Statistik - Kti Bph
-
Upload
puryapriyani -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of Statistik - Kti Bph
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB)
atau Infant Mortality Rate (IMR). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
tersebut perlu adanya kesadaran akan kesehatan. Dimulai sedini mungkin yaitu sejak dalam
kandungan, agar bayi tersebut dapat lahir secara sehat, selamat dan mampu menjadi generasi
yang cerdas untuk masa depan yang berkualitas.
Menurut World Health Organization (WHO) bahwa terdapat kematian bayi
khususnya neonates sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut
terjadi terutama di Negara berkembang sebesar 99%. (Manuaba, 1998). Menurut laporan
WHO pada tahun 2000, Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup
kemudian tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup (Wijaya, 2010). Data AKB
menurut World Health Organization (WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup
untuk tahun 2012. Dari data tersebut, AKB dunia menduduki criteria sedang. Survey WHO
(Badan Kesehatan Dunia) 2002 dan 2004 menyebutkan kematian bayi yang baru lahir
disebabkan asfiksia (27%), BBLR (24%), Tetanus (10%), dan sisanya infeksi pendarahan
dan masalah asupan.
Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian per 1000
kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran
hidup.
Menurut data Laporan Program Kesehatan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 –
2012, jumlah kematian neonatus yang dilaporkan di Jawa Barat mencapaiangka 3.624 dan
kematian bayi mencapai 4.650. Menurut data tahun 2004, capaian AKB pada daerah
Kabupaten Cirebon 54,46 per 1000 kelahiran hidup.
Hasil survey menunjukkan bahwa penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah
asfiksia, infeksi dan BBLR.Sekitar 24% bayi yang berumur kurang dari satu bulan meninggal
karena menderita asfiksia. Asfiksia adalah penyebab ketiga kematian bayi setelah premature
dan infeksi di dunia.Asfiksia neonatorum dapat disebabkan kekurangan O2, misalnya pada
partus lama, ruptura uteri, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta, prolapsus,
1
perdarahan banyak, plasenta sudah tua dan disfungsi uteri (Mochtar, 1998 : 427). Asfiksia
neonatorum biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mempunyai komplikasi,
misalnya diabetes melitus, pre-eklampsia berat atau eklampsi, kelahiran kurang bulan,
kelahiran lewat waktu, plasenta previa, solusio plasenta (Mansjoer, 2000 : 502).
Maka berdasarkan data di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang
“Hubungan Kehamilan Post Term dan Partus lama dengan kejadian Asfiksia”
1.2 RumusanMasalah
Apakah ada hubungan Kehamilan Post Term dan Partus lama dengan kejadian Asfiksia
pada bayi baru lahir ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara Hubungan Kehamilan Post Term dan Partus lama
dengan kejadian Asfiksia di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu
tahun 2015
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kehamilan post term di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu
Kabupaten Mundu tahun 2015
2. Untuk mengetahui partus lama di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten
Mundu tahun 2015
3. Untuk mengetahui kejadian asfiksia di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu
Kabupaten Mundu tahun 2015
4. Untuk mengetahui hubungan post term dengan kejadian asfiksia di Puskesmas
Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu tahun 2015
5. Untuk mengetahui hubungan partus lama dengan kejadian asfiksia di Puskesmas
Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu tahun 2015
6. Untuk menganalisis hubungan antara kehamilan post term dan partus lama dengan
kejadian asfiksia di Puskesmas Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Mundu tahun
2015
2
1.4 ManfaatPenulis
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan dan menambah
pengetahuan yang telah ada berdasarkan riset mengenai hubungan antara post term dan
partus lama dengan kejadian asfiksia
Manfaat Praktis
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman serta wawasan
penelitian dan dapat dijadikan sebagai media untuk penelitian selanjutnya serta untuk
merapkan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah khususnya mata kuliah
metodologi penelitian
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam
pengajaran mengenai asuhan kebidanan
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi pada institusi
kesehatan khususnya penanganan dan pencegahan asfiksia serta mengenal tanda-
tanda bayi baru lahir mengalami asfiksia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asfiksia
2.1.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir bila dalam satu menit sejak
kelahirannya bayi tidak menangis (Manuaba, 2008 : 190). Sehingga dapat menurunkan O2
dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah bayi baru lahir, yang disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
(Wiknjosastro, 2005 : 709).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir.
2.1.2 Etiologi
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga dapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak
karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit
menahuhn seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan ini
pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenisasi serta kekurangan pemberian
zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau
dikurangi dengan pemeriksaan antenatak yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya
dapat diusahakan (Wiknjosastro, 2005 : 709).
