SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ...repository.stikes-bhm.ac.id/352/1/NOERINTA RIDHASTA...
Transcript of SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ...repository.stikes-bhm.ac.id/352/1/NOERINTA RIDHASTA...
-
i
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN
Oleh :
NOERINTA RIDHASTA DEWI
NIM ( 201403028 )
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
-
ii
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
NOERINTA RIDHASTA DEWI
NIM ( 201403028 )
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
-
iii
-
v
-
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Noerinta Ridhasta Dewi
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 20 September 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Dungus Desa Karangrejo RT 02 RW 01
Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
- SD Karangrejo 03
- MTs AL-ISTIQOMAH DUNGUS
- SMKF Kesehatan Aditapa Madiun
- STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Riwayat Pekerjaan : -
-
vii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018
ABSTRAK
Noerinta Ridhasta Dewi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN
110 halaman + 28 tabel + 6 gambar + lampiran
Hipertensi dapat didefiniskan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.
Puskesmas Banjarejo memiliki 4 kelurahan yaitu Kelurahan Banjarejo, Kelurahan
Kejuron, Kelurahan Mojorejo dan Kelurahan Mansirejo. Berdasarkan data dari
kegiatan posyandu lansia, Kelurahan Manisrejo paling banyak terdapat kejadian
hipertensi yaitu sebanyak 119 jiwa (45,59%). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan case control. Dalam
menentukan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling. Jumlah
sampel yang diambil sebanyak 84 responden dengan pembagian 42 untuk
kelompok kasus dan 42 untuk kelompok kontrol. Variabel yang diteliti adalah
usia, jenis kelamin, status perkawinan, riwayat keluarga, obesitas, konsumsi junk
food, konsumsi soft drink, kebiasaan merokok, konsumsi kopi dan aktivitas fisik.
Berdasarkan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik, variabel
yang berpengaruh dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo
Kota Madiun adalah Status Perkawinan dengan nilai p value 0,032 (aOR = 3,564;
95%CI= 1,118-11,363), Obesitas dengan p value 0,037 (aOR= 3,379; 95%CI=
1,079-10,583), Konsumsi Kopi dengan nilai p value 0,000 (aOR= 8,533; 95%CI=
2,572-28,304) dan Aktivitas Fisik dengan nilai p value 0,007 (aOR= 5,133;
95%CI= 1,565-16,834).
Kesimpulan penelitian ini adalah variabel yang bukan merupakan faktor
resiko kejadian hipertensi pada lansia adalah Usia, Jenis Kelamin, Riwayat
Keluarga, Konsumsi Junk Food, Konsumsi Soft Drink dan Merokok. Berdasarkan
hasil penelitian, disarankan kepada lansia agar selalu menjaga pola makan dan
gaya hidup sehat serta mengontrol tekanan darah. Dan kepada petugas kesehatan
agar selalu memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam meningkatkan
informasi mengenai hipertensi.
Kata Kunci: Faktor-faktor, hipertensi, lansia
Kepustakaan : 38 (2010-2015)
-
viii
PUBLIC HEALTH PROGRAM
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018
ABSTRACT
Noerinta Ridhasta Dewi
THE INFLUENCE FACTORS OF HYPERTENSION EVENT IN THE
ELDERLY IN MANISREJO MADIUN
110 pages + 28 tables + 6 pictures + attachments
Hypertension can be defined as persistent blood pressure where the systolic
pressure was above 140 mmHg and diastolic pressure was above 90 mmHg..
Banjarejo Health Center has 4 villages is like Banjarejo, Kejuron, Mojorejo, and
Manisrejo. Based on data from the activities of elderly posyandu, in Manisrejo
village has the highest incidence of hypertension, wich is 119 peoples (45,59%).
The purpose of this study was to determine the factors that affect the incidence of
hypertension at elderly in Manisrejo Village Madiun City.
This research design was using case control approach. In determine the
sample was using Simple Random Sampling technique. The number of samples
were 84 respondents, with the division of 42 respondents for case group and 42
respondents for control group. The variables that studied were age, sex, marital
status, family history, obesity, junk food consumption, soft drink consumption,
smoking habits, coffee consumption and physical activity.
Based on multivariate analysis use a logistic regression test, the influential
variable with hypertension event in the elderly in Manisrejo Madiun was marital
status with p value 0,032 (aOR = 3,564; 95%CI= 1,118-11,363), Obesity with p
value 0,037 (aOR= 3,379; 95%CI= 1,079-10,583), Coffee Consumtion with p
value 0,000 (aOR= 8,533; 95%CI= 2,572-28,304) and Physical Activity with p
value 0,007 (aOR= 5,133; 95%CI= 1,565-16,834).
The conclusions of this study were the variables that were not risk factor
of hypertension incidence at elderly were Age, Sex, Family History, Junk Food
Consumption, Soft Drink Consumption and Smoking habits. Based on the results
of the study, advisable to elderly to always maintain a healthy diet and lifestyle
and control blood pressure. And to health workers to always provide guidance and
counseling to improving information about hypertension.
Keywords : Factors, hypertension, elderly
Bibliography : 38 (2010-2015)
-
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak Zaenal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Ibu Avicena Sakufa M, SKM.,MKes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakatyang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
3. Ibu Riska Ratnawati, SKM.,MKes selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk dan yang telah meluangkan banyak waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Ibu Hanifah Ardiani, SKM.,M.KM selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk dan yang telah meluangkan banyak waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak Suhadi Prayitno, S.KM.,MM selaku Dewan Penguji yang telah
memberikan saran dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Bambang Subanto, SH, selaku kepala Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kta Madiun yang telah memberikan ijin rekomendasi penelitian.
-
x
7. Ibu Lestari Nurhandayani, SKM, selaku sekretaris Dinas Kesehatan Kota
Madiun yang telah memberikan ijin rekomendasi penelitian dan pengambilan
data.
8. Bapak drg. Totok Dwi S, selaku Kepala Puskemas Banjarejo Kota Madiun
yang telah memberikan ijin serta kerjasamanya selama proses penelitian dan
pengambilan data.
9. Keluarga tercinta yang telah memberikan segala dukungan, doa dan nasehat.
10. Teman-teman Kesehatan Masyarakat, responden serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelsaikan proposal skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Penulis juga berharap
semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kita semua.
Madiun, 16 Juli 2018
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................. i
Sampul Dalam .................................................................................................. ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Halaman Pernyataan......................................................................................... iv
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... v
Abstrak ............................................................................................................. vi
Kata Pengantar ................................................................................................. vii
Daftar Isi........................................................................................................... x
Daftar Tabel ..................................................................................................... xiii
Daftar Gambar .................................................................................................. xv
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvi
Daftar Singkatan............................................................................................... xvii
Daftar Istilah..................................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 10 1.5 Keaslian Penelitian .......................................................................... 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) .................................................. 14
2.1.1 Definisi Hipertensi ......................................................................... 14
2.1.2 Klasifikasi Tekanan Darah ............................................................ 15
2.1.3 Penyebab Hipertensi ...................................................................... 16
2.1.4 Patofisiologi ................................................................................... 17
2.1.5 Tanda dan Gejala ........................................................................... 19
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 20
2.1.7 Penatalaksanaan ............................................................................. 21
2.1.8 Teknik Mengukur Tensi Darah ...................................................... 24
2.1.9 Komplikasi Hipertensi ................................................................... 26
2.1.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi ........ 29
2.2 Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) ............................. 45
2.3 Lansia ................................................................................................ 47
2.3.1 Pengertian Lansia........................................................................... 47
2.3.2 Klasifikasi Lansia .......................................................................... 47
2.3.3 Proses Penuaan .............................................................................. 48
2.3.4 Masalah Kesehatan Lanjut Usia .................................................... 49
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.1 Kerangka Konseptual ...................................................................... 52 1.2 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 54
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 55
-
xii
4.2 Populasi dan Sampel ......................................................................... 56 4.3 Teknik Sampling ............................................................................... 59 4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 60 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .................... 62 4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 69 4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 71 4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 71 4.9 Teknik Analisis Data ........................................................................ 73
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian ...................................................... 79
5.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 80
5.2.1 Hasil Analisa Univariat ................................................................. 81
5.2.2 Hasil Analisa Bivariat .................................................................... 84
5.2.3 Hasil Analisa Multivariat ............................................................... 92
5.3 Pembahasan ...................................................................................... 95
5.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 108
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 110
6.2 Saran ................................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................ 12
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah ............................................................ 16
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) ........................................ 43
Tabel 2.3 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik ................................................... 46
Tabel 4.1 Nilai Odds Ratio Beberapa Faktor Resiko Hipertensi .................. 58
Tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia ..................................................... 64
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Lansia ......................... 70
Tabel 4.4 Coding variabel faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia ..................................................... 74
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Hipertensi ................ 81
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ......................................... 81
Tabel 5.3 Distribusi Frekunsi Berdasarkan Jenis Kelamin............................ 82
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Keluarga .................... 82
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan ................... 83
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Obesitas ................................... 83
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Junk Food .............. 84
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Soft Drink ............... 84
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Merokok .................................. 84
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Kopi ....................... 85
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik ......................... 85
Tabel 5.12 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 86
Tabel 5.13 Hubungan Status Perkawinan dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 87
Tabel 5.14 Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi pada lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................................... 88
Tabel 5.15 Hubungan Konsumsi Junk Food dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 89
Tabel 5.16 Hubungan Konsumsi Soft Drink dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 90
Tabel 5.17 Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................................... 90
Tabel 5.18 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 91
Tabel 5.19 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 92
Tabel 5.20 Variabel Kandidat Model Multivariat ........................................... 93
Tabel 5.21 Variabel yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 94
Tabel 5.22 Variabel Kandidat Model Multivariat ........................................... 95
-
xiv
Tabel 5.23 Variabel yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 97
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
Hipertensi pada lansia ................................................................... 51
Gambar 3.2 Kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia ...................................................... 61
Gambar 4.1 Desain Kasus Kontrol .................................................................... 56
Gambar 4.2 Kerangka kerja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
hipertensi pada lansia .................................................................... 61
Gambar 5.1 Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ............................................... 79
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ............... 80
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent
Lampiran 2. Lembar Kuesioner
Lampiran 3. Lembar Bimbingan
Lampiran 4. Lembar Revisi Setelah Ujian
Lampiran 5. Surat Ijin Validasi
Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Bakesbangpol
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Madiun
Lampiran 9. Output SPSS
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian
-
xvii
DAFTAR SINGKATAN
BMI : Body Masa Index
Depkes : Departemen Kesehatan
DM : Diabetes Militus
EKG : Elektrokardiografi
FFQ : Food Frequency Questionnaire
GPAQ : Global Physical Activity Questionnaire
HDL : High Density Lipoprotein
IMT : Indeks Massa Tubuh
Kemenkes : Kementrian Kesehatan
KLB : Kejadian Luar Biasa
MET : Metabolic Equivalent
mmHg : Milimeter Raksa
Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PTM : Penyakit Tidak Menular
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
WHO : World Health Organization
-
xviii
DAFTAR ISTILAH
Diastolik : Tekanan darah bawah atau angka bawah yang
memperlihatkan jumlah darah di dalam arteri ketika jantung
sedang beristirahat.
Hipertensi : Tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg
Junk Food : Makanan siap saji yang lebih praktis, enak dan tidak
menghabiskan waktu lama sehingga dapat disajikan kapan
dan dimana saja
mmHg : Angka tekanan darah yang dinyatakan dengan dua besaran
yaitu tekanan diastolik dan tekanan sistolik
Sistolik : Tekanan darah atas, dimana tekanan darah karena adanya
jantung berkontraksi.
Soft Drink : Minuman ringan yang menggunakan pemanis minuman juga
menggunakan pengawet makanan, atau bisa disebut dengan
minuman berkarbonasi.
-
xix
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hipertensi dapat didefiniskan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90
mmHg. Hipertensi diakatakan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95-
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114
mmHg dan hipertensi beraat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap
lebih serius dari peningkatan sistolik (Padila, 2013)
Hipertensi banyak terjadi pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 45-54
tahun (11,9%), dan umur 55-64 tahun (17,2%). (Kemenkes, 2017) Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lansia (lanjut usia) adalah usia yang
meliputi usia pertengahan (45-59 tahun), usia lanjut (60-74 tahun), usia lanjut
tua (75-90 tahun) dan usia sangat tua (diatas 90 tahun). Lansia beresiko tinggi
terhadap penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,
diabetes melitus, gout (reumatik), dan kanker. Salah satu penyakit yang
banyak di derita oleh lansia yaitu hipertensi. (Deri Putra, 2015)
Kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142
juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi Lansia meningkat 3 kali
lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%)
dari total polulasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000
-
2
(9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia
mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Sedangkan di Indonesia
sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia sekitar 80.000.000. Pada
abad ke-21 tantangan khusus bidang kesehatan dari terus meningkatnya
jumlah Lansia yaitu timbulnya masalah degeneratif dan Penyakit Tidak
Menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan-gangguan
kesehatan jiwa yaitu depresi, demensia, gangguan cemas, sulit tidur.
Penyakit-penyakit tersebut, akan menimbulkan permasalahan jika tidak
diatasi atau tidak dilakukan pencegahan, karena ini akan menjadi penyakit
yang bersifat kronis dan multi patologis. (Kemenkes RI, 2013)
Bertambahnya umur pada lansia, fungsi fisiologis mengalami
penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak
muncul pada lanjut usia. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya
tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Hasil
Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit Tidak
Menular (PTM) antara lain hipertensi, artritis, stroke, Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus (DM). Angka prevalensi
hipertensi pada lansia pada usia 55-64 tahun sebesar 45,9%, usia 65-74 tahun
sebesar 57,6% dan usia >75 tahun sebesar 63,8%. (Riskesdas 2013,
Kementrian Kesehatan)
Puskesmas Banjarejo memiliki 4 kelurahan yaitu Kelurahan Banjarejo,
Kelurahan Kejuron, Kelurahan Mojorejo dan Kelurahan Mansirejo.
Berdasarkan data dari kegiatan posyandu lansia, lansia di Kelurahan
-
3
Banjarejo yang menderita hipertensi sebanyak 41 jiwa (30,11%), Kelurahan
Manisrejo sebanyak 119 jiwa (45,59%), Kelurahan Mojorejo sebanyak 94
jiwa (31,43%) dan Kelurahan Kejuron sebanyak 76 jiwa (42,22%). Hipertensi
yang paling banyak terdapat di Kelurahan Manisrejo. (Data Posyandu Lansia
2017)
Meningkatnya prevalensi hipertensi pada umumnya disebabkan karena
adanya perubahan gaya hidup, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran
pola penyakit dari penyakit-penyakit infeksi bergeser ke penyakit-penyakit
chronic degeneratif. Salah satu penyakit chronic degeneratif diantaranya
adalah penyakit tekanan darah tinggi (Darmojo, 1994). Yayasan Jantung
Indonesia (2005) menyatakan bahwa akibat yang terjadi jika hipertensi tidak
segera ditangani adalah otak (menyebabkan stroke), mata (menyebabkan
retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan), jantung
(menyebabkan penyakit jantung koroner termasuk infark jantung dan gagal
jantung), ginjal (menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal).
(Wahyuningsih, dkk, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu faktor tang tidak dapat dimodifikasi/tidak dapat
diubah seperti jenis kelamin, usia, genetik dan faktor yang dapat
dimodifikasi/faktor yang dapat diubah seperti pola makan (junk food, asupan
natrium, asupan lemak), kebiasaan olah raga dan lain-lain. Untuk terjadinya
hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama - sama (common
underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor risiko saja belum cukup
-
4
menyebabkan timbulnya hipertensi (Depkes RI, 2003). Menurut Yundini
(2006) saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih
banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini
antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang
berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan),
kurangnya aktivitas fisik, merokok, alkohol, konsumsi kopi dan makan
makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti
perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung
banyak lemak, protein, dan tinggi garam tetapi rendah serat pangan,
membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit
degeneratif seperti hipertensi. (Djauhar Arif, dkk, 2013)
Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang
meningkatkan penyakit hipertensi. Junk food sebagai penyumbang utama
terjadinya hipertensi. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak
dalam tubuh meningkat, terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan
berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan yang
lebih besar. Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler
menyebabkan volume darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi.
Kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung kalium
mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan akan meningkatkan resiko
hipertensi (Junaedi, dkk. 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rantiningsih Sumarni, dkk
(2015) di Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta menunjukkan bahwa
-
5
faktor risiko terjadinya hipertensi pada lansia yang sering mengkonsumsi junk
food sebesar 4,083 lebih besar dibandingkan lansia yang jarang
mengkonsumsi junk food dan terdapat hubungan antara konsumsi junk food
dengan kejadian hipertensi. Konsumsi junk food yang saat ini menjadi sangat
popular di lingkungan anak sampai orang dewasa. Saat ini terjadi perubahan
pola konsumsi makanan pada lansia dengan kecenderungan untuk memilih
makanan yang mempunyai komposisi tinggi kalori, tinggi lemak, rendah serat
dan sebagainya. Jenis makanan junk food banyak digemari oleh para lansia
karena junk food dianggap lebih praktis, enak dan tidak menghabiskan waktu
lama sehingga dapat disajikan kapan dan dimana saja, tak heran jika
hipertensi memiliki peluang berjangkit pada semua orang. Junk food dikenal
sebagai makanan yang tidak sehat. Junk food mengandung sejumlah besar
natrium yang dapat meningkatkan volume darah di dalam tubuh sehingga
jantung harus memompa darah lebih kuat yang menyebabkan tekanan darah
lebih tinggi (hipertensi). Makanan yang kurang seimbang akan memperburuk
kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun dibandingkan usia
dewasa. (Rumantiningsih Sumarni, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solehatul Mahdmudah, dkk
(2015) di Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi
pada lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil analisis regresi
logistik berganda terlihat nilai OR Exp (B) asupan natrium sebesar 4,627
dapat diartikan bahwa responden yang asupan natrium berlebih memiliki
-
6
resiko 4,627 kali lebih besar untuk mengalami kejadian hipertensi
dibandingkan responden yang asupan natriumnya baik (OR Exp (B) = 4,627;
95% CI = 1,574-13,635). (Solehatul Mahmudah, dkk, 2015)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Anggraeny (2014)
menunjukkan bahwa lansia yang tidak melakukan aktivitas fisik berisiko 1,57
kali menderita hipertensi dibanding lansia yang melakukan aktivitas fisik,
tetapi tidak bermakna. Lansia yang merokok berisiko 1,42 kali menderita
hipertensi dibanding lansia yang tidak merokok, tetapi tidak bermakna.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara tepat dan teratur, serta frekuensi dan
lamanya waktu yang digunakan dengan baik dan benar dapat membantu
menurunkan tekanan darah. Tekanan darah akan meningkat ketika sedang
melakukan aktivitas fisik. Tetapi jika seseorang melakukan aktivitas fisik
secara teratur akan lebih sehat dan tekanan darahnya akan lebih rendah
daripada seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik. Selain itu, aktivitas
fisik yang kurang cenderung membuat seseorang mengalami kegemukan dan
akan menaikkan tekanan darah. (Rini Anggraeny, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu Martiani, dkk (2012)
di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran Semarang menunjukkan bahwa
kebiasaan minum kopi meningkatkan risiko kejadian hipertensi, namun
tergantung dari frekuensi konsumsi harian. Minum kopi dan merokok dapat
merangsang konstriksi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan
darah (Andri Budianto, 2017). Dari sisi kesehatan, bahaya merokok sudah
tidak dibantahkan, bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu
-
7
artikel ilmiah membuktikan bahwa dalam kepulan asap rokok terkandung
4000 racun kimia berbahaya dan 43 diantaranya itu adalah tar, karbon
monoksida (CO) dan nikotin. Berbagai penyakit kanker pun mengintai serta
dapat menimbulkan hipertensi (Abadi, 2005). Faktor kebiasaan minum kopi
didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, dimana
dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg (Rohaendi, 2008).
Penelitian tentang penyakit hipertensi pada lansia di Kelurahan
Manisrejo belum pernah dilakukan sebelumnya dan angka kejadian hipertensi
pada lansia masih tinggi. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat
rumusan masalah yaitu faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
1. Apakah ada pengaruh antara Jenis Kelamin dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
2. Apakah ada pengaruh antara Usia dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo?
-
8
3. Apakah ada pengaruh antara Riwayat Keluarga dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
4. Apakah ada pengaruh antara Status Perkawinan dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
5. Apakah ada pengaruh antara Konsumsi Junk Food dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
6. Apakah ada pengaruh antara Aktivitas fisik dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
7. Apakah ada pengaruh antara Merokok dengan kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
8. Apakah ada pengaruh antara Konsumsi Kopi dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
9. Apakah ada pengaruh antara Obesitas dengan kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo?
10. Apakah ada pengaruh antara Konsumsi Soft Drink dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Manisrejo?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.
-
9
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh antara Jenis Kelamin dengan kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
2. Mengetahui pengaruh antara Usia dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo.
3. Mengetahui pengaruh antara Riwayat Keluarga dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
4. Mengetahui pengaruh antara Status Perkawinan dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
5. Mengetahui pengaruh antara Konsumsi Junk Food dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
6. Mengetahui pengaruh antara Aktivitas Fisik dengan kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
7. Mengetahui pengaruh antara Merokok dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo.
8. Mengetahui pengaruh antara Konsumsi Kopi dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
9. Mengetahui pengaruh antara Obesitasi dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo.
10. Mengetahui pengaruh antara Konsumsi Soft Drink dengan kejadian
Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.
-
10
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi peneliti
Sebagai penambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu yang
didapatkan selama perkuliahan.
1.4.2 Manfaat bagi puskesmas
1. Sebagai bahan masukan dan bahan evaluasi agar mampu
meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan kesehatan terutama
pada lansia
2. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat
antara institusi tempat praktek peminatan.
1.4.3 Manfaat bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
1. Memperkenalkan program kepada institusi yang bergerak di bidang
kesehatan yaitu Puskesmas Banjarejo.
2. Terbinanya kerjasama dengan institusi tempat praktek peminatan
dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara
akademik dengan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia
yang dibutuhkan dalam pembangunan Kesehatan Masyarakat.
1.4.4 Manfaat Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia khususnya di Kelurahan Manisrejo Kota
Madiun.
-
11
1.4.5 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan informasi/referensi
dan masukan bagi perkembangan ilmu kesehatan khususnya ilmu
kesehatan masyarakat untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah pernah
dilakukan. Peneliti uraikan penelitian terdahulu yang serupa tetapi
memiliki perbedaan yang cukup jelas, sebagai batasan agar tidak terjadi
kesamaan dengan penelitian ini.
-
12
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul
Penelitian
Tempat
Penelitian
Desain
Penelitian
Variabel Hasil
Penelitian
1. Edi
Sampurno
Ridwan,
Esti
Nurwanti
(2013)
Gaya hidup dan
hipertensi pada
lanjut usia di
Kecamatan
Kasihan Bantul
Yogyakarta
Kecamatan
Kasihan
Bantul
Yogyakarta
Cross
Sectional
Variabel
bebas :
Konsumsi
Junk Food,
Aktivitas
Fisik,
Merokok.
Variabel
terikat :
Hipertensi
pada lansia
Konsumsi Junk
Food, Aktivitas
Fisik dan Merokok
merupakan faktor
resiko terjadinya
hipertensi.
2. Darma
Yunita,
Hamzah
Taza,
Junaidi
(2014)
Hubungan gaya
hidup terhadap
kejadian
hipertensi di
Ruang Rawat
Inap di RSUD
Labuang Baji
Makassar
Ruang
Rawat Inap
di RSUD
Labuang
Baji
Makassar
Cross
Sectional
Variabel
bebas :
Pola makan
dan Merokok
Variabel
terikat :
Hipertensi
Ada hubungan
antara pola makan
dan merokok
terhadap hipertensi
di RSUD Labuang
Baji Makassar
3. Muhammad
Deri
Ramadhan,
Dewi
Masyitah,
Ahmad
Syauqy
(2015)
Hubungan
Indeks Massa
Tubuh dengan
Tekanan Darah
pada penderita
Hipertensi di
Poliklinik
penyakit dalam
Rumah Sakit
Umum Daerah
Raden Mattaher
Jambi
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Raden
Mattaher
Jambi
Cross
Sectional
Variabel
bebas :
Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Variabel
terikat :
Hipertensi
Terdapat hubungan
yang bermakna
antara
indeks massa tubuh
dengan tekanan
darah
pada penderita
hipertensi.
4. Reni Dwi
Setyaningsi
h, Pramesti
Dewi, Made
Suandika
(2014)
Studi Prevalensi
dan Kajian
Faktor Resiko
Hipertensi pada
Lansia di desa
Tambaksari-
Banyumas
Tambaksari
-Banyumas
Cross
Sectional
Variabel
bebas :
Minum kopi,
Merokok,
Konsumsi
makanan
asin, IMT,
Tingkat
Stres,
Riwayat
hipertensi
Riwayat hipertensi
serta kebiasaan
mengkonsumsi
makanan asin
merupakan variabel
yang berhubungan
secara signifikan
dengan kejadian
hipertensi.
-
13
No Peneliti Judul
Penelitian
Tempat
Penelitian
Desain
Penelitian
Variabel Hasil Penelitian
5. Prisilia
Alva Seke,
Hendro J.
Bidjuni, Jill
Lolong
Hubungan
kejadian stres
dengan penyakit
hipertensi pada
lansia di Balai
Penyantunan
Lanjut Usia
Senjah Cerah
Kecamatan
Mapanget Kota
Manado
Balai
Penyantuna
n Lanjut
Usia Senjah
Cerah
Kecamatan
Mapanget
Kota
Manado
Cross
Sectional
Variabel
bebas :
Stres
Variabel
terikat :
Hipertensi
lansia
Terdapat hubungan
antara kejadian
stres dengan
penyakit hipertensi
pada lansia di Balai
Penyantunan
Lanjut Usia Senjah
Cerah Kecamatan
Mapanget Kota
Manado
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang diakukan
adalah :
1. Variabel terikat : Hipertensi pada lansia
2. Variabel bebas : Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga, Status
Perkawinan, Konsumsi Junk Food, Aktivitas
Fisik, Merokok, Konsumsi Kopi, Obesitas, dan
Konsumsi Soft Drink.
3. Subjek : Lansia > 60 tahun
4. Metode Penelitian : Menggunakan metode analitik dengan desain
penelitian Case Control. Uji yang digunakan
adalah Chi Square dan Regresi Logistik.
Lanjutan tabel 1.1 Keaslian Penelitian
-
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
2.1.1 Definisi Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri
menyebabkan meningkatknya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. (Wahyu Rahayu, 2015)
Pada pemriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang
lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan
darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik,
misalnya 120/80 mmHg. (Wahyu Rahayu, 2015)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan
tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering terjadi
pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis. (Wahyu Rahayu, 2015)
-
15
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila
tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan.
Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.
(Wahyu Rahayu, 2015)
Menurut Smith Tom, 1995 Hipertensi dapat didefiniskan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Hipertensi diakatakan ringan apabila
tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg dan hipertensi beraat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan
tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik
(Padila, 2013)
2.1.2 Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami.
Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih
rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik
dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah
ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling
tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
(Wahyu Rahayu, 2015)
-
16
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah
Sistolik
Tekanan Darah
Diastolik
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
(Hipertensi ringan)
140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3
(Hipertensi berat)
180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4
(Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
2.1.3 Penyebab Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Menurut Lany Gunawan (2001) dalam Padila (2013), hipertensi
berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,
sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
-
17
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin
(laki-laki lebih tinggi daripada perempuan) dan ras (ras kulit hitam
lebih banyak daripada kulit putih)
3. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi sari 30 gr), kegemukan
atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misanya merokok.
Minum akohol, minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan
-
18
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
(Padila, 2013)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla
adrenal mensekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Konteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vaskontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensi II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini meyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, mneyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
(Padila, 2013)
Menurut Brunner & Suddarth (2002), untuk pertimbangan
gerontologi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
-
19
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer. (Padila, 2013)
2.1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut
Edward K Chung, 1995 dalam Padila, 2013)
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang soesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteru oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan
dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
-
20
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa
timbul gejala sebagai berikut :
a. Sakit kepala
b. Kelelahan
c. Mual
d. Muntah
e. Sesak nafas
f. Gelisah
g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang untuk penderita hipertensi :
(Padila, 2013)
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
-
21
Retina (selaput peka cahaya pada permukaan dalam bagian
belakang mata) merupakan satu-satunya bagian tubuh yang secara
langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap
arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan
yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di
dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk
memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan
derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya
hipertensi.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung. Pemeriksaan awal pada keruskaan ginjal bisa
diketahui dengan melalui peemerisaan air kemih. Dan pemeriksaan
jantung bisa ditemukan pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen
dada.
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
7. Foto dada dan CT scan.
2.1.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akbiat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
-
22
pencapaian dan pemelirahaan tekanan darah diabwah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hieprtensi meliputi : (Padila, 2013)
2.1.7.1 Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a. Retriksi garam secara moderat dari 20 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etanol
e. Menghentikan merokok
f. Diet tinggi kalium
2. Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi.
3. Edukasi psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi:
a. Teknik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
-
23
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
b. Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
4. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2.1.7.2 Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite
Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Commite on Detection,
Evaluation and Treatment pf High Blood Pressure, USA, 1988)
-
24
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta bloker, Ca
antagonis, ACE inhibitor
2. Step 2 : alternatif yang bisa diberikan
a. Dosis obat pertama dinaikkan
b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c. Ditambah obat kedua jenis lain, dapat berupa diuretika, beta
bloker, Ca antagonis, Alpa bloker, Clonidin, Reserphin,
Vasodilator.
3. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
a. Obat kedua diganti
b. Ditambah obat ketiga jenis lain
4. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
a. Ditambah obat ketiga dan keempat
b. Re-evaluasi dan konsultasi
2.1.8 Teknik Mengukur Tensi Darah
1. Yang diperiksa duduk santai dengan lengan rileks diatas meja. Telapak
tangan menghadap keatas, dan otot lengan tidak boleh menegang.
-
25
2. Letakkan perangkat tensimeter di dekat lengan yang diperiksa, dengan
skala menghadap ke pemeriksa. Pemeriksa bisa duduk atau berdiri di
hadapan diperiksa.
3. Pasang kain pembalut (cuff) tensimeter di lengan atas, dengan bagian
bawah pembalutnya berada disekitar 3 cm diatas lipat siku. Ketepatan
posisi pemasangan ini akan mempengaruhi hasil. Bebatan hendaknya
tidak terlampau ketat dan tidak juga terlalu longgar.
4. Letakkan ujung stetoskop pada lipat siku tempat denyut nadi paling
keras teraba dengan tangan kiri. Pasangkan stetoskop ujung satunya di
kedua liang telinga.
5. Pegang bola karet tensimeter dengan tangan kanan. Putar katup di
pangkal bola pemompa dengan jempol dan telunjuk jarum jam untuk
menutup selang. Sambil stetoskop di tangan kiri menekan, lalu
pompakan bola karetnya sehingga tampak air raksa berangsur-angsur
naik sehingga bunyi detak jantung masih terdengar di telinga. Stop
memompa setelah bunyi detak jantung menghilang. Naikkan
pemompaan 30 milimeter air raksa di atas sejak bunyi detak jantung
menghilang.
6. Putar balik pemutar katup kebalikan arah jarum jam secara perlahan
dengan jempol dan telunjuk tangan kanan setelah selesai memompa.
Atur pengenduran katup pemutar, agar laju turunnya air raksa sekitar 3
milimeter per detik. Perhatikan turunnya air raksa pada skala saat
pertama kali bunyi detak jantung mulai terdengar. Saat itulah yang
-
26
ditetapkan sebagai nilai tekanan atas/sistolik. Sementara itu, air raksa
terus turun. Perhatikan juga skala air raksa saat bunyi detak jantung
sudah menghilang. Saat itulah ditetapkan sebagai nilai tekanan
bawah/diastolik. Lalu, kendurkan terus katup sampai air raksa sampai
turun tuntas ke bawah skala nol. Cata berapa hasil sistolik dan
diastoliknya, dan itulah nilai tensi darah yang dihasilkan. (Ulfah
Nurrahmani dan Helmanu Kurniadi, 2015)
2.1.9 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi
semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-
20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital.
Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau
tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. (Bianti Nuraini, 2015)
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan
kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan
koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi
-
27
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. (Bianti
Nuraini, 2015)
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung
dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,
antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan
organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya
ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β). (Bianti Nuraini, 2015)
1. Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang
diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan
intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang
-
28
mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat terjadi
terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.
Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang
intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan
neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.
2. Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen
miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia
jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark.
3. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus.
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan
menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai
edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang
berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.
-
29
4. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama
hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang
dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan
darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada
saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina
akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita
retinopati hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada
akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir.
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi
hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba.
Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara
mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim vision, dan
sudden vision loss.
2.1.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi
2.1.10.1 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen
-
30
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita
umur 45-55 tahun. (Bianti Nuraini, 2015). Penelitian yang dilakukan
di Kelurahan Sawangan Baru Depok menunjukkan bahwa, untuk
distribusi jenis kelamin lebih banyak berjenis kelamin perempuan
sebanyak 80 responden (92,0%), sedangkan responden yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 7 responden (8,0%). (Solehatul
Mahmudah, dkk, 2015)
Berdasarkan hasil uji chi square antara jenis kelamin dengan
kejadian hipertensi didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=1,000). Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan Prasetyaningrum (2014)
yang mengatakan laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi
dibandingkan perempuan saat usia < 45 tahun. Tetapi saat usia >65
tahun, perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi dibanding laki-
-
31
laki setelah wanita memasuki masa monopouse prevalensi pada
wanita akan semakin meningkat dikarenakan faktor hormonal.
Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan hipertensi namun dapat dilihat
kecenderungan prevalensi hipertensi laki-laki sebesar 28,6% yang
menderita hipertensi lebih besar dibandingkan perempuan 26,3%. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susyani dkk.
(2012) hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dimana p-
value=0,404. Berbeda dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013)
menunjukkan prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung lebih
tinggi dibanding laki-laki. (Solehatul Mahmudah, dkk, 2015)
2. Usia
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif, dengan
bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat yang
disebabkan beberapa perubahan fisiologis. Pada proses fisiologis
terjadi peningkatan resistensi perifer dan peningkatan aktifitas
simpatik, dinding arteri akan mengalami penebalan karena kolagen
yang menumpuk pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
berangsur menjadi sempit dan kaku. Selain itu pada usia lanjut
sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai
berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal dimana aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun, hal ini memicu
-
32
terjadinya hipertensi. Berdasarkan usia terbanyak untuk kelompok
hipertensi adalah usia ≥55 tahun (53,3%). Usia terbanyak untuk
kelompok non hipertensi adalah < 55 tahun (83,3%). Selanjutnya
dianalis dengan uji multivariat dan didapatkan nilai signifikansi
(p=0,010), yang berarti terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara umur dengan kejadian hipertensi. (Idha Kurniasih, dkk,
2011)
3. Riwayat Keluarga
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu
dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan
70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga. (Bianti Nuraini, 2015)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas
Airmadidi menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji chi square
menghasilkan nilai probabilitas 0,000 dengan tingkat kesalahan 0,05.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat
keluarga dengan hipertensi. Orang yang mempunyai anggota keluarga
hipertensi berisiko 17,71 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
-
33
yang tidak mempunyai anggota keluarga yang menderita hipertensi.
(Merlisa C Talumewo, 2014)
2.1.10.2 Faktor yang dapat dimodifikasi
1. Status Perkawinan
Status perkawinan memiliki hubungan secara tidak langsung
dengan status kesehatan termasuk hipertensi melalui faktor resiko
perilaku (pola hidup) maupun stres. Selain itu juga berhubungan
secara langsung dengan sistem kardiovaskuler, endokrin, kekebalan
tubuh, saraf sensorik dan mekanisme fisiologik lainnya. Hipertensi
lebih beresiko pada mereka yang berstatus janda atau duda karena
kehilangan pasangan atau orang yang dicintai merupakan stres
kehidupan yang paling berat dan dapat disertai dengan kemungkinan
terkenanya penyakit serta kematian. Sejalan dengan teori tersebut,
pada penelitian yang dilakukan oleh Suciaty Dwi (2013) ditemukan
bahwa janda atau duda sebagai kelompok yang paling beresiko untuk
menderita hipertensi dengan nilai resiko pada responden yang cerai
hidup sebesar 1,67 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan
responden berstatus menikah, dan pada responden dengan status cerai
mati memiliki resiko untuk meningkatkan kejadian hieprtensi sebesar
1,081 kali dibandingkan responden yang menikah. Sedangkan pada
responden yang belum menikah PR yang didapatkan
-
34
2. Konsumsi Junk Food
Junk food mengandung sejumlah besar natrium yang dapat
meningkatkan volume darah di dalam tubuh sehingga jantung harus
memompa darah lebih kuat yang menyebabkan tekanan darah lebih
tinggi (hipertensi). (Rumantiningsih Sumarni, dkk, 2015). Konsumsi
garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah
ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua,
yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari
banyaknya garam yang di makan. Masyarakat yang mengkonsumsi
junk food terlalu berlebihan adalah masyarakat dengan tekanan darah
yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat
yang jarang mengkonsumsi junk food menunjukkan hanya mengalami
peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya
usia. (Widyaningrum, 2012)
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konsumsi junk food
memiliki resiko 1,14 kali mengalami hipertensi. Konsumsi junk food
secara teratur yang mengandung garam dan karbohidrat tinggi sangat
meningkatkan resiko hipertensi. (Thawornchaisit, 2017)
3. Asupan Natrium
Menurut Vita Health (2005) dalam Paskah Rina Situmorang
(2015), makanan yang diawetkan dan komsumsi garam dapur serta
bumbu penyedap dalam jumlah yang tinggi seperti monosodium
glutamat (MSG), dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung
-
35
natrium dalam jumlah yang berlebih, sehingga dapat menahan air
(retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume darah, akibatnya
jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan
darah menjadi naik, selain itu natrium yang berlebihan akan
menggumpal pada dinding pembuluh darah, dan natrium akan
terkelupas sehingga akibatnya menyumbat pembuluh darah.
Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan
darah. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat, untuk
menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler itu menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga
berdampak pada timbulnya hipertensi.
Namun penelitian yang dilakukan oleh Nancy, 2011 tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna antara asupan natrium
dengan kejadian hipertensi. Sebagian besar lansia dalam penelitian ini
jarang mengonsumsi bahan makanan sumber natrium termasuk garam
sebagai bumbu. Hal ini diketahui dari hasil analisis yang menunjukkan
bahwa 96,1% lansia yang hipertensi, jarang mengkonsumsi natrium,
demikian juga dengan 94,7% lansia yang tidak hipertensi. Umumnya
para lansia sudah mengetahui perlunya membatasi konsumsi natrium,
termasuk lansia yang hipertensi. (Nancy Swanida, dkk, 2011)
-
36
3. Asupan Lemak
Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak
mengandung protein, vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging
berlemak dan jeroan mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Kadar
lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah karena banyaknya lemak yang menempel pada dinding
pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu jantung untuk
memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan
darah. Konsumsi makanan berlemak dalam penelitian ini diukur
dengan cara menanyakan frekuensi penggunaan bahan makanan
berlemak sebulan terakhir yang tertera pada tabel FFQ. Dari penelitian
ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan konsumsi makanan
berlemak dengan kejadian hipertensi. (Andi Besse Rawasiah, dkk,
2014)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprihatin, 2012
menunjukkan bahwa konsumsi makanan tinggi lemak merupakan
faktor risiko terjadinya hipertensi pada masyarakat di Desa Sruni
Musuk Boyolali (p-value 0,827 > 0,05) dengan OR = 1,100 ; CI95%
0,467-2,595. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak berisiko 1,1 kali terkena
hipertensi dibandingkan yang tidak mengkonsumsi makanan yang
tinggi lemak. (Suprihatin, 2012)
-
37
4. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi
karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang
tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot
jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula
kekuatan yang mendesak arteri. (Bianti Nuraini, 2015)
Selain berolahraga, aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil
melakukan kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya :
a. Naik tangga, pilih naik tangga daripada naik eskalator atau elvator
b. Jalan kaki
c. Jalan cepat atau bersepeda saat ada kesempatan
d. Bermain dengan anak-anak
e. Tetap bergerak, misalnya dengan mengganti saluran TV secara
manual dariapda menggunakan remote control. Hal-hal kecil
seperti ini akan membuat anda tetap bergerak
f. Berdiri setiap satu jam. Jika pekerjaan mengharuskan anda banyak
duduk, cobalah untuk berdiri atau berjalan beberapa menit setiap
satu jam. Anda bisa menerima telepon sambil berdiri, mengambil
minuman ataupun menghampiri meja rekan kerja daripada
menghubunginya lewat ponsel.
g. Berkebun, membersihkan rumah dan mencuci peralatan yang ada
dirumah sendiri. (Astrid Savitri, 2016)
-
38
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Limbung menunjukan
bahwa terdapat kecenderungan pada kelompok kasus yang aktifitas
fisik ringan yaitu sebesar 60,5% lebih besar di bandingkat pada
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan Uji statistik Chi
Square (X2) diperoleh p value = 0,002 (
-
39
potensial untuk ditiadakan di Indonesia, khususnya dalam upaya
melawan arus peningkatan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
pada umumnya. (Ulfah Nurrahmani dan Helmanu Kurniadi, 2015)
Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme
pelepasan norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipacu
oleh nikotin. Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap per hari, tidak tergantung pada lamanya merokok. Seseroang
yang merokok lebih dari satu pak per hari memiliki kerentanan dua
kali lebih besar daripada yang tidak merokok.. (Ulfah Nurrahmani dan
Helmanu Kurniadi, 2015)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nancy Swanida, dkk
(2012) menunjukkan bahwa sebesar 14,5% lansia yang merokok
mengalami hipertensi, hasil ini sama dengan lansia yang tidak
hipertensi (14,5%), dengan nilai OR 1, sehingga hasil analisis
menunjukkan tidak ada pengaruhm bermakna antara merokok dengan
terjadinya hipertensi. Merokok dapat menyebabkan hipertensi, namun
merokok adalah salah satu faktor risiko utama dari penyakit
kardiovaskular. Merokok juga menghalangi efek obat anti hipertensi.
Orang yang menderita hipertensi sebaikya berhenti dan tidak merokok
sama sekali, meskipun perlu diperhatikan kenaikan berat badan akibat
berhenti merokok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Merlisa
menghasilkan perhitungan dengan menggunakan uji chi square
-
40
dihasilkan nilai probabilitas sebesar 0,001 dengan tingkat kesalahan
0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kebiasaan merokok dengan hipertensi di Puskesmas Airmadidi
Kecamatan Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara. Orang yang
mempunyai kebiasaan merokok berisiko 4,362 kali lebih besar
menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai kebiasaan merokok. (Merlisa C Talumewo, dkk, 2014)
6. Konsumsi Kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir tersebut
berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg (Rohaendi,
2008).
Konsumsi kafein (kopi) berlebihan dapat menyebabkan efek
samping yang tidak menyenangkan, seperti : (Astrid Savitri, 2016)
a. Insomnia
b. Gugup
c. Kegelisahan
d. Sifat lekas marah
e. Masalah pada perut
f. Detak jantung cepat
g. Tremor otot
Saat ini kopi sudah menjadi bagian dari rutinitas harian
manusia modern. Meskipun dalam jumlah rendah kafein tidak
-
41
menimbulakn masalah kesehatan, namun ada tertentu dimana kita
perlu menguranginya.
a. Mengurangi kafein bisa dilakukan secara bertahap, misalnya
minum setengah kaleng soda dan bukan satu kaleng penuh. Minum
secangkir kecil kopi satu atau dua kali sehari, dan berhenti pada
sore hari. Pengurangan bertahap akan membantu tubuh terbiasa
dengan dosis kafein rendah.
b. Persingkat waktu minum kopi dirumah atau di kafe. Begitu pula
jika membuat teh, seduh sebentar saja. Hal ini dapat mengurangi
konten kafein. Lebih baik lagi jika memilih teh herbal yang tidak
memiliki kafein.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elvivin (2015)
menunjukkan bahwa hasil analisis besar risiko kondisi fisik rumah
terhadap kejadian malaria, diperoleh OR sebesar 12,500. Artinya
responden yang minum kopi diatas tiga gelas perhari mempunyai
risiko mengalami hipertensi 12,500 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang minum kopi satu sampai tiga gelas perhari.
Karena rentang nilai pada tingkat kepercayaan(CI) = 95% dengan
lower limit (batas bawah) = 4,883 dan upper limit (batas atas) =
31,999 tidak mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut
bermakna. Dengan demikian minum kopi merupakan faktor risiko
kejadian hipertensi pada masyarakat nelayan suku bajo di Pulau Tasipi
Kabupaten Muna Barat tahun 2015. (Elvivin, 2015)
-
42
7. Stres
Stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat . Stres dapat mengakibatkan
tekanan darah naik untuk sementara waktu. Jika stres telah berlalu,
maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Pada penelitian
ini tidak ditemukan adanya pengaruh stres terhadap terjadinya
hipertensi. Hasil penelitian lain juga menyimpulkan bahwa stres dan
tekanan psikologis tidak berhubungan dengan hipertensi. Hubungan
antara peristiwa-peristiwa stres dengan hipertensi dilaporkan bukan
karena efek stres pada tekanan darah dan mungkin dianggap berasal
dari perasaan negatif tentang penyakit dan bukan karena penyakit itu
sendiri. (Nancy Swanida, dkk, 2011)
8. Obesitas (Kegemukan)
Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat
badan adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi.
Dibanding dengan orang kurus, orang yang gemuk lebih besar
peluangnya terkena hipertensi. Kegemukan merupakan ciri khas dari
populasi hipertensi. Diperkirakan sebanyak 70% kasus baru penyakit
hipertensi adalah orang dewasa yang berat badannya sedang
bertambah. Dugaannya adalah jika berat badan seseorang bertambah,
volume darah akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk
memompah darah juga bertambah. Sering kali kenaikan volume darah
-
43
dan beban pada tubuh yang bertambah berhubungan dengan
hipertensi, karena semakin besar bebannya, semakin berat juga kerja
jantung dalam memompah darah keseluruh tubuh. Kemungkinan lain
adalah dari faktor produksi insulin, yakni suatu hormon yang
diproduksi oleh pankreas untuk mengatur kadar gula darah. Jika berat
badan bertambah, terdapat kecenderungan pengeluaran insulin yang
bertambah. Dengan bertambahnya insulin, penyerapan natrium dalam
ginjal akan berkurang. Dengan bertambahnya natrium dalam tubuh,
volume cairan dalam tubuh juga akán bertambah. Semakin banyak
cairan termasuk darah yang ditahan, tekanan darah akan semakin
tinggi. (Paskah Rina Situmorang, 2015)
Untuk mengetahui seseorang itu termasuk memiliki berat badan
belebih atau tidak, yaitu dengan cara menghitung BMI (Body Masa
Index) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus : Berat Badan
(Kilogram) dibagi tinggi badan (meter).
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT Kategori
< 16
16,00-16,99
17,00-18,49
18,50-24,99
25,00-29,99
30,00-39,99
>40
Kurus tingkat berat
Kurus tingkat ringan
Kurus ringan
Normal
Obesitas 1
Obesitas 2
Obesitas 3
(Sumber: Menurut WHO dalam Setyo Wibowo, 2014)
Obesitas dan hipertensi merupakan dua keadaan yang sering
ditemukan bersama-sama, sehingga diperkirakan keduanya
-
44
mempunyai hubungan yang sangat erat dan mungkin mempunyai
hubungan sebab akibat, tetapi sampai saat ini mekanisme terjadinya
hipertensi pada obesitas masih belum jelas. Hasil analisis statistik
bivariat dengan uji odds ratio diperoleh nilai OR=6,32 dengan nilai
lower limit (LL)=3,64 dan upper limit (UL)=10,96. Karena nilai lower
limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1 dengan tingkat
kepercayaan 95% dan didukung oleh nilai p value sebesar 0,000
(0,000 < 0,05) maka dikatakan signifikan sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Interpretasi hasil analisis bivariat antara obeiatas dengan
kejadian Hipertensi adalah responden dengan obesitas Hipertensi
berisiko menderita Hipertensi sebesar 6,32 kali dibandingkan dengan
responden yang tidak obesitas. (Ode Alifariki, 2015)
9. Konsumsi Soft Drink
Menurut Siregar (2009), minuman ringan disamping
menggunakan pemanis minuman juga menggunakan pengawet
makanan. Adanya pemanis berlebihan dapat juga menyebabkan
kenaikan berat badan dan akan mempengaruhi penampilan seseorang,
selain itu dapat juga menyebabkan berbagai penyakit degeneratif
seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), jantung koroner dan diabetes
melitus. Selain pemanis juga terdapat natrium benzoat, konsumsi
natrium benzoat secara berlebih dapat menyebabkan kram perut dan
kanker. Salah satu soft drink yang diminati di Indonesia adalah
minuman berkarbonasi. Karbonasi merupakan efek penginjeksian gas
-
45
CO2 (karbondioksida) ke dalam minuman, sehingga memiliki
penampakan bergelembung-gelembung yang menyuguhkan kesan
segar. Komposisi soft drink (minuman berkarbonasi) sangat
sederhana, yaitu terdiri atas 90% air. Sisanya kombinasi pemanis
buatan, gas CO2, pencita rasa (esens), pewarna, asamfosfat, kafein,
dan beberapa mineral terutama aluminium (Bilal, 2010)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Thawornchaisit di Thailand
menemukan bahwa konsumsi minuman ringan (soft drink) lebih dari
satu kali per minggu meningkatkan resiko hipertensi. Hal ini terjadi
karena kandungan yang ada dalam minuman tersebut yaitu
mengandung glukosa dan fruktosa yang akan meningkatkan tekanan
darah sistolik maupun diastolik. Pada penelitian ini menunjukkan
konsumsi minuman ringan (soft drink) memiliki resiko 1,34 kali
mengalami hipertensi. (Thawornchaisit, 2017)
2.2 Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)
Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) merupakan instrumen
untuk mengukur aktivitas fisik yang dikembangkan oleh WHO. Kuesioner
GPAQ terdiri dari 16 pertanyaan sederhana terkait dengan aktifitas sehari-hari
yang dilakukan selama satu minggu terakhir dengan menggunakan indeks
aktifitas fisik yang meliputi empat domain, yaitu aktivitas fisik saat bekerja,
aktivitas perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, aktivitas rekreasi dan
-
46
aktivitas menetap (sedentary activity). GPAQ mengukur aktivitas fisik
dengan mengklasifikasikan berdasarkan MET (Metabolic Equivalent).
Berdasarkan penelitian Singh & Purothi (2013: 36) tingkat aktivitas
fisik dinilai berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Tinggi: dalam 7 hari atau lebih dari aktivitas berjalan kaki, aktivitas
dengan intensitas sedang maupun berat minimal mencapai 3000 MET
menit per minggu
2. Sedang: dalam 5 hari atau lebih dari aktivitas berjalan kaki, aktivitas
dengan intensitas sedang maupun tinggi minimal mencapai 600 MET
menit per minggu.
3. Rendah: seseorang yang tidak memenuhi kriteria tinggi maupun sedang.
Untuk mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus sebagai berikut:
Setelah mendapatkan nilai total aktivitas fisik dalam satuan MET
menit/minggu, responden dikategorikan ke dalam 3 tingkat aktivitas fisik
yaitu aktivitas tingkat tinggi, sedang, dan rendah seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik
MET Kategori
MET >= 3000
3000 > MET >= 600
600 < MET
Tinggi
Sedang
Rendah
Total Aktivitas Fisik MET menit/minggu = [(P2 x P3 x 8) + (P5 x
P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x 4)]
-
47
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
perhitungan deskriptif presentase, yaitu dengan cara mengadakan presentase
dan penyebaran serta memberika