Skenario 8 (PPOK)

39
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. 1 Gangguan progresif lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernapasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernapasan reversibel pada asma. 2 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala-gejala dari kedua bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma. Sebagian besar PPOK waktu sekunder terhadap penyalahgunaan tembakau, meskipun cystic fibrosis, alfa-1 antitrypsin, bronkiektasis, dan beberapa bentuk yang jarang dari penyakit paru-paru dapat menyebabkan bulosa juga. 3 1.2 Tujuan Mampu mengetahui anamnesis yang berhubungan dengan sistem respirasi Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjangnya 1

description

makalah

Transcript of Skenario 8 (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel.1 Gangguan progresif lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernapasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernapasan reversibel pada asma.2Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala-gejala dari kedua bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma. Sebagian besar PPOK waktu sekunder terhadap penyalahgunaan tembakau, meskipun cystic fibrosis, alfa-1 antitrypsin, bronkiektasis, dan beberapa bentuk yang jarang dari penyakit paru-paru dapat menyebabkan bulosa juga.31.2 Tujuan Mampu mengetahui anamnesis yang berhubungan dengan sistem respirasi Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjangnya Mampu mengetahui diagnosis kerja dan diagnosis banding dari kasus yang diberikan Mampu mengetahui epidemiologinya Mampu mengetahui etiologinya Mampu mengetahui faktor risikonya Mampu mengetahui patofisiologinya Mampu mengetahui gejala klinisnya Mampu mengetahui komplikasinya Mampu mengetahui penatalaksanaannya Mampu mengetahui pencegahannya Mampu mengetahui prognosisnyaPEMBAHASAN2.1 AnamnesisAnamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit si pasien, berikut dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dapat dilakukan dengan pasien sendiri yang disebut auto-anamnesis tetapi dapat juga dilakukan dengan menanyai keluarga atau yang menemani pasien misal pada anak-anak atau bila pasien dalam keadaan gawat atau menderita strok dengan afasia dan disebut allo-anamnesis. Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.4Beberapa komponen riwayat kesehatan: Identifikasi dataMengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan. Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan atau rekam medis. Keluhan utamaSatu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari perawatan Penyakit saat iniMenjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala, tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah menyebar), kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa parah), waktu terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya penyakit), faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, manifestasi terkait (apakah anda mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala tersebut). Kemudian juga termasuk pikiran dan perasaan klien mengenai penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup medikasi, alergi, kebiasaan merokok, alkohol, karena kerap kali terkait dengan penyakit yang sedang diderita. Riwayat kesehatan masa laluPenyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori berikut: medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan keamanan rumah. Riwayat keluargaGambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek. Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya. Riwayat pribadi dan sosialJelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah tangga saat ini, minat individu, dan gaya hidup.52.2 Pemeriksaan2.2.1 Pemeriksaan fisik InspeksiInspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelinan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.1. Kelainan dinding dadaKelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi, ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.2. Kelainan bentuk dada.Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu: Dada paralitikum dengan ciri-ciri dada kecil, diameter sagital pendek; sela iga sempit, iga lebih miring, angulus costae 900, terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK. Kifosis dengan ciri-cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral pasien. Skoliosis cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior. Pectus excavatum cirinya dada dengan tulang sternum yang mencekung. Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) cirinya dada dengan tulang sternum menonjol ke depan.3. Frekuensi pernapasanFrekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya pada pneumonia, anksietas, asidosis. 4. Jenis pernapasan Torakal misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum. Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut. Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada daerah tersebut. Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia. 5. Pola pernapasan Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti. Takipnea: napas cepat dan dangkal. Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam. Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas. Pernapasan biot (ataxic breathing): jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini basanya merupakan pertanda yang kurang baik. Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang dalam. PalpasiPalpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis. 1. Palpasi dalam keadaan statis.Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah: Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan kedua aksila. Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi mediastinum dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung. Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain. 2. Palpasi dalam keadaan dinamis.Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal. Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien menarik napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut. Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan harus disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan ebagai normal, melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif). PerkusiBerdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam yaitu: Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat pada paru yang normal Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumotoraks, dan bula yang besar Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya adanya infiltrat/konsolidasiDalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. AuskultasiAuskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sitem trakeobronkial. Suara napas pokok yang normal terdiri dari: Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru. Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula. Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung. Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni. Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah trakea. Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong. Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat terdengar sebagai suara napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi infiltrat).Suara nafas tambahan terdiri dari: Ronki basah (crakels atau rales): suara nafas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus, sedangkannyang halus lagi berasal dari alveoli yang disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru). Rongki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma. Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didaptkan pada pasien dengan hidropneumotoraks. Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan pleura yang menyelimuti jantung.5Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik: Pasien biasanya tampak kurus dengan barel shaped chest (diameter anteroposterior dada meningkat). Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang. Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang. 2.2.2 Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan radiologi Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema paru, foto toraks menunjukan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan ke distal.12. Pemeriksaan fungsi paruMenunjukan obstruksi aliran napas dan menurunnya pertukaran udara akibat destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau meningkat akibat udara yang terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena 20% pasien negalami perbaikan dengan pemberian bronkodilator. 3. Pemeriksaan gas darahAnalisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada hipoksemia kronis kadar hemoglobin bisa meningkat.2

2.3 Diagnosis2.3.1 Diagnosis Kerja Penyakit Paru Obstruktif KronikPenyakit Paru Obstruktif Kroniki (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.1Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma (seperti terlihat pada gambar di bawah).3

Gambar 1. Venn diagram dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Obstruktif penyakit paru-paru kronis adalah gangguan di mana subset dari pasien mungkin memiliki fitur dominan dari bronkitis kronis, emfisema, atau asma. Hasilnya adalah obstruksi aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.3

2.3.2 Diagnosis Banding Tuberkulosis ParuTuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah. Pasien TB paru menampakan gejala klinis, yaitu tahap asmiptomatis, gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi, eksaserbasi yang memburuk, dan gejala berulang dan menjadi kronik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain), tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum, sekret di saluran nafas dan ronki, suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah, bayangan berawan (patchy) atau berbecak (nodular), adanya kavitas, tunggal atau ganda, kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru, adanya kalsifikasi, banyangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian, dan bayangan milier.Klasifikasi diagnostik TB adalah: TB paruBTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB, dengan gejala klinis sesuai TB. BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat. TB paru tersangkaDiagnosisi pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai. Bekas TB (tidak sakit)Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.Penatalaksanaannya yaitu Obat Anti TB (OAT) dan pembedahan pada TB paru. OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid, mencegahan kekambuhan dalam tahun pertama setelah pegobatan dengan kegiatan sterilisasi, dan menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis. Maka pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase yaitu fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat, dan fase lanjutan melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatisk pada pengobatan konvensional. OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifampisin (R), pirazinamid (Z). Obat TB pilihan pertama antara lain Isoniazid (INH), rifampisin, etambutol, pirazinamid, streptomisin. Obat TB pilihan kedua antara lain aminoglikosida, golongan tionamid, fluorokuinolon, sikloserin, dan asam paraamino salisilat (PAS).Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama untuk suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB. Strategi ini terdiri dari 5 komponen yaitu dukungan politik para pemimpin wilayah di stiap jenjang, mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosis TB melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif, pengawas minum obat (PMO), pencatat dan pelaporan dengan baik dan benar, dan panduan obat anti TB jangka pendek yang benar. BronkiekstasisBronkiekstasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus. Bronkiekstasis diklasifikasikan dalam bronkiekstasis silindris, fusiform, dan kistik atau sakular. Bronkiekstasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenzae dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiella dan Staphyolcoccus aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiekstasis ditemukan pula pada pasien dengn infeksi HIV atau virus lain seperti adenovirus atau virus influenza. Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirupnya gas toksik (amonia, aspirasi asam dari cairan lambung, dan lain-lain).Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiekstasi. Pada bronkiekstasis ringan mungkin tidak terdapat gejala. Kalau pun ada, biasanya abtuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Pada bronkiekstasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak nafas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas.Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat ronki basah sedang sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksan yang berulang. Kadang-kadang dapat ditemukan ronki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redupsuara napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal.1 PneumoniaDasar kelainannya kerusakan jaringan parenkim paru oleh infeksi. Keluahn pokoknya demam-menggigil, batuk dengan sputum purulen, sakit dada, dan berat badan meurun. Tanda pentingnya takikardia, pernapasan cepat/alansi, herpes labialis, bunyi krepitasi, bunyi gesekan pleura, bunyi pernapasan bronkial dan whispering pectoriloquy, vokal fremitus mengeras pada sisi sakit dan pekak relatif pada sisi sakit. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, foto dada tampak infiltrat.6 Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan Enterrobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karasteristik kuman. Juga dijumpai pada berbagai bakteri enterik gram negatif. Klasifikasi pneumonia yaitu pneumonia komunitas (sporadis atau endemik; muda atau orang tua), pneumonia nosokomial (didahului perawatan di RS), pneumonia rekurens (terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia pada gangguan imun (pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS). Klasifikasi ini membantu pelaksanaan terapi pneumonia secara empirik.72.4 EpidemiologiSurvei Kesehatan Nasional Wawancara melaporkan prevalensi emfisema pada 18 kasus per 1000 orang dan bronkitis kronis pada 34 kasus per 1000 orang. Sementara tingkat emfisema telah tinggal sebagian besar tidak berubah sejak tahun 2000, tingkat bronkitis kronis telah menurun. Penelitian lain memperkirakan prevalensi 10,1% di Amerika Serikat. Namun, prevalensi yang tepat dari PPOK di Amerika Serikat diyakini diremehkan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa itu adalah penyakit (dan undertreated) terdiagnosis, karena sebagian besar pasien tidak hadir untuk perawatan medis sampai penyakit ini dalam tahap akhir. Prevalensi PPOK yang tepat dari seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui, tapi perkiraan bervariasi 7-19%. Beban Penyakit Paru-Paru (BOLD) studi menemukan prevalensi global 10,1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 11,8% dikumpulkan dari dan perempuan 8,5%. Angka bervariasi di berbagai wilayah dunia. Cape Town, Afrika Selatan, memiliki prevalensi tertinggi, yang mempengaruhi 22,2% pria dan 16,7% perempuan. Hannover, Jerman, di sisi lain, memiliki prevalensi terendah, sebesar 8,6% untuk pria dan 3,7% untuk perempuan. Perbedaan dapat dijelaskan sebagian oleh situs dan seks perbedaan dalam prevalensi merokok. Seperti dicatat di atas, laporan-laporan ini secara luas diyakini meremehkan karena COPD adalah dikenal terdiagnosis dan undertreated. Selain itu, prevalensi pada wanita diyakini meningkat. Meskipun tingkat saat ini dari COPD pada pria lebih tinggi dari tingkat pada wanita, tingkat pada perempuan telah meningkat. PPOK terjadi terutama pada orang tua dari usia 40 tahun. Sebuah studi oleh Mintz dkk memperkirakan prevalensi PPOK tak dikenal. Menggunakan Fungsi Paru Kuesioner (LFQ) dan hasil spirometri, studi menetapkan bahwa sekitar 1 dari 5 pasien (21%) berusia 30 tahun atau lebih tua dengan riwayat merokok selama 10 tahun atau lebih terlihat di sebuah pusat perawatan primer kemungkinan memiliki PPOK.32.5 EtiologiFaktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK adalah: Kebiasaan merokok Polusi udara Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja Riwayat infeksi saluran napas Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.1Merokok Penyebab utama PPOK adalah paparan asap rokok. Secara keseluruhan, rekening merokok tembakau sebanyak 90% risiko COPD. Merokok menyebabkan makrofag untuk melepaskan faktor chemotactic neutrofil dan elastases, yang menyebabkan kerusakan jaringan. PPOK klinis yang signifikan terjadi pada 15% dari perokok, meskipun angka ini diyakini meremehkan. Usia inisiasi merokok, total paket-tahun, dan status merokok saat ini memprediksi COPD kematian. Orang yang merokok memiliki penurunan tahunan meningkat dalam FEV 1: penurunan fisiologis yang normal dalam FEV 1 diperkirakan 20-30 ml / y, tetapi tingkat penurunan pada pasien PPOK umumnya 60 ml / y atau lebih besar. Asap rokok, atau asap tembakau lingkungan, meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, menambah gejala asma, dan menyebabkan pengurangan terukur dalam fungsi paru. Sebuah studi oleh Nagelmann dkk menyimpulkan bahwa fungsi paru-paru penyimpangan dan perubahan struktural paru yang hadir pada orang yang merokok sebelum tanda-tanda klinis obstruksi jalan napas mengungkapkannya. Perubahan ini dapat dideteksi oleh plethysmography tubuh dan pengukuran kapasitas menyebar dengan spirometri rutin . Faktor lingkungan PPOK tidak terjadi pada individu yang tidak pernah merokok. Walaupun peran polusi udara dalam penyebab PPOK tidak jelas, efek kecil bila dibandingkan dengan merokok. Di negara berkembang, penggunaan bahan bakar biomassa dengan memasak dalam ruangan dan pemanas kemungkinan menjadi kontributor utama terhadap prevalensi PPOK di seluruh dunia. Paparan jangka panjang lalu lintas yang terkait polusi udara dapat menjadi faktor dalam PPOK pada pasien dengan diabetes dan asma. Airway hiperresponsivitas Hyperresponsiveness napas (misalnya, hipotesis Belanda) menetapkan bahwa pasien yang memiliki hiperreaktivitas jalan napas nonspesifik dan yang merokok berada pada peningkatan risiko PPOK dengan penurunan fungsi paru-paru dipercepat. Hiperreaktivitas jalan napas nonspesifik berbanding terbalik dengan FEV 1 dan dapat memprediksi penurunan fungsi paru-paru. Peranan yang mungkin dari hyperresponsiveness napas sebagai faktor risiko untuk pengembangan COPD pada orang yang merokok tidak jelas. Selain itu, hiperreaktivitas bronkus mungkin hasil dari peradangan saluran napas diamati dengan perkembangan yang berhubungan dengan merokok bronkitis kronis. Hal ini dapat menyebabkan remodeling saluran napas, yang mengarah ke obstruksi lebih tetap, seperti yang terlihat pada orang dengan PPOK.

Alpha1-antitrypsin Alpha1-antitripsin (AAT) adalah anggota dari keluarga glikoprotein serin protease inhibitor yang disintesis dalam hati dan disekresikan ke dalam aliran darah. Tujuan utama dari protein ini, 394-asam amino berantai tunggal adalah untuk menetralisir elastase neutrofil dalam interstitium paru-paru dan untuk melindungi dari kerusakan parenkim paru elastolytic. Defisiensi AAT berat predisposisi elastolysis dilawan dengan sequela klinis dari onset awal panacinar emfisema. Defisiensi AAT adalah faktor risiko hanya dikenal genetik untuk mengembangkan PPOK dan menyumbang kurang dari 1% dari seluruh kasus di Amerika Serikat. Defisiensi AAT parah menyebabkan emfisema dini pada usia rata-rata 53 tahun untuk merokok dan 40 tahun bagi perokok. Hampir 24 varian dari molekul AAT telah diidentifikasi, dan semuanya diwariskan sebagai alel kodominan. Alel M umum (PIM) dapat ditemukan pada 90% orang, dan homozigot (Pimm) fenotipe menghasilkan tingkat serum dalam kisaran referensi. Negara PiZZ homozigot adalah negara kekurangan yang paling umum dan menyumbang 95% orang dalam kategori sangat kekurangan. Penggunaan obat intravena Emfisema terjadi pada sekitar 2% dari orang yang menggunakan intravena (IV) obat. Hal ini dikaitkan dengan kerusakan pembuluh darah paru yang dihasilkan dari pengisi larut (misalnya, tepung maizena serat kapas, selulosa, bedak) yang terkandung dalam metadon atau methylphenidate. Kista bulosa ditemukan dalam hubungan dengan penggunaan IV dari kokain atau heroin terjadi terutama di lobus atas. Sebaliknya, metadon dan suntikan methylphenidate terkait dengan basilar dan emfisema panacinar. Immunodeficiency sindrom Manusia infeksi virus (HIV) immunodeficiency telah ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pembaur seperti merokok, penggunaan narkoba IV, ras, dan usia. Kerusakan paru-paru apikal dan kortikal bulosa terjadi pada pasien yang mengalami sindrom defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis carinii. Pneumatoceles reversibel diamati pada 10-20% pasien dengan infeksi ini. Sindrom vaskulitis Hypocomplementemic sindrom vaskulitis urtikaria (HVUS) mungkin berhubungan dengan penyakit paru obstruktif. Manifestasi lainnya termasuk angioedema, artritis nondeforming, sinusitis, konjungtivitis, dan perikarditis. Gangguan jaringan ikat Cutis laxa adalah gangguan elastin yang paling menonjol ditandai dengan munculnya penuaan dini. Penyakit ini biasanya bawaan, dengan berbagai bentuk warisan (yaitu, dominan, resesif). Emfisema dewasa sebelum waktunya telah dijelaskan dalam hubungannya dengan Cutis laxa sedini periode neonatal atau bayi. Patogenesis gangguan ini termasuk cacat dalam sintesis elastin atau tropoelastin. Sindrom Marfan merupakan penyakit autosomal dominan yang diwariskan dari kolagen tipe I ditandai oleh panjang abnormal ekstremitas, subluksasi lensa, dan kardiovaskular kelainan. Kelainan paru, termasuk emfisema, telah dijelaskan dalam sekitar 10% pasien. Ehlers-Danlos mengacu pada sekelompok mewarisi kelainan jaringan ikat dengan manifestasi yang mencakup hyperextensibility dari kulit dan sendi, bruisability mudah, dan pseudotumors, juga telah dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi dari COPD. Penyakit Salla Penyakit Salla adalah gangguan resesif autosomal penyimpanan dijelaskan di Skandinavia, penyakit ini ditandai dengan penumpukan asam sialic intralysosomal di berbagai jaringan. Manifestasi klinis yang paling penting adalah keterbelakangan mental yang berat, ataksia, dan nistagmus. Emfisema dewasa sebelum waktunya telah dijelaskan dan mungkin adalah sekunder untuk aktivitas penghambatan gangguan tripsin serum.32.6 Faktor Risiko Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 15 % perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruktif pada anak. Terdapat peningkatan risiko PPOK pada bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada < 1% penderita PPOK terdapat defek gen -1 antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kana-kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK pada saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK. Pajanan debu pekerjaan dan (emas, kadmium, batu bara) merupakan faktor risiko independen untuk PPOK. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas PPOK.82.7 PatofisiologiPada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.1Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan poduksi mukus , menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3 bulan/tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema) yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara, dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadinya sesak napas. Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia. Jika oksigen tambahan menghilangkan hipoksemia, dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal napas.22.8 Gejala KlinisGejala klinisnya antara lain: Batuk Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernafas.1Adanya gejala batuk dan napas pendek yang bersifat progresif lambat dalam beberapa tahun pada perokok atau mantan perokok cukup untuk menetukan diagnosis. Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan obstruksi saluran napas (volume ekspirasi paksa I detik [FEV1]: Penyakit ringan: FEV1 60-80% dari perkiraan usia/jenis kelamin-batuk, dispenea minimal, pemeriksaan fisis paru normal. Penyakit sedang: FEV1 40-59% - batuk, sesak napas saat aktivitas yang tidak terlalu berat, mengi, hiperinflasi, dan penurunan udara yang masuk. Penyakit berat: FEV1 < 40% - batuk, sesak napas saat aktivitas ringan: tanda-tanda PPOK sedang dan kemungkinan gagal napas serta kor pulmonal.22.9 Komplikasi Kor Pulmonal. Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung. Eksaserbasi akut PPOK. Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan bahkan kematian. Hipertensi paru. Hipertensi paru terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana sel-sel darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi paru, arteri paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui pembuluh darah.

