SN LP Dan Konsep Askep

22
1 1.1 Definisi dan Klasifikasi 1.1.1 Definisi Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m 2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas (Indian Pediatric Nephrology Group,2008). Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002) 1.1.2 Klasifikasi 2.1.2.1 Berdasarkan Etiologi a. Sindrom Nefrotik Idiopathic (Primer)

description

h

Transcript of SN LP Dan Konsep Askep

Page 1: SN LP Dan Konsep Askep

1

1.1 Definisi dan Klasifikasi

1.1.1Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan

manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif

(lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per

hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema,

hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas (Indian

Pediatric Nephrology Group,2008). Sindroma Nefrotik

adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membran glomerulus terhadap protein

yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif

(Whaley & Wong, 2003).

Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan

laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang

mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi

glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik

diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi

dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai

macam masalah yang membutuhkan perawatan yang

tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)

1.1.2Klasifikasi

2.1.2.1 Berdasarkan Etiologi

a. Sindrom Nefrotik Idiopathic (Primer)

berhubungan dengan kelainan primer

glomerulus dengan sebab tidak diketahui, namun

untuk saat ini penelitian menunjukkan bahwa

penyebabnya dapat diperantarai oleh sel T yang

diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung

oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi

neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin

urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah

Page 2: SN LP Dan Konsep Askep

2

perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan

imunitas yang diperantarai sel T.

(Carta,2006)

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

disebabkan oleh penyakit lainnya.

1.1.2.2 Berdasarkan/Secara Histopatologik/biopsy

Kelainan minimal dan kelainan non minimal.

Karena bersifat infasiv ini maka terdapat

klasifikasi berdasarkan respom dari pengobatan

steroid (Bagga,2005).

1.1.2.3 Berdasarkan Respon Terhadap Pengobatan

Steroid

SN sensitif steroid dan SN resisten steroid

1.2 Etiologi dan Faktor Risiko

1.2.1Etiologi

Diduga bahwa sindrom nefrotik terjadi karena

gangguan imunitas selular melalui pembentukan klon

sel T abnormal yang menghasilkan mediator kimia

(limfokin), sehingga terjadi peningkatan permeabilitas

membran basalis dan menyebabkan proteinuria. Klon

sel T abnormal diduga terdapat pada kelenjar timus

yang akan mengalami ablasi saat usia pubertas,

sehingga hal ini menjelaskan penyebab tingginya

insidens sindrom nefrotik sensitif pada usia kurang dari

6 tahun (Antigna,2002).

1.2.1.1 Sindrom Nefrotik Primer

Minimal Change Disease= Nil Disease, Lipoid

Nephrosis

FSGS (Focal & Segmental Glomerulosclerosis)

MGN (Membranous glomerulonephritis)

MPGN (Membranoproliferative GN)

Page 3: SN LP Dan Konsep Askep

3

Mesangial proliferative glomerulonephritis

Others (Crescentic glomerulonephritis, Focal

and segmental proliferative glomerulonephritis,

Fibrillary-immunotactoid glomerulopathy)

1.2.1.2 Sindrom Nefrotik Sekunder

Infections

PSGN, endocarditis, “shunt nephritis”,

secondary syphilis, leprosy, Hepatitis B, AIDS,

Infectious mononucleosis, malaria,

schistosomiasis, filariasis

Drugs

Gold, mercury, penicillamine, heroid, NSAID,

captopril

Neoplasia

Hodgkin’s Dz, lymphoma, leukemia, Wilm’s

tumor

Multisystem

SLE, HS purpura, vasculitis, Goodpasture’s Dz,

dermatomyositis, sarcoidosis, Sjogren’s, RA,

MCTD

Heredofamilial

DM, Alport’s Syndrome, Sickle cell dz, Fabry’s

disease

Others

Thyroiditis, myxedema, RVH, chronic allograft

rejection

(Mayo Clinic,2011)

1.2.2Faktor Risiko

Faktor risiko yang saling memperkuat terjadinya SN

resisten steroid, yaitu berat lahir rendah cukup bulan,

usia awitan >6 tahun, siet rendah protein selama

kehamilan. Diet rendah protein selama kehamilan

Page 4: SN LP Dan Konsep Askep

4

menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan

nefron dan supresi sistem renin-angiotensin yang

menyetuskan peningkatan tekanan darah dan

penurunan laju filtrasi. (Plank et al,2007).

1.3 Patofisiologi

ETIOLOGY AND RISK FACTORS

1.3.1Proteinuri

Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinur

sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus

(proteinur glomerular) dan hanya sebagian kecil

berasal dari sekres tubulus (proteinuri tubular).

Perubahan integritas membrane basalis glomerulus

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus

terhadap protein plasma dan protein utama yang

diekskresikan dalam urin adalah albumin.

1.3.2Hipoalbuminemi

Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin

melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di

ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat

(namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan

albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau

menurun.

1.3.3Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein

(VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida

meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL)

dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesislipid di hepar dan

penurunan katabolisme di perifer (penurunan

Page 5: SN LP Dan Konsep Askep

5

pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan

intermediate density lipoprotein dari darah).

1.3.4Edema

.

Gambar 2.1 Mekanisme terbentuknya edema

(Bernardo et al,2002)

1.3.5Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya

antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen

activating factor dalam urin dan meningkatnya

faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,

peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi

sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor

IX, XI).

1.3.6Kerentanan terhadap infeksi

Page 6: SN LP Dan Konsep Askep

6

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A

karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan

peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan

kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti

Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus.

Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang

diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan

peritonitis (Carta,2006).

1.4 Manifestasi Klinis

a. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema

biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat

(anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan

(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata

(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia

dan ekstermitas bawah.

b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa

c. Pucat

d. Hematuri

e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa

usus.

f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan

meningkat dan keletihan umumnya terjadi.

g. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

h. Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain

hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Proteinuria

(85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam

pemeriksaan Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ

Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor

Page 7: SN LP Dan Konsep Askep

7

IX, Laju endap darah meningkat dan rendahnya kadar

kalsium serta hiperglikemia (Noer dan Soemyarso,2011).

1.5 Pemeriksaan Diagnostik

2.5.1 Uji urine

Protein urin – meningkat

Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria

Dipstick urin – positif untuk protein dan darah

Berat jenis urin – meningkat

2.5.2  Uji darah

Albumin serum – menurun

Kolesterol serum – meningkat

Hemoglobin dan hematokrit – meningkat

(hemokonsetrasi)

Laju endap darah (LED) – meningkat

Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan

penyakit perorangan.

2.5.3 Uji diagnostik

Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan

secara rutin

1.6 Penatalaksanaan

GUIDELINES UNTUK ANAK-ANAK :

1.6.1Treatment of Initial Presentation of Nephrotic

Syndrome

1.6.1.1 Prednisolone

The dose of prednisolone is based on surface area.

60 mg/m2/day for 4 weeks (maximim 80 mg)

Page 8: SN LP Dan Konsep Askep

8

40 mg/m2/on alternate days for 4 weeks

(maximum 60mg)

Reduce dose by 5-10mg/m2 each week for

another 4 weeks then stop

Prednisolone causes gastric irritation, start ranitidine

2mg/kg bid for the duration of steroid treatment

2.6.1.2 Albumin

Clinical indications for albumin are :

• Clinical hypovolaemia

• Symptomatic oedema

a. If there is evidence of hypovolaemia, give 1 g/kg 20%

albumin (5ml/kg) over 4-6 hours. Give 2mg/kg of iv

frusemide mid-infusion.

b. If clinically shocked give 10ml/kg 4.5% albumin.

Children should be closely monitored during albumin

infusions, and where possible they should be

administered during working hours.

2.6.1.3 Penicillin Prophylaxis

Dose: Under 5 yrs 125 mg bid

5yrs or above 250 mg bid

2.6.1.4 Salt/Fluid Restriction

A low salt diet is used to try to prevent further fluid

retention and oedema. Fluid restriction may also be

helpful. These restrictions are lifted once the child goes

into remission.

2.6.1.5 Vaccination

Pneumococcal vaccination is recommended for children

with NS

Page 9: SN LP Dan Konsep Askep

9

RESPONSE TO TREATMENT

Most children with nephrotic syndrome will respond

to steroid treatment within 2-4 weeks. A remission is

defined as 3 or more days of trace or negative on

dipstick testing. Treatment is continued for a total of 12

weeks as outlined above.

If proteinuria persists beyond the first 4 weeks of

steroid treatment, then children should be referred for

renal biopsy.

2.6.2Treatment of Relapse Nephrotic Syndrome

2.6.2.1 Prednisolone

Prednisolone treatment should be restarted once a

relapse has been diagnosed.

2mg/kg daily (maximum 80 mg) until the urine

is negative or trace for 3 days

40 mg/m2 (maximum 60 mg) on alternate days

for 4 weeks then stop or taper the dose over 4-

8 weeks

2.6.2.2 Albumin

The indications for albumin infusion are as for the

initial presentation. It is less likely to be needed

during a relapse.

