SN LP Dan Konsep Askep
-
Upload
nizza-takarico -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
description
Transcript of SN LP Dan Konsep Askep
1
1.1 Definisi dan Klasifikasi
1.1.1Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan
manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif
(lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per
hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema,
hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas (Indian
Pediatric Nephrology Group,2008). Sindroma Nefrotik
adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein
yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif
(Whaley & Wong, 2003).
Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan
laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang
mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi
glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik
diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi
dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai
macam masalah yang membutuhkan perawatan yang
tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
1.1.2Klasifikasi
2.1.2.1 Berdasarkan Etiologi
a. Sindrom Nefrotik Idiopathic (Primer)
berhubungan dengan kelainan primer
glomerulus dengan sebab tidak diketahui, namun
untuk saat ini penelitian menunjukkan bahwa
penyebabnya dapat diperantarai oleh sel T yang
diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung
oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi
neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin
urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah
2
perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan
imunitas yang diperantarai sel T.
(Carta,2006)
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
disebabkan oleh penyakit lainnya.
1.1.2.2 Berdasarkan/Secara Histopatologik/biopsy
Kelainan minimal dan kelainan non minimal.
Karena bersifat infasiv ini maka terdapat
klasifikasi berdasarkan respom dari pengobatan
steroid (Bagga,2005).
1.1.2.3 Berdasarkan Respon Terhadap Pengobatan
Steroid
SN sensitif steroid dan SN resisten steroid
1.2 Etiologi dan Faktor Risiko
1.2.1Etiologi
Diduga bahwa sindrom nefrotik terjadi karena
gangguan imunitas selular melalui pembentukan klon
sel T abnormal yang menghasilkan mediator kimia
(limfokin), sehingga terjadi peningkatan permeabilitas
membran basalis dan menyebabkan proteinuria. Klon
sel T abnormal diduga terdapat pada kelenjar timus
yang akan mengalami ablasi saat usia pubertas,
sehingga hal ini menjelaskan penyebab tingginya
insidens sindrom nefrotik sensitif pada usia kurang dari
6 tahun (Antigna,2002).
1.2.1.1 Sindrom Nefrotik Primer
Minimal Change Disease= Nil Disease, Lipoid
Nephrosis
FSGS (Focal & Segmental Glomerulosclerosis)
MGN (Membranous glomerulonephritis)
MPGN (Membranoproliferative GN)
3
Mesangial proliferative glomerulonephritis
Others (Crescentic glomerulonephritis, Focal
and segmental proliferative glomerulonephritis,
Fibrillary-immunotactoid glomerulopathy)
1.2.1.2 Sindrom Nefrotik Sekunder
Infections
PSGN, endocarditis, “shunt nephritis”,
secondary syphilis, leprosy, Hepatitis B, AIDS,
Infectious mononucleosis, malaria,
schistosomiasis, filariasis
Drugs
Gold, mercury, penicillamine, heroid, NSAID,
captopril
Neoplasia
Hodgkin’s Dz, lymphoma, leukemia, Wilm’s
tumor
Multisystem
SLE, HS purpura, vasculitis, Goodpasture’s Dz,
dermatomyositis, sarcoidosis, Sjogren’s, RA,
MCTD
Heredofamilial
DM, Alport’s Syndrome, Sickle cell dz, Fabry’s
disease
Others
Thyroiditis, myxedema, RVH, chronic allograft
rejection
(Mayo Clinic,2011)
1.2.2Faktor Risiko
Faktor risiko yang saling memperkuat terjadinya SN
resisten steroid, yaitu berat lahir rendah cukup bulan,
usia awitan >6 tahun, siet rendah protein selama
kehamilan. Diet rendah protein selama kehamilan
4
menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan
nefron dan supresi sistem renin-angiotensin yang
menyetuskan peningkatan tekanan darah dan
penurunan laju filtrasi. (Plank et al,2007).
1.3 Patofisiologi
ETIOLOGY AND RISK FACTORS
1.3.1Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinur
sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus
(proteinur glomerular) dan hanya sebagian kecil
berasal dari sekres tubulus (proteinuri tubular).
Perubahan integritas membrane basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin.
1.3.2Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin
melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di
ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat
(namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan
albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.
1.3.3Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein
(VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida
meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL)
dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesislipid di hepar dan
penurunan katabolisme di perifer (penurunan
5
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah).
1.3.4Edema
.
Gambar 2.1 Mekanisme terbentuknya edema
(Bernardo et al,2002)
1.3.5Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya
antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen
activating factor dalam urin dan meningkatnya
faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi
sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor
IX, XI).
1.3.6Kerentanan terhadap infeksi
6
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A
karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan
peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti
Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus.
Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang
diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan
peritonitis (Carta,2006).
1.4 Manifestasi Klinis
a. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema
biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
(anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia
dan ekstermitas bawah.
b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c. Pucat
d. Hematuri
e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa
usus.
f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan
meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
g. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
h. Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain
hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Proteinuria
(85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam
pemeriksaan Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ
Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor
7
IX, Laju endap darah meningkat dan rendahnya kadar
kalsium serta hiperglikemia (Noer dan Soemyarso,2011).
1.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.5.1 Uji urine
Protein urin – meningkat
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin – meningkat
2.5.2 Uji darah
Albumin serum – menurun
Kolesterol serum – meningkat
Hemoglobin dan hematokrit – meningkat
(hemokonsetrasi)
Laju endap darah (LED) – meningkat
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan
penyakit perorangan.
2.5.3 Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan
secara rutin
1.6 Penatalaksanaan
GUIDELINES UNTUK ANAK-ANAK :
1.6.1Treatment of Initial Presentation of Nephrotic
Syndrome
1.6.1.1 Prednisolone
The dose of prednisolone is based on surface area.
60 mg/m2/day for 4 weeks (maximim 80 mg)
8
40 mg/m2/on alternate days for 4 weeks
(maximum 60mg)
Reduce dose by 5-10mg/m2 each week for
another 4 weeks then stop
Prednisolone causes gastric irritation, start ranitidine
2mg/kg bid for the duration of steroid treatment
2.6.1.2 Albumin
Clinical indications for albumin are :
• Clinical hypovolaemia
• Symptomatic oedema
a. If there is evidence of hypovolaemia, give 1 g/kg 20%
albumin (5ml/kg) over 4-6 hours. Give 2mg/kg of iv
frusemide mid-infusion.
b. If clinically shocked give 10ml/kg 4.5% albumin.
Children should be closely monitored during albumin
infusions, and where possible they should be
administered during working hours.
2.6.1.3 Penicillin Prophylaxis
Dose: Under 5 yrs 125 mg bid
5yrs or above 250 mg bid
2.6.1.4 Salt/Fluid Restriction
A low salt diet is used to try to prevent further fluid
retention and oedema. Fluid restriction may also be
helpful. These restrictions are lifted once the child goes
into remission.
2.6.1.5 Vaccination
Pneumococcal vaccination is recommended for children
with NS
9
RESPONSE TO TREATMENT
Most children with nephrotic syndrome will respond
to steroid treatment within 2-4 weeks. A remission is
defined as 3 or more days of trace or negative on
dipstick testing. Treatment is continued for a total of 12
weeks as outlined above.
If proteinuria persists beyond the first 4 weeks of
steroid treatment, then children should be referred for
renal biopsy.
2.6.2Treatment of Relapse Nephrotic Syndrome
2.6.2.1 Prednisolone
Prednisolone treatment should be restarted once a
relapse has been diagnosed.
2mg/kg daily (maximum 80 mg) until the urine
is negative or trace for 3 days
40 mg/m2 (maximum 60 mg) on alternate days
for 4 weeks then stop or taper the dose over 4-
8 weeks
2.6.2.2 Albumin
The indications for albumin infusion are as for the
initial presentation. It is less likely to be needed
during a relapse.
2.6.2.3 Salt Restriction
Whilst there is proteinuria (>++) a no added salt
diet is advised.
2.6.2.4 Penicillin
10
Whilst there is proteinuria (>++) penicillin can be
given
2.6.2.5 Vaccination
Consider giving varicella vaccine between
relapses in children who are varicella seronegative.
2.6.3Diagnosis and Treatment of Frequent
Relapses
Frequent relapsers are diagnosed if there is:
or more relapses within the first 6 months of
presentation
4 or more relapses within any 12 month
period
This becomes steroid dependency if the relapses
are occurring during steroid tapering. Varicella
status should be repeated 6 monthly in those who
are non-immune.
If children have frequent relapses, strategies
should be adopted to try to reduce the amount of
steroid required.
2.6.3.1 Low Dose Alternate Day Prednisolone
Low dose alternate day steroid treatment (<
10-15 mg/alt days) may prevent relapses, and
result in less steroid being given overall.
2.6.3.2 Levamisole
Levamisole may be beneficial for children
who have occasional relapses. It is less useful
for children who are steroid dependent. The
dose is 2.5 mg/kg/ on alt days for 6 months to a
year in the first instance. Reversible
neutropenia is a rare but recognised side-
11
effect. A FBC should be checked monthly for
the first 3 months.
2.6.3.3 Cyclophosphamide
For children with frequent relapses or those
who are steroid dependent consider a course of
Cyclophosphamide 3 mg/kg/day for 8 weeks or
equivalent. It is best to avoid cutting the
tablets. FBC should be monitored for the first
few weeks of treatment.
2.6.3.4 Cyclosporin
Cyclosporin at a dose of 2.5 mg/kg bid
usually for 1 year may be useful as a steroid
sparing agent. Levels should be checked after
1-2 weeks; aim for a 12 hour trough of 70 – 120
nmol/l (85-145 ug/l). For children under 5 yrs of
age, tid dosing may be necessary. Monitor BP
and renal function.
2.6.3.5 Mycophenylate Mofitil (MMF)
There is some experience of using MMF in
children with difficult to treat NS. It may be
useful for those children showing signs of
cyclosporin toxicity. Doses of 600mg /m2/bid
have been used. FBC should be monitored for
leucopenia. The use of MMF is associated with
gastro-intestinal intolerance, mainly diarrhoea.
This is an unlicensed indication for MMF.
2.6.4DIET
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari,
sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Dianjurkan diet
protein norma 0,8-1 g/kgbb/hari. Diet protein 0,6
g/kgbb./hari ditambah dengan jumlah gram protein
sesuai jumlah proteinuri hasilnya proteinuri berkurang,
12
kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen
menurun.
Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah
garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik
(furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau
tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) (Carta,2006).
2.6.5Follow Up
(Carta,2006; Royal,2007)
2.7 Komplikasi
1. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)
3. Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan).
4. Kerusakan kulit.
5. Infeksi
6. Peritontis (berhubungan dengan asietas).
7. Efek samping steroid yang tidak diinginkan.
(Suzzane,2010)
KONSEP KEPERAWATAN
13
A. Pengkajian
1. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak
terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada
daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine
menurun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi
biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
14
Tidak ada hubungan.
5. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
6. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-
raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain
dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat
dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah)
yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli
atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan
dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala,
lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam
15
seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,
meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan
dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
8. Riwayat Nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya
adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan
interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
9. Pengkajian Persistem.
Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen
Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa
dijumpai.
Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
16
Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi
berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
Sistem endokrin
Dalam batas normal
Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
B. Diagnosa Keperawatan
17
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
9. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema.