Skenario a Blok 16 Fix

100
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 16 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 TUTOR : dr. Rahmat Achmad dr. Joni Anwar, SpP Ajeng Mutia 04011181320007 Elisabeth Gerda Sitompul 04011181320011 Fitri Aulia Dina 04011181320025 Fellani 04011181320061 Patima Sitompul 04011181320069 Nurul Rizki Syafarina 04011181320105 Reinecke Ribka Halim 04011281320031 Mia Esta Poetri 04011281320033 M. Auzan Ridho 04011381320025 Yuventius Odi 04011381320055 Nina Mariana 04011381320059 1

description

Skenario a Blok 16 Fix

Transcript of Skenario a Blok 16 Fix

Page 1: Skenario a Blok 16 Fix

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 16

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

TUTOR : dr. Rahmat Achmad

dr. Joni Anwar, SpP

Ajeng Mutia 04011181320007

Elisabeth Gerda Sitompul 04011181320011

Fitri Aulia Dina 04011181320025

Fellani 04011181320061

Patima Sitompul 04011181320069

Nurul Rizki Syafarina 04011181320105

Reinecke Ribka Halim 04011281320031

Mia Esta Poetri 04011281320033

M. Auzan Ridho 04011381320025

Yuventius Odi 04011381320055

Nina Mariana 04011381320059

Anusha G. Perkas 04011381320081

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENDIDIKAN DOKTER

TAHUN 20151

Page 2: Skenario a Blok 16 Fix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan

hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa

aral yang memberatkan.

Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario A

yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Respirasi.

Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Rahmat Achmad dan dr. Joni

Anwar, SpP yang telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang

terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril

dalam penyusunan tugas laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi

penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 4 Maret 2015

Penyusun

Kelompok Tutorial V

2

Page 3: Skenario a Blok 16 Fix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…........................................................................................ ... 2

DAFTAR ISI…………............................................................................................. . 3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 5

SKENARIO A................………............................................................................... 5

I. Klarifikasi Istilah................................................................................................ 6

II. Identifikasi Masalah............................................................................................. 6

III. Analisis Masalah............................................................................................... .. 7

IV. Kerangka Konsep............................................................................................... 26

V. Learning Issue................………………………………………......…………... 27

V.1. TB Paru................................................................................................... 27

V.2. HIV......................................................................................................... 38

V.3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan.............................................. 47

V.4. Pemeriksaan Penunjang TB.................................................................... 55

V.5 Immunologi Sistem Pernafasan.............................................................. 58

VI. KESIMPULAN………………………………………………………............ 64

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………............ 65

3

Page 4: Skenario a Blok 16 Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blok Respirasi adalah blok enam belas semester IV dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

B. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

4

Page 5: Skenario a Blok 16 Fix

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO A

Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital with hemoptoe. He complained

that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of about 2 glasses. He also

said that in the previous month he had productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss

of appetite, rapid loss of body weight, and shortness of breath. Since a week ago, he felt his

symptoms were worsening.

Physical examination:

General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, body weight: 55

kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR: 36x/minute, temp 37.6˚C.

There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck and stomatitis.

In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with

moderate rales.

Additional information:

Laboratory:

Hb 8,5 g%, WBC: 6.000/µL, ESR 65 mm/hr, Diff count: 0/3/2/75/15/5. Acid Fast Bacili: (-),

HIV test: (+), CD4 120/µL

Radiology:

Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

5

Page 6: Skenario a Blok 16 Fix

I. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Definisi

1. Hemoptoe Meludah darah atau sputum bercampur darah

2. Productive cough Batuk yang disertai dengan bahan-bahan dari bronchus

3. PhlegmMucus kental yang diekskresikan dari saluran pernafasan dalam

jumlah yang abnormal

4 Mild fever Peningkatan suhu tubuh <37.5-38.5˚C

5. Loss of appetite Kehilangan nafsu makan

6. LymphadenopathyPenyakit pada kelenjar limfe biasanya ditandai dengan

pembengkakan

7. Stomatitis Infeksi yang menyerang membrane mukosa mulut dan bibir

8. Moderate rales Suara pernafasan abnormal yang terdengar pada saat auskultasi

9. InfiltrateDifus atau penimbunan substansi yang secara normal tidak

terdapat pada sel atau jaringan dalam jumlah yang berlebihan

II. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Identifikasi Masalah Problem Concern

1. Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital with

hemoptoe. He complained that 6 hours ago he had a severe

bout of coughing with fresh blood of about 2 glasses. √

***

2. He also said that in the previous month he had productive

cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid

loss of body weight, and shortness of breath. Since a week

ago, he felt his symptoms were worsening.

√ **

3. Physical examination:

General appearance: he looked severely sick and pale. Body

height: 175 cm, body weight: 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR:

112 x/minute, RR: 36x/minute, temp 37.6˚C.There was a

tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck and

stomatitis. In chest auscultation there was an increase of

vesicular sound at the right upper lung with moderate rales.

√ *

4. Additional information:

Laboratory: Hb 8,5 g%, WBC: 6.000/µL, ESR 65 mm/hr, Diff

√ *

6

Page 7: Skenario a Blok 16 Fix

count: 0/3/2/75/15/5. Acid Fast Bacili: (-), HIV test: (+), CD4

120/µL. Radiology: Chest radiograph showed infiltrate at

right lower lung.

III. ANALISIS MASALAH

1. Mr. Y, a 40-year old sailor, was admitted to hospital with hemoptoe. He complained that

6 hours ago he had a severe bout a coughing with fresh blood of about 2 glasses.

a. Apa penyebab hemoptoe secara umum?

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas:

- Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena

jamur dan sebagainya.

- Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.

- Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.

- Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).

- Benda asing di saluran pernapasan.

- Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

b. Apa penyebab dan mekanisme hemoptoe pada kasus?

Hempotisis masif (bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam)

sumber perdarahan umumnya berasal dari sirkulasi bronkial ( 95 % ).Sirkulasi

bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan jaringan

penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri pulmoner.

Sirkulasi bronkial ini terdiri dari arteri bronkialis dan vena bronkialis. Hemoptisis

pada TB paru terjadi dapat akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner

(dinding kaviti “aneurisma Rassmussen”) atau akibat pecahnya anastomosis

bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri bronkialis. Infeksi basil M. Tb pada

paru membangkitkan respon lokal dari sistem pembuluh darah sekitar yang

memperdarahi area infeksi-kavitas, respon tersebut salah satunya adalah pelebaran

arteri brokialis, apabila berlangsung kronis arteri bronkialis dapat menjadi hypertropy

dan rentan untuk menjadi ruptur, ketika terjadi ruptur maka akan terjadi ekstravasasi

darah ke jaringan interstitial, mengiritasi reseptor batuk pada trakea atau bronkus,

impuls diteruskan ke pusat batuk-medulla oblongata, nukleus tractus solitarius),

sehingga terjadi batuk yang mengandung darah (hemoptoe). Selain itu infeksi Tb ini

juga dapat membentuk pseudo aneuriysm pada arteri pulmonalis dimana terjadi

7

Page 8: Skenario a Blok 16 Fix

pelemahan dinding arteri secara fokal akibat infiltrat akibat proses inflamasi, kita tahu

kalau aneurysm mudah sekali ruptur dan mekanisme selanjutnya sama seperti yang

telah dijelaskan tadi.

c. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia dan pekerjaan dengan keluhan utama pada

kasus?

Riskesda (2008:105) prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya

usia dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. 75% di usia produktif (20-

49 tahun) Prevalensi TB Paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan

dan tiga kali lebih di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi

pada pendidikan rendah dibandingkan di pendidikan tinggi.

d. Apa dampak batuk berdarah sampai 2 gelas?

Batuk berdarah sampai 2 gelas (500 ml) akan berdampak pada kurangnya volume

darah pada tubuh dan akan mengakibatkan anemia pada penderita.

e. Bagaimana penatalaksanaan awal dari batuk darah?

Penalaksanaan hemoptisis masif memerlukan penanganan khusus agar tidak berakibat

fatal dengan angka mortaliti hemoptisis masif 75 % disebabkan oleh asfiksia. Pasien

dengan hemoptisis masif seharusnya dirawat di unit perawatan intensif untuk

memonitor status hemodinamik dan penilaian jumlah darah yang hilang.

Penatalaksanaan dilakukan melalui tiga tahap yaitu:

- Tahap 1, proteksi jalan napas dan stabilisasi pasien yaitu mempertahankan jalan

napas yang adekuat, pemberian suplementasi oksigen, koreksi koagulapati,

resusitasi cairan, dan berusah melokalisir sumber perdarahan.

- Tahap 2, lokalisasi sumber perdarahan dan penyebab perdarahan, setelah pasien

dalam keaadan stabil perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mencari sumber

perdarahan dan penyebab perdarahan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara

lain foto toraks, CT scann toraks, angiografi, bronkoskopi (BSOL atau

bronkoskop kaku).

- Tahap 3, terapi spesifik menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan

berulang. Terapi ini dibagi 2 yaitu dengan bronkoskop antara lain melakukan

bilasan garam fisiologis, epinefrin, pemberian trombin fibrinogen, tamponade

8

Page 9: Skenario a Blok 16 Fix

dengan balon atau tanpa bronkoskop antara lain pemberian obat dan

antifibrinolitik pengobatan penyakit primernya.

f. Bagaimana klasifikasi batuk darah?

Pursel:

Derajat 1 : Bloodstreak

Derajat 2 : 1-30 ml/24 jam

Derajat 3 : 30-150 ml/24 jam

Derajat 4 : 150-500 ml/24 jam

Massive : >500ml/24 jam

Jhonson:

Single hemoptosys : < 7 hari

Repeated hemoptosys : > 7 hari

Frank hemoptosys : darah saja

Interpretasi hemoptoe pada kasus adalah 2 gelas (1 gelas : 250cc) derajat 4

2. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of phlegm,

mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight: 70 kg), and

shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.

a. Apa penyebab dan mekanisme:

- Batuk produktif. Ada banyak penyebab batuk produktif, seperti virus, infeksi,

penyakit paru kronis, refluks asam lambung yang masuk ke kerongkongan (GERD),

nasal discharge (postnasal drip) pengeringan di bagian belakang tenggorokan dan

merokok. Invasi M. Tuberculosis → iritasi bronkus → batuk kering → bakteri

mencapai alveolus terjadi reaksi antigen antibody → muncul reaksi radang → bakteri

ini akan mengalami perkembangbiakan dalam tuberkel → tuberkel bertambah

banyak → Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru

yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak) → akumulasi sekret di jalan

nafas → bersihan jalan nafas tidak efektif → respon batuk → batuk produktif dengan

banyak dahak.

- Demam ringan. Suhu meningkat akibat terjadinya proses inflamasi. Infeksi akan

mengakibatkan dihasilkannya prostaglandin yang menaikan thermostat suhu di

hipotalamus sehingga suhu badan menjadi naik. Keadaan demam ini sangat

9

Page 10: Skenario a Blok 16 Fix

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman

tuberculosis yang masuk.

- Hilang nafsu makan dan penurunan berat badan dengan cepat. Penurunan nafsu

makan diakibatkan oleh prostaglandin yang menekan cerebral cortex oleh karena

invasi Mycobacterium tuberculosis. Invasi M. Tuberculosis → aktivasi makrofag

oleh IFN gamma produksi pirogen endogen IL-1, IL-4, IL-6, TNF alfa → pirogen

endogen bersirkulasi sistemik menembus masuk hematoenchepalis barrier bereaks

iterhadap hipotalamus → efek sitokinpirogen endogen pada hipotalamus

menyebabkan produksi prostaglandin → prostaglandin menekan cerebral cortex

(respon behavioral) → nafsu makan turun dan leptin meningkat menyebakan

stimulasi dari hipotalamus → nafsu makan disupresi TNF alfa, IL 1, dan IL-6

menambah jumlah serotonin di hipotalamus → merangsang sistem melanocortin →

anoreksia → nafsu makan turun (anorexia) → penurunan berat badan

- Nafas pendek. Penyebab nafas pendek adalah karena kebutuhan oksigen di dalam

tubuh tidak terpenuhi, bisa karena suplai oksigennya yang menurun atau kebutuhan

oksigennya meningkat. Penyakit yang menyebabkan nafas pendek misalnya PPOK

(COPD), Asma, Fibrosis pulmonal, tromboembolisme pu1monal, pneumotoraks,

penyakit neuromuskular, gagal jantung kongestif. Mekanisme sesak nafas: Individu

terinfeksi HIV immunocompromised terinfeksi mycobacterium tuberkulosa

masuk ke jalan nafas tinggal di alveoli terjadi inflamasi pengaktifan sel

PMN (leukosit dan makrofag) penumpukan eksudat menekan saluran nafas

sesak nafas. Hemoptoe masif penurunan kadar Hb penurunan kadar oksigen di

sel dan jaringan sesak nafas. Infeksi basil M. Tb pada paru membangkitkan respon

lokal dari sistem pembuluh darah sekitar yang memperdarahi area infeksi-kavitas,

respon tersebut salah satunya adalah pelebaran arteri brokialis, apabila berlangsung

kronis arteri bronkialis dapat menjadi hypertropy dan rentan untuk menjadi ruptur,

ketika terjadi ruptur maka akan terjadi ekstravasasi darah ke jaringan interstitial,

mengiritasi reseptor batuk pada trakea atau bronkus, impuls diteruskan ke pusat

batuk-medulla oblongata, nukleus tractus solitarius), sehingga terjadi batuk yang

mengandung darah (hemoptoe). Selain itu infeksi Tb ini juga dapat membentuk

pseudo aneuriysm pada arteri pulmonalis dimana terjadi pelemahan dinding arteri

10

Page 11: Skenario a Blok 16 Fix

secara fokal akibat infiltrat akibat proses inflamasi, kita tahu kalau aneurysm mudah

sekali ruptur dan mekanisme selanjutnya sama seperti yang telah dijelaskan tadi.

b. Bagaimana keterkaitan antar keluhan?

Hubungan antara batuk bedarah dengan gejala yang timbul merupakan gejala yang

ditimbulkan TB paru sekunder. Seperti yang kita tahu gejala dari TB paru itu sendiri

adalah demam, batuk berdarah, sesak nafas, malaise (penyakit tuberkolosis yang

bersifat radang yang menahun dan memiliki gejala seperti anorexia, badan semakin

kurus, berat badan menurun). Demam merupakan keadaan sangat yang dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh dam berat ringannya infeksi Mycobacterium tuberculosis yang

masuk. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, yang mengakibatkan

diperlukannya batuk untuk membuang produk produk radang keluar. Awalnya di

mulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif (menghasilkan sputum). Keadaan selanjutnya adalah berupa batuk darah

karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Sedangkan sesak nafas merupakan tanda

dari infiltrasi yang sudah meliputi setengah paru-paru.

c. Mengapa gejala memburuk sejak seminggu yang lalu?

Keluhan bertambah berat menunjukkan penyakit yang bertambah kronis. TBC

ataupun HIV dapat bertambah parah bila tidak ditatalaksana dengan benar. Pada kasus

ini juga, HIV dapat memperparah TBC dan TBC juga dapat mempengaruhi

perkembangan HIV.

d. Apa saja klasifikasi sputum?

Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber,

warna, volume, dan konsistensinya, karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan

secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri.

Klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya:

- Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal

dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah

- Sputum banyak sekali & purulen → proses supuratif seperti abses paru

- Sputum yg terbentuk perlahan&terus meningkat → tanda bronkhitis/ bronkhiektasis

- Sputum kekuning-kuningan → proses infeksi

11

Page 12: Skenario a Blok 16 Fix

- Sputum hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya

verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering

ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus

yang melebar dan terinfeksi

- Sputum merah muda dan berbusa → tanda edema paru akut

- Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik

- Sputum berbau busuk → tanda abses paru/bronkhiektasis

3. Physical examination:

General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, body weight:

55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR: 36x/minute, temp 37.6˚C. There was a

tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck and stomatitis. In chest

auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with

moderate rales.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

General

AppearanceMekanisme

Severly Sick and

Pale

Sakit Berat – Hal ini terjadi karena anemia yang diderita akibat

batuk darah, kompensasi tubuh terhadap berkurangnya darah,

sistem imun yang menurun akibat HIV dan infeksi kuman TB.

Pucat – Batuk darah (2 gelas) berkurangnya volume darah

anemia pucat

Height: 175 cm,

Weight: 55 kg

BMI: 17.95, berdasarkan klasifikasi IMT berdasarkan Depkes

RI (1994), masuk kategori kurus (kekurangan berat badan

tingkat ringan), hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan

pada Mr. Y sehingga berat badan berkurang.

BP: 100/70 mmHg Hipotensi

Batuk darah 2 gelas volume darah berkurang jumlah

darah yang dipompa menurun penurunan SV Hipotensi

HR: 112 x/minute Takikardia

Takikardia pada kasus merupakan kompensasi dari penurunan

tekanan darah sehingga cardiac output yang dihasilkan

12

Page 13: Skenario a Blok 16 Fix

mencukupi kebutuhan tubuh.

RR: 36 x/minute Takipneu

- Reaksi peradangan terhadap M. Tuberculosis

akumulasi makrofag alveolar di alveolus konsolidasi

di alveolar pertukaran O2 dan CO2 terganggu

hipoksia sel peningkatan frekuensi nafas sebagai

mekanisme tubuh untuk mengatasi hipoksia.

- Batuk darah (2 gelas) (darah yang keluar berlebihan)

volume darah berkurang SV menurun oksigen ke

jaringan perifer menurun mengaktifasi baroreseptor

untuk meningkatkan pernapasan (takipneu)

Temperature:

37,6˚C

Sub febris

Respon inflamasi terhadap M.Tuberculosis produksi sitokin

(Il-1, IL-6 dan TNF-alfa) pembentukan asam arakhidonat

pembentukan PGE2 peningkatan set point di hipotalamus

demam

Lymphadenopathy

of the right neck

Banyaknya mikroba yang menginfeksi paru-paru kelenjar

limfe terdekat daerah yang terinvasi mensekresi limfosit,

monosit, dan histosit jumlah sel – sel radang bertambah

pembesaran kelenjar limfe di sebelah kanan leher

Stomatitis Adanya infeksi HIV immunodefisiensi infeksi

pathogen lain seperti bakteri, virus jamur pada mukosa yang

melapisi struktur pada oral cavity peradangan mukosa mulut

stomatitis

An incerase of

vesicular sound at

the right upper lung

with moderate rales

Konsolidasi pada alveolar paru (adanya infiltrat cair produk

dari kuman TB) jalan keluar masuk udara menyempit

saat inspirasi, udara melewati alveoli paru yang mengalami

konsolidasi terdengar vesicular sound yang meningkat

diserati rales karena produk berupa cairan.

13

Page 14: Skenario a Blok 16 Fix

b. Adakah hubungan pembuatan tattoo dan penyakit yang diderita oleh Mr. Y? Jika ada

jelaskan!

Jarum tattoo merupakan salah satu media penularan HIV. Tattoo yang ada pada dada

pasien mengindikasikan adanya penularan HIV melalu jarum tattoo yang tidak steril

atau bekas pakai penderita HIV lainnya. TB sendiri adalah infeksi oportunistik

tersering pada penderita HIV dan dapat menyebabkan kematian pada penderita HIV

positif. HIV dapat merusak sistem imun sehingga mudah terkena infeksi kuman TB.

4. Additional information:

Laboratory:

Hb 8,5 g%, WBC: 6.000/µL, ESR 65 mm/hr, Diff count: 0/3/2/75/15/5. Acid Fast Bacili:

(-), HIV test: (+), CD4 120/µL

Radiology:

Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan penunjang?

No. Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi

1. Hemoglobin 8,5 g% 14-16 % Anemia

2. WBC 6000 /µL 5000-10000 /µL Normal

3. ESR 65 mm/jam 0-10 mm/jam (Pria) Meningkat

4. Diff Count 0/3/2/75/15/5

Basofil : 0-1

Eosinofil : 1-3

Netrofil Batang : 2-7

Netrofil Segmen : 50-70

Limfosit : 20-40

Monosit : 2-6

Netrofil Segmen: 75 (↑)

Limfosit: 15 (↓)

5. BTA -

- Normal tapi tidak

menyingkirkan

kemungkinan negatif

palsu

14

Page 15: Skenario a Blok 16 Fix

6. HIV + - HIV +

7. CD4 120/µL 800-1000 /µL ↓

8. Radiologi

Infiltrasi pada

bagian paru

kanan atas

- Abnormal

- Anemia. Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada

proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun yang muncul karena reaksi

infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang disebut sitokin. Protein

ini membantu dalam proses penyembuhan dan melawan infeksi, tetapi juga dapat

mempengaruhi fungsi tubuh yang normal. Pada anemia penyakit kronik, sitokin

mengganggu kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan Fe.

Interferon-γ, lipopolisakarida, dan TNF-α meningkatkan regulasi DMT1, dan terjadi

kenaikan pemasukan Fe dalam makrofag. Rangsangan proinflammatory ini

menyebabkan retensi Fe pada makrofag dengan menurunkan reaksi ferropotin,

sehingga mengurangi pelepasan Fe dari sel ini. Feroportin adalah suatu pengirim Fe

transmembran, yang berperan dalam absorbsi Fe dari duodenum menuju sirkulasi.

Sitokin anti inflamasi seperti IL-10 juga menyebabkan anemia melalui stimulasi

pengambil alihan Fe oleh makrofag dan stimulasi translasi dari produksi ferritin. IL-6

dan lipopolisakarida menstimulasi produksi hepcidin fase akut, yang menurunkan

absorbsi Fe dari duodenum. Sitokin IL-10 meningkatkan ekspresi reseptor transferrin

dan meningkatkan pemasukan transferin ke dalam monosit. Dengan demikian

terganggunya homeostasis dan terbatasnya kapasitas Fe untuk sel progenitor eritroid

menyebabkan terganggunya proses biosintesis heme. Pemendekan masa hidup

eritrosit, gangguan metabolism besi, adanya malabsorbsi dan ketidakcukupan zat

gizi. Pada kasus ini, anemia juga disebabkan karena ekspektorasi darah berlebihan.

- White blood cells. Tidak terjadi peningkatan WBC, dikarenakan penderita telah

mengalami penurunan sistem imun dari AIDS yang diderita. Akibatnya mekanisme

pertahanan tubuh terhadap infeksi TB yang harusnya meningkat tajam, pada saat

pemeriksaan terlihat normal.Atau mungkin saja telah terjadi peningkatan WBC dari

nilai WBC Mr. X sebelum menderita TB. Artinya peningkatan tidak terlau signifikan.

15

Page 16: Skenario a Blok 16 Fix

Pada DC terjadi peningkatan netrofil segmen. Hal ini disebabkan reaksi imunologis

akan merangsang sumsul tulang untuk memproduksi netrofil termasuk pula limfosit.

Namun karena HIV menyerang sel limfosit tersebut akibatnya banyak sel T yg mati.

Neutrofilia pada umumnya berhubungan dengan penyebaran lokal akut seperti pada

meningitis tuberkulosis, pecahnya fokus perkejuan pada bronkhus atau rongga

pleura.Pada infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan

peningkatan jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) dan granula

toksik (reaksi leukomoid). Sedangkan limfosit yang menurun disebabkan karena

telah terjadi HIVAIDS pada fase infeksi berat sehingga kadar Limfosit T terutama

CD4 kan menurun.

- ESR ↑ karena meningkatnya mediator inflamasi akibat reaksi peradangan. Darah

menjadi lebih kental dan ESR pun meningkat.

- BTA Negative. Pada kasus ini terjadi false-negative yang disebabkan oleh adanya

interaksi infeksi HIV pada patogenesis TB tipikal. Normalnya, granuloma yang

terbentuk sebagai respon pertahanan terhadap kuman TB akan mengalami liquefaksi.

Hasil dari liquefaksi ini akan berusaha dikeluarkan dari tubuh dengan gerak

mukosilier pada mukosa saluran pernapasan ataupun dengan reflex batuk. Ini

merupakan sumber BTA pada sputum pasien TB. Namun, seperti yang telah

dijelaskan, pada penderita TB yang disertai infeksi HIV akan ada defek pada kaskade

imun sehingga granuloma tidak akan terbentuk dengan sempurna. Seiring dengan

bertambah parahnya infeksi HIV, kemungkinan BTA negatif pada sputum akan

semakin tinggi.

- HIV +. Menunjukkan adanya infeksi HIV ke dalam tubuh Mr. Y yang menyerang sel

limfosit T CD4+ sehingga saat dilakukan HIV test hasilnya +

- CD4 ↓. Hal ini disebabkan karena HIV menyerang CD4 yang berakibat pada

penurunan jumlah sel T helper.

- Infiltrate at right lower lung. Terdapat infiltrasi pada bagian bawah paru kanan,

menunjukkan adanya lesi aktif akibat bakteri M. tuberculosis. Secara anatomi, bronkhus

16

Page 17: Skenario a Blok 16 Fix

segmentalis ke lobus kanan paru lebih banyak daripada lobus kiri maka lobus kanan akan

lebih rentan terinfeksi.

b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan HIV?

- Pemeriksaan sedini mungkin untuk mengetahui infeksi HIV sangat membantu dalam

pencegahan dan pengobatan yang lebih lanjut. Tes HIV untuk yang beresiko dilakukan setiap

6 bulan, selain itu pencegahan dapat mengurangi faktor resiko.  Apabila sudah terdiagnosis

infeksi HIV dilakukan dengan dua cara pemeriksaan antibodi yaitu ELISA dan Western blot.

Tes Western blot dilakukan di negara-negara maju, sedangkan untuk negara berkembang

dianjurkan oleh WHO pemeriksaan menggunakan tes ELISA yang dilakukan 2-3 kali.

- Tes Air Liur dan Air Kencing – Keuntungan: prosedur pengumpulan lebih sederhana; cocok

untuk orang yang menolak memberikan darah; menurunkan resiko kerja; lebih aman (karena

mengandung sedikit virus). Kelemahan: harus mengikuti prosedur testing yang spesifik dan

hati-hati; berpotensi untuk testing mandatory; mendorong timbulnya mitos penularan HIV

lewat ciuman; belum banyak dievaluasi di lapangan.

- Antigen Virus - Keuntungan: mengetahui infeksi dini HIV; skrinning darah; mendiagnosis

infeksi bayi baru lahir; memonitor pengobatan dengan ARV. Kelemahan: kurang sensitif

untuk tes darah.

- VCT (Voluntary Counseling And Testing) - Kelemahan: perlu pelayanan konseling yang

efektif; konselor perlu disupervisi; konselor terkadang perlu konseling.

c. Bagaimana cara pemeriksaan BTA?

- Prinsip. Sputum dibuat sediaan pada objek. Sediaan yang sudah kering difiksasi dan

dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen. Pewarnaan Ziehl Neelsen akan menampakkan

bakteri tahan asam yang berwarna merah dengan latar berwarna biru. Hasil yang

didapat adalah terdapatnya bakteri tahan asam (Kurniawati, 2005).

- Alat – alat seperti ose, kaca preparat, bunsen, pipet tetes dan mikroskop.

- Bahan-bahan meliputi sputum sewaktu-pagi-sewaktu, larutan basic fuchsin, asam

alkohol, methylen blue, oil imersi.

- Cara kerja yaitu (1) sputum di ambil dengan ose dan dibuat sediaan dengan bentuk

sesuai pola dengan ukuran 2 x 3 (2) buat kuil kuil kecil mengelilingi olesan agar

dahak menyebar secara merata (3) preparat dikeringkan (4) letakkan di atas rak

pewarnaan (5) genangi seluruh permukaan sediaan dengan carbol fuschin (6) panasi

sediaan dengan api bunsen di setiap sediaan sampai keluar uap jangan sampai

17

Page 18: Skenario a Blok 16 Fix

mendidih (7) diamkan 5 menit (8) bilas sediaan dengan hati-hati menggunakan air

mengalir (9) genangi dengan asam alkohol sampai tidak tampak warna merah carbol

fuchsin (10) genangi permukaan sediaan dengan methylen blue selama 20-30 detik

(11) bilas sediaan dengan air mengalir (12) Keringkan sediaan di udara (13)

Nyalakan mikroskop (14) beri oil imersi pada sediaan (15) baca hasil dengan lensa

objektif 100x.

- Interprestasi hasil

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan.

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + atau (1+).

Ditemukan 1-20 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+), minimal

dibaca 50 lapang pandang.

Ditemukan >10 BTA BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ atau (3+),

minimal dibaca 20 lapang pandang.

d. Mengapa infiltrate nya ada di right lower lung?

Terdapat infiltrasi pada bagian bawah paru kanan, menunjukkan adanya lesi aktif akibat

bakteri M. tuberculosis. Secara anatomi, bronkhus segmentalis ke lobus kanan paru lebih

banyak daripada lobus kiri maka lobus kanan akan lebih rentan terinfeksi.

Hipotesis:

Mr. Y 40 th menderita TBC paru dengan BTA (-) dan HIV (+)

Pertanyaan diagnosis:

18

Page 19: Skenario a Blok 16 Fix

a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis?

b. Apa saja diagnosis banding?

Indikator Kasus TB paruPneumonia

(typical)Bronkiektasis

Karsinoma

bronkogenik

Hemoptisis + + + + +

Demam Ringan

(subfebris)

Ringan

(subfebris)Tinggi

Tinggi,

berulang

Ringan

Sesak napas + + + + +

BB ↓ dan anoreksia + + + + +

Productive cough + + + + +

Pembesaran

kelenjar limfe+ + + - +

WBC - - + + -

Gambaran

Radiologi

Infiltrat

pada lobus

kanan atas

paru

Infiltrat

biasanya

pada apeks

paru

Konsolidasi

biasanya pada

basis paru

Kista-kista kecil

seperti

gambaran

sarang tawon,

Nodul soliter

sirkum kripta

atau coin lesion

19

Page 20: Skenario a Blok 16 Fix

bronchovascula

r marking

c. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?

Menurut Soeparman (1994), ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut:

- Radiologi. Pada hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran

infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas, serta

tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada TB primer

tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral yang disertai

pembesaran kelenjar limfe di bagian infiltrat berada.

- Mikrobiologi. Pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali setiap hari, berdasarkan

pemeriksaan pada basil tahan asam (BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan

tetapi hanya 30% – 70% saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini

karena diduga tidak terlalu sensitif.

- Biopsi jaringan dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian

lainnya, dimana dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel langerhan akan

tetapi bukanlah merupakan diagnosis positif dari tuberkulosis oleh karena dasar

dari diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman mycobacterium

tuberkulosa.

- Bronkoskopi. Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan

dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).

- Tes tuberculosis. Tes mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat

Protein Murni (PPD) secara intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat dalam

48 – 72 jam setelah dites, dikatakan positif bila diameter durasi lebih besar dari 10

mm. Gambar berikut ini merupakan gambaran pemeriksaan tes mantouk.

- Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP) merupakan uji serologi

imunoperoksidase mengunakan alat histogen imunoperoksidase skrining untuk

menentukan IgG sepesifik terhadap basil tuberkulosis paru.

- ELISA ( Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) terhadap serum, bila positive

lebih aman diulangi untuk dikonfirmasi. Bila tes kedua negative, lakukan tes dua kali

lagi utuk memastikan bahwa hasil positive bukan merupakan kesalahan. Di Negara

miskin hanya dapat dilakukan satu kali tes dan langsung ditentukan hasilnya.

20

Page 21: Skenario a Blok 16 Fix

d. Apa diagnosis kerja?

TB paru dengan HIV.

e. Apa etiologi?

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan

digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Bakteri Mycobacterium tuberculosis seperti

halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan

kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan

merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gibson,

2000).

f. Bagaimana epidemiologi?

WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini

telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa

TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup

tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000

penduduk.9,11,15 Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan

bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk.

Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah,

yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2.

wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3. wilayah

Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk

propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Berdasar

pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif

secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.

g. Bagaimana patofisiologi?

HIV sistem imun tubuh menurun inhalasi kuman Tbc infeksi tbc

h. Bagaimana pathogenesis?

21

Page 22: Skenario a Blok 16 Fix

Infeksi primer . Inhalasi M.Tb masuk dan menempel pada jalan napas fagositosis

oleh netrofil, makrofag massa jar.fibrosa nekrosis kaseosa kalsifikasi Bakteri

dalam fase dorman

Infeksi sekunder. Sistem imun menurun (HIV) massa jar.fibrosa mengalami ulserasi di

dalam bronkus:

jaringan parut di paru respon peradangan infiltrasi ke paru-paru sesak nafas

Demam

iritasi bronkus batuk batuk produktif

i. Bagaimana manifestasi klinis?

- HIV

Kekebalan tubuh menghilang

Infeksi oportunistik berat-fatal

Keganasan

Limfadenopati

- TBC

Gejala sistemik

Demam lama pada malam

Keringat malam

Badan lemah

Hilang nafsu makan

Berat badan turun

Gejala respiratorik

Batuk

22

Page 23: Skenario a Blok 16 Fix

Dyspnea

Nyeri dada

Suara napas bronchial, ronki basah yg kasar dan nyaring

Takipnea

j. Bagaimana komplikasi?

Komplikasi kasus ini apabila tidak diobati akan menyebabkan perkembangan TB

menjadi TB Extraparu. Penurunan kadar CD4 <50 akan menyebabkan Sarcoma

Kaposi, kandidiasis bronki/trakea/paru, kandidiasis esophagus, herpes simplex,

ensefalopati yang berhubungan dengan HIV dan limfoma primer di otak serta dapat

menyebabkan kematian.

k. Bagaimana penatalaksanaan?

Berikut dilampirkan tabel acuan penatalaksanaan TB-HIV:

23

Page 24: Skenario a Blok 16 Fix

Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda lain dari HIV stadium 3 atau 4 (lihat pembagian

stadiumnya di atas), serta nilai CD4 nya di bawah 200. Makan rencana pengobatan

pada pasien ini adalah langsung mulai terapi TB, lalu terapi HIV harus dimulai

sesegera mungkin setelah terapi TB yang diberikan sekiranya sudah dapat ditoleransi

(antara 2 minggu sampai 2 bulan).

Bagan berikut menggambarkan rencana terapi pada pasien ini. Kotrimoksazol

diberikan dengan dosis 960 mg (800 mg Sulfometoksazol + 160 mg Trimetophrim)

untuk memcegah infeksi bakteri sekunder yang biasa terjadi pada pasien HIV, seperti

infeksi Pneumonia jerovicii.

Pemilihan regimen pengobatan HIV saja tentu berbeda dengan TB-HIV. Obat TB,

yaitu Rifampisin, memiliki sifat enzyme-inducers terhadap enzim CYP3A4. Hampir

semua jenis obat HIV golongan NNRTI (Non-nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitors, seperti Efavirenz, Nevirapine) dan PI (Protease inhibitors, seperti

Saquinavir) dimetabolisme oleh CYP3A4. Karena itu, pemberian Rifampicin

bersamaan dengan obat-obat di atas dapat

mengurangi efikasi dan ketersediaan obat tersebut, sehingga mengurangi efek

terapinya. Sebagai pengganti rifampicin, dapat digunakan Rifabutin, yang memiliki

efek inducers jauh lebih lemah. Oh ya, lupa, hampir tidak ada interaksi antara

golongan rifampicin dengan golongan obat NRTI (Nucleoside Reverse Transciptase

Inhibitors, seperti Zidovudine).

24

Page 25: Skenario a Blok 16 Fix

l. Bagaimana upaya preventif?

- Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.

- Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat,

dan berolahraga.

- Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini

secara rutin diberikan pada semua balita.

m. Bagaimana prognosis?

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan (Depkes, 2005):

- 50% meninggal.

- 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi.

- 25% menjadi kasus kronis yang menular.

Makin dini penyakit ini di diagnosis dan di obati, makin besar kemungkinan pasien

sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika

pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma,

prognasis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10%-30% pasien yang

dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. Oleh karena akibat dari

penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis. (Hasanah, 2010).

n. Bagaimana SKDI?

3A. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

25

Page 26: Skenario a Blok 16 Fix

IV. KERANGKA KONSEP

26

Page 27: Skenario a Blok 16 Fix

V. LEARNING ISSUE

V.1 TB Paru

a. Definisi dan Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis dengan gejala klinik yang sangat bervariasi dan menyerang

pada bagian atau organ tubuh tertentu misalnya paru-paru, kelenjar getah bening, selaput

otak, tulang, ginjal, kulit dan lain-lain. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit

saluran pernapasan bagian bawah dan termasuk penyakit infeksi terpenting setelah

penyakit malaria (Mukty, 2005). Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan

kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis

ektrapulmonar (Djojodibroto, 2009) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2006),

mengklasifikasikan tuberkulosis paru berdasarkan 2 hal yaitu berdasarkan hasil

pemeriksaan dahak atau basil tahan asam (BTA) dan berdasarkan golongan pasien.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:

- Tuberkulosis paru BTA (+) adalah sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

menunjukkan hasil BTA positif, hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran

tuberkulosis aktif, hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan biakan juga positif.

- Tuberkulosis paru BTA (-) adalah hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA

negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif, hasil

pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Mikobakterium

tuberkulosis.

Berdasarkan golongan pasien. Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

- Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

- Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)

27

Page 28: Skenario a Blok 16 Fix

atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi

dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan

beberapa kemungkinan : - Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,

keganasan dll). - TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang

berkompeten menangani kasus tuberkulosis.

- Kasus defaulted atau drop out (lalai) adalah pasien yang telah menjalani pengobatan

> 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

- Kasus gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau

akhir pengobatan. e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA

masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan

pengawasan yang baik.

- Kasus Bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan

gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih

mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat

pengobatan OAT selama 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

gambaran radiologi.

Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang terbagi

menjadi 4 kategori yaitu:

- Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan dahak positif atau kasus baru

dengan bentuk TB berat

- Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh, kasus gagal dengan dahak BTA positif

- Kategori III, ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak

luas

b. Morfologi dan Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882) yaitu kuman

yang berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak

28

Page 29: Skenario a Blok 16 Fix

berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Kuman akan

tumbuh optimal pada suhu sekitar 37° C dengan tingkat pH optimal pada 6,4 sampai 7,0.

Untuk membelah diri dari satu sampai dua kuman membutuhkan waktu 14-20 jam

(Aditama, 2006). Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari

lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding selnya ialah asam mikolat,

lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan

mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam

lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh

ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang

terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri

Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap

tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.

Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dengan

menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat

molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitivitas dan

spesifisitas yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan

antigen Mycobacterium tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang

tidak disekresi (somatik). Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang

terbentuk dari asam mikolat berantai panjang. Asam mikolat ini mengalami esterifikasi

sehingga terdapat tiga elemen dinding basil TB, yaitu lipid yang berasal dari asam

mikolat, arabinogalaktan, serta muramil dipeptida (Djojodibroto, 2009).

Genom Mycobacterium Tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base)

dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah

diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.

Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved)

sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen

protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

c. Patogenesis Tuberkulosis Paru

Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita

TB kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi melalui

hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di

29

Page 30: Skenario a Blok 16 Fix

dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penderita penyakit TB sering tidak tahu

bahwa ia menderita sakit tuberkulosis (Djojodibraoto, 2009). Sumber penularan adalah

pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman

ke udara dalam bentuk dahak (droplet nuclei). Sekali batuk pasien tersebut dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan

dimana percikan / partikel dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat

mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari dapat langsung membunuh

kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak,

makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman

TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut (Gerdunas-TB, 2007).

Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan terdampar

pada dinding saluran pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan

bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus mana pun; tidak ada

prediksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberkulosis

akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis

tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang masuk

tadi akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung kepada

pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau tidak pernah sama sekali

(Djojodibroto, 2009).

Tuberkulosis Primer

Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya memberikan

reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan. Selama tiga minggu, tubuh

hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian

tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed hypersensitivity).

Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk-beluk basil TB. Setelah

3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan yang berarti dari mekanisme sistem

pertahanan tubuh ditandai dnegan timbulnya reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses

pembentukan pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 10 minggu. Kuman

tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga

akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.

30

Page 31: Skenario a Blok 16 Fix

Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja di dalam paru, berbeda dengan

sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-

sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Sudoyo, 2007).

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi beberapa pilihan sebagai berikut : 1.

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum). Ini yang

paling banyak terjadi. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis

fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5

mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. 3.

Menyebar dengan cara:

- Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis,

yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh

kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis.

- Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang bersangkutan maupun ke

paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama dahak dan ludah sehingaa

menyebar ke usus.

- Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya

tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman Penyebaran ini dapat menimbulkan

tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia

dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : - Sembuh

dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah

mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau - Meninggal. Sebagian besar orang

yang terkena infeksi basil tuberkulosis dapat berhasil mengatasinya, hanya beberapa

orang saja (3-4% dari yang terinfeksi) yang tidak berhasil menanggulanginya

keganasan basil TB (Djojodibroto, 2009).

Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)

TB post-primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen

setelah TB primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. TB post-primer mempunyai

nama yang bermacam-macam yaitu TB bentuk dewasa, localized tuberculosis, TB

31

Page 32: Skenario a Blok 16 Fix

menahun, dan sebagainya. Bentuk TB inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan

masyarakat karena dapat menjadi sumber penularan. TB sekunder terjadi karena imunitas

menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit malignan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB

post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal

pesterior lobus superior maupun lobus inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim

paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru (Sudoyo, 2007). Sarang dini ini awalnya

berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu

jalan sebagai berikut : 1. Dihisap/reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan

cacat. 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh

dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

d. Manifestasi Klinis & Penegakan Diagnosis Tuberkulosis Paru

Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak

pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.

Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk produktif merupakan gejala yang

paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit ini. Bila

bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala

batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk

diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala sesak napas timbul jika terjadi

pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura,

ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada biasanya bersifat nyeri pleuritik karena

terlibatnya pleura dalam proses penyakit. Demam dapat terjadi menetap dan naik turun

sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam ini. Keadaan ini

sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB

yang masuk. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan,

badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, ,meriang, nyeri otot, keringat

malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul

secara tidak teratur (Sudoyo, 2007).

32

Page 33: Skenario a Blok 16 Fix

Manifestasi Klinik Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter

Penyakit Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain:

- Demam. Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-41˚C, keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman

tuberculosis yang masuk.

- Batuk. Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif).

Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif(menghasilkan sputum atau

dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat

pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding

bronkus.

- Sesak nafas. Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya

sudah setengah bagian paru-paru.

- Nyeri dada. Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada

pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang

ditemukan.

- Malaise. Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot

dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara

tidak teratur.

e. Diagnosis Tuberkulosis Paru

Proses penegakan diagnosis diawali dengan anamnesis tentang gejala – gejala

yang ada kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Setelah itu akan dilakukan

pemeriksaan dahak untuk mencari ada tidaknya kuman TB dalam bentuk basil tahan

asam (BTA) (CDC, 2010). Untuk mendapatkan hasil yang akurat diperlukan rangkaian

kegiatan yang baik, mulai dari cara batuk untuk mengumpulkan dahak, pemilihan bahan

dahak yang akan diperiksa, teknik pewarnaan dan pengolahan sediaan serta kemampuan

membaca sediaan di bawah mikroskop. Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan BTA

(+) di bawah mikroskop diperlukan jumlah kuman yang tertentu, yaitu sekitar 5.000

kuman/ml dahak (Aditama, 2006). Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan

33

Page 34: Skenario a Blok 16 Fix

diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosis dengan mengumpulkan 3 bahan dahak

yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan yang dikenal dengan

konsep Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat pasien

yang diduga TB dating berkunjung pertama kali. Saat pulang suspek membawa pot

penampung dahak.. Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot penampung dibawa sendiri kembali. Sewaktu : dahak

dikumpulkan pada hari kedia, saat pasien menyerahkan dahak pagi hari. Pemeriksaan

dahak BTA lazimnya dilakukan 3 X berturut-turut untuk menghundari faktor kebetulan.

Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2 X positif, maka pasien sudah dapat dipastikan

sakit TB paru (Hudoyo, 2008). Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopis dahak pasien

dapat dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International

Union Against Tuberculosis and Lung Disease) yaitu : - Tidak ditemukan BTA dalam

100 lapang pandang, disebut negatif - Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang,

ditulis jumlah kuman yang ditemukan - Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang

pandang disebut + (1+) - Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++

(2+). - Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) Pada

pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk

(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: - Bayangan

berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus

bawah. - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan /

nodular. - Bayangan bercak milier. - Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral

(jarang). Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks karena

pemeriksaan mikroskopis sangat spesifik (98%) untuk TB paru (WHO, 2002) . Namun

pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks sangat perlu dilakukan sesuai dengan

indikasi (Gambar 2.1) sebagai berikut: • Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif. Harus dilakukan pemeriksaan foto toraks dada untuk mendukung diagnosis

TB paru BTA (+) • Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah diberi pengobatan dengan antibiotik non-OAT. •Pasien tersebut diduga

mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti:

pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang

mengalami hemoptisis berat.

34

Page 35: Skenario a Blok 16 Fix

f. Penatalaksanaan

Tuberkulosis Paru Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT)

harus adekuat dan minimal 6 bulan. Setiap Negara harus mempunyai pedoman dalam

pengobatan TB yang disebut National Tuberculosis Programme (Program Pemberantasan

TB). Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen. Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. OAT dibagi dalam dua

golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua (PDPI, 2006). Obat lini

pertama (utama) adalah isonoazid (H), etambutol (E), pirazinamid (Z), rifampisin (R),

sedangkan yang termasuk obat lini kedua adalah etionamide, sikloserin, amikasin,

kanamisin kapreomisin, klofazimin dan lain-lain yang hanya dipakai pada pasien HIV

yang terinfeksi dan mengalami multidrug resistant (MDR). Dosis yang dianjurkan oleh

International Union Against Tuberculosis (IUAT) adalah dosis pemberian setiap hari dan

dosis pemeberian intermitten. Perlu diingat bahwa dosis pemberian setiap hari berbeda

dengan dosis intermitten yang lebih lama berkisar 3 hari 1 X [Tabel 2.1]. Setiap obat

memiliki efek samping tertentu begitu juga dengan OAT, maka harus diperhatiakn cara

penanganannya [Tabel 2.2].

35

Page 36: Skenario a Blok 16 Fix

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting

untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB. International Union Against

Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk mengganti

paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap yang terdiri dari fase intensif dengan

fase lanjutan [Tabel 2.3] dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Keuntungan

kombinasi dosis tetap antara lain: 1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan

pembuatan resep minimal 2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan

penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja. 3. Peningkatan kepatuhan tenaga

kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar. 4. Perbaikan manajemen

obat karena jenis obat lebih sedikit. 5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal

dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.

36

Page 37: Skenario a Blok 16 Fix

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis

yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk

dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis

tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit atau

dokter spesialis paru ataupun fasiliti yang mampu menanganinya. Paduan obat anti TB

menurut program pemberantasan TB paru yang dipergunakan di Indonesia sesuai dengan

rekomendasi WHO ada tiga: Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3 Pada pasien baru TB paru (+),

pasien TB paru BTA(-) foto toraks (+) Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Pada

pasien kambuh, gagal dan pada pasien dengan pengobatan terputus. Kategori 3:

2HRZ/4H3R3

g. Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis Paru

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek

samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat (PDPI, 2006). Evaluasi klinik - Pasien

dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. -

Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit. - Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan) · Tujuan untuk mendeteksi ada

tidaknya konversi dahak · Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik harus

selalu dilakukan yaitu : - Sebelum pengobatan dimulai - Setelah 2 bulan pengobatan

(setelah fase intensif) - Pada akhir pengobatan · Bila ada fasiliti biakan : dilakukan

pemeriksaan biakan dan uji resistensi Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: · Sebelum pengobatan · Setelah 2

bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan

dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) · Pada akhir pengobatan Evalusi keteraturan

berobat · Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan minum

obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai

penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada

pasien, keluarga dan lingkungannya. · Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan

timbulnya masalah resistensi. Kriteria Sembuh - BTA mikroskopis negatif dua kali (pada

akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang

adekuat. - Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan. - Adanya

perbaikan klinis berupa hilangnya batuk, penambahn berat badan dan lain-lain - Bila ada

fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.

37

Page 38: Skenario a Blok 16 Fix

h. Pencegahan

- Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan

penderita tuberculosis paru BTA positif.

- Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok populasi

tertentu misalnya karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren.

- Vaksinasi BCG

- Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan

tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.

- Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada

masyarakat. (Muttaqin, 2008).

i. Komplikasi

Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain : 1. Meningitisas 2.

Spondilitis 3. Pleuritis 4. Bronkopneumoni 5. Atelektasis

V.2 HIV

a. Definisi

HIV, yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah

Virus penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah

terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah

menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10

tahun. Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui

hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara

bergantian. HIV dapat ditularkan melalui 3 cara, yaitu:

- Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang

telah terinfeksi HIV.

- Transfusi darat atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.

- Melalui Alat Suntik.

38

Page 39: Skenario a Blok 16 Fix

HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan,

menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban

yang sama atau tinggal serumah.

b. Etiologi

Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu

virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. HIV termasuk genus

retrovirus dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini

khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus

yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas

untuk jenis retrovirus yaitu dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan

variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat

menginfeksi seluruh jenis vertebra.

c. Struktur HIV

Envelope berisi:

- Lipid yang berasal dari membran sel host.

- Mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku

disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.

- Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.

- gp 120 yaitu glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang

tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang

berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara

tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein.

39

Page 40: Skenario a Blok 16 Fix

- gp 41 yaitu transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans

membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan

membawa HIV masuk ke sel host.

- RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.

- Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi

perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.

- Nukleocapsid untuk mengikat RNA genome.

- Capsid protein yaitu inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA

genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).

d. Siklus Replikasi Virus

Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel

hostnya. Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ

tubuh yang lain melalui 7 tahapan, yaitu:

- Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV. HIV berfusi (melebur) dan memasuki

sel target → gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi → RNA virus

masuk kedalam sitoplasma → proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan

CD4 dan ko-reseptor.

- RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim

reverse transcriptase

- Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target

- Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase

- Ekspresi gen-gen virus

- Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim

protease

- Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion

40

Page 41: Skenario a Blok 16 Fix

e. Transmisi HIV

HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan

tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut.

Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan

serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi

karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk

ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka.

Cara penularan yang lazim adalah melalui hubungan seks yang tidak aman

(tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak dengan darah

yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama, dan produk

darah yang terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama kehamilan, persalinan

dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti, tato, transplantasi organ dan

jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif.

Cara penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa

genital dengan angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi oleh

banyak faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi menular seksual (IMS) dan

faktor genetik. Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non-seksual

seperti, berciuman, pemakaian bersama alat makan (misalnya gelas), tubuh yang

bersentuhan, atau penggunaan toilet umum. HIV tidak disebarkan oleh nyamuk atau

serangga lainnya.

f. Perjalanan Penyakit HIV/AIDS

Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut,

penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.

41

Page 42: Skenario a Blok 16 Fix

- Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)

Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional.

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam

plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/μl. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke

organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah

virus atau viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler.

Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi

penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien.

Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini

menyerupai ‘glandular fever’ like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan

limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak

menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang

menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari.

- Infeksi HIV Asimptomatis/dini

Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan

masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut,

dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata

persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif

menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi non-

contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal).

Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis

rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang

berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik,

polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bell’s palsy dapat juga muncul pada stadium ini.

- Infeksi Simptomatik

Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih

sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius,

komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis

bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis

dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap

pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital

dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini.

42

Page 43: Skenario a Blok 16 Fix

Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi)

linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati.

Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya

berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat

terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering

terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.

- Stadium Lanjut

Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan

penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.

g. Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV

Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6

bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS

adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30%

ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV.

h. Petanda perkembangan HIV

- Jumlah CD4. Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase

CD4) telah terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS.

Jumlah CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan

penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih

menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun

nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi.

- Viral Load Plasma. Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus)

dapat dipakai untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat

secara bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi

serokonversi, viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah

AIDS pada masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi,

baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai

petanda progresivitas penyakit.

i. Testing HIV

Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan

menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak

43

Page 44: Skenario a Blok 16 Fix

mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat dilakukan, yaitu

antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus.

Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked

Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis

HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis

pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA. Setelah mendapat

infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 – 12 minggu, dan masa sebelum

terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai “periode jendela”. Tes penyaring (antibodi)

yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada

sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk

mendiagnosis HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24

maupun Polymerase Chain Reaction (PCR).

j. Stadium Klinis Hiv/Aids

WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun

anak yang sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-

masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium

klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut:

Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut:

- Infeksi primer HIV

Asimptomatik

Sindroma retroviral akut

- Stadium Klinis 1

Asimptomatik

Limfadenopati meluas persisten

- Stadium Klinis 2

Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan

Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media, faringitis)

44

Page 45: Skenario a Blok 16 Fix

Herpes zoster, Cheilits angularis, Ulkus mulut berulang, Pruritic papular eruption

(PPE), Dermatitis seboroika, Infeksi jamur kuku

- Stadium Klinis 3

Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%)

Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan

Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama lebih dari 1

bulan)

Kandidiasis oral persisten, Oral hairy leukoplakia, Tuberkulosis (TB) paru, Infeksi

bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis,

bakteriemi selain pneumonia), stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif

nekrotikans yang akut, anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau

trombositopeni kronis

k. Diagnosa dan Penatalaksanaan

Untuk kasus Tuberculosis:

- Kausatif. Terapi kausatif dari tuberculosis adalah eradikasi kuman Mycoplasma

tuberculosis. Ada 5 obat anti tuberculosis (OAT), yaitu Isoniazid, Rifampisin,

Etambutol, Pyrazinamide, dan Streptomycin. Tiap penderita tuberculosis terinfeksi

kuman Mycoplasma tuberculosis yang memiliki tingkat resistensi yang berbeda-

beda. Untuk itu tatalaksana ini sangat bergantung dari hasil kultur dan hasil tes

resistensi. Sejak 1970 sampai sekarang, WHO merekomendasikan pemakaian OAT

jangka pendek yaitu pengobatan yang diberikan dalam jangka waktu 6 sampai 9

bulan dengan paduan OAT yang mengandung rifampisin. Pengobatan TB paru

bertujuan untuk meningkatkan angka kesembuhan, menurunkan kematian, mencegah

komplikasi, mencegah kekambuhan, mencegah resistensi serta memutuskan rantai

penularan. Untuk mencapai tujuan tersebut ada beberapa prinsip yang harus

diperhatikan. Pengobatan sekurang-kurangnya menggunakan 2 macam OAT efektif

Pengobatan dibagi atas 2 fase, yaitu fase awal (pemberian bakterisidal kuat selama 1-

3 bulan) dan fase lanjutan (memusnahkan kuman semi-dorman dengan pemberian 2

OAT selama 4-11 bulan). Paduan yang diberikan sebaiknya paduan jangka pendek.

Lakukan uji resistensi pada kasus gagal dan kambuh. Pemberian dosis berdasarkan

berat badan. Setelah pengobatan perlu diadakan evaluasi yang meliputi evaluasi

klinik, evaluasi bakteriologik, evaluasi radiologik, dan evaluasi efek samping obat.

HIV pada Tn.Y juga harus diperhatikan. Seperti yang kita ketahui, belum ada obat

45

Page 46: Skenario a Blok 16 Fix

untuk penyembuhan total HIV walaupun merupakan infeksi. Tatalaksana untuk HIV

adalah mencegah progress kearah AIDS dengan pemberian antiretrovirus yang

menghambat perkembangbiakan virus.

- Suportif. Tatalaksana suportif dari TBC adalah terapi nutrisi. Tujuannya adalah

mencegah katabolisme berlebih akibat infeksi dan mengembalikan berat badan ideal

setelah penurunan berat badan drastis akibat TB. Karena ada sesak nafas, asupan O2

berkurang. Oleh karena itu, kurangi karbohidrat karena metabolismenya

menggunakan banyak O2 dan ganti dengan lemak. Pada fase akut, kebutuhan

kalorinya 25-35 kkal/kgBB/hari, sedangkan pada fase pemulihan meningkat 35-50

kkal/kgBB/hari.

l. Terapi TBC dengan HIV

Terapi TBC pada HIV adalah dengan INH 300 mg, rifampisin 600 mg dan

Pirazinamide 25-30 mg/kgBB setiap hari selama 2 bulan. Setelah itu dilanjutkan dengan

INH 300 mg dan Rifampisin 600 mg setiap hari selama 6 atau 7 bulan. TB paru dengan

CD4 50-200 sel/mm3 terapinya dimulai dengan OAT dulu, terapi ARV dilanjutkan setelah

2 bulan terapi OAT. Obat anti retroviral yang banyak dipakai sampai saat ini ialah

protease inhibitors seperti saquinavir, indiavir, ritonavir dan nelfinafir dan dari jenis non-

nucleoside reverse transcriptase inhibuitors (NNRTIs) seperti neviravine, delavirdine dan

efavirenz. Telah diketahui protease inhibitors dan NNRTIs berinteraksi dengan rifamycin

seperti rifampin, rifabutin dan rifapentine yang biasanya dipakai sebagai

tuberkulostatika.Interaksi ini disebabkan oleh karena terjadi perubahan metabolisme dari

anti retroviral dan rifamycin karena yang dikenal sebagai CYP450. Rifamycin akan

meningatkan CYP450 sehingga obat-obatan yang metabolismenya dilakukan oleh

CYP450 akan menurun kadarnya dalam plasma darah. Dan anti retroviral golongan

protease inhibitor termasuk yang dimetabolisme oleh CYP450, akibatnya kadar anti

retroviral ini akan menurun dalam plasma, sehingga aktivitasnya sebagai anti retroviral

akan berkurang. Golongan anti retroviral lainnya yang disebut nucleoside reverse

transcriptase inhibitors (NRTIs) seperti zidovudine, didanosine, zalcitabine, stavudine dan

lamivudine dimetabolisme tidak melalui sistem CYP450, karena itu golongan NRTIs ini

46

Page 47: Skenario a Blok 16 Fix

dapat diberikan bersama dengan rifamycin.2 Tuberkulostatika lainnya seperti INH,

pyrazinamide, ethambutol, streptomycin dimetabolisme juga tidak melalui sistem

CYP450, karena itu dapat diberikan bersamaan dengan obat anti retoviral.

Penggunaan rifampin untuk pengobatan standard TB tidak dianjurkan pada

penderita yang terinfeksi HIV dan sedang dalam pengobatan dengan anti retroviral

golongan protease inhibitors dan atau NNRTIs. Sebagai gantinya untuk penderita tersebut

dapat dipakai ributin atau tuberkulostatika yang tanpa rifamycin. Rifampin dapat

digunakan pada penderita menggunakan anti retroviral yang tidak memakai golongan

protease inhibitors maupun NNRTIs, yaitu memakai NRTIs saja

V.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

a. Definisi

Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari

pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam

tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang

karbondioksida ke lingkungan.

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :

- Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan

udara.

- Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel

tubuh.

47

Page 48: Skenario a Blok 16 Fix

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara

dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu:

- Respirasi/Pernapasan Dada

Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut

Tulang rusuk terangkat ke atas

Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil

sehingga udara masuk ke dalam badan.

- Respirasi/Pernapasan Perut

Otot difragma pada perut mengalami kontraksi

Diafragma datar

Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada

dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.

Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam

keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-

lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus selaput

alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan

besar kecil tekanan udara. Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat

100 mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya

hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam

tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc

karbondioksida/CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu

dengan bantuan darah. Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia:

- Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2

- Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2

- Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2

- Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2

Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen

dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air. Tujuan proses

pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan

energi. Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas hidung, faring, trakea, bronkus,

bronkiouls dan paru-paru.

b. Alat – alat Pernapasan pada Manusia

48

Page 49: Skenario a Blok 16 Fix

Rongga Hidung (Cavum Nasalis). Udara dari luar akan masuk lewat rongga

hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat

kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput

lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain

itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran

yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah

yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.Di sebelah belakang rongga hidung

terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.

Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput

lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.

Faring (Tenggorokan). Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring

merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian

depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang

faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).

Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar

sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran

pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun

demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak

terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring

adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan

makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi)

untuk suara percakapan.

49

Page 50: Skenario a Blok 16 Fix

Batang Tenggorokan (Trakea). Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ±

10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding

tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam

rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke

saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan.

Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok

(bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran

yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang

disebut gelembung paru-paru (alveolus).

Pangkal Tenggorokan (laring). Laring merupakan suatu saluran yang

dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada di antara orofaring dan trakea, didepan

lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di

ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari

epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran

suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai

tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan

yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok

(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok

dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara

yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus). Tenggorokan (trakea) bercabang

menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa

bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan

pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan

sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan

bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua

bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah

kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder),

sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang

paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus

mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen

dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan

bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.

50

Page 51: Skenario a Blok 16 Fix

Paru-paru (Pulmo). Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di

bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma

yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang

terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.

Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput

bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura

visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang

rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus,

alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang

rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium

berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi

bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris

mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.

c. Pertukaran Gas dalam Alveolus

Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup

pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan

dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi

51

Page 52: Skenario a Blok 16 Fix

menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat

oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya

diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.

Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin

kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut

oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus

karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan

napas.

Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk

dan karnbondioksida keluar.

d. Fisiologi sistem respirasi

Respirasi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu respirasi eksternal dimana proses

pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 +

H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi

internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di tingkat sel

biokimiawi untuk proses kehidupan.

Proses pernafasan adalah sebagai berikut:

- Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan

alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga

terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal

serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan.

- Mekanik pernafasan. Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru

dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi.

52

Page 53: Skenario a Blok 16 Fix

Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.

Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah

difragma turun (posisi diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa

menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan

dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara

dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2

dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot

difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis

interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga

dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru

meningkat.

e. Transportasi gas pernafasan

Ventilasi. Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.Selama

ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru.Udara yg masuk ke dalam alveoli

mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air

dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.

Difusi. Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli

dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas

berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan

parsial.

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus

yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan

kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom.Dalam paru2 terdapat sekitar

300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada

orang dewasa normal. Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan

karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam

53

Page 54: Skenario a Blok 16 Fix

kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli

untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan

tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap

perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi

oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.Saat aktivitas meningkat maka

kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dilatasi

kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat.Kapasitas difusi

karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi

1200-1500 ml/menit. Difusi dipengaruhi oleh ketebalan membran respirasi, koefisien

difusi, luas permukaan membran respirasi dan perbedaan tekanan parsial.

Perfusi pulmonal. Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal

dimana O2 diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb)/Oksihaemoglobin

(98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm

plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit

sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan

bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 % ,

HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat

sebesar 60 – 80%.

f. Pengukuran Volume Paru

Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan

kapasitas paru.

- Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali

bernafas.

- Volume cadangan inspirasi (IRV), yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup

setelah inhalasi normal.

54

Page 55: Skenario a Blok 16 Fix

- Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat

dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.

- Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi

maksimal.

- Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.

- Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal.

- Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru

setelah ekspirasi normal.

- Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

g. Pengaturan Pernafasan

Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur

pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang lain

berperan mengatur pernafasan otomatis. Pengendalian oleh saraf pusat ritminitas di

medula oblongata langsung mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medulla

dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh

korteks serebri. Pusat Respirasi terdapat pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area

inspirasi & ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area terletak di

bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi antara inspirasi &

ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru terlalu mengembang, dan

Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi

dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi. Pengendalian secara kimia pernafasan

dipengaruhi oleh PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat khemoreseptor yaitu medula, bersepon

terhadap perubahan kimia pada CSF akibat perubahan kimia dalam darah. Kemoreseptor

perifer yaitu pada arkus aortik dan arteri karotis

V.4 Pemeriksaan Penunjang TB

a. Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang

sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini

dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan

lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.

b. Pengecatan dan Pembacaan Sediaan

- Pewarnaan sediaan dengan metode Ziehl – Nielsen

55

Page 56: Skenario a Blok 16 Fix

Bahan – bahan yang diperlukan: botol gelas berwarna coklat berisi larutan Carbol

Fuchsin 0,3%, botol gelas berwarna coklat berisi akohol (HCl-Alcohol 3%), botol

coklat berisi larutan Merhylen Blue 0,3%, rak untuk pengecatan slide, baskom

untuk ditempatkan di bawah rak, corong dengan kertas filter, pipet, pengukur

waktu (timer), api spiritus, air yang mengalir berupa air ledeng atau botol berpipet

berisi air, beberapa rak cadangan. Perwarnaan sediaan yang telah difiksasi,

maksimum 12 slide. Antar sediaan harus ada jarak untuk mencegah terjadinya

kontaminasi antar sediaan.

- Cara Pewarnaan

1. Letakkan sediaan dahak yang telah difiksasi pada rak dengan hapusan dahak

menghadap ke atas.

2. Teteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3% pada hapusan dahak sampai menutupi

seluruh permukaan sediaan dahak.

3. Panaskan dengan nyala api spiritus sampai keluar uap selama 3 – 5 menit. Zat

warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka

Carbol Fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat

seperti kuman TB

4. Singkirkan api spiritus, diamkan sediaan selama 5 menit.

5. Bilas sediaan dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas

terbuang.

6. Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCl Alcohol 3%) sampai warna merah

Fuchsin hilang

7. Bilas dengan air mengalir pelan

8. Teteskan larutan Methylen Blue 0,3% pada sediaan sampai menutupi seluruh

permukaan

9. Diamkan 10 – 20 detik

10. Bilas dengan air mengalir pelan

11. Keringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan dibawah

sinar matahari langsung) 10

- Pembacaan BTA

Hasil pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (Internasional

Union Against Tuberculosis) sesuai rekomendasi WHO.

56

Page 57: Skenario a Blok 16 Fix

HASILHASIL Jumlah BTA per Lap. Pandang Jumlah BTA per Lap. Pandang

Negatif Negatif

Ragu – Ragu –

ragu ragu

++

++++

++++++

BTA (-) per 100 lap.pandang BTA (-) per 100 lap.pandang

BTA 1 – 9 per 100 lap.pandang BTA 1 – 9 per 100 lap.pandang

BTA 10 –99 per 100 lap.pandang BTA 10 –99 per 100 lap.pandang

BTA 1 – 10 per 1 lap.pandang BTA 1 – 10 per 1 lap.pandang

BTA > 10 per 1 lap.pandang BTA > 10 per 1 lap.pandang

- Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto

apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-

macam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa

bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah, bayangan

berawan atau berbercak, adanya kavitas tunggal atau ganda, bayangan bercak milier,

bayangan efusi pleura, umumnya unilateral, destroyed lobe sampai destroyed lung,

kalsifikasi, schwarte (penebalan pleura). Menurut Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut:

Lesi minimal (Minimal Lesion): Bila proses tuberkulosis paru mengenai

sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume

paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus

spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak

dijumpai kavitas.

Lesi luas (FarAdvanced): Kelainan lebih luas dari lesi minimal

- Pemeriksaan Khusus

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman

TB seperti:

BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari

metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.

Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari

M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah

kemungkinan kontaminasi.

57

Page 58: Skenario a Blok 16 Fix

- Pemeriksaan serologi seperti ELISA, ICT dan Mycodot

- Pemeriksaan Penunjang Lain

Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana

LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang

spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai

alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai

makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali.

V.5 Immunologi Sistem Pernafasan

a. Imunitas Mukosa

Permukaan mukosa terdiri atas saluran pernapasan, saluran gastrointestinal,

dan saluran urogenital, mewakili pintu masuk utama dari patogen, terutama bakteri

dan virus. Patogen bereplikasi dan menyebabkan penyakit pada daerah awal mukosa

atau menginvasi jaringan tetangga dan aliran darah, menginduksi penyakit sistemik

lokal (Kaul and Ogra, 1998).

Selama respirasi, aliran udara terekspose terus-menerus oleh mikroorganisme

airborne dan antigen dari lingkungan. Oleh karena itu, permukaan mukosa harus

memiliki sistem pertahanan non spesifik yang sama kuatnya dengan mekanisme

pertahanan spesifik untuk melindungi saluran pernapasan dari infeksi.

b. Imunitas Bawaan

Pertahanan bawaan terdiri dari beberapa komponen fisik, seluler, dan

antimikroba. Mekanisme pertahanan mencegah partikel-partikel antigen dan

mikroorganisme memasuki paru – paru. Mekanisme ini dimulai dari hidung, yang

fungsinya sebaagai penyaring dengan menangkap partikel besar oleh fimbrae atau

rambut hidung. Partikel yang lebih kecil melewati saringan ini, lalu terhirup dan

tersimpan di pernapasan bawah, dimana musin yang melapisi permukaan saluran

pernapasan menangkap dan menghilangkannya melalui gerakan silia (Rastogi et al.,

2001). Partikel – partikel atau mikroorganisme yang melewati sistem pertahanan ini

berkontak dengan mediator yang ada di mukus, seperti lisozim, laktoferin, collectin, dan

defensin, yang dihasilkan oleh sel – sel pada saluran pernapasan. Produksi dari molekul –

molekul ini dapat melisiskan patogen atau menghancurkannya melalui opsonisasi atau

dengan mengerahkan sel – sel inflamasi (Boyton and Openshaw, 2002). Sebagai

tambahan, mekanisme pertahanan lain yang penting adalah pencernaan mikroorganisme

58

Page 59: Skenario a Blok 16 Fix

oleh sel – sel fagosit seperti makrofag dan sel dendrit. Aktivitas dari sel – sel fagosit dan

mikrobicidal penting untuk menjaga paru – paru dalam kondisi bersih dan steril.

c. Imunitas Adaptif

Sistem imun di saluran pernapasan atas dan bawah terdiri dari (Davis, 2001):

- Epitel yang mengandung sel – sel epitel dan jaringan ikat di bawahnya yang

mengandung sel – sel imunokompeten.

- MALT (Mucosal Associated Lymphoid Tissue) yang termasuk juga NALT (Nose

Associated Lymphoid Tissue), LALT (Larynx Associated Lymphoid Tissue), dan

BALT (Bronchus Associated Lymphoid Tissue).

- Limfonodus yang mendrainase saluran pernapasan.

Sistem imun mukosa dapat dibagi menjadi daerah induktif, yang merupakan

MALT dan antigen – antigen dari permukaan mukosa menggambarkan limfosit B dan T,

dengan demikoan meninisiasi respon imun; dan daerah efektor, terutama limfosit setelah

ekstravasasi dan diferensiasi yang mendekas fungsinya (Brandtzaeg and Pabst, 2004;

Kiyono and Fukuyama, 2004). Inisiasi respon imun antigen spesifik terjadi melalui pintu

khusus yang terdiri dari sel M yan terletak di epitel diatas folikel MALT. Folikel –

folikel ini mengandung semua sel imunokompeten, seperti sel B, sel T, dan APC yang

dibutuhkan untuk generasi respon imun (Brandtzaeg and Pabst, 2004).

Sel M terspesialisasi untuk pengambilan luminal dan transpor antigen. Dari

transpor antigen dari daerah luminal, kehadiran antigen dibutuhkan untuk aktivasi sel T.

APC pada paru – paru digambarkan oleh submukosa dan sel dendritik intersititial, dan

makrofag alveolar. Makrofag alveolar 85% terdapat di sel – sel alveoli, dimana jumlah

sel – sel densrit tidak sampai 1% dalam ruang paru – paru. Pada orang normal, makrofag

alveolar dilaporkan memiliki APC yang lebih rendah dibandingkan dengan sel dendrit.

Karena makrofag alveolar merupakan sel yang paling banyak pada alveoli, maka

makrofag ini akan melindungi saluran pernapasan dari inflamasi pada keadaan dibawah

normal.

Meskipun demikian, ketika masuknya partikel asing atau mikroorganisme,

makrofag alveolar akan berpengaruh pada derajat aktivitas atau maturasi dari sel dendrit

dengan melepaskan sitokin (Nicod et al., 2000). Sel dendrit terletak pada batas epitel

dipercaya sebagai APC yang poten, mendorong perkembangan sel T dan berhubungan

erat dengan inisiasi dan potensasi respon imun(Ogra, 2003). Sel dendrit menangkap

antigen, migrasi pada drainase organ limfoid lokal dan setelah proses maturasi, memilih

59

Page 60: Skenario a Blok 16 Fix

antigen –limfosit spesifik dimana mereka menyajikan antigen yang telah diproses,

dengan demikian menginisiasi respon imun adaptif (Banchereau and Steinman, 1998;

Banchereau et al., 2000).

Setelah menjadi sel efektor-memori, sel limfosit B dan T bermigrasi dari

MALT dan limfonodus regional ke darah perifer untuk ekstravasasi berikutnya pada

daerah efektor mukosa. Proses ini diarahkan oleh profil lokal molekul adhesi vaskular

dan chamokines, terutama the mucosal addressin cell adhesion molecule-1 (MAdCAM-

1) (Brandtzaeg and Pabst, 2004).

Diantara sel T yang berpatisipasi dalam respon imun adalah CD4+, CD8+ dan

sel γδ+ T. Sel T spesifik-antigen adalah efektor dari fungsi imun, melalui lisis dari sel

yang terinfeksi atau melalui sekresi sel sitokin T1 helper atau Th2. Perbedaan

perbandingan atau polarisasi dari sitokin ini memiliki kemampuan untuk memodulasi

respon imun terhadap infeksi. Sebagai tambahan, sel T CD4+ membantu sel B untuk

berkembang menuju sel plasma imunoglobulin (Ig) A (McGhee and Kiyono, 1999).

d. IgA pada Imunitas Mukosa

IgA merupakan isotop primer Ig diinduksi pada daerah mukosa (Aittoniemi et

al. 1999; Brandtzaeg, 1989dan diperkirakan memediasi fungsi pertahanan pada daerah

tersebut (Lamm, 1997; Mazanec et al., 1993).Polimer IgA (PigA) mengandung terutama

60

Page 61: Skenario a Blok 16 Fix

2 atau 4 monomer IgA yang terpolimerisasi melalui rantai J, yang ditambahkan pada

molekul Ig tepat sebelum sekresi oleh sel plasma (Johansen et al., 2000).

Setelah sekresi oleh sel plasma, IgA mukosa ditransportasikan dari lapisan

epitel baso-lateral ke apikal (luminal). Transpor IgA ke dalam lumen dimediasi oleh

reseprot polimer Ig (pIgR), ang diekspresikan pada daerah baso-lateral dari sel epitel

yang melapisi permukaan mukosa(Mostov, 1994). Selama transpor, pIgR terbelah secara

proteolitik dan porsi molekul ekstraselular, komponen sekretori, dilepaskan dalam

hubungan dengan pIgA, membentuk secara bersama – sama secretory IgA(sIgA)

(Norderhaug et al., 1999).

e. Fungsi IgA

IgA memilipi peran penting dalam imunitas mukosa, mencegah

mikroorganisme dan protein asing dari penetrasi permukaan mukosa (Mestecky et al.,

1999). IgA juga menetralisasi toksin dan organisme infeksi. sIgA telah dimaksudkan

untuk bekerja pada level anatomi yang berbeda dalam hubungannya dengan epitelium

mukosa. Pada daerah luminal, pIgA mengadapi antigen dengan jaringan utama

menghasilkan kompleks imun, yang diproses bersama jalur eksretori dan disekresikan

secretions (Kaetzel et al., 1991; Stokes et al., 1975). Selama transpor melalui sel epitel

pelapis, setelah pIgR-mediated endocytosis, IgA dapat berinteraksi dengan patogen

intraselular, seperti virus, memblok replikasi mereka (Burns et al., 1996; Mazanec et al.,

1992; Mazanec et al., 1995).

61

Page 62: Skenario a Blok 16 Fix

Identifikasi dan karakterisasi dari reseptor leukosit – Fc untuk IgA (FcαR,

CD89) pada neutrofil, eosinofil, dan monosit manisa telas jelas mendemonstrasikan

peran aktif IgA pada imunitas mukosa.

f. Respon Imun Bawaan terhadap TB

Penelitian imunologi dan genetik menyimpulkan bahwa imunitas bawaan

relevan dengan pertahanan melawan M.tuberculosis. Pengambilan M.tuberculosis oleh

makrofag alveolar menunjukkan langkah pertama pertahanan bawaan melawan TB.

Interaksi ini dimediasi oleh reseptor selular seperti reseptor komplemen, reseptor

manosa, reseptor surfaktan, dan reseptor scavenger (Chan et al., 1992; Downing et al.,

1995; Flesch and Kaufmann, 1988; Gaynor et al., 1995; Schlesinger et al., 1993). Baru –

baru ini, perhatian difokuskan pada peran dari toll-like receptor (TLR) dalam memidiasi

pengambilan mycobakteria oleh makrofa. Secara spesifik, peran dari TLR2 dan TLR4

dalam mengenali mycobacteria dan mendorong respon antimikroba.

Immune response to TB. Aktivasi TLR oleh dinding sel M.tuberculosis dengan

kandungan lipoprotein menginduksi produksi dari IL-12, sitokin penting yang merespon

dalam melawan TB(Brightbill et al., 1999). TLR yang memediasi produksi IL-12 juga

menghasilkan peningkatan produksi nitrit oksida sintetase dan NO, yang penting untuk

membunuh mycobacteria intracellular.

Selain itu, TLR berkontribusi dengan mendeteksi mycobacteria berkaitan

dengan pola molekul dan memiasi sekresi molekul efektor antimycobacterial. Meskipun

begitu, TLR juga mempengaruhi imunitas spesifik dengan meningkatkan regulasi

molekul immunomodulatory yang mendukung perkembangan respon pro-inflamasi

(Schluger, 2001).

g. Respon Imun Spesifik terhadap TB

Respon Imun spesifik terhadap M.tuberculosis pada paru kompleks dan

melibatkan mekanisme multipel. Sel T dipercaya penting dalam respon imun protektif

melawan TB, dan interkasi sel T-makrofag kritis sebagai kontrol terhadap infeksi.

Produksi dari sitokin inflamasi dan chemokines, diinduksi oleh pencernaan

M.tuberculosis oleh makrofag alveolar (Means et al., 1999), membawa pada migrasi

monosit derivat makrofag dan sel dendritik ke daerah yang terinfeksi. Sel dendrtik yang

menelan mycobacteria, deasa dan bermigrasi ke limfonodus regional(Bodnar et al., 2001;

Henderson et al., 1997; Hertz et al., 2001), dimana sel T diutamakan untuk melawasn

62

Page 63: Skenario a Blok 16 Fix

antigen mycobacterial. Sel T utama meluas dan bermigrasi ke daerah terinfeksi pada paru

– paru. Migrasi dari makrofag dan sel T membentuk granuloma, yang terdiri dari sel –

sel seperti sel B, sel dendritik, sel endotelial, fibroblas, dan mungkin sel stroma

(Gonzalez-Juarrero et al., 2001).

Fungsi granuloma adalah sebagai imunitas yang memfasilitasi interaksi antara

sel T dan makrofag, menyediakan rangka pada sel, granuloma menutup mycobacteria

dari penyebaran ke daerah paru lainnya, membatasi penyebaran infeksi. Walaupun

begitu, berdasarkan komposisi sel dan profil sekresi sitokin dan kemokin, granuloma

juga dihubungkan dengan patologi atau kurang adekuatnya multiplikasi basil (Saunders

and Cooper, 2000).

Sel T CD4+

Sel T CD4+ memainkan peran utama dalam respon imun melawan M.

tuberculosis. Peptida antigen dari mycobacteria, berdegradasi dalam phagolysosomal dan

kompleks dengan molekul MHC kelas II dikenali oleh sel T CD4+ yang akan

mengaktivasi sel T CD4+ (Davis and Bjorkman, 1988). Fungsi utama sel T CD4+ dalam

imunitas TB diperkirakan dengan memproduksi sitokin, khususnya IFN-γ, yang akut

untuk aktivasi makrofag dan induksi selanjutnya dari mekanisme mikrobisidal (Flesch

and Kaufmann, 1990). Peran akut dari IFN-γ dalam mengontrol infeksi mycobacterial

telah didemonstrasikan pada model hewan. Tikus dengan defisiensi IFN-γ or in IL-12,

sitokin yang menginduksi produksi IFN-γ secara akut, lebih rentan terhadap M.

tuberculosis (Cooper et al., 1993; Cooper et al., 1997). Penelitian terhadap manusia

menunjukkan, pasien dengan defisiensi reseptor IFN-γ menunjukkan penyebaran infeksi

M.bovis BCG dan/atau mycobacteri dari lingkungan, yang berujung pada kematian

sekitar setengah dari pasien dan memerlukan pengobatan antimycobacteria yang

berkelanjutan untuk bertahan.

Sel T CD4+ juga berkontibusi dalam mengontrol infeksi infeksi

mycobacterium melalui mekanisme independent IFN-γ. Bukti yang lebih jauh,

pentingnya sel T CD4+ dalam mengontrol TB pada manusia, yaitu studi yang

dihubungkan dengan HIV, deplesi sel T CD4+ pada infeksi meningkatkan kerentanan

pada TB primer dan reaktivasi TB secara dramatis(Havlir and Barnes, 1999; Jones et al.,

1993).

63

Page 64: Skenario a Blok 16 Fix

Sel T CD8+

Sel T CD8+ juga berpartisipasi dalam respon mun antimycobacterium.

Berkebalikan dari epitop peptida yang ditunjukkan oleh molekul MHC, molekul CD1

menunjukkan lipid atau glikolipid pada sel T(Porcelli and Modlin, 1999). Sel T CD8+

memiliki dua fungsi utama dalam imunitas TB, melisiskan sel yang terinfeksi dan

memproduksi sitokin, terutama IFN-γ dengan waktu produksi yang lebih lambat dan

terbatas.

Makrofag

Makrofag dilaporkan memiliki peran yang sangat penting dalam respon imun

adaptif dalam melawan mycobacterium dengan memproduksi sitokin seperti TNF-α dan

IL-1β. TNF-α dan IL-1β bersama dengan IFN-γ, diproduksi oleh sel T menstimulasi

produksi NO dalam makrofag. Produksi NO dan reaktif nitrogen oleh makrofag

diperkirakan sebuah mekanisme perlawanan efektif terhadap patogen mikroba

intraselular seperti mycobacterium (Chan et al., 1992; Denis, 1991).

Sel B

Peran sel B dan antibodi lebih kurang dimengerti. Penelitian menujukkan

bahwa peran sel B adalah sebagai APC dan formasi granuloma, atau peran dala regulasi

kemokin dan adesi molekul yang mengerahkan neutofil, makrofag, dan CD8+ selama

infeksi awal M.tuberculosis.

VI. KESIMPULAN

Mr. Y 40 tahun seorang pelaut menderita TB HIV.

64

Page 65: Skenario a Blok 16 Fix

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC.

Sherwood. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta: ECG.

Prof. dr. Hood Alsagaff. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press:

Surabaya.

Aru W. Sudoyo, dkk., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2006.

Yusuf I. Soeparman. Waspadji. Manifestasi Klinis Penyakit Paru dalam Ilmu Penyakit

Dalam. BP-FKUI Jakarta. 1987. p. 688.

Price SA.Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Pathophysiology

Clinical Consepts of Diseases Processes) alih bahasa Adji Dharma. EGC. Jakarta.

1984. p. 531.

Maartens G, Wilkinson RJ. Tuberculosis. Lancet. 2007 Dec 15;370(9604):2030-43

Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: Penerbit buku

Kedokteran EGC.

Pradmapriyadarsini C, Narendan G. Diagnosis & Treatment of Tuberculosis in HIV co-

infected patients. Indian J Med Res 134. 2011 Dec; pp 850-865

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic and Clinical Pharmacology. 11th ed. New York:

McGraw-Hill;2009.

Estunimgtyas A., Arif A. Obat lokal. In: Gunawan, SG., Setiabudy R., Nafrialdy, Elysabeth.

Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI.

2007.

Munoz, Ariane Rodriguez (2005). Doctoral Thesis from the Department of Immunology:

Mucosal Immunity in The Respiratory Tract: The Role of IgA in Protection Against

Intracellular Pathogens. Stockholm University : Stockholm.

Harrison. Principles of Internal Medicine 18th ed Ch165, Ch168, dan Ch189.

Werdhani, R.A (n/n). Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Departemen

Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga: FKUI.

65