Pneumotoraks.Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis lubang. Polisitemia sekunder. Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah. Kegagalan pernafasan. Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau pneumonia.92.10 Penatalaksanaan1. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan: Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umunya disebakan oleh H. Influenzae dan S. Pneumoniae, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari. Augmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi -laktamase.Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pnemonia, maka dianjurkan antibiotik yang lebih kuat. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapsan karena hiperkapnea dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2. Fisioterapi membantu pasien mengeluarkan sputum dengan baik. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg atau ipratropium bromida 250 g diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.2. Terapi jangka panjang dilakukan dengan: Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fugnsi faal paru. Fisioterapi. Latihan fisik untuk menignkatkan toleransi aktivitas fisik. Mukolitik dan ekspektorant Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 , 7,3 kPa (55 mmHg). Rehabilitasi pasien cenderung mengalami kesulitan bekerja, emrasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari deperesi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis, rehabilitasi pekerjaan.1

2.11 Pencegahan Polusi udara luarPolusi udara dapat membuat PPOK buruk. Ini dapat meningkatkan risiko terjadinya flare-up, atau eksaserbasi PPOK , bila gejala bertambah buruk Anda dengan cepat dan tetap buruk. Cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi.10 Jika Anda tidak dapat menghindari polusi udara, memakai masker polusi udara untuk meminimalkan paparan Anda.11 Polusi udara dalam ruangan. Memiliki ventilasi yang baik di rumah Anda untuk menghindari polusi udara dalam ruangan.10 Jauhkan karpet kering dan disedot secara rutin untuk membantu pengendalian debu.11 Asap rokok. Masih belum diketahui apakah asap rokok dapat menyebabkan PPOK. Namun sebuah studi besar menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar asap rokok lebih mungkin untuk mendapatkan emphysema dibandingkan dengan anak yang tidak terkena. Dan orang-orang yang terpapar asap rokok untuk waktu yang lama yang lebih cenderung memiliki masalah pernapasan dan penyakit pernapasan. Bahaya kerja. Jika pekerjaan Anda menghadapkan Anda untuk asap kimia atau debu, gunakan peralatan keselamatan untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang Anda hirup.102.12 PrognosisPrognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok, penurunan fungsi paru akan lebih cepat daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen jangka panjang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti memperbaiki angka harapan hidup.2 Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi.1 Bila FEV1 1,4 liter dapat hidup selama 10 tahun, semakin kecil FEV1 masa hidup semakin pendek. Bentuk bronkitis kronis asmatika lebih baik daripada bentuk empisematous.6

BAB IIIPENUTUPPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga termasuk asma.Ada berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK yaitu kebiasaan merokok polusi udara, paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja, riwayat infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Penatalaksanaannya bisa diberikan antibiotik, terapi oksigen, bronkodilator dan sebagainya. Kita dapat melakukan berbagai hal untuk mencegah atau menghindari penyakit ini yaitu menghindari polusi udara baik di luar maupun di dalam ruangan, asap rokok, dan mengurangi paparan dari pekerjaan yang meningkatkan resiko terkena penyakit paru obstruktif kronik.

DAFTAR PUSTAKA1. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rkhmi, Wardhani Ika Wahyu, Seiowulan Wiiwiek. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2007. Hal 472-476, 480-483.2. Davey Patrick. Medicine at glance. Jakarta; Penerbit Erlangga; 2005. Hal 181-183. 3. Kleinschmidt Paul. Penyakit paru obstruktif kronik dan emfisema di pengobatan darurat. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/807143-overview/04/01/2011, 17 juli 2011.4. Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I. Jakarta: EGC; 2007. Hal 18.5. Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2008. Hal 15. 6. Halim-Mubin A. Panduan praktis ilmu penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001. Hal 201, 203.7. Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid II. Jakarta: EGC; 2007. Hal 964-966.8. Brashers Valentina. Clinical applicaton of pathophysiology. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2007. Hal 85.9. Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diunduh darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2009, 17 Juli 2011.10. Rhoads Caroline, Yoneda Ken. Bagaimana anda bisa mencegah PPOK. Diunduh dari http://www.health.com/health/condition-article/0,,20266997,00.html/16/09/2010. 17 Juli 2011.11. Tips untuk mencegah eksaserbasi PPOK. Diunduh dari http://www.copd.ca/index.php/Living-with-COPD/tips-to-prevent-copd-exacerbations-flare-ups.html/2009. 17 Juli 2011.1