per 1000 kelahiran hidup dan 1

description

KEBIDANAN

Transcript of Statistik - Kti Bph

Page 1: Statistik - Kti Bph

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB)

atau Infant Mortality Rate (IMR). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

tersebut perlu adanya kesadaran akan kesehatan. Dimulai sedini mungkin yaitu sejak dalam

kandungan, agar bayi tersebut dapat lahir secara sehat, selamat dan mampu menjadi generasi

yang cerdas untuk masa depan yang berkualitas.

Menurut World Health Organization (WHO) bahwa terdapat kematian bayi

khususnya neonates sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut

terjadi terutama di Negara berkembang sebesar 99%. (Manuaba, 1998). Menurut laporan

WHO pada tahun 2000, Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup

kemudian tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup (Wijaya, 2010). Data AKB

menurut World Health Organization (WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup

untuk tahun 2012. Dari data tersebut, AKB dunia menduduki criteria sedang. Survey WHO

(Badan Kesehatan Dunia) 2002 dan 2004 menyebutkan kematian bayi yang baru lahir

disebabkan asfiksia (27%), BBLR (24%), Tetanus (10%), dan sisanya infeksi pendarahan

dan masalah asupan.

Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian per 1000

kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran

hidup.

Menurut data  Laporan Program Kesehatan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 –

2012, jumlah kematian neonatus yang dilaporkan di Jawa Barat mencapaiangka 3.624 dan

kematian bayi mencapai 4.650. Menurut data tahun 2004, capaian AKB pada daerah

Kabupaten Cirebon 54,46 per 1000 kelahiran hidup.

Hasil survey menunjukkan bahwa penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah

asfiksia, infeksi dan BBLR.Sekitar 24% bayi yang berumur kurang dari satu bulan meninggal

karena menderita asfiksia. Asfiksia adalah penyebab ketiga kematian bayi setelah premature

dan infeksi di dunia.Asfiksia neonatorum dapat disebabkan kekurangan O2, misalnya pada

partus lama, ruptura uteri, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta, prolapsus,

1

Page 2: Statistik - Kti Bph

perdarahan banyak, plasenta sudah tua dan disfungsi uteri (Mochtar, 1998 : 427). Asfiksia

neonatorum biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mempunyai komplikasi,

misalnya diabetes melitus, pre-eklampsia berat atau eklampsi, kelahiran kurang bulan,

kelahiran lewat waktu, plasenta previa, solusio plasenta (Mansjoer, 2000 : 502).

Maka berdasarkan data di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang

“Hubungan Kehamilan Post Term dan Partus lama dengan kejadian Asfiksia”

1.2 RumusanMasalah

Apakah ada hubungan Kehamilan Post Term dan Partus lama dengan kejadian Asfiksia

pada bayi baru lahir ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara Hubungan Kehamilan Post Term dan Partus lama

dengan kejadian Asfiksia di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu

tahun 2015

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kehamilan post term di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu

Kabupaten Mundu tahun 2015

2. Untuk mengetahui partus lama di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten

Mundu tahun 2015

3. Untuk mengetahui kejadian asfiksia di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu

Kabupaten Mundu tahun 2015

4. Untuk mengetahui hubungan post term dengan kejadian asfiksia di Puskesmas

Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu tahun 2015

5. Untuk mengetahui hubungan partus lama dengan kejadian asfiksia di Puskesmas

Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu tahun 2015

6. Untuk menganalisis hubungan antara kehamilan post term dan partus lama dengan

kejadian asfiksia di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu tahun

2015

2

Page 3: Statistik - Kti Bph

1.4 ManfaatPenulis

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan dan menambah

pengetahuan yang telah ada berdasarkan riset mengenai hubungan antara post term dan

partus lama dengan kejadian asfiksia

Manfaat Praktis

Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman serta wawasan

penelitian dan dapat dijadikan sebagai media untuk penelitian selanjutnya serta untuk

merapkan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah khususnya mata kuliah

metodologi penelitian

Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam

pengajaran mengenai asuhan kebidanan

Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi pada institusi

kesehatan khususnya penanganan dan pencegahan asfiksia serta mengenal tanda-

tanda bayi baru lahir mengalami asfiksia.

3

Page 4: Statistik - Kti Bph

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asfiksia

2.1.1 Definisi

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir bila dalam satu menit sejak

kelahirannya bayi tidak menangis (Manuaba, 2008 : 190). Sehingga dapat menurunkan O2

dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih

lanjut.

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah bayi baru lahir, yang disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus

(Wiknjosastro, 2005 : 709).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tak dapat segera bernafas  secara

spontan dan teratur setelah lahir.

2.1.2 Etiologi

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan

pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga dapat gangguan dalam

persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara

menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak

karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.

Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit

menahuhn seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan ini

pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenisasi serta kekurangan pemberian

zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau

dikurangi dengan pemeriksaan antenatak yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya

dapat diusahakan (Wiknjosastro, 2005 : 709).

2.1.3 Patosfisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil

dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat

sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernafasan untuk

4

Page 5: Statistik - Kti Bph

terjadinya spernafasan yang oertama yang kemudian berlanjut menjadi pernafasan yang

taratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha nafas ini tidak nampak dan bayi selanjutnya

dalam periode apneu. Pada tingkat ini di samping penurunan frekuensi denyut jantung

(bradikard) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid).

Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan

upaya bernafas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2

(menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi

bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga

terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan

gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana

kerusakkan sel-sel otan ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asfiksia

1. Faktor Ibu

a. Gangguan his misalnya hipertoni dan tetani.

b. Hipotensi mendadak pada ibu karena  perdarahan misalnmya pada plasenta

previa.

c. Hipertensi pada eklampsia.

d. Gangguan mendadak pada plasenta seperti soluio plasenta.

2. Faktor Janin

a. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.

b. Depresi pernapasan karena obat-obat anastesia/analgetika yang diberikan

kepada ibu, perdarahan intrakranial dan kelainan bawaan.

(Wiknjosastro, 2006 : 710).

2.1.5 Penilaian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir

Penilaian buruk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh 3 (tiga) tanda-

tanda, terdiri dari; Pernapasan janin, menilai frekuensi, menilai warna kulit (Saifuddin,

2001 : 348).

5

Page 6: Statistik - Kti Bph

Di samping itu penilaian secara APGAR ini juga mempunyai makna dengan mortalitas

dan morbilitas bayi baru lahir, cara ini dianggap paling ideal dan banyak digunakan dimana-

mana.

a. Nilai APGAR

Gejala 0 1 2

Denyut jantung janin Tidak ada < 100 > 100

Pernapasan Tidak ada lemah, menangis

lemah

baik, menangis

kuat

Otot Lemas Refleks lemah Gerak aktif,

refleks baik

Refleks terhadap

rangsangan

Tidak ada Menyeringai Menangis

Warna kulit Biru/pucat Badan

merah/esktremitas

pucat

Seluruh merah

(Manuaba, 2008 : 190)

b. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

1. Vigorous Baby

Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2. Mild Moderate Asphyxia atau asfiksia sedang

Skor APGAR 4-6, pada pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih

dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilasi tidak ada.

3. Asfiksia berat

Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari

100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek

iritibilasi tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung bunyi yaitu bunyi jantung

fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung

menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.

6

Page 7: Statistik - Kti Bph

2.1.6 Diagnosis Asfiksia Neonatorum

Asfiksia yang terjadi pada biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. 

Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya

tanda-tanda gawat janin.

Ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian dalam menentukan tanda-tanda gawat

janin, yaitu :

1. Jantung

Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit; selama his, frekuensi ini

bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan

denyut jantung umunya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai

dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda

bahaya.

2. Mekonium dalam lahir air ketuban

Mekonium pada presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi-

kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan

kewaspadaaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat

merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH dalam darah

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuatan sayatan

kecil pada kulit kepala janin, dan diambnil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pHnya,

adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal

itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.

Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelematkan dan dengan

demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah

menunjukkan tanda-tanda gawat janin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu

diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut. Jika terdapat asfiksia, tingkatnya

perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan

cara penilaian menurun APGAR. Nila APGAR mempunyai hubungan erat dengan beratnya

asfiksia dan biasany dinilai satu menit dan lima menit setelah setelah bayi lahir

(Wiknjosastro, 2005 : 710-711).

7

Page 8: Statistik - Kti Bph

2.1.6.1 Manajemen Terapi Asfiksia Neonatorum

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru

lagir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi

gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti

tahapan-tahapan yang dikenal dengan Airway Breathing and Circulation (ABC)

resusitasi :

a. Memastikan saluran nafas terbuka

Meletakkan bayi dalam posisi yang benar

Menghisap mulut kemudian hidung

Bila perlu masukkan Et untuk memastikan pernafasan

b. Memulai pernafasan

Lakukan rangsangan taktil

Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

c. Mempertahankan sirkulasi darah

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi atau bila perlu

menggunakan obat-obatan.

2.1.6.2 Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi dalam 2

golongan :

1. Tindakan Umum

Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nilai APGAR.

Segera setelah bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat pemanasan yang baik.

Harus dicegah atau dikurangai kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar

lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi mengurangi

evaporasi.

Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernafasan

bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dikerjakan dengan hati-hati untuk

menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus laring,

atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum memperlihat usaha bernafas, rangsangan

terhadapnya harus segera dilakukan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan

8

Page 9: Statistik - Kti Bph

cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada bayi-bayi

tertentu diberi suntikan vitamin K (Wiknjosastro, 2005 : 710-711).

2. Tindakan Khusus

a. Asfiksia Sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60

detik timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi

sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan

dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakkan membuka dan

menutup nares dan mulut diserta gerakan dagu ke atas dan kebawah dengan frekuensi

20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding thoraks dan abdomen. Bila bayi

memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut,

ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru

dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan dari mulut kemulut atau dari ventilasi ke

kantong masker. Pada ventilasi dari mulut kemulut, sebelumnya mulut penolong diisi

dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali per menit dan

diperhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak

berhasil jika setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau

perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas

natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak

memperhatikan pernafasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan

adekuat.

b. Asfiksia Berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi

paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan

intubasi endotrakheal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat

hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,

diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan

ke dalam intravena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat

jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usahakan pernafasan

9

Page 10: Statistik - Kti Bph

biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali

inflasi tidak didapatkan perbaikan pernafasan atau frekuensi jantung, maka masase

jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi

ventilasi dengan tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi

tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil

bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam

dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika

atau stenosis jalan nafas.

2.1.7 Peran Bidan Dalam Menghadapi Asfiksia Neonatorum

1. Tindakan Pertolongan Umum neonatus

Kepala bayi diletak pada posisi yang lebih rendah

Bersihkan jalan napas dari lendir; mulut dan tenggorokan, saluran napas bagian

atas.

Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan membungkus dan

memandingkan dengan air hangat.

Memberikan rangsangan menangis.

Dalam ruang gawat darurat bayi selalu tersedia; penghisap lendir bayi dan O2

dan maskernya.

2. Tindakan khusus asfiksia neonatorum

Menghadapi asfiksia neonatorum memang diperlukan tindakan spesialistis,

sehingga diharapkan bidan dapat segera melakukan rujukan medis ke rumah sakit

melakukan pertolongan persalinan dengan resiko rendah di daerah pedesaan

sebagian besar berlangsung dengan aman dan baik. Penilaian bayi baru lahir

dilakukan dengan mempergunakan sistem APGAR.

Berdasarkan kriteria nilai APGAR, bidan dapat melakukan penilaian untuk

mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medis sehingga

keselamatan bayi dapat ditingkatkan (Manuaba, 1998 : 320).

10

Page 11: Statistik - Kti Bph

2.2 Partus Lama

Partus lama adalah persalinan yang berlangsung dari 24 jam pada primi, dan lebih dari

18 jam pada multi (Wiknjosastro, 2005 : 317).

Menurut Harjono adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan

berlangsung lama sehingga timbul gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu,

serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (KJDK).

Pada umumnya batas-batas normal persalinan adalah :

Primi Multi

Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala III ½ jam ¼ jam

Lama persalianan 14 ½ jam 7 ¾ jam

Persalinan pada primi biasanya lebih 5-6 jam daripada multi. Bila persalinan

berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun

terhadap anak dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak (Mochtar, 1998 : 384-

385).

2.3 Kehamilan Post-term

Kehamilan post-term kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu.

Kejadian kehamilan post-term kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Kekhawatiran

dalam menghadapi kehamilan post-term ialah meningkatnya resiko kesakitan dan kematian

perinatal. Resiko kematian perinatal kehamilan post-term dapat menjadi 3 kali dibandingkan

kehamilan aterm. Kehamilan post-term terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam

persalinan dan 15% post-natal (Wiknjosastro, 2005 : 317-320).

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 dari hari pertama haid terakhir.

Bila seorang wanita melahirkan pada usia kehamilan antara 20-28 minggu, persalinan

tersebut disebut persalinan immaturus. Sementara itu, persalinan antara usia kehamilan 28-

30 minggu disebut persalinan prematurus. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan 38-42

minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal.

Permasalahan yang terjadi pada kehamilan lewat waktu adalah plasenta yang tidak

sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia

11

Page 12: Statistik - Kti Bph

sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta

dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat, terjadinya metabolisme janin, air

ketuban makin kental, berkurangnya nutrisi O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan

setiap saat dapat meninggal dalam rahim, saat persalinan janin lebih mudah mengalami

asfiksia (Manuaba, 1998 : 222-223).

12

Page 13: Statistik - Kti Bph

V.bebas 1 :Post term

Variabel terikat:

ASFIKSIATerhadap

Ibu

Anemia ringan

Anemia sedang

Anemia berat

Terhadap Janin

V.bebas 2 :Partus lama

MANAGEMENT TERAPI ASFIKSIA

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

Kerangka Teori merupakan rangkaian teori yang mendasari topic penelitian.

Berdasarkan teori Toweil mengungkapkan bahwa gagalnya pernafasan disebabkan oleh

factor ibu, factor janin, factor plasenta, dan factor persalinan (Toweil, 1996).

13

Page 14: Statistik - Kti Bph

Variabel Bebas :Post term dan Partus lama

Variabel TerikatASFIKSIA

Keterangan :

: Ada hubungan dan diteliti

: Ada hubungan dan tidak diteliti

3.2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002).

3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Cara

Ukur

Alat Ukur Hasil

ukur

Skala

1 Post term kehamilan yang

melewati 294 hari

atau lebih dari 42

minggu.

Ceklis Data status

pasien

1= ya

2= tidak

Nominal

2 Partus

lama

persalinan yang

berlangsung dari 24

jam pada primi, dan

lebih dari 18 jam

pada multi

Ceklis Data status

pasien

1= ya

2= tidak

Nominal

3. Asfiksia keadaan dimana bayi

tidak dapat segera

bernafas secara

spontan dan teratur

setelah bayi baru

lahir, yang

Ceklis Data status

pasien

1=

asfiksia

ringan

2=

asfiksia

sedang

Nominal

14

Page 15: Statistik - Kti Bph

disebabkan oleh

hipoksia janinm

dalam uterus

3=

asfiksia

berat

3.4 Hipotesis

Ha : Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara Post term dan Partus

lama dengan kejadian Asfiksia.

15

Page 16: Statistik - Kti Bph

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional karena tidak dilakukan terhadap

objek penelitian berdasarkan analisis datanya merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian

yang menggambarkan keadaan dan berdasarkan waktunya ini adalah penelitian cross sectional.

Karena pengamatan dilakukan pada suatu saat saja. Pada saat pengumpulan data dilakukan

berdasarkan analisis data penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.

4.2 Variabel Penelitian

Adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat dan ukuran yang dimiliki atau di

dapatkan oleh suatu penelitin tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005).

a. Variable bebas (independent variable) adalah variable yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya dependent variable (sugiyono, 2003). Variable bebas dalam penelitian ini

yaitu post term dan partus lama.

b. Variabel terikat (dependent variable) adalah variable yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variable bebas, dan variable ini sering disebut variable respon

(sugiyono, 2003). variable terikat dalam penelitian ini adalah asfiksia.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (sugiyono, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang usia kehamilannya 40

minggu dengan jumlah populasi adalah 50 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Subyek penelitian adalah

16

Page 17: Statistik - Kti Bph

populasi yang diambil dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah

teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja.

Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Solvin

sebagai berikut:

n= N1+(N . d2)

Keterangan : n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

d = standar eror (10%)

n= 501+(50. 0,12)

n= 501,5

=33,3

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan

melihat dan mencatat data dari status pasien.

4.4.2 Alat Pengumpul data

Alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah data yang

diambil dari status pasien.

4.5 Teknik Pengolahan Data

Data yang terkumpul sering kali masih merupakan bahan-bahan yang kasar (data

mentah) yang perlu diolah terlebih dahulu. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi

yang benar, paling tidak ada lima tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui.

Kegiatan mengolah data menurut Narkubo dan Achmadi (2002) meliputi :

17

Page 18: Statistik - Kti Bph

a. Mengkode data (cooding)

Cooding adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden kedalam kategori

b. Menyunting data (editing)

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul

data. Tujuannya adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di daftar

pertanyaan.

c. Memasukkan data

d. Memproses data (processing)

Processing adalah proses analisis data yang telah terbentuk dengan menggunakan

perangkat lunak computer program SPSS versi 16.

e. Membersihkan data (Cleaning)

Cleaning adalah memeriksa kembali data yag telah dimasukkan kedalam computer untuk

memastikan kebenaran data.

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisa univariat

Analisis univariat (analisa satu variable) dilakukan pada setiap kategori jawaban

pada variable Independen dan variable Dependen yang ditampilkan dalam bentuk

distribusi frekuensi, yakni untuk mendapatkan gambaran distribusi responden serta

menggambarkan pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap kehamilan dini dan

selanjutnya dilakukan analisis terhadap tampilan data tersebut.

18

P =

Rumus yang digunakan :  Keterangan :P : Presentase yang dicariF : FrekuensiN : Jumlah Responden100% : Nilai Konstan.

Page 19: Statistik - Kti Bph

4.6.2 Analisa Bivariat

Keputusan penguji hipotesis penelitian dilakukan dengan taraf signifikan α = 0,05

dengan confidence interval 95%. Untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu variabel

dependen dan variabel independent yang menggunakan chi-square.

Upaya untuk memaparkan data yang ada secara terperinci mengetahui hubungan

kenyataan yang ada dilapangan yang didapatkan dari hasil data primer. Analisis ini

menggunakan uji statistic chi square menurut sugiyono (2004:50)

x2=n¿¿

Keterangan :

X2 : nilai dari chi square

n : jumlah sampel

a : nilai frekuensi baris ke 1 kolom ke 1

b : nilai frekuensi baris ke 2 kolom ke 2

c : nilai frekuensi baris ke 3 kolom ke 3

d : nilai frekuensi baris ke 4 kolom ke 4

4.7 Kriteria Uji

a. Uji Valiadilitas

Teknik kolerasi yang dipakai adalah teknik kolerasi product moment yang rumusnya

sebagai berikut :

Keterangan :

19

rxy = N∑XY – (∑X) (∑Y)

{NX2 – (∑X)2} {N∑Y2 – (∑Y)2}

Page 20: Statistik - Kti Bph

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N : Jumlah Sampel

∑X : Jumlam skor soal dalam sebaran X

∑Y : Jumlah skor soal dalam sebaran Y

∑X2 : Jumlah skor soal yang dikuadratkan dalam sebaran X

∑Y2 : Jumlah skor soal yang dikuadratkan dalam sebaran Y

∑XY : Jumlah hasil kali jumlah skor dalam sebaran X dengan

Jumlah skor sebaran Y

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa mundu kecamatan mundu dengan waktu penelitian 1

bulan yaitu pada bulan Maret tahun 2015.

20