2.1.3 Patosfisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernafasan untuk
4
terjadinya spernafasan yang oertama yang kemudian berlanjut menjadi pernafasan yang
taratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha nafas ini tidak nampak dan bayi selanjutnya
dalam periode apneu. Pada tingkat ini di samping penurunan frekuensi denyut jantung
(bradikard) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid).
Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan
upaya bernafas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2
(menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi
bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga
terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan
gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana
kerusakkan sel-sel otan ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asfiksia
1. Faktor Ibu
a. Gangguan his misalnya hipertoni dan tetani.
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnmya pada plasenta
previa.
c. Hipertensi pada eklampsia.
d. Gangguan mendadak pada plasenta seperti soluio plasenta.
2. Faktor Janin
a. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.
b. Depresi pernapasan karena obat-obat anastesia/analgetika yang diberikan
kepada ibu, perdarahan intrakranial dan kelainan bawaan.
(Wiknjosastro, 2006 : 710).
2.1.5 Penilaian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir
Penilaian buruk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh 3 (tiga) tanda-
tanda, terdiri dari; Pernapasan janin, menilai frekuensi, menilai warna kulit (Saifuddin,
2001 : 348).
5
Di samping itu penilaian secara APGAR ini juga mempunyai makna dengan mortalitas
dan morbilitas bayi baru lahir, cara ini dianggap paling ideal dan banyak digunakan dimana-
mana.
a. Nilai APGAR
Gejala 0 1 2
Denyut jantung janin Tidak ada < 100 > 100
Pernapasan Tidak ada lemah, menangis
lemah
baik, menangis
kuat
Otot Lemas Refleks lemah Gerak aktif,
refleks baik
Refleks terhadap
rangsangan
Tidak ada Menyeringai Menangis
Warna kulit Biru/pucat Badan
merah/esktremitas
pucat
Seluruh merah
(Manuaba, 2008 : 190)
b. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum
1. Vigorous Baby
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Mild Moderate Asphyxia atau asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6, pada pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilasi tidak ada.
3. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritibilasi tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung bunyi yaitu bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
6
2.1.6 Diagnosis Asfiksia Neonatorum
Asfiksia yang terjadi pada biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin.
Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin.
Ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian dalam menentukan tanda-tanda gawat
janin, yaitu :
1. Jantung
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit; selama his, frekuensi ini
bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan
denyut jantung umunya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai
dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda
bahaya.
2. Mekonium dalam lahir air ketuban
Mekonium pada presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi-
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan
kewaspadaaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH dalam darah
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuatan sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambnil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pHnya,
adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal
itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelematkan dan dengan
demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu
diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut. Jika terdapat asfiksia, tingkatnya
perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan
cara penilaian menurun APGAR. Nila APGAR mempunyai hubungan erat dengan beratnya
asfiksia dan biasany dinilai satu menit dan lima menit setelah setelah bayi lahir
(Wiknjosastro, 2005 : 710-711).
7
2.1.6.1 Manajemen Terapi Asfiksia Neonatorum
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lagir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan Airway Breathing and Circulation (ABC)
resusitasi :
a. Memastikan saluran nafas terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
Menghisap mulut kemudian hidung
Bila perlu masukkan Et untuk memastikan pernafasan
b. Memulai pernafasan
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
2.1.6.2 Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi dalam 2
golongan :
1. Tindakan Umum
Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nilai APGAR.
Segera setelah bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat pemanasan yang baik.
Harus dicegah atau dikurangai kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar
lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi mengurangi
evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernafasan
bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dikerjakan dengan hati-hati untuk
menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus laring,
atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum memperlihat usaha bernafas, rangsangan
terhadapnya harus segera dilakukan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan
8
cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada bayi-bayi
tertentu diberi suntikan vitamin K (Wiknjosastro, 2005 : 710-711).
2. Tindakan Khusus
a. Asfiksia Sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60
detik timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi
sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan
dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakkan membuka dan
menutup nares dan mulut diserta gerakan dagu ke atas dan kebawah dengan frekuensi
20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding thoraks dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut,
ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan dari mulut kemulut atau dari ventilasi ke
kantong masker. Pada ventilasi dari mulut kemulut, sebelumnya mulut penolong diisi
dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali per menit dan
diperhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak
berhasil jika setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau
perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperhatikan pernafasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
b. Asfiksia Berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi
paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan
intubasi endotrakheal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat
hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan
ke dalam intravena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat
jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usahakan pernafasan
9
biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan pernafasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi dengan tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi
tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil
bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam
dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika
atau stenosis jalan nafas.
2.1.7 Peran Bidan Dalam Menghadapi Asfiksia Neonatorum
1. Tindakan Pertolongan Umum neonatus
Kepala bayi diletak pada posisi yang lebih rendah
Bersihkan jalan napas dari lendir; mulut dan tenggorokan, saluran napas bagian
atas.
Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan membungkus dan
memandingkan dengan air hangat.
Memberikan rangsangan menangis.
Dalam ruang gawat darurat bayi selalu tersedia; penghisap lendir bayi dan O2
dan maskernya.
2. Tindakan khusus asfiksia neonatorum
Menghadapi asfiksia neonatorum memang diperlukan tindakan spesialistis,
sehingga diharapkan bidan dapat segera melakukan rujukan medis ke rumah sakit
melakukan pertolongan persalinan dengan resiko rendah di daerah pedesaan
sebagian besar berlangsung dengan aman dan baik. Penilaian bayi baru lahir
dilakukan dengan mempergunakan sistem APGAR.
Berdasarkan kriteria nilai APGAR, bidan dapat melakukan penilaian untuk
mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medis sehingga
keselamatan bayi dapat ditingkatkan (Manuaba, 1998 : 320).
10
2.2 Partus Lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung dari 24 jam pada primi, dan lebih dari
18 jam pada multi (Wiknjosastro, 2005 : 317).
Menurut Harjono adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan
berlangsung lama sehingga timbul gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu,
serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (KJDK).
Pada umumnya batas-batas normal persalinan adalah :
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam ½ jam
Kala III ½ jam ¼ jam
Lama persalianan 14 ½ jam 7 ¾ jam
Persalinan pada primi biasanya lebih 5-6 jam daripada multi. Bila persalinan
berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun
terhadap anak dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak (Mochtar, 1998 : 384-
385).
2.3 Kehamilan Post-term
Kehamilan post-term kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu.
Kejadian kehamilan post-term kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Kekhawatiran
dalam menghadapi kehamilan post-term ialah meningkatnya resiko kesakitan dan kematian
perinatal. Resiko kematian perinatal kehamilan post-term dapat menjadi 3 kali dibandingkan
kehamilan aterm. Kehamilan post-term terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam
persalinan dan 15% post-natal (Wiknjosastro, 2005 : 317-320).
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 dari hari pertama haid terakhir.
Bila seorang wanita melahirkan pada usia kehamilan antara 20-28 minggu, persalinan
tersebut disebut persalinan immaturus. Sementara itu, persalinan antara usia kehamilan 28-
30 minggu disebut persalinan prematurus. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan 38-42
minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal.
Permasalahan yang terjadi pada kehamilan lewat waktu adalah plasenta yang tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia
11
sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta
dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat, terjadinya metabolisme janin, air
ketuban makin kental, berkurangnya nutrisi O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan
setiap saat dapat meninggal dalam rahim, saat persalinan janin lebih mudah mengalami
asfiksia (Manuaba, 1998 : 222-223).
12
V.bebas 1 :Post term
Variabel terikat:
ASFIKSIATerhadap
Ibu
Anemia ringan
Anemia sedang
Anemia berat
Terhadap Janin
V.bebas 2 :Partus lama
MANAGEMENT TERAPI ASFIKSIA
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Kerangka Teori merupakan rangkaian teori yang mendasari topic penelitian.
Berdasarkan teori Toweil mengungkapkan bahwa gagalnya pernafasan disebabkan oleh
factor ibu, factor janin, factor plasenta, dan factor persalinan (Toweil, 1996).
13
Variabel Bebas :Post term dan Partus lama
Variabel TerikatASFIKSIA
Keterangan :
: Ada hubungan dan diteliti
: Ada hubungan dan tidak diteliti
3.2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002).
3.3 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat Ukur Hasil
ukur
Skala
1 Post term kehamilan yang
melewati 294 hari
atau lebih dari 42
minggu.
Ceklis Data status
pasien
1= ya
2= tidak
Nominal
2 Partus
lama
persalinan yang
berlangsung dari 24
jam pada primi, dan
lebih dari 18 jam
pada multi
Ceklis Data status
pasien
1= ya
2= tidak
Nominal
3. Asfiksia keadaan dimana bayi
tidak dapat segera
bernafas secara
spontan dan teratur
setelah bayi baru
lahir, yang
Ceklis Data status
pasien
1=
asfiksia
ringan
2=
asfiksia
sedang
Nominal
14
disebabkan oleh
hipoksia janinm
dalam uterus
3=
asfiksia
berat
3.4 Hipotesis
Ha : Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara Post term dan Partus
lama dengan kejadian Asfiksia.
15
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional karena tidak dilakukan terhadap
objek penelitian berdasarkan analisis datanya merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian
yang menggambarkan keadaan dan berdasarkan waktunya ini adalah penelitian cross sectional.
Karena pengamatan dilakukan pada suatu saat saja. Pada saat pengumpulan data dilakukan
berdasarkan analisis data penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
4.2 Variabel Penelitian
Adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat dan ukuran yang dimiliki atau di
dapatkan oleh suatu penelitin tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005).
a. Variable bebas (independent variable) adalah variable yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya dependent variable (sugiyono, 2003). Variable bebas dalam penelitian ini
yaitu post term dan partus lama.
b. Variabel terikat (dependent variable) adalah variable yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variable bebas, dan variable ini sering disebut variable respon
(sugiyono, 2003). variable terikat dalam penelitian ini adalah asfiksia.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (sugiyono, 2008).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang usia kehamilannya 40
minggu dengan jumlah populasi adalah 50 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Subyek penelitian adalah
16
populasi yang diambil dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah
teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja.
Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Solvin
sebagai berikut:
n= N1+(N . d2)
Keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
d = standar eror (10%)
n= 501+(50. 0,12)
n= 501,5
=33,3
4.4 Teknik Pengumpulan Data
4.4.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan
melihat dan mencatat data dari status pasien.
4.4.2 Alat Pengumpul data
Alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah data yang
diambil dari status pasien.
4.5 Teknik Pengolahan Data
Data yang terkumpul sering kali masih merupakan bahan-bahan yang kasar (data
mentah) yang perlu diolah terlebih dahulu. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi
yang benar, paling tidak ada lima tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui.
Kegiatan mengolah data menurut Narkubo dan Achmadi (2002) meliputi :
17
a. Mengkode data (cooding)
Cooding adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden kedalam kategori
b. Menyunting data (editing)
Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul
data. Tujuannya adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di daftar
pertanyaan.
c. Memasukkan data
d. Memproses data (processing)
Processing adalah proses analisis data yang telah terbentuk dengan menggunakan
perangkat lunak computer program SPSS versi 16.
e. Membersihkan data (Cleaning)
Cleaning adalah memeriksa kembali data yag telah dimasukkan kedalam computer untuk
memastikan kebenaran data.
4.6 Analisis Data
4.6.1 Analisa univariat
Analisis univariat (analisa satu variable) dilakukan pada setiap kategori jawaban
pada variable Independen dan variable Dependen yang ditampilkan dalam bentuk
distribusi frekuensi, yakni untuk mendapatkan gambaran distribusi responden serta
menggambarkan pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap kehamilan dini dan
selanjutnya dilakukan analisis terhadap tampilan data tersebut.
18
P =
Rumus yang digunakan : Keterangan :P : Presentase yang dicariF : FrekuensiN : Jumlah Responden100% : Nilai Konstan.
4.6.2 Analisa Bivariat
Keputusan penguji hipotesis penelitian dilakukan dengan taraf signifikan α = 0,05
dengan confidence interval 95%. Untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu variabel
dependen dan variabel independent yang menggunakan chi-square.
Upaya untuk memaparkan data yang ada secara terperinci mengetahui hubungan
kenyataan yang ada dilapangan yang didapatkan dari hasil data primer. Analisis ini
menggunakan uji statistic chi square menurut sugiyono (2004:50)
x2=n¿¿
Keterangan :
X2 : nilai dari chi square
n : jumlah sampel
a : nilai frekuensi baris ke 1 kolom ke 1
b : nilai frekuensi baris ke 2 kolom ke 2
c : nilai frekuensi baris ke 3 kolom ke 3
d : nilai frekuensi baris ke 4 kolom ke 4
4.7 Kriteria Uji
a. Uji Valiadilitas
Teknik kolerasi yang dipakai adalah teknik kolerasi product moment yang rumusnya
sebagai berikut :
Keterangan :
19
rxy = N∑XY – (∑X) (∑Y)
{NX2 – (∑X)2} {N∑Y2 – (∑Y)2}
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : Jumlah Sampel
∑X : Jumlam skor soal dalam sebaran X
∑Y : Jumlah skor soal dalam sebaran Y
∑X2 : Jumlah skor soal yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑Y2 : Jumlah skor soal yang dikuadratkan dalam sebaran Y
∑XY : Jumlah hasil kali jumlah skor dalam sebaran X dengan
Jumlah skor sebaran Y
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa mundu kecamatan mundu dengan waktu penelitian 1
bulan yaitu pada bulan Maret tahun 2015.
20