2.6.2.3 Salt Restriction

Whilst there is proteinuria (>++) a no added salt

diet is advised.

2.6.2.4 Penicillin

Page 10: SN LP Dan Konsep Askep

10

Whilst there is proteinuria (>++) penicillin can be

given

2.6.2.5 Vaccination

Consider giving varicella vaccine between

relapses in children who are varicella seronegative.

2.6.3Diagnosis and Treatment of Frequent

Relapses

Frequent relapsers are diagnosed if there is:

or more relapses within the first 6 months of

presentation

4 or more relapses within any 12 month

period

This becomes steroid dependency if the relapses

are occurring during steroid tapering. Varicella

status should be repeated 6 monthly in those who

are non-immune.

If children have frequent relapses, strategies

should be adopted to try to reduce the amount of

steroid required.

2.6.3.1 Low Dose Alternate Day Prednisolone

Low dose alternate day steroid treatment (<

10-15 mg/alt days) may prevent relapses, and

result in less steroid being given overall.

2.6.3.2 Levamisole

Levamisole may be beneficial for children

who have occasional relapses. It is less useful

for children who are steroid dependent. The

dose is 2.5 mg/kg/ on alt days for 6 months to a

year in the first instance. Reversible

neutropenia is a rare but recognised side-

Page 11: SN LP Dan Konsep Askep

11

effect. A FBC should be checked monthly for

the first 3 months.

2.6.3.3 Cyclophosphamide

For children with frequent relapses or those

who are steroid dependent consider a course of

Cyclophosphamide 3 mg/kg/day for 8 weeks or

equivalent. It is best to avoid cutting the

tablets. FBC should be monitored for the first

few weeks of treatment.

2.6.3.4 Cyclosporin

Cyclosporin at a dose of 2.5 mg/kg bid

usually for 1 year may be useful as a steroid

sparing agent. Levels should be checked after

1-2 weeks; aim for a 12 hour trough of 70 – 120

nmol/l (85-145 ug/l). For children under 5 yrs of

age, tid dosing may be necessary. Monitor BP

and renal function.

2.6.3.5 Mycophenylate Mofitil (MMF)

There is some experience of using MMF in

children with difficult to treat NS. It may be

useful for those children showing signs of

cyclosporin toxicity. Doses of 600mg /m2/bid

have been used. FBC should be monitored for

leucopenia. The use of MMF is associated with

gastro-intestinal intolerance, mainly diarrhoea.

This is an unlicensed indication for MMF.

2.6.4DIET

Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari,

sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Dianjurkan diet

protein norma 0,8-1 g/kgbb/hari. Diet protein 0,6

g/kgbb./hari ditambah dengan jumlah gram protein

sesuai jumlah proteinuri hasilnya proteinuri berkurang,

Page 12: SN LP Dan Konsep Askep

12

kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen

menurun.

Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah

garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik

(furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau

tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic

(spironolakton) (Carta,2006).

2.6.5Follow Up

(Carta,2006; Royal,2007)

2.7 Komplikasi

1. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)

2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)

3. Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan).

4. Kerusakan kulit.

5. Infeksi

6. Peritontis (berhubungan dengan asietas).

7. Efek samping steroid yang tidak diinginkan.

(Suzzane,2010)

KONSEP KEPERAWATAN

Page 13: SN LP Dan Konsep Askep

13

A. Pengkajian

1. Identitas.

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak

terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada

daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.

2. Riwayat Kesehatan.

a. Keluhan utama.

Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

b. Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine

menurun.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga.

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi

biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Page 14: SN LP Dan Konsep Askep

14

Tidak ada hubungan.

5. Riwayat kesehatan lingkungan.

Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

6. Imunisasi.

Tidak ada hubungan.

7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-

raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain

dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat

dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah)

yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli

atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan

dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala,

lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam

Page 15: SN LP Dan Konsep Askep

15

seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,

meniru aktivitas orang dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan

dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.

8. Riwayat Nutrisi.

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya

adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan

interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).

9. Pengkajian Persistem.

Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena

distensi abdomen

Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa

dijumpai.

Sistem persarafan.

Dalam batas normal.

Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

Page 16: SN LP Dan Konsep Askep

16

Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi

berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

Sistem endokrin

Dalam batas normal

Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

B. Diagnosa Keperawatan

Page 17: SN LP Dan Konsep Askep

17

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.

9. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema.