Skrining Autisme Menggunakan Eeg Ditinjuau Dari Kedokteran Dan Islam

52
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kasus penyakit autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski demikian, pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya masih belum diketahui luas. Prevalensi Autisme Syndrome (ASD) dilaporkan mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir. Centers for Disease Control and Prevention’s (CDC) dan Autism and Developmental Disabilities Monitoring (ADDM) mengungkapkan adanya peningkatan prevalensi ASD sebanyak 78% antara tahun 2002 dan 2008 (Blumberg et al, 2012). Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15- 0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak per tahun (Mashabi, 2009). Populasi penyakit autisme ini 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang (Yatim, 2007). Autisme merupakan kumpulan gejala di mana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitarnya sehingga terlihat seperti hidup dalam dunianya sendiri (Yatim, 2007).

description

bsgghu

Transcript of Skrining Autisme Menggunakan Eeg Ditinjuau Dari Kedokteran Dan Islam

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang

    Kasus penyakit autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia, termasuk

    Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski

    demikian, pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya

    masih belum diketahui luas. Prevalensi Autisme Syndrome (ASD) dilaporkan

    mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir. Centers for Disease

    Control and Preventions (CDC) dan Autism and Developmental Disabilities

    Monitoring (ADDM) mengungkapkan adanya peningkatan prevalensi ASD

    sebanyak 78% antara tahun 2002 dan 2008 (Blumberg et al, 2012). Prevalensi

    autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15-

    0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah

    penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak per tahun

    (Mashabi, 2009).

    Populasi penyakit autisme ini 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki

    dibandingkan dengan anak perempuan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada

    negara maju dibandingkan dengan negara berkembang (Yatim, 2007).

    Autisme merupakan kumpulan gejala di mana terjadi penyimpangan

    perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap

    sekitarnya sehingga terlihat seperti hidup dalam dunianya sendiri (Yatim,

    2007).

  • 2

    Penyebab autisme itu sendiri sebenarnya masih belum jelas. Namun

    beberapa peneliti mengatakan penyebab terbanyak adalah kelainan genetik

    seperti abnormalitas kognitif, kurangnya kemampuan berbicara dan kelainan

    kromosom (Arvin, 2000). Selain itu kelainan ini dapat disebabkan karena

    adanya kerusakan pada otak, yang dapat dideteksi oleh Magnetic Resonance

    Imaging (MRI) dan Electroencephalography (EEG) (Takagaki, 2014)

    Electroencephalography (EEG) merupakan suatu teknik pemeriksaan

    untuk merekam aktifitas listrik di bagian berbeda pada otak dan mengubah

    informasi ini menjadi suatu pola atau gambaran baik secara digital atau

    dicatat di atas kertas yang dinamakan electroencephalogram. Alat yang

    merekam aktifitas listrik di otak ini dinamakan electroencephalograph (John,

    2010).

    Electroencephalography (EEG) diketahui dapat mendiagnosa penyakit

    yang ada di otak, seperti epilepsi dan cedera kepala. Diketahui sekarang ini

    EEG dapat mendeteksi penyebab dari autisme itu sendiri (Sheikhani, 2010).

    Pemeriksaan EEG ini biasanya dilakukan pada anak dengan usia di bawah

    6 tahun, karena pada usia ini otak masih berkembang sehingga akan lebih

    mudah untuk melakukan pengobatan apabila ditemukan adanya kelainan

    gelombang otak pada penderita autisme (Sheikhani, 2010). Beberapa

    gambaran EEG yang dapat dideteksi pada Autisme Disorder (ASD) seperti,

    adanya aktifitas gelombang epileptiform yang paroksismal, adanya

    gelombang mu, adanya gelombang beta dan delta yang menonjol, dan

  • 3

    terdapat voltage gelombang yang sangat rendah. Hasil dari gambaran di atas

    menunjukan adanya kerusakan di otak (Strzelcka, 2013).

    Suatu studi mengatakan EEG dilakukan pada saat beristirahat, dan akan

    didapatkan hasil adanya kelainan di otak bagian frontal di mana terdapat

    gangguan fungsional otak seperti gangguan fungsi kognitif yang sering

    terlihat pada anak dengan ASD. Adapun aktifitas gelombang alpha yang

    rendah berhubungan dengan perbedaan individu dalam mengatur emosi.

    Selain itu, adanya penurunan gelombang gamma yang dihubungkan dengan

    penurunan kemampuan bahasa dan umum serta kemampuan intelektual. Serta

    adanya penurunan aktifitas gelombang delta dan theta (Tierney, 2012).

    Pemeriksaan ini memiliki kelebihan berupa pemeriksaan non-invasif

    sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Selain memiliki kelebihan,

    pemeriksaan ini mempunyai kekurangan seperti pada pasien anak diberikan

    obat sedasi (khloralhidrat) sebelum rekaman dimulai untuk memudahkan

    pemasangan elektroda (Bintoro, 2012). Pemeriksaan ini membutuhkan waktu

    yang cukup lama selain pada saat pemeriksaan dibutuhkan waktu sekitar 15-

    20 menit, hasil pemeriksaan harus dibacakan oleh dokter spesialis saraf

    sehingga membutuhkan waktu yang lama (Sunaryo, 2007).

    Dalam Islam kedudukan anak terhadap orang tua adalah sebagai qurrota

    ayun (penyejuk jiwa). Anak yang taat pada Allah SWT akan membahagiakan

    orang tua dunia dan akhirat. Di samping sebagai qurrota ayun anak

    merupakan amanah Allah SWT kepada orang tua untuk selalu dijaga

  • 4

    kesehatannya, diberikan kasih sayang, diberikan perhatian (Ferdianata, 2013).

    Sama seperti hal nya orang tua penderita autisme. Anak autis sangat

    memerlukan kasih sayang dari keluarganya terutama kasih sayang dari orang

    tua. Untuk itu orang tua harus selalu memperhatikan perkembangan anaknya

    terutama pada anak autis yang memiliki beberapa kelemahan dalam

    perkembangannya, seperti adanya gangguan interaksi sosial dan gangguan

    dalam berkomunikasi (Fadhli, 2010).

    Al-Ghazali juga menyatakan bahwa maksud Syariat Islam mencakup lima

    hal, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua yang

    tercakup dalam menjaga lima prinsip tersebut termasuk maslahah (Zuhroni,

    2010).

    Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembangan

    teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan,

    salah satunya adalah EEG (Electroencephalography) (Kartika, 2013). EEG

    merupakan suatu teknik pencitraan medis yang menggunakan aktivitas listrik

    yang dihasilkan oleh kulit kepala dari struktur otak (Teplan, 2002) yang

    digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan gejala pada kerusakan otak, salah

    satunya adalah autisme. Sehingga dapat membantu dokter dan keluarga dalam

    menentukan pengobatan (Sheikani, 2010).

    Dalam Islam, perintah berobat termasuk tindakan yang dianjurkan. Di

    zaman Nabi telah digunakan berbagai pengobatan, sejalan dengan

    perkembangan teknologi kedokteran masa itu. Nabi pernah berobat untuk

  • 5

    dirinya sendiri, serta pernah menyuruh keluarga dan sahabatnya agar berobat

    ke dokter (Zuhroni, 2010).

    Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas

    "Skrining Autisme Menggunakan Electroencephalography Ditinjau Dari

    Kedokteran dan Islam".

    1.2. Permasalahan

    1.2.1 Bagaimana kriteria diagnosis autisme?

    1.2.2 Bagaimana hasil dari pemeriksaan Electroencephalography terhadap

    penderita autisme?

    1.2.3 Bagaimanakah pandangan Islam terhadap pemeriksaan

    Electroencephalography pada penderita autisme?

    1.3.Tujuan

    1.3.1 Tujuan Umum

    Mengetahui, memahami dan memberikan informasi mengenai

    manfaat Electroencephalography pada penderita autisme ditinjau dari

    kedokteran dan Islam.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1.3.2.1 Dapat menjelaskan kriteria diagnosis autisme.

    1.3.2.2 Dapat menjelaskan hasil pemeriksaan

    Electroencephalography terhadap penderita autisme .

    1.3.2.3 Dapat menjelaskan pandangan Islam terhadap pemeriksaan

    Electroencephalography pada penderita autisme .

  • 6

    1.4 Manfaat

    1.4.1. Bagi Penulis

    Dapat memahami mengenai manfaat Electroencephalography pada

    penderita autisme ditinjau dari segi kedokteran dan Islam serta

    meningkatkan keterampilan menulis dan berfikir sistematis untuk

    memecahkan permasalahan ilmiah melalui analisis yang tepat

    1.4.2. Bagi Universitas YARSI

    Sebagai referensi civitas akademika dalam penyusunan karya ilmiah

    dan penelitian selanjutnya serta menjadi masukan bagi civitas akademika

    mengenai kegunaan Electroencephalography pada autisme ditinjau dari

    segi kedokteran dan Islam.

    1.4.3. Bagi Masyarakat

    Menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang pemeriksaan

    Electroencephalography pada penderita autisme sebagai salah satu

    pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai penyebab dari autisme dan

    mendeteksi dini autisme pada anak yang ditinjau dari kedokteran dan

    Islam dan semoga bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai tambahan

    pengetahuan di bidang kesehatan serta diharapkan dapat berguna sebagai

    bahan masukan dan pertimbangan dalam pengembangan ilmu

    pengetahuan.

  • 7

    BAB 2

    SKRINING AUTISME MENGGUNAKAN

    ELECTROENCEPHALOGRAPHY DARI KEDOKTERAN

    2.1 Penyakit Autisme

    2.1.1 Definisi Penyakit Autisme

    Autisme pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 yaitu

    kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif,

    minat yang sempit, dan keterbatasan penggunaan bahasa secara sosial, keinginan

    obsesif untuk mempertahankan keteraturan di lingkungannya (Wulandari, 2012).

    Menurut Ginanjar (2008), autisme adalah gangguan perkembangan yang

    kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga

    mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, kognitif, perilaku,

    kemampuan sosialisasi, sensoris, belajar dan gejala sudah mulai tampak sejak

    berusia dibawah 3 tahun (Wulandari, 2012).

    2.1.2 Epidemiologi Penyakit Autisme

    Autisme diperkirakan meningkat pesat sejak tahun 1960-an, dalam tingkat

    prevalensi Amerika Serikat dan Eropa berkisar antara lima sampai 72 kasus per

    10.000 anak. Perkiraan ini dipengaruhi oleh skrining, dan ukuran sampel, dengan

    ukuran sampel yang kecil sehingga perkiraan tinggi. Namun, dalam studi lain

    melaporkan prevalensi dari para peneliti terdapat 116 kasus per 10.000 anak untuk

    semua gangguan spektrum autisme. Mereka menggunakan sampel kecil anak-anak

  • 8

    di South Thames, Inggris, dan mengandalkan skrining dan kasus-konfirmasi

    metode, dengan definisi yang luas dari gangguan ini. Ketika definisi autisme

    dipersempit, mereka melaporkan prevalensi 25 kasus per 10.000 (Levy, 2009).

    Prevalensi autisme telah terus meningkat sejak pertama studi epidemiologi,

    yang menunjukkan bahwa 4 1 dari setiap 10.000 orang di Inggris memiliki

    autisme. Namun, prevalensi terus meningkat dalam dua dekade terakhir, terutama

    pada individu tanpa cacat intelektual, meskipun penggunaan konsisten DSM-IV.

    Peningkatan risiko faktor yang tidak dapat dikesampingkan. Saat ini, prevalensi di

    seluruh dunia rata-rata autisme adalah 0.62-0.70%, namun dari hasil survey

    terbaru perkiraan prevalensi mencapai 1-2%. Studi awal menunjukkan bahwa

    autisme 4-5 kali lebih laki-laki daripada perempuan (Cohen, 2014). Studi lain

    mengatakan dari hasil survey beberapa negara didapatkan dilihat pada grafik

    dibawah ini (Gambar 2.1).

    Gambar 2.1: Epidemiologi Autisme

    Dikutip dari McGowan (2012)

  • 9

    2.1.3 Etiologi Penyakit Autisme

    Menurut Lumbantobing (2001), penyebab dari autisme dapat dipengaruhi oleh :

    Faktor Keluarga dan Psikodinamik

    Mulanya diperkirakan gangguan ini akibat kurangnya perhatian orang tua,

    tetapi penelitian terakhir tidak menemukan adanya perbedaan dalam

    membesarkan anak pada orang tua anak normal dari orang tua anak yang

    mengalami gangguan ini. Namun beberapa anak autisme berespon terhadap

    stressor psikososial seperti lahirnya saudara kandung atau pindah

    tempat tinggal berupa eksaserbasi gejala.

    Kelainan Organobiologi neurologi

    Berhubungan dengan lesi neurologi, rubella kongenital, cytomegalovirus,

    ensefalitis, meningitis, fenilketonuria, tuberous sclerosis, epilepsi

    dan fragile x syndrome. Penelitian neuroanatomi menunjukkan bahwa

    autisme akibat berhentinya perkembangan dari serebelum, serebrum dan

    sistem limbik. Pada MRI ditemukan hipoplasi vermis serebelum lobus VI

    dan VII. Pada sekitar 10-30% anak dengan autisme

    dapat diidentifikasi faktor penyebabnya.

    Faktor Genetik

    Pada survey gangguan autisme ditemukan 2-4% saudara kandung juga

    menderita gangguan autisme. Pada kembar monozigot angka tersebut

    mencapai 90% sedang akan kembar dizigot 0%.

  • 10

    Faktor Imunologi

    Terdapat beberapa bukti mengenai inkompatibilitas antara ibu dan fetus,

    dimana limfosit fetus bereaksi terhadap antibodi ibu, sehingga

    kemungkinan menyebabkan kerusakan jaringan saraf embrional selama masa

    gestasi.

    Faktor Perinatal

    Tingginya penggunaan obat pada selama kehamilan, respiratory disstres

    syndrome, anemia neonatus

    Penemuan Biokimia

    Pada sepertiga dari penderita autisme ditemukan peningkatan kadar serotonin

    plasma. Selain itu terdapat peningkatan asam homovanilik pada cairan

    liquor cerebrospinal.

    2.1.5 Diagnosis Penyakit Autisme

    ICD-10 International Classification off Diseases 1993 dan DSM-IV Diagnostic

    and Statistical Manual 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk autisme infantil

    yang isinya saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria tersebut adalah harus ada

    sedikitnya 6 gejala dari gangguan (1), (2), dan (3) seperti dibawah ini, dengana

    minimal 2 gejala dari gangguan (1) dan masing-masing 1 gejala dari gangguan (2)

    dan (3) (Fadhli, 2010).

  • 11

    (1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus

    ada 2 gejala dari gejala di bawah ini:

    Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai seperti kontak

    mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju.

    Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.

    Tidak ada empati dan tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

    Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal

    balik.

    (2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari

    gejala di bawah ini:

    Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak

    tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.

    Bila anak dapat berbicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk

    berkomunikasi.

    Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

    Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.

    (3) Adanya suatu pola yang mempertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,

    minat, dan kegiatan. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini:

  • 12

    Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan

    berlebihan.

    Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada

    gunanya.

    Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang, seringkali sangat

    terpukau pada bagian-bagian benda.

    Autisme dapat disebabkan karena adanya kerusakan otak. Adapun cara lain

    untuk menegakkan diagnosis autisme selain melihat gejala-gejala autisme pada

    anak tersebut. Autisme dapat diluhat dari hasil pemeriksaan Magnetic Resonance

    Imaging (MRI) dan Electroencephalography (EEG). (Takagaki, 2014)

    2.2 Electroencephalography (EEG)

    2.2.1 Definisi Electroencephalography (EEG)

    Electroencephalography adalah suatu teknik pencitraan medis yang

    menggunakan aktivitas listrik yang dihasilkan oleh kulit kepala dari struktur otak.

    Electroencephalogram (EEG) (Gambar 2.2) didefinisikan sebagai aktivitas listrik

    yang direkam dari permukaan kulit kepala dan dibantu oleh elektroda logam dan

    media konduktif sebagai alat menangkap sinyal listrik otak (Teplan, 2002).

  • 13

    Gambar 2.2: Electroencephalography

    Dikutip dari John (2013)

    Untuk intepretasi hasil EEG akan menunjukkan perubahan-perubahan

    gelombang otak. Berikut macam-macam gelombang otak (Niedemeyer, 2004) :

    Tabel 2.1: Tipe Gelombang Otak

    Tipe

    Gelombang

    Frekuensi

    (Hz)

    Lokasi Normal Patologis

    Delta >4 Hz

    - Frontal(Dewasa)

    - Posterior (Anak)

    - Dewasa saat

    tidur

    - Bayi

    -Lesi

    Subkortikal

    - Lesi Diffus

    - Hidrosefalus

    Theta 4-7 Hz -

    - Anak-anak

    - Mengantuk/

    Bergairah

    -Lesi Fokal

    Subkortikal

    - Ensefalopati

    metabolic

    - Hidrosefalus

    Alpha 8-12 Hz Posterior

    Relaksasi

    Mata menutup

    Koma

    Beta 12-30 Hz Frontal

    Aktivitas

    Tegang

    Konsentrasi

    Penggunaan

    benzodiazepine

  • 14

    Gamma 30->100 Hz Korteks

    Somatosensori

    Penggunaan short

    term memory

    Penurunan

    kognitif

    Dikutip dari Niedemeyer (2004)

    Gambar 2.3: Macam-Macam Gelombang Otak Normal

    Dikutip dari Prasatana (2012)

    Gambaran EEG yang dihasilkan akan dinyatakan normal bila tak

    ditemukan gelombang abnormal. Pada kondisi terjaga (awake) dan menutup

    mata maka irama background akan muncul di regio posterior berbentuk sinus

    berfrekuensi alfa dan gelombang beta yang maksimum di fronto sentral. Pada

    saat tidur maka akan nampak beberapa gelombang petanda stadium, seperti

    (Bintoro, 2012):

    stadium 1 : background menghilang, frekuensi gelombang melambat, artefak otot

    mulai berkurang, muncul POST, K komplek dan vertex

    stadium 2 : gelombang sleep spindle.

  • 15

    stadium 3 : gelombang delta mulai muncul

    stadium 4 : gelombang delta dominan

    a b

    Gambar 2.4: Gelombang otak abnormal, spike wave (a) dan sharp wave (b)

    Dikutip dari Hamer (2000)

    2.2.2 Indikasi Electroencephalography (EEG)

    Menurut Niedermeyer (2004) pemeriksaan EEG dapat digunakan pada beberapa

    keadaan, sebagai berikut:

    Membedakan serangan epilepsi dari jenis lainnya, seperti kejang

    psikogenik non-epilepsi, sinkop (pingsan), gangguan gerakan sub-kortikal

    dan migren.

    Membedakan ensefalopati organik atau mengigau dari sindrom psikiatris

    primer seperti katatonia.

    Berperan sebagai pemeriksaan tambahan kematian otak.

    Menetapkan prognosis dalam kasus tertentu, pada pasien dengan koma

  • 16

    Menentukan efektivitas pengobatan epilepsi.

    Untuk memantau kerusakan otak.

    2.2.3 Prosedur Pemeriksaaan Electroencephalography

    Adapun beberapa persiapan yang harus diperhatikan pasien sebelum

    melakukan pemeriksaan EEG, diantaranya (Mayo, 2009):

    1. Pasien tidak dalam keadaan batuk, pilek atau demam.

    2. Berhenti meminum obat tertentu (obat penenang).

    3. Hindari makanan yang mengandung kafein ( seperti kopi, teh, soda, coklat)

    sedikitnya 8 jam sebelum tes.

    4. Hindari puasa malam sebelum prosedur, makanlah dalam porsi kecil

    sebelum

    test, sebab gula darah rendah dapat mempengaruhi hasil EEG.

    5. Rambut harus bersih, bebas dari minyak rambut. hair spray, gel, conditioner

    atau cairan yang mengandung obat kulit (atau sebaiknya keramas terlebih

    dahulu).

    6. Tidur malam yang cukup.

    7. Tidak perlu persiapan puasa.

    8. Jelaskan prosedur tindakan pada klien.

    9. Inform concent.

  • 17

    Berikut adalah prosedur yang akan dilakukan saat pemeriksaan EEG

    (Bonamigo, 2011):

    A. Preinteraksi

    Jelaskan tujuan pemeriksaan pada klien

    B. Interaksi

    1. Cuci tangan.

    2. Memakai handscoen.

    3. Pastikan pasien sudah keramas sebelum pemeriksaan EEG.

    4. Sebelum pemeriksaan jangan menggunakan minyak rambut,dan make

    up.

    5. Untuk pemasangan elektroda yang benar,ukur kepala dengan teknik 10-

    20 sistem. Posisi ditentukan sebagai berikut: poin Referensi yang nasion,

    yang terletak di bagian atas hidung, sejajar dengan mata, dan inion

    merupakan benjolan tulang di dasar tengkorak di garis tengah di bagian

    belakang kepala. Dari titik-titik ini, batas-batas tengkorak diukur pada

    bidang transverse dan median. Lokasi elektroda ditentukan dengan

    membagi perimeter ini ke 10% dan 20% interval. Tiga elektroda lainnya

    ditempatkan di setiap sisi berjarak sama dari titik sebelahnya, seperti

    yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Malmivuo, 1995).

  • 18

    Gambar 2.5: EEG dengan Teknik 10-20 Sistem

    Dikutip dari Malmivuo (1995)

    6. Setelah diukur berikan tanda dengan pensil khusus EEG disetiap titik

    pelekatan elektroda.

    7. Bersihkan tiap titik pelekatan elektroda dengan abrasive gel.

    8. Letakan abrasive gel ke cutton bud kemudian gosok perlahan-lahan di

    titik yang akan diletakan elektrodanya.

    9. Elektroda pertama yang dipasang sebaiknya elektroda Referen (diletakan

    di antara CZ dan FCZ),dan Ground (diletakan di FPZ).

    10. Rekatkan elektroda ke kepala.

    11. Perhatikan setelah pemasangan elektroda akan muncul nilai impendance

    dilayar monitor.

    12. Bila angka dibawah 5 kohm (mesin EEG berwarna hijau dan berwarna

    merah jika lebih dari 5),berarti pemasangan sudah baik.

    13. Pada saat perekaman, biasanya pasien dalam kondisi terlentang, ganjal

  • 19

    kepala pasien dengan bantal, pergunakan bantal yang nyaman tapi tidak

    mengganggu elektroda yang terpasang. Penulis menyarankan gunakan

    bantal guling kecil (bantal bayi).

    14. Tanyakan ke pasien apakah posisi kepalanya sudah nyaman dan tidak

    tegang. Beritahukan juga ke pasien agak tidak terlalu sering berkedip

    dan bergerak. Renggangkan rahang pasien, maksudnya antara gigi atas

    dan gigi bawah jangan menempel. Semua ini dimaksudkan agar

    mengurangi artefak yang timbul dari pasien sendiri.

    15. Setelah semua prosedur diatas dilakukan, lihatlah ke monitor, apakah

    gelombang EEG sudah baik (tidak banyak artefak), Bila sudah

    lakukanlah perekaman.

    16. Dalam awal perekaman perintahkanlah ke pasien agar membuka dan

    menutup mata, lakukanlah beberapa kali. Jangan lupa memberikan

    marker pada saat melakukan setiap perintah yang kita minta. Biasanya

    pada mesin EEG sudah terdapat template marker seperti eye open, eye

    close.

    17. Aktivitas pasien harus selalu dipantau, misalkan saat pasien bergerak

    atau batuk, berikanlah tanda. Ini memudahkan dokter dalam membaca

    hasil rekaman. Saat ini teknologi EEG sudah berkembang, selain

    menggunakan marker untuk menandai setiap aktivitas pasien ada juga

    EEG dengan fasilitas video recording, sehingga saat hasil EEG dibaca,

    dokter pembaca dapat melihat langsung aktivitas pasien selama

    perekaman bersamaan dengan gelombang EEG.

  • 20

    18. Untuk jenis mesin EEG lama, operator harus merubah montage tiap

    beberapa menit, Biasanya 2 sampai 3 menit perekaman operator harus

    merubah montage , dari montage I sampai VIII

    19. Di mesin EEG terbaru operator sudah tidak perlu lagi merubah montage,

    dikarenakan pada saat merekam semua montage sudah direkam oleh

    mesin EEG.

    2.3 Analisa Pemeriksaan Electroencephalography (EEG) Pada Anak Autisme

    Penyebab autisme itu sendiri sebenarnya masih belum jelas. Namun

    beberapa peneliti mengatakan penyebab terbanyak adalah kelainan genetik seperti

    abnormalitas kognitif, kurangnya kemampuan berbicara dan kelainan kromosom

    (Arvin, 2000). Selain itu autisme dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada

    otak, dimana kerusakan otak dapat menimbulkan kejadian epilepsi. Sehingga

    autisme dengan epilepsi mempunyai kaitan yang erat. Kehadiran epilepsi di

    Autism Spectrum Disorder (ASD) telah dikenal sejak Kanner pertama kali

    melaporkan kasus tersebut pada tahun 1943. Dalam beberapa tahun terakhir telah

    diteliti bahwa adanya peran epilepsi dalam terjadinya gangguan autisme. Kelainan

    ini dapat dideteksi oleh Electroencephalography (EEG) (Strzelcka, 2013).

    Epilepsi terjadi puncaknya pada awal masa kanak-kanak dan dewasa

    muda, dan epilepsi yang terjadi pada anak dapat menyebabkan kondisi autisme,

    dimana autism terjadi pada 46% anak dengan epilepsi. Insiden ditemukannya

    abnormalitas paroksismal EEG pada autisme lebih tinggi dibandingkan pada

    epilepsi. Sebuah studi melaporkan hasil penelitian terhadap 1.014 anak-anak

  • 21

    dengan ASD didapatkan 85% dari anak-anak tersebut memiliki hasil EEG

    abnormal, dengan insiden tertinggi pada anak dengan ketidakmampuan intelektual

    (Jeste, 2011).

    Prevalensi epilepsi pada kasus autisme jauh lebih tinggi daripada populasi

    normal. Ada juga peningkatan prevalensi aktivitas yang berpotensi epileptogenik

    yang abnormal pada anak-anak dengan gangguan spektrum autistik. Sekitar satu

    dari empat anak autisme mengalami kejang saat pubertas (Anand, 2004).

    Electroencephalography adalah suatu teknik pencitraan medis yang

    menggunakan aktivitas listrik yang dihasilkan oleh kulit kepala dari struktur otak.

    Electroencephalogram (EEG) didefinisikan sebagai aktivitas listrik yang direkam

    dari permukaan kulit kepala dan dibantu oleh elektroda logam dan media

    konduktif sebagai alat menangkap sinyal listrik otak (Teplan, 2002).

    Electroencephalography merupakan suatu teknik pemeriksaan non-invasif yang

    digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan gejala pada kerusakan otak, salah

    satunya adalah autisme (Sheikani, 2010).

    Pemeriksaan Electroencephalography dilakukan untuk menegakkan

    diagnosis apabila ada kecurigaan adanya epilepsi pada penderita autisme

    (Pusponegoro, 2006). Suatu studi mengatakan bahwa EEG untuk anak-anak

    dengan autisme tidak menjadi tolak ukur untuk mendiagnosis penyakit tersebut.

    EEG belum dianjurkan dalam parameter praktek untuk autisme, baik oleh dokter

    anak maupun oleh American Psychiatric Association, kecuali ada bukti klinis atau

    kejang regresi atau tinggi indeks kecurigaan epilepsi (Gabis, 2005).

  • 22

    Adapun hasil rekaman EEG yang bergantung pada beberapa kondisi

    yaitu usia pasien harus sangat diperhatikan karena terdapat perbedaan pola

    gelombang antara neonatus, bayi, anak dan dewasa, selain itu kesadaran pasien

    pun perlu dilihat sebab gelombang EEG yang muncul saat bangun (awake)

    tidak sama dengan saat tidur, pemberian jenis obat tertentu memberi efek

    terhadap gelombang EEG (Bintoro, 2012).

    2.3.1 Hasil EEG Pada Autisme

    Menurut Strzelcka (2013) beberapa gambaran EEG yang dapat dideteksi

    pada Autisme Disorder (ASD) seperti adanya aktivitas gelombang epileptiform

    yang paroksismal. Aktivitas ini mempengaruhi sekitar 35-40 persen hasil dari

    EEG pada penderita autisme. Aktivitas gelombang ini mempengaruhi fungsi otak

    pada lobus temporal kiri di mana akan terlihat adanya gangguan berbicara dan

    bahasa pada penderita.

    Selanjutnya ditandai dengan adanya gelombang mu. Gelombang ini secara

    khas dijumpai di daerah sentral di dekat area motorik, sehingga akan terlihat

    adanya kelainan motorik pada penderita. Adanya penonjolan gelombang beta

    tinggi yang dapat diamati dalam hasil EEG penderita autisme. Gambaran ini

    ditandai dengan mudah tersulut perubahan suasana hati atau marah. Hal ini

    dikaitkan dengan hipersensitivitas sensorik pada daerah sensorik otak, dapat juga

    dikaitkan dengan gangguan pada otak bagian frontal.

    Gambaran yang terlihat selanjutnya adalah penonjolan aktivitas

    gelombang delta yang mempengaruhi kondisi penderita, diantaranya perilaku

  • 23

    impulsive, hiperaktif, dan kurangnya perhatian. Kemudian adanya voltage

    gelombang yang sangat rendah diidentifikasi dalam ensefalopati menyebar.

    Menurut Duffy (2012) gambaran EEG pada anak-anak dengan ASD

    menunjukkan adanya penurunan gelombang delta dan theta setelah diberikan

    stimulasi visual. Selain itu adanya koherensi yang lebih rendah pada daerah

    frontal, adanya peningkatan koherensi gelombang gamma yang melibatkan lobus

    temporal.

    2.3.2 Kegunaan EEG Pada Autisme

    Gambaran-gambaran EEG diatas dapat membantu kita memahami tentang

    bagaimana gen dapat mempengaruhi otak, kombinasi skor risiko genetik dan

    gambaran EEG otak dapat menjadi bagian dari klasifikasi masa depan gangguan

    kejiwaan dan ASD.

    EEG sangat penting untuk memahami ASD dalam menyelidiki

    konektivitas fungsional pada bayi berisiko tinggi untuk ASD dalam rangka untuk

    mengevaluasi sebagai endophenotype potensial atau biomarker dari ASD (Righi,

    2014). EEG digunakan terutama untuk meneliti epilepsi pada autisme yang

    penyebabnya adalah kelainan otak. EEG biasa digunakan dalam menentukan

    diagnosis penyakit epilepsi dengan mengidentifikasi setiap keabnormalan pada

    otak seperti lesi yang memicu serangan epilepsi (Niedermeyer, 2004). Sehingga

    dengan dilakukannya pemeriksaan electroencephalography ini dokter dapat

    melakukan intervensi bila ditemukan adanya epilepsi. Tujuan dari tatalaksana

    epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal dan

    http://kuliah-karyawan-surabaya.com/sepakbola.php?_i=all&id=41089
  • 24

    tercapainya kualitas hidup optimal untuk penyandang epilepsi sesuai dengan

    perjalanan penyakit dan diabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.

    Tatalaksana pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologis dan non-farmakologis.

    Terapi farmakologis dapat berupa pemberian OAE seperti phenytoin,

    carbamazepine, phenobarbital, dan lain-lain. Sedangkan terapi non-farmakologis

    berupa stimulasi N.Vagus, deep brain stimulation, diet ketogenic, dan intervensi

    psikologi (Kusumawati, 2014).

    Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan EEG, yaitu untuk

    mempelajari fungsi otak pada gangguan perkembangan seperti ASD.

    Dibandingkan dengan MRI, EEG dapat lebih mudah digunakan di berbagai

    kelompok usia dan mudah untuk mempelajari perkembangan kemampuan

    seperti fisiologi otak, memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap gerakan,

    memiliki resolusi temporal yang tinggi, pemeriksaan ini tersedia untuk klinis,

    dan dapat digunakan untuk mengumpulkan kasus tindakan berulang. Elemen ini

    sangat menjanjikan untuk mempelajari pasien yang sangat terganggu dengan

    penyakitnya atau pasien muda seperti anak-anak yang mungkin tidak dapat

    melakukan tugas-tugas secara akurat karena adanya gangguan kognitif, fisik, atau

    perkembangan. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mempelajari gejala

    abnormal pada ASD pada anak usia dini (Wang et al, 2013).

  • 25

    BAB 3

    SKRINING AUTISME MENGGUNAKAN ELECTROENCEPHALOGRAPHY

    MENURUT ISLAM

    3.1. Tinjauan Islam Terhadap Anak Autis

    Autisme pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 yaitu

    kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif,

    minat yang sempit, dan keterbatasan penggunaan bahasa secara sosial, serta

    keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di lingkungannya

    (Wulandari, 2012).

    Penderita autisme diperkirakan meningkat pesat sejak tahun 1960-an, dalam

    tingkat prevalensi Amerika Serikat dan Eropa berkisar antara lima sampai 72

    kasus per 10.000 anak. Perkiraan ini dipengaruhi oleh skrining, dan ukuran

    sampel, dengan ukuran sampel yang kecil sehingga perkiraan tinggi. Namun,

    dalam studi lain melaporkan prevalensi dari para peneliti terdapat 116 kasus per

    10.000 anak untuk semua gangguan spektrum autisme. Mereka menggunakan

    sampel kecil anak-anak di South Thames, Inggris, dan mengandalkan skrining dan

    kasus-konfirmasi metode, dengan definisi yang luas dari gangguan ini. Ketika

    definisi autisme dipersempit, mereka melaporkan prevalensi 25 kasus per 10.000

    (Levy, 2009).

    Autisme dapat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan psikodinamik. Diduga

    pola asuh orang tua kepada anak cukup berpengaruh pada anak autisme. Adanya

    kelainan organobiologi neurologi yang berhubungan dengan lesi neurologi,

  • 26

    rubella, meningitis, dan fenilketonuria. Selain itu faktor genetik ikut

    mempengaruhi penyebab autisme (Lumbantobing, 2001).

    Kedudukan anak terhadap orang tua salah satunya adalah sebagai qurrota

    ayun (penyejuk jiwa). Menurut Ibnu Abbas qurrota ayun adalah anak yang taat

    pada Allah SWT sehingga dapat membahagiakan orang tua di dunia dan akhirat.

    Di samping sebagai qurrota ayun anak merupakan amanah Allah SWT kepada

    orang tua untuk selalu dijaga kesehatannya, diberikan kasih sayang, diberikan

    perhatian (Ferdianata, 2013). Sebagaimana Allah SWT berfirman:

    Artinya: Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan

    keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah Kami

    imam bagi orang-orang yang bertakwa (Q.S. Al-Furqan (25):74).

    Anak merupakan amanah Allah SWT untuk dijaga dan dirawat dengan kasih

    sayang. Salah satunya dengan cara menjaga kesehatan anak. Kesehatan sangat

    penting untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu Allah SWT

    mewajibkan manusia untuk selalu menjaga kesehatannya baik kesehatan jasmani

    maupun kesehatan rohani. Untuk itu orang tua harus selalu memperhatikan

    kesehatan anaknya jangan sampai menelantarakan keturunannya (Nurhikmah,

    2013).

    Penderita autisme tentunya mempunyai kelemahan dan kelebihan dalam

    tubuh dan kesehariannya. Kelemahan yang dapat dilihat dari anak penderita autis

    adalah adanya gangguan interaksi sosial, di mana anak tidak mampu menjalin

    interaksi sosial yang cukup memadai seperti kontak mata sangat kurang, ekspresi

  • 27

    muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju. Selain itu adanya gangguan dalam

    berkomunikasi, seperti perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak

    berkembang, anak sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

    (Fadhli, 2010).

    Di samping memiliki kelemahan, anak autis juga memiliki suatu kelebihan,

    yaitu visual yang kuat. Anak autis akan lebih mudah mengerti sesuatu dari gambar

    dibandingkan dengan percakapan. Kemampuan visual yang tinggi akan

    memudahkan anak untuk berkomunikasi dan menyesuaikan diri dengan

    lingkungan (Albihar, 2011).

    Apabila setiap manusia menderita suatu penyakit baik itu penyakit yang

    ringan maupun yang berat itu semua adalah ujian dari Allah. Sama hal nya dalam

    memiliki, membesarkan serta mendidik anak penderita autis merupakan ujian dari

    Allah bagi orang tua. Untuk menghadapi ujian dari Allah orang tua harus

    memiliki kesabaran yang tinggi, karena hanya dengan bersabar semuanya itu akan

    dapat diatasi. Sehingga anak penderita autis dapat tumbuh menjadi pribadi yang

    mandiri dalam menjalani kehidupannya (Amran, 2012).

    Penderitaan tidak hanya dirasakan oleh manusia, Nabi Muhammad SAW

    pun pernah mendapatkan cobaan dari Allah SWT dalam peperangan Uhud

    Rasulullah kehilangan pamannya yang dicintainya Hamzah bin Abdul Muthalib

    (Amran, 2012).

    Apabila mereka sabar dalam menahan derita ujian, maka Allah akan

    membalasnya dengan kebahagiaan kelak (Amran, 2012).

  • 28

    Sebagaimana Allah SWT berfirman:

    Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit

    ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan

    berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Q.S. Al-

    Baqarah (2):155).

    Pada ayat lain Allah berfirman:

    Artinya: Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha

    Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia

    menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia

    Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Al-Mulk (67):1-2).

    Allah SWT akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kebaikan dan

    keburukan. Dia menguji manusia berupa kesehatan, agar mereka bersyukur dan

    mengetahui keutamaan Allah SWT serta kebaikan-Nya kepada mereka.

    Kemudian Allah SWT juga akan menguji manusia dengan keburukan sakit dan

    miskin, agar mereka bersabar dan berdoa kepada-Nya (Zuhroni, 2010).

    Allah SWT berfirman:

  • 29

    Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

    kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang

    diusahakannya yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami,

    janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami

    memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah

    kami. Engkaulah pe nolong Kami (Q.S. Al-Baqarah (2):286).

    Pada ayat lain Allah berfirman:

    Artinya: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu

    berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan

    hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta

    orang-orang yang sabar (Q.S. Al-Anfaal (8):46).

    Berdasarkan kedua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah SWT

    tidak akan memberikan cobaan pada seseorang di luar kemampuannya. Oleh

    karena itu, sebagai manusia hendaklah selalu bersabar dalam menghadapi cobaan.

    Seperti cobaan yang diberikan Allah kepada orang tua penderita autis. Dalam

    mendidik, merawat dan membesarkan anak autis orang tua harus memiliki

    kesabaran yang tinggi, karena hanya dengan sikap sabar dan kasih sayang dari

    orang tua kelak anak akan mengalami perubahan sikap dan menjadi generasi

    penerus bangsa yang baik.

  • 30

    3.2. Pengobatan Bagi Anak Penderita Autis Menurut Islam

    Agama Islam mengajarkan konsep maslahah yang secara bahasa berarti

    manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Imam al-Ghazali

    mengemukakan definisi maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak

    kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syarak. Kemashlahatan

    yang ingin dituju dan diciptakan dalam syariat Islam meliputi lima pemeliharaan

    yang paling mendesak (al-Kulliyyat al-Khams), yang disebut al-Dharuriyyat al-

    Khams (Zuhroni, 2010).

    Dharuriyyah adalah sesuatu yang harus dibangun/ditegakkan dalam

    rangka menciptakan kemashlahatan agama dan dunia, jika tidak ada, maka

    bangunan kemashlahatan dunia tidak tercipta secara stabil, justru akan terjadi

    kerusakan atau kehancuran atau mengancam kehidupan, di sisi lain ketiadaannya

    akan menjadikannya kehilangan kenikmatan dan keselamatan serta akan kembali

    mendapatkan kerugian yang nyata (Zuhroni, 2010).

    Al-Ghazali juga menyatakan bahwa maksud Syariat Islam mencakup lima

    hal, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua yang tercakup

    dalam menjaga lima prinsip tersebut termasuk maslahah, dan semua hal yang

    menjadikannya kehilangan atau lepasnya lima hal tersebut adalah mafsadah

    (Zuhroni, 2010).

    Dalam Al-Quran sangat banyak ayat yang mengharuskan lima hal tersebut,

    antara lain tercakup dalam ayat Al-Quran:

  • 31

    Artinya: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu

    yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat

    baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

    membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan

    memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu

    mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak

    diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu

    membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan

    dengan sesuatu(sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan

    kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati

    harta anak yatim,kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga

    sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan

    dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melain-

    kan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka

    hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan

    penuhilah janji Allah.Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu

    agar kamu ingat ( Q.S. Al-Anam (6): 151-152).

    Dilihat dari segi kepentingannya, cara untuk memelihara lima kepentingan

    tersebut dibagi atas tiga peringkat, yaitu:

    1. Al-Dlaruriyyah (kebutuhan primer) adalah segala sesuatu yang tidak dapat

    ditinggalkan dalam kehidupan keagamaan dan kehidupan manusia.

    2. Hajjiyah (kebutuhan sekunder) yaitu sesuatu yang dibutuhkan manusia

    untuk menghindari kesempitan dan menolak kesulitan.

  • 32

    3. Tahsiniyyah (kebutuhan tertier) adalah kebutuhan yang menunjang

    peningkatan martabat seorang dalam masyarakat dan di hadapan Tuhan

    (Zuhroni, 2010).

    Imam al-Syathibi menyebutkan lima kemashlahatan tersebut meliputi:

    1. Hifzh Al-Nafs (Memelihara Jiwa)

    Memelihara jiwa merupakan sarana utama dan parameter kemukalafan

    seseorang. Untuk menjaga eksistensi kehidupannya maka sianjurkan untuk

    selalu menjaga keeksistensiannya dan memenuhi hak-haknya, di antaranya

    dianjurkan menikah dan berketurunan. Selain itu orang tua wajib menjaga

    amanat yang telah diberikan oleh Allah berupa anak dengan cara

    memberikannya kasih sayang dan perhatian (Zuhroni, 2010). Mengenai hal ini

    dapat dijumpai dalam firman Allah SWT:

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah

    dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati

    amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

    mengetahui (Q.S. Al-Anfal (8):27).

    2. Hifzh Al-Aql (Memelihara Akal)

    Islam sangat menekankan pemeliharaan akal. Akal diposisikan sebagai

    sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan insani. Manusia dimuliakan dari

    makhluk lain karena eksistensi akalnya (Zuhroni,2010). Oleh sebab itu pula,

    manusia diberi mandat menjadi khalifah dan memikul amanat, seperti

    dinyatakan dalam firman Allah SWT:

  • 33

    Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,

    bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul

    amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan

    dipikullah amanat itu oleh manusia (Q.S. Al-Ahzab (33) : 72).

    Untuk menjaga jiwa (hifz al-nafs), maka dianjurkan untuk selalu menjaga

    eksistensinya di antaranya dengan melakukan pengobatan ketika sakit. Bagi

    seorang anak yang sedang sakit, dianjurkan untuk segera berobat. Hal ini untuk

    mencegah komplikasi yang dapat membahayakan anak tersebut. Selain itu, anak

    yang sedang sakit tentunya akan terganggu aktifitasnya. Dengan berobat, maka

    kehidupan anak tersebut akan terjaga. Memelihara kehidupan ini sejalan dengan

    tujuan kedokteran dan ilmu kesehatan, yaitu untuk mempertahankan dan

    memperbaiki kualitas hidup insani (Zuhroni, 2010).

    Akal merupakan hal paling penting dalam pandangan Islam. Oleh karena

    itu Allah SWT selalu memuji orang yang berakal. Hal ini dapat dilihat pada

    firman-Nya:

    Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya

    malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang

    berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit

    berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati

    (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan

    pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan

  • 34

    bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran

    Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. Al-Baqarah (2) : 164).

    Ayat-ayat di atas telah menjelaskan bahwa dengan hanya memelihara jiwa

    saja belum cukup. Berdasarkan ayat 164 dalam hal ini anak-anak penderita

    autis tidak hanya diberikan upaya pengobatan dalam hal meningkatkan

    kualitas hidupnya dengan memelihara jiwa tetapi juga pengobatan yang

    dimaksudkan agar dapat meningkatkan kualitas dalam memelihara akalnya.

    3. Hifzh Al-Nasl (Memelihara Keturunan)

    Islam juga sangat menekankan keberlangsungan eksistensi kehidupan

    manusia. Adapun cara untuk menjaga eksistensi kehidupan manusia, yaitu

    memiliki keturunan dengan cara yang dibenarkan syarak agar manusia tidak

    punah. Orang tua dibebani tugas mendidik anak dan menjalin hubungan kasih

    sayang keluarga, serta menafkahi mereka demi menciptakan generasi yang

    baik dan sehat. Memelihara keturunan disini, antara lain, dengan upaya

    memprogram lahirnya generasi yang sehat dan baik melalui lembaga

    pernikahan, menjauhkan diri dari pendirian atau tindakan hidup salibat,

    mengaharamkan pembunuhan terhadap anak atau aborsi, menjaga kemurnian

    nasab, menjauhkan perzinahan serta seluruh faktor yang dapat menghantarkan

    terjadinya perzinahan, serta perilaku seksual yang menyimpang (Zuhroni,

    2010).

    Dalam memelihara keturunan (hifzh al-Nasl), orang tua harus selalu

    menjaga kesehatan anak dan memenuhi kebutuhannya. Merawat anak autis

  • 35

    harus dilakukan dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketekunan agar anak

    dapat tumbuh seperti anak normal lainnya. Ada beberapa cara yang dapat

    dilakukan oleh orang tua untuk merawat anak autis seperti berbicara perlahan,

    membacakan buku dongeng, memberikan pujian dan penghargaan pada anak

    setelah melakukan sesuatu (Powers, 1989).

    Rasulullah SAW bersabda:

    Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allh daripada

    Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan

    4. Hifzh Al-Din (Memelihara Agama)

    Memelihara agama (hifzh al-din) adalah pengamalan ibadah dalam arti

    luas, mencakup bidang pengalaman terhdapa perintah-perintah agama sebagai

    kewaiban individual yang terkait edngan ibadah maupun akidah. Perawatan

    klinis termasuk bagian dari ibadah tersebut, sebab, dengan kondisi kesehatan

    yang baik manusia mempunyai energi untuk dapat menunaikan kewajiban

    keagamaannya.

    Ibadah dilakukan secraa phisik (jasadiyyah) dan psikis (ruhiyyah), di

    samping sebagian dalam bentuk materi (maliyyah). Bentuk ibadah yang

    bersifat phisik antara lain, shalat, puasa, dan haji. Tubuh yang lemah akan

    menjadikan menghadapi kesulitan. Kesehatan mental dan akidah sangat

    diperlukan untuk memilah, memilih, dan mengethaui akidah yang

    menyimpang. Agama hanya diperlukan bagi orang yang berakal, tidak ada

    agama bagi yang tidak berakal. Karena itu, perawatan medis terhadap

  • 36

    kelainan atau gangguan mental akan berkontribusi penting terhadap

    pelaksanaan agama. Keharusan memelihara gaama bagi kehidupan manusia

    sangat dituntut, sebagaimana dianjurkan dalam al-Quran, di antaranya

    (Zuhroni, 2010):

    Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;

    (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut

    fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama

    yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Al-

    Rum (30):30)

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak autisme

    merupakan ujian dari Allah SWT kepada orang tua agar lebih memperhatikan

    anak. Anak merupakan amanah dari Allah yang harus selalu dijaga dan

    diberikan kasih sayang, salah satunya dengan melakukan pengobatan yang

    sesuai dengan syariat Islam. Pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki

    kondisi anak agar kelak menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua.

    3.3. Tinjauan Islam Terhadap Skrining Autisme Menggunakan

    Electroencephalography

    Banyak ayat al-Quran maupun Hadis berisi anjuran agar menuntut ilmu,

    namun dalam perintah itu tidak ada pemilahan disiplin ilmu yang dimaksud,

    konteksnya umum dan global. Dari segi historis, hal ini dapat dipahami karena pada

  • 37

    masa Nabi, ilmu pengetahuan belum berkembang dan terbagi-bagi dalam disiplin

    ilmu tertentu. Berdasarkan dalil umum dan global, ulama menetapkan bahwa

    menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib, namun secara khusus mereka

    membedakan setiap jenis displin ilmu, ada kategori wajib ain dan wajib kifi.

    Nampaknya hukum yang ditetapkan para ulama didasarkan pada tingkat

    kepentingan,urgensi, mashlahah dan mafsadah dari jenis ilmu yang dimaksud,

    maka secara rinci dan kasuistik kelima hukum taklifi dapat berlaku di dalamnya

    (Zuhroni, 2010).

    Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat terutama

    dalam dunia IT (Informatic Technology), salah satunya adalah aspek kesehatan.

    Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembangan teknologi

    untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan. Salah satu contoh

    pengaplikasian dunia IT di dunia kesehatan adalah penggunaan alat-alat kedokteran

    yang mempergunakan aplikasi komputer, salah satunya adalah EEG

    (Electroencephalography) (Kartika, 2013).

    Electroencephalography adalah suatu teknik pencitraan medis yang menggunakan

    aktivitas listrik yang dihasilkan oleh kulit kepala dari struktur otak (Teplan, 2002)

    yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan gejala pada kerusakan otak,

    salah satunya adalah autisme (Sheikani, 2010).

    Saat memasangkan elektroda (EEG) di kepala, otak akan mengirimkan

    spektrum/sinyal-sinyal ke organ yang dikehendaki untuk bergerak. Melalui sistem

    saraf sinyal-sinyal ini dilanjutkan hingga organ dapat menerjemahkan menjadi

    respon gerak. Sinyal-sinyal ini berwujud gelombang elektrik yang ukurannya

  • 38

    sangat mikro. Sinyal inilah yang berusaha ditangkap dan direkam dengan bantuan

    komputer sehingga aktifitas otak dapat teridentifikasi. Proses pemindaian sinyal

    otak ini tidak seperti pada MRI atau Rontgen yang menggunakan teknologi cahaya.

    Pada EEG (Electroencephalography) pemindaian dilakukan dengan menyalurkan

    gelombang elektrik otak ke dalam kabel dan modulator yang peka terhadap

    gelombang elektrik (Utami, 2013).

    Sebelum melakukan pemeriksaan EEG orang tua harus memperhatikan

    beberapa persyaratan seperti, mencuci rambut anak sebelum pemeriksaan, anak

    wajib makan pada malam hari sebelum pemeriksaan, dilarang mengkonsumsi

    coklat, serta tidur beberapa saat sebelum melakukan tes agar anak tidak tidur waktu

    pemeriksaan berlangsung. Persyaratan itu wajib dilakukan agar didapatkan hasil

    yang maksimal (Mayo, 2009).

    Selanjutnya pasien akan dipasangkan beberapa elektroda pada kulit kepala

    menggunakan gel. Selama proses rekaman berlangsung pasien akan diminta untuk

    relaks dan pada waktu tertentu diberikan rangsangan mata, jari, sistem pernafasan.

    Pasien akan diberikan beberapa perintah seperti tidur relaks dengan atau tanpa

    rangsangan, kemudian dalam keadaan mata terbuka dengan atau tanpa rangsangan

    (Puri, 2011).

    Hasil perekaman gelombang otak seringkali diperlukan dalam menangani

    masalah keluhan saraf sentral. Dokter ahli saraf atau bedah saraf sangat

    memerlukan hasil uji ini untuk menentukan penanganan yang tepat pada seorang

    pasien. Proses rekam gelombang otak ini mungkin berbeda antara satu pasien

    dengan yang lainnya dikarenakan kebutuhan yang berbeda dari dokter yang

  • 39

    merujuk. Pada penderita autis akan terlihat hasil yang berbeda, yaitu adanya

    penonjolan beberapa gelombang seperti gelombang alfa, delta, dan beta.

    Gelombang alfa terjadi saat seseorang mulai mengantuk. Sedangkan gelombang

    delta terjadi saat tertidur/istirahat. Gelombang beta dihasilkan saat seseorang

    melakukan aktivitas sehari-hari (Strzelcka, 2013).

    Allah menghendaki sehat dan sakit, bukan karena kezaliman, tetapi

    karena kebijaksanaan-Nya. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berusaha

    menjalani sebab- sebab yang mengantarkan kepada setiap kebaikan, dan itu

    merupakan kesempurnaan tawakkal seorang hamba. Tidak selamanya manusia

    merasakan kesehatan badan yang sempurna, Allah menimpakan rasa sakit yang

    berbeda-beda menurut perbedaan sebab dan kondisinya, dan tidak ada yang dapat

    menyembuhkannya kecuali Allah semata. Berobat pada dasarnya dianjurkan

    dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya memelihara jiwa dan raga, dan

    ini termasuk salah satu tujuan syariat islam ditegakkan (Ali, 2012). Seperti yang

    terdapat dalam hadits:

    Artinya: Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia

    jadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi

    jangan berobat dengan yang haram (HR.AbuDawud)

    Dalam hadits lain Rasulullah SAW berkata:

    Artinya: Wahai Rasulullah, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,berobatlah,

    karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti

    menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),

    mereka bertanya,apa itu ? Nabi bersabda,penyakit

    tua.(HR.Tirmidzi)

  • 40

    EEG merupakan sebuah pemeriksaan penunjang bertujuan untuk

    mengetahui adanya gangguan fisiologi fungsi otak. Sehingga dapat mendiagnosis

    dini kelainan pada otak seperti autisme. Dengan ini orang tua yang memiliki anak

    penderita autis dapat melakukan terapi sedini mungkin untuk mengurangi

    perburukan mental anak. Untuk itu pemeriksaan EEG perlu dilakukan pada anak

    autis karena memberikan manfaat untuk masa depannya (Sheikhani, 2010).

    Semua tindakan pengobatan terapi kesehatan dan penggunaan metode

    pengobatan jika nyata-nyata bermanfaat maka hukumnya boleh, dan jika

    membahayakan maka hukumnya haram. Seperti yang terdapat pada suatu kaidah:

    Artinya: (Hukum) asal atas sesuatu yang bermanfaat adalah boleh (ibahah)

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan, di samping bernilai sebagai

    tuntunan spiritual syari, berbagai keterangan dalam al-Quran dan hadits Nabi

    mengisyaratkan agar mencari inovasi dalam bidang kesehatan dan kedokteran

    yang pada umumnya bersifat global dan bernilai sebagai anjuran atau pancingan

    untuk penggalian lebih jauh, mendalam, detail, dan rinci. Menyangkut soal teknis,

    maka jabarannya diserahkan kepada upaya manusia itu sendiri, hal tersebut

    termasuk bidang katagori duniawi, seperti diisyaratkan dalam hadits Nabi yang

    menyatakan: Kamu lebih mengetahui persoalanmu (Zuhroni, 2010).

    Rasulullah SAW berkata:

  • 41

    Artinya: Jika sesuatu itu menyangkut urusan dunia kalian maka kalianlah yang

    lebih mengetahui tetapi jika menyangkut urusan agama kalian maka itu

    kepadaku (HR.Ahmad).

    Pemeriksaan EEG ini akan dilakukan oleh teknisi khusus untuk alat ini,

    sedangkan untuk membaca hasil dari EEG dibutuhkan dokter ahli saraf untuk

    membacakan dan menyampaikan hasil kepada pasien (Puri, 2011).

    Dalam praktik apa saja, termasuk dalam bidang kedokteran, Nabi sangat

    menekankan pentingnya sifat profesionalisme. Untuk menjadi profesional maka

    mesti mempelajarinya dengan baik sebelum mempraktikannya, misalnya, Nabi

    melarang berobat kepada yang bukan ahlinya bahkan mengancamnya, seperti

    disebutkan dalam hadits:

    Artinya: Siapa saja yang memberikan pengobatan tetapi tidak mengetahui tentang

    obat patut dicela dan dia harus bertanggung jawab (atas tindakannya

    itu) (HR.Abu Dawud)

    Atas dasar inilah ulama sepakat menyatakan bahwa berobat mesti kepada

    yang ahli, profesional, dan mempunyai otoritas, dilarang kepada yang tidak

    berpengetahuan atau pengetahuannya tentang pengobatan sangat terbatas. Dalam

    pandangan ulama, berobat tidak membedakan metode yang digunakan, modern

  • 42

    atau tradisional, secara medis atau alternatif, yang dituntut adalah profesional

    (Zuhroni, 2010).

    Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak autis selain

    memiliki kekurangan mereka juga memiliki kelebihan yang dapat dilatih agar

    dapat tumbuh secara normal. Oleh karena itu dibutuhkan peran dan kesabaran

    orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak autis. Sehingga akan

    terpenuhinya hifzh nafs, hifzh nasl, hifzh aql dimana orang tua harus menjaga

    keturunannya yang merupakan amanah dari Allah SWT, dalam hal ini orang tua

    anak autisme harus menjaga jiwa dan akal anak autis agar terciptanya hifzh din.

    Rasulullah memerintahkan umatnya untuk terus berobat, salah satu pengobatan

    untuk anak autis adalah melakukan skrining menggunakan

    Electroencephalography. Skrining dengan EEG diperbolehkan karena merupakan

    pemeriksaan yang bersifat non-invasif sehingga tidak menimbulkan komplikasi

    pada pasien dan bermanfaat pada penderita autisme, dimana dari hasil EEG dapat

    membantu orang tua dalam melakukan pengobatan pada anak autis dan mencapai

    tujuan pengobatan yaitu kemaslahatan.

  • 43

    BAB 4

    KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG

    SKRINING AUTISME MENGGUNAKAN

    ELECTROENCEPHALOGRAPHY

    Menurut kedokteran, autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang

    disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan

    pada perkembangan komunikasi, kognitif, perilaku, sensoris, dan belajar.

    Penderita autis memiliki kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial

    sehingga penderita biasanya kurang ramah terhadap lingkungannya. Penyebab

    terjadinya autis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetik

    yang disebutkan menjadi penyebab utama dari autisme dikarenakan adanya

    pengaruh gen orang tua yang diturunkan ke anak. Selain itu kelalaian saat

    kehamilan dan kurangnya asupan nutrisi dapat menjadi pemicu autisme.

    Menurut pandangan Islam, anak autis merupakan ujian dari Allah bagi

    orang tua. Untuk membesarkan serta mendidik anak penderita autis orang tua

    harus memiliki kesabaran yang tinggi, karena hanya dengan bersabar semuanya

    itu akan dapat diatasi. Sehingga anak penderita autis dapat tumbuh menjadi

    pribadi yang mandiri dalam menjalani kehidupannya.

    Ilmu Kedokteran dan Ajaran Islam sependapat bahwa autisme merupakan

    kerusakan pada otak yang mengakibatkan gangguan pada perkembangan jiwa

  • 44

    anak, sehingga butuh penanganan khusus serta perhatian dari keluarga. Untuk itu

    orang tua harus bersabar menghadapi cobaan dari Allah SWT.

    Menurut kedokteran, diagnosis autisme bisa didapat setelah melalui

    pemeriksaan yang mendukung. Diawali dengan melihat gejala klinis yang menjadi

    kriteria autis, kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang. Salah satu

    pemeriksaan penunjang autisme adalah Electroencephalography. Pemeriksaan ini

    merupakan pemeriksaan non-invasif sehingga tidak akan menimbulkan

    komplikasi. Dari hasil pemeriksaan EEG akan ditemukan adanya kerusakan pada

    otak yang diperlihatkan dengan penonjolan beberapa gelombang otak yang

    mengarah ke autisme. Sehingga dokter dapat menentukan terapi yang harus

    diberikan pada penderita autis.

    Menurut pandangan Islam, berobat sangatlah penting dalam syariat Islam

    untuk mencapai kemaslahatan. Salah satu pemeriksaan yang dianggap dapat

    mencapai maslahah adalah pemeriksaan EEG. Karena pemeriksaan EEG ini

    memberikan manfaat yang cukup besar bagi kesehatan. Salah satu manfaatnya

    adalah dapat mendeteksi dini penyakit autisme pada anak, sehingga akan

    membantu anak autis untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya

    secara normal. Sehingga akan terpenuhi syariat Islam yaitu Hifzh Nafs

    (Memelihara Jiwa), Hifzh Aql (Memelihara Akal) pada anak, Hifzh Nasl

    (Memelihara Keturunan) pada orang tua, serta Hifzh Din (Memelihara Agama)

    pada orang tua dan anak.

    Ilmu Kedokteran dan Ajaran Islam sependapat bahwa

    Electroencephalography memiliki manfaat yang besar bagi penderita autisme.

  • 45

    Sehingga dokter dan keluarga dapat melakukan pengobatan yang terbaik untuk

    penderita.

    Menurut kedokteran, gambaran-gambaran EEG seperti penonjolan

    gelombang alpha, beta, dan delta dapat membantu kita memahami tentang

    bagaimana gen dapat mempengaruhi otak, kombinasi skor risiko genetik pada

    autisme. Selain dapat mendiagnosis autisme EEG dapat pula mendiagnosis

    penyakit epilepsi yang dapat terlihat dari kelainan pada otak pasien. Sehingga

    dengan dilakukannya pemeriksaan ini dokter dapat melakukan intervensi bila

    ditemukan adanya epilepsi berupa terapi farmakologis dan non-farmakologis.

    Electroencephalography memiliki keuntungan yaitu dapat mempelajari fungsi

    otak pada gangguan perkembangan seperti ASD. Sehingga dapat membantu

    dokter memilih tatalaksana untuk penyakit autis dan membantu penderita

    memiliki kelasungan hidup yang lebih baik.

    Menurut Islam, pemeriksaan Electroencephalography bermanfaat pada

    penderita autisme, dimana dari hasil EEG dapat membantu orang tua dalam

    melakukan pengobatan pada anak autis. Pemeriksaan ini dibenarkan, karena niat

    dan motivasi utamanya adalah pengobatan. Hal ini sesuai dengan kaidah manfaat

    (Hukum) asal atas sesuatu yang bermanfaat adalah boleh (ibahah)

    Ilmu Kedokteran dan Ajaran Islam sependapat bahwa pemeriksaan

    Electroencephalography bermanfaat dan efektif pada penderita autis, karena dapat

    memperbaiki kelangsungan hidup penderita autis. Oleh karena itu pemeriksaan ini

    diperbolehkan untuk tujuan kemaslahatan.

  • 46

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Autisme adalah gangguan perkembangan yang disebabkan oleh adanya

    kerusakan pada otak. Adapun cara mendiagnosis autisme yaitu dengan

    melihat kriteria-kriteria gangguan autisme, antara lain gangguan dalam

    interaksi sosial yang timbal balik, seperti tidak dapat menjalin interaksi

    sosial (kontak mata) dan tidak bisa bermain dengan teman sebaya. Kedua,

    gangguan komunikasi seperti, perkembangan berbicara terlambat atau

    tidak dapat berbicara sama sekali. Ketiga, adanya perilaku yang berulang,

    seperti melakukan gerakan aneh yang berulang-ulang.

    2. Hasil dari pemeriksaan Electroencephalography pada penderita autisme

    ditemukan aktivitas gelombang yang abnormal, seperti adanya aktivitas

    gelombang epileptiform yang paroksismal dimana aktivitas gelombang ini

    mengakibatkan gangguan berbicara dan bahasa pada penderita. Gambaran

    selanjutnya ditemukannya gelombang mu dimana gelombang ini akan

    mempengaruhi motorik pada penderita. Adanya penonjolan gelombang

    beta tinggi dimana gelombang ini akan mempengaruhi suasana hati

    penderita. Gambaran yang terlihat selanjutnya adalah penonjolan aktivitas

    gelombang delta yang mempengaruhi kondisi penderita, di antaranya

    perilaku impulsif, hiperaktif, dan kurangnya perhatian.

  • 47

    3. Menurut pandangan Islam, anak autisme adalah salah satu cobaan dari

    Allah SWT kepada orang tua, dan Islam menganjurkan untuk selalu

    berusaha mencari jalan keluar masalah, seperti mencari pengobatan yang

    paling tepat untuk diri pasien. Pemeriksaan Electroencephalography pada

    penderita autisme diperbolehkan dalam Islam karena pemeriksaan ini

    bermanfaat bagi dokter dalam mengetahui letak kerusakan pada otak

    penderita sehingga dapat memberikan terapi yang tepat. Sehingga akan

    tercapainya tujuan pengobatan yang sesuai dengan syariat Islam yaitu

    Hifdz Nafs (Memelihara Jiwa), Hifdz Aql (Memelihara Akal), Hifdz Nasl

    (Memelihara Keturunan), Hifzh Din (Memelihara Agama).

    5.2 Saran

    1. Bagi keluarga anak penderita Autisme

    Kepada keluarga penderita diharapkan segera melakukan pemeriksaan

    skrining autisme dengan EEG agar penderita dapat diterapi dan dilatih

    kemampuannya sedini mungkin sehingga tidak memperburuk keadaan

    penderita.

    2. Bagi masyarakat

    Kepada masyarakat yang mempunyai gejala dan faktor risiko autisme

    untuk segera memeriksakan diri ke dokter agar dapat terdiagnosis secara

    dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai untuk menurunkan risiko

    gangguan sosial.

  • 48

    3. Bagi tenaga kesehatan

    Kepada tenaga kesehatan khususnya dokter agar dapat menginformasikan

    mengenai skrining menggunakan Electroencephalography pada penderita

    autisme. Sehingga dapat dilakukan pengobatan dan meningkatkan kualitas

    hidup penderita.

    4. Bagi peneliti

    Kepada para peneliti diharapkan agar terus melakukan penelitian dan

    penemuan baru khususnya pemeriksaan EEG pada autisme dan

    menyebarluaskan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat agar

    pengetahuan dan kepekaan masyarakat akan penyakit ini menjadi lebih

    baik.

    5. Bagi pemuka agama

    Kepada pemuka agama hendaknya menyampaikan dakwah kepada

    masyarakat mengenai skrining autisme pada anak untuk mendapatkan

    kehidupan anak yang lebih baik.

  • 49

    DAFTAR PUSTAKA

    Al-Quran dan Terjemahannya. 2006. Departemen Agama Republik Indonesia,

    Cetakan ke-10. Jakarta.

    Albihar AP. 2011. di balik kekurangan ada kelebihan hakiki. Tersedia di

    http://anakkecildengandunianya.blogspot.com/p/mitos-tentang-autism.html.

    Diakses tanggal 15 Februari 2015

    Ali AI. 2012. Berobat dalam Islam. Tersedia di https://maktabahabiyahya.

    wordpress. com/2012/05/30/berobat-dalam-islam/. Diakses tanggal 26 Maret

    2015

    Amran. 2012. Sabar dan Ikhlas. Tersedia di

    http://pancarancahayailahi.blogspot.com /p/sabar-dan-ikhlas.html. Diakses

    tanggal 19 Februari 2015

    Anand R. 2004. Autism And Epilepsy: The Complex Relationship Between

    Czognition, Behavior And Seizure. The Internet Journal of Neurology

    Arvin B.K. 2000. NELSON Ilmu Kesehatan Anak (Edisi 15). Jakarta: EGC

    Bintoro AC. 2012. Pemeriksaan EEG untuk Diagnosis dan Monitoring pada

    Kelainan Neurologi. Med Hosp, 64-70

    Blumberg SJ et al. 2012. Changes in Prevalence of Parent-reported Autism

    Spectrum Disorder in School-aged U.S. Children. National Health Statistic

    Report, 1-12

    Bonamigo L., Tomlinson L. 2011. Procedures for Performing Standard EEG

    Recordings.Toledo, 1-7

    Cohen SB., Chuan LM., Lombardo MV.2014. Autism. The Lancet, 896-910

    Duff J. 2004. The usefulness of quantitative EEG (QEEG) and neurotherapy in the

    assessment and treatment of of PTSD. Clinical Electroencephalography &

    Neuroscience, 35(4): 198-209

    Fadhli A. 2010. Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek, pp

    18-21

    http://anakkecildengandunianya.blogspot.com/http://anakkecildengandunianya.blogspot.com/p/mitos-tentang-autism.html
  • 50

    Ferdianata. 2013. Qurrota A'yun Impian Keluargaku. Tersedia di

    http://santriopojare.blogspot.com/2014/01/qurrota-ayun-impian-keluargaku.

    html. Diakses tanggal 19 Februari 2015

    Gabis L., Pomeroy J., Andriola M. 2005. Autism and epilepsy: Cause,

    consequence, comorbidity, or coincidence. Elsevier, 652-656

    Hamer HM., Knake S., Schomburg U., Rosenow F. 2000. Valproate-induced

    hyperammonemic encephalopathy in the presence of topiramate. Neurology

    Journal

    Jeste SS. 2011. The Neurology of Autism Spectrum Disorders. Curr Opin Neurol,

    1-13

    John F., Kennedy B. 2010. Practical Approach To Electroencephalography.

    Phialdephia: Saunders Elsevier. Hal: 1

    John PB., Ivy N., Carlos SS., Vanja CD., Andrew J. 2013. Diagnostic Yield of

    Electroencephalography in a General Inpatient Population. Mayo Clinic

    Proceedings.

    Kartika D. 2013. Kemajuan Teknologi: Bidang Kesehatan. Tersedia di http://

    dewikartika991.blogspot.com/2013/04/perkembangan-iptek-di-dunia-

    kesehatan. html. Diakses tanggal 19 Februari 2015

    Kusumawati K, Gunadharma S, Kustiowati E. 2014. Tatalaksana Epilepsi. Edisi

    5. Jakarta: PERDOSSI

    Levy S E., Mandell D S., Schultz RT. 2009. Autism. The Lancet, 1627-1639

    Lumbantobing SM. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Balai

    Penerbit Fakultas kedokteran Indonesia

    Mashabi NA., Tajudin NR. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu Dengan

    Pola Makan Anak Autis. Makara Kesehatan, 84-86

    Mayo WW., Mayo CH., Mayo WJ. 2009. Mayo Clinic Family Health Book.

    America: Oxmoor House

    http://santriopojare.blogspot.com/2014/01/qurrota-ayun-impian-keluargaku.%20htmlhttp://santriopojare.blogspot.com/2014/01/qurrota-ayun-impian-keluargaku.%20htmlhttp://blog.politekniktelkom.ac.id/30112183/2012/11/24/kemajuan-teknologi-bidang-kesehatan/http://e-resources.pnri.go.id:2056/indexinglinkhandler/sng/au/Levy,+Susan+E/$N?accountid=25704http://e-resources.pnri.go.id:2056/indexinglinkhandler/sng/au/Mandell,+David+S/$N?accountid=25704http://e-resources.pnri.go.id:2056/indexinglinkhandler/sng/au/Schultz,+Robert+T/$N?accountid=25704http://e-resources.pnri.go.id:2056/pubidlinkhandler/sng/pubtitle/The+Lancet/$N/40246/DocView/199053705/fulltext/$B/1?accountid=25704
  • 51

    Malmivuo J., Plonsey R.1995. Principles an Applications o Bioelectric and

    Biomagnetic Fields. New York: Oxford University

    McGowan JF. 2012. Displaying eror bars in GNU octave. Tersedia di http://math-

    blog.com/2012/07/15/displaying-error-bars-in-gnu-octave/. Diakses tanggal

    23 Maret 2015

    Niedermeyer E. 2004. Electroencephalography: Basic Principles, Clinical

    Applications, and Related Fields. Lippincot Williams & Wilkins.

    Nurhikmah. 2013. Anak adalah Amanah. Tersedia di http: //salafy.Or.Id /blog/

    2011/ 12/01/anak-adalah-amanah/. Diakses tanggal 15 Februari 2015

    Powers MD. 1989. Children with autism. A parents' guide. Woodbine House.

    Prastana WA. 2012. Hypnoterapi untuk anak autis (ASC). Tersedia di

    http://hypnotherapy-indonesia.blogspot.com/. Diakses tanggal 23 Maret

    2015

    Puri TM. 2011. ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG). Tersedia di http://

    ordinaryphoo.blogspot.com/2011/08/elektroensefalografi-eeg.html.Diakses

    tanggal 19 Februari 2015

    Pusponegoro, HD. 2006. Kesulitan Belajar dari Masa ke Masa Deteksi Dini dan

    Intervensi Terkini. Jakarta: LPT-UI

    Sheikhani A., Benham H., Mohammadi MR., Noroozian M., Mohammadi M.

    2010. Detection of Abnormalites or Diagnosing of Children with Autism

    Disorder Using of Quantitative Electroencephalography Analysis. J Med

    Syst, 1007-1091

    Strzelecka J. 2013. Electroencephalographic Studies In Childern with Autism

    Spectrum Disorder. Elsevier, 317-323

    Sunaryo. 2007. Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas

    Takagaki K., Russell J., Lippert MT., Motamedi GK. 2014. Developmennt of The

    PosterioGAMBARr Basic Rhythm In Childern with Autism. Elsevier, 1-7

    http://salafy.or.id/blog/2011/12/01/anak-adalah-amanah/http://salafy.or.id/blog/2011/12/01/anak-adalah-amanah/http://blog.politekniktelkom.ac.id/30112183/2012/11/24/kemajuan-teknologi-bidang-kesehatan/
  • 52

    Teplan M. 2002. Fundamentals Of Eeg Measurement. Measurement Science

    Review, 1-11

    Tierney AL., Durnam LG., Farley VV., Flusberg HT., Nelson CA. 2012.

    Developmental Trajectories of Resting EEG Power: An Endophenotype of

    Autism Spectrum Disorder. PLos ONE, 1-11

    Utami H, Utami TH, Hazar ZI. 2013 . ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG).

    Tersedia di http://hertaww.blogspot.com/2013/09/makalah-eeg.html.

    Diakses tanggal 19 Februari 2015

    Wang J et al. 2013. Resting state EEG abnormalities in autism spectrum disorders.

    Journal of Neurodevelopmental Disorders, 1-14

    Wulandari HK. 2012. Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Kemampuan

    Bahasa Pada Anak Penderita Autisme Di Sekolah Kebutuhan Khusus

    Denpasar Tahun 2012. Udayana, 1-8

    Zuhroni 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan.

    Universitas YARSI, Jakarta.

    http://blog.politekniktelkom.ac.id/30112183/2012/11/24/kemajuan-teknologi-bidang-kesehatan/http://hertaww.blogspot.com/2013/09/makalah-eeg.html