SKILLAB BARU

109
BUKU PANDUAN SKILLAB SEMESTER I TIM SKILLAB : 1. dr. Mustofa, MSc. 2. dr. Mohamad Fakih, MM 3. dr. Tisna Sendy Pratama JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014

description

unsoed

Transcript of SKILLAB BARU

  • BUKU PANDUAN SKILLAB

    SEMESTER I

    TIM SKILLAB :

    1. dr. Mustofa, MSc.

    2. dr. Mohamad Fakih, MM

    3. dr. Tisna Sendy Pratama

    JURUSAN KEDOKTERAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    PURWOKERTO

    2014

  • No Topik Tujuan Pembelajaran Durasi

    SEMESTER 1

    1. Anamnesis dan

    informasi kesehatan

    saraf dan endokrin

    (KONSELING)

    Mahasiswa mampu menggali informasi dengan

    menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup terkait

    dengan kesehatan saraf dan endokrin

    100

    Mahasiswa mampu memberikan informasi mengenai

    kesehatan saraf dan endokrin

    2. Pemeriksaan kesadaran

    (GCS & PCS)

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kesadaran,

    meliputi:

    - Glasgow Coma Scale

    - Penilaian orientasi

    - Penilaian kemampuan bicara dan bahasa

    - Penilaian daya ingat/memori

    100

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kesadaran

    dengan menggunakan Pediatric Coma Scale

    3. Pemeriksaan kepekaan

    sensorik & kekuatan

    motorik

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kepekaan

    sensorik & kekuatan motorik, meliputi:

    - Penilaian sensasi nyeri

    - Penilaian sensasi suhu

    - Penialaian sensai raba halus

    - Penilaian rasa posisi

    - Penilaian rasa diskriminatif

    - Penilaian tonus otot

    - Penilaian kekuatan otot

    100

    4. Pemeriksaan refleks

    fisiologis

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refleks

    fisiologis & patologis, meliputi:

    - Refleks tendon (bisep, trisep, pergelangan, patella

    dan tumit)

    - Refleks abdominal

    - Refleks kremaster

    - Refleks anal

    - Reflex bulbocavernosus

    - Refleks Hoffman-tromner

    - Respon plantar (grup babinski)

    - Snout reflex

    - Rooting reflex

    - Grasp reflex

    - Refleks glabela

    - Refleks palmomental

    - Deteksi kaku kuduk

    100

  • 5. Pemeriksaan saraf

    kranial

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf

    cranial, meliputi:

    - Pemeriksaan indera penciuman

    - Inspeksi lebar celah palpebra

    - Inspeksi pupil (ukuran dan bentuk)

    - Penilaian reaksi pupil terhadap cahaya

    - Penilaian gerak bola mata

    - Penilaian diplopia

    - Penilaian nistagmus

    - Reflex kornea

    - Penilaian kesimetrisan wajah

    - Penilaian kekuatan otot temporal dan masseter

    - Penilaian sensorik wajah

    - Penilaian gerak wajah

    - Pemeriksaan tanda chvostek

    - Penilaian indera pengecapan

    - Penilaian kemampuan menelan

    - Inspeksi palatum

    - Penialaian otot sternomastoid dan trapezius

    - Inspeksi lidah saat diam dan bergerak (menjulurkan

    lidah atau mengucapkan kata)

    - Pemeriksaan reflex muntah

    100

    6. Pemeriksaan

    keseimbangan &

    koordinasi

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan

    keseimbangan & koordinasi, meliputi:

    - Inspeksi gait

    - Shallow knee bend

    - Tes Romberg/Romberg dipertajam

    - Tes telunjuk hidung

    - Tes tumit lutut

    - Tes untuk disdiadokokinesis

    100

    7. Anamnesis dan

    informasi kesehatan

    mata dan THT

    (KONSELING)

    Menggali informasi dengan menggunakan pertanyaan

    terbuka dan tertutup terkait dengan kesehatan mata dan

    THT

    100

    Memberikan informasi mengenai kesehatan mata dan

    THT

    8. Pemeriksaan mata Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mata,

    meliputi:

    - Pemeriksaan visus

    - Inspeksi kelopak mata

    - Inspeksi kelopak mata dengan eversi kelopak ke atas

    100

  • - Inspeksi bulu mata

    - Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks

    - Inspeksi sclera

    - Inspeksi orifisium duktus lakrimalis

    - Penilaian posisi bola mata

    - Penilaian penglihatan binokuler

    - Pemeriksaan gerak bola mata

    - Inspeksi pupil

    - Penilaian pupil dengan langsung/tidak langsung

    terhadap cahaya dan konvergensi

    - Inspeksi media refraksi dengan transilmuninasi

    - Inspeksi kornea

    - Tes sensivitivitas kornea

    - Inspeksi bilik mata depan

    - Inspeksi iris

    - Inspeksi lensa

    - Pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi

    Donders

    - Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan palpasi

    - Pemeriksaan reflex fundus

    - Funduskopi untuk melihat pembuluh darih, papil dan

    macula

    - Tes penglihatan warna

    - Pemeriksaan herthel

    9. Pemeriksaan THT Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik THT,

    meliputi:

    - Menggunakan lampu kepala

    - Inspeksi aurikula, posisi telinga dan mastoid

    - Pemeriksaan meatus auditorius eksternus dengan

    otoskop

    - Pemeriksaan membrane timpani dengan otoskop

    - Tes pendengaran menggunakan garpu tala

    - Tes berbisik

    - Inspeksi bentuk hidung dan lubang hidung

    - Rinoskopi anterior

    - Transiluminasi sinus

    100

    10. Pemeriksaan fisik

    kepala dan leher

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kepala dan

    leher, meliputi:

    - Inspeksi kepala dan leher

    - Inspeksi dan palpasi kelenjar ludah

    100

  • - Palpasi nodus limfatikus brakialis

    - Palpasi kelenjar tiroid

    11. Anamnesis dan

    informasi kesehatan

    kulit, otot dan tulang

    (KONSELING)

    Menggali informasi dengan menggunakan pertanyaan

    terbuka dan tertutup terkait dengan kesehatan kulit, otot

    dan tulang

    100

    Memberikan informasi mengenai kesehatan kulit, otot

    dan tulang

    12. Pemeriksaan postur dan

    gerak tubuh

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan postur dan

    gerak tubuh, meliputi:

    - Inspeksi gait

    - Inspeksi dan palpasi otot-otot punggung

    - Inspeksi dan palpasi tulang belakang

    saat berdiri, membungkuk dan berbaring

    - Inspeksi fleksi dan ekstensi punggung

    - Inspeksi postur tulang belakang dan pelvis

    - Perkusi tulang belakang

    - Penilaian gerak panggul (fleksi, ekstensi, abduksi,

    adduksi, rotasi)

    - Inspeksi dan palpasi posisi scapula

    - Penilaian fungsi otot dan sendi bahu

    - Inspeksi dan palpasi trofi otot ekstremitas

    - Inspeksi dan palpasi tonus otot ekstremitas

    - Inspeksi dan palpasi tendon dan sendi ekstremitas

    - Penilaian fungdi sendi pergelangan tangan,

    metacarpal dan jari-jari tangan

    - Penilaian ligamen krusiatus dan kolateral lutut

    - Inspeksi postur dan bentuk kaki

    - Penilaian fleksi dorsal/plantar dan inversi-eversi kaki

    - Penilaian ROM

    - Pemeriksaan tanda Patrick-kontrapatrick

    - Pemeriksaan tanda lasegue

    100

  • I. Anamnesis Dan Informasi Kesehatan Saraf Dan Endokrin (Konseling)

    Anamnesis berasal dari kata ana yang artinya hal-hal yang telah terjadi dan nesa artinya ingatan.

    Dibedakan 2 anamnesis yaitu :

    1. Auto anamnesis yang berasal dari penderita sendiri

    2. Allo anamnesis yang berasal dari orang lain seperti keluarga, polisi, penduduk lain. Dikerjakan pada

    keadaan sebagai berikut:

    Pasien dengan penurunan atau perubahan kesadaran.

    Pasien bayi, anak-anak atau orang sangat tua

    Untuk konfirmasi auto anamnesis

    Anamnesis awal

    Identitas pasien merupakan data pokok yang harus dikaji lebih awal. Nama penderita

    yang anda periksa, umur, jenis kelamin, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, tempat

    tinggal, dokter yang merujuknya harus pula anda catat pada saat pemeriksaan dilakukan. Jika ini

    bukan merupakan kunjungan yang pertama, maka jumlah serta tanggal kunjungan sebelumnya

    harus juga anda catat. Tambahkan pula suatu pernyataan yang menerangkan sejauh mana

    seluruh keterangan yang diberikan oleh penderita dan pelapor dapat dipercaya. Riwayat maupun

    pemeriksaan tersebut harus pula ditandatangani dan diberi keterangan kedudukan orang yang

    melakukan pemeriksaan.

    Keluhan Utama

    Keluhan utama adalah pernyataan dengan bahasa sendiri sebagai penyebab utama pasien

    untuk mencari bantuan kesehatan. Keluhan utama dapat berupa nyeri (seperti nyeri perut), gejala

    tidak enak (seperti kelelahan), kehilangan fungsi normal (seperti fungsi kandung kemih), perubahan

    dari tubuh (seperti bengkak) atau keluhan kejiwaan (seperti cemas, depresi), yang tidak harus

    merupakan masalah sebenarnya.

    Keluhan utama yang dinyatakan oleh pasien merupakan dasar utama untuk memulai

    evaluasi masalah pasien. Keluhan tersering yang membuat seseorang datang ke dokter adalah

    nyeri atau yang erat hubungannya dengan ketidaknyamanan. Tulislah pernyataan singkat, sejauh

    mungkin dengan mempergunakan kalimat yang dipakai oleh penderita itu sendiri, mengenai apa

    sebenarnya yang tengah dialaminya, dengan mengemukakan gejala-gejala atau tanda-tanda serta

    berapa lama semua gejala-gejala serta tanda-tanda tersebut sudah berlangsung. Hindarkan, jika

    memungkinkan, penggunaan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu

    diagnosis atau yang mempunyai kaitan diagnostik murni.

    Lama waktu terjadinya keluhan utama harus ditanyakan. Apakah gangguan yang

    dialaminya bersifat akut atau kronis? Beberapa penyakit timbul dan berakhir secara mendadak,

    sedangkan penyakit lain mulai secara perlahan dan tidak nyata. Sudah pasti penting untuk

    mengetahui dengan baik lokasi rasa nyeri atau perasaan tidak nyaman tersebut. Lokalisasi rasa

    ANAMNESIS

  • nyeri atau ketidaknyamanan akan membantu memusatkan perhatian kita kepada organ atau

    daerah tertentu. Apakah rasa nyeri tersebut tetap terlokalisir ataukah merambat atau memancar

    ke daerah yang lain.

    Perkembangan gejala-gejala berkaitan erat dengan lamanya penyakit. Apakah gangguan

    berkembang cepat atau lambat? Apakah gejala bertambah baik pada waktu-waktu tertentu,

    sedangkan waktu lain malah bertambah buruk? Perhatikan sifat rasa nyeri atau perasaan tidak

    nyaman yang dikeluhkan oleh pasien. Apakah rasa nyeri bersifat tajam atau tumpul? Apakah

    yang dikeluhkan benar-benar rasa nyeri atau perasaan tidak nyaman belaka. Tetapkan dengan

    pasti pengaruh kegiatan-kegiatan normal terhadap gejala. Apakah pengaruh sikap tubuh terhadap

    gejala tersebut? Tidur, makan dan istirahat apakah mempengaruhi rasa sakit/ ketidaknyamanan

    tersebut?

    Riwayat Penyakit Sekarang(RPS)

    RPS adalah rincian gambaran dari keluhan utama pasien dengan sasaran untuk mendapatkan

    hubungan dan gambaran umum bagaimana keluhan utama pasien terjadi. Yang paling penting

    adalah fungsinya sebagai sumber informasi yang hakiki untuk membuat diagnosis.

    Bila, mengapa dan bagaimana penderita sampai menjadi sakit? Rinci kronologis yang

    disusun secara ringkas, semua keterangan yang berhasil dikumpulkan yang mempunyai kaitan

    dengan permulaan timbulnya penyakit, maupun perjalanan penyakit. Bila mungkin, pancing

    serta korek pengertian serta pemahaman yang dimiliki oleh penderita tentang penyakit yang

    tengah dialaminya tersebut serta harapan-harapan yang terkandung dalam dirinya mengenai

    kunjungan ini. Untuk membuat RPS ada 7 dimensi dari gejala klinik yang harus ditanyakan dalam

    anamnesa, yaitu :

    1. Lokasi : Dimana lokasi masalah tersebut? Apakah ada penjalaran? Contoh : Tolong tunjukkan

    dengan satu jari dimana lokasi nyeri yang tepat?

    2. Kualitas : Seperti apa keluhan tersebut dan bagamana rasanya ? Apakah tajam atau tumpul, hilang

    timbul atau menetap?

    3. Kuantitas/beratnya : Seberapa berat penyakitnya?. Misalnya beratnya nyeri dengan skala 1 sampai

    10 dimana skala 1 tidak nyeri sedangkan 10 sangat nyeri.

    4. Kronologis/waktu : Kapan gejala atau masalah mulai?.Bagaimana kejadiannya? Misalnya pada

    nyeri dada perlu ditanyakan pertama kali terjadi atau sebelumnya pernah terjadi. Pada diare

    ditanyakan berapa kali mencretnya.

    5. Kejadian yang memperberat keluhan : Misalnya pada ulkus ventrikuli diperberat dengan makan

    pedas, nyeri dada bertambah pada saat bekerja dan sebagainya

    6. Kejadian yang memperingan keluhan : Misalnya pada gastritis nyeri uluhati berkurang dengan

    makan dan sebagainya

    7. Gejala klinik yang menyertai : Misalnya kolik ureter disertai dengan kesulitan defekasi

    Teknik untuk mendapatkan Riwayat Penyakit Sekarang

    1. Tipe pertanyaan :

    Open ended, umumnya dipergunakan pada saat mulai wawancara sampai selesai.

  • Direct, artinya langsung menuju apa yang ditanyakan. Misalnya "kapan nyeri itu dimulai?",

    " Berapa kali beraknya?

    Design, merancang informasi spesifik tentang sesuatu yang khusus.

    Multiple, hindari pertanyaan yang banyak namun tidak berhubungan. Misalnya "apakah ada

    perubahan dalam kencing atau berak, darah dalam tinja atau nyeri perut?". Karena kita bisa

    lupa tentang apa yang ditanyakan.

    Laundry List, hindari pertanyaan seperti pada multipel sehingga pasien sulit untuk

    menjelaskan gejala yang dialami. Misalnya " apakah nyeri tajam atau tumpul ". Seharusnya

    ditanyakan seperti" seperti apa nyeri yang diderita ?"

    2. Cara komunikasi :

    Yakinkan pasien nyaman

    Yakinkan pasien siap untuk mendengar

    Perkenalkan diri anda

    Hormati pasien dengan menyebut nama yang lengkap.

    Fasilitasi bila cerita pasien terhenti.

    Perlihatkan rasa empati.

    Bangkitkan rasa kasihan terhadap penderitaan pasien.

    Timbulkan suasana keheningan

    Klarifikasikan cerita pasien bila kurang jelas.

    Ulangi lagi cerita yang didengar untuk meyakinkan.

    Pergunakan ringkasan.

    Pergunakan pernyataan peralihan

    Pergunakan pernyataan atau pertanyaan dari kesimpulan seperti "ada lagi yang bapak mau

    kemukakan?, " ada hal-hal yang penting yang bapak mau kemukakan?".

    Riwayat Penyakit Dahulu(RPD)

    RPD adalah catatan tentang penyakit dan pengobatan yang dialami pasien pada masa lalu, merupakan

    informasi yang dapat menambah keterangan penyakit sekarang dan atau yang berpengaruh terhadap

    pengelolaan pasien.

    Elemen inti dari RPD adalah :

    1. Kelahiran dan perkembangan dini. Buatlah ikhtisar mengenai apa yang diketahui penderita

    tentang kelahiran, makanan, pertumbuhan, tingkah laku dan lingkungannya, dengan

    menekankan hubungan antar pribadi serta peristiwa-peristiwa penting pada masa kanak-

    kanaknya.

    2. Penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya (masa kanak-kanak dan lain-lain). Catatlah

    penyakit-penyakit menular serta gejala-gejala sisa yang dialaminya, imunisasi, reaksi-reaksi

    alergi dan hipersenstiivitas dan reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh obat-obatan.

    3. Pembedahan, cedera, kecelakaan dan masuk rumah sakit. Berikan tanggal-tanggal peristiwa

    terjadinya dengan keadaan yang menyertai; pancing serta koreklah ulasan-ulasan penderita

    mengenai anestesia, reaksi-reaksi obat dan hasil dari pengobatan yang diberikan kepadanya.

  • 4. Obat-obatan, pengobatan dan kebiasaan. Tanyakan kepada penderita mengenai penggunaan

    teh, kopi, alkohol, tembakau, obat-obat pencahar atau pengobatan lain yang dipergunakan

    secara teratur.

    5. Kesehatan/keadaan umum. Catatlah penilaian penderita anda tentang kesehatannya sebagai

    baik, sedang ataupun buruk.

    Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

    RPK adalah riwayat penyakit yang diderita keluarga sebagai informasi apakah merupakan penyakit

    yang ditularkan atau penyakit keturanan.

    Elemen inti RPK adalah :

    1. Latar belakang keluarga. Usia kedua orangtuanya, keadaan kesehatan mereka, penyakit-

    penyakit fisik dan emosional yang pernah mereka derita di masa lalu, kejadian-kejadian

    penting yang berhubungan dengan umur penderita pada saat peristiwa itu terjadi. Cakup juga

    pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut kakek serta neneknya dan anggota keluarga lainnya.

    2. Saudara kandung. Jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh ibunya; jumlah saudara laki-

    laki dan saudara perempuannya, keadaan kesehatan mereka semua, penyakit-penyakit yang

    pernah mereka derita.

    3. Riwayat perkawinan. Suatu pernyataan tentang istri/suami serta anak-anak penderita, termasuk

    umur mereka masing-masing, keadaan kesehatan mereka, penyakit-penyakit ataupun

    persoalan-persoalan yang pernah dialami serta hubungan emosional yang terdapat antara

    mereka.

    4. Riwayat keturunan. insiden penyakit-penyakit tulang dan sendi, alergi, kanker, diabetes

    melitus, gangguan perdarahan, hipertensi, epilepsi, penyakit ginjal, migren, gangguan saraf

    dan jiwa, demam rematik, tukak lambung dan lain-lain pola penyakit yang dominan yang

    terdapat di lingkungan keluarga penderita.

    Riwayat obstetric dan aktivitas sexual. Apakah dia pernah melahirkan/ hamil? Jika ya, berapa

    kali, bagaimana hasil kehamilannya? Aktivitas sexual merupakan masalah yang tidak nyaman

    untuk ditanyakan, tetapi ini dapat memberikan informasi penting tentang penganiayaan,

    kemampuan untuk mendapatkan keturunan dan lain-lain.

    Riwayat Sosial dan Lingkungan

    1. Pendidikan, dinas kemiliteran dan kegiatan keagamaan. Uraikan bila ada hubungannya.

    2. Riwayat pekerjaan. Uraikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan penderita, baik di dalam,

    maupun di luar rumah, termasuk contoh kegiatan sehari-hari yang khas.

    3. Pengaturan kehidupan. Uraikan aspek-aspek fisik dan sosial rumah penderita.

    4. Masalah-masalah yang mempunyai hubungan dengan penyakit yang diderita sekarang ini.

    Perhatikan serta pertimbangkan masalah-masalah keuangan, perubahan-perubahan dalam

    pekerjaan serta di rumah, penyaluran seksual yang dilakukannya serta penggunaan alkohol,

    obat-obatan dan tembakau. Lakukan penilaian terutama mengenai reaksi emosional penderita

    terhadap penyakit yang sekarang ini.

    Tinjauan Sistem. Bagaimanakah cara anda melakukan tinjauan berbagai sistem? Bilakah hal itu

    anda lakukan? Lakukan hal itu ketika anda sedang memeriksa penderita. Pada waktu anda tengah

  • memeriksa kepalanya, tanyakan apakah ia menderita sakit kepala. Ketika anda sedang melihat

    matanya, tanyakan apakah penderita mengalami kesukaran dengan penglihatannya,

    konjungtivitis dan gangguan-gangguan lainnya. Anda melihat tubuh penderita di hadapan anda.

    Catatlah semua tanda, gejala dan nilai-nilai yang berhubungan. Gunakan tinjauan sistem-sistem

    ini untuk memperoleh keterangan yang mungkin terabaikan sebelumnya.

    1. Umum. Keletihan, penurunan berat badan, demam, dingin, menggigil, berkeringat, berat badan

    waktu berusia 18 tahun, berat badan maksimal waktu dewasa.

    2. Kulit. Ruam, gatal-gatal, tahi lalat, borok, kanker, rambut, pigmentasi.

    3. Kepala dan leher. Sakit kepala, trauma, perasaan nyeri, kekakuan, pembengkakan.

    Mata: kaca mata yang dipakai, perasaan nyeri, diplopia, skotoma, gatal gatal, kekeringan,

    infeksi, kemerahan.

    Telinga: Penurunan atau hilangnya pendengaran, infeksi, perasaan nyeri, tinitus, vertigo.

    Hidung: Kekeringan, perdarahan, perasaan nyeri, kotoran yang dikeluarkan, penyumbatan,

    penciuman, bersin-bersin.

    Mulut: Luka-luka; perasaan nyeri, infeksi; ulkus, suara serak, kekeringan, keadaan gusi,

    lidah, gigi dan gigi palsu; menelan.

    4. Buah dada. Pengeluarannya, bongkol yang terdapat, perasaan nyeri, perdarahan, infeksi.

    5. Pemafasan. Batuk, perasaan nyeri, sputum, asma, dispnea, hemoptisis, sianosis, kontai? akibat

    pekerjaan, tuberkulosis, pneumonia, pleuritis.

    6. Jantung. Angina, dispnea, ortopnea, paroksismal nokturnal dispnea, udema, palpitasi, bising,

    kegagalan, infark, hipertensi, penyakit-penyakit jantung yang diketahui, demam rematik,

    keterbatasan gerak badan.

    7. Pembuluh darah. Klaudikasio, flebitis, ulkus, keadaan vena dan arteri.

    8. Saluran cema. Nafsu ma-kan, menelan, anoreksia, mual, muntah, serdawa, darah, melena,

    perasaan nyeri abdomen, diare, konstipasi, perubahan kebiasaan buang air besar, hemoroid,

    hernia, pemakaian obat-obat pencahar atau antasida, ikterus, gangguan hati, hepatitis.

    9. Ginjal dan saluran kemih. Disuria, hematuria, inkontinensia, nokturia, berapa kali berkemih,

    batu, nefritis, infeksi.

    10. Ginekologik. Sediaan hapus pap (tanggal pembuatan dan hasilnya), menarche (usia berapa),

    siklus, menopause (usia), menoragia, metroragia, bercak-bercak, pengeluaran, gatal,

    disparenia, penggunaan kontrasepsi, penyakit kelamin, tumor, jumlah kehamilan yang telah

    dialami, kelahiran hidup, abortus.

    11. Genitalia pria. Perasaan nyeri, pembengkakan, pengeluaran, penyakit kelamin, kemampuan

    seksual, tumor, ulkus.

    12. Muskuloskeletal. Perasaan nyeri, kepekaan yang berlebihan, kekejangan, kelemahan, trauma,

    terkilir, patah tulang, nyeri pada perse.ndian, pembengkakan, kekakuan, nyeri punggung.

    13. Hematologik. Anemia, perdarahan, kelebaman, keganasan, transfusi-transfusi yang pernah

    diterima.

    14. Endokrin dan metabolisme. Perubahan berat badan, diabetes, toleransi terhadap suhu,

    polidipsia, perubahan pada rambut.

  • 15. Susunan saraf. Sinkop, kejang, pusing, stroke, termor, gangguan koordinasi, gangguan

    sensoris, perasaan nyeri, gangguan motoris, daya ingat.

    16. Emosi. Kecemasan, tidur, depresi, keinginan bunuh diri, gambaran mengenai diri sendiri,

    kepuasan dalam kehidupan.

    Alat tulis dan kertas

    Aturan

    a. Satu kelompok yang terdiri dari 10 mahasiswa di bagi menjadi 5 pasang

    subkelompok

    b. Subkelompok kemudian mempelajari satu scenario kasus yang ada.

    c. Subkelompok pertama mempelajari scenario pertama, subkelompok kedua

    mempelajari scenario kedua, dan seterusnya (10 menit)

    d. Kemudian masing-masing subkelompok mempraktekan anamnesis dan konseling

    kesehatan secara bergantian di depan subkelompok lain, dan subkelompok lain

    memperhatikan (kurang lebih 10 menit setiap subkelompok)

    e. Selanjutnya setiap mahasiswa memberikan saran, masukan, dan pendapatnya

    terhadap penampilan konseling mahasiswa lainnya (40 menit)

    Skenario Endokrin dan Saraf

    a. Ganis adalah seorang anak SMP kelas 1. Dia datang berkonsultasi ke klinik

    tempat anda bekerja tentang perubahan pada dirinya, yaitu mulai timbulnya

    rambut di beberapa bagian tubuh, berubahnya suara serta penonjolan dibagian

    leher.

    b. Susi merupakan seorang eksekutif muda yang cukup sukses. Dia mempunyai

    klien dari jepang sehingga untuk menghormatinya Susi mencoba untuk mengikuti

    tradisi kliennya saat menjamu makan siang yaitu dengan duduk bersimpuh.

    Setelah beberapa lama kedua kakinya terasa kesemutan sehingga datang

    berkonsultasi ke Anda yang merupakan dokter perusahaan.

    c. Tn. Anto datang ke tempat praktek anda karena beberapa saat yang lalu siku

    kanannya terbentur meja dan Tn. Anto merasakan sensasi seperti tersetrum

    menjalah dari siku hingga ke jari-jari tangan kannannyanya. Tn. Anto ingin

    berkonsultasi tentang sensasi yang dirasakannya tersebut.

    d. Chibi merupakan mahasiswa tingkat awal di salah satu perguruan tinggi di

    Purwokerto. Dia merasakan bahwa dirinya menjadi mudah marah setiap datang

    bulan. Dia datang ke klinik Universitas untuk berkonsultasi dengan Saudara.

    e. Miko merasakan tangannya kebas setelah memegang es dalam waktu lama

    sehingga tidak dapat merasakan sensasi seperti saat tertusuk benda tajam ataupun

    ALAT DAN BAHAN

  • menyentuh benda panas. Dia ingin berkonsultasi apakah hal yang dialaminya

    normal.

  • PENILAIAN KETRAMPILAN ANAMNESIS

    Nama :

    No mahasiswa :

    No Aspek yang dinilai Nilai

    0 1 2

    1 Persiapan diri, ruangan dan alat yang

    diperlukan

    2 Memberikan salam dan tersenyum pada

    pasien

    3 Memperkenalkan diri

    4 Menanyakan nama panggilan kesukaan

    5 Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

    6 Memberi kesempatan pada pasien untuk

    bertanya

    7 Keluhan utama

    8 Riwayat penyakit sekarang

    9 Riwayat penyakit dahulu

    10 Riwayat penyakit keluarga

    11 Riwayat social dan lingkungan

    12 Riwayat obstetric dan sexual

    13 Meminta persetujuan jika ingin memeriksa

    lebih detail

    14 Pertanyaan berkaitan secara runtut

    15 Melakukan wawancara sesuai rencana

    16 Berhadapan, mempertahankan kontak mata

    17 Membungkuk ke arah pasien dan

    mempertahankan sikap terbuka

    TOTAL SKOR

    Keterangan :

    0 = tidak dilakukan

    1 = dilakukan tetapi kurang sempurna

    2 = dilakukan dengan sempurna

    * = Critical point ( item yang harus dilakukan)

  • PENILAIAN KETRAMPILAN KONSELING

    Nama :

    Nim :

    Keterangan:Berilahtandapadakolom yang sesuai

    0 = tidakdilakukan

    1 = dilakukantapitidakbenar/kadang kadangdilakukan

    2 = dilakukantapitidaksempurna/ seringdilakukan

    3 = dilakukandengansempurna/selaludilakukan

    Nilaiakhir = nilai totalX 100 = X 100 = .

    NO ASPEK YANG DINILAI NILAI

    0 1 2 3

    Keterampilan membuka konseling

    1 Mengucapkan salam, menyapa nama klien

    2 Memperkenalkan diri

    3 Melemparkan obrolan kecil

    Keterampilan menyampaikan informasi

    4 Memberikan informasi mengenai keluhan

    5 Meminta umpan balik dari klien

    Keterampilan mengajukan pertanyaan

    6 Mengunakan pertanyaan terbuka untuk menstimulasi

    7 Mengajukan pertanyaan satu persatu ( tidak tumpang tindih )

    Ketrampilan mendengar aktif

    8 Menjaga kontak mata

    9 Mengunakan bahasa tubuh yang tepat

    10 Memberikan respon yang tepat

    11 Menggunakan jembatan komunikasi ( ya.,he he,angguk, dsb)

    Ketrampilan mendengar aktif

    12 Mengklarifikasi problem utama

    13 Mengidentifikasi kemungkinan solusi

    Ketrampilan merangkum

    15 Mengulangpembicaraanklientanpamengubaharti

    16 Mengulangkalimatpenting

    Ketrampilanmenutupkonseling

    17 Menanyakan apakah masih ada yang belum jelas/ meragukan

    18 Meminta klien membuat kesimpulan

    19 Mempersilahkan klien membuat rencana singkat setelah sesi tsb

    20 Mengucapkan kalimat perpisahan

    NILAI TOTAL

    60 60

  • BERIKAN CATATAN KHUSUS MENGENAI HASIL OBSERVASI DAPAT BERUPA

    KRITIKAN DAN

    SARAN

    ....................................

  • II. Pemeriksaan kesadaran (GCS & PCS)

    :

    Pada akhir kepaniteraan klinik muda,mahasiswa mampu

    1. Definisi Glasgow Coma Scale dan Paediatric Coma Scale.

    2. Indikasi pemeriksaan GCS dan PCS.

    3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dan PCS dengan baik dan benar.

    4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS dan PCS.

    5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS dan PCS.

    Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang

    dewasa,sedangkan paediatric coma scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran secara

    kuantitatif pada anak-anak.

    Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen (output) dan

    aferen (input) di susunan saraf pusat. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk berespon

    terhadap rangsangan dari luar.Kesadaran dapat diditentukan baik secara kualitas maupun

    kuantitasnya. Derajat kesadaran (kuantitatif) ditentukan dari jumlah input susunan saraf

    pusat,sedangkan cara pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan pola-pola output susunan

    saraf pusat menentukan kualitas kesadaran.Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi 2 yaitu

    :

    a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik,propioseptif,dan perasaan

    panca indera.Lintasan ini menghubungkan satu titik pada tubuh dengan suatu titik pada

    kortek perseptif primer.

    b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui aferen

    non spesifik,menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam tubuh ke titik-titik pada

    seluruh kedua kortek serebri.

    Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.Glasgow coma Scale sudah

    digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale

    meliputi :

    1. Eye / Mata

    Spontan membuka mata 4

    Membuka mata dengan perintah(suara) 3

    Membuka mata dengan rangsang nyeri 2

    Tidak membuka mata dengan rangsang

    apapun

    1

    2. Verbal

    Berorientasi baik 5

    A. TUJUAN PEMBELAJARAN :

    B. TINJAUAN PUSTAKA

  • Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti

    keseluruhan kacau)

    4

    Bisa membentuk kata tapi tidak bisa

    membentuk kalimat

    3

    Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki

    arti

    2

    Tidak bersuara 1

    3. Motorik

    Menurut perintah 6

    Dapat melokalisir rangsang nyeri 5

    Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak

    (withdrawal)

    4

    Menjauhi rangsang nyeri 3

    Ekstensi spontan 2

    Tak ada gerakan 1

    Kriteria :

    kesadaran baik/normal : GCS 15

    Koma : GCS < 7

    Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada

    anak-anak yang belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam menentukan skor

    verbal-nya.

    Paediatric Coma Scale meliputi :

    1. Eyes opening / Respon membuka mata

    spontaneously 4

    to verbal stimuli 3

    to pain 2

    never 1

    2. Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik

    Non Verbal Children Best Verbal

    Response

    Score

    smiles oriented to sound

    follows objects interacts

    oriented and

    converses

    5

    consolable when crying and

    interacts inappropriately

    disoriented and

    converses

    4

    inconsistently consolable

    and moans; makes vocal

    sounds

    inappropriate

    words

    3

  • inconsolable irritable and

    restless; cries

    incomprehensible

    sounds

    2

    no response no response 1

    3. Best motor response/ respon motorik terbaik

    obeys commands 6

    localizes pain 5

    flexion withdrawal 4

    abnormal flexion (decorticate

    rigidity)

    3

    extension (decerebrate rigidity) 2

    no response 1

    Children Coma Scale :

    Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon motorik

    Interpretasi :

    1. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk

    2. Skor maksimum adalah 15, prognosis baik

    3. Skor 7 kesempatan untuk sembuh besar

    4. Skor 3-5 berpotensi fatal

    5. Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah karena pengurangan terjadi pada

    respon motorik dan verbal.

    1. Usia 0-6 bulan :

    Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan adalah 2

    2. Usia 6-12 bulan :

    Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah 3.

    Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.

    3. Usia 12-24 bulan :

    Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah 4.

    Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.

    4. Usia 2-5 tahun :

    Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang diharapkan adalah 4.

    Bayi sudah menuruti perintah,skor yang diharapkan adalah 5.

    5. Usia diatas 5 tahun :

    Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit,skor verbal normal yang

    diharapkan adalah 5.

    Skor normal berdasarkan umur :

    0-6 bulan 9

    6-12 bulan 11

    12-24 bulan 12

  • 2-5 tahun 13

    > 5 tahun 14

    1. Alat : skor GCS dan PCS.

    2. Bahan : tidak ada.

    a. Pasien dibaringkan di atas tempat tidur

    b. Nilai status pasien,adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu/tidak.

    c. Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa) dan PCS (anak-anak)

    d. GCS :

    d.1 Eye :

    - saat dokter mendatangi pasien,pasien spontan membuka mata dan memandang dokter :

    skor 4.

    - pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan untuk membuka mata

    oleh dokter : skor 3.

    - pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2.

    - pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun: skor 1.

    d.2 Verbal :

    - pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter dengan benar

    (pasien menyadari bahwa ia ada di rumah sakit,menyebutkan namanya,alamatnya,dll) :

    skor 5.

    - pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung,pasien tidak tahu secara pasti apa yang

    telah terjadi pada dirinya,dan memberikan jawaban yang salah saat ditanya oleh dokter :

    skor 4.

    - pasien mengucapkan kata jangan/stop saat diberi rangsang nyeri,tapi tidak bisa

    menyelesaikan seluruh kalimat,dan tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dari dokter :

    skor 3.

    - pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali,dan hanya mengeluarkan suara yang

    tidak membentuk kata (bergumam) : skor 2.

    - pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor 1.

    d.3 Motoric :

    - pasien dapat mengikuti perintah dokter,misalkan Tunjukkan pada saya 2 jari! : skor 6.

    - pasien tidak dapat menuruti perintah,tapi saat diberi rangsang nyeri (penekanan ujung

    jari/penekanan strenum dengan jari-jari tangan terkepal) pasien dapat melokalisir nyeri :

    skor 5.

    - pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4.

    C. ALAT DAN BAHAN :

    D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN :

  • - saat diberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh di

    bagian atas sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.

    - saat diberi rangsang nyeri,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di

    kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.

    - pasien tidak bergerak walaupun diberi rangsang nyeri : skor 1.

    e. PCS :

    e.1 Eye :

    pemeriksaan sama dengan GCS.

    e.2 Non verbal :

    - pasien tersenyum saat diberi obyek/mainan dan bisa mengikutinya saat digerakkan : skor 5.

    - pasien dapat mengucapkan konsonan saat menangis,interaksi kurang baik : skor 4.

    - pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan saat menangis :

    skor 3.

    - pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2.

    - pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor 1.

    e.3 Verbal :

    sama dengan pemeriksaan GCS.

    e.4 Motoric :

    sama dengan pemeriksaan GCS.

    1. Childrens Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale). Algorithm.

    Available at :

    www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51k. Accessed 22nd

    March,2005.

    2. Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough Dept of

    Public Safety. Available from : URL :

    www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003.

    Accessed 22nd

    March,2005.

    3. Mardjono M,Sidharta P. Neurologi klinis dasar. 6th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1997; 183-5.

    E. Daftar Pustaka

    http://www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51khttp://www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003

  • Penilaian Keterampilan Pemeriksaan GCS dan PCS

    Nama :

    NIM :

    No. Aspek yang dinilai Nilai

    0 1 2

    I Pemeriksaan GCS :

    A. Pemeriksaan Eye/mata :

    1. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan

    membuka mata dan memandang pemeriksa : skor 4

    2. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan

    pasien untuk membuka mata : skor 3

    3. Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa

    cubitan,pasien akan membuka mata : skor 2

    4. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara

    keras/cubitan) pasien tidak membuka mata : skor 1

    B. Pemeriksaan Verbal :

    5. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien

    (tempat,orang,waktu),pasien menjawab dengan

    jelas,benar,dan cepat : skor 5

    6. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien

    dapat menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi

    pada dirinya : skor 4

    7. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat

    menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat

    menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3

    8. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa

    bergumam : skor 2

    9. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak

    mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor 1

    C. Pemeriksaan motorik

    10. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat

    melaksanakannya : skor 6

    11. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien

    mangabaikannya,diberi rangsang nyeri pasien dapat

    melokalisir nyeri : skor 5

    12. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha

    menolaknya : skor 4.

    13. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien

    menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas

  • sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.

    14. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan

    kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi

    tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.

    15. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak

    bergerak/tidak berespon : skor 1.

    II Pemeriksaan PCS

    A. Pemeriksaan mata/eye

    16. Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan

    membuka mata dan memandang pemeriksa : skor 4

    17. Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan

    pasien untuk membuka mata : skor 3

    18 Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa

    cubitan,pasien akan membuka mata : skor 2

    19. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara

    keras/cubitan) pasien tidak membuka mata : skor 1

    B. Pemeriksaan non verbal

    20. Pemeriksa memberi rangsang berupa obyek/mainan yang

    menarik perhatian pasien dan pasien tersenyum serta bisa

    mengikutinya saat digerakkan : skor 5.

    21. Interaksi pasien dengan pemeriksa kurang baik,pasien

    dapat mengucapkan konsonan saat menangis: skor 4.

    22. Pemeriksa mencoba berinteraksi dengan pasien tapi

    pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten

    (konsonan),dan rintihan saat menangis : skor 3.

    23. Pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor

    2.

    24. Pemeriksa memberi rangsangan tapi pasien tidak

    memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor 1.

    C. Pemeriksaan verbal :

    25. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien

    (tempat,orang,waktu),pasien menjawab dengan

    jelas,benar,dan cepat : skor 5

    26. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien

    dapat menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi

    pada dirinya : skor 4

    27. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat

    menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat

    menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3

  • 28. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa

    bergumam : skor 2

    29. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak

    mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor 1

    D. Pemeriksaan motorik

    30. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat

    melaksanakannya : skor 6

    31. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien

    mangabaikannya,diberi rangsang nyeri pasien dapat

    melokalisir nyeri : skor 5

    32. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha

    menolaknya : skor 4.

    33. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien

    menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas

    sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.

    34. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan

    kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi

    tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.

    35. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak

    bergerak/tidak berespon : skor 1.

    Total Nilai

    Keterangan :

    0 : tidak dilakukan sama sekali

    1 : dilakukan tapi tidak sempurna

    2 : dilakukan dengan sempurna

  • III. Pemeriksaan kepekaan sensorik & kekuatan motorik

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistem motorik:

    - posisi tubuh

    - trofi otot

    - tonus otot

    - kekuatan otot

    Evaluasi sistem motorik dibagi menjadi :

    - posisi tubuh

    - gerakan involunter

    - tonus otot

    - kekuatan otot

    Lesi UMN (upper motor neuron) ditandai oleh: kelemahan, kekakuan (spasticity), hiper

    refleks, refleks primitif (meliputi grasp, suck,snout reflex). Lesi LMN (lower motor neuron

    ditandai oleh kelemahan, hipotonus, hiporefleksi, atrofi dan fasikulasi.

    Fasikulasi adalah gerakan halus otot dibawah kulit dan menandakan adanya LMN.

    Fasikulasi disebabkan oleh denerfvasi pada seluruh motor unit yang diikuti oleh hiper sensitif

    terhadaf asetilcolin pada otot yang mengalami denervasi. Atrofi otot yang timbul biasanya

    bersamaan dengan fasikulasi. Fibrilasi adalah kontraksi spontan pada serabut otot secara individu

    sehingga tidak teramati oleh mata telanjang.

    Berikut ini pemerikaan tic, tremor dan fasikulasi. Catat lokasi

    dan kualitasnya, catat pula jika ada hubungan dengan posisi

    tubuh tertentu (spesifik) atau keadaan emosi. Periksalah secara

    sistematik semua kelompok besar otot tubuh.

    Catatlah untuk tiap kelompok otot:

    1. Penampakan otot (wasted, highly developed, normal)

    2. Rasakan adanya tonus otot (flaccid, clonic, normal)

    3. Periksa kekuatan kelompok otot:

    0 Tidak ada kontraksi otot

    1 Kontraksi halus yang teraba saat paien berusa

    kontraksi

    2 Pasien mampu gerak aktif ketika tidak

    melawan gravitasi

    LEARNING OUTCOME:

    TINJAUAN PUSTAKA

  • 3 Pasien mampu melawan gravitasi, tapi tidak

    mampu terhadap tahanan ringan dari

    pemeriksa

    4 Pasien mampu melawan tahanan ringan dari

    pemeriksa

    5 Pasien mampu melawan tahanan yang lebih

    berat dari pemeriksa

    Normal: 5

    Beberapa klinisi membagi lagi dalam sub dengan: menambah +/- menjadi 3+, atau 5-

    Dimulai dari deltoid,

    minta pasien untuk

    mengangkat ledua lengan

    atas ke anterior simultan

    dengan tahanan yang

    diberikan pemeriksa.

    Bandingkan kanan dan

    kiri. m. Deltoid disarafi

    oleh C5 melalui N.

    Axillaris

    Minta pasien untuk untuk

    ekstensi

    antebrachiumdan

    anterofleksi seperti

    membawa nampan

    (supinasi). minta pasien

    untuk memejamkan mata

    dan bertrahan dalam

    posisi tersibut selama 10

    hitungan. Normal mampu

    bertahan. Bila ada

    kelemahan ekstremitas

    superior, mata akan

    pronasi (pronator drift)

    dan jatuh.

    Pronator drift merupakan indikator kelumpuhan/ kelemahan UMN. Pada UMN otot supinator

    ekstemitas superior lebih lemah dari pronator, sehingga cenderung pronasi. Tes ini juga baik

  • untuk menguji konsistensi interna, sebab pasien yang pura-pura akan selalu menjatuhkan tangan

    tanpa disertai pronasi.

    Periksa kekuatan

    fleksi lengan bawah

    dengan memegang

    pergelangan tangan

    dan memberi tahanan

    pada penderita dari

    sisi atas, minta pasien

    untuk fleksi lengan

    bawah. Ulangi dan

    bandingkan dengan

    lengan yang lain. Tes

    ini untuk memeriksa

    m. biseps brachii

    yang disarafi oleh

    C5&6 melalui N

    musculocutaneus.

    Mintalah pasien

    untuk ekstensi lengan

    bawah melawan

    tahan yang diberikan

    pemeriksa. Mulailah

    dari posisi fleksi

    maksimal, posisi ini

    sangat sensitif untuk

    mengetahui

    penurunan kekuatan.

    Bandingkan dengan

    sisi kontra lateral. Tes

    ini untuk memeriksa

    m. triseps brachii

    yang disarafi oleh

    C6&7 melalui nervus

    radialis.

  • Periksa kekuatan

    ekstensi tangan

    dengan meminta

    pasien ekstensi

    perdelangan tangan

    melawan tahanan dari

    pemeriksa.

    Bandingkan dengan

    sisi kontralateral. Tes

    ini untuk memeriksa

    otot ekstensor lengan

    bawah yang disarafi

    oleh C6&7 melalui N

    radialis. N radialis

    nerupakan saraf otot

    extensor lengan,

    mensarai semua otot

    ekstensor pada lengan

    atas dan lengan

    bawah.

    Periksalah tangan

    pasien, cari atrofi otot

    intrinsik, thenar,

    hipothenar.

    Periksalah

    genggaman pasien

    dengan meminta

    penderita

    menggenggam jari

    pemeriksa sekuatnya

    dan tidak melepas

    genggaman saak

    memeriksa mencoba

    menarik jarinya.

    Normal pemeriksa

    tida dapat menarik

    jari dari genggaman

    pasien. Bandingkan

    dengan sisi kontra

  • lateral. Tes ini untuk

    memeriksa kekuatan

    otot fleksor lengan

    bawah dan otot

    intrinsik tangan.

    Otot fleksor jari disarafi oleh C8 melalui N medianus.

    Periksalah otot intrinsik

    tangan sekali lagi,

    dengan meminta pasien

    abduksi pada semua

    jari dan melawan

    tekanan/ tahanan

    pemeriksa. Normal

    pasien dapat menahan

    tekanan pemeriksa.

    Otot abduksi jari

    disarafi oleh T1 melalui

    N ulnaris.

    Periksalah kekuatan

    oposisi ibujari dengan

    meminta pasien

    menyentuhkan ujung

    ibujari dengan jari

    jelunjuknya sendiri dan

    melawan tahanan

    pemeriksa.bandingkan

    dengan sisi kontra

    lateral.

    Oposisi ibujari disarafi

    oleh C8&T1 melalui N.

    medianus.

    Lanjutkan pemeriksaan pada tungkai

  • Periksalah fleksi sendi

    panggul. Pasien dal

    posisi berbaring.

    Mintalah pasien

    mengangkat tungkai

    denga fleksi sendi

    panggul melawan

    tahanan pemeriksa.

    Bandingkan dengan sisi

    kontra lateral. Tes ini

    memeriksa m. iliopsoas

    Fleksi panggul disarafi

    olef L2&3 melalui N

    femoralis.

    Periksalah adduksi

    tungkai dengan

    meletakkan tangan

    pemeriksa pada sisi

    dalam paha dan mintalah

    penderita untuk adduksi

    kedua tungkai.

    Adduksi tungkai disarafi

    oleh L2,3 dan 4

    Periksalah abduksi

    tungkai dengan

    meletakkan tangan

    pemeriksa pada sisi luar

    paha dan mintalah

    penderita untuk abduksi

    kedua tungkai.

    Abduksi tungkai disarafi

    oleh L4,5dan S1

  • Periksalah ekstensi

    panggul dengan meminta

    pasienmenekan tungkai

    kebawah melawan

    tahanan tangan

    pemeriksa yang ada di

    bawah tungkai.

    Bandingkan dengan sisi

    kontra lateral. Tes ini

    memeriksa m. gluteus

    maksimus.

    Ekstensi panggul disarafi

    oleh L4&5 melalui N.

    gluteus

    Periksalah ekstensi lutut

    dengan meletakkan

    tangan pemeriksa di

    bawah lutut dan

    pergelangan kaki,

    mintalah pasien ektensi

    lutut melawan tahan

    pemeriksa, bandingkan

    dengan sisi kontra lateral.

    Tes ini memeriksa m.

    quadriseps femoris.

    Ekstensi lutut oleh m.

    quadriseps dan disarafi

    oleh L3&4 melalui N

    femoralis

    Periksalah fleksi lutut

    dengan memegang lutut

    dan memberikan tahanan

    pada pergelangan kaki.

    Mintalah pasien menarik

    tumit kearah pantat

    sekuat mungkin (fleksi)

    melawan tahanan

    pemeriksa. Bandingkan

  • dengan sisi kontra lateal.

    Tes ini memeriksa otot

    hamstring, yang disarafi

    oleh L5 &S1 melalui

    Nsciatica

    Periksalah dorsofleksi

    dengan meminta pasien

    dorsofleksi kaki sekuat

    mungkin melawan

    tahanan pemeriksa.

    Bandingkan sisi kontra

    lateral. Tes ini

    memeriksa kompartemen

    anterior cruris.

    Dorsofleksi kaki disarafi

    oleh L4&5 melalui N

    peroneus.

    Periksalah plantar fleksi

    dengan meminta pasien

    plantar fleksi sekuat

    mungkin melawan

    tahanan pemeriksa.

    Bandingkan dengan sisi

    kontra lateral. Tes ini

    memeriksa m.

    gastroknemius dan soleus

    di kompartemen posterior

    cruris.

    Planta fleksi disarafi oleh

    S1&2 melalui N. tibialis

  • Mintalah pasien ekstensi

    ibu jari kaki melawan

    tahanan pemeriksa. Tes

    ini memeriksa m.

    ekstensor halucis longus

    yang disarafi oleh L5.

    Pasien dengan kelainan otot primer (seperti: polymiositis), kelainan pada neuromuscula junction

    (miastenia gravis), biasanya kelemahan/ kelumpuhan berkembang pada kelompok otot

    proksimal. Kelemahan terberat pada otot gelang panggul dan gelang bahu. Kelemahan ini

    tampak/ manifes pada kesulitan saat berdiri dari kursi tanpa bantuan otot lengan. Pasien

    biasanya mengeluh kesulitan keluar dari mobil, atau sulit menyisir rambut.

  • PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN:

    Ekstremitas

    Superior:

    Dekstra sinistra

    Inspeksi: (wasted, highly

    developed, normal)

    (wasted, highly

    developed, normal)

    Palpasi

    tonus:

    (flaccid, clonic,

    spastik normal)

    (flaccid, clonic,

    spastik normal)

    Kekuatan : /./ //

    Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:

    Ekstremitas

    Inferior:

    Dekstra Sinistra

    Inspeksi: (wasted, highly

    developed, normal)

    (wasted, highly

    developed, normal)

    Palpasi

    tonus:

    (flaccid, clonic,

    spastik normal)

    (flaccid, clonic,

    spastik normal)

    Kekuatan : /./ //

    Cantumkan otot spesifik yang mengalami kelainan:

    Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan

    sensorik. Gangguan ini tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot.

    Gangguan sensorik dapat menimbulkan perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau

    mati rasa, kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan

    sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena

    sangat subjektif.

    Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus

    dipahami dulu:

    1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah,

    kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi.

    2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan

    fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa

    dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada

    penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.

    TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN SENSORIK

  • 3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota

    gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-

    kedip serta perubahan sikap tubuh.

    4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-

    perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat

    perbedaannya.

    5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap

    bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian

    dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.

    6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal

    ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan.

    7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat

    yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh

    dalam keadaan tegang.

    PRINSIP-PRINSIP UMUM

    1. Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa

    hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau hiperalgesia)

    2. Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi,

    kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom.

    3. Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal,

    radix spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi

    gejala/keluhan dan penemuan lain.

    4. Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering,

    perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit.

    Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

    1. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau jarum pada palu

    refleks) untuk rasa nyeri superficial.

    2. Kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila terpaksa dengan ujung jari tangan yang disentuhkan

    ke kulit secara halus sekali untuk rasa raba/taktil.

    3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih baik menggunakan

    tabung dari metal daripada tabung gelas karena gelas merupakan konduktor yang buruk.

    Untuk sensai dingin menggunakan air bersuhu 5-10C dan sensasi panas diperlukan suhu 40-

    45C. suhu kurang dari 5C dan lebih dari 45C dapat menimbulkan rasa nyeri.

    PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK DAN POSISI

    Alat dan Bahan

  • 4. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar.

    5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif), seperti:

    Jangka untuk two point tactile discrimination

    Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan lain-lain) untuk pemeriksaan

    stereognosis.

    Pensil untuk pemeriksaan graphestesi.

    6. Untuk pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak diperlukan alat khusus.

    CARA PEMERIKSAAN SENSORIK DAN POSISI:

    A. Anamnesis

    a. Apa yang dikeluhkan.

    Keluhan dapat berupa:

    kesemutan atau baal (parestesi)

    rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri (disestesi/painful parestesi)

    kurang peka (hipestesi)

    terlalu peka (hiperestesi)

    gangguan keseimbangan dan gait (gaya berjalan)

    modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal benda pada perabaan tangan

    (astereognosis)

    lain-lain keluhan

    b. Kapan timbulnya keluhan.

    c. Lokasi keluhan.

    Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya dapat dilokalisir, tetapi

    gejala-gejala negative seperti hipestesi dan anogsia sulit dilokalisir.

    d. Sifat keluhan.

    Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan nyeri perlu juga diketahui

    derajat rasa nyeri yang timbul.

    e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.

    Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan. Misalnya pada HNP,

    penderita merasakan ischialgia pada waktu mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat

    pada keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, misalnya

    batuk, mengejan, bersin), dan lain-lain.

    f. Kelainan neurologis yang menyertai.

    Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa, kejang, gangguan

    defekasi dan miksi, dan gangguan saraf otonom.

    B. Pemeriksaan fisik

    1. Pemeriksaan modalitas

    modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu)

    diperiksa lebih dulu sebelum memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.

  • Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial

    Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan

    sensorik. Alat yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul.

    Cara pemeriksan:

    a. Mata penderita ditutup

    b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.

    c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai

    menimbulkan perlukaan.

    d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung

    tumpul secara bergantian. Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang

    dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini

    runcing?

    e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral

    tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)

    f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas

    ketajaman rangsang di derah yang berlainan.

    g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan

    dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal.

    Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam

    Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles, fascia antara jari tangan

    IV dan V atau testis.

    Pemeriksaan sensasi taktil/raba

    Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain. Cara

    pemeriksaan :

    a. Mata penderita ditutup

    b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri.

    c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap

    jaringan subkutan. Tekanan dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan

    atau telapak kaki yang kulitnya lebih tebal.

    d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal.

    Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral

    tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)

    e. Penderita diminta untuk mengatakan ya atau tidak apabila merasakan adanya

    rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh

    mana yang dirangsang.

    Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi

    Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz.

    Cara pemeriksaan:

    a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras.

  • b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang

    menonjol seperti ibu jari kaki, pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis,

    procc. spinosus vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut, tibia, sendi-sendi

    jari dan lainnya. (Gambar 1)

    c. Bandingkan antara kanan dan kiri.

    d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.

    e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian

    tubuh yang sama pada pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran,

    berarti rasa getar penderita sudah menurun.

    Gambar 1

    Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi

    Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan

    terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut

    minimal yang penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan

    penderita untuk menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat khusus.

    Cara pemeriksaan:

    a. Mata penderita ditutup.

    b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke

    atas.

    c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi

    atau gangguan proprioseptik maka lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.

    Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita

    diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi.

    Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya:

    penderita diminta berdiri dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu

    garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke depan. Kemudian penderita diminta menutup

    matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka penderita akan jatuh pada

    satu sisi.

    Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:

    a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup.

    b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu

    sama lain sehingga tidak bersentuhan.

  • c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan

    mungkin sehingga tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara

    itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun.

    d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah

    gerakan pada jarinya.

    Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi

    tertentu dan meminta penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.

    Pemeriksaan sensasi suhu

    Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10C untuk sensasi dingin dan

    air 40-45C untuk sensasi panas.

    Cara pemeriksaan:

    a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup.

    b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.

    c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan

    apakah terasa dingin atau panas.

    2. Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal

    Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak

    ada gangguan tingkat kesadaran, kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu

    memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis)

    Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:

    a. gangguan two point tactile discrimination

    Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota

    gerak secara serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point

    esthesiometer. Pada anggota gerak atas biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang

    normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua

    rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua

    rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang

    penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar 2)

    Gambar 2

    b. gangguan graphesthesia

  • Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada

    bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal

    angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut sementara mata penderita

    ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan

    adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri. (Gambar 3)

    Gambar 3

    Gambar 4

    c. gangguan stereognosis = astereognosis

    Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah

    benda berbentuk yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan

    dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut

    sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan, sensasi proprioseptik

    harus baik. (Gambar 4)

    d. gangguan topografi/topesthesia = topognosia

    Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu.

    Syarat pemeriksaan, rasa raba harus baik.

    e. gangguan barognosis = abarognosis

    Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar

    bendanya kurang lebih sama tetapi beratnta berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak

    dan posisi sendi harus baik.

    f. sindroma Anton-Babinsky = anosognosia

    Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh

    yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan

    tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh

    tersebut.

    g. sensory inattention = extinction phenomenon

    Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan

    adalah dengan merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan

    dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba

    punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat yang diraba.

    Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan

    ulangi perintah yang sama. Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat

  • tersebut dengan tekanan yang sama secara serentak. Bila ada extinction phenomen

    maka pasien hanya akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja.

    3. Pemeriksaan sensorik khusus

    Tinels sign

    Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma Carpal-Tunnel.

    Tepukan ujung jari pada saraf medianus di tengah-tengah terowongan carpal akan

    menimbulkan disesthesi (rasa paresthesi dan nyeri yang menjalar mulai dari tempat

    rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran listrik).

    Perspiration test

    Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung yang diberi yosium,

    sehingga memberikan warna biru.

    Cara pemeriksaan :

    a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung yang mengandung

    yodium.

    b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup supaya cepat

    berkeringat (bila perlu diberi obat antipiretik).

    c. Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang tetap putih (tidak

    ada produksi keringat).

    Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk

    menentukan batas lesinya.

    http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/

    REFERENSI:

    http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/

  • PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

    Nama :

    NIM :

    N

    O

    KETERANGAN SCORE

    0 1 2

    1 Memberi salam dan menyapa

    dengan sopan

    2 Inform konsen pemeriksaan

    3 Meminta pasien duduk di meja

    pemeriksaan

    4 Inspeksi adakah kelainan posisi,

    kelainan perkembangan otot, trofi

    kedua ekstremitas

    5 Palpasi tonus otot ke empat

    ekstermitas

    6 Periksalah fleksi ke dua sendi bahu

    7 Periksalah fleksi ke dua lengan

    bawah

    8 Periksalah ekstensi ke dua lengan

    bawah

    9 Periksalah ekstensi ke dua tangan

    10 Periksalah fleksi jari-jari ke dua

    tangan

    11 Periksalah abduksi jari-jari tangan

    12 Periksalah oposisi ibu jari ke dua

    tangan

    13 Meminta pasien berbaring di meja

    pemeriksaan

    14 Periksalah fleksi ke dua panggul

    15 Periksalah adduksi ke dua panggul

    16 Periksalah abduksi ke dua panggul

    17 Periksalah ekstensi ke dua panggul

    18 Periksalah ekstensi ke dua tungkai

    bawah

    18 Periksalah fleksi ke dua tungkai

    bawah

    20 Periksalah dorsofleksi ke dua kaki

    21 Periksalah plantarfleksi ke dua kaki

    22 Periksalah ekstensi ibu jari ke dua

  • kaki

    total

    KET: 0 : bila tidak dikerjakan

    1 : bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna

    2 : bila dikerjakan dengan sempurna

  • PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SENSORIK

    Nama :

    NIM :

    A. Pemeriksaan Sensasi Taktil

    No Aspek yang dinilai Nilai

    0 1 2

    1 Memberi salam dan memperkenalkan

    diri

    2 Melakukan anamnesis seperlunya

    3 Menjelaskan prosedur dan tujuan

    pemeriksaan

    4 Memilih dengan benar alat yang akan

    dipergunakan

    5 Meminta penderita untuk relaks dan

    memejamkan mata

    6 Mencoba alat pada dirinya sendiri

    7 Meminta penderita mengatakan ya

    atau tidak apabila merasakan

    adanya rangsang

    8 Meminta penderita menyebutkan

    tempat yang dirangsang

    9 Memberikan rangsang pada penderita

    pada daerah yang dicurigai abnormal

    menuju ke daerah normal

    10 Membandingkan daerah yang

    diperiksa pada tempat setangkup

    kontralateral.

    11 Melaporkan hasil pemeriksaan

    B. Pemeriksaan Sensasi Nyeri Superfisial

    No Aspek yang dinilai Nilai

    0 1 2

    1 Memberi salam dan memperkenalkan

    diri

    2 Melakukan anamnesis seperlunya

    3 Menjelaskan prosedur dan tujuan

    pemeriksaan

  • 4 Memilih dengan benar alat yang akan

    dipergunakan

    5 Meminta penderita untuk relaks dan

    memejamkan mata

    6 Mencoba alat pada dirinya sendiri

    7 Meminta penderita untuk

    menyebutkan apakan rangsangnya

    tajam atau tumpul.

    8 Menanyakan apakah ada perbedaan

    intensitas ketajaman rangsangan.

    9 Memberikan rangsang seminimal

    mungkin tanpa menimbulkan

    luka/perdarahan pada penderita pada

    daerah yang dicurigai abnormal

    menuju ke daerah normal.

    10 Melakukan rangsangan dengan ujung

    tajam dan tumpul secara bergantian

    11 Membandingkan daerah yang

    diperiksa pada tempat setangkup

    kontralateral.

    12 Melaporkan hasil pemeriksaan

  • C. Pemeriksaan Posisi

    No Aspek yang dinilai Nilai

    0 1 2

    1 Memberi salam dan memperkenalkan

    diri

    2 MElakukan anamnesis seperlunya

    3 Menjelaskan prosedur dan tujuan

    pemeriksaan

    4 Meminta penderita untuk duduk atau

    berdiri

    5 Meminta penderita memejamkan

    mata

    6 Meminta penderita untuk

    mengistirahatkan jari-jari tangannya

    dan memisahkan stu sama lain.

    7 Menggerakkan jari penderita secara

    pasif dengan sentuhan seringan

    mungkin.

    8 Meminta penderita menyatakan

    adakah perubahan posisi atau adakah

    gerakan pada jarinya.

    9 Melaporkan hasil pemeriksaan

  • IV. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

    Pada akhir sesi, mahasiswa mampu :

    1. Mengetahui definisi pemeriksaan reflek fisiologis.

    2. Indikasi pemeriksaan reflek fisiologis.

    3. melakukan prosedur pemerikdaan reflek fisiologis dengan baik dan benar.

    4. menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan reflek fisiologis

    5. melakukan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis.

    Reflek adalah jawaban terhadap suatu rangsang. Sedangkan reflek fisiologis adalah mucle

    stretch reflexes sebagai jawaban atas perangsangan tendo, periosteum, tulang, sendi, fasia,

    aponeurosis, kulit, semua impuls perseptif termasuk panca indera dimana respon tersebut muncul

    pada orang normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha tubuh untuk

    menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot

    seran lintang.

    Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi

    lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,

    kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak,

    nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.

    Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga

    tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut

    :

    i. Positif Normal

    ii. Positif Meningkat

    iii. Positif Menurun

    Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak

    reflektorik meningkat dari keadaan normal.

    Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh

    melebihi batas sehinggajustru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus

    otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak

    dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus simetris.

    B. Tinjauan Pustaka

    C. Alat dan Bahan

    A. Tujuan Pembelajaran

  • Palu reflek terbuat dari karet

    - Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon, periosteum, dan kulit

    - Anggota gerak yang akan diketuk harus dalam keadaan santai

    - Dibandingkan dengan sisi lainnyha dalam posisi yang simetris

    REFLEK FISIOLOGIS DI EKSTREMITAS ATAS :

    1. Reflek bisep :

    a. Pasien duduk santai

    b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas

    lengan pemeriksa

    c. Ibu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek

    d. Respon : fleksi ringan di siku.

    2. Reflek trisep

    a. Pasien duduk rileks

    b. lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa

    c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani

    d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku.

    3. Reflek brakhioradialis :

    a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek bisep

    b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek

    c. Respon : muncul terakan menyentak pada lengan

    4. Reflek periosteum radialis :

    a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan

    b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis

    c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan

    5. Reflek periosteum ulnaris :

    a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasi

    b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris.

    c. Respon : pronasi tangan.

    REFLEK FISIOLOGIS DINDING PERUT

    Reflek dinding perut:

    a. Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek dengan arah dari samping

    ke garis tengah

    b. Respon : kontraksi dinding perut

    REFLEK FISIOLOGIS EKSTREMITAS BAWAH :

    1. Reflek patella :

    a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai

    b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat

    D. Prosedur Tindakan Pelaksanaan:

  • c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien

    d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang lain.

    e. Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah.

    2. Reflek Achilles

    a. Penderita berbaring terlentang

    b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya

    c. 1 tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang

    lain mengetuk tendo achilles

    d. Respon : plantarfleksi kaki

    3. Reflek Plantar :

    a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek.

    b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki.

    1. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1999;

    429-40.

    2. Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

    Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan ketrampilan keperawatan

    program B semester I. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

    Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-38.

    3. Neurologie examination Available at :

    http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed 19th May, 2005.

    E. Daftar Pustaka :

    http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed

  • Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Reflek Fisiologis

    Nama /:

    N I M :

    No. Aspek Yang Dinilai Nilai

    1. Beri salam pada pasien * 0 1 2

    2. Memperkenalkan diri pada pasien

    3. Menjelaskan pada pasien pemeriksaan yang

    akan dilakukan dan tujuannya.*

    4. Pemeriksaan bisep:

    a. Pasien duduk santai

    b.Lengan rileks, posisi antara fleksi dan

    ekstensi dan sedikit pronasi, lengan

    diletakkan diatas lengan pemeriksa

    c. Ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo

    bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu

    reflek.*

    d.Respon : fleksi ringan disiku*

    5. Pemeriksaan Reflek Trisep :

    a. Pasien duduk rileks

    b.Lengan pasien diletakkan diatas lengan

    pemeriksa

    c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani *

    d.Respon : ekstensi lengan bawah di siku *

    6. Pemeriksaan Reflek brachioradialis:

    a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan

    reflek bisep

    b.Pukullah tendo brakhioradialis pada radius

    distal dengan palu reflek *

    c. Respon : muncul gerakan menyentak pada

    tangan *

    7. Pemeriksaan Reflek ulnaris :

    a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada

    sikap tangan antara supinasi dan pronasi

    b.Ketukan pada periosteum os. Ulnaris *

    c. Respon : pronasi tangan *

    8. Pemeriksaan Reflek radialis :

    a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada

    sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan

    b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis *

    c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi

  • lengan *

    9. Pemeriksaan Reflek patella:

    a. Pasien duduk santai dengan tungkai

    menjuntai

    b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk

    menentukan daerah yang tepat

    c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien.

    d. Ketuk tendo patela dengan palu reflek

    menggunakan tangan yang lain *

    e. Respon : pemeriksa akan merasakan

    kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai

    bawah.*

    10. Pemeriksaan Reflek Achilles :

    a. Penderita berbaring terlentang

    b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan

    pada os. Tibia kaki lainnya

    c. 1 tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki

    yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang

    lain mengetuk tendo achilles

    d. Respon : plantarfleksi kaki *

    11. Pemeriksaan Reflek dinding perut:

    a. Kulit dinding perut digores dengan bagian

    tumpul palu reflek dengan arah dari samping

    ke garis tengah

    b. Respon : kontraksi dinding perut *

    12 Pemeriksaan Reflek Plantar :

    a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung

    tumpul palu reflek

    b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi

    semua jari kaki. *

    Total Nilai

  • V. Pemeriksaan Saraf Cranial

    Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis.

    Saraf kranialis dibagi menjadi 12 jenis, yaitu :

    1. Saraf I (N. Olfaktorius)

    Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah

    penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul.

    Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya

    bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi,

    vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol,

    amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri,

    kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama.

    Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status

    dilaporkan yang abnormal dahulu.

    Cara Pemeriksaan :

    Kedua mata ditutup

    Lubang hidung ditutup

    Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara

    Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan penderita

    diminta menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut.

    Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :

    Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan

    menimbulkan positif palsu.

    Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia).

    Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal

    dan kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis,

    meningioma pada crista sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang

    pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan meningitis basalis (sifilis,

    tuberkulosa).

    Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik,

    pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang merangsang N II, tapi juga yang merangsang N

    PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS

    TINJAUAN PUSTAKA

    LEARNING OUTCOME

  • V (seperti amoniak). Meskipun N I tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat

    menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap tidak membau apa-apa maka

    kemungkinan kelainan psycis.

    2. Saraf II (N. Opticus)

    Pemeriksaan meliputi :

    2.1. Penglihatan sentral

    Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE

    (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan

    refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-

    jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana

    secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.

    2.2. Penglihatan Perifer

    diperiksa dengan :

    a. Tes Konfrontasi.

    Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa sisi lain.

    Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai denganlapang pandang pasien.

    Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.

    Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang

    pasien dengan lapang pandang pemeriksa.

    Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal.

  • b. Perimetri/Kampimetri

    Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi.

    2.3.Melihat warna

    Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati

    pada N II.

    2.4.Pemeriksaan Fundus Occuli

    Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat

    apakah pada papilla N II terdapat :

    1. Stuwing papil atau protusio N II

    Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol

    oleh karena adanya tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh

    darah yang berkelok-kelok dan adanya bendungan.

    2. Neuritis N II

    Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak

    menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat.

    Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :

    Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya.

    Warnanya

    Pembuluh darah

    Keadaan Retina.

  • Papilledema. Note swelling of the disc, hemorrhages, and exudates, with preservation of the

    physiologic cup.

    Optic Atrophy. Note the chalky white disc with discrete margins. Optic atrophy is a late finding

    with increased intracranial pressure.

    Central Retinal Artery Occlusion. Note the diffusely pale retina and prominent central fovea

    which is usually blended in with the normal, pink retina.

    Central Retinal Vein Occlusion. The disc is massively swollen with diffuse hemorrhages and

    cotton-wool spots.

  • Proliferative Diabetic Retinopathy. Note the multiple hemorrhages, exudates and

    neovascularization throughout the retina. Chorioretinal striae extend towards the area of

    fibrovascular proliferation in the lower portion of the photograph.

    3. Saraf III (N. Oculo-Motorius)

    Pemeriksaan meliputi :

    1. Retraksi kelopak mata atas

    Bisa didapatkan pada keadaan :

    Hidrosefalus (tanda matahari terbit)

    Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii

    Hipertiroidisme

    2. Ptosis

    Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan

    memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas

    memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala

    ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara

    kronik dapat dicurigai sebagai ptosis.

    Penyebab Ptosis adalah:

    False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion).

    Disfungsi simpatis (sindroma horner).

    Kelumpuhan N. III

    Pseudo-ptosis (Bells palsy, blepharospasm)

    Miopati (miastenia gravis).

  • 3.Pupil

    Pemeriksaan pupil meliputi :

    Bentuk dan ukuran pupil.

    Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata.

    Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang

    normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang

    biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple

    sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada

    parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris

    Perbandingan pupil kanan dengan kiri

    Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan

    dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor.

    Pada penderita tidak sadar maka harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non

    neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis (akibat lesi batang otak,

    saraf perifer N. III, herniasi tentorium.

    Refleks pupil

    Terdiri atas :

    - Reflek cahaya

    Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh

    melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian

    diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya

    langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak

    maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---pusat---N. Oculomotorius)

    -

    - Reflek akomodasi

    Penderita disuruh melihat benda yang dipegang

    pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda

    tersebut dimana benda tersebut digerakkan

  • pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan

    kontriksi.

    Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek

    cahayanya negatif namun reflek akomodasi positif.

    - Reflek konsensual

    Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang

    lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar

    kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan