Skenario 2 Blok 8

22
LO 1. Bagaimana respon imun terhadap virus dan infeksi bakteri? 2. Pemeriksaan sputum untuk penyakit apa saja? 3. Bagaimana prinsip manajemen dalam scenario? 4. Apa hubungan TB dan HIV? 5. Termasuk di stadium manakah TB pada HIV? 6. Bagaimana efek dari terapi retroviral, prinsipnya, dan penerapannya? 7. Jelaskan sel dan organ yang terlibat dalam system imun? Jawaban: 1. Respon Imun terhadap Infeksi Virus HIV Sesaat setelah infeksi virus HIV, viral load (kadar virus) individu yang terinfeksi akan mengalami pertumbuhan secara ekponensial. Puncak dari kurva pertumbuhan tersebut berkaitan dengan respon imun terhadap HIV. Respon imun terhadap HIV melibatkan antibody maupun sel T mampu mengontrol jumlah virus HIV, tetapi tidak mengeliminasinya. Gambar 1. Anatomi Virus HIV Sesaat setelah infeksi, antigen p24 terdeteksi di dalam serum. Antigen yang bersirkulasi tersebut tiba-tiba menghilang setelah si individu seroconvert,

description

tutorial

Transcript of Skenario 2 Blok 8

Page 1: Skenario 2 Blok 8

LO

1. Bagaimana respon imun terhadap virus dan infeksi bakteri?2. Pemeriksaan sputum untuk penyakit apa saja?3. Bagaimana prinsip manajemen dalam scenario?4. Apa hubungan TB dan HIV?5. Termasuk di stadium manakah TB pada HIV?6. Bagaimana efek dari terapi retroviral, prinsipnya, dan penerapannya?7. Jelaskan sel dan organ yang terlibat dalam system imun?

Jawaban:

1. Respon Imun terhadap Infeksi Virus HIV Sesaat setelah infeksi virus HIV, viral load (kadar virus) individu yang terinfeksi akan mengalami pertumbuhan secara ekponensial. Puncak dari kurva pertumbuhan tersebut berkaitan dengan respon imun terhadap HIV. Respon imun terhadap HIV melibatkan antibody maupun sel T mampu mengontrol jumlah virus HIV, tetapi tidak mengeliminasinya.

Gambar 1. Anatomi Virus HIV

Sesaat setelah infeksi, antigen p24 terdeteksi di dalam serum. Antigen yang bersirkulasi tersebut tiba-tiba menghilang setelah si individu seroconvert, mengembangkan respon antibodi terhadap envelope dan core antigen. Sebagian besar respon antibodi humoral tidak menargetkan envelope virus dan tidak memiliki efek netralisasi. Antibodi netralisasi menargetkan epitop tertentu di dalam region loop gp120 dan kompleks prefusi gp4120. Sejumlah kecil antibodi baru muncul setelah tiga hingga enam bulan setelah infeksi dan dalam titer yang rendah.

Sel T CD8+ (Sitotoksik)Kelanjutan dari pengenalan antigen virus yang dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I, sel T CD8+ berubah menjadi sel CTL yang membunuh sel yang mempresentasikan antigen virus. Kerja CTL dilakukan dengan cara induksi

Page 2: Skenario 2 Blok 8

apoptosis dengan melepaskan molekul sitotoksik perforin dan granzyme A/B atau dengan mengaktifkan jalur fast-ligand. Respon CTL yang terdeteksi selama terjadiya infeksi kebanyakan hilang saat peyakit mencapai fase akhir. Respon CTL menghambat replikasi virus dan berperan penting dalam kontrol awal infeksi HIV dan mengendalikan setpoint virus. Sifat kualitatif respon sel T CD8+ oleh setiap individu ditentukan oleh tipe MHC yang dimilikinya. Secara umum respon terfokus pada minggu pertama hingga sebulan setelah infeksi, dan kemudian meluas selama fase asymptomatic, dan akhirnya menurun. Pada sejumlah individu mampu mengenali berbagai macam epitop. Epitop-epitop tersebut terdapat pada sebagian besar protein yang diekspresikan oleh virus. Tidak semua CD8+ CTL memiliki keefektifan yang sama. Pada individu terinfeksi HIV khususnya yang memiliki kadar virus yang tinggi, CD8+ CTL tidak didominasi oleh sel memori tetapi oleh sel efektor yang memiliki kemampuan replikasi terbatas. Sel T CD8+ (Non Sitotoksik)CD8 anti viral factor (CAF) non sitotoksik adalah mekanisme lain dari Sel T CD8+ untuk mengendalikan replikasi virus pada sel CD4+ yang terinfeksi. Hasilnya bukan berupa matinya sel CD4+. Chemokin β MIP-1α, MIP-1β dan RANTES yang ligand alaminya adalah reseptor CCR5, membentuk komponen CAF. Komponen tersebut menghambat masuknya virus, dengan mengganggu pengikatan gp120 ke HIV-coreceptor CCR5. Terdapat juga komponen lain dari CAF yang berperan setelah virus masuk, yaitu dengan cara menghambat transkripsi virus. Aktifitas CAF tertinggi terjadi pada saat awal proses penyakit.

Sel T CD4+Pada infeksi virus selain HIV, bersamaan dengan Sel T CD8+, pengenalan peptida antigenik virus mengaktifkan respon Sel T helper (Th) CD4+, mendorong ekspresi berbagai macam sitokin termasuk IL-2, IFN-y dan tumor necrosis factor (TNF)-β) yang mengkoordinasi respon multiseluler yang dimediasi sel untuk menghadapi masuknya virus.

Pada kasus infeksi HIV Sel T CD4+ distimulasi dengan cara yang sama. Sel T CD4+ spesifik terhadap HIV terdeteksi di awal munculnya penyakit. Virus HIV lebih mudah menginfeksi sel yang teraktifasi karena sel teraktivasi mengekspresikan co-receptor CCR5 pada level tinggi. HIV juga lebih mudah bereplikasi pada sel yang sedang memperbanyak diri. Sel T CD4+ sering terinfeksi pada tahap awal penyakit dan kemudian sukar untuk dideteksi. Antigen spesifik Sel T CD4+ terdeteksi pada level rendah pada tahap infeksi berikutnya, kecuali pada subpopulasi individu yang mampu mengendalikan infeksi secara alami (long-term non-progressor). Sebagian besar Sel T CD4+ spesifik terhadap HIV mampu memproduksi IFN-y tetapi bukan IL-2. Tanpa adanya bantuan CD4 membuat respon sel T CD8+ dan respon antibodi netralisasi melemah, terutama respon terhadap varian

Page 3: Skenario 2 Blok 8

baru virus. Pada tahap berikutnya CD4 kehilangan kemampuan untuk merespon patogen lain, sehingga bila terjadi infeksi oleh patogen lain tubuh tidak akan memberikan respon imun yang memadai. AntibodiEnvelope HIV adalah target utama respon imun humoral, antibodi netralisasi mentargetkan epitop protein envelope. Virus mengembangkan berbagai macam mekanisme untuk menghindari efek antibodi netralisasi. Beberapa epitop netralisasi bersifat cryptic, tersembunyi di dalam struktur protein molekul dan terekspos hanya sementara pada saat perubahan konformasional glikoprotein selama masuknya virus ke dalam sel atau persentuhan dengan antibodi netralisasi sekunder.

Antibodi harus memiliki afinitas yang kuat dan cepat sehingga dapat berkompetisi dengan ligand alaminya.Virus juga bisa melindungi epitop netralisasi utama dengan protein glikan yang membentuk tameng yang memiliki habatan sterik terhadap interaksi anti-gp120. Cara penghindaran lain adalah sifat glikoprotein yang mudah bermutasi yang membuat virus terhindar dari antibodi netralisasi.

Gambar 2. Respon Imun terhadap HIV

Page 4: Skenario 2 Blok 8

Gambar 3. Tahapan respon imun terhadap HIV

Sumber: Kelleher A., Bockel D., 2004, Imune Response to HIV, Business Briefing: Clinical Virology & Infectius Diseases. http://www.touchbriefings.com

2. Pemeriksaan Sputum

Sputum adalah cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli. Sputum yang memenuhi syarat pemeriksaan harus betul-betul dari trakea dan bronki bukan berupa air ludah. Sputum pagi di kumpulkan sebelum menggosok gigi, tetapi sudah berkumur dengan air untuk membersihkan sisa makanan dalam mulut yang tertinggal.

Klasifikasi SputumSputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistensinya, karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri. klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya :•sputum banyak sekali & purulen → proses supuratif (eg. Abses paru)•Sputum yg terbentuk perlahan&terus meningkat → taanda bronkhitis/ bronkhiektasis.•Sputum kekuning-kuningan → proses infeksi.•Sputum hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.•sputum merah muda&berbusa → tanda edema paru akut.•Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik.•Sputum berbau busuk → tanda abses paru/ bronkhiektasis.

Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit

paru. Membran mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organisme penyebab. Pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan :1.Pewarnaan Gram,biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi tentang organism yang cukup untuk menegakkan diagnose presumtif

. 2. Kultur Sputum mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakkan diagnose definitif. 3. Basil Tahan Asam (BTA) menentukan adanya mikobacterium tuberculosis, yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alcohol asam.Sumber : Arif Daud. 2011.Pemeriksaan Sputum.Jurnal Ilmu.Vol.8, No.4.

3. Prinsip manajemen terhadap TBC-HIV

Page 5: Skenario 2 Blok 8

- ANAMNESIS. Berdasarkan anamnesis yang akan menentukan beberapa

hal mengenai hal-hal berikut.

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien

(kemungkinan diagnosis).

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab

munculnya keluhan pasien (diagnosis banding).

3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit

tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko). 4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi).

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk

keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan). 6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan

untuk menentukan diagnosisnya.

Pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan dalam anamnesis meliputi,

Identitas pasien, Keluhan utama dan lamanya, Riwayat penyakit sekarang

(RPS), Riwayat penyakit dahulu (RPD), Riwayat pribadi, Riwayat sosial.

- PEMERIKSAAN FISIK. Fisik temuan infeksi HIV adalah sebagai berikut :

· Konstitusi – Demam

· Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan - Kandidiasis mulut

(thrush)

· Leher –Limfadenopati

· Makulopapular ruam kulit.

- PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Deteksi HIV. Nonquantitative deteksi HIV adalah langkah pertama dalam

mendiagnosis infektivitas. Pada orang dewasa immunosorbent assay

enzim-linked (ELISA) dan Western blotting yang digunakan untuk

mendeteksi antibodi HIV pada awalnya khusus, tes ini tidak digunakan

untuk diagnosis pada pasien yang lebih muda dari 2 tahun. Sebuah DNA

polimerase chain reaction (PCR) atau virus kultur adalah metode

pendeteksian standar pada bayi dan anak-anak muda.

Page 6: Skenario 2 Blok 8

PCR DNA HIV digunakan untuk mendeteksi HIV-1 provirus dalam sel

mononuklear dengan menggunakan oligonukleotida yang diarahkan pada

daerah-daerah yang sangat lestari genom virus. Tes ini dapat dilakukan

dalam waktu 24 jam dari infeksi dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas

95% dan 97% masing-masing. Meskipun lebih sensitif dibandingkan kultur

virus, kinerja diagnostik dari 2 metode yang setara. Budaya Viral

diperoleh oleh co-budidaya sel mononuklear berpotensi terinfeksi dan

tidak terinfeksi sama untuk mempromosikan replikasi virus. Setiap

beberapa hari, budaya yang diuji untuk HIV p24 antigen. Hasil positif pada

2 sekuensial tes antigen p24 deteksi menunjukkan infeksi. Teknik ini

memerlukan waktu rata-rata 7-14 hari untuk melakukan, tetapi mungkin

memerlukan waktu selama 28 hari. Hasil virologi positif harus

dikonfirmasi dengan tes ulang virologi dengan spesimen kedua sesegera

mungkin setelah hasil pertama tersedia.

Rapid tes HIV. Sensitivitas mereka setinggi 100%, tetapi mereka harus

diikuti dengan Western blotting konfirmasi atau pengujian

immunofluorescence antibodi, seperti dengan tes antibodi HIV

konvensional.

Hematologi, nilai laboratorium hematologi dapat dinilai. Tanda + limfosit

jumlah CD4 adalah tanda pengganti untuk perkembangan penyakit dan

harus dipantau dengan teliti. Penurunan cepat dalam hitungan, terutama

pada bayi berusia kurang dari 1 tahun adalah tanda prognosis yang buruk

dan harus ada perubahan terapi.

Etiologi

Luc Montagnier dkk tahun 1983 telah menemukan LAV

(Lymphadenopathy Assosiated Virus) dari seseorang dengan

pembengkakan kelenjar limfe (PGL). Pada tahun 1984, sejenis virus yang

disebut HTVL 3 (Human T cell Lymphotropic virus tipe 3) ditemukan dari

pasien AIDS di Amerika oleh Robert Gallo dkk. Kemudian ternyata bahwa

kedua virus tersebut sama, dan oleh Committee Taxonomy International

pada tahun 1985 disebut sebagai HIV (Human Deficiency Virus). Sampai

tahun 1994 diketahui ada dua subtype yaitu HIV 1 dan HIV 2. HIV 1 dan

Page 7: Skenario 2 Blok 8

HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk retrovirus dan

lentivirus. HIV 2 lebih mirip dengan monkey virus yang disebut SIV

(Simian Immunodeficiency Virus). Antara HIV 1 dan HIV 2 intinya mirip,

tetapi selubung luarnya sangat berbeda. HIV mempunyai enzim reverse

transcriptase yang terdapat di dalam inti HIV dan akan mengubah RNA

virus mejadi DNA, inti HIV merupakan protein yang dikenal dengan p24,

dan bagian luar HIV yang berupa selubung glikoprotein terdiri dari

selubung transmembran gp 41 dan bagian luar berupa tonjolan-tonjolan

yang disebut gp 120. Gen yang selalu ada pada stuktur genetik virus HIV

adalah gen untuk kode inti p24, dan gen yang mengkode polymerase

RTase.

- Epidemiologi

Perkiraan prevalensi HIV di kalangan dewasa muda dapat dipandang

sebagai epidemi beberapa subtipe yang terpisah; faktor utama dalam

penyebaran ini transmisi seksual dan penularan dari ibu ke anak pada

saat kelahiran dan melalui ASI.

- Patofisiologi

Patofisiologi HIV-AIDS adalah kompleks. HIV diyakini memicu HIV-AIDS

oleh depleting CD4 + limfosit T helper yang melemahkan sistem

kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T

sangat penting untuk respon imun dan tanpa mereka, tubuh tidak dapat

melawan infeksi atau membunuh sel kanker. Selama fase akut, HIV-

induced sel pecah dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik

untuk penipisan sel T CD4 + Apoptosis juga bisa menjadi faktor

penyebab. Sedangkan selama fase kronis, konsekuensi dari aktivasi

kekebalan menyeluruh ditambah dengan hilangnya secara bertahap

kemampuan sistem imunitas tubuh untuk menghasilkan sel-sel T baru

muncul sehingga menyebabkan penurunan lamban dalam nomor sel T

CD4 +.

Meskipun karakteristik gejala dari defisiensi imun HIV-AIDS tidak

muncul selama bertahun-tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian

besar sel T CD4 + hilang yang terjadi selama minggu pertama infeksi,

Page 8: Skenario 2 Blok 8

terutama di mukosa usus, yang mana tempat mayoritas muara limfosit

ditemukan dalam tubuh. Respon imun yang kuat akhirnya mengendalikan

infeksi dan memulai tahap laten. Namun, sel T CD4 + di jaringan mukosa

tetap habis selama infeksi, walaupun tetap cukup untuk awalnya dalam

melawan infeksi yang mengancam jiwa. Pembunuhan secara langsung sel

T CD 4 + oleh HIV saja tidak dapat dinilai untuk pengataman deplesi sel-

sel karena hanya 0,01-0,10% dari sel CD4 di dalam darah yang terinfeksi.

Penyebab utama hilangnya sel T CD4 + timbul dari meningkatnya

kerentanan mereka untuk apoptosis ketika sistem kekebalan tubuh tetap

diaktifkan. Meskipun sel T yang baru terus diproduksi oleh timus untuk

menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus ini perlahan

hancur oleh infeksi langsung dari thymocytes dengan HIV. Akhirnya,

jumlah minimal sel CD4 yang diperlukan untuk mempertahankan respon

yang memadai hilang sehingga menyebabkan HIV-AIDS.

- Pemeriksaan Penunjang

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV yaitu dengan

menggunakan strategi penegakan diagnosis, menggunakan 3 macam tes

dengan titik tangkap yang berbeda dan selalu didahului dengan konseling

pra tes atau informasi singkat.Ketiga tes tersebut dapat menggunakan

reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1)

harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk

pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan

spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam

waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa

jendela. Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV:

a. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling &

Testing)

b. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK – PITC =

Provider-Initiated Testing and Counseling)

TIPK merupakan kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan di layanan

kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan harus menganjurkan

tes HIV. Kegiatan memberikan anjuran dan pemeriksaan tes HIV perlu

Page 9: Skenario 2 Blok 8

disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan informasi

yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV dan semua pihak menjaga

kerahasiaan (prinsip 3C – counseling, consent, confidentiality)

- Penegakkan Diagnosis Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk: a. Menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral. b. Menilai status supresi imun pasien. c. Menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang terjadi. d. Menentukan paduan obat ARV yang sesuai.

Penilaian yang dilakukan pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut: a. Penilaian Stadium KlinisStadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu. b. Penilaian Imunologi (pemeriksaan jumlah CD4)Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV.Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4. c. Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapipemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada sangat dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA yang menerima terapi ARV. Hanya apabila sumberdaya memungkinkan maka dianjurkan melakukan pemeriksaan viral load pada pasien tertentu untuk mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut kriteria klinis dan imunologis

- PenatalaksanaanLayanan terkait HIV meliputi:a. Upaya dalam menemukan pasien HIV secara dini dengan melakukan tes dan konseling HIV pada pasien yang datang ke layanan primer.b. Perawatan kronis bagi ODHA dan dukungan lain dengan sistem rujukan ke berbagai fasilitas layanan lain yang dibutuhkan ODHA. Layanan perlu dilakukan secara terintegrasi, paripurna, dan berkesinambungan.Infeksi HIV merupakan infeksi kronis dengan berbagai macam infeksioportunistik yang memiliki dampak sosial terkait stigma dan diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan pendekatan tim.

Page 10: Skenario 2 Blok 8

- Pencegahan Strategi pencegahan HIV menurut rute penularan, yaitu:a. Untuk transmisi seksual: 1. Program perubahan perilaku berisiko, termasuk promosi kondom. 2. Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. 3. Konseling dan tes HIV. 4. Skrening IMS dan penanganannya. 5. Terapi antiretrovirus pada pasien HIV.b. Untuk transmisi darah: 1. Pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik. 2. Keamanan penanganan darah. 3. Kontrol infeksi di RS. 4. Post exposure profilaksis.c. Untuk transmisi ibu ke anak: 1. Menganjurkan tes HIV dan IMS pada setiap ibu hamil. 2. Terapi ARV pada semua ibu hamil yang terinfeksi HIV. 3. Persalinan seksiosesaria dianjurkan. 4. Dianjurkan tidak memberikan ASI ke bayi, namun diganti dengan susu formula.5. Layanan kesehatan reproduksi.

Sumber: Zakiudin, M. Respon Imun Terhadap Infeksi Bakteri Dan Virus. Jurnal Sari pediatri Vol. 2, No. 4.

4. kaitan antara hubungan penyakit TBC dan HIV adalah karena system kekebalan tubuh manusia mempunayi tugas untuk melawan infeksi dan serangan penyakit yang menyerang tubuh. Selain itu, usaha dalam menyerang terjadinya infeksi biasanya akan membuat system kekebalan tubuh menjadi lemah dan akan menimbulkan jumlah dari CD4 menjadi menurun, walaupun biasanya jika sudah smebuh, CD4 ini bisa naik lagi. Namun, jika system kekebalan tubuh seseorang penderita Odha harus melawan jenis penyakit infeksi lainnya, maka serangan dari HIV biasanya akan berkurang. Jadi jika infeksi penyakit TBC dan HIV menjadi aktif, maka jumlah CD4 juga akan menurun dengan drastic. Infeksi yang terjadi pada seseorang yang menderita HIV negative hanya akan aktif jika sudah terjadi selama beberapa tahun, dan kebanyakan sekitar lebih dari ()% tidak akan mengembangkan TB yang aktif. Sebaliknya jika odha mengalami infeksi enyakit TB, maka infeksi kemungkinan akan menjadi aktif, dan infeksi lebih aktif lagi akan terjadi dengan cepat. TB aktif biasanya akan terjadi pada sekitar 50% penderita odha selama hidup mereka dibandingkan dengan hanya sekitar 5-10% orang yang mengalami HIV-negatif. Kemudian hal ini akan muncul semakin banyak bukti bahwa enderita HIV akan lebih mungkin mengembangkan penyakit TBC aktif jika bertemu dengan orang lain yang menderita TBC aktif. Jadi, resiko penderita penyakit HIV untuk mengalami serangan penyakit TB bisa menjadi semakin besar. Lagi pula TBC lebih sulit

Page 11: Skenario 2 Blok 8

didiagnosa pada penderita Odha, TBC paru bisa dialami oleh jumlah CD4 yang masih tinggi. Namun resiko untuk mengembangkan penyakit TBC aktif juga akan semankin tinggi jika terjadi suatu kerusakan pada system daya tahan tubuh yang menjadi semakin berat. Penyakit TB dan HIV walaupun memang bisa diobati, jika penyakit TBC dialami saat system daya tahan tubuh oenderita HIV sedang dalam keadaan sangat rusak, kadang kala tubuh tidak akan bisa tahan untuk menerima beban dosis obat tbc dengan sekaligus dalam melakukan perlawanan pada infeksi. Sayangnya, dalam kondisi seperti ini tidak jarang banyak pasien yang meininggal dunia setelah ebebrapa ahri atau setelah ebberapa minggu setelah melakukan terapi.

Sumber: Kelleher A., Bockel D., 2004, Imune Response to HIV, Business Briefing: Clinical Virology & Infectius Diseases. http://www.touchbriefings.com

5. Stadium dan Gejala KlinisPembagian stadium:1. Stadium pertama : HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikkuti terjadinya perubahan J-DA serologis ketika antibody virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.2. Stadium kedua : asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada prang lain.3. Stadium ketiga; Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (persistent generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih satu bulan.4. Stadium keempat : AIDS Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, dan penyakit infeksi sekunder.

Gejala klinis:Pada stadium AIDS dibagi antara lain :1. Gejala utama/ mayora. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulanb. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerusc. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 5 buland. TBC2. Gejala minora. Batuk kronis selama lebih satu bulanb. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan diseluruh tubuh.c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

Page 12: Skenario 2 Blok 8

d. Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh pecandu narkoba.e. Dengan demikian, sangat dianjurkan untuk melakukan tes darah HIV f. Panasa lebih dari 1 bulang. Batuk-batukh. Sariawan dan nyeri saat menelani. Badan menjadi sangat kurusj. Diarek. Sesak napas Pembesaran kelenjar getah beningl. Penurunan ketajaman penglihatanm. Bercak ungu kehitaman di kulitn. TBC

sumber: Nasution spd, Br. Zulkarnain. 2013. GAMBARAN KARAKTERISTIK PENGETAHUAN PENDERITA PENYAKIT HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN. Viewed 17 desember 2015. From <uda.ac.id>

6. ARV untuk Ko-infeksi Tuberkulosis Terapi ARV diketahui dapat menurunkan laju TB sampai sebesar 90% pada tingkat individu. Rekomendasi terapi ARV pada Ko-Infeksi Tuberkulosis - Mulai terapi ARV pada semua individu HIV dengan TB aktif, berapapun

jumlah CD4. - Gunakan EFV sebagai pilihan NNRTI pada pasien yang memulai terapi ARV

selama dalam terapi TB. - Mulai terapi ARV sesegera mungkin setelah terapi TB dapat ditoleransi.

Secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu.

Sumber: Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa dan Remaja. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2012

Page 13: Skenario 2 Blok 8

7. Organ Sistem kekebalan utama1. Sumsum tulang: Semua sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia terbentuk pada

sumsum tulang, ditemukan dalam tulang, dengan proses yang disebut hematopoiesis. Proses hematopoiesis melibatkan diferensiasi sel induk sumsum tulang yang diturunkan, baik menjadi sel dewasa dari sistem kekebalan tubuh atau prekursor sel yang bergerak dari sumsum tulang dan melanjutkan pematangan mereka di tempat lain. Sumsum tulang bertanggung jawab untuk produksi sel sistem kekebalan yang penting seperti sel B, granulosit, sel-sel pembunuh alami dan timosit dewasa. Hal ini juga menghasilkan sel-sel darah merah dan platelet.

2. Kelenjar Timus :Fungsi utama adalah untuk menghasilkan sel T matang. Kemungkinkan hanya sel-sel T menguntungkan akan dirilis ke dalam aliran darah. Sel T yang membangkitkan respon autoimun yang merugikan mendapatkan dieliminasi.

3. Limpa: Ini organ sistem kekebalan tubuh terdiri dari sel-T, sel-B, sel-sel pembunuh alami, makrofag, sel dendritik dan sel darah merah. Ini bertindak sebagai filter imunologi darah dan menjebak benda asing, yaitu antigen dari aliran darah yang melewati limpa. Ketika makrofag dan sel dendritik membawa antigen ke limpa melalui aliran darah, sel-sel B dalam limpa bisa diaktifkan dan menghasilkan antibodi dalam tingkat yang besar. Dengan demikian, limpa juga dapat dikenal sebagai pusat konferensi imunologi. Selain itu, limpa juga membentuk lokasi kehancuran sel darah merah yang lama.

4. Kelenjar Getah: kelenjar ini, menyaring cairan interstitial yang hadir antara sel-sel tubuh manusia. Kelenjar getah bening yang terletak di seluruh sistem limfatik tubuh dan tidak lain hanyalah agregasi jaringan. Kelenjar getah bening yang terdiri dari sebagian besar sel-B, sel-T, makrofag dan sel dendritik. Mereka bertindak sebagai filter imunologi dan menguras getah bening dari sebagian besar jaringan tubuh dan menyaring antigen hadir di dalamnya, sebelum mengizinkan getah bening untuk kembali ke sirkulasi.

Organ lain dari sistem kekebalan tubuh 5. Adenoid: Fungsi mereka adalah untuk menghentikan bakteri dan organisme

penyebab infeksi lainnya dari menginfeksi organ tubuh lainnya. Ini terdiri dari jaringan limfoid terutama yang bertindak sebagai filter dalam tubuh, dengan menjebak bakteri dan virus. Antibodi yang hadir didalam mereka membantu melawan infeksi

6. Amandel: Seiring dengan adenoid, mereka juga membentuk garis pertahanan pertama terhadap infeksi. Fungsi utama mereka adalah untuk menjebak bakteri dan virus dari udara yang dihirup. Limfosit dan antibodi hadir di dalamnya membantu membunuh bakteri, sehingga memainkan peran penting dalam melindungi tubuh.

Sel-sel dari sistem kekebalan tubuha. Sel-T: Fungsi utama dari sel-T atau limfosit T untuk mengintensifkan respon

sistem kekebalan tubuh. Mereka melakukan ini dengan mengeluarkan faktor khusus, yang pada gilirannya mengaktifkan sel-sel darah putih lainnya, untuk melawan infeksi. Sel-T dibagi lagi ke dalam jenis yang berbeda.

b. Sel Natural Killer: Sel-sel bertindak seperti sel T-pembunuh dan berfungsi sebagai sel efektor, yang secara langsung menghancurkan sel-sel tumor dan sel yang terinfeksi virus. Namun, tidak seperti sel-T, sel-sel pembunuh alami ini tidak memiliki sebuah perjumpaan sebelumnya pada organ limfoid sebelum membunuh target mereka.

Page 14: Skenario 2 Blok 8

c. Sel-B: Fungsi utama dari sel-sel ini adalah produksi antibodi. Mereka menghasilkan antibodi dalam menanggapi berbagai bakteri, virus, sel-sel tumor, dll

d. Granulosit: Sel-sel ini terdiri dari 3 jenis sel. Mereka adalah neutrofil, eosinofil dan basofil, yang diidentifikasi berdasarkan pewarnaan mereka. Sel-sel ini sebagian besar bertanggung jawab untuk menghilangkan parasit dan bakteri dari tubuh, dengan menelan dan mendegradasi mereka.

e. Makrofag: Sel-sel ini mengambil dan menelan benda asing dan kemudian mempresentasikannya ke sel T dan sel B dari sistem kekebalan tubuh. Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam inisiasi respon sistem kekebalan tubuh.

f. Sel dendritik: Sel-sel ini sebagian besar ditemukan pada kompartemen struktural organ sistem kekebalan tubuh. Mereka menelan antigen dan hadir jika sebelum organ-organ ini, untuk inisiasi dari sistem kekebalan tubuh.

Sumber:JR, Gunawan. 2013. Sistem Imunitas Tubuh. From prints.undip.ac.id/

Page 15: Skenario 2 Blok 8

BLOK 8: IMMUNOLOGY AND INFECTION

LEARNING OBJECTIVE “AKU SEORANG PELAUT”

DISUSUN OLEH :

NAMA : FITRIA AMANDASTAMBUK : N 101 14 019KELOMPOK : 4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKOPALU2015